Anda di halaman 1dari 51

PERAN PENGARAH TATA ARTISTIK (ART DIRECTOR)

DALAM PROSES FILM LONELY TOGETHER


OLEH CINEMORA PICTURES

LAPORAN JOB TRAINING

DIAJUKAN UNTUK MENEMPUH UJIAN SIDANG JOB TRAINING


PROGRAM STUDI TELEVISI DAN FILM

Disusun oleh:
MUHAMMAD AKBAR FERIANSYAH
210410170029

UNIVERSITAS PADJADJARAN
FAKULTAS ILMU KOMUNIKASI
PROGRAM STUDI TELEVISI DAN FILM
SUMEDANG
2022
LEMBAR PENGESAHAN

Judul : PROSES TATA ARTISTIK FILM LONELY TOGETHER OLEH

CINEMORA PICTURES

Nama : Muhammad Akbar Feriansyah

NPM : 210410170029

Program Studi : Televisi dan Film

Nama Instansi : Cinemora Pictures

Alamat Instansi : Jl. Bukit Dago Selatan No.51 RT 003/001, Dago, Kecamatan
Coblong, Kota Bandung, Jawa Barat 40135

Pembimbing Utama Pembimbing Lapangan

Lilis Puspitasari, S.Sos, M.,I.Kom Dzikri Maulana

Mengetahui,

Ketua Program Studi Televisi dan Film,

Dr. Aceng Abdullah, M.Si.

NIP: 195911161987011001
KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, puji dan syukur kepada Allah SWT Yang maha Esa karena

atas berkat nikmat-Nya, penulis dapat menyelesaikan laporan job training yang

berjudul “Apakah Cinemora Adalah yang bukan PT, bisa diterima di job

training?”. Laporan ini di guna memenuhi syarat kelulusan mata kuliah job

training pada semester tujuh. Penulis menyadari bahwa laporan ini tidak dapat

terselesaikan tanpa dukungan dari berbagai pihak. Maka dari itu, penulis ingin

mengucapkan terima kasih kepada seluruh pihak yang telah membantu memberi

dukungan dalam penulisan laporan job training ini. Terutama kepada:

1. Lilis Puspitasari, S.Sos., M.I.Kom. selaku dosen pembimbing dalam mata

kuliah job training yang telah memberikan masukan dan waktunya untuk

membimbing penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan laporan job

training.

2. Dr. Aceng Abdullah, Drs., M.Si. selaku Ketua Program Studi Televisi dan

Film Fakultas Ilmu Komunikasi Universitas Padjadjaran

3. Bapak, Ibu, Kakak, dan adik selaku keluarga penulis yang telah memberi

restu serta dukungan baik moril dan materil kepada penulis selama

penulis melaksanakan job training dan menyelesaikan laporan job

training.

4. Dzikri Maulana selaku produser dan Idan Firdaus sebagai Produser besar

yang sudah memberikan kesempatan kepada penulis serta membantu dan

membimbing penulis selama melaksanakan job training dan

menyelesaikan laporan job training.


5. Loike Tenggara selaku Production Design serta teman penulis yang telah

memberi dukungan dan juga membantu dan membimbing penulis selama

melaksanakan job training dan menyelesaikan penulisan laporan job

training.

6. Akas, Gita NR, dan Silvia selaku kru artistik yang membantu penulis

selama melaksanakan job training dan menyelesaikan penulisan laporan

job training.

7. Indri Natasya, Aditya P. Prathama, Kautzar Dhali, Adivian N. Zhafari

Putra, Roufy Nasution, Adi P. Nugraha, Yangyuan YF, Luthfia, Zefanya

Simanjutak selaku teman dekat penulis yang telah memberi dukungan dan

juga membantu penulis selama melaksanakan job training dan

menyelesaikan job training.

8. Ibu Tami dan pak Uu selaku staf program studi Televisi dan Film

Fakultas Ilmu Komunikasi Universitas Padjajaran yang telah membantu

penulis menyiapkan berbagai berkas pengajuan job training.

Semoga Allah SWT membalas segala bantuan yang telah diberikan semua

pihak kepada penulis. Demi kesempurnaan laporan ini, penulis mengharapkan

saran dan kritik terhadap laporan job training ini. Akhir kata semoga laporan

Job Training ini dapat memberikan manfaat bagi yang membacanya.

Jatinangor, 4 Januari 2022

Muhammad Akbar Feriansyah


210410170029
DAFTAR ISI

LEMBAR PENGESAHAN..............................................................................................

KATA PENGANTAR.....................................................................................................

DAFTAR ISI...................................................................................................................

DAFTAR GAMBAR......................................................................................................

DAFTAR LAMPIRAN....................................................................................................

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang...................................................................................................

1.2 Tujuan Penelitian...............................................................................................

1.3 Kegunaan Penulisan

1.3.1 Kegunaan Teoritis.....................................................................................

1.3.2 Kegunaan Praktis......................................................................................

1.4 Metode dan Teknik Pengumpulan Data

1.4.1 Metode Penulisan.....................................................................................

1.4.2 Teknik Pengumpulan Data.......................................................................

1.4.3 Lokasi dan Waktu Pelaksanaan Job Training..........................................

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Film...................................................................................................................

2.1.1 Film Pendek.............................................................................................

2.2 Tata Artistik......................................................................................................

2.2.1 Komponen Teknis Tata Artistik..............................................................

2.2.2 Tahap Pelaksanaan Tata Artistik.............................................................

2.2.2.1 Pra Produksi.................................................................................


2.2.2.2 Produksi.......................................................................................

2.2.2.3 Pra Produksi.................................................................................

BAB III OBJEK KERJA PRAKTIK

3.1 Sejarah Singkat...............................................................................................

3.2 Logo Perusahaan.............................................................................................

3.3 Visi dan Misi Perusahaan...............................................................................

3.4 Struktur Organisasi.........................................................................................

3.5 Bidang Usaha Perusahaan..............................................................................

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil

4.1.1 Peran Pengarah Tata Artistik dalam Tahapan Pra Produksi Film

Lonely Together...................................................................................................................

4.1.2 Peran Pengarah Tata Artistik dalam Tahapan Produksi Film

Lonely Together...................................................................................................................

4.1.3 Peran Pengarah Tata Artistik dalam Tahapan Pasca Produksi

Film Lonely Together..........................................................................................................

4.2 Pembahasan

4.2.1 Analisis Peran Pengarah Tata Artistik dalam Tahapan Pra

Produksi Film Lonely Together...........................................................................................

4.2.2 Analisis Peran Pengarah Tata Artistik dalam Tahapan Produksi

Film Lonely Together..........................................................................................................

4.2.3 Analisis Peran Pengarah Tata Artistik dalam Tahapan Pasca

Produksi Film Lonely Together


BAB V SIMPULAN DAN SARAN

5.1 Simpulan........................................................................................................

5.2 Saran..............................................................................................................

DAFTAR PUSTAKA........................................................................................................

LAMPIRAN.......................................................................................................................
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Media merupakan salah satu unsur terpenting dalam proses komunikasi,

terutama dalam proses komunikasi di mana pesan yang dikomunikasikan melalui

media massa pada sejumlah besar orang (Rakhmat 1985). Jenis media yang

digunakan dalam proses komunikasi massa adalah media massa. Media elektronik

merupakan sarana media massa yang mempergunakan alat-alat elektronik modern.

Media elektronik dapat menarik khalayaknya dengan memberikan perhatian

secara penuh karena apa yang disiarkannya tidak diulang. Media elektronik sejak

awal sudah bersifat demokratis dengan khalayak masyarakat luas secara

keseluruhan, bukan kalagan tertentu saja. Media massa yang merupakan media

elektronik adalah radio, televisi, film dan internet.

Dari pemaparan di atas Film adalah media komunikasi yang bersifat audio

visual untuk menyampaikan suatu pesan kepada sekelompok orang yang

berkumpul di suatu tempat tertentu (Effendy 1986). Pesan film sebagai media

komunikasi dapat berbentuk apa saja tergantung dari misi film tersebut. Akan

tetapi, umunya sebuah film dapat mencakup berbagai pesan, baik itu berupa pesan

Pendidikan, sosialisasi, hiburan, dan informasi. Albert Bandura menyatakan

Social Learning Theory, teori yang menganggap media massa sebagai agen

sosialisasi yang utama disamping keluarga, guru, dan sahabat. Dalam hal ini, film

sebagai komunikasi massa yang mampu menjadi media sosialisasi.


Film juga dianggap sebagai media komunikasi yang ampuh terhadap

massa yang menjadi sasarannya, karena sifatnya yang audio visual, film mampu

bercerita banyak dalam waktu singkat. Ketika menonton film, penonton seakan-

akan dapat menembus ruang dan waktu yang dapat menceritakan kehidupan dan

bahkan dapat mempengaruhi audiens. Film sendiri menurut Heru Effendy (2009)

saat ini terbagi dalam berbagai jenis salah satunya adalah film pendek.

Film pendek yang membedakannya dari film jenis lainnya adalah dari

durasi filmnya yang pendek dan biasanya di bawah 60 menit. Di banyak negara

seperti Jerman, Kanada, Australia, Amerika Serikat, film cerita pendek dijadikan

laboratorium serta batu loncatan bagi seseorang/kelompok orang untuk kemudia

memproduksi film cerita Panjang. Jenis film ini banyak dihasilkan oleh para

mahasiswa jurusan film atau orang/kelompok yang menyukai film dan ingin

berlatih membuat film dengan baik. Salah satu kelompok yang aktif dalam

membuat berbagai cerita pendek adalah salah satu production house yang cukup

memiliki nama di Bandung, yakni Cinemora Pictures.

Cinemora Pictures adalah sebuah production house asal kota Bandung

yang memiliki fokus dalam memproduksi karya audio visual utamanya film

pendek dan beberapa karya audio visual lainnya seperti iklan, video musik dan

series. Karya terkenal dari cinemora Pictures yaitu The Boy with Moving Image

yang masuk ke Official Selection Indonesia Raja pada tahun 2021 dan sudah

masuk di berbagai festival film.

Penulis memiliki kesempatan untuk dapat belajar mengenai produksi

media audio visual yang disini penulis memiliki kesempatan untuk dapat

bergabung dalam proses produksi, salah satu film pendek berjudul Lonely
Together dimana penulis bertugas sebagai pengarah tata artistik (Art Director) di

dalamnya.

Posisi sebagai pengarah tata artistik sendiri dipilih oleh penulis karena

dirasa sudah memilih peran ini yang akan dilakukan penulis kedepannya dalam

melakukan pekerjaan sesungguhnya nanti di luar sana. Film ini dirilis pada tahun

2020 dan akan didistribusikan ke beberapa festival film pendek, baik festival lokal

maupun internasional.

Oleh karena itu penulis akan menulis laporan kegiatan job training penulis

selama melakukan kegiatan di Cinemora Pictures sebagai pengarah tata artistik

dalam film Lonely Together dengan topik “Peran Pengarah Tata Artistik (Art

Director dalam Proses Produksi Film Lonely Together oleh Cinemora Pictures”

1.2 Tujuan Penelitian

1. Bagaimana peran pengarah tata artistik dalam tahapan pra produksi film

Lonely Together

2. Bagaimana peran pengarah tata artistik dalam tahapan pra produksi film

Lonely Together

3. Bagaimana peran pengarah tata artistik dalam tahapan pra produksi film

Lonely Together

1.3 Kegunaan Penelitian

1.3.1 Kegunaan Teoretis

Kegiatan job training beserta penulisan laporan ini diharapkan

dapat memberikan informasi secara mendalam terkait proses dan tahapan


produksi tata artistik serta peran pengarah tata artistic di dalamnya. Selain

itu laporan ini diharapkan pula dapat bermanfaat bagi penelitian-penelitian

komunikasi selanjutnya, terutama terkait dengan penulisan skenario

sebuah film.

1.3.2 Kegunaan praktis

Kegiatan job training beserta penulisan laporan ini diharapkan

dapat memberikan informasi dan membantu panduan terkait alur kerja di

dalamnya serta menjadi database bagi cinemora pictures melalui

pengalaman penulis dalam mengikuti produksi film pendek dengan peran

sebagai pengarah tata artistik.

Dengan dilakukannya kegiatan job training serta penulisan

laporan ini diharapkan pembaca memiliki pemahaman yang lebih terkait

sejauh mana peranan dari pengarah tata artistik beserta tahapan-tahapan

dalam pembuatan sebuah produksi film dari langkah yang paling awal dan

mendasar, serta dari sebelum produksi hingga saat produksi berlangsung.

Laporan ini juga menjadi gambaran bagi pihak-pihak yang ingin

mengetahui alur kerja pengarah tata artistik dan tata artistik serta tertarik

dalam mendalami pekerjaan dari tim tata artistik dalam produksi audio

visual.

Sementara itu manfaat untuk penulis sendiri adalah untuk

merangkum pekerjaan penulis dalam produksi ini untuk dijadikan evaluasi

yang berguna bagi penulis pada produksi selanjutnya sebagai pengarah tata

artistik juga.
1.4 Metode dan Teknik Pengumpulan Data

1.4.1 Metode penulisan

Metode penulisan yang digunakan oleh penulis dalam laporan

adalah metode penulisan deskriptif yang dilakukan untuk mengetahui

kebradaan variabel mandiri, baik hanya pada satu variabel atau lebih tanpa

membuat perbandingan variabel itu sendiri dan mencari hubungan dengan

variabel lain.

1.4.2 Teknik pengumpulan Data

1. Observasi

Menurut Morris (1973) dalam (Hasanah, 2017), observasi

merupakan suatu aktivitas mencatat suatu gejala dengan batuan instrumen-

instrumen dan merekamnya dengan tujuan ilmiah maupun tujuan lainnya.

Menurut Pauline Young dalam (Indrawati et al., 2007). Observasi apabila

dibagi berdasarkan hubungan antara pihak observer dengan gejala yang

diobservasi memunculkan dua jenis yaitu observasi partisipan dan

observasi non partisipan. Dalam penelitian ini penulis menggunakan

observasi partisipan dimana penulis terlibat langsung dengan kegiatan

yang diamati. Selain itu penulis juga melakukan penelitian melalui

observasi langsung maupun tidak langsung dengan ikut sebagai pengarah

tata artistik dalam mengerjakan produksi film Lonely together.


2. Wawancara

Menurut Moelong (2007) dalam (Nur Fadilah, 2012),

wawancara merupakan proses percakapan dengan maksud dan tujuan

tertentu. Dalam penelitian ini penulis melakukan wawancara tidak

terstruktur karena tidak didahului dengan pembuatan pertanyaan serta

lebih bersifat bebas. Wawancara ini dilaksanakan oleh peneliti untuk

membantu dalam mendapatkan informasi yang lebih detail dan mendalam

terkait obyek penelitian. Peneliti melakukan proses wawancara langsung

kepada Idan Firdaus selaku salah satu pimpinan dari Cinemora

Production.

3. Studi Pustaka

Studi Pustaka adalah Teknik pengumpulan data dengan

mengadakan pengkajian terhadap buku, literatur, catatan, maupun laporan

yang memiliki keterkaitan dengan masalah yang sedang diteliti (Nazir

1998). Referensi yang digunakan oleh penulis dalam menulis laporan ini

adalah beberapa artikel jurnal dan buku yang berkaitan dengan masalah

yang diteliti. Salah satu buku yang dijadikan panduan utama adalah buku

“Modul workshop Tata Artistik Film” Karya Han Revo Joang dikarenakan

dapat membantu dalam mebedah terkait proses dan tahapan tata artistik

dalam sebuah produksi film.


1.5 Lokasi dan Waktu Pelaksanaan Job Training

Kegiatan job training dilaksanakan mulai dari tanggal 18 Juli 2020 sampai

dengan 27 Agustus 2020 berlokasi di Kantor lama Cinemora di Jl. Kp. Padi,

Dago, Kecamatan Coblong, Kota Bandung.


BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Film

Film adalah suatu bentuk komunikasi massa elektronik yang berbentuk

media audio visual yang menampilkan kata-kata, bunyi, citra, serta kombinasinya.

Film juga merupakan salah satu bentuk komunikasi modern yang kedua muncul di

dunia (Sobur 2004, 126). Film berperan sebagai sebuah sarana baru yang berguna

untuk menyebarkan hiburan serta menyajikan cerita, peristiwa, musik, drama,

lawak, dan sajian teknis lainnya kepada khalayak umum (McQuail 2003).

Menurut Prof. Effendy (2003), film merupakan medium komunikasi massa yang

sangat ampuh, bukan hanya sebagai hiburan, namun juga untuk penerangan

maupun pendidikan. Film memberikan dampak-dampak tertentu terhadap

penonton seperti dampak psikologis, maupun dampak sosial.

Secara garis besar, film dapat dibagi berdasarkan beberapa hal.

Berdasarkan media film dibagi menjadi layar lebar dan layar kaca. Berdasarkan

jenisnya film dibagi menjadi dua, yaitu film non fiksi dan fiksi. Film non fiksi

dibagi menjadi tiga, yaitu film dokumenter, dokumentasi dan film untuk tujuan

ilmiah. Sedangkan film fiksi sendiri dibagi lagi menjadi dua jenis, yaitu

eksperimental dan genre (Kristanto JB 2007, p.6).


2.1.1 Film Pendek (Short Movie)

Sesuai pengertian secara harfiah, Film pendek yang membedakannya dari

film jenis lainnya adalah dari durasi filmnya yang pendek dan biasanya di bawah

60 menit. Di banyak negara seperti Jerman, Kanada, Australia, Amerika Serikat,

film cerita pendek dijadikan laboratorium serta batu loncatan bagi

seseorang/kelompok orang untuk kemudia memproduksi film cerita Panjang.

Jenis film ini banyak dihasilkan oleh para mahasiswa jurusan film atau

orang/kelompok yang menyukai film dan ingin berlatih membuat film dengan

baik.

Awalnya semua film berdurasi pendek. Film-film awal bahkan durasinya

hanya sekitar satu menit. Seiring dengan perkembangan industri, durasi film pun

semakin Panjang, dan film pendek hanya dijadikan medium untuk mahasiswa

bereksperimen dan belajar. Walaupun demikian, bukan berarti film pendek selalu

menjadi medium eksperimen saja. Saat ini, terutama setelah perkembangan

teknologi digital, film pemdek semakin memiliki kekhasannya sendiri.

Produksi film pendek pada dasarnya sama seperti proses yang terjadi pada

film Panjang, bedanya film pendek tidak memperlukan penjelasan secara detail

mengenai keseluruhan cerita yang ada, film pendek biasanya menyisipkan detail-

detail tersebut melalui naskah yang diwujudkan dengan audio visual yang

memiliki banyak arti (multitafsir).

2.2 Tata Artistik


Tata artistik adalah penyusunan segala sesuatu yang melatarbelakangi

cerita film yakni berhubungan dengan pemikiran tentang setting (tempat dan

waktu berlangsungnya cerita dalam film). Penataan artistic adalah suatu aspek

kreatif senimatografi yang mencakup perencanaan, pelaksanaan/pengadaan

“lingkungan fisik” sebuah cerita film yang terdiri dari setting, property,

costume/wardobe dan make up - hair do. Penataan artistik disesuaikan dengan

konsep sutradara yang mencakup look dan mood dalam sebuah film.

Tata artistik dalam sebuah film penting untuk menciptakan visual sesuai d

engan cerita atau skenario yang akan dibuat. Bukan hanya untuk membuat gambar

lebih indah dari kenyataannya atau enak dilihat karena adanya kesadaran komposi

si, bentuk dan perpaduan warna di dalamnya, dan atau dapat menentukan fokus pa

da objek tertentu saja. Di dalam artistik film juga dapat membuat kesatuan elemen

visual (mise en scne) menjadi harmonis atau sebaliknya (look) dan dapat memberi

rasa dari ruang yang ditampilkan (mood). Look dan mood ini akan dibatasi di dala

m sebuah bingkai (framming) yang menjadi pekerjaan bagi penata artistik untuk

membuat look dan mood ini terlihat bagus di framming.

2.2.1 Komponen Teknis Tata Artistik

Untuk memudahkan dalam merencanakan tata artstik dalam sebuah

film, diperlukan perencanaa dalam menyusun komponen-komponen teknis

pelaksanaan tata artistik, yaitu:

1. Mise En Scene : Yang berarti meletakkan suatu subjek dalam

adegan, mis en scene mengacu pada segala aspek


visual yang muncul pada film, seperti setting, actor,

latar, kostum, penchayaan dan lain sebaginya

2. Look : Elemen visual yang tampak terlihat dalam frame

seperti, setting/latar, properti, kostum/wardobe,

make up, special efek, warna, tekstur, dan perspektif

(posisi kamera, komposisi dan gerak karakter

(blocking)

3. Mood : Rasa atau dampak melalui kesatuan dari elemen

visual (look) di dalam frame kepada penonton yang

menyaksikan.

2.2.2 Tahap Pelaksanaan Tata Artistik

Dalam melakukan tugas pengarah tata artistik yang

bertanggungjawab terhadap elemen artistik dalam film, terbagi

menjadi tiga waktu pengerjaan dalam proses produksi syuting

yakni, pra produksi, produksi, dan pasca produksi. Berikut penulis

jabarkan pelaksanaan tugas artistik dalam suatu produksi film.

2.2.2.1 Pra Produksi

Tata artistik yang akan diaplikasikan nanti dalam film tidak

semerta-merta didapatkan tanpa adanya riset serta perencanaan dari

artistik itu sendiri. Hal ini membantu pengarah tata artistik dalam

merencanakan artistik apa yang masuk dalam film yang akan


dikerjakan. Tata artistik yang sempurna melalui beberapa tahapan

sebagai berikut:

1. Koordinasi

2. Membaca Skenario

3.Menaganalisa

4. Riset

5. Mencari Referensi

6. Konsep dan desain

7. Breakdown

8. Membuat anggaran & work-flow

9. Hunting

2.2.2.2 Produksi

Pada proses ini, tim tata artistik sudah harus siap dengan

segala unsur tata artistik untuk proses pengambilan gambar di

lokasi syuting. Sebagai bisa dibilang kepala divisi, pengarah

artistik harus melakukan berbagai hal berikut ini, yaitu:

1. Koordinasi

2. Melaksanakan

3. Memperhatikan continuity

4. Menjaga work flow

5. Eksekutor kebutuhan visual

2.2.2.3 Pasca Produksi


Tugas pengarah tata artistik di pasca produksi ini tidak

sebanyak saat pra produksi maupun produksi. Hal ini karena

keterlibatan pengarah ata artistik adalah menkonsep dan

mengeksekusinya ketika hari produksi dilakukan. Berikut tugas

pengarah tata artistik ketika proses produksi berakhir dan dimulai

proses pasca produksi, yaitu:

1. Membuat dan memberikan laporan pengeluaran anggaran

artistik.

2. Memastikan semua unsur visual telah terekam untuk kebutuhan

pasca produksi/editing

3. Mengembalikan semua elemen visual seperti sedia kala, baik di

lokasi tempat kerja maupun melaporkan elemen visual kepada

produksi/pemilik jika ada pengembalian atau pembelian,

4. Memberikan bahan atau membuat rancangan untuk pembuatan

poster film (opening dan credit title) dan dikoordinasikan dengan

pihak produser dan sutradara.


BAB III

OBJEK KERJA PRAKTIK

3.1 Sejarah Perusahaan

Cinemora Pictures merupakan sebuah rumah produksi yang didirikan pada

tahun 2017 yang diprakarsai oleh 3 orang, yang terdiri dari Dzikri Maulana

sebagai produser, Roufy Nasution sebagai penulis/sutradara, dan Idan Firdaus

selaku penulis, editor dan sutradara. Kantor Cinemora Pictures berlokasi di Jalan

Bukit Dago Selatan, Kecamatan Coblong, Kota Bandung, Jawa Barat. Cinemora

Pictures menjadi salah satu rumah produksi yang awalnya berfokus terhadap

produksi film pendek dimana selanjutnya untuk dapat bertahan di industri seperti

production house lainnya, kini Cinemora Pictures merambah ke dunia audio

visual lainnya yang bersifat komersil.

Sejauh ini Cinemora Pictures sudah mengerjakan berbagai macam karya

audio visual seperti documentary web, music video, apps web series, apps short

film, short film, web series, fashion film, snapgram film, commercial ads, live

session music video, showcase 360o video, documentary video dan feature film

pertama mereka yang diproduksi pada tahun 2019 dan selesai pada tahun 2020
serta didistribusikan ke beberapa festival film sampai sekarang. Cinemora Pictures

banyak menangani projek, mulai dari projek perusahaan, aplikasi streaming, band,

penyanyi, sampai perorangan. Beberapa klien yang pernah bekerja sama dengan

Cinemora Pictures seperti Mandiri Tjanting Run, Samsara, Tado TV, El Karmoya,

novelis Abay Aditya, The Boxquitos, Breh and the Bangsat, Amigdala, Ash Shur,

Kumparan+, Novel Toon TV, Primandisa, Teguk, dll.

3.2 Logo Perusahaan

Gambar 3.1 Logo Perusahaan


(Sumber: dokumen Perusahaan)

3.3 Visi dan Misi Perusahaan

3.3.1 Visi

Cinemora Pictures memiliki visi berupa we tell your story. Visi

tersebut sudah cukup dapat menggambarkan bidang yang didalami oleh

Cinemora Pictures.

3.3.2 Misi
Cinemora Pictures ingin dapat membantu individu, perusahaan,

maupun organisasi dalam mengomunikasikan serta menyampaikan nilai-

nilai mereka melalui konten audio visual yang kreatif. Cinemora Pictures

juga menyediakan berbagai kreasi konten sehingga klien dapat memilih

dan menentukan konsep terbaik dalam menjangkau dan memikat audiens.

3.4 Struktur Organisasi

3.5 Bidang Usaha Perusahaan


Cinemora Pictures utamanya bergerak pada produksi di bidang audio

visual seperti film pendek, iklan, music video dan film panjang. Selain itu

Cinemora Pictures juga memiliki produksi di bidang lainnya sebagai berikut:

1. Screening (Pemutaran Film)

Cinemora Pictures ruting mengadakan screening (pemutaran film)

yang tidak hanya memutarkan film mereka saja, akan tetapi juga menyasar

ke komunitas-komunitas film indie lain baik komunitas film Bandung

maupun film-film indie lainnya yang dirasa memiliki nilai yang bagus dan

terkadang juga menyesuaikan dengan tema daru pemutaran film nya itu

sendiri. Seperti contoh acara pemutaran film dengan nama SineRame yang

berkolaborasi dengan Ruang Film Bandung

2. Cinemora Open House

Berbeda dengan acara screening, Cinemora Open House selain

menayangkan film-film dari komunitas film lainnya, akan tetapi juga

sebagai ajang silaturahmi dengan tidak hanya menanyangkan film saja


akan tetapi dengan diskusi maupun acara pengakraban yang berguna untuk

mendekatkan Cinemora Pictures dengan komunitas film lainnya.

Selain 2 bidang usaha besar diatas, Cinemora Pictures juga menyediakan

bidang lain yang tetap berkutat pada bidang audio visual, diantara adalah, behind

the scene, live session music video, reception cinematic video dan pitching ide

film
BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil

4.1.1 Peran Pengarah Tata Artistik dalam Tahapan Pra Produksi Film
Lonely Together

Peran pengarah Tata artistik pada proses tahap pra produksi melalui

beberapa tahapan sebagai berikut:

1. Koordinasi

Koordinasi yang dilakukan melibatkan pengarah tata artistik

dengan sutradara dan script writer dalam mempersiapkan pemenuhan

kebutuhan artistik dalam film yang akan diproduksi. Koordinasi oleh

pengarah tata artistik juga dilakukan kepada produser, utamanya untuk

menanyakan perihal kru-kru yang akan membantu tugas pengarah tata

artistik dalam divisi tata artistik. Di akhir adalah pengarah tata artistik

perlu melakukan koordinasi dengan tim dari divisi artistik yang sudah

terbentuk untuk membantu pengarah kerja tata artistik dalam

mempersiapkan dan melakukan tahapan-tahapan pada proses pra produksi.


2. Membaca Skenario

Dalam menentukan elemen artistik apa yang akan digunakan dalam

sebuah film, seorang pengarah tata artistik harus terlebih dahulu membaca

cerita/skenario yang sudah dibuat oleh script writer lalu mendiskusikannya

dengan sutradara maupun script writer untuk mengambil langkah dalam

memilih elemen-elemen apa saja yang akan diperlukan untuk tata artistik

film yang ditunjukkan dalam film.

Selanjutnya perlu untuk memahami karakterisasi tokoh termasuk

background/latar belakang karakter agar dapat memberi visual yang bukan

hanya masuk akal akan tetapi sesuai dengan setting dimana karakter ini

berada.

3. Menganalisa

Setelah tahap membaca skenario, seorang pengarah tata artistik

akan menganalisa skenario tersebut untuk mempersiapkan elemen-elemen

visual apa saja yang akan dibentuk nantinya di set untuk membangun

visual cerita sesuai dengan keinginan dari sutradara dan script writer serta

kelogisan cerita melalui elemen visual yang akan direncanakan.

4. Riset

Peran pengarah tata artistik dalam tahapan pra produksi film

Lonely Together adalah meriset mengenai jenis film ini dan lokasi yang

akan digunakan dalam produksi film Lonely Together. Tata artistik yang
akan diaplikasikan nanti dalam film tidak semerta-merta didapatkan tanpa

adanya riset serta perencanaan dari artistik itu sendiri. Hal ini membantu

pengarah tata artistik dalam merencanakan artistik apa yang masuk dalam

film yang akan dikerjakan.

5. Mencari Referensi

Kemudian pengarah tata artistik akan mencari referensi yang

terkait dengan cerita dan karakter melalui film-film dengan tema yang

sama ataupun film-film dengan karakter tokoh yang serupa.

6. Konsep dan desain

Setelah sudah menemukan referensi terkait dan menyelesaikan riset

cerita dan karakter tokoh dalam film, selanjutnya pengarah tata artistik

membuat konsep dan desain dari nanti film ini akan dibuat setting, look

dan mood yang akan ditampilkan dalam film ini.

7. Breakdown

Kemudian pengarah tata artistik melakukan pembedahan terhadap

naskah yang biasa dilakukan utamanya saya adalah dengan membedahnya

perscene untuk menyocokkan dengan konsep dan desain yang sudah

dibuat sebelumya untuk mempermudah dalam melakukan kegiatan men-

set elemen-elemen visual saat proses produksi film berlangsung.

8. Membuat anggaran & work-flow


Setelah sudah menentukan elemen-elemen apa saja yang

dibawakan oleh pengarah tata artistik lalu dibuatlah anggaran dari elemen-

elemen yang diperlukan untuk mempermudah melakukan proses hunting

(mencari elemen-elemen yang diperlukan). Selain itu pengarah tata artistic

juga merencanakan work-flow dengan berbagai bagian di bawah pengarah

tata artistk yaitu dengan tim wardobe, make up - hair do dan tim properti

demi kelancaran dalam proses syuting maupun keberhasilan

pengaplikasian elemen artistik dalam film.

9. Hunting

Proses ini merupakan bagian terakhir pada pra produksi. Setelah

sudah menentukan konsep dan desain serta melakukan breakdown naskah,

selanjutnya pengarah artistik yang akan dibantu oleh tim properti dan tim

wardobe akan melakukan hunting atau mencari kebutuhan yang

diperlukan berdasarkan konsep dan desain serta hasil dari breakdown yang

sudah dikonsep dan desain sebelumnya.

4.1.2 Peran Pengarah Tata Artistik dalam Tahapan Produksi Film


Lonely Together

Pada proses ini, tim tata artistik sudah harus siap dengan segala

unsur tata artistik untuk proses pengambilan gambar di lokasi syuting.

Sebagai bisa dibilang kepala divisi, pengarah artistik harus melakukan

berbagai hal berikut ini, yaitu:

1. Koordinasi
Koordinasi disini maksudnya adalah pengarah tata artistik harus

selalu berkoordinasi dengan tim dari divisi lain. Dengan sutradara dan

script writer untuk berkoordinasi untuk menyesuaikan artistik dengan

cerita, koordinasi dengan astrada untuk melihat dan menentukan

kebutuhan artistik untuk shot yang akan dilakukan dan untuk shot

selanjutnya. Dalam proses koordinasi, dengan tim artistik adalah fokus

utama bagi seorang pengarah tata artistik. Dengan tim make up - hair do

pengarah tata artistik harus mengingatkan untuk selalu fokus kepada

continuity adegan dan selalu memperhatikan untuk selalu touch up,

utamanya sebelum adegan di shot. Dalam koordinasi dengan divisi tim

artistik, seorang pengarah tata artistik utamanya banyak berkoordinasi

dengan tim properti, seperti saat proses loading barang, men-set sebelum

syuting, dan berkoordinasi dengan stand by set untuk menyalurkan ide

artistik dari pengarah tata artistik ke set yang akan di shot.

2. Melaksanakan

Setelah selesai berkoordinasi, selanjutnya dilaksanakan lah proses

artistik untuk adegan yang akan dilakukan. Seorang pengarah tata artistik

tidak lah bekerja sendirian dalam proses melaksanakan ini. Pengarah tata

artistik tugasnya adalah berdiri di samping kamera untuk melihat set dari

blockingan kamera untuk memperhatikan apakah sesuai dengan konsep

desain yang sudah dibuat sebelumnya atau belum. Pengarah tata artistik

seperti yang sudah dijelaskan di proses koordinasi adalah dengan

menyuruh tim wardobe dan make up – hair do untuk menyiapkan wardobe


dan kostum talent yang akan dipakai untuk adegan, dan juga untuk melihat

apakah perlu adanya touch up lagi atau tidak untuk talent pada saat shot.

3. Memperhatikan continuity

Dalam proses ini pengarah tata artistik biasanya menugaskan salah

satu anggota dari tim divisi tata artistik untuk memperhatikan continuity

adegan agar tidak adanya ketidaksinambungan dengan shot yang sudah

dilakukan sebelumnya.

4. Menjaga work flow

Dalam prosesnya, terkadang faktor-faktor eksternal selain

kemampuan tim divisi tata artistik dapat menggangu flow kerja dari tim

tata artistik. Sebagai pengarah tata artistik tentunya harus memperhatikan

work flow dari para tim agar menimalisir kesalahan dan merusak suasana

syuting yang sudah terjalin baik. Biasanya faktor-faktor ini terjadi

kebanyakan ketika move ke set berikutnya. Hal lain yang dilakukan adalah

mengatur tim properti agar menyiapkan untuk proses set selanjutnya, agar

terjadinya kemudahan ketika shot selanjutnya akan dilakukan.

5. Eksekutor kebutuhan visual

Proses ini terjadi dengan pengarah tata artistik untuk selalu

memperhatikan set dari blockingan kamera agar pengeksekusian


kebutuhan visual bisa terlaksana dengan baik. Di saat sudah take pengarah

tata artistik tetap berkoordinasi dengan tim wardobe dan make up - hair

do. Oleh sebab itu seorang pengarah tata artistik dianjurkan bisa

menguasai kerja tim tata artistik secara keseluruhan dan harus selalu fokus

dalam mengerjakannya, karena banyak divisi yang harus dikoordinasikan

yang akan menjadi kaki tangan pengarah tata artistik dalam menjadi

eksekutor kebutuhan visual pada setiap syutingan.

4.1.3 Peran Pengarah Tata Artistik dalam Tahapan Pasca Produksi

Film Lonely Together

Tugas pengarah tata artistik di pasca produksi ini tidak sebanyak

saat pra produksi maupun produksi. Hal ini karena keterlibatan pengarah

ata artistik adalah menkonsep dan mengeksekusinya ketika hari produksi

dilakukan. Berikut tugas pengarah tata artistik ketika proses produksi

berakhir dan dimulai proses pasca produksi, yaitu:

1. Membuat dan memberikan laporan pengeluaran anggaran

artistik.

2. Memastikan semua unsur visual telah terekam untuk kebutuhan

pasca produksi/editing

3. Mengembalikan semua elemen visual seperti sedia kala, baik di

lokasi tempat kerja maupun melaporkan elemen visual kepada

produksi/pemilik jika ada pengembalian atau pembelian,


4. Memberikan bahan atau membuat rancangan untuk pembuatan

poster film (opening dan credit title) dan dikoordinasikan dengan

pihak produser dan sutradara.

4.2 Pembahasan

4.2.1 Analisis Peran Pengarah Tata Artistik dalam Tahapan Pra

Produksi Film Lonely Together

Dalam produksi film Lonely Together, pengarah tata artistik sudah

terlebih dahulu mendapatkan deck dari sutradara mengenai film ini. Di

deck ini yang perlu dipahami oleh pengarah tata artistik adalah visual

reference, color palette, set reference, wardobe reference dan talent

reference. Pengarah tata artistik disini akan mewujudkan itu semua

kedalam konsep dan desain yang akan dihadirkan pada hari syuting.

Peran pengarah tata artistik dalam produksi film Lonely Together melalui

beberapa tahapan sebagai berikut:

1. Koordinasi

Pengerjaan proses tata artistik dimulai dengan

berkoordinasi bersama sutradara Rizaldy Bagas sekaligus script

writer dan Reksa Anggia sebagai co-writer. Koordinasi yang


dilaksanakan dalam 3 hari ini dilakukan dengan menggunakan

media teleconference yaitu Zoom karena terkendala dengan situasi

saat itu yang mengharuskan kita untuk mengurangi mobilitas

dengan tetap dirumah saja. koordinasi disini bertujuan untuk

mengetahui keinginan visual dari artistik yang ada pada film ini.

Poin-poin yang saya tanyakan adalah mengenai apa yang ingin

diraih dengan film yang dihasilkan, ingin memiliki look/tampilan

seperti apa dalam film, memberikan ide serta pendapat dari sisi

artistik yang menjadi masukan untuk filmnya. Dan terakhir adalah

berkoordinasi dengan produser untuk membahas mengenai budget

yang akan dikeluarkan dari sisi artistik untuk nanti masuk dalam

tahap membuat anggaran nanti.

2. Membaca Skenario

Dalam tahap ini, penulis mulai membaca draft akhir

skenario yang sudah dibuat oleh Rizaldy Bagas dan Reksa Anggia

sebagai script writer, yang bertujuan untuk mengetahui detail

keseluruhan dari cerita yang akan dibawakan dalam film ini yang

nantinya akan diwujudkan visualisasi oleh penulis melalui tahap-

tahap selanjutnya yang akan dikerjakan selama proses pra

produksi. Tahap membaca skenario menjadi tahapan penting untuk

mengetahui apa yang akan dikerjakan nantinya oleh pengarah tata

artistik selama proses produksi baik pra, produksi dan pasca

produksi. Premis dari film Lonely Together ini yakni, seorang pria
Bernama Henri (25) berencana melakukan bunuh diri di hutan,

namun saat hendak melaksanakannya tiba-tiba muncul seorang

wanita misterius, Sela (22) menghampirinya dan menarik hatinya.

Anehnya saat menjelang malam Sela pergi terburu-buru. Selain itu

juga, sutradara yakni Rizaldy Bagas memberikan deck yang berisi

informasi mengenai referensi art yaitu wardobe, makeup, property,

dan referensi mood visual. Deck ini tentunya meringankan beban

pengarah tata artistik karena dapat memahami lebih baik mengenai

arah visual dari tata artistik yang akan saya kerjakan nanti.

Gambar 4.1 Referensi wardobe Karakter


(Sumber: Deck Lonely Together)
Gambar 4.2 Referensi makeup dan property
(Sumber: Deck Lonely Together)

Gambar 4.3 Referensi Mood Visual


(Sumber: Deck Lonely Together)

3. Menganalisa

Setelah tahap membaca skenario, serta melihat deck

referensi tata artistik penulis lalu menganalisa skenario dan deck

yang telah diberikan untuk mempersiapkan elemen-elemen visual

cerita sesuai yang ada pada skenario dan deck serta membangun

kelogisan dari dunia yang ada di film ini melalui elemen visual

lewat tata artistik. Hasil dari Analisa penulis adalah bahwa film ini

memiliki jenis film arthouse serta bersetting hutan yang nantinya

penulis hanya menyesuaikan elemen tata artistik khususnya

properti mengikuti setting lokasi hutan yang dimana tidak perlu

ada banyak barang-barang properti dimana hanya penulis

persiapkan untuk properti-properti yang membangun suasana hutan

menjadi lebih enak di kamera. Yang menjadi perhatian penulis

adalah karakter-karakter yang ada di film ini, yakni bagaimana

make up-hair do, wardobe, dan handprops yang akan berperan


penting untuk menyampaikan pesan dari sutradara dan scriptwriter

kepada khalayak mengenai hubungan istimewa Henri dan Sela

serta keanehan yang menyelimuti hubungan Henri dan Sela yang

selanjutnya akan penulis jabarkan pada tahap selanjutnya dari

proses pra produksi yang penulis kerjakan sebagai pengarah tata

artistik.

4. Riset

Riset yang penulis lakukan dalam kurun waktu 9 hari

Karena film pendek ini memiliki konsep arthouse dan memiliki

genre romance maka penulis meriset film-film arthouse yang

menjadi referensi agar kebutuhan akan elemen visual dari tata

artistik dapat mengikuti jenis dari film ini, yang dimana nanti dapat

membedakan film Lonely Together sebagai film pendek arthouse

dengan film atau film pendek komersil lainnya. Selain itu pula,

penulis juga melakukan riset mengenai artistik film-film dengan set

outdoor, utamanya hutan dan riset mengenai artistik film-film

dengan tema koboi (western film). Riset ini penulis lakukan

sebelum tahap mencari referensi agar penulis dapat mendapatkan

referensi film-film yang sesuai dengan penjelasan dari sutradara

maupun dari script film ini sendiri.

5. Mencari Referensi
Setelah riset yang dilakukan, selanjutnya penulis mulai

mencari referensi berdasarkan hasil riset yang sudah dilakukan

oleh penulis sebelumnya. Pada riset penulis menyantumkan film-

film art house, artistik film-film dengan set outdoor utamanya

hutan, dan riset mengenai artistik film-film dengan tema koboi.

Referensi pertama yakni film-film house memiliki sedikit kendala

dengan tidak banyaknya film-film art house yang tersedia di

platform mainstream, oleh karena itu penulis meminta akses Roufy

Nasution dan Rizaldy Bagas yang memiliki banyak ketertarikan

pada film-film house dan termasuk film-film yang pernah mereka

produksi sebelumnya yang memiliki style film-film art house.

Tentunya hal ini memudahkan penulis karena mereka berdua

pastinya memiliki akses film-film art house khususnya film

mereka sendiri yang memiliki style yang serupa. Selanjutnya

penulis mencari film lainnya dengan meminta link ke film-film

tersebut. Film-film yang menjadi referensi saya antara lain,

Sweetness Satan, Moonrise Kingdom dan the lobster. Untuk film-

film dengan set outdoor hutan, tentunya lebih gampang karena

banyak film mengambil hutan sebagai latar belakangnya, seperti

The Witch dan The Blair Witch Project. Sedangkan referensi untuk

film dengan set koboi antara lain, Django Unchained, Unforgiven

dan The Proposition.


Gambar 4.4 Referensi Set Sweetness Satan
(Sumber: Youtube)

Gambar 4.5 Referensi Wardobe Koboi Django Unchained


(Sumber: Youtube)

Gambar 4.6 Referensi Makeup Suzanna: Beranak dalam Kubur (2018)


(Sumber: Youtube)

6. Konsep dan Desain

Tahapan selanjutnya pada proses pra produksi adalah

penulis mulai mengkonsep dunia dari film Lonely Together.

Penulis memulainya dengan sebelumnya sudah mendapatkan

lokasi yang akan digunakan untuk syuting nanti. Setelah sudah ada
kepastian maka dengan bermodalkan foto set lokasi, penulis mulai

mengimajinasikan mau diisi apa set lokasi nanti dengan elemen

tata artistik. Selanjutnya penulis mendiskusikan konsep dan desain

dari tim make up - hair do dan wardobe

Gambar 4.3 Hasil Set berdasarkan referensi Sweetness Satan


(Sumber: Youtube dan film Lonely Together)

Gambar 4.3 Hasil Wardobe berdasarkan referensi Koboi Django Unchained


(Sumber: Youtube dan film Lonely Together)

Gambar 4.3 Hasil makeup berdasarkan referensi Suzanna: Beranak dalam Kubur (2018)
(Sumber: Youtube dan film Lonely Together)
7. Breakdown

Kemudian penulis melakukan pembedahan terhadap naskah

yang seperti disebutkan pada hasil job training yakni dengan

membedahnya perscene untuk menyocokkan dengan konsep dan desain

yang sudah dibuat sebelumya. Penulis langsung menggabungkan tahap

breakdown dengan tahap selanjutnya, yakni membuat anggaran. Hal ini

penulis lakukan untuk mengurangi waktu sebelum proses produksi dan

juga untuk mengefisienkan waktu agar dapat fokus ke hal lainnya dan agar

dalam proses membuat anggaran menjadi lebih mudah karena sudah

menaruh apa saja yang dibutuhkan dan pada tahap selanjutnya hanya

menaruh angkanya saja di bagian harga. Penulis menggunakan media

Microsoft Excel, dan menaruhnya hasil breakdown ke dalam table. Table

ini akan dibagi 2 menjadi 3 kebutuhan yaitu untuk properti serta make up

digabung, wardobe dan alat atau equipment. Table ini nantinya berisi:

1. Setting : Lokasi Set

2. Property & Make up : Properti atau make up dan wardobe

apa yang dibutuhkan,

3. Buy/Bid/Rent/Borrow : Memberikan keterangan apakah

barang yang dibutuhkan dibeli, hasil lelang, disewa atau

meminjam,

4. Day/Meter : Berapa hari jika dipinjam, namun

jika barang tersebut dibeli cukup tulis 1 saja. Sedangkan meter

untuk ukuran apabila barang tersebut dalam hitungan ukuran jarak,

5. Quality : Berapa barang yang dibutuhkan,


6. Colour : Memiliki warna apa

7. Price : Berapa harga dari barang tersebut,

8. Total : Total harga setelah dihitung berapa

hari/meternya dan berapa banyak barang tersebut,

9. Note : Berisi catatan, bisa berupa kondisi

barang, kegunaan barang, atau harga yang berbeda antara satu

barang dengan barang lainnya,

10. Scene : Berada pada scene berapa barang

itu dibutuhkan.

Tabel 4.1 Breakdown properti dan make up

Sedangkan untuk table wardobe hampir sama, hanya beberapa

tambahan seperti:

1. Bahan : Tidak hanya menggunakan barang jadi,

akan tetapi tim wardobe di saat dibutuhkan perlu untuk membuat

sendiri kebutuhan wardobe.

2. Accessorries : Berisi accessories untuk wardobe

3. Main : berisi barang jadi untuk menjadi costume

pemain
Tabel 4.2 Breakdown wardobe

Tabel terakhir berisi kebutuhan alat untuk menyiapkan baik

properti, touch up, make up maupun pengeluaran untuk bensin pada

tahapan hunting nanti

Tabel 4.3 equipment dan transport

8. Membuat anggaran & work-flow

Meskipun seperti yang sudah dipaparkan sebelumnya

bahwa tahapan breakdown dan membuat anggaran dapat

digabungkan, namun dalam nanti membuat anggaran, diperlukan

riset sebelumnya dan proses breakdown sebelumnya belum diisi

untuk berapa harga yang dikeluarkan dari setiap barang-bbarang

art. Dalam membaut anggaran diperlukan riset terlebih dahulu, dan

juga tergantung proses selanjutnya, yaitu hunting. Dalam membuat

anggaran saya menentukan melalui pengalaman sebelumnya

sebagai artistik dan mencarinya di e-commerce untuk melihat

berapa harga di pasaran dari barang yang nantinya dibeli. Di tahap

ini juga ditentukan lah flow kerja dari tim tata artistik saya saat hari

proses syuting. Penulis menggunakan sistem kerja dimana setiap


harinya tim properti diharuskan stand by sebelum kru lain datang,

untuk men-set lokasi terlebih dahulu. Selanjutnya penulis mengatur

tim make up untuk mengurus make up talent sebelum take, dan

mentukan untuk tim make up stand by untuk proses touch up.

Sementara tim wardobe juga memiliki flow kerja yang sama

dengan tim make up.

9. Hunting

Tahapan terakhir adalah proses mencari barang (hunting).

Penulis membagi tugas menjadi 3 bagian. Bagian pertama adalah

saya dan tim properti untuk fokus mencari barang properti.

Sementara itu untuk bagian ke-2 dan ke-3 yakni masing-masing

divisi yaitu tim make up - hair do dan tim wardobe untuk mencari

barang-barang keperluan tim masing-masing. Penulis menekankan

apabila menemukan barang dan kiranya tidak perlu dibeli dan bisa

dipinjam atau sewa, lebih baik dipinjam atau sewa. Hal ini untuk

menyesuaikan anggaran agar nanti barang-barang yang kiranya

memerlukan lebih banyak uang agar dapat dialokasikan kesana.

Penulis juga membagikan barang-barang menjadi beberapa bagian

sesuai dengan kepentingan dari barang-barang itu. Penulis

menekankan untuk mementingkan keyprops atau barang-barang

kunci dari adegan yang kiranya akan berperan penting dalam

pembangunan cerita ataupun visual dalam film. Penulis lalu

meminta produser dana untuk tim artistik dalam transaksi barang


yang akan dibeli, dipinjam ataupun disewa. Nanti penulis bisa me-

recap sesuai apakah dana yang diberikan produser sudah semua

dipegang oleh saya atau belum. Namun jika belum setiap dana

yang turun dari produser akan terlebih dahulu menggunakan uang

pribadi dan nanti akan dilakukan proses reimburse atau

penggantian uang yang sudah dikeluarkan untuk barang artistik.

Selanjutnya barang-barang yang sudah dibeli, akan dikumpulkan di

kantor Cinemora agar memudahkan mobilitas barang saat akan

berangkat ke tempat syuting nanti, yang lokasinya cukup jauh yaitu

di daerah Cisarua, Bandung.

4.2.2 Analisis Peran Pengarah Tata Artistik dalam Tahapan Produksi

Film Lonely Together

Pada hari proses syuting, meskipun penulis sudah mempersiapkan

proses produksi nanti pada tahapan pra produksi, namun penulis juga

diharuskan untuk bekerja pada saat produksi secara maksimal. Peran

pengarah tata artistik pada tahap produksi ini adalah sebagai berikut, yaitu:

1. Koordinasi

Pada hari H syuting, sebelum proses syuting dimulai

4.2.3 Peran Pengarah Tata Artistik dalam Tahapan Pasca Produksi Film

Lonely Together
LAMPIRAN

LOG BOOK (CATATAN HARIAN) JOB TRAINING


INSTANSI/LEMBAGA/PERUSAHAAN:
CINEMORA PICTURES
Nama Nama Cinemora
: Muhammad Akbar Feriansyah :
Mahasiswa Perusahaan Pictures
Job Art Director &
NPM : 210410170029 :
Description Art Team

Agenda Harian

No. Tanggal Kegiatan Deskripsi Kegiatan


1. 18 Juli 2020 Koordinasi Berkoordinasi dengan sutradara
mengenai film yang akan dibuat:
- Apa yang ingin diraih dengan
film yang dihasilkan
- Ingin memiliki look/tampilan
seperti apa dalam film
- Memberikan ide serta pendapat
dari sisi artistik yang dapat
menjadi masukan untuk film-
nya
2. 19 Juli 2020 Koordinasi Sharing ide mengenai film yang akan
dibuat oleh sutradara:
- Apa yang ingin diraih dengan
film yang dihasilkan
- Ingin memiliki look/tampilan
seperti apa dalam film
- Memberikan ide serta pendapat
dari sisi artistik yang dapat
menjadi masukan untuk film-
nya
3. 20 Juli 2020 Koordinasi Sharing ide mengenai film yang akan
dibuat oleh sutradara:
- Apa yang ingin diraih dengan
film yang dihasilkan
- Ingin memiliki look/tampilan
seperti apa dalam film
- Memberikan ide serta pendapat
dari sisi artistik yang dapat
menjadi masukan untuk film-
nya
4. 21 Juli 2020 Research Development Riset film-film art house
5. 22 Juli 2020 Research Development Riset film-film art house
6. 23 Juli 2020 Research Development Riset film-film art house
7. 24 Juli 2020 Research Development - Riset film-film art house
- Riset mengenai artistik film-film
dengan set outdoor, utamanya
hutan
8. 25 Juli 2020 Research Development - Riset film-film art house
- Riset mengenai artistik film-film
dengan set outdoor, utamanya
hutan
9. 26 Juli 2020 Research Development - Riset film-film art house
- Riset mengenai artistik film-film
dengan set outdoor, utamanya
hutan
10 27 Juli 2020 Research Development - Riset film-film art house
- Riset mengenai artistik film-film
dengan set outdoor, utamanya
hutan
- Riset mengenai artistik film-film
dengan tema koboi (Western
Film)
11 28 Juli 2020 Research Development - Riset film-film art house
- Riset mengenai artistik film-film
dengan set outdoor, utamanya
hutan
- Riset mengenai artistik film-film
dengan tema koboi (Western
Film)
12 29 Juli 2020 Research Development - Riset film-film art house
- Riset mengenai artistik film-film
dengan set outdoor, utamanya
hutan
- Riset mengenai artistik film-film
dengan tema koboi (Western
Film)
13 30 Juli 2020 Konsep dan Desain Mengonsep dan mendesain tata artistik
untuk visual film Lonely Together
14 1 Agustus 2020 Konsep dan Desain Mengonsep dan mendesain tata artistik
untuk visual film Lonely Together
15 2 Agustus 2020 Konsep dan Desain Mengonsep dan mendesain tata artistik
untuk visual film Lonely Together
16 3 Agustus 2020 Konsep dan Desain Mengonsep dan mendesain tata artistik
untuk visual film Lonely Together
17 4 Agustus 2020 Konsep dan Desain Mengonsep dan mendesain tata artistik
untuk visual film Lonely Together
18 5 Agustus 2020 Pre Production Meeting Rapat perdana serta perkenalan kru Film
(PPM) “Lonely Together” dan penentuan rapat
mingguan yang diadakan setiap hari rabu
19 6 Agustus 2020 Rapat perdana kru tata - Perkenalan lebih lanjut tim tata
artistik bersama artistik
Production Designer - Membahas lebih lanjut mengenai
set design oleh Production
Designer
- Penjelasan artistik oleh saya
sebagai Art Director kepada tim
kru artistik lain
- Penjelasan dari tim wardobe dan
makeup - hair do mengenai
treatment Wardobe dan makeup -
hair do pada hari syuting
- Membahas persiapan yang sudah
dilakukan dan breakdown masing-
masing divisi
20 7 Agustus 2020 Research Development - Riset film-film art house
- Riset mengenai artistik film-film
dengan set outdoor, utamanya
hutan
- Riset mengenai artistik film-film
dengan tema koboi (Western
Film)
21 8 Agustus 2020 Research Development - Riset film-film art house
- Riset mengenai artistik film-film
dengan set outdoor, utamanya
hutan
- Riset mengenai artistik film-film
dengan tema koboi (Western
Film)
22 9 Agustus 2020 Research Development - Riset film-film art house
- Riset mengenai artistik film-film
dengan set outdoor, utamanya
hutan
- Riset mengenai artistik film-film
dengan tema koboi (Western
Film)
23 10 Agustus 2020 Research Development - Riset film-film art house
- Riset mengenai artistik film-film
dengan set outdoor, utamanya
hutan
- Riset mengenai artistik film-film
dengan tema koboi (Western
Film)
24 11 Agustus 2020 Research Development & - Riset film-film art house
Breakdown Art - Riset mengenai artistik film-film
dengan set outdoor, utamanya
hutan
- Riset mengenai artistik film-film
dengan tema koboi (Western
Film)
Breakdown art per scene dan
brainstorming bersama production
designer mengenai props yang akan
dipakai syuting serta set untuk hari
H syuting
25 12 Agustus 2020 PPM - Rapat mingguan dan persiapan
untuk hari syuting
- Menjelaskan breakdown artistik
kepada kru film lain
26 13 Agustus 2020 Membuat anggaran dan Membuat estimasi anggaran untuk
work-flow masing-masing bagian dari divisi
artistik seperti properti, wardobe dan
make up - hair do
27 14 Agustus 2020 Hunting Art Mencari properti yang akan digunakan
untuk syuting
28 15 Agustus 2020 Hunting Art (Props dan Bersama wardobe mencari wardobe yang
Wardobe) akan dipakai pada film “Lonely Together”
29 16 Agustus 2020 Hunting Art Mencari properti yang akan digunakan
untuk syuting
30 17 Agustus 2020 Recce Day Bersama Datang ke lokasi syuting untuk recce
Bersama
31 18 Agustus 2020 Hunting Art Mencari properti yang akan digunakan
untuk syuting
32 19 Agustus 2020 Last PPM Rapat terakhir kru film “Lonely Together”
serta rapat persiapan menuju lokasi
33 20 Agustus 2020 Hunting Art terakhir Mencari properti yang akan digunakan
untuk syuting
34 21 Agustus 2020 Perjalanan Ke tempat
syuting
35 22 Agustus 2020 Syuting Day 1 Syuting hari pertama
36 23 Agustus 2020 Syuting Day 2 Syuting hari kedua
37 24 Agustus 2020 Closing kru film Lonely Makan-makan kru serta evaluasi dan
Together membahas distribusi dari film yang akan
dating
38 25 Agustus 2020 Pengembalian barang- Pengembalian barang sewaan Cikapundung
barang Art
39 26 Agustus 2020 Pengembalian barang- Pengembalian properti pinjaman
barang Art
40 27 Agustus 2020 Pengembalian barang- Pengembalian properti pinjaman
barang Art

Anda mungkin juga menyukai