Anda di halaman 1dari 9

BAGIAN VII

DAKWAH FARDIYAH
Kompetensi:
Mahasiswa mampu menjelaskan dengan baik pengertian, keistimewaan, sasaran, sarana,
syarat dan adab dakwah fardiyah serta mampu menerapkan dalam aktivitas dakwah yang
dilaksanakannya.

Pokok Bahasan: Dakwah Fardiyah

Materi:
A. Pengertian Dakwah Fardiyah
Dakwah Fardiyah merupakan antonim dari dakwah jama’iyah atau ‘ammah, yakni
ajakan atau seruan ke jalan Allah yang dilakukan seorang da’i kepada orang lain secara
perseorangan dengan tujuan memindahkan ma’u pada keadaan yang lebih baik dan diridhai
Allah. Perubahan tersebut misalnya dari kekafiran kepada keimanan, dari kesesatan dan
kemaksiatan kepada petunjuk dan ketaatan, dari sikap ananiyah (individualisme) kepada
sikap mencintai orang lain, mencintai amal jama’i atau kerjasama, dan senang kepada
jama’ah. Bisa juga memindahkan mad’u dari sikap acuh tak acuh dan tidak perduli menjadi
sikap komitmen terhadap Islam, baik akhlaknya, adabnya, dan manhaj (sistem)
kehidupannya, yang tentusaja perpindahan ini menuju arah yang lebih baik dan lebih diridhai
Allah SWT.1
Untuk lebih memudahkan dalam memahami pengertian dakwah fardiyah, dapat dilihat
dari tiga pengertian yaitu:
1. Mafhum Dakwah (Seruan/ajakan), yaitu usaha seorang da’i yang berusaha lebih dekat
mengenal mad’u untuk dituntun kepada jalan Allah, untuk mencapai sasaran dakwah ia
harus selalumenyertainya dan membina persaudaraan dengan mad’u karena Allah. Dari
celah-celah persahabatan inilah da’i berusaha membawa mad’u kepada keimanan,
ketaatan, kesatuan, komitmen, pada sistem kehidupan Islam dan adab-adabnya, yang
membuahkan sikap ta’awun (tolong-menolong) dalam kebaikan dan ketakwaan, dan

1
Ali Abdul Halim Mahmud, Fiqhud Dakwah al-Fardiyah, terjemahan As’ad Yasin,
Dakwah Fardiyah, Metode Membentuk Pribadi Muslim, (Jakarta: Gema Insani Press,1995),
h.29).
membiasakannya beramar ma’ruf nahi munkar. Dakwah fardiyah dalam pengertian ini
merupakan kewajiban setiap muslim laki-laki maupun wanita.
2. Mafhum Hirarki. Dakwah fardiyah, ialah menjalin hubungan dengan masyarakat umum,
kemudian memilih salah seorang dari mereka untuk membina hubungan lebih erat,
karena da’i mengetahui bahwa orang tersebut layak menerima kebaikan disebabkan
keterkaitan dan komitmennya terhadap manhaj dan adab Islam. Dalam pengertian ini
seorang da’i harus; a. memilih penerima dakwah dengan baik sekaligus mengarahkan
keinginannya, menjalin hubungan dengannya, dan menjalin persaudaraan dengannya, b.
memperhatikan kepentingan kaum muslimin dengan menyingkirkan gangguan dari
mereka dan mengusahakan kema¡lahatan untuk mereka, c. memberi nasihat dan
pertolongan kepada setiap muslim, d. mencintai dan menampakan cintanya kepada
semua mad’u, e. bergaul dengan mad’u secara bijak, memberi nasihat yang baik, dan
bertukar pikiran dengan cara yang baik pula, f. memahami dan menyadari keadaan pihak
lain serta bersabar dalam menghadapinya, tidak boleh berputus asa dan harus berlapang
dada, g. menyampaikan secara terang-terangan apa yang seharusnya disampaikan kepada
mad’u pada setiap tahap dakwah fardiyah, yakni mengubah mad’u pada keadaan yang
lebih baik dan lebih diridahai Allah SWT, h. sadar bahwa dakwah fardiyah merupakan
pergaulan dan persaudaraan seorang da’i dengan orang lain dalam rangka mengajak
mereka ke jalan Allah.
3. Mafhum Tanzhimi (pengorganisasian), meskipun bersifat perorangan, mad’u dalam
dakwah fardiyah juga memerlukan pengaturan, penugasan, dan pengarahan yang semua
ini termasuk dalam tanzhim (pengorganisasian) dan asas-asasnya. Pengorganisasian yang
harus dipahami dan dilaksanakan oleh da’i dalam dakwah fardiyah meliputi tiga hal; a.
pengarahan (taujih) yaitu bimbingan seorang da’i kepada mad’u dalam rangka
berdakwah ke jalan Allah untuk membantunya memahami keadaan dirinya, memahami
persoalan dan hambatan-hambatan yang dihadapinya, menunjukkannya dengan cara
yang halus tentang kemampuan dan kelebihan yang dimilikinya, juga membantunya agar
mad’u bisa dengan baik mengenal lingkungan, sosial, kebudayaan, ekonomi, politik, dan
keamanan sehingga mad’u dapat melaksanakan amaliah atau tugas-tugasnya sesuai
situasi dan kondisi yang diketahuinya, b. penugasan (tauzhif)seorang da’i harus cermat
dalam memilih tugas yang akan diberikan kepada mad’u sesuai dengan kemampuan dan
kondisinya. Hal ini sebab dakwah fardiyah bertujuan agar mad’u dapat melakukan
amalan yang sesuai serta tidak memberatinya dilihat dari satu sisi, dan dilihat dari sisi
lain ia dapat memperoleh kebahagiaan dunia dan akhirat. c. penggolongan (tashnif) ialah
mengelompokkan sesuatu agar mudah membedakannya antara yang satu dan lainnya.
Dalam hal ini tashnif berarti mengelompokkan kekuatan dan kemampuan penerima
dakwah agar dapat diketahui kemampuannya. Pengelompokkan ini dapat dilakukan
berdasarkan pola pikir, kebudayaan, kondisi rohaniah dan segi kepribadiannya. Tashnif
akan sangat membantu da’i dalam membina hubungan dengan mad’u, tanpa
pengelompokkan seperti ini da’i sulit mencapai hasil dengan baik dalam dakwahnya,
oleh sebab itu pengelompokkan ini adalah sangat penting diperhatikan dan dilakukan
oleh setiap da’i yang ingin sukses dalam melaksanakan dakwah fardiyahnya.2

B. Keistimewaan, Aktivitas dan Stratifikasi Amal Dakwah Fardiyah


Keistimewaan Dakwah Fardiyah
Dakwah fardiyah memiliki keistimewaan dan tanda-tanda yang membedakannya
dengan dakwah ammah atau dakwah jama’ah. Adapun keistimewaan dakwah fardiyah
adalah:
1. Da’i dalam dakwah fardiyah memiliki kelebihan khusus, ia harus mempunyai skill
tersendiri yang memungkinnya untuk mendidik orang lain, sesuai metode tarbiyah yang
telah dikenal; pengarahan, perencanaan, konsolidasi, penugasan, pemantapan, dan
pewarisan.
2. Tugas yang dijalankan da’i dalam dakwah fardiyah harus semata-semata mencari ridha
Allah, ia tidak perlu menunggu atau mengharapkan keuntungan material maupun
spiritual (pujian dan sebagainya) dari seseorang, ia pun tidak mengharapkan imbalan
baik dari perorangan, jamaah, lembaga atau pemerintah.
3. Dalam dakwah fardiyah, da’inya hendaklah; a. mengerti fase-fase dakwah, mengetahui
karakteristik tiap-tiap fase, mengetahui sasaran dan tujuan yang hendak dicapainya,
sarana dan prasarananya, serta waktu yang sesuai dengannya, b. mengetahui kendala dan
hambatan di jalan dakwah serta memiliki kemampuan untuk melewati semua penghalang
demi kelancaran dakwahnya, c. mengetahui keadaan mad’u dengan berbagai tingkatan
dan sifat-sifat yang mereka miliki, serta mengetahui metode dan sarana yang sesuai
untuk mereka. d. mengetahui kewajiban-kewajiban dirinya terhadap mad’u dalam semua
situasi dan tahapan yang dilaluinya.
4. Mad’u dalam dakwah fardiyah adalah orang-orang tertentu yang telah dipilih oleh da’i
berdasarkan pengetahuan dan pengamatannya karena orang tersebut mempunyai tanda-

2
Ali Abdul Halim Mahmud, Fiqhud Dakwah, h. 29-51.
tanda kebaikan, mau menerima dakwah, mencintai peraturan, dan patuh melaksanakan
kebaikan sesuai kemampuannya.
5. Mad’u dalam dakwah fardiyah selalu ditemani dan didekati, da’i berusaha menjalin
hubungan yang kuat dan melahirkan rasa persaudaraan semata-mata karena Allah,
persaudaraan yang menimbulkan hak dan kewajiban.
6. Da’i dalam dakwah fardiyah dituntut melakukan berbagai macam pembinaan guna
memenuhi kebutuhan mad’u dalam hal; membersihkan jiwanya dari kotoran jiwa dan
menguatkan hubungannya dengan Allah, membekali mad’u dengan pengetahuan agama
guna meningkatkan ibadahnya, dan membekali mad’u dengan pengetahuan tentang
kesehatan jasmaniah dan rohaniah.
7. Juru dakwah dalam dakwah fardiyah dituntut untuk senantiasa melayani kepentingan
mad’u tanpa menunggu permintaan atau undangan.3

Aktivitas Dakwah Fardiyah


Dakwah fardiyah tidak akan terlaksana dengan baik, kecuali terpenuhinya unsur-unsur
amal berikut ini:
1. Ucapan dan perkataan yang mengandung hikmah, nasihat atau pengajartan yang baik,
diskusi dengan cara yang sangat baik jika hal ini diperlukan.
2. Amal perbuatan yang merupakan praktik sesungguhnya dalam dakwah terhadap mad’u,
seperti menyeratinya melakukan kegiatan di masjid atau di kampungnya, melatihnya
melakukan pekerjaan yang bermanfaat dalam kehidupannya, mengimplementasikan iman
dalam bentuk perbuatan serta pelaksanaannya, hal ini diharapkan dapat menimbulkan
perasaan cinta bagi mad’u untuk melakukan kebaikan, mencintai orang lain, dan lebih
mengutamakan kebenaran Islam.
3. Menemani mad’u, hal ini satu keharusan, sebab ini merupakan cara efektif untuk
memberikan pembinaan kepada mad’u tanpa menyampaikan peringatan atau tuntutan
secara lisan. Misalnya dengan cara menemani di masjid, di tempat tinggalnya, di tempat
bekerjanya, di ladang, atau dalam berbagai kegiatan yang dilakukan mad’u. Hal ini
dilakukan adalah untuk menumbuhkan rasa persahabatan antara da’i dengan mad’unya.
4. Persaudaraan karena Allah, hal ini akan terwujud bila di dalamnya ada rasa cinta karena
Allah, berkumpul dan bersama-sama dalam rangka melaksanakan perintahNya dan
menjauhi larangan-Nya, dan ini sesungguhnya merupakan puncak aktivitas dalam
dakwah fardiyah.
3
Ali Abdul Halim Mahmud, Fiqhud Dakwah, h. 56-58.
5. Keteladanan, meskipun teladan yang paling ideal bagi umat Islam adalah Rasulullah
Muhammad SAW, bukan berarti da’i tak boleh menjadi teladan bagi mad’unya dalam
hal akhlaknya, perilakunya, serta pada semua hal yang didakwahkannya, sebab
keteladanan ini akan lebih berpengaruh dari pada dakwah dengan ucapan.4

Stratifikasi Amal dalam Dakwah Fardiyah


Aktivitas dalam dakwah fardiyah memiliki fase tertentu yang pembagiannya harus
benar-benar dimengerti dan dipatuhi, dari awal sampai akhir harus dilakukan sesuai
urutannya, fase-fase tersebut adalah:
1. Ta’aruf (perkenalan), fase ini merupakan langkah perkenalan seorang da’i dengan
mad’u, perkenalan yang jujur tidak mengada-ada, dapat dilakukan di masjid, di kampung,
atau di tempat-tempat pertemuan lainnya. Dari perkenalan ini da’i berusaha
memperdalam lagi sedikit demi sedikit hingga terjadi hubungan yang sangat akrab antara
da’i dan mad’u.
2. Ta’aluf (saling menyayangi), fase ini merupakan buah dari ta’aruf, yakni tumbuhnya
rasa kasih sayang antara da’i dan mad’u. Saling menyayangi dalam hal ini adalah yang
didasari karena Allah semata.
3. At-Tafahum (saling pengertian), da’i dan mad’u harus ada saling pengertian sebagai asas
cinta kepada Allah, dengan landasan cinta karena Allah, maka saling pengertian dalam
bertukar pikiran akan terwujud. Di antara perilaku yang memperkokoh rasa saling
pengertian antara seseorang dengan saudaranya adalah jika masing-masing mau
menerima nasihat, atau bahkan merasa gembira jika diberi nasihat. Nasihat tidak akan
membuahkan hasil yang baik, kecuali jika antara pemberi dan penerima nasihat memiliki
rasa cinta seperti ia mencintai dirinya sendiri.
4. Pengamatan dan pemeliharaan, yakni seorang da’i harus sibuk dengan orang yang dia
seru, meneliti keadaannya, mengunjunginya, menemaninya dalam berpergian, dalam
pekerjaan, atau dalam kegiatan lainnya, sehingga bertambah kenal dan dapat
mengarahkan serta meluruskannya. Di antara pengamatan dan pemeliharaan yang baik
terhadap mad’u ialah selalu memperhatikan dan berusaha menutupi kebutuhannya sesuai
dengan kemampuan yang ia miliki.
5. Ta’awun dan Tanashur (tolong-menolong dan bantu-membantu), yakni tolong
menolong dalam menyebarkan kebaikan, kebahagiaan, rasacinta dan kedamaian kepada
seluruh manusia. Dalam hal ini tolong menolong dapat berwujud; membela kebenaran,
4
Ali Abdul Halim Mahmud, Fiqhud Dakwah, h. 59-61.
membantu orang-orang yang mengamalkan Islam, dan membantu semua orang yang
mengamalkan kebaikan untuk masyarakat.
6. Pengamatan terhadap Keimanan Mad’u, hal ini dilakukan untuk lebih mengobarkan
unsur-unsur keimanannya hingga mampu melahirkan akhlak Islami.5

C. Sasaran dan Sarana Dakwah Fardiyah


1. Sasaran Dakwah Fardiyah Bagi Mad’u
Tujuan umum dakwah fardiyah ialah menumbuhkan dan mengembangkan amal
Islami dan memperbaiki pelaksanaannya serta menjadikan para pelakuknya mampu memikul
beban yang berat untuk mencari ilmu pengetahuan serta membiasakan dan melaksanakan
amal dalam lapangan yang berbeda-beda dan di wilayah Islam manapun. Untuk mencapai
tujuan ini, ada beberapa sasaran yang diselesaikan, yaitu:
a. Menanamkan pemahaman tentang Agama Islam; hal ini hanya akan tercapai dengan
baik jika melalui pengajaran dan pendidikan yang bergantung pada perkataan, perbuatan,
keteladanan, dorongan dan dukungan dengan jalan; membantu mad’u membentuk aqidah
yang benar, membantu mad’u mengetahui dan melaksanakan ibadah yang benar sesuai
dengan yang disayriatkan Allah, dan membantu mad’u dalam bergaul dengan orang lain
sesuai dengan syari’at Islam.
b. Mengembangkan dan meningkatkan kemampuan Jiwa, Akal, dan Jasmani Mad’u.
Seorang da’i harus dapat menyingkap potensi yang dimiliki mad’u, kemudian membantu
meningkatkan, mengembangkan dan menyeimbangkannya dengan langkah-langkah; 1)
mengembangkan dan meningkatkan rohaniah mad’u, dengan jalan mengaktifkan mad’u
dalam menunaikan kewajiban dan amalan sunnah, memotivasi mad’u untuk aktif
menghadapkan diri kepada Allah demi mendapatkan ridhaNya, dengan selalu merasakan
wujud (ada)Nya, pengawasan-Nya, cinta-Nya dan ridha kepada takdirnya.2)
mengembangkan dan meningkatkan akal, yaitu dengan memikirkan dan merenungkan
ciptaan Allah dan nikmatNya, baik yang kecil maupun yang besar. 3) memelihara
jasmani, yakni dengan jalan menjauhi segala hal yang berbahaya bagi kesehatan jasmani
dan menggalakan atau mendekatkan diri kepada segala hal yang dapat menyehatkan
jasmani. Ketiga asepk ini hendaklah dijaga secara seimbang dan tidak mementingkan
satu aspek saja.
c. Menumbuhkan dan Meningkatkan kemampuannya melakukan amal saleh. Da’i
dalam hal ini dituntut untuk senantiasa berupaya secara optimal untuk meningkatkan
5
Ali Abdul Halim Mahmud, Fiqhud Dakwah, h. 62-67.
amal saleh bagi diri dan mad’u, sekaligus pula menjauhkan diri dari segala macam
perbuatan keji, munkar, dan perbuatan maksiat.
d. Mendorong mad’u agar gemar melakukan amal jama’ah, menaati peraturan dan
memenuhi tugas.
e. Menguatkan Komitmen Mad’u dan keluarganya terhadap Islam, serta membantunya
untuk menikah jika ia belum menikah. Dalam hal ini da’i berkewajiban menuntun
mad’u ke tingkat iltizam (berpegang teguh) terhadap hukum-hukum Islam, akhlak Islam,
dan adab-adab Islam, baik terhadap dirinya dan niatnya, perkataan, dan perbuatannya,
maupun terhadap orang lain.
f. Menguatkan Penisbatan Mad’u terhadap Islam, yaitu mad’u merasa mulia dan bangga
dengan menisbatkan diri terhadap keimanan kepada Allah, malaikat-malaikat-Nya, kitab-
kitab-Nya, rasul-rasul-Nya, hari akhir, dan kepada qadar yang baik dan buruk. Juga
merasa bangga terhadap Islam dalam arti yang umum, yaitu tauhid, mengikuti Rasul saw,
menegakkan ¡olat, berzakat, berpuasa pada bulan Rama«an, dan berhaji ke Baitullah bagi
yang mampu, serta merasa bangga menisbatkan diri kepada setiap hukum atau akhlak
yang diajarkan Islam.
g. Berusaha Menjadikan Mad’u sebagai Da’i. Da’i dalam dakwah fardiyah tidak boleh
menghentikan usahanya, pada saat mad’u telah menjadi orang yang saleh, yang mengerti
Agama Islam, mencintai amal jama’i, dan melaksanakan Islam dengan baik serta intima’
(menisbatkan diri) terhadap Islam, tetapi ia harus tetap meningkatkan usaha dan
aktivitasnya sampai mad’u menjadi seorang da’i yang aktif menyampaikan Islam kepada
orang lain.6

2. Sarana Dakwah fardiyah


Adalah suatu kenistaan jika ingin mengerjakan suatu kegaiatan untuk mencapai tujuan
tertentu, tetapi tidak dilengkapi dengan sarana pendukug, demikian juga halnya dengan
kegiatan dakwah fardiyah. Dakwah fardiyah juga membutuhkan sekaligus memiliki berbagai
sarana guna mencapai tujuannya dengan baik. Namun demikian, dalam menggunakan sarana
dakwah, dakwah hendaklah menyesuaikannya dengan; jenis dakwah yang dilaksanakannya,
dengan penerima dakwah, maupun dengan juru dakwahnya.
a. Sarana Umum Dakwah Fardiyah
1) Ilmu yang didakwahkan oleh da’i, dalam hal ini ilmu harus sesuai dengan tabiat
dakwah yang diemban da’i di lapangan dakwah fardiyah.
6
Ali Abdul Halim Mahmud, Fiqhud Dakwah, h. 88-103.
2) Kebudayaan dan Peradaban Umum, da’i harus mengetahui kebudayaan dan
peradaban dari mayoritas penduduk negeri tempat ia berdakwah, kemudian ia
melihatnya dengan kacamata Islam dan kacamata dakwah, untuk selanjutnya dapat
mengambil sikap, apakah harus loyal, memusuhinya atau berdiam diri.
3) Mamautkan Hati Mad’u dengan Masjid. Ini termasuk saranapenting, dalam hal ini
da’i menjadikan mad’u merasa terikat dengan masjid, mendorongnya untuk
melaksanakan sholat fardhu di masjid, menggemarkannya datang ke masjid pada saat-
saat yang sesuai, mengajarinya adab masuk dan keluar masjid, serta mengajarinya
beri’tikaf, singkatnya da’i harus memotivasi mad’u untuk menggantungkan hatinya ke
masjid, sehingga ia aktif dan ikhlas mengikuti berbagai kegiatan yang diadakan di
masjid.
4) Menempatkan mad’u pada lingkungan kaum muslimin yang baik, yakni yang
mengerti agama, memiliki perhatian terhadap amal Islami dan dakwah serta harakah
Islamiyah, mempunyai loyalitas yang tinggi terhadap amal Islam dan mematuhi aturan
Islam, merasa bangga menisbatkan diri terhadap ajaran Islam. Hal ini dibutuhkan untuk
mempermudah jalinan hubungan antara mad’u dengan muslim lainnya, sehingga dapat
berinteraksi secara islami pula.
b. Sarana Khusus Dakwah Fardiyah
1) Hubungan pribadi dengan mad’u, hubungan pribadi yang didahului dengan ta’aruf,
dilanjutkan dengan tumbuhnya rasa saling menyayangi, mencintai dan memahami.
Hal ini akan menimbulkan rasa cinta, senang melaksanakan amal untuk Islam, cintai
amal jama’i, selanjutnya menumbuhkan rasa persaudaraan karena Allah dan saling
bertemu dalam rangka melaksanakan ketaatan kepada Allah SWT.
2) Pengertian yang baik terhadap kecenderungan mad’u, yakni pengetahuan da’i
tentang jiwa mad’u berserta semua sifat, watak, dan kecenderungannya. Hal ini
merupakan kunci untuk membuka hati mad’u dan sebagai obor yang dapat menerangi
dunia manusia yang paling dalam, yaitu jiwa.
3) Sabar terhadap Mad’u, Pada prinsipnya da’i harus mempergauli mad’u dengan
penuh kesabaran, sebab sering terjadi mad’u meninggalkan atau menolak da’i, kadang
juga bersikaf seenaknya dalam menerima dakwahnya, atau bahkan menolaknya
dengan kata-kata yang tidak baik, namun demikian da’i tetap dituntut untuk berlaku
sabar, bahkan harus tetap menghiasi dirinya dengan sifat-sifat yang mulia.7

7
Ali Abdul Halim Mahmud, Fiqhud Dakwah, h. 137-146.
D. Syarat dan Adab Dakwah Fardiyah
Materi ini sengaja tidak dibuat uraiannya, karena itu menjadi tugas bagi mahasiswa
untuk membacanya dan membuat kesimpulan dari yang telah dibacanya, pada buku Dakwah
Fardiyah karya Prof. Dr. Ali Abdul Halim Mahmud, bab III Syarat dan Adab Dakwah
Fardiyah, mulai halaman 179- 321.

Evaluasi:
1. Buatlah satu uraian yang membedakan antara dakwah fardiyah dengan dakwah
ammah, baik itu dari segi pelaksanaan, tujuan yang hendak dicapai, dan efektivitas
pencapaian tujuan dakwahnya.
2. Tulis dan buatlah penjelasannya tentang macam-macam aktivitas dan stratifikasi amal
dakwah fardiyah.

Anda mungkin juga menyukai