Anda di halaman 1dari 49

MODEL MITIGASI EMISI CO2 DI KABUPATEN BEKASI

BERDASARKAN PENDEKATAN DINAMIKA SISTEM

RIZKI AYU GAYATRI

DEPARTEMEN MANAJEMEN HUTAN


FAKULTAS KEHUTANAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2017
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Model Mitigasi Emisi
CO2 di Kabupaten Bekasi Berdasarkan Pendekatan Dinamika Sistem adalah benar
karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam
bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal
atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain
telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir
skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, Januari 2017

Rizki Ayu Gayatri


NIM E14120020
ABSTRAK

RIZKI AYU GAYATRI. Model Mitigasi Emisi CO2 di Kabupaten Bekasi


Berdasarkan Pendekatan Dinamika Sistem. Dibimbing oleh HERRY PURNOMO
Salah satu pemicu pemanasan global adalah meningkatnya gas efek rumah
kaca (GRK) yang mayoritas disebabkan oleh aktivitas manusia. Penetapan
Kabupaten Bekasi sebagai kawasan industri mengakibatkan melonjaknya
pertumbuhan penduduk di daerah ini sehingga akan berdampak pada meningkatnya
aktivitas dan kebutuhan penduduk yang dapat memicu peningkatan emisi CO2 di
Kabupaten Bekasi. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui besarnya emisi yang
dihasilkan dari transportasi, energi listrik, limbah rumah tangga dan peternakan
serta serapan CO2 di Kabupaten Bekasi dan mengetahui upaya alternatif mitigasi
pengurangan emisi CO2 yang dapat dilakukan. Penelitian ini dilakukan dengan
membuat model simulasi melalui pendekatan dinamika sistem. Skenario mitigasi
emisi CO2 dilakukan dengan diversifikasi bahan bakar, pengolahan limbah sampah
dan peternakan serta penanaman. Hasil penelitian ini menunjukkan besarnya emisi
CO2 di Kabupaten Bekasi pada tahun 2014 sebesar 10 182 441 ton CO2 dan
meningkat sebesar 20 748 173 ton CO2 sampai tahun 2034. Emisi terbesar
dihasilkan dari pemakaian energi listrik terutama oleh sektor indutri. Penerapan
skenario mitigasi dapat menurunkan emisi CO2 sebesar 15 509 711 ton CO2 pada
tahun 2034.

Kata kunci: emisi CO2, Kabupaten Bekasi, mitigasi, pendekatan dinamika sistem.

ABSTRACT

RIZKI AYU GAYATRI. Model Mitigation of CO2 Emission in Bekasi Regency


Based on System Dynamic Apporoach. Supervised by HERRY PURNOMO.
One of global warming triggers is the increased greenhouse effect gases
(GHG) mostly caused by human activity. Bekasi Regency determination as
industrial areas lead to spiralling population growth in this area so that will have an
impact on the increased activity and population needs that can trigger an increase
in CO2 emissions in Bekasi Regency. This study aims to determine the magnitude
of the emissions resulted by the transportations, electricities, households waste,
livestocks and CO2 uptake in Bekasi Regency and determine alternatives mitigation
efforts to reduce emissions of CO2 that can be done. The research was conducted
by making a simulation model through a system dynamics approach. Mitigation of
CO2 emissions scenarios was performed by diversification of fuels, garbages and
livestocks waste treatment and planting. The results of this study indicated the
magnitude of CO2 emissions in Bekasi in 2014 was 10 182 441 tonnes of CO2 and
increased up to 20 748 173 tonnes of CO2 by 2034. The largest emissions resulted
by electrical energy consumption, especially by the industrial sector. The
Implementation of mitigation scenarios could reduce carbon dioxide emissions by
15 509 711 tonnes of CO2 in 2034.

Keyword: CO2 emission, Bekasi regency, mitigation, system dynamics approach.


MODEL MITIGASI EMISI CO2 DI KABUPATEN BEKASI
BERDASARKAN PENDEKATAN DINAMIKA SISTEM

RIZKI AYU GAYATRI

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Kehutanan
pada
Departemen Manajemen Hutan

DEPARTEMEN MANAJEMEN HUTAN


FAKULTAS KEHUTANAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2017
PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas
segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang
dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Maret 2016 ini ialah emisi
karbondioksida, dengan judul skripsi Model Mitigasi Emisi CO2 di Kabupaten
Bekasi Berdasarkan Pendekatan Dinamika Sistem.
Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Prof Dr Ir. Herry Purnomo, M.
Comp selaku pembimbing yang telah membimbing dan memberi saran kepada
penulis dari awal sampai akhir penelitian ini. Penulis juga mengucapkan terima
kasih kepada pihak-pihak yang telah membantu selama pengumpulan data dan
penyusunan skripsi ini. Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada ayah
Muhidin dan ibu Uminih, Maulana Ma’arief, Husen Alfaridzi serta seluruh keluarga
atas segala doa dan kasih sayangnya. Penulis juga mengucapkan terimakasih
kepada keluarga besar Departemen Manajemen Hutan, Fahutan 49, Manajemen
Hutan 49, serta semua sahabat yang telah memberikan semangat, motivasi, doa dan
dukungannya selama ini.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, Januari 2017

Rizki Ayu Gayatri


DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL vi
DAFTAR GAMBAR vi
DAFTAR LAMPIRAN vi
PENDAHULUAN 1
Latar Belakang 1
Perumusan Masalah 1
Tujuan Penelitian 2
Manfaat Penelitian 2
METODE 3
Waktu dan Lokasi Penelitian 3
Alat dan Bahan 3
Prosedur Analisis Data 4
HASIL DAN PEMBAHASAN 6
Identifikasi isu, tujuan, dan batasan 6
Konseptualisasi Model 6
Spesifikasi Model 7
Evaluasi Model 16
Penggunaan Model 18
SIMPULAN DAN SARAN 26
Simpulan 26
Saran 26
DAFTAR PUSTAKA 26
LAMPIRAN 29
DAFTAR TABEL

1 Luas area dan daya serap tutupan lahan di Kabupaten Bekasi 8


2 Spesifikasi submodel transportasi dan jumlah kendaraan tahun 2014 10
3 Jenis pelanggan dan jumlah pemakaian listrik tahun 2014 12
4 Populasi ternak tahun 2014 dan faktor emisi fermentasi enterik 13
dan manajemen kotoran
5 Jumlah penduduk Kabupaten Bekasi 15
6 Hubungan antara jumlah penduduk, jumlah sampah, dan emisi sampah 17
7 Perbandingan hasil simulasi emisi respirasi Kabupaten Bekasi 17
dengan Kota Medan
8 Perbandingan hasil simulasi emisi bahan bakar Kabupaten Bekasi 18
dengan Kota Medan
9 Perbandingan emisi peternakan hasil simulasi dengan penelitian lain 18
10 Sisa emisi dan jumlah reduksi emisi CO2 dari skenario 24

DAFTAR GAMBAR

1 Peta administrasi Kabupaten Bekasi 3


2 Konsep model dinamika sistem yang dikembangkan 6
3 Tutupan lahan di Kabupaten Bekasi tahun 2003,2009,dan 2014 8
4 Submodel serapan CO2 9
5 Hasil simulasi serapan CO2 tutupan lahan 10
6 Submodel emisi CO2 dari kendaraan 10
7 Hasil simulasi emisi CO2 kendaraan 11
8 Submodel emisi CO2 dari pemakaian listrik 12
9 Hasil simulasi emisi CO2 pemakaian listrik 12
10 Submodel emisi CO2 dari peternakan 14
11 Hasil simulasi emisi CO2 dari peternakan 14
12 Submodel emisi CO2 manusia 15
13 Hasil simulasi emisi CO2 manusia 15
14 Model CO2 Kabupaten Bekasi 16
15 Hasil simulasi model CO2 Kabupaten Bekasi 16
16 Perbandingan emisi dan serapan CO2 kondisi BAU 19
17 Hasil simulasi skenario pada emisi kendaraan 20
18 Hasil simulasi skenario pada emisi listrik 21
19 Hasil simulasi skenario pengolah sampah 21
20 Hasil simulasi skenario emisi peternakan 22
21 Hasil simulasi skenario penanaman 23
22 Perbandingan emisi CO2 BAU dengan skenario 24

DAFTAR LAMPIRAN
1. Persamaan Model 29
2. Matriks perubahan tutupan lahan tahun 2003-2009 (dalam ha) 34
3. Matriks perubahan tutupan lahan tahun 2009-2014 34
4. Hasil simulasi model awal emisi CO2 35
5. Hasil simulasi skenario 1 sampai 4 36
1

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Perubahan iklim akibat pemanasan global telah berlangsung saat ini dan
dampaknya menjadi ancaman yang nyata bagi dunia terutama keberlangsungan
makhluk hidup. Pemanasan global merupakan peningkatan suhu rata-rata atmosfer,
laut, dan daratan di bumi. Salah satu pemicu terjadinya pemanasan global adalah
peningkatan gas rumah kaca (GRK) berupa karbon dioksida (CO2), metana (CH4),
dan nitrogen dioksida (NO2). Gas CO2 berpengaruh besar pada efek gas rumah kaca,
konsentrasinya sebesar 35% dari total GRK yang ada. Sumber peningkatan gas CO2
dapat berasal dari pembakaran bahan bakar fosil yang sering digunakan pada sektor
transportasi, industri, dan listrik. Hasil perhitungan emisi Indonesia menurut
Kementerian Lingkungan Hidup menjelaskan tingkat emisi gas rumah kaca di
Indonesia pada tahun 2000 sebesar 1.72 Gt CO2eq dan akan meningkat menjadi
2.95 Gt CO2eq pada tahun 2020.
Bukti-bukti baru yang kuat mengatakan bahwa mayoritas pemanasan bumi
yang diobservasi selama 50 tahun terakhir disebabkan oleh aktivitas manusia (IPCC
2007). Bekasi sebagai wilayah yang berbatasan langsung dengan DKI Jakarta
berpotensi sebagai kawasan pengimbang Ibukota Jakarta, namun dengan ini juga
menjadikan Bekasi sebagai wilayah tujuan perpindahan penduduk dari kota. Luas
wilayah Kabupaten Bekasi yaitu 127 388 ha dengan jumlah penduduk terhitung 3
002 112 jiwa pada tahun 2013 (BPS 2014). Laju pertumbuhan penduduk akan
memengaruhi peningkatan aktivitas dan kebutuhan penduduk. Hal ini dapat
memicu laju peningkatan emisi CO2 di Kabupaten Bekasi, sehingga perlu adanya
upaya mitigasi emisi CO2.
Upaya mitigasi sendiri bertujuan untuk meningkatkan kapasitas serapan
karbon dan pengurangan emisi CO2 ke atmosfer yang berpotensi menipiskan ozon
dan berdampak pada kualitas udara bersih. Perencanaan mitigasi emisi CO2 dapat
dilakukan dengan pendekatan dinamika sistem. Pendekatan dinamika sistem
merupakan metoda atau teknik analisis yang dapat menggambarkan hubungan
saling keterkaitan diantara komponen-komponen dan melihat dinamika yang terjadi
sebagai dampak dari adanya hubungan saling keterkaitan diantara masing-masing
komponen yang ada.

Perumusan Masalah

Bertambahnya laju pertumbuhan penduduk akan berpengaruh pada aktivitas


dan kebutuhan penduduk terutama dalam transportasi, industri, energi, perumahan,
pertanian, peternakan, dll. Selain itu semakin meningkatnya jumlah angkatan kerja
maka diperlukan pula daya serap tenaga kerja yang tinggi . Secara proporsional
sektor industri memegang peranan besar dalam menyerap tenaga kerja.
Pembangunan sektor industri di wilayah Ibukota sudah tidak memungkinkan lagi
dilakukan karena terbatasnya lahan sehingga pengembangan sektor industri
dilakukan pada wilayah sekitar Jakarta seperti Bekasi, Tanggerang, Cilegon, dan
lain - lain. Hal ini didukung dengan dikeluarkannya Perda Provinsi Jawa Barat
2

No.13/1998, yang menetapkan Kabupaten Bekasi menjadi zona industri dan


kawasan industri.
Pembangunan tidak terlepas dari perekonomian di suatu wilayah tersebut.
Pembangunan yang tidak terkontrol akan berdampak negatif terhadap lingkungan
hidup. Oleh karena itu, peningkatan emisi dapat disebabkan oleh proses
pembangunan dan peningkatan penggunaan energi berbahan bakar fosil.
Pemerintah Kabupaten Bekasi telah berupaya dalam mengimbangi pembangunan
di Kabupaten Bekasi dengan menetapkan luas kawasan ruang terbuka hijau paling
sedikit 30% dari luas kawasan kota/kabupaten yang terdiri atas 20% ruang terbuka
hijau publik dan 10% ruang terbuka hijau privat Sesuai dengan Perda Tata Ruang
Kabupaten Bekasi Pasal 23 ayat (5) Peraturan Daerah Kabupaten Bekasi Nomor 12
Tahun 2011 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Bekasi tahun 2011-
2031. Namun, perkembangan luas RTH Kabupaten Bekasi selama periode tahun
2007-2011 mencapai 151 188 823 m2/ 15 118.89 ha (11.87%) dari luas wilayah
Kabupaten Bekasi 127 388 ha (Bappeda 2015).
Perkembangan Ruang Terbuka Hijau (RTH) yang ada dirasa belum cukup
untuk mereduksi peningkatan emisi CO2 yang dihasilkan oleh aktivitas dan
kebutuhan penduduk Kabupaten Bekasi. Sehingga diperlukan upaya dalam
menangani kondisi tersebut. Perhitungan emisi CO2 diperlukan untuk mengetahui
sektor apa saja yang berpengaruh besar dalam menghasilkan emisi CO2. Selain
adaptasi terhadap perubahan iklim, mitigasi emisi CO2 juga penting dilakukan
untuk merencanakan pengurangan emisi CO2 di Kabupaten Bekasi yang dapat
dilakukan melalui pendekatan dinamika sistem.

Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini sebagai berikut:


1. Mengetahui dan membuat model simulasi emisi CO2 yang dihasilkan dari
transportasi, energi listrik, peternakan, dan aktivitas manusia serta mengetahui
perbandingannya dengan potensi daya serapan karbon berdasarkan tutupan lahan
yang ada di Kabupaten Bekasi.
2. Mengetahui dan membuat skenario mitigasi penurunan emisi CO2.

Manfaat Penelitian

Manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah memberikan informasi


besarnya emisi CO2 di Kabupaten Bekasi dan memberikan gambaran alternatif
mitigasi penurunan emisi CO2 di Kabupaten Bekasi sebagai bahan pertimbangan
untuk pengambilan keputusan dalam perencanaan pembangunan yang
berkelanjutan.
3

METODE

Waktu dan Lokasi Penelitian


Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret sampai dengan November 2016
dengan objek penelitian adalah Kabupaten Bekasi, Provinsi Jawa Barat. Lokasi
penelitian dapat dilihat pada Gambar 1.

Gambar 1 Peta administrasi Kabupaten Bekasi

Alat dan Bahan

Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah alat tulis, kalkulator,
seperangkat komputer/laptop serta perangkat lunak (Software) berupa program-
program komputer dalam mengolah data yaitu Stella 9.0.2, Vensim ple x32, Arc
map 10.1, Microsoft Office Word dan Microsoft Office Excel.
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini berupa data sekunder. Data
tersebut adalah sebagai berikut :
1. Data perubahan tutupan lahan Kabupaten Bekasi yang bersumber dari Badan
Planologi Kementerian Kehutanan
2. Data jumlah penduduk Kabupaten bekasi yang bersumber dari Badan Pusat
Statistik (BPS)
3. Data jumlah kendaraan darat yang bersumber dari Satuan Administrasi
Manunggal Satu Atap (SAMSAT) Kabupaten Bekasi
4

4. Data pemakaian energi listrik yang bersumber dari PT PLN APJ Bekasi
5. Data jumlah ternak dan unggas yang bersumber dari Badan Pusat Statistik (BPS)
6. Hasil penelitian – penelitian sebelumnya yang dapat dijadikan acuan sebagai
berikut :
a. Cadangan karbon setiap jenis tutupan lahan
b. Konsumsi energi setiap jenis kendaraan
c. Nilai kalor bahan bakar
d. Faktor emisi CO2 bahan bakar
e. Faktor emisi CO2 pemakaian listrik
f. Faktor emisi CH4 fermentasi enterik dan manajamen kotoran setiap jenis
ternak
g. Faktor emisi CO2 sampah dan respirasi manusia

Prosedur Analisis Data

Pendekatan Dinamika Sistem


Pendekatan sistem dipakai untuk mengintegrasikan ragam pengetahuan yang
didapat dari beragam metode untuk menyelesaikan masalah yang kompleks dan
dinamis (Purnomo 2012). Pendekatan sistem dapat didefinisikan sebagai suatu
metode dalam mengorganisasi, memberikan prosedur yang efisien untuk
representasi, merencanakan, dan menganalisis suatu sistem yang kompleks dan
dinamik. Metode pendekatan sistem berhubungan erat dengan pertanyaan-
pertanyaan tentang tendensi-tendensi dinamika sistem yang kompleks, yaitu pola-
pola tingkah laku yang diakibatkan oleh sistem itu dengan bertambahnya waktu
(Mukti et al 2014).
Sistem adalah sesuatu yang terdapat di dunia nyata (real word). Oleh karena
itu, pemodelan adalah kegiatan membawa sebuah dunia nyata kedalam dunia tak
nyata tanpa kehilangan sifat-sifat utamanya. Analisis sistem berguna untuk
mendekati permasalahan yang kompleks. Analisis sistem mensyaratkan adanya
dasar pemahaman terhadap sistem tersebut baik sedikit atau banyak sehingga
diperlukan kemampuan untuk memahami fenomena daripada jumlah data yang
tersedia (Purnomo 2012).
Dinamika sistem adalah studi mengenai perubahan sistem menurut waktu
dengan memerhatikan faktor umpan balik. Dinamika sistem lebih sesuai untuk
simulasi-simulasi yang komponen utamanya adalah permasalahan biofisik karena
akar dari dinamika sistem merupakan persamaan-persamaan diferensial yang sesuai
dengan laju perubahan komponen-komponen biofisik. Persamaan tersebut
direpresentasikan sebagai stok (stock) dan aliran (flow) yang merupakan pembentuk
utama konsep dinamika sistem dengan adanya efek umpan balik (Purnomo 2012).
Dalam mempermudah memahami sebuah sistem yang kompleks dan
dinamik maka digunakan suatu permodelan. Model merupakan suatu abstraksi atau
penyederhanaan dari realita atau objek yang dikaji sehingga dapat menggambarkan
struktur dan keterkaitan antara komponen-komponennya serta dapat memberikan
gambaran perilaku keseluruhan model sesuai dengan masukan dan tujuan yang
diinginkan. Prosedur penelitian mengikuti tahapan dari pemodelan dinamika sistem
menurut Purnomo (2012) sebagai berikut :
5

1. Identifikasi isu, tujuan, dan batasan


Identifikasi isu dilakukan untuk mengetahui dan mendefinisikan permasalahan
yang akan dikaji sehingga diketahui manfaat dari pemodelan yang akan dibuat.
Setelah isu ditentukan berikutnya adalah menentukan tujuan dari pemodelan
Tujuan pemodelan dapat dikatakan capaian yang diinginkan dari pembuatan
pemodelan tersebut. Selanjutnya menentukan batasan yaitu ruang lingkup dari
model yang dibentuk atau kejelasan dari apa saja yang termasuk dan tidak
termasuk dalam pemodelan.
2. Konseptualisasi model
Pada tahap ini bertujuan untuk memberikan gambaran keseluruhan sistem yang
akan dimodelkan. Tahapan ini dimulai dengan mengidentifikasi semua
komponen yang termasuk dalam pemodelan. Hubungan antar komponen
digambarkan menggunakan ragam metode berupa diagram sebab-akibat.
Konseptualisasi model dibuat menggunakan Vensim ple x32.
3. Spesifikasi model
Perumusan makna dari diagram berupa persamaan numerik yang dapat
menggambarkan interaksi antar komponennya. Kemudian dibuat kuantifikasi
model dan spesifikasi model dibuat dengan menggunakan software Stella 9.0.2.
Pendugaan serapan CO2 dari tutupan lahan mengacu pada metode perhitungan
IPCC (2006) untuk sektor AFOLU (Agriculture, Forestry and Other Land Use)
sebagai berikut :
Serapan CO2 =Luas areai ×FEi
Keterangan :
Luas areai = Luas area setiap jenis tutupan lahan (ha)
FEi = Faktor emisi setiap jenis tutupan lahan (ton C/ha)
i = Jenis tutupan lahan
Pendugaan emisi pada sektor transportasi menggunakan rumus IPCC (2006)
sebagai berikut :
Emisi CO2 = ∑ Konsumsi BBa × Faktor emisia
a
TJ
Konsumsi BB = Konsumsi energi (l) × Nilai kalor ( )
l
Keterangan :
Konsumsi BBa = Konsumsi bahan bakar (TJ)
Faktor emisia = Faktor emisi jenis bahan bakar (kg /TJ)
a = Jenis bahan bakar
Pendugaan emisi pada sektor peternakan menggunakan rumus IPCC (2006)
sebagai berikut :
NT × FET
CH4 Fermentasi enterik/Manajemen kotoran = ∑
103
T
Keterangan :
CH4 Fermentasi enterik/Manajemen kotoran = Emisi CH4 dari fermentasi enterik atau
manajemen kotoran ternak (ton CH4/th)
NT = Jumlah setiap jenis ternak (ekor/th)
6

FET = Faktor emisi setiap jenis ternak (kg CH4/th)


𝑇 = Jenis ternak
Pendugaan emisi dari pemakaian listrik, sampah, dan respirasi menggunakan
rumus IPCC (2006) sebagai berikut :
Emisi CO2 = DA ×FE
Keterangan :
DA = Data aktivitas dari sumber emisi (jumlah konsumsi listrik, jumlah
sampah, dan jumlah penduduk)
FE = Faktor emisi dari spesifik aktivitas sumber emisi (ton per unit dari DA)
4. Evaluasi model
Evaluasi model yaitu mengamati kelogisan model dan membandingkan antara
perilaku model dengan dunia nyata atau model andal yang serupa.
5. Penggunaan model
Membuat skenario-skenario mitigasi dalam upaya menurunkan emisi CO2.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Identifikasi Isu, Tujuan, dan Batasan

Isu utama yang menjadi dasar penelitian ini adalah besaran konsentrasi gas
rumah kaca (GRK) berupa karbondioksida (CO2) di Kabupaten Bekasi. Pemodelan
yang dibuat bertujuan untuk membangun sebuah model dinamika sistem mengenai
jumlah emisi CO2 dan kemampuan penyerapan CO2 di Kabupaten bekasi serta
mitigasi yang efisien dalam pengurangan emisi CO2 di Kabupaten Bekasi.
Batasan dari model yang dibangun adalah jumlah gas CO2 yang dihitung
mencakup wilayah Kabupaten Bekasi. Basic time unit yang digunakan dalam
penelitian ini adalah tahun. Rentang waktu untuk simulasi selama 20 tahun kedepan
terhitung dari tahun 2014 hingga 2034. Sumber emisi CO2 yang dihitung berasal
dari transportasi, peternakan, sampah rumah tangga, respirasi manusia dan energi
listrik. Sumber serapan CO2 berdasarkan cadangan karbon tiap tutupan lahan di
Kabupaten Bekasi. Pada sektor energi listrik yang termasuk dalam perhitungan
emisi CO2 hanya berasal dari kegiatan penggunaan listrik sehingga kegiatan
penyediaan energi listrik tidak diperhitungkan. Emisi CO2 dari kendaraan tidak
membedakan kendaraan produksi baru dan lama.

Konseptualisasi Model

Model simulasi yang dibangun terdiri dari satu model utama yaitu model
penyerapan emisi CO2 Kabupaten Bekasi dan lima submodel yaitu submodel
serapan CO2, submodel emisi transportasi, submodel emisi listrik, submodel emisi
peternakan, dan submodel emisi manusia. Setiap model memiliki komponen
masing-masing yang dapat mempengaruhi modelnya. Berdasarkan Gambar 2, emisi
sampah, respirasi manusia, pemakaian listrik, kendaraan dan peternakan bersifat
meningkatkan emisi CO2 sedangkan serapan CO2 bersifat mengurangi emisi CO2.
7

Pendugaan serapan CO2 dikembangkan berdasarkan aktivitas perubahan tutupan


lahan di Kabupaten Bekasi. Pada kondisi gas CO2 di Kabupaten Bekasi mengalami
peningkatan maka akan dilakukan upaya untuk dapat menyeimbangi emisi CO2.
Upaya yang dilakukan berupa penanaman yang dapat menambah kemampuan
serapan CO2 di Kabupaten Bekasi, upaya pengolahan sampah dan limbah ternak
yang dapat mengurangi jumlah sampah dan limbah ternak sehingga berdampak
pada pengurangan emisi CO2, dan upaya diversifikasi bahan bakar kendaraan untuk
mengurangi emisi kendaraan. Pada submodel emisi transportasi, peningkatan emisi
kendaraaan dipengaruhi oleh meningkatnya jumlah kendaraan tiap tahunnya.
Pertumbuhan jumlah kendaraan ini sangat dipengaruhi oleh pertumbuhan jumlah
penduduk pada daerah tersebut.
Penanaman seluas +
48000 ha
+ Jumlah serapan CO2
Pengolahan limbah
ternak menjadi biogas tutupan lahan
+ Jumlah kendaraan
-
+ +
-
+
-
- + Jumlah emisi
Jumlah emisi Total Emisi CO2 kendaraan
Jumlah limbah peternakan +
+ -
peternakan +
Jumlah emisi listrik -
+ Jumlah emisi
+ Jumlah emisi Diversifikasi bahan
sampah +
respirasi bakar
+ -
Jumlah ternak + Jumlah pemakaian
listrik
Jumlah sampah

Jumlah penduduk
+ - Pengolahan+ limbah
sampah

Gambar 2 Konsep model dinamika sistem yang dikembangkan

Spesifikasi Model

1. Submodel Serapan CO2


Submodel ini menggambarkan kemampuan serapan CO2 di Kabupaten
Bekasi. Serapan CO2 berdasarkan akumulasi dari daya serap setiap jenis tutupan
lahan terhadap CO2 di Kabupaten Bekasi. Konversi atom karbon ke senyawa
karbondioksida dengan menggunakan perbandingan massa molekul relatif CO2 dan
massa atom relatif C yaitu 3.67. Setiap jenis tutupan lahan memiliki cadangan
karbon masing-masing yang termasuk pada Tabel 1.
8

Tabel 1 Luas area dan daya serap tutupan lahan di Kabupaten Bekasi
Luas area (ha)1 Laju
Cadangan
perubahan
No Jenis tutupan lahan karbon (ton
Tahun Tahun Tahun luasan (%
C/ha/tahun)2
2003 2009 2014 per tahun)
1 Awan 8 0 0 -9.1 0
2 Perkebunan 465 460 0 -9.1 63
3 Permukiman 17 278 18 769 27 777 5.5 1
4 Pertanian lahan kering 12 469 12 020 10 715 -1.3 8
5 Sawah 86 812 85 545 78 255 -1 5
6 Semak/Belukar 37 0 0 -9 15
7 Tambak 9 103 9 399 9 511 0.4 0
8 Tanah terbuka 105 87 20 -7.4 0
9 Tubuh air 861 861 861 0 0
Total 127 140 127 140 127 140
Sumber : 1Badan Planologi Kementerian Kehutanan; 2Santosa 2012 dalam Wibowo 2013

Dinamika penggunaan lahan pada submodel ini dikembangkan berdasarkan


matriks perubahan tutupan lahan Kabupaten Bekasi tahun 2003-2009 dan 2009-
2014 (Lampiran 2 dan 3). Bentuk matriks ini memberikan informasi jumlah luas
perubahan dan bentuk perubahan dari suatu jenis tutupan lahan tertentu menjadi
jenis tutupan lahan lainnnya. Selain itu, perubahan tutupan lahan ditunjukan pada
Gambar 3.

Sumber : : Badan Planologi Kementerian Kehutanan


Gambar 3 Tutupan lahan di Kabupaten Bekasi tahun 2003, 2009, dan 2014

Berdasarkan matriks dan Gambar 3 dapat diketahui pada periode tahun 2003
sampai 2009 jenis tutupan lahan yang paling banyak mengalami penurunan adalah
jenis tutupan lahan sawah dan pertanian lahan kering sebesar 1 276 ha dan 450 ha.
9

Jenis tutupan lahan semak, tanah terbuka, dan perkebunan mengalami penurunan
sebesar 37 ha, 18 ha, dan 5 ha. Sedangkan jenis tutupan lahan permukiman dan
tambak mengalami peningkatan sebesar 1 491 ha dan 295 ha. Jenis tutupan lahan
sawah, pertanian lahan kering dan semak paling banyak berubah menjadi
permukiman. Selain itu, lahan sawah juga berubah menjadi pertanian lahan kering
dan tambak sebesar 181 ha dan 295 ha. Pertanian lahan kering selain berubah
menjadi permukiman juga berubah menjadi sawah. Tanah terbuka berubah menjadi
sawah sebesar 18 ha. Perubahan jenis tutupan lahan paling banyak terjadi pada
lahan sawah menjadi permukiman yaitu 962 ha dan yang paling sedikit terjadi pada
lahan perkebunan menjadi sawah sebesar 5 ha.
Pada periode tahun 2009 sampai 2014 jenis tutupan lahan yang paling banyak
mengalami penurunan adalah jenis tutupan lahan sawah dan pertanian lahan kering
sebesar 7 289 ha dan 1 304 ha. Jenis tutupan perkebunan dan tanah terbuka
mengalami penurunan sebesar 460 ha dan 67 ha. Sedangkan jenis tutupan lahan
permukiman dan tambak mengalami peningkatan sebesar 9 008 ha dan 113 ha .
Pola perubahan lahan sama dengan perubahan pada periode 2003 sampai 2009
namun dengan jumlah perubahan yang lebih besar. Pada periode ini lahan
perkebunan juga berubah menjadi pertanian lahan kering sebesar 422 ha dan tanah
terbuka berubah menjadi permukiman sebesar 67 ha. Perubahan tutupan lahan
paling banyak terjadi pada sawah menjadi permkiman sebesar 7 179 ha dan yang
paling sedikit terjadi pada pertanian lahan kering menjadi tambak sebesar 29 ha.
Pada submodel ini laju perubahan masing – masing jenis tutupan lahan
mempengaruhi luasan setiap tutupan lahan tersebut sehingga dapat berpengaruh
terhadap serapan CO2 yang dihasilkan dan perhitungan persentase laju perubahan
tutupan lahan tidak mengubah luas total area Kabupaten Bekasi. Jenis tutupan lahan
yang termasuk dalam submodel adalah permukiman, pertanian lahan kering, sawah,
tanah terbuka, tambak, dan tubuh air sedangkan semak dan perkebunan tidak
termasuk pada model karena pada tahun 2014 kedua jenis tutupan lahan tersebut
tidak memiliki luasan. Konsep submodel serapan CO2 dapat dilihat pada Gambar 4.

Model Serapan CO2


laju tb

Tanah Terbuka Tambak


Permukiman Sawah Pertanian lahan kering
out tb 1
out swh 2 out tb2 out swh 1

Permukiman Sawah
laju swh
out pmk 1
laju out swh 3
permukiman Serapan CO2
out plk1
cadangan karbon cadangan karbon
out plk 2 permukiman pertanian lahan
out plk 3 kering
cadangan karbon
sawah
Pertanian lahan kering
out pmk 2
Tubuh air

laju plk

Gambar 4 Submodel serapan CO2


10

Gambar 5 Hasil simulasi serapan CO2 tutupan lahan


Berdasarkan Gambar 5 tutupan lahan di Kabupaten Bekasi dapat menyimpan
karbon sebesar 526 202 ton C atau setara dengan menyerap CO2 sebesar 1 852 513
ton CO2eq pada tahun 2014 dan mengalami penurunan hingga 1 604 377 ton CO2eq
pada tahun 2034.
2. Submodel Emisi Transportasi
Emisi CO2 transportasi pada submodel ini hanya bersumber dari kendaraan
darat yang terbagi dalam lima kategori yaitu mobil penumpang, bus, truk, alat berat,
dan sepeda motor. Pada submodel ini diasumsikan jenis bahan bakar yang dipakai
oleh kendaraan yaitu gasoline dan solar. Mobil penumpang dan sepeda motor
termasuk dalam jenis kendaraan yang memakai bahan bakar gasoline sedangkan
jenis kendaraan yang memakai solar yaitu bus, truk, dan alat berat. Laju
pertumbuhan jumlah kendaraan dipengaruhi oleh laju pertumbuhan penduduk
terutama pada moda transportasi kendaraan pribadi. Berdasarkan data yang
diperoleh laju pertumbuhan kendaraan meningkat setiap tahun sebesar 14.29 %.
Konsumsi energi setiap jenis kendaraan memiliki besaran masing-masing yang
dapat mempengaruhi besarnya emisi CO2 yang dihasilkan. Selain itu, nilai kalor
dan faktor emisi jenis bahan bakar juga berpengaruh terhadap perhitungan emisi
kendaraan. Spesifikasi submodel kendaraan dapat dilihat pada Tabel 2 dan konsep
submodel ini dapat dilhat pada Gambar 6.

Tabel 2 Spesifikasi submodel transportasi dan jumlah kendaraan tahun 2014


Konsumsi Faktor
Nilai kalor
Jumlah unit energi emisi CO2
No Jenis kendaraan (TJ/lt)3
tahun 20141 (Liter/tahun/ (kg/TJ)3
unit)2
1 Mobil 124 435 1 710 33. 10-6 69 300
penumpang
2 Bus 2 679 9 450 36. 10-6 74 100
3 Truk 38 205 16 200 36. 10-6 74 100
4 Alat berat 12 9 518.4 36. 10-6 74 100
5 Sepeda motor 1 044 630 532.8 33. 10-6 69 300
Sumber : 1SAMSAT Kab. Bekasi [diolah], 2c
Boedoyo 2004 dan Sugiyono 2012 [diolah], 3KLH
2012
11

Emisi Transportasi

Jml mobil penumpang


konsumsi bb mobil
penumpang
nilai kalor gasoline

Mobil penumpang
f aktor emisi Jml Truck
gasoline
emisi mobil
penumpang
truck
faktor emisi solar
Jmlh penduduk konsumsi bb Laju kendaraan
sepeda motor
emisi truck
konsumsi bb truck
nilai kalor gasoline

Jml sepeda motor


emisi sepeda motor nilai kalor solar

emisi kendaraan

sepeda motor
f aktor emisi solar
faktor emisi
emisi alat berat konsumsi bb Jml alat berat
gasoline
alat berat
Jml bus
emisi bus
faktor emisi solar alat berat

nilai kalor solar


bus konsumsi bb bus

nilai kalor solar

Gambar 6 Submodel emisi CO2 dari kendaraan

Gambar 7 Hasil simulasi emisi CO2 kendaraan

Gambar 7 menunjukkan emisi CO2 yang dihasilkan dari sektor transportasi


di Kabupaten Bekasi mengalami kenaikan pada tahun awal simulasi sebesar 3 478
328 ton CO2 dan meningkat menjadi 5 710 011 ton CO2 pada tahun akhir simulasi.
3. Submodel Emisi Listrik
Emisi listrik dihasilkan dari pemakaian energi listrik yang dibedakan menjadi
enam golongan pelanggan berdasarkan tarifnya yaitu sosial, rumah tangga, bisnis,
industri, pemerintah, dan lain-lain. Berdasarkan Tabel 3 golongan pelanggan yang
paling besar mengkonsumsi energi listrik adalah industri sebesar 4 341 357 411
KWH pada tahun 2014. Jumlah pemakaian listrik di Kabupaten Bekasi mengalami
kenaikan tiap tahunnya dengan laju rata-rata penggunaan listrik sebesar 8.72 %.
Menurut Wulandari (2013) nilai faktor emisi CO2 dari penggunaan listrik sebesar
12

0.000586 ton CO2/KWH. Konsep submodel emisi listrik dapat dilihat pada Gambar
8.
Tabel 3 Jenis pelanggan dan jumlah pemakaian listrik tahun 2014

Jumlah pemakaian tahun 2014


No Jenis Pelanggan
(KWH)
1 Sosial 71 390 000
2 Rumah tangga 1 271 664 399
3 Bisnis 554 246 555
4 Industri 4 341 357 411
5 Pemerintah 53 333 707
6 Lain-lain 130 065 793
Sumber : PLN APJ Bekasi (2014) [Diolah]
Emisi CO2 listrik

Sosial Lainlain

Up sosial Up lainlain

Pemerintah
Rumah tangga

Up pemerintah
Up rumah tangga
Laju pemakaian
Industri
Bisnis

Up industri
Up bisnis
Emisi listrik

FE

Gambar 8 Submodel emisi CO2 dari pemakaian listrik

Gambar 9 Hasil simulasi emisi CO2 pemakaian listrik


Berdasarkan Gambar 9 emisi CO2 yang dihasilkan dari penggunaan energi
listrik meningkat setiap tahunnya pada tahun 2014 emisi yang dihasilkan 3 763 326
ton CO2 dan pada tahun 2034 emisi yang dihasilkan sebesar 7 923 844 ton CO2.
13

4. Submodel Emisi Peternakan


Submodel ini meggambarkan emisi peternakan yang berasal dari fermentasi
enterik dan pengelolaan kotoran ternak. Fermentasi enterik merupakan proses
pemecahan karbohidrat menjadi molekul sederhana oleh mikroorganisme yang
diserap kedalam aliran darah. Hasil samping yang memiliki komposisi terbanyak
dari fermentasi enterik berupa metana. Fermentasi enterik terjadi pada ternak
mamah biak ruminansia (sapi, kerbau, kambing, domba ) dan ternak non ruminansia
(kuda, babi). Manur yang terdiri dari feses dan urin memiliki potensi untuk
mengemisikan gas metana selama proses penyimpanan, pengolahan, dan
pemupukan/pengendapan.
Konversi metana ke karbondioksida menggunakan indeks Global Warming
Potential (GWP). Indeks GWP tersebut mencerminkan potensi setiap komponen
GRK untuk menyebabkan pemanasan global berdasarkan tekanan radiasi dan
lamanya gas-gas tersebut di atmosfer sesuai dengan waktu yang ditentukan.
Menurut IPCC (2014) indeks GWP untuk CH4 adalah 28 dengan lamanya gas CH4
di atmosfer selama 100 tahun. Nilai satu GWP sama dengan satu karbondioksida
sehingga pengali untuk CH4 sebesar 28.
Populasi setiap jenis ternak dan unggas menjadi state variable yang
peningkatan dan penurunan populasinya dipengaruhi oleh laju masing-masing.
Emisi fermentasi enterik dan pengelolaan kotoran dipengaruhi oleh populasi ternak
dan faktor emisi masing-masing. Spesifikasi submodel peternakan dapat dilihat
pada Tabel 4.

Tabel 4. Populasi ternak tahun 2014 dan faktor emisi fermentasi enterik dan
manajemen kotoran
Faktor
Populasi Laju emisi Faktor emisi
ternak dan rata-rata metana metana
Jenis ternak
No unggas populasi fermentasi manajemen
dan unggas
2014 (% per enterik (kg kotoran (kg
(Ekor)1 tahun) CH4/ekor/t CH4/ekor/tahun)2
ahun)2
1 Sapi potong 22 354 5.03 44 2
2 Sapi perah 62 8.00 56 27
3 Kerbau 836 (-22.03) 55 3
4 Kuda 66 (-2.55) 18 2.2
5 Kambing 133 038 5.06 5 0.22
6 Domba 259 058 4.33 5 0.21
7 Babi 202 49.94 1 7
8 Unggas 4 116 438 0.36 - 0.023
Sumber : 1BPS (2015); 2Qurimanasari E (2011)
Konsep submodel peternakan dapat dilihat pada Gambar 10. Berdasarkan
Gambar 11 emisi yang dihasilkan dari sektor peternakan pada awal tahun simulasi
sebesar 90 263 ton CO2eq dan meningkat hingga tahun terakhir simulasi sebesar
370 053 ton CO2eq.
14

Emisi Peternakan

Kerbau
FE PK sapi potong
Laju kerbau
Kuda
Sapi potong
FE F kuda Laju kuda
Out kerbau
Emisi PK sapi potong FE F kerbau

Emisi PK kerbau Out kuda


up sapi potong Emisi F kuda
FE PK kerbau
FE F
Emisi F kerbau FE PK kuda
Laju sapi potong sapi potong Emisi F
sapi potong Emisi PK kuda

Emisi F domba
FE PK sapi perah

Laju domba Domba


Laju sapi perah Sapi perah FE F domba
Emisi PK
sapi perah
Emisi PK Up domba
Up sapi perah
domba
Emisi f ermentasi
Emisi F sapi perah Emisi peternakan Emisi pengelolaan
enterik
kotoran
FE PK domba

FE F sapi perah
Unggas

Emisi PK unggas
FE F kambing
Emisi PK babi
Up unggas
Kambing Emisi F babi
Emisi F kambing
FE PK babi FE PK unggas
Babi Laju unggas
Up kambing FE F babi

Emisi PK kambing
FE PK up babi
Laju kambing kambing

Laju babi

Gambar 10 Submodel emisi CO2 dari peternakan

Gambar 11 Hasil simulasi emisi CO2 dari peternakan

5. Submodel Emisi Manusia


Submodel ini menggambarkan besaran emisi CO2 yang dihasilkan dari
aktivitas manusia berupa produksi sampah tiap jiwa dan respirasi manusia. Jumlah
penduduk pada model ini sebagai state variable yang dipengaruhi oleh
pertumbuhan penduduk. Berdasarkan data jumlah penduduk yang diperoleh pada
Tabel 5, laju pertumbuhan penduduk di Kabupaten Bekasi meningkat sebesar
4.42 % per tahun. Menurut Suprihatin (2008) rata-rata produksi sampah di
Jabodetabek adalah 0.214 ton/jiwa/tahun. Perhitungan emisi sampah dipengaruhi
oleh produksi sampah per jiwa dan faktor emisi sampah sedangkan emisi respirasi
dipengaruhi oleh produksi CO2 dari respirasi per jiwa. Menurut Rushayati (2012)
faktor emisi CO2 sampah sebesar 2.56 ton CO2/tahun dan produksi CO2 dari
respirasi manusia adalah 0.365 ton CO2/jiwa/tahun. Konsep submodel emisi
manusia dapat dilihat pada Gambar 12.
15

Tabel 5. Jumlah penduduk Kabupaten Bekasi


No Tahun Jumlah penduduk (jiwa)
1 2010 2 629 551
2 2011 2 753 961
3 2012 2 786 638
4 2013 3 002 112
5 2014 3 122 698
Sumber : BPS (2015)

Emisi Manusia

Faktor emisi
Faktor emisi Emisi CO2 sampah
respirasi manusia
Emisi sampah
Emisi respirasi

Jmlh penduduk
Jumlah sampah

Pertumbuhan
penduduk

Laju pertumbuhan
penduduk

Gambar 12 Submodel emisi CO2 manusia

Gambar 13 Hasil simulasi emisi CO2 manusia


Berdasarkan Gambar 13 emisi CO2 yang dihasilkan dari sampah dan
respirasi penduduk meningkat setiap tahunnya pada tahun awal simulasi emisi yang
dihasilkan sebesar 2 850 524 ton CO2 dan pada tahun terakhir simulasi sebesar
6 744 265 ton CO2.
6. Model Penyerapan Emisi CO2 Kabupaten Bekasi
Model utama ini menggambarkan besaran gas CO2 di Kabupaten Bekasi yang
diperoleh berdasarkan selisih dari total emisi dengan serapan CO2 di Kabupaten
Bekasi sehingga variabel CO2 Kabupaten Bekasi merupakan sisa emisi yang tidak
dapat diserap. Total emisi CO2 dipengaruh oleh emisi setiap sektornya yang
terakumulasi ke dalam variabel emisi CO2 sehingga variabel ini disebut auxilary
16

variable sedangkan variabel emisi setiap sektor dan variabel serapan CO2 disebut
driving variable karena mempengaruhi variabel Besaran CO2 Kab Bekasi tetapi
tidak berlaku sebaliknya. Konsep model ini dapat dilihat pada Gambar 14.

Model CO2 Kab Bekasi

Emisi listrik
emisi kendaraan Serapan CO2

CO2
Emisi CO2
Kab Bekasi

Emisi CO2
penduduk

Emisi peternakan

Gambar 14 Model CO2 Kabupaten Bekasi

Gambar 15 Hasil simulasi model CO2 Kabupaten Bekasi


Gambar 15 menyajikan hasil besaran CO2 Kabupaten Bekasi sekitar 8.3
juta ton CO2 pada tahun 2014 dan meningkat hingga 19 juta ton CO2 pada tahun
2034.

Evaluasi Model

Evaluasi model dilakukan untuk melihat kelogisan model dan kesesuaiannya


dengan konsep yang telah dibuat dan dunia nyata. Terdapat tiga tahapan dalam
mengevaluasi model yaitu mengamati kelogisan keseluruhan model, mengamati
perilaku model dengan kesesuain perkiraan konsep model, dan membadingkan
perilaku model dengan data aktual atau membandingkan dengan model andal yang
serupa (Purnomo 2012). Tahap pertama dan kedua dilakukan dengan mengambil
contoh emisi CO2 sampah. Evaluasi tersebut dapat dilihat pada Tabel 6, Hubungan
antara jumlah penduduk dengan jumlah sampah dan emisi sampah yang dihasilkan.
Berdasarkan tabel tersebut semakin besar jumlah penduduk akan meningkatkan
17

jumlah sampah yang dihasilkan tiap tahunnya dan emisi yang berasal dari sampah
juga akan meningkat. Hal ini sesuai dengan konseptual yang telah direncanakan
maka model dapat dikatakan logis.

Tabel 6 Hubungan antara jumlah penduduk, jumlah sampah, dan emisi sampah
Jumlah Jumlah Emisi
Tahun
penduduk (jiwa) sampah (ton) Sampah (ton CO2)
2014 3 122 698 668 257 1 710 739
2015 3 260 097 697 661 1 786 011
2016 3 403 541 728 405 1 864 596
2017 3 553 297 760 405 1 946 638
2018 3 709 642 793 863 2 032 290
Sumber: Hasil simulasi

Tahap ketiga dilakukan dengan membandingkan hasil simulasi dengan hasil


model lain. Pengujian pada tahap ini dilakukan pada emisi CO2 yang berasal dari
respirasi manusia dan emisi CO2 dari konsumsi bahan bakar pada sektor kendaraan.
Hasil perbandingan simulasi pada emisi respirasi dapat dilihat pada Tabel 7.
Berdasarkan Tabel 7 emisi respirasi Kabupaten Bekasi dibandingkan dengan emisi
respirasi Kota Medan. Emisi respirasi yang diperoleh dari hasil simulasi lebih besar
daripada hasil penelitian pembanding dikarenakan jumlah penduduk Kabupaten
Bekasi lebih besar daripada Kota Medan dengan perbandingan jumlah penduduk
dan emisi yang dihasilkan sekitar 1 : 13. Pada tahun proyeksi 2020 jumlah
penduduk di Kabupaten Bekasi sebesar 4 043 272 jiwa dengan hasil emisi respirasi
yaitu 1 475 794 ton CO2 sedangkan pada Kota Medan sebesar 294 355 jiwa dengan
hasil emisi respirasi yaitu 102 111 ton CO2.

Tabel 7 Perbandingan hasil simulasi emisi respirasi Kabupaten Bekasi dengan Kota
Medan
Jumlah penduduk (jiwa) Emisi respirasi (ton CO2)
Tahun a b
Kab Bekasi Kota Medan Kab Bekasia Kota Medanb
2020 4 043 272 294 355 1 475 794 102 111
2030 6 219 249 324 829 2 270 026 112 682
Sumber : aHasil simulasi; bGratimah 2009

Hasil perbandingan simulasi pada emisi kendaraan dapat dilihat pada Tabel
8. Berdasarkan Tabel 8 emisi yang dihasilkan dari penggunaan bahan bakar pada
Kabupaten Bekasi lebih besar daripada Kota Medan karena jumlah konsumsi bahan
bakar di Kabupaten Bekasi lebih besar dari Kota Medan. Perbandingan konsumsi
bahan bakar dan emisinya pada Kabupaten Bekasi dengan Kota Medan sekitar 1 :
6. Pada tahun proyeksi 2020 konsumsi bahan bakar untuk sektor kendaraan di
Kabupaten Bekasi sebesar 1.5 triliun liter dengan emisi sebesar 3.9 juta ton CO2
sedangkan pada Kota Medan jumlah konsumsi bahan bakar sebesar 267 juta liter
dengan emisi bahan bakar sebesar 659 ribu ton CO2.
18

Tabel 8 Perbandingan hasil simulasi emisi kendaraan Kabupaten Bekasi dengan


Kota Medan berdasarkan bahan bakar
Konsumsi bahan bakar (liter) Emisi kendaraan (ton CO2)
Tahun a b
Kab Bekasi Kota Medan Kab Bekasia Kota Medanb
2020 1 596 559 897 267 445 066 3 901 995 659 448
2030 2 071 418 231 307 993 917 4 997 459 726 719
Sumber : aHasil simulasi; bGratimah 2009

Pengujian tahap ini juga dilakukan dengan membandingkan data hasil


simulasi emisi peternakan yang dihasilkan dari fermentasi enterik ternak dan
manajemen manur. Hasil simulasi tahun 2014 dibandingkan dengan hasil penelitian
lain tahun 2008 (Qurimanasari 2011) di lokasi yang sama yaitu Kabupaten Bekasi.
Berdasarkan pada Tabel 9, jumlah ternak di Kabupaten Bekasi mengalami
peningkatan sehingga emisi peternakan yang diperoleh dari hasil simulasi lebih
besar daripada hasil penelitian pembanding dikarenakan jumlah ternak yang lebih
banyak.
Pada tahun 2014 jumlah ternak di Kabupaten Bekasi sebesar 4 532 054 ekor
dengan emisi yang dihasilkan 3 224 ton CH4 setara dengan 90 263 ton CO2eq
sedangkan pada tahun 2008 jumlah ternak sebesar 3 937 564 ekor dengan emisi
yang dihasilkan 2 560 ton CH4 setara dengan 71 680 ton CO2eq. Pola peningkatan
jumlah ternak di Kabupaten Bekasi akan meningkatkan emisi yang dihasilkannya
sehingga dapat dikatakan hasil simulasi pemodelan yang diperoleh memiliki relasi
yang logis jika dibandingkan dengan hasil penelitian pembanding pada lokasi yang
sama.

Tabel 9 Perbandingan emisi peternakan hasil simulasi dengan penelitian lain

No Uraian Data simulasia Data penelitian lainb

1 Lokasi penelitian Kabupaten Bekasi Kabupaten Bekasi


2 Tahun simulasi 2014 2008
3 Jumlah ternak (ekor) 4 532 054 3 937 564
Emisi peternakan
4 90 263 71 680
(ton CO2eq)
Sumber : aHasil simulasi; bQurimanasari E 2011

Penggunaan Model

Kondisi awal atau business as usual (BAU) emisi CO2 Kabupaten Bekasi
Pada kondisi awal atau business as usual (BAU) serapan CO2 yang dihasilkan
dari tutupan lahan di Kabupaten Bekasi sebesar 1 852 513 ton CO2eq pada tahun
2014 dan menurun hingga 1 604 377 ton CO2eq pada tahun 2034. Emisi total
Kabupaten Bekasi sebesar 10 182 441 ton CO2 pada tahun 2014 dan meningkat
sebesar 20 748 173 ton CO2 pada tahun 2034 sehingga kemampuan serapan CO2
di Kabupaten Bekasi hanya dapat mengurangi emisi sekitar 18 % pada tahun 2014
19

dan menurun menjadi 8 % pada tahun 2034. Hasil perbandingan antara besarnya
emisi CO2 dengan serapan CO2 Kabupaten Bekasi dapat dilihat pada Gambar 16.

Gambar 16 Perbandingan emisi dan serapan CO2 kondisi BAU. Emisi


CO2, CO2 Kab Bekasi, Serapan CO2.
Sisa emisi yang tidak dapat diserap perlu dilakukan tindakan untuk
menguranginya melalui skenario mitigasi. Skenario mitigasi yang akan
dikembangkan adalah pengolahan sampah dengan, pengolahan limbah peternakan
menjadi biogas, diversifikasi bahan bakar, dan penanaman.

Skenario 1 : Diversifikasi bahan bakar


Berkembangnya perekonomian akan berdampak signifikan terhadap naiknya
konsumsi bahan bakar minyak untuk sektor transportasi mengingat sektor tersebut
adalah salah satu penunjang sektor industri. Konsumsi energi pada sektor
transportasi di Indonesia terus mengalami peningkatan dari tahun 2000 sebesar 139
juta SBM (Setara Barrel Minyak) menjadi 324 juta SBM pada tahun 2013 atau
setara dengan peningkatan 6.7% tiap tahunnya (Supriadi et al 2015). Diperkirakan
cadangan minyak bumi hanya dapat bertahan sampai lima belas tahun mendatang
sementara potensi gas alam di Indonesia saat ini mencapai lima kali cadangan
minyak bumi Indonesia yang dapat digunakan hingga empat puluh enam tahun
kedepan. Dengan kebutuhan energi yang terus meningkat dan kondisi cadangan
minyak bumi yang semakin menipis diperlukan alternatif bahan bakar lain untuk
memenuhi kebutuhan energi tersebut dan bersifat ramah lingkungan untuk
mengurangi emisi yang dihasilkan dari sektor transportasi.
Bahan bakar gas memiliki peluang untuk menjadi alternatif pengganti bahan
bakar minyak selain sumberdaya gas yang masih relatif besar penggunaan gas bumi
juga lebih murah daripada minyak bumi. Pada sektor transportasi bahan bakar gas
yang dapat digunakan adalah CNG (Compressed natural gas), LPG (Liquefied
petroleum gas), dan LNG (Liquefued natural gas) Energi terbarukan lainnya seperti
biodiesel dan bioethanol yang terbuat dari produk pertanian dapat digunakan dalam
menggantikan bahan bakar berupa solar dan premium.
Pada skenario ini dilakukan substitusi bahan bakar minyak dengan CNG
untuk mobil penumpang, LPG untuk sepeda motor, dan biodiesel untuk kendaraan
truck, alat berat, dan bus. Substitusi ini diterapkan pada 10 % dari unit kendaraan
berbahan bakar gasoline dan solar. Penggunaan energi bahan bakar gas CNG lebih
20

efisien sampai dengan 10% dibanding dengan bahan bakar gasoline (Homzah 2015).
Menurut Anton (2013) dalam penelitiannya konsumsi bahan bakar LPG lebih kecil
18% daripada premium dalam pengujian jarak tempuh 5 km. Konsumsi dari
penggunaan biodiesel pada beban tinggi yaitu 80% dapat menghemat 0.8% dari
penggunaan solar (Bhikuning 2014). Faktor emisi untuk CNG, LPG, dan biodiesel
masing-masing adalah 56 100 Kg/TJ, 63 100 Kg/TJ, dan 70 800 Kg/TJ (IPCC 2006).

Gambar 17 Hasil simulasi skenario pada emisi kendaraan. Emisi kendaraan


BAU, Emisi kendaraan skenario.
Penggunaan bahan bakar ramah lingkungan untuk mengganti bahan bakar
minyak dapat menurunkan emisi GRK yang dihasilkan oleh sektor transportasi.
Berdasarkan hasil simulasi pada Gambar 17, emisi kendaraan mengalami
penurunan 10-70 % emisi yang dihasilkan dari transportasi selama tahun simulasi.
Emisi CO2 yang dihasilkan kendaraan pada tahun 2034 sekitar 5.7 juta ton CO2 dan
setelah diterapkan skenario emisi menurun menjadi 1.7 juta ton CO2.
Pada skenario ini juga dilakukan penggantian energi untuk pembangkit listrik
mengingat di jaman modern ini pemakaian energi listrik telah menjadi kebutuhan
sehari-hari sehingga permintaan terhadap energi listrik juga akan terus meningkat.
Energi listrik yang dihasilkan dari penggunaan bahan bakar fosill dan minyak akan
menyebabkan peningkatan pada suhu atmosfer bumi. Pada tahun 2014, produksi
energi primer listrik masih didominasi oleh bahan bakar batu bara sebesar 52,6%
(PLN 2014). Penggunaan batu bara sebagai bahan bakar pembangkitan listrik
memiliki faktor emisi GRK tertinggi dibandingkan penggunaan bahan bakar lain.
Pada skenario ini diterapkan pemanfaatan tenaga surya untuk pembangkitan listrik.
Satu modul surya dapat mensuplai beban sebesar 1 600 watt dengan tingkat insolasi
matahari yang diterima oleh modul adalah tingkat insolasi terendah yaitu 3.91 jam
maka energi yang dapat dihasilkan oleh modul surya sebesar 6 256 wh selama satu
hari (Bien LE et al 2008). Pembangunan pembangkit tenaga surya (PLTS) ini
diasumsikan untuk pemenuhan 50% dari konsumsi listrik pelanggan rumah tangga
dan pemerintah.
21

Gambar 18 Hasil simulasi skenario pada emisi listrik. Emisi listrik BAU,
Emisi listrik skenario.
Berdasarkan Gambar 18, emisi listrik mengalami penurunan sebesar 7.4%
setiap tahunnya setelah skenario pada tahun 2034 sebesar 7 923 844 ton CO2 dan
menurun setelah diterapkannya skenario menjadi 7 334 406 juta ton CO2.

Skenario 2 : Pengolahan sampah


Pengolahan sampah di TPA Burangkeng saat ini menurut RPJMD Kabupaten
Bekasi 2015 masih menggunakan sistem open dumping. Sistem tersebut belum
optimal dalam mengurangi jumlah sampah yang terus meningkat di TPA
Burangkeng. Skenario penurunan emisi dari sampah dilakukan dengan menerapkan
konsep zero waste. Pada konsep zero waste sampah akan diolah menjadi kompos,
listrik, dan biogas. Menurut Setiyono (2002) komposisi sampah di Kabupaten
Bekasi 73% didominasi oleh sampah organik dan 27% berupa sampah anorganik.
Menurut Suprihatin (2008) pengomposan pada kondisi optimum dapat
mereduksi volume bahan baku sebesar 50-70%. Pada skenario ini diterapkan 75%
sampah penduduk diolah menjadi produk. Pada kasus PLTSa Bantargebang 700 ton
sampah dapat menghasilkan produk listrik sebanyak 182 MW / hari (Widyaputri
2014). Setiap ton sampah organik dapat diolah menjadi biogas yang menghasilkan
140 – 200 m3 biogas (Sudrajat 2006 diacu dalam Fatimah 2005).

Gambar 19 Hasil simulasi skenario pengolahan sampah. Emisi sampah BAU,


Emisi sampah skenario.
22

Berdasarkan hasil simulasi pada Gambar 19, pengolahan sampah dengan


konsep zero waste dapat mengurangi 90.5 % emisi manusia yang dihasilkan dari
sampah tiap tahunnya. Pada tahun 2034 emisi sampah sebelum skenario diterapkan
sebesar 4 047 564 ton CO2 dan menurun setelah skenario diterapkan menjadi 384
158 ton CO2. Produk yang dihasilkan dari pengolahan sampah di tahun 2017 adalah
138 774 ton kompos, 76 117 MW listrik, dan 19.4 juta m3 biogas. Produk-produk
ini akan meningkat setiap tahunnya mengikuti jumlah peningkatan sampah yang
ada.

Skenario 3 : Pengolahan limbah peternakan menjadi biogas


Limbah peternakan memiliki potensi untuk dijadikan produk biogas selain
itu dengan dilakukannya pengolahan terhadap limbah peternakan dapat ikut serta
menurunkan emisi GRK. Feses ternak ruminansia sangat baik untuk dijadikan
bahan pembuatan biogas disebabkan terdapatnya sistem pencernaan khusus pada
ternak ruminansia. Biogas yang dihasilkan oleh sapi perah memiliki nilai kalor
paling tinggi dibandingkan dari ternak lain oleh karena itu sapi perah sangat
potensial dalam menghasilkan biogas. Rata-rata setiap satu ekor sapi menghasilkan
20 kg feses dan urin. Produksi gas per kilogram kotoran ternak sapi menghasilkan
0.023 – 0.040 m3 biogas (Setyati 2012). Skenario ini menerapkan kotoran ternak
yang dihasilkan oleh ternak ruminansia atau enterik diolah menjadi biogas.

Gambar 20 Hasil simulasi skenario emisi peternakan. Emisi peternakan BAU,


Emisi peternakan skenario.
Pengolahan kotoran ternak menjadi biogas berpengaruh terhadap emisi
peternakan yang dihasilkan. Berdasarkan hasil simulasi yang terlihat pada Gambar
20, emisi peternakan setelah diterapkannya skenario dapat mengurangi emisi
sebesar 60 %. Pada tahun 2034 emisi peternakan yang dihasilkan sebesar 370 053
ton CO2 eq dan setelah diterapkan skenario emisi peternakan berkurang menjadi
149 021 ton CO2 eq. Penurunan emisi peternakan ini tidak telalu signifikan karena
kotoran ternak yang diolah menjadi biogas hanya ternak ruminansia selain itu emisi
peternakan juga bersumber dari gas CH4 yang dikeluarkan akibat proses fermentasi
enterik melalui eruksi/sendawa dan pernapasan.
Pada tahun 2014 biogas yang diproduksi sebanyak 16 juta m3 dan meningkat
tiap tahunnya seiring dengan meningkatnya jumlah ternak. Biogas dapat dijadikan
sebagai pengganti bahan bakar lain seperti LPG, minyak solar, dan bensin dengan
perbandingan 1 m3 biogas setara dengan 0.46 kg LPG. 0.52 liter minyak solar, dan
23

0.80 liter bensin (Wahyuni 2009 diacu dalam Salamah 2012) sehingga pada tahun
2014 elpiji yang dihasilkan dari biogas sebesar 7.36 juta kg LPG.

Skenario 4 : Penanaman
Pada skenario ini dilakukan upaya dalam menambah serapan CO2 di
Kabupaten Bekasi yaitu dengan penanaman. Program penanaman dilakukan dengan
mempertimbangkan pemberdayaan masyarakat serta mengikutsertakan industri
yang merupakan salah satu penyumbang emisi CO2 di Kabupaten Bekasi. Tutupan
lahan pertanian lahan kering di Kabupaten Bekasi dapat dimanfaatkan sebagai areal
penanaman dengan konsep berupa agroforestry. Diasumsikan dengan luas satu
hektar lahan akan ditanami 400 pohon dan diselingi tanaman pertanian lahan kering.
Luas lahan yang akan dijadikan agroforestry seluas 500 ha/tahun dari luas lahan
pertanian kering yang ada dan serapan CO2 pada sistem agroforestry sebesar 288,79
ton CO2/ha (Adinugroho 2013). Selain itu, direncanakan penanaman dibebankan
kepada industri dengan luasan penanaman sebesar 45 ha tiap unit. Terdapat 891 unit
industri sedang dan besar yang ada di Kabupaten Bekasi pada tahun 2013 menurut
Badan Pusat Statistika. Penanaman tersebut dilaksanakan secara tiga tahap pada
tahun 2017, 2022, dan 2027 yang setiap tahapnya penanaman dilakukan oleh 297
unit industri sehingga setiap tahap penanaman dilakukan pada lahan seluas 13 365
ha. Menurut Dahlan (2007) satu unit pohon yang termasuk dalam kelompok jenis
pohon berdaya serap CO2 agak tinggi dapat menyerap emisi CO2 rata-rata sebesar
0.306 ton CO2/pohon/tahun. Salah satu pohon yang termasuk dalam golongan
berdaya serap CO2 agak tinggi adalah pohon mahoni (Swietenia macropyhlla).

Gambar 21 Hasil simulasi skenario penanaman. Serapan CO2 BAU,


Serapan CO2 skenario.
Berdasarkan hasil simulasi yang terdapat pada Gambar 21, skenario yang
diterapkan mampu meningkatkan serapan CO2 dimulai pada tahun 2017 hingga
2034. Jumlah peningkatan serapan CO2 bervariasi dikarenakan penanaman yang
dilakukan secara tiga tahap. Pada tahun terakhir simulasi serapan CO2 sebelum
diterapkan skenario sebesar 1 604 376 ton CO2 dan meningkat setelah
diterapkannya skenario yaitu 8 759 425 ton CO2.
24

Mitigasi Emisi CO2 Kabupaten Bekasi


Mitigasi emisi CO2 di Kabupaten bekasi dilakukan dengan
mengkombinasikan keempat skenario diatas. Perbandingan emisi CO2 skenario
dengan kondisi BAU dapat dilihat pada Gambar 22 dan jumlah reduksi emisi CO2
dari skenario dapat dilihat pada Tabel 8.

PERBANDINGAN EMISI CO2 BAU DENGAN SKENARIO


21.000.000
16.000.000
11.000.000
TON CO2

6.000.000
1.000.000
2014
2015
2016
2017
2018
2019
2020
2021
2022
2023
2024
2025
2026
2027
2028
2029
2030
2031
2032
2033
2034
TAHUN

CO2 BAU CO2 Skenario diversifikasi bahan bakar


CO2 Skenario pengolahan sampah CO2 Skenario pengolahan limbah ternak
CO2 skenario penanaman CO2 Semua skenario

Gambar 22 Perbandingan CO2 BAU dengan skenario

Tabel 10 Sisa emisi dan jumlah reduksi emisi CO2 dari skenario

Sisa Emisi (ton CO2) Reduksi Emisi (ton CO2)


No Mitigasi
Tahun
Tahun 2017 Tahun 2034 Tahun 2034
2017
1 Kondisi BAU 9 409 413 19 143 796 - -
Skenario
2 diversifikasi 8 996 245 14 577 343 413 168 4 566 453
bahan bakar
Skenario
3 pengolahan 7 647 533 15 480 391 1 761 880 3 663 405
sampah
Skenario
4 pengolahan 9 365 597 18 922 765 43 816 221 031
limbah ternak
Skenario
5 7 773 537 12 084 977 1 635 876 7 155 047
penanaman
Kombinasi
6 keempat 5 586 747 3 634 086 3 822 666 15 509 711
skenario
Sumber: Hasil simulasi

Berdasarkan Gambar 22 dan Tabel 10, penerapan keempat skenario dapat


menurunkan sisa emisi CO2 sekitar 41-82 % yaitu 3.8 – 15.5 juta ton CO2 dari sisa
25

emisi selama tahun simulasi. Emisi CO2 yang belum tereduksi setelah penerapan
mitigasi sekitar 3.6 – 5.5 juta ton CO2. Untuk menetralkan emisi setelah penerapan
skenario dapat dilakukan dengan sistem karbon kredit. Harga karbon yang berlaku
pada tahun 2010 menurut The World Bank Climate Change sebesar US$ 7.3 per ton
CO2eq yang artinya Kabupaten Bekasi dalam sistem karbon kredit untuk
mengurangi emisinya memerlukan biaya berkisar antara US$ 26.5 juta sampai
US$ 40 juta setara dengan Rp 357 milyar hingga Rp 541 milyar dengan kurs rupiah
menurut BI yang berlaku pada saat ini sebesar Rp 13 493.
Implikasi penelitian ini secara global dapat memberikan kontribusi terhadap
pencapaian konsep Sustainable Development Goals (SDGs) yang merupakan
sebuah kesepakan pembangunan berkelanjutan pengganti Millenium Development
Goals (MDGs). SDGs dihasilkan dari konferensi PBB yang berisikan 17 tujuan dan
169 sasaran pembangunan. Penelitian ini berkontribusi pada tujuan ke tujuh yaitu
menjamin akses terhadap energi yang terjangkau, handal, berkelanjutan, dan
modern bagi semua orang, tujuan ke sebelas yaitu membuat kota dan permukiman
manusia yang inklusif, aman, dan berkelanjutan, tujuan ke dua belas yaitu
memastikan pola konsumsi dan produksi berkelanjutan, dan tujuan ke tiga belas
yaitu aksi dalam menanggulagi perubahan iklim dan dampaknya. Keempat tujuan
tersebut dapat dilihat pada konsep utama dan skenario yang diterapkan.
Penerapan substitusi bahan bakar fosil dengan lpg, cng, dan biodiesel pada
sektor transportasi dan penggunaan bahan bakar nuklir pada pembangkitan listrik
dapat mendukung peningkatan sumber energi terbarukan akibat kelangkaan
cadangan bahan bakar fosil yang terus digunakan dan mendukung pengembangan
teknologi terbarukan khususnya bagi Indonesia. Penerapan skenario pengolahan
sampah dengan mengkonversinya menjadi produk kompos, listrik, dan biogas serta
mengolah limbah peternakan menjadi biogas turut serta dalam menjadikan
lingkungan perkotaan yang sehat dan bersih, mencapai pengelolaan ramah
lingkungan serta menerapkan pola konsumsi dan produksi berkelanjutan dengan
mengolah sisa konsumsi menjadi produk yang berguna. Tujuan utama penelitian ini
adalah untuk menurunkan emisi yang dapat berpengaruh terhadap perubahan iklim
sehingga secara global penelitian ini juga ikut serta dalam aksi menanggulangi
perubahan iklim yang tercantum dalam tujuan ke tiga belas dengan penerapan
skenario-skenario mitigasi penurunan emisi.
Penerapan skenario-skenario penurunan emisi yang direncanakan pada
penelitian ini memiliki kontribusi untuk Indonesia terhadap kesepakatan paris yang
dihasilkan dari Conferensi of Parties (COP) ke 21 yang menekankan pada setiap
negara untuk mengurangi tingkat emisinya sehingga dapat menghentikan suhu
permukaan bumi tidak lebih dari 2 derajat celcius dan indonesia berkomitmen untuk
menurunkan emisi sebesar 26% untuk semua sektor di tahun 2020 dan menargetkan
penurunan emisi pada tahun 2020-2030 sebesar 29% sampai 41% dari kondisi
busines as usual.
26

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

Emisi CO2 yang berasal dari sektor transportasi, pemakaian listrik,


peternakan, dan aktivitas manusia di Kabupaten Bekasi sebesar 10 182 441 ton CO2
pada tahun 2014 dan meningkat setiap tahunnya hingga sebesar 20 748 173 ton CO2
pada tahun 2034 sedangkan tutupan lahan yang ada di Kabupaten Bekasi dapat
menyerap emisi CO2 sebesar 1 852 513 ton CO2eq pada tahun 2014 dan mengalami
penurunan hingga 1 604 377 ton CO2eq pada tahun 2034 sehingga kemampuan
serapan CO2 di Kabupaten Bekasi hanya dapat mengurangi emisi sekitar 18 % pada
tahun 2014 dan menurun menjadi 8 % pada tahun 2034.
Upaya mitigasi diperlukan untuk mengurangi emisi yang belum dapat
diserap tersebut. Mitigasi yang dilakukan dengan menerapkan keempat skenario
yang telah dibuat yaitu diversifikasi bahan bakar pada sektor transportasi dan listrik,
pengolahan sampah dengan konsep zero waste, pengolahan limbah peternakan
menjadi biogas, dan penanaman. Selama tahun simulasi, penerapan mitigasi yang
dilakukan dapat mengurangi emisi CO2 berkisar 41-82 %. Skema karbon kredit
dapat menjadi alternatif tambahan dalam menetralkan sisa emisi. Sisa emisi setelah
penerapan skenario sekitar 3.6 – 5.5 juta ton CO2 sehingga untuk menetralkan emisi
tersebut Kabupaten Bekasi memerlukan biaya berkisar US$ 26.5 juta - US$ 40 juta.

Saran

Diperlukan penelitian lanjutan mengenai kemampuan serapan CO2 dari RTH


dalam bentuk hutan kota dan jalur hijau untuk menambahkan serapan CO2 yang ada.
Diperlukan penelitian mengenai analisis biaya dari mitigasi yang akan dilakukan.

DAFTAR PUSTAKA

Adinugroho WC, Indrawan A, Supriyanto, Arifin HS. 2013. Kontribusi sistem


agroforestri terhadap cadangan karbon di hulu DAS kali Bekasi. J. hutan
tropis. 1(3):242-249.
Anton. 2013. Perbandingan gas buang kendaraan bermotor berbahan bakar bensin
dan LPG dengan converter kit dual fuel sebagai pengatur LPG pada motor
bermesin 150 CC [skripsi]. Semarang (ID): Universitas Negeri Semarang
[Bappeda] Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Kabupaten Bekasi. 2015.
Rancangan Peraturan Daerah Kabupaten Bekasi Tentang Perubahan Kedua
Atas Peraturan Daerah No 9 Tahun 2014 Tentang Perubahan Atas Peraturan
Daerah No 6 Tahun 2012 Tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah
Daerah Kabupaten Bekasi 2012-2017. Kabupaten Bekasi.
Bhikuning A. 2014. Pengaruh penambahan cetane booster dan perbedaan katalis
biodiesel pada kinerja mesin diesel yang menggunakan virgin coconut oil.
Seminar Nasional Teknik Mesin Universitas Trisakti; 2014 Februari 20;
Jakarta Indonesia. Jakarta (ID): Universitas Trisakti. Hlm: EA05 1-7.
27

Bien L E, Kasim I, Wibowo W. 2008. Perancangan sistem hibrid pembangkit listrik


tenaga surya dengan jala-jala listrik PLN untuk rumah perkantoran. JETri.
8(1):37-56.
Boedoyono MS. 2004. Analisis kebutuhan dan penyediaan bahan bakar minyak di
sektor transportasi di Provinsi Gorontalo. Perencanaan energi Provinsi
Gorontalo 2000-2015 [Publikasi ilmiah] Hlm 45-52. Badan Pengkajian dan
Penerapan Teknologi
Boer R, Dewi RG, Siagian UCR, Ardiansyah M, Surmaini E, Ridha DM, Gani M,
Rukmi WA, Gunawan A, Utomo P, Setiawan G, Irwani S, Parinderati R. 2012.
Pedoman Penyelenggaraan Inventarisasi Gas Rumah Kaca Nasional. Buku
II-Volume 1 Metodologi Perhitungan Tingkat Emisi Gas Kegiatan
Pengadaan dan Penggunaan Energi. Jakarta (ID): Kementerian Lingkungan
Hidup.
[BPS] Badan Pusat Statistik Kabupaten Bekasi. 2014. Kabupaten Bekasi Dalam
Angka 2014.
[BPS] Badan Pusat Statistik Kabupaten Bekasi. 2015. Kabupaten Bekasi Dalam
Angka 2015.
Dahlan EN. 2007. Analisis kebutuhn luasan hutan kota sebagai sink gas CO2
antropogenik dari bahan bakar minyak dan gas di Kota Bogor dengan
pendekatan sistem dinamik [disertasi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
Fatimah SA. 2009. Analisis kelayakan usaha pengolahan sampah menjadi
pembangkit listrik tenaga sampah (PLTSa) di Kota Bogor [skripsi]. Bogor
(ID): Institut Pertanian Bogor.
Gratimah RDG. 2009. Analisis kebutuhan hutan kota sebagai penyerap gas CO2
antropogenik di pusat Kota Medan [tesis]. Medan (ID): Universitas Sumatera
Utara.
Homzah OF, Ambo I, dan Septian S. 2015. Studi perbandingan energi bahan bakar
gasoline dengan bahan bakar gas pada kendaraan bermotor. J. Desiminasi
Teknologi. 3(2):133-139.
[IPCC] Intergovernment Panel On Climate Change. 2006. 2006 IPCC Guidelines
For National Greenhouse Gas Inventories. Japan (JP): Institute for Global
Environmental Stategies.
[IPCC] Intergovernment Panel On Climate Change. 2007. Climate Change 2007:
Mitigation Of Climate Change. New York (US): Cambridge University Press.
[IPCC] Intergovernment Panel On Climate Change. 2014. Climate Change 2014:
Synthesis Report. Contribution of Working Groups I, II and III to the Fifth
Assessment Report of Intergovernmental Panel on Climate Change.
Switzerland (CH): IPCC.
Kossoy A, Ied GP, Klein N, Blok K, Lam L, Wong L, Borlem B.2015. State and
Trends of Carbon Pricing. Washington (US): The World Bank dan ECOFYS.
Mukti ET, Sjafruddin A, Kusumawati A. 2014. Penggunaan model dinamika sistem
dalam kebijakan keselamatan transportasi. J. Transportasi. 14(3):203-210.
[PLN] Perusahaan Listrik Negara. 2014. Laporan Penjualan Aliran Listrik 2014.
Purnomo H. 2012. Pemodelan dan Simulasi Untuk Pengelolaan Adaptif Sumber
Daya Alam dan Lingkungan. Bogor (ID): IPB Press.
Qurimanasari E. 2011. Pendugaan emisi gas rumah kaca dari sektor peternakan di
Provinsi Jawa Barat [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
28

Rushayati SB. 2012. Model kota hijau di Kabupaten Bandung Jawa Barat [tesis].
Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
Salamah LA. 2012. Analisis willingness to pay (WTP) peternak terhadap
pengadaan instalasi biogas pada pengelolaan limbah peternakan sapi perah
rakyat ( Kasus : Kecamatan Cisarua-Kabupaten Bogor ) [tesis]. Bogor (ID):
Institut Pertanian Bogor.
Setiyono dan Wahyono S. 2002. Sistem pengelolaan sampah kota di Kabupaten
Bekasi- Jawa Barat. J. Tek. Ling. 2(2):194-198.
Setyati Sri. 2012. Kajian potensi kotoran ternak sebagai sumber energi biogas
mendukung kebijakan pengembangan energi terbarukan di Kalimantan
Selatan. J. kebijakan pembangunan. 7(2):76-86.
Sugiyono P. 2012. Perkiraan kebutuhan energi untuk kendaraan bermotor di
perkotaan: Aspek pemodelan. J. Sains dan Teknologi Indonesia. 14(2):104-
109.
Supriadi A, Darmawan A, Prasetyo BE, Kurniasih TN, Kurniawan F, Oktaviani K,
Isra A, Aprillia R, Rabbani Q, Angreani D, Setiadi I. 2015. Data Inventory
Emisi GRK Sektor Energi. Jakarta (ID): Pusat data dan teknologi informasi
kementerian energi dan sumber daya mineral.
Suprihatin, Indrasti NS, Romli M. 2008. Potensi penurunan emisi gas rumah kaca
melalui pengomposan sampah. J. Tek. Ind. Pert. 18(1):53-59.
Widyaputri LAS. 2014. Analisis ekonomi pembangkit listrik tenaga sampah dan
manfaat reduksi emisi karbon di tempat pengolahan sampah terpadu
bantargebang [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor
Wulandari MT, Hermawan, dan Purwanto. 2013. Kajian emisi CO2 berdasarkan
penggunaan energi rumah tangga sebagai penyebab pemanasan global ( Studi
kasus perumahan sebantengan, gedeng asri, susukan RW 07 Kab. Semarang).
Prosiding seminar nasional pengelolaan sumberdaya alam dan lingkungan
2013.
Wibowo A. 2013. Aplikasi IPCC guideline 2006 untuk perhitungan emisi gas
rumah kaca kehutanan di Sumatera Selatan. J. analisis kebijakan kehutanan.
10(2):166-186.
29

Lampiran 1 Persamaan Model


Submodel Serapan CO2
Permukiman(t) = Permukiman(t - dt) + (out_swh_2 + out_plk_2 + out_tb_1 -
out_pmk_1 - out_pmk_2) * dtINIT Permukiman = 27777
INFLOWS:
out_swh_2 = Sawah*laju_swh*0.95
out_plk_2 = Pertanian_lahan_kering*laju_plk*2
out_tb_1 = Tanah_Terbuka*(laju_tb*0.79)
OUTFLOWS:
out_pmk_1 = laju__permukiman*0.1*Permukiman
out_pmk_2 = Permukiman*laju__permukiman*0.013
Pertanian_lahan_kering(t) = Pertanian_lahan_kering(t - dt) + (out_pmk_2 +
out_swh_3 - out_plk_2 - out_plk_3 - out_plk1) * dtINIT Pertanian_lahan_kering
= 10715
INFLOWS:
out_pmk_2 = Permukiman*laju__permukiman*0.013
out_swh_3 = Sawah*laju_swh*0.2
OUTFLOWS:
out_plk_2 = Pertanian_lahan_kering*laju_plk*2
out_plk_3 = Pertanian_lahan_kering*(laju_plk*0.02)
out_plk1 = Pertanian_lahan_kering*laju_plk*0.4
Sawah(t) = Sawah(t - dt) + (out_tb2 + out_plk1 + out_pmk_1 - out_swh_2 -
out_swh_1 - out_swh_3) * dtINIT Sawah = 78255
INFLOWS:
out_tb2 = Tanah_Terbuka*(laju_tb*0.21)
out_plk1 = Pertanian_lahan_kering*laju_plk*0.4
out_pmk_1 = laju__permukiman*0.1*Permukiman
OUTFLOWS:
out_swh_2 = Sawah*laju_swh*0.95
out_swh_1 = Sawah*(laju_swh*0.04)
out_swh_3 = Sawah*laju_swh*0.2
Tambak(t) = Tambak(t - dt) + (out_swh_1 + out_plk_3) * dtINIT Tambak = 9511
INFLOWS:
out_swh_1 = Sawah*(laju_swh*0.04)
out_plk_3 = Pertanian_lahan_kering*(laju_plk*0.02)
Tanah_Terbuka(t) = Tanah_Terbuka(t - dt) + (- out_tb_1 - out_tb2) * dtINIT
Tanah_Terbuka = 20
OUTFLOWS:
out_tb_1 = Tanah_Terbuka*(laju_tb*0.79)
out_tb2 = Tanah_Terbuka*(laju_tb*0.21)
Tubuh_air(t) = Tubuh_air(t - dt)INIT Tubuh_air = 861
cadangan_karbon_permukiman = 1
cadangan_karbon_pertanian_lahan_kering = 8
cadangan_karbon__sawah = 5
laju_plk = 1.3/100
laju_swh = 1/100
laju_tb = 7.4/100
30

Lampiran 1 (Lanjutan)
laju__permukiman = 5.5/100
Serapan_CO2=
((Permukiman*cadangan_karbon_permukiman)+(Pertanian_lahan_kering*cad
angan_karbon_pertanian_lahan_kering)+(Sawah*cadangan_karbon__sawah))*
3.67

Submodel Emisi Manusia


Jmlh_penduduk(t) = Jmlh_penduduk(t - dt) + (Pertumbuhan_penduduk) * dtINIT
Jmlh_penduduk = 3122698
INFLOWS:
Pertumbuhan_penduduk = Jmlh_penduduk*Laju_pertumbuhan_penduduk
Emisi_CO2__manusia = Emisi_sampah+Emisi_respirasi
Emisi_respirasi = Jmlh_penduduk*Faktor_emisi__respirasi
Emisi_sampah = Jumlah_sampah*Faktor_emisi__sampah
Faktor_emisi__respirasi = 0.365
Faktor_emisi__sampah = 2.56
Jumlah_sampah = Jmlh_penduduk*0.214
Laju_pertumbuhan_penduduk = 4.4/100

Submodel Emisi Listrik


Bisnis(t) = Bisnis(t - dt) + (Up_bisnis) * dtINIT Bisnis = 554246555
INFLOWS:
Up_bisnis = Bisnis*(Laju_pemakaian*0.16)
Industri(t) = Industri(t - dt) + (Up_industri) * dtINIT Industri = 4341357411
INFLOWS:
Up_industri = Industri*(Laju_pemakaian*0.52)
Lainlain(t) = Lainlain(t - dt) + (Up_lainlain) * dtINIT Lainlain = 130065793
INFLOWS:
Up_lainlain = Lainlain*(Laju_pemakaian*0.14)
Pemerintah(t) = Pemerintah(t - dt) + (Up_pemerintah) * dtINIT Pemerintah =
53333707
INFLOWS:
Up_pemerintah = Pemerintah*(Laju_pemakaian*0.01)
Rumah_tangga(t) = Rumah_tangga(t - dt) + (Up_rumah_tangga) * dtINIT
Rumah_tangga = 1271664399
INFLOWS:
Up_rumah_tangga = Rumah_tangga*(Laju_pemakaian*0.25)
Sosial(t) = Sosial(t - dt) + (Up_sosial) * dtINIT Sosial = 71390000
INFLOWS:
Up_sosial = Sosial*(Laju_pemakaian*0.02)
Emisi_listrik= (Bisnis+Industri+Lainlain+Pemerintah+Rumah_tangga+Sosial)*FE
FE = 0.000586
Laju_pemakaian = 8.72/100

Submodel Peternakan
Babi(t) = Babi(t - dt) + (up_babi) * dtINIT Babi = 202
31

Lampiran 1 (Lanjutan)
INFLOWS:
up_babi = Babi*Laju_babi
Domba(t) = Domba(t - dt) + (Up_domba) * dtINIT Domba = 259058
INFLOWS:
Up_domba = Domba*Laju_domba
Kambing(t) = Kambing(t - dt) + (Up_kambing) * dtINIT Kambing = 133038
INFLOWS:
Up_kambing = Kambing*Laju_kambing
Kerbau(t) = Kerbau(t - dt) + (- Out_kerbau) * dtINIT Kerbau = 836
OUTFLOWS:
Out_kerbau = Kerbau*Laju_kerbau
Kuda(t) = Kuda(t - dt) + (- Out_kuda) * dtINIT Kuda = 66
OUTFLOWS:
Out_kuda = Kuda*Laju_kuda
Sapi_perah(t) = Sapi_perah(t - dt) + (Up_sapi_perah) * dtINIT Sapi_perah = 62
INFLOWS:
Up_sapi_perah = Sapi_perah*Laju_sapi_perah
Sapi_potong(t) = Sapi_potong(t - dt) + (up_sapi_potong) * dtINIT Sapi_potong =
22354
INFLOWS:
up_sapi_potong = Sapi_potong*Laju_sapi_potong
Unggas(t) = Unggas(t - dt) + (Up_unggas) * dtINIT Unggas = 4116438
INFLOWS:
Up_unggas = Unggas*Laju_unggas
Emisi_fermentasi_enterik=
(Emisi_F_sapi_potong+Emisi_F_babi+Emisi_F_domba+Emisi_F_kambing+E
misi_F_kerbau+Emisi_F_kuda+Emisi_F_sapi_perah)/1000
Emisi_F_babi = Babi*FE_F_babi
Emisi_F_domba = Domba*FE_F_domba
Emisi_F_kambing = Kambing*FE_F_kambing
Emisi_F_kerbau = Kerbau*FE_F_kerbau
Emisi_F_kuda = Kuda*FE_F_kuda
Emisi_F_sapi_perah = Sapi_perah*FE_F_sapi_perah
Emisi_F_sapi_potong = Sapi_potong*FE_F_sapi_potong
Emisi_pengelolaan_kotoran=
(Emisi_PK_babi+Emisi_PK_kambing+Emisi_PK_kerbau+Emisi_PK_kuda+E
misi_PK_sapi_potong+Emisi_PK_unggas+Emisi_PK__domba+Emisi_PK__sa
pi_perah)/1000
Emisi_peternakan= ((Emisi_fermentasi_enterik+Emisi_pengelolaan_kotoran)*28)
Emisi_PK_babi = Babi*FE_PK_babi
Emisi_PK_kambing = Kambing*FE_PK__kambing
Emisi_PK_kerbau = Kerbau*FE_PK_kerbau
Emisi_PK_kuda = Kuda*FE_PK_kuda
Emisi_PK_sapi_potong = Sapi_potong*FE_PK_sapi_potong
Emisi_PK_unggas = Unggas*FE_PK_unggas
Emisi_PK__domba = Domba*FE_PK_domba
Emisi_PK__sapi_perah = Sapi_perah*FE_PK_sapi_perah
32

Lampiran 1 (Lanjutan)
FE_F_babi = 1
FE_F_domba = 5
FE_F_kambing = 5
FE_F_kerbau = 55
FE_F_kuda = 18
FE_F_sapi_perah = 56
FE_F_sapi_potong = 44
FE_PK_babi = 7
FE_PK_domba = 0.21
FE_PK_kerbau = 3
FE_PK_kuda = 2.2
FE_PK_sapi_perah = 27
FE_PK_sapi_potong = 2
FE_PK_unggas = 0.023
FE_PK__kambing = 0.22
Laju_babi = 49.94/100
Laju_domba = 4.33/100
Laju_kambing = 5.06/100
Laju_kerbau = 22.03/100
Laju_kuda = 2.55/100
Laju_sapi_perah = 8/100
Laju_sapi_potong = 5.03/100
Laju_unggas = 0.36/100

Submodel Transportasi
Jml_alat_berat(t) = Jml_alat_berat(t - dt) + (Up_alat_berat) * dtINIT
Jml_alat_berat = 12
INFLOWS:
Up_alat_berat = Jml_alat_berat*(Laju_kendaraan*0.00001)
Jml_bus(t) = Jml_bus(t - dt) + (Up_bus) * dtINIT Jml_bus = 2679
INFLOWS:
Up_bus = Jml_bus*(Laju_kendaraan*0.0012)
Jml_mobil_penumpang(t)= Jml_mobil_penumpang(t - dt) +
(Up_Mobil_penumpang) * dtINIT Jml_mobil_penumpang = 124435
INFLOWS:
Up_Mobil_penumpang = Jml_mobil_penumpang*(Laju_kendaraan*0.149)
Jml_sepeda_motor(t) = Jml_sepeda_motor(t - dt) + (Up_sepeda_motor) * dtINIT
Jml_sepeda_motor = 1044630
INFLOWS:
Up_sepeda_motor = if Jml_sepeda_motor<Jmlh_penduduk/3 then
Jml_sepeda_motor*(Laju_kendaraan*0.829) else 0
Jml_Truck(t) = Jml_Truck(t - dt) + (Up_truck) * dtINIT Jml_Truck = 38205
INFLOWS:
Up_truck = Jml_Truck*(Laju_kendaraan*0.027)
33

Lampiran 1 (Lanjutan)
emisi_alat_berat=
(Jml_alat_berat*faktor_emisi_solar*konsumsi_bb__alat_berat*nilai_kalor_sol
ar)
emisi_bus = (konsumsi_bb_bus*nilai_kalor_solar*faktor_emisi_solar*Jml_bus)
emisi_kendaraan=
(emisi_alat_berat+emisi_bus+emisi_mobil_penumpang+emisi_sepeda_motor+
emisi_truck)
emisi_mobil_penumpang=
(konsumsi_bb_mobil_penumpang*nilai_kalor_gasoline*faktor_emisi__gasolin
e*Jml_mobil_penumpang)
emisi_sepeda_motor=
(Jml_sepeda_motor*faktor_emisi__gasoline*konsumsi_bb__sepeda_motor*nil
ai_kalor_gasoline)
emisi_truck=
(Jml_Truck*faktor_emisi_solar*konsumsi_bb_truck*nilai_kalor_solar)
faktor_emisi_solar = 74100/1000
faktor_emisi__gasoline = 69300/1000
konsumsi_bb_bus = 9450
konsumsi_bb_mobil_penumpang = 1710
konsumsi_bb_truck = 16200
konsumsi_bb__alat_berat = 9518.4
konsumsi_bb__sepeda_motor = 532.8
Laju_kendaraan = 14.29/100
nilai_kalor_gasoline = 33*10^-6
nilai_kalor_solar = 36*10^-6

Model CO2 Kab Bekasi


CO2__Kab_Bekasi = Emisi_CO2_Kab_Bekasi-Serapan_CO2
Emisi_CO2_Kab_Bekasi=
(Emisi_CO2__manusia+emisi_kendaraan+Emisi_listrik+Emisi_peternakan)

Not in a sector
34

Lampiran 2 Matriks Perubahan tutupan lahan tahun 2003-2009 (dalam ha)


Tahun 2009
Tutupan Lahan Luas tahun 2003
Awan Perkebunan Permukiman Pertanian lahan kering Sawah Semak/Belukar Tambak Tanah terbuka Tubuh air
Awan 0 8 8
Perkebunan 460 5 465
Permukiman 17 083 94 101 17 278
Tahun 2003

Pertanian lahan kering 687 11 744 38 12 469


Sawah 962 181 85 373 295 86 812
Semak/Belukar 37 0 37
Tambak 9 103 9 103
Tanah terbuka 18 87 105
Tubuh air 861 861
Luas Tahun 2009 0 460 18 769 12 020 85 536 0 9 399 87 861 127 140
Total Perubahan luas -8 -5 1 491 -450 -1 276 -37 295 -18 0
Sumber : Badan Planologi Kementerian Kehutanan

Lampiran 3 Matriks Perubahan tutupan lahan tahun 2009-2014 (dalam ha)


Tahun 2014
Tutupan Lahan Luas tahun 2009
Perkebunan Permukiman Pertanian lahan kering Sawah Tambak Tanah terbuka Tubuh air
Perkebunan 0 422 38 460
Permukiman 17 711 41 1 016 18 769
Tahun 2009

Pertanian lahan kering 2 820 8 527 644 29 12 020


Sawah 7 179 1 725 76 557 84 85 545
Tambak 9 399 9 399
Tanah terbuka 67 20 87
Tubuh air 861 861
Luas tahun 2014 0 27 777 10 715 78 255 9 511 20 861 12 7140
Total Perubahan luas -460 9 008 -1 304 -7 289 113 -67 0
Sumber : Badan Planologi Kementerian Kehutanan
Keterangan :
= Tetap
35

Lampiran 4 Hasil simulasi model awal emisi CO2


Emisi Emisi Emsi
Emisi Listrik Emisi Total Serapan Sisa emisi
Tahun Peternakan Manusia Kendaraan
(ton CO2) (ton CO2) (ton CO2) (ton CO2)
(ton CO2) (ton CO2) (ton CO2)
2014 90.263 3.763.326 2.850.524 3.478.328 10.182.441 1.852.513 8.329.928
2015 94.076 3.900.490 2.975.947 3.495.071 10.465.584 1.837.659 8.627.924
2016 98.159 4.043.314 3.106.888 3.662.845 10.911.207 1.823.097 9.088.110
2017 102.515 4.192.043 3.243.591 3.680.083 11.218.233 1.808.820 9.409.413
2018 107.150 4.346.935 3.386.309 3.866.225 11.706.619 1.794.822 9.911.797
2019 112.078 4.508.257 3.535.307 3.883.977 12.039.620 1.781.097 10.258.523
2020 117.322 4.676.290 3.690.861 3.901.995 12.386.468 1.767.640 10.618.828
2021 122.916 4.851.327 3.853.258 4.108.910 12.936.412 1.754.444 11.181.968
2022 128.911 5.033.674 4.022.802 4.127.474 13.312.860 1.741.505 11.571.355
2023 135.380 5.223.649 4.199.805 4.357.291 13.916.125 1.728.817 12.187.308
2024 142.429 5.421.586 4.384.597 4.376.422 14.325.033 1.716.374 12.608.659
2025 150.214 5.627.835 4.577.519 4.395.844 14.751.412 1.704.172 13.047.240
2026 158.963 5.842.758 4.778.930 4.651.531 15.432.181 1.692.205 13.739.976
2027 169.014 6.066.736 4.989.202 4.671.555 15.896.509 1.680.469 14.216.040
2028 180.868 6.300.168 5.208.727 4.691.890 16.381.652 1.668.958 14.712.694
2029 195.266 6.543.466 5.437.911 4.976.459 17.153.103 1.657.668 15.495.435
2030 213.318 6.797.066 5.677.180 4.997.432 17.684.995 1.646.595 16.038.400
2031 236.677 7.061.420 5.926.975 5.313.917 18.538.989 1.635.734 16.903.255
2032 267.814 7.337.001 6.187.762 5.335.553 19.128.130 1.625.080 17.503.051
2033 310.428 7.624.303 6.460.024 5.357.532 19.752.286 1.614.629 18.137.658
Final 370.053 7.923.844 6.744.265 5.710.011 20.748.173 1.604.377 19.143.796
36

Lampiran 5 Hasil simulasi skenario 1 sampai 4

Emisi Emisi Emsi


Emisi Listrik Emisi Total Serapan Sisa emisi
Tahun Peternakan Manusia Kendaraan
(ton CO2) (ton CO2) (ton CO2) (ton CO2)
(ton CO2 eq) (ton CO2) (ton CO2)
2014 90.263 3.763.326 2.850.524 3.478.328 10.182.441 1.852.513 8.329.928
2015 94.076 3.900.490 2.975.947 3.495.071 10.465.583 1.837.659 8.627.924
2016 98.159 4.043.314 3.106.888 3.662.845 10.911.206 1.823.097 9.088.110
2017 58.699 3.778.875 1.481.711 3.680.083 8.999.367 3.412.620 5.586.747
2018 61.365 3.925.087 1.546.906 3.498.224 9.031.582 3.528.338 5.503.245
2019 64.206 4.077.542 1.614.970 3.166.163 8.922.880 3.644.696 5.278.185
2020 67.225 4.236.514 1.686.029 2.867.573 8.857.339 3.761.675 5.095.665
2021 70.426 4.402.292 1.760.214 2.787.739 9.020.671 3.879.258 5.141.414
2022 73.820 4.575.179 1.837.663 2.527.538 9.014.200 5.601.227 3.412.973
2023 77.420 4.755.488 1.918.520 2.504.610 9.256.038 5.719.966 3.536.072
2024 81.243 4.943.549 2.002.935 2.273.289 9.301.017 5.839.259 3.461.758
2025 85.316 5.139.706 2.091.064 2.065.393 9.381.479 5.959.089 3.422.390
2026 89.672 5.344.318 2.183.071 2.114.550 9.731.612 6.079.443 3.652.169
2027 94.362 5.557.761 2.279.126 1.923.130 9.854.379 6.200.304 3.654.075
2028 99.454 5.780.428 2.379.408 1.751.161 10.010.451 7.925.458 2.084.993
2029 105.052 6.012.727 2.484.102 1.860.625 10.462.506 8.047.292 2.415.214
2030 111.302 6.255.088 2.593.402 1.695.546 10.655.338 8.169.592 2.485.746
2031 118.420 6.507.958 2.707.512 1.842.488 11.176.378 8.292.345 2.884.033
2032 126.726 6.771.806 2.826.643 1.679.888 11.405.061 8.415.539 2.989.523
2033 136.692 7.047.119 2.951.015 1.533.889 11.668.715 8.539.160 3.129.555
Final 149.021 7.334.410 3.080.860 1.732.992 12.297.283 8.663.197 3.634.086
37

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Jakarta pada tanggal 15 September 1994. Penulis


merupakan anak kedua dari pasangan Muhidin dan Uminih. Penulis mengawali
jenjang pendidikan di SD Negeri 03 Segara Makmur di Kabupaten Bekasi dan tamat
pada tahun 2006, kemudian menempuh pendidikan menengah pertama di MTs
Negeri 05 Jakarta Utara dan tamat pada tahun 2009, selanjutnya penulis menempuh
pendidikan menengah atas di SMA Negeri 73 Jakarta dan tamat pada tahun 2012,
kemudian pada tahun 2012 penulis diterima di Departemen Manajemen Hutan
Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor melalui jalur Undangan SNMPTN
(Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negeri).
Selama menjadi mahasiswa penulis aktif berorganisasi di Pengurus Cabang
Sylva Indonesia IPB (PCSI IPB) periode 2015 – 2016 sebagai sekretaris. Pada tahun
2013 penulis aktif menjadi anggota Pengurus Pusat Sylva Indonesia (PPSI) periode
2012 – 2014. Penulis juga aktif menjadi anggota Forest Management Student’s
Club (FMSC) dan kelompok studi perencanaan periode 2013 – 2014 dan periode
2014 – 2015. Selama menjadi mahasiswa penulis mengikuti beberapa kepanitian
antara lain Divisi Humas Bina Corps Rimbawan (BCR) tahun 2014, Divisi Acara
Temu Manager (TM) 2014, Tim peneliti Ecological Social Mapping (ESM) 2014,
Divisi Acara Ecological Social Mapping (ESM) 2015, Divisi Humas IPB Business
Festival 2013.
Tahun 2014 melaksanakan Praktek Pengenalan Ekosistem Hutan (PPEH) di
Gn. Sawal dan pantai Pangandaran. Tahun 2015 melaksanakan Praktek Pengelolaan
Hutan (PPH) di Hutan Pendidikan Gunung Walat Sukabumi, Perum Perhutani
Bandung, dan KPH Cianjur. Tahun 2016 melaksanakan Praktek Kerja Lapang di
PT. Inhutani II Unit Manajemen Malinau Kalimantan Utara. Penulis juga pernah
menjadi asisten praktikum mata kuliah Inventarisasi sumberdaya hutan, mata kuliah
Ilmu ukur tanah dan pemetaan wilayah, dan mata kuliah Biometrika hutan.
Sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Kehutanan dari Institut
Pertanian Bogor, penulis melaksanakan penelitian dan menyelesaikan skripsi
berjudul Model Mitigasi Emisi CO2 di Kabupaten Bekasi Berdasarkan Pendekatan
Dinamika Sistem dibawah bimbingan Prof Dr Ir Herry Purnomo, MComp.

Anda mungkin juga menyukai