Artinya: “dan Kami jadikan siang untuk mencari penghidupan”. (QS. An-Naba: 11)
َلۡي َعَلۡي ُک ۡم ُج َن اٌح َاۡن َتۡب َتُغۡو ا َفۡض اًل ِّم ۡن َّرِّبُک ۡم ؕ َف ِاَذٓا َاَفۡض ُتۡم ِّم ۡن َع ٰفٍت َف اۡذ ُک وا الّٰل َه ِعۡن َد اۡل َم ۡش َعِر
ُر َر َس
ۚ ِاۡن ۡن ۡن ِل ِم ۡل ِم ۡذ
ا َح ـَرا ۖ َوا ُک ُرۡو ُه َک َم ا َه ٰد ٮُک ۡم َو ُک ُتۡم ِّم َقۡب ٖه َل َن الَّضٓا ِّلۡي َن
Artinya: “Bukanlah suatu dosa bagimu mencari karunia dari Tuhanmu. Maka apabila kamu
bertolak dari Arafah, berdzikirlah kepada Allah di Masy’arilharam. Dan
berdzikirlah kepada-Nya sebagaimana Dia telah memberi petunjuk kepadamu,
sekalipun sebelumnya kamu benar-benar termasuk orang yang tidak tahu”. (QS. Al-
Baqarah: 198)
Kedua perintah Allah Swt pada ayat di atas, serta perintah-perintah yang senada dalam
ayat lain, mengindikasikan bahwa tindakan ekonomi bukanlah sesuatu yang melanggar
hokum. Melainkan merupakan bagian dari kewajiban. Harta yang telah dianugerahkan Tuhan
adalah untuk memenuhi semua kebutuhan manusia. Allah memerintahkan kepada manusia,
terutama kaum Muslim, untuk selalu berusaha mengkonsumsi makanan yang halal lagi bergizi
yang tersebar di muka bumi ini. Konsekuensi logis dari larangan dan peringatan tersebut agar
kaum muslim diperintahkan untuk bersikap hati-hati dalam melakukan kegiatan ekonomi agar
tidak terjerumus pada suatu perkara yang bernuansa syubhat apalagi haram. Ayat Al-Qur’an
dibawah ini mengatakan bahwa:
ِا ِت
َاُّيَه ا الَّناُس ُك ُلْوا َّمِما ىِف اَاْلْر ِض َح ٰل اًل َطِّيًباۖ َّواَل تَ َّتِبُعْوا ُخ ُطٰو الَّش ْيٰطِۗن َّنهٗ َلُك ْم َعُد ٌّو ُّم ِبٌنْي
ٰٓي
Artinya: “Wahai manusia! Makanlah dari (makanan) yang halal dan baik yang terdapat di
bumi, dan janganlah kamu mengikuti langkah-langkah setan. Sungguh, setan itu
musuh yang nyata bagimu. (QS. Al-Baqarah: 168) (Otta, 2016: 3-4)
َاَّلِذۡي َن َيۡا ُك ُلۡو َن الِّرٰبوا اَل َيُقۡو ُمۡو َن ِااَّل َك َم ا َيُقۡو ُم اَّلِذۡى َيَتَخ َّبُطُه الَّش ۡي ٰطُن ِم َن اۡل َم ِّسؕ ٰذ ِلَك ِبَاَّنُه ۡم َقاُلۤۡو ا
ؕ ِاَمَّنا اۡل َبۡي ُع ِم ۡث ُل الِّرٰبواۘ َوَاَح َّل الّٰل ُه اۡل َبۡي َع َوَح َّرَم الِّرٰبوا ؕ َفَم ۡن َج ٓاَءهٗ َم ۡو ِعَظٌة ِّم ۡن َّرِّبهٖ َف اۡن َتٰه ى َفَل ٗه َم ا َس َلَف
ٰٓل
َوَاۡم ُرهٗۤ ِاىَل الّٰلِهؕ َوَم ۡن َعاَد َفُاو ِٕٮَك َاۡص ٰح ُب ال ِۚرَّنا ُه ۡم ِفۡي َه ا ٰخ ِلُد ۡو َن
Artinya: “Orang-orang yang memakan riba tidak dapat berdiri melainkan seperti berdirinya
orang yang kemasukan setan karena gila. Yang demikian itu karena mereka berkata
bahwa jual beli sama dengan riba. Padahal Allah telah menghalalkan jual beli dan
mengharamkan riba. Barangsiapa mendapat peringatan dari Tuhannya, lalu dia
berhenti, maka apa yang telah diperolehnya dahulu menjadi miliknya dan
urusannya (terserah) kepada Allah. Barangsiapa mengulangi, maka mereka itu
penghuni neraka, mereka kekal di dalamnya”. (QS. Al-Baqarah: 275)
Tafsir: “Orang-orang yang memakan riba yakni melakukan transaksi riba dengan mengambil
atau menerima kelebihan di atas modal dari orang yang butuh dengan mengeksploitasi
atau memanfaatkan kebutuhannya, tidak dapat berdiri, yakni melakukan aktivitas,
melainkan seperti berdirinya orang yang kemasukan setan karena gila. Mereka hidup
dalam kegelisahan; tidak tenteram jiwanya, selalu bingung, dan berada dalam
ketidakpastian, sebab pikiran dan hati mereka selalu tertuju pada materi dan
penambahannya. Itu yang akan mereka alami di dunia, sedangkan di akhirat mereka
akan dibangkitkan dari kubur dalam keadaan sempoyongan, tidak tahu arah yang akan
mereka tuju dan akan mendapat azab yang pedih. Yang demikian itu karena mereka
berkata dengan bodohnya bahwa jual beli sama dengan riba dengan logika bahwa
keduanya sama-sama menghasilkan keuntungan. Mereka beranggapan seper-ti itu,
padahal Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba. Substansi
keduanya berbeda, sebab jual beli menguntungkan kedua belah pihak (pembeli dan
penjual), sedangkan riba sangat merugikan salah satu pihak. Barang siapa mendapat
peringatan dari Tuhannya, setelah sebelumnya dia melakukan transaksi riba, lalu dia
berhenti dan tidak melakukannya lagi, maka apa yang telah diperolehnya dahulu
sebelum datang larangan menjadi miliknya, yakni riba yang sudah diambil atau
diterima sebelum turun ayat ini, boleh tidak dikembalikan, dan urusannya kembali
kepada Allah. Barang siapa mengulangi transaksi riba setelah peringatan itu datang
maka mereka itu penghuni neraka. Mereka kekal di dalamnya untuk selama-lamanya”
DAFTAR PUSTAKA