Anda di halaman 1dari 17

BERBAGAI AKAD

DALAM EKONOMI ISLAM

Dr. Dian Berkah, SHI., MHI


Akademisi, Praktisi LKS dan DSN MUI Perwakilan Jawa Timur

A. Pendahuluan

Problematika ekonomi atau aktifitas mu’amalah menjadi kajian yang tidak

terpisahkan dengan prinsip syariah. Aktifitas mu’a>malah (interaksi ekonomi) tidak

hanya berpengaruh kepada para pihak yang berinteraksi. Muamalah juga berpengaruh

kepada tatanan kehidupan keluarga dan masyarakat. Karena itu aktifitas mu’amalah

harus diperhatikan bagi siapa saja yang terlibat di dalamnya untuk selalu berjalan

sesuai dengan prinsip (syari’ah). Terjadinya persoalan, ketika aktfitas ekonomi tidak

ditertibkan. Termasuk di dalamnya pergerakannya tidak melalui proses akad atau

perjanjian tidak sesuai dengan prinsip syar’iah.

Akfititas mu’amalah menjadi aktifitas yang disebutkan dalam al Quran. Al

Quran mensyaratkan adanya prinsip keridha’an (saling ridha) di atara para pihak

yang menjalankannya. Prinsip ini sebagaimana yang tersebut dalam Surat al Nisa>

ayat 29 sebagai berikut:

‫ٍْ َ لِن كَ مْ نوان ُ ن مُْكُكوْم َننُك ن‬


‫َ كَ مْ َإ نَ ل ن‬
‫ل نَاَن‬ ‫اًَ ة ن‬
‫ََ ُ ننَ ض‬ َ ‫ْنا َنْي نَا ْْنََِْن آ نِنكوْم ان ُ نْ م كَُكوْم َ ن مِ نوْْن كَ مْ َن مْنن كَ مْ ََ ماَْن‬
‫اِ َِ َإان َنَ ُ ن كَوَن َُ نَ ن‬
‫ََ كَ مْ نَ َِِْا ة‬

“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kami saling memakan harta


sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang
berlaku dengan suka sama-suka di antara kamu. Dan janganlah kamu
membunuh dirimu; sesungguhnya Allah adalah Maha Penyayang kepadamu.”
Prinsip syariah dalam aktifitas ekonomi (mu’a>malah) juga menjelaskan

tentang larangan berbuat riba. Pelanggaran terhadap prinsip tersebut akan

menimbulkan kerugian yang dialami tidak hanya satu pihak. Tentu, kerugian akan

dirasakan pihak lain dengan jangkauan yang lebih luas. Prinsip syariah tentang

larangan berbuat riba ini sebagaimana termaktub dalam Surat al Baqarah ayat 275

sebagai berikut:

ُ‫ِ َبْمَب بمأبّن لُ ثْ َباْلواث إمّن بَا ثاَْب ثْ لُ مِْث ل‬


ّ ‫َاُل مَِب ثاْ بَ م‬ ‫ّ ثْ ب‬
‫َُل اْ ن‬ ‫اِْببا اب يبُلو لِوُب إمان بَ بَا يبُلو لُ اْنِمي يبت ب بخَن ل‬ ّ ‫اْنِميَب يبأ ث لَُلوُب م‬
‫لم بَ بِ ثَ بَاَب‬ ّ ‫َ بََ ب ثِ لُِل مإْبى‬ ‫ى َبُبُل بِا ب‬
‫َُ ب ب‬ ‫ٌَة م َِّ نّ مبّ مُ َباّت ب بُ ب‬
‫اِْببا َب بََ بَاءُل بِ ثو مَ ب‬ ّ ‫لل ثاَْب ثْ بُ بَ بح نِ بُ م‬ ّ ُ‫اِْببا بََ ب بح ن‬
ّ‫م‬
‫اّ لُ ثْ َمْ بُا َبا مُْلَُب‬ ‫ن‬
‫اُ اّْ م‬ ‫َبأ ل ثَْـِمَب َ ث‬
‫ْ بَ ل‬ ‫ب‬ ‫ب‬

“Orang-orang yang makan (mengambil) riba tidak dapat berdiri melainkan


seperti berdirinya orang yang kemasukan syaitan lantaran (tekanan) penyakit
gila. Keadaan mereka yang demikian itu, adalah disebabkan mereka berkata
(berpendapat), sesungguhnya jual beli itu sama dengan riba, padahal Allah
telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba. Orang-orang yang telah
sampai kepadanya larangan dari Tuhannya, lalu terus berhenti (dari mengambil
riba), maka baginya apa yang telah diambilnya dahulu (sebelum datang
larangan); dan urusannya (terserah) kepada Allah. Orang yang kembali
(mengambil riba), maka orang itu adalah penghuni-penghuni neraka; mereka
kekal di dalamnya.”
Selain sumber utama di atas, terdapat keluasan dalam interaksi ekonomi yang

tidak hanya bersumber kepada al Quran sebagaimana tersebut di atas. Melainkan

juga bersumber dari prinsip syariah , yang dibentuk berdasarkan konsesus para ulama

yang melalui proses ijtihad. Dalam hal ini, prinsip sy{ariah yang merupakan hasil

keputusan yang berupa fatwa dari lembaga yang ditunjuk oleh undang-undang, yaitu

Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia (DSN-MUI).

Meskipun sebatas fatwa, produk hukum yang dikeluarkan oleh DSN-MUI

mendapat pengakuan dari pemerintah. Hal ini diperkuat dengan menunjukan secara

langsung bahwa fatwa DSN-MUI sebagai pedoman yang menjadi prinsip syariah

yang menjadi pedoman bagi aktifitas ekonomi di Indonesia, yaitu lembaga keuangan
syariah (LKS), lembaga bisnis syariah (LBS) dan Lembaga perekonomian Syariah

(LPS). Perundangan dan peraturan yang dimaksud menjadi peraturan resmi yang

dikeluarkan oleh lembaga yang berwenang seperti Bank Indonesia dan Otoritas Jasa

Keuangan. Oleh karena itu, sangatlah penting untuk mengetahui kedudukan fatwa

DSN-MUI sebagai pedoman yang secara sah dan resmi sebagai standart yang

digunakan dalam pelaksanaan kegiatan ekonomi (usaha) yang berprinsip syariah di

Indonesia. Secara lebih jelas dapat dilihat dalam table berikut ini,

No Peraturan Kedudukan fatwa DSN MUI

1. Peraturan Bank Indonesia Prinsip s{ariah adalah prinsip hukum Islam di


Nomor 11/33/PBI/2009 tentang bidang perbankan s{ariah yang tertuang
pelaksanaan good corporate dalam bentuk fatwa Dewan S{ariah Nasional
governance bagi Bank Umum Majelis Ulama Indonesia.
S{ariah dan Unit Usaha S{ariah

2. Peratturan Bank Indonesia Meminta fatwa kepada Dewan Pengawas


Nomor 11/3/PBI/2009 tentang S{ariah untuk produk baru Bank yang belum
Bank Umum S{ariah (Pasal 35 ada fatwanya;
ayat 2 point c

3. Undang-undang nomor 40/ Prinsip s{ariah adalah prinsip hukum Islam


2014 tentang perasuransian dalam kegiatan perasuransian berdasarkan
(pasal 1 ayat 3) fatwa yang dikeluarkan oleh lembaga yang
memiliki kewenangan dalam penetapan
fatwa di bidang s{ariah

4. Peraturan Otoritas jasa Prinsip s{ariah di pasar modal adalah prinsip


Keuangan Nomor hukum Islam dalam kegiatan s{ariah di pasar
15/POJK.04/2015 tentang modal berdasarkan fatwa Dewan S{ariah
penerapan prinsip s{ariah di Nasional Majelis Ulama Indonesia,
pasar modal (pasal 1 ayat 2) sepanjang fatwa yang dimaksud tidak
bertentangan dengan peraturan Otoritas
Jasa Keuangan ini dan atau peraturan
Otoritas jasa Keuangan Lainnya yang
didasarkan pada fatwa Dewan S{ariah
Nasional Majelis Ulama Indonesia
B. Pengertian akad

Dalam aktifitas ekonomi, terutama ekonomi syariah. Perihal akad menjadi hal

yang sangat penting. Pentingnya perihal akad dapat terlihat dari perintah untuk

menunaikan akad dalam setiap aktifitas ekonomi. Sebagaimana yang termaktub al

Surat al Maidah ayat 1 “Hai orang-orang yang beriman tunaikanlah akad-akad itu”.

Akad berasal dari bahasa Arab yaitu al-‘aqdu dengan bentuk jamak kata al-Uquud,

yang berarti kontrak atau perjanjian (Munawwir & Fairuz, 2007) . Menurut ulama

fiqh akad dimaknai sebagai ikatan antara ijab dan Kabul sesuai dengan syariat yang

menetapkan adanya akibat hukum dalam objek perikatan. Pemaknaan tersebut

mengindikasi bahwa akad dilakukan oleh kedua belah pihak yang mengikatkan diri

untuk melakukan perbuatan yang khusus (Mardani, 2012).

C. Akad dalam aktifitas ekonomi

Akad dalam aktifitas ekonomi terus berkembang seriring dengan prinsip

mu’amalah yang berkembang seiring perkembangan zaman. Perbedaan dikalangan

ulama fiqh tentang akad menunjukan adanya perkembangan pemikiran tentang akad

itu sendiri. Karena itu penjelasan tentang akad ini disesuaikan dengan fungsi dan

kebutuhan yang ada dengan akad itu sendiri dalam aktifitas ekonomi.

Secara garis besarnya dalam Islam, akad dapat dibedakan menjadi dua

kelompok besar (Mubarok & Hasanudin, Fikih Mu'amalah Maliyyah: Prinsip-prinsip

perjanjian, 2017, p. 51) . Pertama, akad tabarru’yaitu akad yang digunakan untuk

membantu pihak lain. Akad tabarru ini menggunakan instrumen akad zakat, infak,
sedekah, dan wakaf dalam pengumpulan dananya. Sedangkan penyaluran pendanaan

dari akad tabarru’ ini dapat menggunakan akad qardh. Kedua adalah akad

mu’awadhah yaitu akad yang dilakukan dengan tujuan untuk memperoleh

keuntungan yang bersifat bisnis karena dilakukan dalam rangka memperoleh

keuntungan.

Klasifikasi akad tersebut, terlihat adanya titik utama yang membedakan.

Perbedaan itu terlihat pada ada atau tidaknya keuntungan yang timbul dari akad

tersebut. Penjelasan berikutnya dikhususkan pada bentuk akad dalam aktifitas

ekonomi dengan berdasarkan pada fatwa DSN MUI sebagaimana yang disyaratkan

untuk setiap aktifitas ekonomi berdasarkan prinsip syariah. Ketentuan tersebut

berdasarkan amanat perundang-undangan yang berlaku di Indonesia. Produk akad

tersebut menjadi acuan dari kegiatan ekonomi seperti lembaga keuangan syariah

(LKS), lembaga bisnis syariah seperti pengelolaan rumah sakit sesuai dengan prinsip

syariah, termasuk aktifitas pengelolaan harta waris sebagai berikut:

1. Akad Mudharabah

Akad mud}arabah merupakan salah satu akad kerjasama produktif

dengan pola distribusi keuntungan berdasarkan nisbah (bagi hasil). Ketentuan

akad mud}arabah merujuk kepada fatwa DSN-MUI nomor 7 tahun 2000. Dalam

fatwa tersebut dijelaskan bawah akad mudharabah adalah akad kerjasama suatu

usaha di mana pihak pertama (sahibul mal) menyediakan seluruh modal, sedang

pihak kedua (mudharib) bertindak selaku pengelola, dan keuntungan usaha

dibagi di antara mereka sesuai kesepakatan yang dituangkan dalam kontrak.


Fokus utama akad mud}arabah terletak pada posisi kerjasama untuk

mengerjakan suatu kegiatan usaha. Salah pihak berperan sebagai penyedia

pendanaan atau modal. Dalam hal ini disebut sebagai shahib al Mal. Sedang

pihak yang lain sebagai pengelola, yang disebut sebagai mudharib. Dari

kerjasama di antara keduanya mendapat profit (keuntungan usaha).

Keuntungan usaha yang di dapat selanjutnya dibagi di antara kedua pihak

berdasarkan kesepakatan yang disepakati dan dituangkan dalam akad atau

kontrak perjanjian.

Ketentuan lainnya dari akad mud}arabah ini dapat dilihat dari fatwa

DSN MUI. Dalam hal ini dapat merujuk fatwa DSN MUI nomor 115 tahun

2017 tentang akad mud}arabah. Dalam fatwa tersebut DSN MUI nomor 115

dijelaskan ragam model dari akad mud}arabah yang dapat digunakan dalam

aktifitas ekonomi berdasarkan prinsip s{ariah, antara lain sebagai berikut,

a. Mud{arabah muqayyadah adalah mud}arabah yang dibatasi jenis

usaha, jangka waktu, dan atau tempat usaha.

b. Mud}arabah mut}laqah adalah akad mud}arabah yang tidak dibatasi

jenis usaha, jangka waktu, dan atau tempat usaha.

c. Mud}arabah Tsuna’iyah adalah akad mud}arabah yang dilakukan

secara langsung antara shahibul mal (pemilik pendanaan) dan

mudharib (pengelola).

d. Mud}arabah musytarakah adalah akad mud}arabah yang

pengelolanya (mud}a>rib) turut menyertakan modalnya dalam

kerjasama usaha.
Dari keempat bentuk mud}arabah di atas terlihat adanya kemudahan

bagi siapa pun dalam mengaplikasikan akad mud}arabah sebagai salah satu

produk akad dalam mengelola harta waris yang sesuai dengan prinsip syari’ah

dan termaktub dalam fatwa DSN MUI. Secara komferehensif untuk

menjalankan kegiatan usaha yang menggunakan akad mud}arabah dapat

dilihat dalam fatwa DSN-MUI berikut ini,

No No. Fatwa Tanggal Keterangan


1 07/DSN-MUI/IV/2000 4 April 2000 Mud}arabah
2 50/DSN-MUI/III/2006 23 Maret 2006 Mud}arabah musytarakah
3 51/DSN-MUI/III/2006 23 Maret 2006 Mud}arabah musytarakah
pada asuransi syari’ah
4 115/DSN-MUI/IX/2017 19 September Akad Mud}arabah
2017

2. Akad Musyarakah

Musyarakah adalah akad kerjasama bersifat produktif yang dilakukan

dengan adanya pola distribusi keuntungan dan kerugian (lose and profit

sharing). Pola distribusi dalam akad musyarakah bisa berdasarkan

kesepakatan, bisa juga berdasarkan proporsional modal yang disertakan.

Dalam akad musyarakah di antara kedua belah pihak ikut terlibat

menanggung beban dan resiko secara bersamaan. Ketentuan prinsip syariah

akad musyarakah berdasar pada surat keputusan Dewan Syari’ah Nasional

MUI nomor 08 tahun 2000. Fatwa tersebut menjelaskan bahwa aktifitas

ekonomi yang menggunakan akad musyarakah adalah pembiyaan berdasarkan

akad kerjasama antara dua pihak atau lebih dalam menjalankan suatu usaha

tertentu. Para pihak yang berakad memberikan kontribusi dana dan pekerjaan
dengan ketentuan bahwa keuntungan dan resiko akan ditanggung bersama

sesuai dengan kesepakatan.

Penerapan akad musyarakah dalam aktifitas ekonomi harus

memperhatikan ketentuan yang menjadi prinsip dasar dari akad musyarakah.

Adapun ketentuan-ketentuan yang harus diperhatikan dalam akad

musyarakah ini sebagai berikut,

a. Objek akad harus terpenuhi, yaitu modal, kerja, dan keuntungan

b. Pernyataan ijab dan qabul harus dinyatakan oleh para pihak untuk

menunjukan kehendak mereka dalam mengadakan kontrak (akad).

c. Pihak-pihak yang berkontrak harus cakap hukum. Dalam hal ini

kompeten dalam memberikan atau diberikan kekuasaan perwakilan.

Begitu juga para pihak harus menyediakan pendanaan dan pekerjaan

serta melaksanakan pekerjaan sebagai wakil.

d. Setiap mitra memiliki hak untuk mengatur asset musyarakah dalam

proses bisnis normal.

e. Setiap mitra tidak diizinkan untuk mencairkan atau menginvestasikan

modal untuk kepentingan sendiri.

f. Keuntungan (profit) atau kerugian (lose) harus dibagi kepada para

pihak secara proporsional atau kesepakatan dan disebutkan secara

jelas dalam akad.

Prinsip utama dari akad musyarakah ini bertumpu adanya keterlibatan

dari kedua belah pihak dalam bentuk aktifitas pekerjaan. Dengan kata lain,

kedua belah pihak tidak hanya menyertakan modal tetapi juga pekerjaan yang

dibutuhkan dalam menjalankan aktifitas bisnisnya. Penjelasan yang lebih luas


tentang tentang prinsip syariah dari akad musyarakah dapat dilihat dari

ketentuan fatwa DSN MUI nomor 114 tahun 2017. Dalam fatwa tersebut,

akad musyarakah dikenal juga dengan istilah akad syirkah. Ketentuan penting

yang menjelaskan tentang ragam bentuk dari akad musyarakah, yang dapat

digunakan dalam aktifitas ekonomi dapat dilihat dalam penjelasan berikut,

a. Syirkah muaqqatah adalah syirkah yang kepemilikan ra’s al mal-nya

(modal usaha) setiap syarik (mitra) tidak mengalami perubahan sejak

awal syirkah sampai batus waktu yang terbatas atau ditentukan.

b. Syirkah da>’imah adalah syirkah yang kepemilikan porsi modal usaha

(ra’s al mal) setiap syarik (mitra yang bersyirkah) tidak mengalami

perubahan sejak akad syirkah dimulai sampai dengan berakhirnya

akad syirkah, baik jangka waktunnya dibatasi maupun tidak dibatasi.

Syirkah da’imah ini dikenal juga dengan istilah syirkah t}a>bitah.

c. Musyarakah mutana>qis}ah adalah syirkah yang kepemilikan porsi

modal usaha salah satu mitra (pihak) berkurang disebabkan pembelian

secara bertahap oleh mitra lainnya.

d. Syirkah amwal adalah syirkah yang yang ra’s al mal-nya berupa harta

kekayaan dalam bentuk uang atau barang.

e. Syirkah ‘Abdan/ Syirkah A’mal adalah syirkah yang ra’s al mal-nya

dalam bentuk keahlian atau keterampilan usaha/kerja termasuk

komitmen untuk menunaikan kewajiban syirkah kepada pihak lain

berdasarkan kesepakatan atau proporsional.

f. Syirkah wuju>h adalah syirkah yang ra’s al mal-nya dalam bentuk

reputasi atau nama baik dari salah satu atau seluruh syarik, termasuk
komitmen untuk menunaikan kewajiban syirkah kepada pihak lain

berdasarkan kesepakatan atau proporsional.

Ragam bentuk akad musyarakah tersebut di atas, menunjukan adanya

gambaran tentang kemudahan bagi pelaku aktifitas ekonomi. Terutama para

pihak yang berkehendak untuk menjadikan kegiatan usahanya dengan

menggunakan akad musyarakah. Secara komprehensif dan integral untuk

menjalan kegiatan usaha yang menggunakan akad musya>rakah (akad syirkah)

dapat memperhatikan ketentuan sebagai berikut,

No No. Fatwa Tanggal Keterangan


1 08/DSN-MUI/IV/2000 13 April 2000 Pembiayaan
Musya>rakah
3 43/DSN-MUI/III/2006 11 Agustus 2004 Ganti-rugi (ta’wid})
4 73/DSN-MUI/III/2006 14 November Musya>rakah
2008 mutana>qis}ah
5 114/DSN- 19 September Akad syirkah
MUI/IX/2017 2017

3. Akad Ijarah

Ijarah merupakan akad yang diperuntukan untuk pemindahan manfaat

suatu barang atau lahan dalam waktu tertentu tanpa terjadi adanya

pemindahan kepemilikian. Penjelasan ketentuan prinsip syariah dari akad

ijarah, dapat dilihat dalam fatwa DSN MUI nomor 09 tahun 2000. Dalam

fatwa tersebut disebutkan secara jelas bahwa yang dimaksud dengan akad

ija>rah adalah akad pemindahan hak guna (manfaat) atas suatu barang dalam

waktu tertentu dengan pembayaran sewa, tanpa diikuti dengan pemindahan

kepemilikan barang itu sendiri.


Akad ijarah dapat menjadi salah satu akad yang dapat digunakan

dalam kegiatan ekonomi yang usahanya berdasarkan prinsip syari’ah.

Penggunaan akad ijarah dapat dilakukan untuk memindahkan manfaat suatu

barang. Begitu juga akad ijarah dapat digunakan untuk memindahkan

manfaat suatu jasa atau upah. Walau demikian harus diperhatikan lebih dalam

mengenai manfaat dari suatu barang atau jasa yang tergolong sesuatu yang

dibolehkan saja atau barang dan jasa yang tidak diharamkan.

Ketentuan lain yang menjadi perhatian adalah spesifikasi manfaat dari

suatu barang atau manfaat dari jasa, keduanya harus desebutkan secara jelas.

Termasuk di dalamnya adalah jangka waktu yang disepakati oleh kedua pihak,

yaitu pemberi sewa/ jasa dan penyewa barang/ pengguna jasa.

Permisalahan kegiatan ekonomi yang menggunakan akad ijarah

seperti aktifitas ekonomi dalam bentuk persewaan kendaraan, persewaan

rumah, persewaan toko, persewaan lahan yang produktif seperti tambak,

sawah dan lainnya, serta persewaan barang lainnya yang dibolehkan dan tidak

tergolong sesuatu yang diharamkan. Adapun permisalan dalam bentuk

manfaat yang tergolong jasa seperti jasa pekerjaan, dapat dikembangkan dari

akad ijarah yang dikenal dengan bentuk ija>rah maus}ufah fi al d}immah.

Permisalan dari manfaat jasa semakin meluas dengan kebutuhan

masyarakat sebagaimana yang dipraktikan dalam lembaga keuangan syariah

dalam bentuk pembiayaan. Misalnya manfaat jasa untuk pembiyaan umrah,

pembiyaan untuk pendidikan dan pembiyaan untuk kesehatan. Permisalan

tersebut yang dikenal dengan pembiyaan multijasa (ijarah multijasa),


sebagaimana yang telah diatur secara spesifik dalam fatwa DSN MUI nomor

44 tahun 2004.

Penerapan akad ijarah dapat dirasakan secara luas dan semakin

dibutuhkan oleh masyarakat. Terutama, produk pembiyaan yang banyak

dipraktikan dalam aktifitas ekonomi yang banyak dipraktikan oleh lembaga

keuangan syariah (LKS). Terutama dalam memberikan akses manfaat kepada

masyarakat secara langsung. Seiring dengan hal tersebut terlihat adanya

kebutuhan pedoman terhadap usaha dan bisnis yang menggunakan akad ijarah.

Oleh karena itu, DSN MUI menetapkan ketentuan baru yang berfungsi

sebagai pelengkap tentang akad ijarah berdasarkan Surat keputusan DSN

MUI nomor 112 di tahun 2017. Fatwa ijarah ini diperuntukan tidak hanya

untuk lembaga keuangan syariah seperti perbankan syariah melainkan juga

perusahaan pembiayaan, jasa keuangan maupun aktivitas bisnis lainnya.

Secara komprehensif dan integral untuk menjalankan usaha yang

menggunakan akad ijarah, hendaknya memperhatikan prinsip syariah atau

ketentuan yang termaktub dalam fatwa DSN MUI berikut,

No No. Fatwa Tanggal Keterangan


1 09/DSN- 13 April 2000 Ijarah
MUI/IV/2000
2 17/DSN- 16 September Sanksi atas nasabah mampu
MUI/IX/2000 2000 yang menunda pembayaran
3 43/DSN- 11 Agustus 2004 Ganti-rugi (ta’widh)
MUI/III/2004
4 44/DSN- 11 Agustus 2004 Pembiyaan Multijasa
MUI/III/2004
5 112/DSN- 19 September Akad Ijarah
MUI/IX/2017 2017

D. Akad lain dalam aktifitas ekonomi

Akad lain dalam aktifitas ekonomi adalah akad yang tidak disebutkan dan

dijelaskan di atas, tetapi juga digunakan dalam aktifitas ekonomi (muamalah).

Penggunaan akad ini dalam aktifitas mu’amalah dan pengelolaan harta waris

tergolong dalam akad yang bersifat tabarru’. Walaupun dalam perkembangannya,

akad yang berseifat tabarru’ ini bergeser menjadi akad yang bersifat tijari (bisnis)

karena didalamnya mengandung ujrah (fee). Secara khusus, penggunaan akad ini

menekankan kepada perolehan keuntungan bagi masyarakat atau yang bersifat sosial.

Menurut Mubarak dan Hasanudin salah yang termasuk dalam akad seperti ini adalah

instrumen Wakaf. Mereka pun menjelaskan Instrumen wakaf secara umum dapat

berupa wakaf yang tujuannya untuk membantu keluarga (wakaf ahli). Dapat pula

berupa wakaf yang tujuannya untuk membantu masyarakat secara umum (wakaf

khairi). Adapula wakaf yang tujuannya untuk membantu keluarga dan masyarakat

umum (musytarak) (Mubarok & Hasanudin, Fikih Mu'amalah Maliyyah: Akad

Tabarru', 2017, p. 270).

Sebagai akad lainnya dalam aktifitas ekonomi seperti akad wakalah, kafalah,

hawalah menjadi akad yang banyak digunakan aktifitas ekonomi. Termasuk

instrument wakaf juga digunakan sebagai kontrak atau perjanjian dalam aktifitas

ekonomi yang bersifat tabarru’ (Mubarok & Hasanudin, Fikih Mu'amalah Maliyah:

Prinsip-prinsip Perjanjian, 2017, p. 51) . Dengan terbuka Mardani menyebutkan


dalam bukunya bahwa wakaf menjadi salah satu instrument akad dalam klasifikasi

akad social (Mardani, 2012, pp. 356-362).

Wakaf adalah aktifitas menahan harta yang dapat dimanfaatkan hasil dari

harta tersebut. Ketentuan tentang wakaf ini dapat ditemukan dalam fatwa Dewan

Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia (DSN-MUI). Meskipun ketentuan

tersebut tidak langsung menjadi pembahasan dalam fatwa. Ketentuan wakaf dalam

aktifitas ekonomi dapat ditemukan dalam fatwa DSN MUI nomor 106 tahun 2016

tentang wakaf manfaat asuransi dan manfaat investasi pada asuransi jiwa syari’ah.

Fatwa DSN MUI menjelaskan bahwa wakaf menjadi isntrumen untuk

mengambil maanfaat dari menahan suatu benda tanpa lenyapnya benda, dijual,

dihibahkan, atau diwariskan. Manfaat dari benda tersebut secara mubah dapat

disalurkan kepada penerima manfaat wakaf tersebut. Begitu pula dijelaskan di

dalamnya tentang syarat dari objek wakaf yaitu harta yang berharga atau bernilai

menurut s{ariah (mal mutaqawwam), harta harus sudah jelas atau terukur (ma’lum),

harta menjadi milik penuh bagi wakif (milk tam).

Seiring berjalannya waktu, Majelis Ulama Indonesia (MUI) memutuskan

berdasarkan hasil ijtima ulama komisi fatwa MUI se Indonesia III dengan

memutuskan bahwa instrumen wakaf terus berkembang mejadi objek atau benda

yang dapat ditukar, dijual dengan ketentuan, alih fungsi benda wakaf dengan

memperhatikan mashlahah, dan wakaf pun boleh berupa uang (Amin & et.all, 2015,

pp. 1119-1120).

Ketentuan wakaf yang terus berkembang sangat bermanfaat untuk konteks

kewarisan. Harta waris dikelola melalui instrument wakaf dengan manfaat yang

dapat dirasakan kepada ahli waris dan juga masyarakat secara social. Dalam konteks
tersebut akad wakaf dapat diklasifikasikan dalam konteks investasi. Oleh karena itu,

subjek hukum dari akad wakaf tersebut dapat terlihat menjadi tiga bagian penting.

Di antaranya adalah wakif yaitu pihak yang mewakafkan hartanya. Subjek hukum

lainnya adalah mauquf ‘alaih yaitu pihak yang melakukan pengelolaan dan investasi

benda wakaf. Selain itu, ada mauquf alaih kedua yang dimaknai sebagai pihak yang

berhak menerima manfaat wakaf (Mubarok & Hasanudin, Fikih Mu'amalah Maliyyah:

Akad Tabarru', 2017, p. 269).

E. Daftar Pustaka

Amin, M., & et.all. (2015). Himpunan Fatwa MUI Sejak 1975 (Edisi Terbaru).
Jakarta: Emir: Cakrawala Islam.

Mardani. (2012). Fiqh Ekonomi Syariah. Jakarta: Kencana.

Mubarok, J., & Hasanudin. (2017). Fikih Mu'amalah Maliyah: Prinsip-prinsip


Perjanjian. Bandung: Simbiosa Rekatama Media.

Mubarok, J., & Hasanudin. (2017). Fikih Mu'amalah Maliyyah: Akad Tabarru'.
Bandung: Simbiosa Rekatama Media.

Mubarok, J., & Hasanudin. (2017). Fikih Mu'amalah Maliyyah: Prinsip-prinsip


perjanjian. Bandung: Simbiosa Rekatama Media.

Munawwir, A., & Fairuz, M. (2007). Kamus al Munawwir Indonessia-Arab


Terlengkap. Surabaya: Pustaka Progresiif.

Fatwa Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia, dalam


https://dsnmui.or.id/kategori/fatwa.
Profil Penulis
Nama Lengkap : Dr. Dian Berkah, SHI., MHI
Email : dianberkah@um-surabaya.ac.id
Pendidikan Terakhir : S3 Ilmu Ekonomi Islam-Universitas Airlangga
Bidang Keahlian : Hukum Kewarisan dan Ekonomi Islam
Aktifitas : Akademisi, Praktisi LKS, DSN MUI Pwk Jawa
Timur
Prestasi :The Best Presenter pada 1st International Multidiciplinary
Confeence on Potential Research.

Karya yang diterbitkan :


Tahun Judul Penerbit/Jurnal
2012 Guruku Inspirasiku (novel) Muhi Press
2012 Sukses Berpuasa: Panduan Menjalani Buku, Muhi Press,
Ibadah Ramadhan sesuai Tuntunan Rasul ISBN. 978-602-19820-
Allah Saw 1-3
2013 Menggapa Kesuksesan Hidup Buku, Ilmi Publisher,
ISBN. 978-602-17779-
7-8
2019 Book Chapter Otoritas Jasa Keuangan Book Chapter Otoritas
Regional 4-MUI: Buku Gaul Keuangan Jasa Keuangan
Syariah dengan judul: Untung ada Dewan Regional 4-MUI: Buku
Syariah Gaul Keuangan
Syariah, Mei 2019,
Page: 79-83
2022 Book chapter: Dinamika Keilmuan Islam di Book chapter:
masa Pandemik dengan judul: Konsep Dinamika Keilmuan
kewarisan (inheritance) dan kedudukannya Islam di masa
dalam ekonomi Islam Pandemik, UM
Surabaya Publishing
dan Rahayu Press,
Februari 2022. ISBN:
ISBN: 9786-2359-
22386

Penelitian Terakhir

Tahun Judul/jurnal Penerbit/Jurnal


2019 Jurnal International bereputasi Opción, Año 35, Especial No.19
berjudul: Challenges and (2019): 444-458
opportunities on Islamic ISSN 1012-1587/ISSNe: 2477-9385
inheritance distribution in
Indonesia
2019 Jurnal International bereputasi Humanities & Social Sciences
berjudul: Inheritance Wealth Reviews
Distribution Model And Its eISSN: 2395-6518, Vol 7, No 3, 2019,
Implication To Economy pp 01-10
https://doi.org/10.18510/hssr.2019.731
2020 Jurnal International bereputasi International Journal of Advanced
berjudul: Fawătih Al- Science and Technology
Suwari:Reveal Esoteric Letters Vol. 29, No. 03, (2020), pp. 5700 -
and Sentences in Holy Quran 5712
2022 Jurnal International bereputasi Webology, ISSN: 1735-188X, Volume
berjudul: Ijtihad in 19, Number 1, January, 2022. URL:
Muhammadiyah: An Uṣūl Al- https://webology.org/index.php
Fiqh Study
2022 Paper international yang 1st Multiciplinery International
berjudul: How to manage conference on potential research
inheritance wealth productive during pandemic dan paper
can increase economic value conference. URL: https://micon.um-
on agriculture sector in Gresik surabaya.ac.id/

Anda mungkin juga menyukai