Anda di halaman 1dari 6

A.

Definisi Bank Umum


Menurut peraturan Bank Indonesia No. 9/7/PBI/2007 pengertian Bank Umum adalah
bank yang menjalakan kegiatannya memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran, dalam
usahanya secara konvesional atau berdasarkan prinsip syariah.
1. Bank Konvensional
Bank yang menjalankan kegiatan usahanya secara konvensional dan berdasarkan
jenisnya terdiri atas Bank Umum Konvensional dan Bank Perkreditan Rakyat. Bank
Umum konvensional adalah bank konvensional yang dalam kegiatannya memberikan jasa
dalam lalu lintas pembayaran. Bank Perkreditan Rakyat adalah bank konvensional yang
dalam kegiatannya tidak memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran (Wiroso, 2009:
42).
2. Bank Syariah
Bank syariah adalah bank yang melaksanakan kegiatan usaha berdasarkan prinsip
Syariah, yaitu aturan perjanjian berdasarkan hukum Islam antara bank dan pihak lain untuk
penyimpanan dana dan atau pembiayaan kegiatan usaha, atau kegiatan lainnya yang
dinyatakan sesuai dengan Syariah. Bank Syariah, atau biasa disebut Islamic Bank di negara
lain, berbeda dengan bank konvensional pada umumnya. Perbedaan utamanya terletak
pada landasan operasi yang digunakan. Kalau bank konvensional beroperasi berlandaskan
bunga, bank syariah beroperasi berlandaskan bagi hasil, ditambah dengan jual beli dan
sewa. Hal ini didasarkan pada keyakinan bahwa bunga mengandung unsur riba yang
dilarang oleh agama Islam. Menurut pandangan Islam, di dalam sistem bunga terdapat
unsur ketidakadilan karena pemilik dana mewajibkan peminjam untuk membayar lebih
dari pada yang dipinjam tanpa memperhatikan apakah peminjam menghasilkan keuntungan
atau mengalami kerugian. Sebaliknya, sistem bagi hasil yang digunakan bank syariah
merupakan sistem ketika peminjam dan yang meminjamkan berbagi dalam risiko dan
keuntungan dengan pembagian sesuai kesepakatan.
Dalam hal ini tidak ada pihak yang dirugikan oleh pihak lain. Lebih jauh lagi, apabila
dilihat dari perspektif ekonomi, bank syariah dapat pula didefinisikan sebagai ebuah
lembaga intermediasi yang mengalirkan investasi publik secara optimal (dengan kewajiban
zakat dan larangan riba) yang bersifat produktif (dengan larangan judi), serta dijalankan
sesuai nilai, etika, moral, dan prinsip Islam. Bank Syariah merupakan lembaga intermediasi
dan penyedia jasa keuangan yang bekerja berdasarkan etika dan sistem nilai Islam,
khususnya yang bebas dari bunga (riba), bebas dari kegiatan spekulatif yang nonproduktif
seperti perjudian (maysir), bebas dari hal-hal yang tidak jelas dan meragukan (gharar),
berprinsip keadilan, dan hanya membiayai kegiatan usaha yang halal.
Bank Syariah sering dipersamakan dengan bank tanpa bunga. Bank tanpa bunga
merupakan konsep yang lebih sempit dari bank Syariah, ketika sejumlah instrumen atau
operasinya bebas dari bunga. Bank Syariah, selain menghindari bunga, juga secara aktif
turut berpartisipasi dalam mencapai sasaran dan tujuan dari ekonomi Islam yang
berorientasi pada kesejahteraan sosial. Yumanita. (2005: 1-4)
Bank syariah adalah bank yang menjalankan kegiatan usa- hanya berdasarkan prinsip
syariah dan menurut jenisnya terdiri atas bank umum syariah (BUS), unit usaha syariah
(UUS), dan bank pem biayaan rakyat syariah (BPRS). Bank umum syariah adalah bank
syariah yang berdiri sendiri se- suai dengan akta pendiriannya, bukan merupakan bagian dari
bank konvensional. Beberapa contoh bank umum syariah antara lain Bank Syariah Mandiri,
Bank Muamalat Indonesia, Bank Syariah Mega, Bank Syariah Bukopin, Bank BCA Syariah,
dan Bank BRI Syariah. Ismail. (2017: 26)
Pada Undang-undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perbankan, Bank disebutkan
sebagai badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan
menyalurkannya kepada masyarakat dalam bentuk kredit dan atau bentuk-bentuk lainnya
dalam rangka meningkatkan taraf hidup masyarakat. Bank umum adalah bank yang
melaksanakan kegiatan usaha secara konvensional dan atau berdasarkan prinsip syariah, yang
dalam kegiatannya memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran. (Undang-undang Nomor
10 Tahun 1998)

B. Usaha Bank Umum


Kegiatan usah bank umum terdapat beberapa, yaitu:
1. Menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan berupa giro, deposito
berjangka, sertifikat deposito, tabungan, dan/atau bentuk lainnya yang dipersamakan
dengan itu
2. Memberikan kredit
3. Menerbitkan surat pengakuan hutang
4. Membeli, menjual atau menjamin atas risiko sendiri maupun untuk kepentingan dan atas
perintah nasabahnya, seperti berikut:
a. Surat-surat wesel termasuk wesel yang diakseptasi oleh bank yang masa berlakunya
tidak lebih lama daripada kebiasaan dalam perdagangan surat-surat dimaksud
b. Surat pengakuan hutang dan kertas dagang lainnya yang masa berlakunya tidak lebih
lama daripada kebiasaan dalam perdagangan surat-surat dimaksud
c. Kertas perbendaharaan negara dan surat jaminan pemerintah
d. Sertifikat Bank Indonesia (SBI)
e. Obligasi
f. Surat dagang berjangka waktu sampai dengan 1 tahun
g. Instrumen surat berharga lain yang berjangka waktu sampai dengan 1 tahun
5. Memindahkan uang baik untuk kepentingan sendiri maupun untuk kepentingan nasabah
6. Menempatkan dana pada, meminjam dana dari, atau meminjamkan dana kepada bank lain,
baik dengan menggunakan surat, sarana telekomunikasi maupun dengan wesel unjuk, cek
atau sarana lainnya.
7. Menerima pembayaran dari tagihan atas surat berharga dan melakukan perhitungan dengan
atau antar pihak ketiga
8. Menyediakan tempat untuk menyimpan barang dan surat berharga
9. Melakukan kegiatan penitipan untuk kepentingan pihak lain berdasarkan suatu kontrak.
10. Melakukan penempatan dana dari nasabah kepada nasabah lainnya dalam bentuk surat
berharga yang tidak tercatat di bursa efek
11. Membeli melalui pelelangan agunan baik semua maupun sebagian dalam hal debitur tidak
memenuhi kewajibannya kepada bank, dengan ketentuan agunan yang dibeli tersebut wajib
dicairkan secepatnya
12. Melakukan kegiatan anjak piutang, usaha kartu kredit dan kegiatan wali amanat
13. Menyediakan pembiayaan bagi nasabah berdasarkan prinsip bagi hasil sesuai dengan
ketentuan yang ditetapkan dalam peraturan pemerintah
14. Melakukan kegiatan lain yang lazim dilakukan oleh bank sepanjang tidak bertentangan dengan
undang-undang ini dan peraturan perundang-undangan yang berlaku. (PASAL 6 UNDANG-
UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 19999 TENTANG PERBANKAN)
C. Ayat Al-qur’an Mengenai Ekonomi
Beberapa ayat Al-qur’an mengenai ekonomi terdapat beberapa diantaranya, ialah:

‫َو َجَعْلَنا الَّنَه اَر َمَعاًش ا‬

Artinya: “dan Kami jadikan siang untuk mencari penghidupan”. (QS. An-Naba: 11)
‫َلۡي َعَلۡي ُک ۡم ُج َن اٌح َاۡن َتۡب َتُغۡو ا َفۡض اًل ِّم ۡن َّرِّبُک ۡم ؕ َف ِاَذٓا َاَفۡض ُتۡم ِّم ۡن َع ٰفٍت َف اۡذ ُک وا الّٰل َه ِعۡن َد اۡل َم ۡش َعِر‬
‫ُر‬ ‫َر‬ ‫َس‬
‫ۚ‌ ِاۡن ۡن ۡن ِل ِم‬ ‫ۡل ِم ۡذ‬
‫ا َح ـَرا ۖ َوا ُک ُرۡو ُه َک َم ا َه ٰد ٮُک ۡم َو ُک ُتۡم ِّم َقۡب ٖه َل َن الَّضٓا ِّلۡي َن‬
Artinya: “Bukanlah suatu dosa bagimu mencari karunia dari Tuhanmu. Maka apabila kamu
bertolak dari Arafah, berdzikirlah kepada Allah di Masy’arilharam. Dan
berdzikirlah kepada-Nya sebagaimana Dia telah memberi petunjuk kepadamu,
sekalipun sebelumnya kamu benar-benar termasuk orang yang tidak tahu”. (QS. Al-
Baqarah: 198)
Kedua perintah Allah Swt pada ayat di atas, serta perintah-perintah yang senada dalam
ayat lain, mengindikasikan bahwa tindakan ekonomi bukanlah sesuatu yang melanggar
hokum. Melainkan merupakan bagian dari kewajiban. Harta yang telah dianugerahkan Tuhan
adalah untuk memenuhi semua kebutuhan manusia. Allah memerintahkan kepada manusia,
terutama kaum Muslim, untuk selalu berusaha mengkonsumsi makanan yang halal lagi bergizi
yang tersebar di muka bumi ini. Konsekuensi logis dari larangan dan peringatan tersebut agar
kaum muslim diperintahkan untuk bersikap hati-hati dalam melakukan kegiatan ekonomi agar
tidak terjerumus pada suatu perkara yang bernuansa syubhat apalagi haram. Ayat Al-Qur’an
dibawah ini mengatakan bahwa:
‫ِا‬ ‫ِت‬
‫َاُّيَه ا الَّناُس ُك ُلْوا َّمِما ىِف اَاْلْر ِض َح ٰل اًل َطِّيًباۖ َّواَل تَ َّتِبُعْوا ُخ ُطٰو الَّش ْيٰطِۗن َّنهٗ َلُك ْم َعُد ٌّو ُّم ِبٌنْي‬
‫ٰٓي‬

Artinya: “Wahai manusia! Makanlah dari (makanan) yang halal dan baik yang terdapat di
bumi, dan janganlah kamu mengikuti langkah-langkah setan. Sungguh, setan itu
musuh yang nyata bagimu. (QS. Al-Baqarah: 168) (Otta, 2016: 3-4)
‫َاَّلِذۡي َن َيۡا ُك ُلۡو َن الِّرٰبوا اَل َيُقۡو ُمۡو َن ِااَّل َك َم ا َيُقۡو ُم اَّلِذۡى َيَتَخ َّبُطُه الَّش ۡي ٰطُن ِم َن اۡل َم ِّس‌ؕ ٰذ ِلَك ِبَاَّنُه ۡم َقاُلۤۡو ا‬

ؕ ‫ِاَمَّنا اۡل َبۡي ُع ِم ۡث ُل الِّرٰبوا‌ۘ ‌ َوَاَح َّل الّٰل ُه اۡل َبۡي َع َوَح َّرَم الِّرٰبوا‌ ؕ َفَم ۡن َج ٓاَءهٗ َم ۡو ِعَظٌة ِّم ۡن َّرِّبهٖ َف اۡن َتٰه ى َفَل ٗه َم ا َس َلَف‬
‫ٰٓل‬
‫َوَاۡم ُرهٗۤ ِاىَل الّٰلِه‌ؕ َوَم ۡن َعاَد َفُاو ِٕٮَك َاۡص ٰح ُب ال ۚ‌ِرَّنا ُه ۡم ِفۡي َه ا ٰخ ِلُد ۡو َن‬
Artinya: “Orang-orang yang memakan riba tidak dapat berdiri melainkan seperti berdirinya
orang yang kemasukan setan karena gila. Yang demikian itu karena mereka berkata
bahwa jual beli sama dengan riba. Padahal Allah telah menghalalkan jual beli dan
mengharamkan riba. Barangsiapa mendapat peringatan dari Tuhannya, lalu dia
berhenti, maka apa yang telah diperolehnya dahulu menjadi miliknya dan
urusannya (terserah) kepada Allah. Barangsiapa mengulangi, maka mereka itu
penghuni neraka, mereka kekal di dalamnya”. (QS. Al-Baqarah: 275)
Tafsir: “Orang-orang yang memakan riba yakni melakukan transaksi riba dengan mengambil
atau menerima kelebihan di atas modal dari orang yang butuh dengan mengeksploitasi
atau memanfaatkan kebutuhannya, tidak dapat berdiri, yakni melakukan aktivitas,
melainkan seperti berdirinya orang yang kemasukan setan karena gila. Mereka hidup
dalam kegelisahan; tidak tenteram jiwanya, selalu bingung, dan berada dalam
ketidakpastian, sebab pikiran dan hati mereka selalu tertuju pada materi dan
penambahannya. Itu yang akan mereka alami di dunia, sedangkan di akhirat mereka
akan dibangkitkan dari kubur dalam keadaan sempoyongan, tidak tahu arah yang akan
mereka tuju dan akan mendapat azab yang pedih. Yang demikian itu karena mereka
berkata dengan bodohnya bahwa jual beli sama dengan riba dengan logika bahwa
keduanya sama-sama menghasilkan keuntungan. Mereka beranggapan seper-ti itu,
padahal Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba. Substansi
keduanya berbeda, sebab jual beli menguntungkan kedua belah pihak (pembeli dan
penjual), sedangkan riba sangat merugikan salah satu pihak. Barang siapa mendapat
peringatan dari Tuhannya, setelah sebelumnya dia melakukan transaksi riba, lalu dia
berhenti dan tidak melakukannya lagi, maka apa yang telah diperolehnya dahulu
sebelum datang larangan menjadi miliknya, yakni riba yang sudah diambil atau
diterima sebelum turun ayat ini, boleh tidak dikembalikan, dan urusannya kembali
kepada Allah. Barang siapa mengulangi transaksi riba setelah peringatan itu datang
maka mereka itu penghuni neraka. Mereka kekal di dalamnya untuk selama-lamanya”
DAFTAR PUSTAKA

Ismail, M. B. A. (2017). Perbankan syariah. Kencana.


Otta, Y. A. (2016). SISTEM EKONOMI ISLAM (Studi Atas Pemikiran Imam al-
Ghazali). Jurnal Ilmiah Al-Syir'ah, 9(2).
Wiroso. (2009). Produk Perbankan Syariah. Jakarta: LPFE Usakti.
Yumanita, D. (2005). Bank Syariah: Gambaran Umum. Jakarta: Pusat Pendidikan dan Studi
Kebanksentralan (PPSK) Bank Indonesia.

Anda mungkin juga menyukai