Anda di halaman 1dari 37

PENGARUH PENAMBAHAN KARBON AKTIF TERHADAP

KONDUKTIVITAS BIOKOMPOSIT BERPENGUAT TANDAN


KOSONG KELAPA SAWIT

IBRAHIM TRIHAJI

DEPARTEMEN FISIKA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2017
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Pengaruh Penambahan


Karbon Aktif terhadap Biokomposit Berpenguat Tandan Kosong Kelapa Sawit adalah
benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam
bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal
atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain
telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir
skripsi ini. Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada
Institut Pertanian Bogor.

Bogor, September 2017

Ibrahim Trihaji
NIM G74130075
ABSTRAK

IBRAHIM TRIHAJI. Pengaruh Penambahan Karbon Aktif terhadap


Konduktivitas Biokomposit Berpenguat Tandan Kosong Kelapa Sawit. . Dibimbing
oleh SITI NIKMATIN dan HENDRADI HARDHIENATA.

TKKS merupakan limbah perkebunan kelapa sawit dengan limbah selulosa yang dapat
dimanfaatkan sebagai bahan penyusun komposit. Penambahan karbon aktif pada
komposit diketahui dapat meningktakan sifat konduktivitas. Penelitian ini bertujuan
untuk membuat biokomposit filler TKKS dan matriks Polimer ABS dengan
penambahan aditif karbon aktif serta menganalisis peran karbon aktif dalam
biokomposit terkait sifat konduktivitas. Biokomposit dihasilkan melalui proses
ekstrusi menggunakan alat single screw extruder. Variasi penambahan karbon aktif
sebanyak 1%, 2%, dan 3% dari berat matriks (w/wt) yang digunakan. Dilakukan uji
konduktivitas listrik, mikroskop optik, dan FTIR. Hasil pengujian menunjukkan
penambahan karbon aktif dapat meningkatkan konduktivitas listrik biokomposit.
Data tertinggi diperoleh pada komposisi 3% karbon aktif yaitu 8.29 x 10-7 S cm-1.
Hasil ini diperkuat dengan hasil uji morfologi dengan mikroskop optik yang
memperlihatkan adanya rongga-rongga mikro dan partikel karbon aktif yang
menyelimuti matrik sehingga memperpendek energi gap.

Kata kunci: karbon aktif, konduktivitas listrik, biokomposit, TKKS

ABSTRACT

IBRAHIM TRIHAJI. The Effect of Activated Carbon Addition on Biocomposite


Conductivity Strengthen by Empty Palm Fruit Bunch. Supervised by SITI
NIKMATIN and HENDRADI HARDHIENATA

Empty Palm Fruit Bunch (EPFB) is a waste of oil palm plantation with cellulose wastes
that can be used as composite materials. The addition of activated carbon in the
composite is known to increase conductivity. The purposes of this research were to
make biocomposite filler of EPFB and ABS polymer matrix with the addition of many
types of activated carbon and analyze the role of activated carbon on biocomposite
related to conductivity properties. Biocomposites were produced by an extrusion
process using a single-crew extruder. Variations of activated carbon addition were 1%,
2%, and 3% of the weight the matrix used. Electrical Conductivity, Optical Microscope,
and FTIR tests were performed. The results showed that the addition of activated
carbon could increase the biocomposite electrical conductivity. The highest data was
obtained on the 3% compositions of carbon and the value was 8.29 x 10-7 S cm-1. This
results strengthened by morphological tests with optical microscope, showed that there
were the presence of micropores and the carbon particles were covered matrix,
therefore they shortened gap energy.

Keywords: activated carbon, biocomposite, electrical conductivity, EPFB


PENGARUH PENAMBAHAN KARBON AKTIF TERHADAP
KONDUKTIVITAS BIOKOMPOSIT BERPENGUAT TANDAN
KOSONG KELAPA SAWIT

IBRAHIM TRIHAJI

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Sains
pada
Departemen Fisika

DEPARTEMEN FISIKA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2017
Judul : Pengaruh Penambahan Karbon Aktif terhadap Konduktivitas
Biokomposit Berpenguat Tandan Kosong Kelapa Sawit
Nama : Ibrahim Trihaji
NIM : G74130075

Disetujui oleh

Dr Siti Nikmatin, MSi Dr rer nat Hendrardi Hardhienata, MSi


Pembimbing I Pembimbing II

Diketahui oleh

Dr Akhiruddin Maddu, MSi


Ketua Departemen

Tanggal Lulus :
PRAKATA

Puji syukur kita panjatkan kehadirat Allah SWT karena atas rahmat dan
hidayah-Nya sehingga saya (penulis) dapat menyelesaikan skripsi akhir ini dengan
baik dan benar dengan judul “Pengaruh Penambahan Karbon Aktif Terhadap
Konduktifitas Biokomposit Berpenguat Tandan Kosong Kelapa Sawit. Salam dan
salawat kita kirimkan kepada Nabi Muhammad SAW yang telah memberikan
petunjuk kepada jalan yang lurus dan benar.
Terima kasih penulis ucapkan kepada Dr Siti Nikmatin, MSi selaku
pembimbing utama dan Dr rer nat Hendradi Hardhienata, MSi selaku pembimbing
kedua. Atas bimbingan mereka pula saya dapat menyelesaikan skripsi akhir ini.
Selanjutnya kepada keluarga terutama ibu dan kakak-kakak saya dan kepada teman
seperjuangan yaitu teman fisika angkatan 50 yang selalu memberikan semangat dan
motivasi. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat dan diterima dengan baik.

Bogor, Juli 2017

Ibrahim Trihaji
DAFTAR ISI

LEMBAR PENGESAHAN i
PRAKATA ii
DAFTAR ISI iii
PENDAHULUAN 1
Latar Belakang 1
Tujuan Penelitian 2
Manfaat 2
Waktu dan Tempat 8
Alat 8
HASIL DAN PEMBAHASAN 11
Hasil Sintesa Granular Biokomposit dengan Metode Ekstrusi (Single Screw
Extruder) 11
Analisa Konduktivitas 12
Analisis Morfologi Menggunakan Mikroskop Optik 20
Analisa Molekuler dari Hasil Pengujian FTIR 21
SIMPULAN DAN SARAN 23
Simpulan 23
Saran 23
DAFTAR PUSTAKA 24
RIWAYAT HIDUP 27
DAFTAR TABEL
1 Komposisi senyawa kandungan dalam Tandan Kosong KelapSawitError! Bookmark not defined.
2 Komposisi Biokomposit 10

DAFTAR GAMBAR

1 Struktur Kimia selulosa 3


2 Rumus struktur 𝛼-Selulosa 4
3 Struktur molekul monomer dari polimer yang diulang. 6
4 Granular hasil ekstrusi dengan komposisi yang berbeda (table 3) 11
5 Sistem instrumentasi pengukur konduktivitas 11
6 Grafik hubungan konduktivitas dengan frekuensi pada sampel 1 13
7 Grafik hubungan konduktivitas dengan frekuensi pada sampel 2 13
8 Grafik hubungan konduktivitas dengan frekuensi pada sampel 3 14
9 Grafik hubungan konduktivitas dengan frekuensi pada sampel 4 14
10 Grafik hubungan konduktivitas dengan frekuensi pada sampel 5 15
11 Grafik hubungan konduktivitas dengan frekuensi pada sampel 6 15
12 Grafik hubungan konduktivitas dengan frekuensi pada sampel 7 16
13 Grafik hubungan konduktivitas dengan frekuensi pada sampel 8 16
14 Grafik hubungan konduktivitas dengan frekuensi pada sampel 9 17
15 Grafik hubungan konduktivitas dengan frekuensi pada sampel 10 17
16 Grafik hubungan penambahan karbon aktif terhadap konduktivitas pada
Biokomposit berpenguat TKKS dan karbon aktif 18
17 Grafik hubungan penambahan karbon aktif terhadap konduktivitas pada
Biokomposit karbon aktif dengan penambahan zat aditif tanpa penguat
TKKS 18
18 Grafik hubungan penambahan karbon aktif terhadap konduktivitas pada
Biokomposit karbon aktif tanpa penguat TKKS 18
19 Hasil uji Mikroskop Optik dengan perbesaran 30x. (7 dan 9) Granular
Biokomposit campuran polimer ABS dan karbon aktif 20
20 Hasil uji FTIR (a) Karbon Aktif (b) Serat TKKS (c) Polimer ABS (d )
Granular Biokomposit TKKS (e) Granular Biokomposi Karbon 22

DAFTAR LAMPIRAN
21 Daftar Interpretasi FTIR 27
PENDAHULUAN

Latar Belakang

Indonesia adalah negara yang luas dan memiliki sumber daya alam yang
melimpah, serta jumlah sumber daya manusia yang tidak sedikit. Sayangnya
kelebihan ini tidak didukung oleh keterampilan dan kreativitas yang tinggi
masyarakatnya dalam menyikapi beberapa masalah yang ada di sekitarnya. Dan
salah satu masalah yang ada adalah keberadaan limbah di sekitar manusia. Karena
Indonesia merupakan salah satu produsen kelapa sawit terbesar di dunia, maka
sudah pasti limbah kelapa sawit yang dihasilkan akan semakin banyak.
Penelitian ini menggunakan limbah kelapa sawit berupa tandan kosong
kelapa sawit (TKKS) karena tidak berkompetesi dengan pangan maupun pakan,
tersedia secara melimpah, murah dan terbaharukan. TKKS merupakan bagian dari
kelapa sawit yang berfungsi sebagai tempat untuk buah kelapa sawit. Tandan
Kosong Kelapa Sawit merupakan limbah padat terbesar yang dihasilkan oleh
perkebunan kelapa sawit (PKS). Setiap pengolahan 1 ton TBS (Tandan Buah
Segar) dihasilkan TKKS sebanyak 22 – 23% atau sebanyak 220 – 230 kg TKKS.
Jika PKS berkapasitas 100 ton/jam maka dihasilkan sebanyak 22 – 23 ton TKKS.
Diperkirakan jumlah limbah TKKS di Indonesia pada tahun 2014 yaitu ± 42,17
juta ton TKKS.1
Limbah TTKS ini dapat diambil serat kayunya kemudian serat kayunya
dimanfaatkan untuk membuat fiber komposit. Komposit merupakan bahan
gabungan antara dua penyusun yaitu bahan penguat dan bahan matriks. Bahan
penguat contohnya seperti serat kayu, baik sintetis maupun alami. Bahan matriks
pada umumnya berupa polimer, contohnya seperti polimer ABS , Polyprophylne,
Maleat Anhidrat, dan sebagainya. Salah satu Perbedaan fiber komposit dengan
fiber lainnya yaitu pada kekuatan mekaniknya. Pengaplikasian serat TKKS ini
pada fiber komposit pada umunya dimanfaatkan pada bidang industri, salah
satunya industri otomotif karena memiliki kekuatan mekanik yang tinggi jika
dibandingkan dengan fiber lainnya.
Salah satu pengembangan bahan polimer pada saat ini adalah komposit
polimer-karbon. Komposit polimer-karbon merupakan bahan polimer yang
didoping dengan bahan karbon aktif sehingga polimer tersebut bisa bersifat
konduktor. Pada umumnya polimer dikenal sebagai materi yang bersifat non-
konduktif atau isolator. Kemajuan dalam riset polimer telah menemukan berbagai
polimer yang bersifat konduktif maupun semikonduktif.2 Bahan komposit
diartikan sebagai gabungan dari 2 material atau lebih yang berbeda sifatnya dan
akan membentuk sifat fisis yang baru. Komposit polimer-karbon terbentuk dari
gabungan polimer dengan karbon yang membentuk sebuah material yang
mempunyai sifat yang baru. Tidak semua polimer dapat menjadi konduktif. Hanya
polimer terkonjugasi (ikatan pada rantai berupa ikatan tunggal dan rangkap yang
berposisi berselang-seling) yang bisa menjadi konduktor. Peranan atom atau
molekul doping adalah menghasilkan cacat dalam rantai polimer tersebut (cacat
struktur). Cacat inilah yang berperan dalam penghantaran listrik. Cacat dapat
bermuatan positif, negatif, atau netral. Secara fisika kuantum, cacat berperilaku
seolah-olah sebagai partikel. Cacat dapat berpindah sepanjang rantai, sehingga
2

menimbulkan aliran muatan. Elektron atau hole juga dapat meloncat dari satu
posisi cacat ke posisi cacat yang lain (cacat tidak berpindah), sehingga timbul pula
aliran listrik.3

Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah :


1. Membuat biokomposit filler TKKS dan matriks Poilmer ABS dengan
penambahan variasi karbon aktif.
2. Menganalisis peran karbon aktif dalam biokomposit terkait sifat konduktifitas.
3. Mengidentifikasi gugus fungsi yang terdapat pada granular biokomposit.

Perumusan masalah

1. Apakah karbon aktif dapat meningkatkan konduktifitas biokomposit filler


TKKS ?
2. Bagaimana ikatan yang terbentuk antara matrik, filler, dan aditif ?

Manfaat

Hasil penelitian ini dapat bermanfaat sebagai solusi diversifikasi dalam


memanfaatkan limbah TKKS sebagai filler biokomposit dengan keunggulan sifat
mekanis dan konduktivitas serta dapat mengidentifikasi terjadinya perubahan
ikatan molekuler terkait dengan sifat konduktif biokomposit .

TINJAUAN PUSTAKA

Tandan kosong kelapa sawit (TKKS)

Tandan kosong kelapa sawit (TKKS) merupakan salah satu jenis limbah
padat yang dihasilkan dalam industri minyak sawit. Jumlah TKKS ini cukup besar
karena hampir sama dengan jumlah produksi minyak sawit mentah. Limbah
tersebut belum banyak dimanfaatkan secara optimal. Komponen terbesar dari
TKKS adalah selulosa (40-60 %), disamping komponen lain yang jumlahnya
lebih kecil seperti hemiselulosa (20-30 %), dan lignin (15-30 %). Salah satu
alternatif pemanfaatan tandan kosong kelapa sawit adalah sebagai pupuk organik
dengan melakukan pengomposan.1
Tandan kosong kelapa sawit mengandung serat yang tinggi. Kandungan
utama TKKS adalah selulosa dan lignin. Selulosa dalam TKKS dapat mencapai
54-60 %, sedangkan kandungan lignin mencapai 22-27 %.12 Dua bagian tandan
kosong kelapa sawit yang banyak mengandung selulosa adalah bagian pangkal
dan bagian ujung tandan kosong sawit yang agak runcing dan agak keras.13
3

Tabel 1 Komposisi senyawa kandungan dalam tandan kosong kelapa sawit.14

Senyawa Presentase (%)


Lignin 17 - 20
Alfa-selulosa 43 - 44
Pentosan 27
Hemiselulosa 34
Abu 0.7 - 4
Silika 0.2

Selulosa

Selulosa adalah polimer dari polisakarida berantai lurus yang tersusun atas
unit-unit glukosa atau unit sellobiosa dengan penghubung ikatan ß-1-4-glukan.4
Struktur yang linier menyebabkan selulosa bersifat kristalin dan tidak mudah larut.
Selulosa tidak mudah didegradasi secara kimia maupun mekanis. Selulosa
berasosiasi dengan polisakarida lain seperti hemiselulosa atau lignin membentuk
kerangka utama dinding sel tumbuhan.5 Rantai selulosa terdiri dari satuan glukosa
anhidrida yang saling berikatan melalui atom karbon pertama dan ke empat.
Ikatan yang terjadi adalah ikatan ß-1,4-glikosidik. Secara alamiah molekul-
molekul selulosa tersusun dalam bentuk fibril-fibril yang terdiri dari beberapa
molekul selulosa yang dihubungkan dengan ikatan glikosidik. Fibril-fibril ini
membentuk struktur kristal yang dibungkus oleh lignin. Komposisi kimia dan
struktur yang demikian membuat kebanyakan bahan yang mengandung selulosa
bersifat kuat dan keras. Sifat kuat dan keras yang dimiliki oleh sebagian besar
bahan berselulosa membuat bahan tersebut tahan terhadap peruraian secara
enzimatik. Secara alamiah peruraian selulosa berlangsung sangat lambat.6
Berdasarkan derajat polimerisasi dan kelarutan dalam senyawa NaOH 17.5%,
selulosa dapat dibedakan atas tiga jenis, salah satunya adalah Selulosa yang
jumlahnya cukup tinggi pada TKKS α-Selulosa (Alpha Cellulose) adalah selulosa
berantai panjang, tidak larut dalam larutan NaOH 17.5% atau larutan basa kuat
dengan derajat polimerisasi 600 - 1500. Selulosa α dipakai sebagai penduga dan
atau penentu tingkat kemurnian selulosa. Selulosa α merupakan kualitas selulosa yang
paling tinggi (murni). Semakin tinggi kadar alfa selulosa, maka semakin baik mutu
bahannya (Gambar 3).8

Gambar 1 Struktur kimia selulosa7


4

Gambar 2 Rumus struktur 𝛼-Selulosa8

Karbon Aktif

Karbon aktif adalah suatu padatan berpori yang mengandung 85-95%


karbon, dihasilkan dari bahan-bahan yang mengandung karbon dengan pemanasan
pada suhu tinggi, dengan menggunakan gas, uap air dan bahan-bahan kimia
sehingga pori-porinya terbuka. Karbon aktif merupakan absorben yang sangat
bagus dan banyak digunakan karena luas permukaan dan volume mikropori sangat
besar, dan relatif mudah di regenerasi. Dengan demikian daya adsorbsinya
menjadi lebih tinggi terhadap zat warna dan bau.
Keaktifan daya menyerap dari karbon aktif tergantung dari jumlah
senyawa karbonnya. Daya serap karbon aktif ditentukan oleh luas permukaan
partikel. Dan kemampuan ini dapat menjadi lebih tinggi, jika karbon aktif tersebut
telah dilakukan aktivasi dengan faktor bahan-bahan kimia ataupun dengan
pemanasan pada temperatur tinggi. Dengan demikian, karbon akan mengalami
perubahan sifat-sifat fisika dan kimia. Karbon aktif yang berwarna hitam, tidak
berbau, tidak berasa dan mempunyai daya serap yang jauh lebih besar
dibandingkan dengan karbon aktif yang belum menjalani proses aktivasi, serta
mempunyai permukaan yang luas, yaitu memiliki luas antara 300 – 200 m2 /gram.
Luas permukaan yang luas disebabkan karbon mempunyai permukaan dalam
(internal surface) yang berongga, sehingga mempunyai kemampuan menyerap gas
dan uap atau zat yang berada di dalam suatu larutan.
Karbon aktif dibagi 2 tipe, yaitu karbon aktif sebagai pemucat dan sebagai
penyerap uap. Karbon aktif sebagai pemucat, biasanya berbentuk bubuk (powder)
ukuran diameter butirannya mencapai 1000 A0, digunakan pada fase cair
berfungsi untuk memindahkan zat-zat pengganggu yang menyebabkan warna dan
bau yang tidak diharapkan. Sedangkan karbon aktif granular atau pellet yang
sangat keras diamener pori berkisar antara 10-200 Ȧ, tipe pori lebih halus,
digunakan dalam fase gas, berfungsi untuk memperoleh kembali pelarut, katalis,
pemisahan, dan pemurnian gas.16
5

Komposit

Komposit berasal dari kata kerja “to compose“ yang berarti menyusun atau
menggabung. Secara sederhana bahan komposit berarti bahan gabungan dari dua
atau lebih bahan yang berlainan. Komposit merupakan rangkaian dua atau lebih
bahan yang digabung menjadi satu bahan secara mikroskopis dimana bahan
pembentuknya masih terlihat seperti aslinya dan memiliki hubungan kerja
diantaranya sehingga mampu menampilkan sifat-sifat yang diinginkan. Definisi
yang lain yaitu komposit adalah suatu material yang terbentuk dari kombinasi dua
atau lebih material pembentuknya melalui campuran yang tidak homogen, dimana
sifat mekanik dari masing-masing material pembentuknya berbeda. Dari
campuran tersebut akan dihasilkan material komposit yang mempunyai sifat
mekanik dan karakteristik yang berbeda dari material pembentuknya sehingga kita
leluasa merencanakan kekuatan material komposit yang kita inginkan dengan
jalan mengatur komposisi dari material pembentuknya. Jadi komposit merupakan
sejumlah sistem multi fasa sifat dengan gabungan, yaitu gabungan antara bahan
matriks atau pengikat dengan penguat.17
Secara umum bahan komposit terdiri dari dua macam, yaitu bahan
komposit partikel (particulate composite) dan bahan komposit serat (fiber
composite). Bahan komposit partikel terdiri dari partikel-partikel yang diikat oleh
matrik. Bentuk partikel ini dapat bermacam-macam seperti bulat, kubik,
tetragonal atau bahkan bentuk-bentuk yang tidak beraturan secara acak.
Sedangkan bahan komposit serat terdiri dari serat-serat yang diikat oleh matrik.
Bentuknya ada 2 macam yaitu serat panjang dan serat pendek.

Bahan Komposit Partikel


Dalam struktur komposit, bahan komposit partikel tersusun dari partikel-
partikel yang disebut bahan komposit partikel (particulate composite). Menurut
definisinya partikelnya berbentukbeberapa macam seperti bulat, kubik, tetragonal
atau bahkan bentuk-bentuk yang tidak beraturan secara acak, tetapi secara rata-
rata berdimensi sama. Bahan komposit partikel umumnya digunakan sebagai
pengisi dan penguat bahan komposit keramik. Bahan komposit partikel pada
umumnya lebih lemah dibanding bahan komposit serat. Bahan komposit partikel
mempunyai keunggulan, seperti ketahanan terhadap aus, tidak mudah retak dan
mempunyai daya pengikat dengan matrik yang baik.

Bahan Komposit Serat


Unsur utama komposit adalah serat yang mempunyai banyak keunggulan,
oleh karena itu bahan komposit serat yang paling banyak dipakai. Bahan komposit
serat terdiri dari serat-serat yang diikat oleh matrik yang saling berhubungan.
Bahan komposit serat ini terdiri dari dua macam, yaitu serat panjang (continuos
fiber) dan serat pendek ( short fiber atau whisker). Pengunaan bahan komposit
serat sangat efisien dalam menerima beban dan gaya. Karena itu bahan komposit
serat sangat kuat dan kaku bila dibebani searah serat, sebaliknya sangat lemah bila
dibebani dalam arah tegak lurus serat.
Komposit serat dalam dunia industri mulai dikembangkan dari pada
mengunakan bahan partikel. Bahan komposit serat mempunyai keunggulan yang
6

utama yaitu strong (kuat), stiff (tangguh), dan lebih tahan terhadap panas pada saat
didalam matrik. Dalam perkembangan teknologi pengolahan serat, membuat serat
sekarang makin diunggulkan dibandingkan material matrik yang digunakan. Cara
yang digunakan untuk mengkombinasi serat berkekuatan tarik tinggi dan
bermodulus elastisitas tinggi dengan matrik yang bermassa ringan, berkekuatan
tarik rendah, serta bermodulus elastisitas rendah makin banyak dikembangkan
guna untuk memperoleh hasil yang maksimal. Komposit pada umumnya
menggunakan bahan plastik yang merupakan material yang paling sering
digunakan sebagai bahan pengikat seratnya selain itu plastik mudah didapat dan
mudah perlakuannya, dari pada bahan dari logam yang membutuhkan cara
tersendiri.18
Sehingga komposit dapat disimpulkan sebagai dua macam atau lebih
material yang digabungkan atau dikombinasikan dalam sekala makroskopis (dapat
terlihat langsung oleh mata) sehingga menjadi material baru yang lebih berguna.
Komposit terdiri dari 2 bagian utama yaitu :
1. Matriks berfungsi untuk perekat atau pengikat dan pelindung filler (pengisi)
dari kerusakan eksternal. Matriks yang umum digunakan : carbon, glass, kevlar,
dll
2. Filler (pengisi), berfungsi sebagai penguat dari matriks. Filler yang umum
digunakan : carbon, glass, aramid, Kevlar.15

Polimer

Polimer adalah suatu bahan yang terdiri dari unit molekul yang disebut
monomer. Jika monomernya sejenis disebut homopolimer, dan jika monomernya
berbeda akan menghasilkan kopolimer. Umumnya suatu polimer terbentuk atas
suatu struktur yang tersusun secara berulang, diikat gaya tarik menarik yang kuat
yang disebut ikatan kovalen. Polimer alam yang kita kenal antara lain selulosa,
protein, karet alam dan sejenisnya. Polimer diketahui orang dengan sebutan
plastik. Plastik adalah suatu polimer yang mempunyai sifat-sifat unik dan luar
biasa, seperti karena densitasnya yang rendah serta pemanfaatanya sebagai

Gambar 3 Struktur molekul monomer dari polimer yang diulang.9


7

isolator termal dan listrik. Plastik merupakan pemantul cahaya yang kurang baik
dan cenderung bersifat transparan atau translusen (setidak-tidaknya sebagai
lembaran tipis). Selain itu, beberapa jenis plastik bersifat fleksibel dan dapat
dibentuk. Karakteristik mampu bentuk ini dimanfaatkan pada fabrikasi. Plastik
yang pertama kali dibuat secara komersial adalah nitroselulosa.9
Polimer dibedakan menjadi dua, yaitu termoplastik dan termoset.
Termoplastik adalah polimer atau plastik yang akan menjadi lunak jika
dipanaskan dan mengeras kembali jika didinginkan. Jadi jenis termoplastik ini
dengan sendirinya ada segi negatif yaitu tidak dapat digunakan lagi apabila
kondisi pemakaian melampaui suhu pelunakan. Sedangkan termoset adalah jenis
polimer yang apabila telah mengalami kondisi tertentu tidak dapat dibentuk
kembali, artinya pemanasan kembali tidak akan banyak melunakkan, karena
bangun polimernya berbentuk jaringan tiga dimensi. Material plastik telah
berkembang pesat dan sekarang mempunyai peranan yang sangat penting dalam
penggunaannya di bidang elektronika, pertanian, tekstil, transportasi, furniture,
konstruksi, kemasan kosmetik, mainan anak-anak dan produk- produk industry
lainnya.
Polipropilen merupakan polimer kristalin yang dihasilkan dari polimerisasi
gas propilena. Polipropilena mempunyai specific gravity rendah dibandingkan
dengan jenis plastik yang lain namun mempunyai titik leleh yang cukup tinggi
antara 190–200 oC, sedangkan titik kristalisasinya antara 130–135 oC.
Polipropilen mempunyai ketahanan terhadap bahan kimia (chemical resistance)
yang tinggi, tetapi ketahanan pukul (impact strength) yang rendah.
Sedangkan polistiren adalah hasil polimerisasi dari monomer stirena,
dimana monomer stirena-nya di dapat dari hasil dehidrogenisasi dari etil benzena
(dengan bantuan katalis), sifat mekanis yang menonjol dari polistiren adalah kaku,
keras, mempunyai bunyi seperti metalik bila dijatuhkan, ketahanan terhadap kimia
tidak sebaik polipropilen.9
Polimer ABS terdiri dari tiga monomer yaitu acrylonitrile, butadiene dan
styrene. Sifat dari monomer acrylonitrile memberikan kekuatan termal dan kimia,
butadiene memberikan perbaikan terhadap fleksibilitas akibat partikel halus
elastomer yang didistribusikan di seluruh matriks yang kaku dan ketahanan pukul
bahkan pada suhu rendah sedangkan Stirena menjamin kekakuan dan mudah
diproses. Berbagai sifat lebih lanjut juga dapat diperoleh dengan penambahan
aditif sehingga diperoleh grade ABS yang bersifat menghambat nyala api,
transparan, tahan panas tinggi, tahan terhadap sinar UV dan lain-lain. Selain itu,
ABS memiliki sifat-sifat keseimbangan mekanik yang sempurna antara lain kuat,
keras, kekuatan tarik tinggi, kestabilan terhadap panas dan memiliki ketahanan
terhadap goresan. ABS banyak digunakan dalam bidang teknik seperti untuk
kebutuhan elektronik, otomotif dan lain-lain. 10
8

METODOLOGI

Waktu dan Tempat

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Oktober 2016 hingga bulan Maret
2017. Sintesa granular biokomposit dilakukan di PT MUB Jaya Cibinong.
Sedangkan pengujian bahan dilakukan di laboratorium karakterisasi material
Departemen Fisika, FMIPA IPB.

Bahan

Bahan utama penelitian yaitu TKKS sebagai filler dengan ukuran serat
mikropartikel. Polimer yang digunakan sebagai matriks biokomposit adalah
Acrylonitrile Butadiene Styrene daur ulang (R-ABS) yang diperoleh dari PT MUB
Jaya (Bogor, Indonesia). Aditif yang digunakan adalah maleic anhydride (MA)
(Darmstadt, Jerman). Karbon aktif yang digunakan berasal dari tempurung kelapa.

Alat

Alat yang digunakan untuk sintesis biokomposit adalah single-crew


extruder (Modul HXSJ-125/125, Kai Xin, China). Adapun alat pengujian yang
digunakan adalah Fourier Transform Infrared Spectroscopy [FTIR] (Model
MB3000, ABB, Canada), LCR Meter Hioki 3532-50 HiTESTER, dan Mikroskop
Optik.

Prosedur Penelitian

Sintesis Short Fiber dan Mikro Fiber


TKKS yang digunakan dalam penelitian ini merupakan limbah yang diambil
dari pabrik minyak kelapa sawit dalam keadaan masih segar baru keluar dari dalam
mesin pengolahan CPO bukan limbah TKKS yang telah dibiarkan di tempat
pembuangan. TKKS yang diambil masih dalam kondisi utuh sehingga perlu dicacah
secara manual sampai ukuran chip (panjang 2-3 cm) dengan tujuan untuk
mempermudah proses pengeringan dan milling. TKKS yang telah berukuran chip
dijemur selama 2-3 hari dibawah terik matahari untuk mengurangi kadar air dan
mencegah TKKS berjamur selama proses pembuatan serat.19 Sebelum diolah didalam
mesin milling TKKS dioven dengan suhu 100 oC selama 6 jam hingga kadar air <
10%, menguraikan selulosa serta kristalisasi.
Serat TKKS yang telah berukuran chip digiling dengan mesin milling
berkapasitas 1 kg. Milling yang digunakan adalah mechanical milling (penggilingan
mekanis) Merk FOMAC tipe FCT-Z2000, di dalamnya terdapat pisau pemotong yang
dapat berputar dengan kecepatan 25000 rpm. Cara kerja mechanical milling adalah
memanfaatkan gesekan mekanik dan pemotongan serat. Ketika pisau berputar dengan
kecepatan tinggi, serat akan terpotong dan beterbangan secara acak sehingga serat
9

akan bertumbukan satu sama lain. Setelah bertumbukan, serat yang ukurannya masih
besar akan turun dan terpotong kembali oleh pisau pemotong. Hal ini akan terus
terjadi selama mesin dihidupkan. Selama proses ini temperatur di dalam mesin
pemotong meningkat yang akan mempermudah penggilingan serat karena serat yang
lebih kering cenderung lebih rapuh daripada serat yang masih basah. Oleh karena itu,
mechanical milling menjadi teknik yang efektif untuk menghasilkan filler pada
ukuran shortfiber dan microfiber tanpa menggunakan bahan kimia dan zero waste.
Sintesa serat ukuran shortfiber dan microfiber dilakukan untuk melihat pengaruh
ukuran partikel terhadap kekuatan komposit setelah dicampur dengan material
polimernya. Ukuran partikel menentukan kualitas ikatan suatu material komposit,
semakin kecil ukuran partikel akan meningkatkan banyaknya ikatan antara matrik dan
filler, karena ukuran partikel yang kecil memiliki luas permukaan yang besar. Hal ini
juga berpengaruh pada homogenitas suatu material komposit karena partikel yang
kecil akan terdistribusi secara merata dan campuran yang homogen juga akan
meningkatkan kualitas ikatan pada material kompositnya.

Produksi Filler
Hasil penggilingan pertama diayak dengan ayakan 20 mesh untuk memisahkan
serat yang ukurannya terlampau besar dengan serat ukuran kecil. Serat yang
ukurannya besar (tertahan 20 mesh) akan digiling kembali sampai ukurannya mampu
melewati ayakan. Sementara untuk serat yang lolos 20 mesh akan dilanjutkan
pengayakan dengan ayakan 60 mesh. Sama seperti sebelumnya, untuk serat yang
mempu melewati ayakan 60 mesh akan dilanjutkan dengan ayakan 100 mesh.
Sementara serat yang tidak mampu melewati ayakan akan digiling kembali sampai
halus. Serat yang digunakan pada penelitian ini adalah serat yang mampu melewati
ayakan 60 mesh yang merupakan serat berukuran 250 𝜇𝑚 yang dapat disebut sebagai
short fiber dan serat yang mampu melewati ayakan 100 mesh yang merupakan serat
berukuran 150 𝜇𝑚 yang dapat siebut sebagai micro fiber. Pada penelitian ini serat
yang digunakan adalah serat micro fiber.

Pembuatan Granular Biokomposit


Pembuatan granular biokomposit dilakukan dengancara menggabungkan
komponen penyusun komposit yaitu filler (serat TKKS dan karbon aktif), polimer
ABS (matrik) serta bahan aditif pada mesin skala industri single screw extruder
dengan komposisi masing-masing sampel yang dapat dilihat pada table 3.
Serat TKKS, Polimer ABS, karbon aktif, dan bahan aditif ditimbang sesuai
dengan tabel 3. Kemudian bahan-bahan yang telah disiapkan dimasukkan kedalam
mesin mixing untuk dilakukan pencampuran sampai bahan tercampur dengan rata.
Mixing dilakukan supaya material yang terbentuk dapat berikatan optimum antara
filler, matrik dan aditif. Penggunaan aditif dalam penelitian ini berguna untuk
menjaga kondisi plastik/polymer yang digunakan. Coupling agent berfungsi untuk
meningkatkan tingkat dispersi, dimana coupling agent berperan sebagai interfase
yang mempengaruhi adhesi interfasial dan tegangan interfasial. Adhesi Interfasial
akan semakin besar dan tegangan interfacial akan turun dengan penambahan coupling
agent.20 Sehingga akan terbentuk material yang saling mengikat dengan penambahan
zat aditif ini.
Proses ekstrusi merupakan poses pembentukan bahan polymer dengan
menekan bahan-bahan polymer melalui rongga cetakan yang diatur besarnya. Pada
mesin extruder terdapat suatu screw yang berputar sehingga dapat menggiring bahan
menuju bagian-bagian mesin ekstrusi mulai dari feed zone, melting zone sampai pada
10

Table 3 Komposisi Biokomposit


Komposisi
TKKS Asam Karbon
Sampel Serat Maleat Aktif
ABS (Kg)
Mikro (%) (%)
(%)
1 40 0 0.2 1
2 40 0 0.2 2
3 40 0 0.2 3
4 40 15 0.2 1
5 40 15 0.2 2
6 40 15 0.2 3
7 40 0 0 1
8 40 0 0 2
9 40 0 0 3
10 40 15 0.2 0

melt-pumping zone yang memiliki fungsi masing-masing. Mesin yang digunakan


pada penelitian ini adalah Single Screw Extruder yang hanya memiliki satu ulir
ditempatkan pada barrel yang akan menggerakan menuju tempat keluarnya .20
Polymer yang keluar akan berbentuk memanjang seperti “mie”, kemudian ditarik
melalui air untuk proses pendinginan dan pengerasan menuju mesin pemotong. Di
dalam mesin ini komposit dipotong kecil-kecil berbentuk pelet. Untuk
menyeragamkan ukuran granular, mesin pemotong dilengkapi dengan penyaring
berupa lubang-lubang kecil yang ditempatkan pada jalur yang akan dilalui oleh
granular sebelum masuk kedalam wadah. Granular komposit yang dihasilkan diuji
FTIR, Mikroskop Optik, dan LCR Meter. Tahap akhir dari riset adalah analisa
keseluruhan data pengujian.

Pengukuran Sampel
Pada penelitian ini menggunakan metode dengan mengembangkan LCR
Hitester HIOKI 3522 menjadi sebuah Sistem instrumentasi pengukur sifat elektrik.
Dengan cara mengkoneksikan alat ukur LCR meter ke sebuah personal komputer
(PC) dengan menggunakan bahasa pemprograman LabView. Pengembangan
sistem instrumentasi ini tetap mengacu pada parameter dan fungsi yang ada pada
LCR Hitester HIOKI 3522. Sistematika Pengembagan instrumentasi pada
penelitian ini secara garis besar terdiri dari:

1. LCR HiTESTER HIOKI 3522-50


2. Personal komputer
3. Perangkat lunak LabView
4. Sampel holder

Pada Gambar 5 dapat dilihat sistematika dan rancangan sistem


instrumentasi untuk mengukur sifat konduktivitas pada sample yang digunakan
pada penelitian ini.
11

Gambar 5 Sistem instrumentasi pengukur konduktivitas.21

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil Sintesa Granular Biokomposit dengan Metode Ekstrusi (Single Screw


Extruder)

Hasil pencampuran dan ekstrusi dapat dilihat pada gambar 4. Secara kasat
mata bentuk dan ukuran pada sampel 4, 5, dan 6 sedikit berbeda dengan sampel
lainnya karena adanya campuran Serat TKKS. Meskipun hampir terlihat sama,
kesembilan sampel memiliki komposisi yang berbeda. Untuk mengetahui perbedaan
dari masing-masing granular perlu dilakukan uji yang lebih lanjut yang akan dibahas
pada pembahasan selanjutnya.

1 2 3

4 5 6

7 8 9

Gambar 4 Granular hasil ekstrusi dengan komposisi yang berbeda


12

Analisa Konduktivitas

Resistansi suatu material bergantung pada panjang, luas penampang


lintang, tipe material dan temperature. Pada material ohmik resistansinya tidak
bergantung pada arus dan hubungan empiris ini disebut dengan hukum Ohm yang
dinyatakan sesuai dalam Persamaan (1) :

V = IR ; R = konstan (1)

Untuk material nonohmik, arus tidak sebanding dengan tegangan.


Resistansinya bergantung pada arus, didefinisikan sesuai dalam Persamaan (1) :

𝑽
𝑹= (2)
𝑰

Kurva hubungan arus dan tegangan pada material Ohmik adalah linear
sedangkan material nonohmik kurva hubungannya tidak linear.
Resistansi suatu kawat penghantar sebanding dengan panjang kawat dan
berbanding terbalik dengan luas penampang lintang sesuai dalam persamaan (3) :
𝐿
𝑅 = 𝜌𝐴 (3)

Dimana ρ disebut resistivitas material penghantar, L adalah panjang kawat,


dan A adalah luas penampang lintang. Satuan resistivitas adalah ohm meter (Ωm).
Kebalikan dari resistivitas disebut konduktivitas 𝜎. Adapun nilai konduktivitas
suatu material bergantung dari sifat material tersebut.22 Persamaan berikut
merupakan hubungan konduktivitas listrik dan resistansi sesuai dalam persamaan
(4) dan (5) :
𝐿
𝑅 = 𝜎𝐴 (4)

𝐿
𝜎 = 𝑅𝐴 (5)

Pengujian sample dilakukan dengan menggunakan alat ukur LCR Meter


Hioki 3532-50 HiTESTER dengan menggunakan perangkat lunak Lab View 8.5.
Pengujian sample dilakukan dengan mengambil 100 titik pengukuran dengan nilai
frekuensi dari 100 KHz sampai dengan 500 KHz. Data konduktansi ini digunakan
untuk menghitung nilai konduktivitas listrik dengan nilai resistansi yang
didapatkan dari persamaan R=1/G sedangkan nilai konduktivitas dapat dicari dari
persamaan (1.4).22 Sampel yang diuji terdiri dari 10 sampel dengan komposisi
yang berbeda-beda. Sampel tersebut dibandingkan dengan polimer abs untuk
melihat perbedaan nilai konduktivitasnya. Pengukuran nilai konduktivitas listrik
dilakukan dengan cara mengukur tiga butir pada setiap sampel dan kemudian
nilainya diratakan. Perlakuan tersebut sama untuk pengukuran polimer ABS.
Berikut adalah beberapa gambar dari hasil pengujian LCR Meter.
13

2.00E-07
1.80E-07
1.60E-07
Konduktivitas (S/cm)

1.40E-07
1.20E-07
1.00E-07
Sample 1
8.00E-08
Polimer ABS
6.00E-08
4.00E-08
2.00E-08
0.00E+00
0 200000 400000 600000
Frekuensi (Hz)

Gambar 6 Grafik hubungan konduktivitas dengan frekuensi pada sampel 1

1.00E-07
9.00E-08
8.00E-08
Konduktivitas (S/cm)

7.00E-08
6.00E-08
5.00E-08
4.00E-08 Sample 2
3.00E-08 Polimer ABS
2.00E-08
1.00E-08
0.00E+00
0 200000 400000 600000

Frekuensi (Hz)

Gambar 7 Grafik hubungan konduktivitas dengan frekuensi pada sampel 2


14

1.00E-07
9.00E-08
8.00E-08
Konduktivitas (S/cm)

7.00E-08
6.00E-08
5.00E-08
Sample 3
4.00E-08
3.00E-08 Polimer ABS

2.00E-08
1.00E-08
0.00E+00
0 200000 400000 600000
Frekuensi (Hz)

Gambar 8 Grafik hubungan konduktivitas dengan frekuensi pada sampel 3

7.00E-08

6.00E-08
Konduktivitas (S/cm)

5.00E-08

4.00E-08

3.00E-08 Sample 4
Polimer ABS
2.00E-08

1.00E-08

0.00E+00
0 200000 400000 600000
Frekuensi (Hz)

Gambar 9 Grafik hubungan konduktivitas dengan frekuensi pada sampel 4


15

1.60E-07
1.40E-07
Konduktivitas (S/cm) 1.20E-07
1.00E-07
Sample 5
8.00E-08
Polimer ABS
6.00E-08
4.00E-08
2.00E-08
0.00E+00
0 200000 400000 600000
Frekuensi (Hz)

Gambar 10 Grafik hubungan konduktivitas dengan frekuensi pada sampel 5

9.00E-07
8.00E-07
7.00E-07
Konduktivitas (S/cm)

6.00E-07
5.00E-07
4.00E-07 Sample 6
3.00E-07 Polimer ABS
2.00E-07
1.00E-07
0.00E+00
0 200000 400000 600000
Frekuensi (Hz)

Gambar 11 Grafik hubungan konduktivitas dengan frekuensi pada sampel 6


16

7.00E-08

6.00E-08
Konduktivitas (S/cm)

5.00E-08

4.00E-08

3.00E-08 Sample 7
Polimer ABS
2.00E-08

1.00E-08

0.00E+00
0 200000 400000 600000
Frekuensi (Hz)

Gambar 12 Grafik hubungan konduktivitas dengan frekuensi pada sampel 7

9.00E-08
8.00E-08
7.00E-08
Konduktivitas (S/cm)

6.00E-08
5.00E-08
4.00E-08 Sample 8
3.00E-08 Polimer ABS
2.00E-08
1.00E-08
0.00E+00
0 200000 400000 600000
Frekuensi (Hz)

Gambar 13 Grafik hubungan konduktivitas dengan frekuensi pada sampel 8


17

7.00E-08

6.00E-08
Konduktivitas (S/cm)
5.00E-08

4.00E-08

3.00E-08 Sample 9
Polimer ABS
2.00E-08

1.00E-08

0.00E+00
0 200000 400000 600000
Frekuensi (Hz)

Gambar 14 Grafik hubungan konduktivitas dengan frekuensi pada sampel 9

2.00E-07
1.80E-07
1.60E-07
Konduktivitas (S/cm)

1.40E-07
1.20E-07
sampel 10
1.00E-07
8.00E-08 Polimer ABS
6.00E-08
4.00E-08
2.00E-08
0.00E+00
0 200000 400000 600000
Frekuensi (Hz)

Gambar 15 Grafik hubungan konduktivitas dengan frekuensi pada sampel 10


18

8.00E-07

6.00E-07
Konduktivitas (S/cm)

4.00E-07

2.00E-07

0.00E+00
0 0.5 1 1.5 2 2.5 3 3.5
Karbon Aktif (%)

Gambar 15 Grafik hubungan penambahan karbon aktif terhadap konduktivitas


pada Biokomposit berpenguat TKKS dan karbon aktif

1.00E-07
Konduktivitas (S/cm)

8.00E-08

6.00E-08

4.00E-08

2.00E-08

0.00E+00
0 1 2 3 4
Karbon Aktif (%)

Gambar 16 Grafik hubungan penambahan karbon aktif terhadap konduktivitas


pada Biokomposit karbon aktif dengan penambahan zat aditif tanpa
penguat TKKS
2.80E-08
2.75E-08
Konduktivitas (S/cm)

2.70E-08
2.65E-08
2.60E-08
2.55E-08
2.50E-08
2.45E-08
2.40E-08
0 0.5 1 1.5 2 2.5 3 3.5
Karbon Aktif (%)

Gambar 17 Grafik hubungan penambahan karbon aktif terhadap konduktivitas


pada Biokomposit karbon aktif tanpa penguat TKKS
19

Berdasarkan dari hasil grafik diatas dapat dilihat bahwa sampel 1 sampai 9
yang diberi doping karbon aktif dan sampel 10 tanpa diberi karbon aktif memiliki
nilai konduktivitas yang sedikit lebih besar dibandingkan dengan poilimer ABS
murni. Nilai konduktivitas tiap sampel mengalami peningkatan pada puncaknya di
beberapa frekuensi teretentu. Hal tersebut disebabkan oleh pengaruh banyaknya
komposisi karbon aktif yang diberikan pada masing-masing sampel. Pada sampel
1, 2, dan 3 puncak nilai konduktivitas tertinggi terdapat pada sampel 3 yaitu
sebesar 9 x 10-8 S cm-1. Pada sampel 4, 5, dan 6 puncak nilai konduktivitas
tertinggi terdapat pada sampel 6 sebesar 8.29 x 10-7 S cm-1. Pada sampel 7, 8, dan
9 nilai puncak tertinggi terdapat pada sampel 8 sebesar 7.32 x 10-8 S cm-1. Gambar
15 merupakan grafik hubungan penambahan karbon aktif dengan konduktivitas
listrik pada sampel yang mengandung TKKS yaitu sampel 4, 5, 6, dan 10 dengan
titik frekuensi yang sama sebesar 176.000 Hz. Pada grafik tersebut terlihat bahwa
adanya peningkatan konduktivitas listrik seiring penambahan karbon aktif pada
sampel yang mengandung serat TKKS. Pada gambar 16 dan 17 sampel tidak
mengandung serat TKKS namun pada gambar 16 sampel ditambahkan maleat
anhidrat sebanyak 0.2%. Kedua grafik tersebut mengalami peningkatan pada
penambahan komposisi 2% dan menurun pada komposisi 3%. Sehingga dari
ketiga grafik tersebut dapat diketahui bahwa serat TKKS pada komposit yang
ditambahkan karbon aktif mempengaruhi peningkatan konduktivitas listrik
Kenaikan konduktivitas disebabkan oleh doping karbon aktif kepada polimer ABS.
Hal ini menyebabkan nilai konduktivitas pada sampel lebih besar dibandingkan
dengan polimer ABS. Maka dapat diketahui bahwa sampel yang diberi komposisi
karbon aktif sebanyak 3% akan memiliki nilai konduktivitas lebih besar
dibandingkan dengan komposisi 1% dan 2%. Lain halnya dengan sampel 9
dimana terjadinya penuruan konduktivitas pada komposisi karbon aktif sebesar
3%. Hal tersebut dimungkin-kan karena partikel dari serbuk karbon aktif ke dalam
polimer ABS tidak merata pada saat proses ekstrusi menggunkan single-screw
extruder.
Nilai konduktivitas listrik bergantung pada fraksi berat serbuk, dan
kandungan minimum dari serbuk karbon, dimana serbuk karbon tersebut
membentuk jaringan kerja yang bersambung, yang menentukan komposit karbon
menjadi konduktif secara elektrik. Faktor-faktor penentu adalah: konduktivitas
dari serbuk, fraksi volume dan karakteristik serbuk seperti ukuran, bentuk, luas
permukaan, distribusi dan orientasi dari serbuk pengisi. Konduktivitas listrik
ditentukan pada kemungkinan kontak antar serbuk di dalam matriks polimer.
Metode fabrikasi dan kondisi pembuatan komposit memainkan peranan penting
dalam konduktivitas karena mempengaruhi penyebaran, orientasi dan jarak antar
serbuk di dalam matriks polimer.24
Secara keseluruhan konduktivitas polimer yang mengalami proses
pendopingan ini dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu konsentrasi dopan yang
ditambahkan, homogenitas dopan dalam polimer, derajat kristalinitas, dan
morfologi polimer serta reaksi kimia yang terjadi antara dopan dengan polimer itu
sendiri.25 Kenaikan konduktivitas pada polimer secara mikroskopis terjadi karena
adanya peranan atom atau molekul doping yang menghasilkan cacat dalam rantai
polimer tersebut (cacat struktur). Cacat inilah yang berperan dalam penghantaran
listrik. Cacat dapat bermuatan positif, negative, atau netral. Secara fisika kuantum,
cacat berperilaku seolah-olah sebagai partikel. Cacat dapat berpindah sepanjang
20

rantai, sehingga menimbulkan aliran muatan. Elektron atau hole juga dapat
meloncat dari satu posisi cacat ke posisi cacat yang lain (cacat tidak berpindah),
sehingga timbul pula aliran listrik.

Analisis Morfologi Menggunakan Mikroskop Optik

Pengujian dengan Mikroskop optik bertujuan untuk mengetahui distribusi


partikel karbon aktif dalam matrik dan struktur mikro yang dihasilkan dari
masing-masing sampel uji terkait dengan sifat konduktivitasnya. Pengujian
struktur mikro menggunakan mikroskop optik dilakukan dengan perbesaran 30
kali pada kedua sampel. Gambar dibawah merupakan gambar dari sampel 7 dan 9.
Dari gambar tersebut dapat terlihat adanya porositas yang menyebabkan
munculnya rongga-rongga pada sampel-sampel tersebut. Porositas adalah adanya
ruang kosong (void) yang terdapat di dalam sampel komposit. Semakin kecil nilai
porositas menunjukkan semakin sedikit juga rongga-rongga mikro (micro void) di
dalam komposit tersebut. Sedangkan semakin banyak porositas berarti semakin
banyak pula rongga-rongga pada komposit tersebut.26
Bentuk rongga-rongga pada sampel terlihat pada gambar yang ditunjukkan
dengan panah berwarna putih. Penyebab adanya micro void ini adalah karena
bahan MA yang berfungsi sebagai coupling agent antara matrik dan fiber tidak
dapat melakukan fungsinya dengan baik. Hal ini ditunjukkan dengan kurang
bagusnya ikatan antara matrik dan fiber. Karena MA tidak dapat berfungsi dengan
baik, maka pembasahan antara matrik dengan filler pada komposit menjadi buruk.
Partikel karbon terorientasi secara acak dan matrik PP/MA tidak membasahi
partikel karbon secara merata, hanya sedikit serat karbon yang terselimuti matrik.
Rongga-rongga mikro ini terbentuk karena adanya gas-gas yang terperangkap di
dalam komposit. Gas-gas yang terperangkap ini dapat terjadi akibat kurangnya
kecepatan dan tekanan screw yang kurang kuat pada saat ekstrusi di dalam
komposit. Hal ini disebabkan karena pelet komposit hasil ekstrusi memiliki sifat
higroskopis yaitu menyerap uap air. Uap air yang terdapat di dalam pelet ini akan
menguap ketika dilakukan proses hot press sehingga gelembung-gelembung gas
akan terperangkap di dalam komposit dan akan menjadi pori. Pembasahan yang
buruk (dewetting) antara partikel karbon dengan bahan campuran dalam matrik
ABS juga mengakibatkan terbentuknya pori.26

(7) (9) Micro void


Micro void

Gambar 15 Hasil uji Mikroskop Optik dengan perbesaran 30x. (7 dan 9) Granular
Biokomposit campuran polimer ABS dan karbon aktif
21

Gambar 15 menunjukkan bahwa partikel karbon lebih banyak terselimuti


oleh polimer ABS. Karena polimer ABS merupakan bahan yang konduktivitasnya
sangat rendah dan berfungsi sebagai isolator, maka partikel karbon tidak dapat
melakukan fungsinya untuk menghantarkan arus listrik dengan baik karena
terselimuti oleh polimer ABS. Terselimutinya partikel karbon oleh polimer ABS
mengakibatkan pergerakan elektron akan terhambat dan arus yang mengalir di
antara material akan terhalang.26

Analisis Molekuler dari Hasil Pengujian FTIR

Berdasarkan spektra FTIR (Gambar 18) dapat dilihat struktur senyawa dari
karbon aktif, serat TKKS (filler), polimer ABS recycle (matrik), biokomposit TKKS,
dan Biokomposit Karbon. Gugus fungsi yang terdapat pada karbon aktif tempurung
kelapa adalah gugus C=O pada bilangan gelombang 1751.24 cm-1, gugus C=C
pada bilangan gelombang 1542.95 cm-1, gugus C-C pada bilangan gelombang
1155.28 cm-1, dan gugus C-H pada bilangan gelombang 885.27 cm-1.27 Dapat
dilihat pada spektra FTIR kedua biokomposit terdapat penyerapan vibrasi yang
didominasi oleh puncak-puncak dari matriknya yaitu pada bilangan gelombang 2237
cm-1 (N≡C), 1600 - 1900 cm-1 yang merupakan ikatan-ikatan karbon (C=O) dari
polimer ABS, dan pada rentang 670-1000 cm-1 yang teridentifikasi adanya ikatan
CH=CH2 yang merupakan bagian dari matrik polimer ABS juga. Selain itu pada
bikomposit karbon terdapat serapan pada bilangan gelombang 1072 cm-1 yang
merupakan gugus C-O dari karbon aktif. Adanya dominasi dari matrik ABS
recycle ini karena komposisi biokompositnya sendiri sebagian besar adalah
polimer ABS recycle. Sementara karbon aktif hanya berkisar dari 1-3% dan serat
TKKS hanya berkisar dari 10-20% dari total biokomposit.
22

Gambar 16 Hasil uji FTIR (a) Karbon Aktif (b) Serat TKKS (c) Polimer ABS
(d ) Granular Biokomposit TKKS (e) Granular Biokomposit Karbon
23

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

Berdasarkan hasil yang didapatkan dapat disimpulkan bahwa penambahan


karbon aktif pada biokomposit filler TKKS dapat meningkatkan konduktivitas.
Nilai konduktivitas listrik meningkat seiring dengan penambahan konsentrasi
karbon aktif. Hasil uji morfologi menggunakan Mikroskop Optik memperlihatkan
masih terdapat rongga-rongga mikro dan partikel karbon lebih banyak terselimuti
oleh matrik sehingga dapat menurunkan fungsinya untuk dapat menghantarkan
arus listrik dengan baik. Hasil dari FTIR dapat mengidentifikasi keberadaan gugus
fungsi yang terdapat pada granular biokomposit.

Saran

Perlu dilakukan penelitian lanjutan untuk meningkatkan nilai


konduktivitas pada biokomposit sehingga material yang dihasilkan memiliki
standar untuk dapat diaplikasikan pada berbagai jenis aplikasi polimer konduktif.
Pada proses pembuatan biokomposit disarankan untuk menggunakan alat twin
screw ekstruder agar komposisi pada sampel dapat lebih merata sehingga akan
meningkatkan kualitas material biokomposit yang lebih baik. Kemudian perlu
dilakukan karakterisasi dengan SEM dan TEM untuk mengetahui interaksi yang
lebih jelas antara karbon aktif dengan matriks polimer.
24

DAFTAR PUSTAKA

1 Fauzi, Y., E.W. Yustina., S. Iman., dan R. Hartono. 2005. Kelapa Sawit :
Budidaya, Pemanfaatan Hasil dan Limbah, Analisis Usaha dan
Pemasaran. Penebar Swadaya. Jakarta.
2 Jiri Janata And Mira Josowicz. Conducting Polymers In Electronic
Chemical Sensors. 2002
3 Frank Zee and Jack Judy (1999), Mems Chemical Gas Sensor Using A
Polymer-Based Array, Published at Transducers ’99 - The 10th
International Conference on Solid-State ensors and Actuators on June 7-10,
Sendai,Japan.
4 Tellu AT. Sifat Kimia Jenis-jenis Rotan yang Diperdagangkan di Propinsi
Sulawesi Tengah. Biodiversivitas 9:108-111. 2008.
5 Holtzapple MT, 1993. Cellulose, hemicellulose, and lignin. dalam: Macrae
R, Robinson RK, Saddler JM. (Eds.), Encyclopedia of Food Science, Food
Technology, and Nutrition. London(UK): Academic Press. Hal. 758–767,
2324–2334, 2731–2738.
6 Haiger CH, Weimer PJ. 1991. Biosynthesis and Biodegradation of
Cellulose. New York (US).
7 Wien. 1992. General training course. VDI-Verlag GmbH : Dusseldorf.
8 Nuringtyas TR. 2010. Karbohidrat. Yogyakarta (ID): Gajah Mada
University Press.
9 Sumaryono. 2012. Perilaku Pengujian Tarik Pada Polimer Polistiren dan
Polipropilen. Dalam Jurnal Gardan. Vol.1 (1) : 71-73.
10 Ariffin. 1996. Sintesis Kopolimer Stirena Maleat Anhidrida dan
Karakterisasinya. Tesis PPS Kimia, Bandung : Institut Teknologi
Bandung Press.
11 Imam Mujiarto. 2005. Sifat dan Karakteristik Material Plastik dan Bahan
Aditif. Dalam Jurnal Traksi. Vol.3 (2) : 2-3.
12 Hambali, E., S. Mujdalipah, A. H. Tambunan, A. W. Pattiwiri dan Roy H.
2007. Teknologi Bioenergi. Agromedia Pustaka : Jakarta.
13 Hasibuan, R.S., (2010), Kualitas Serat dari Limbah Batang Kelapa Sawit
sebagai Bahan Baku Papan Serat, Fakultas Pertanian USU, Medan.
14 Anggraini, D dan Roliadi, H. 2011. Pembuatan Pulp dari Tandan Kosong
Kelapa Sawit untuk Karton pada Skala Usaha Kecil. Dalam Jurnal
Penelitian Hasil Hutan. Vol.29 (3) : 211-225.
15 Saepulloh, D S. 2016. Pengolahan Limbah Tandan Kosong Kelapa Sawit
sebagai Material Filler Polymer Recycle [skripsi]. Bogor (ID) : Institut
Pertanian Bogor.
16 Maulinda Leni, et al. 2015. Pemanfaatan Kulit Singkong sebagai Bahan
Baku Karbon Aktif. Dalam Jurnal Teknologi Kimia Unimal. Vol.4 (2) :
11-19.
17 Oroh Jonathan, et al. 2013. Analisis Sifat Mekanik Material Komposit dari
Serat Sabut Kelapa [paper]. Manado (ID) : Universitas Sam Matulangi
Manado.
25

18 Bawono Baju, et al. 2011. Perancangan dan Pembuatan Alat Uji Modulus
Patah untuk Pengujian Produk Keramik. Yogyakarta (ID) : Universitas
Atma Jaya Yogyakarta.
19 Siagian. 2016. Eliminasi Kandungan Tar pada Gasifikasi Tandan Kosong
Kelapa Sawit. [Skripsi]. Padang (ID) : Universitas Andalas
20 Pratama RI. 2007. Kajian mengenai prinsip-prinsip dasar teknologi
ekstrusi untuk bahan makanan dan beberapa aplikasinya pada hasil
perikanan. Bandung (ID): Universitas Padjajaran.
21 Mashadi. Sistem Instrumentasi Sifat Elektrik Untuk Sampel Kapasitor
Berbasis Karbon [thesis]. Depok (ID): Universitas Indonesia. 2010.
22 Irzaman, Erviansyah R, Syafutra H, Maddu A, dan Siswadi2. 2010. Studi
Konduktivitas Listrik Film Tipis Ba0.25Sr0.75TiO3 Yang Didadah Ferium
Oksida (BFST) Menggunakan Metode Chemical Solution Deposition.
Dalam Jurnal Berkala Fisika.Vol.13 (1) : 33-38.
23 Ara Gradiniar Rizkyta dan Hosta Ardhyananta. 2013. Pengaruh
Penambahan Karbon terhadap Sifat Mekanik dan Konduktivitas Listrik
Komposit Karbon/Epoksi sebagai Pelat Bipolar Polimer Elektrolit
Membran Sel Bahan Bakar (Polymer Exchange Membran (PEMFC)).
Dalam Jurnal Teknik POMITS. Vol.2 (1) : 36-40.
24 Astuti, Henny Prastiwi. 2013. Pengaruh Penambahan Tembaga (Cu)
Terhadap Sifat Listrik Polianilin (PANi). Dalam Jurnal Ilmu Fisika. Vol.5
(1) : 31-37.
25 Zulfia A, Abimanyu T, dan Verina W D. Penambahan Tembaga Pada
Komposit Pp/C dan Pengaruhnya Pada Sifat Mekanik Dan Konduktivitas
Listrik Pelat Bipolar Komposit Pp/C-Cu. Dalam JurnalMakara Teknologi.
Vol.15 (2) : (101-106).
26 Bani M, Santjojo DH, Masruroh. 2013. Pengaruh suhu reaksi reduksi
terhadap pemurnian karbon berbahan dasar tempurung kelapa. Jurnal
Natural B. 2(2).
26

Lampiran 1 Daftar Intrepretasi FTIR


27

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Bekasi pada tanggal 9


November 1994 dari pasangan Bapak Alm. Soeparwono
dan Ibu Neneng Wahyuningsih. Penulis adalah anak
ketiga dari tiga bersaudara.
Tahun 2007 penulis menyelesaikan Sekolah Dasar
di SD Pengadilan 2 Bogor dan melanjutkan pendidikan di
SMP Negeri 4 Bogor pada tahun 2007 sampai 2010.
Kemudian penulis melanjutkan ke SMA Negeri 7 Bogor
dan lulus tahun 2013. Penulis diterima sebagai mahasiswa
IPB Departemen Fisika melalui jalur Ujian Talenta
Mandiri.
Selama menempuh pendidikan di IPB penulis aktif
di HIMAFI (Himpunan Mahasiswa Fisika) dan menjadi anggota departemen
KOMINFO (komunikasi dan Informasi) pada tahun 2015. Kemudian pada tahun
2016 penulis menjadi ketua Departemen SOSKEMAH (sosialisasi dan
kesejahteraan masyarakat) di HIMAFI.

Anda mungkin juga menyukai