Anda di halaman 1dari 36

GANGGUAN CAIRAN AKIBAT PATOFISIOLOGIS SISTEM PERKEMIHAN DAN

METABOLIC ENDOKTRIN

DIBUAT OLEH :

GABRIELLA STEVANI TANGGO


PO7214422046

POLTEKKES KEMENKES PALU

PRODI DIII KEPERAWATAN LUWUK

2023

1
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena telah melimpahkan

rahmat dan berkah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas penulisan makalah ini

dengan baik dan tidak ada kendala.

Makalah Gangguan cairan akibat patofisiologis sistem perkemihan dan metabolic endoktrin

ini disusun untuk memenuhi tugas semester 3 mata kuliah Keperawatan Medikal Bedah Pemilihan

judul sudah ditentukan dari ibu dosen mata kuliah ibu Nurarifah, S.Kep.,Ners.,M.

Penulis memohon maaf bila masih terdapat kekurangan dalam penyusunan makalah ini, baik

secara materi maupun penyampaian dalam makalah ini. Penulis juga menerima kritik serta

saran dari pembaca agar dapat membuat makalah dengan lebih baik di kesempatan berikutnya

Luwuk,11 Oktober 2023

Penulis

2
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR…………………………………………. 2

DAFTAR ISI………………………………………………….. 3

BAB I PIEOLONEPRITIS………………………………….. 4

BAB II GLOMERULONEPRITIS………………………….. 10

BAB II NEPTOTIK SYNDROM……………………………. 15

BAB IV BATU SALURAN KEMIH………………………… 20

BAB V GAGAL GINJAL……………………………………. 24

BAB VI DIABETES INSIPIDUS……………………………. 28

3
BAB I

PIELONEPRITIS

A. Definisi

Pielonefritis adalah infeksi bakteri pada salah satu atau kedua ginjal.

Pielonefritis merupakan infeksi bakteri pada ginjal, tubulus, dan jaringan interstisial

dari salah satu atau kedua ginjal. Bakteri mencapai kandung kemih melalui uretra

dan naik ke ginjal.

Meskipun ginjal menerima 20%-25% curah jantung, bakteri jarang mencapai

ginjal melalui darah, kasus penyebaran secara hematogen kurang dari 3%.

Pielonefritis sering sebagai akibat dari refluks uretero vesikal, dimana katup

uretrovresikal yang tidak kompeten menyebabkan urin mengalir baik (refluks) ke

dalam ureter.

Obstruksi traktus urinarius yang meningkatkan kerentanan ginjal terhadap

infeksi), tumor kandung kemih, striktur, hyperplasia prostatik benigna, dan batu

urinarius merupakan penyebab yang lain. Inflamasi pelvis ginjal disebut

Pielonefritis, penyebab radang pelvis ginjal yang paling sering adalah kuman yang

berasal dari kandung kemih yang menjalar naik ke pelvis ginjal. Pielonefritis ada

yang akut dan ada yang kronis

B. Etiologi

Escherichia coli (bakteri yang dalam keadaan normal ditemukan di usus besar)

merupakan penyebab dari 90% infeksi ginjal diluar rumah sakit dan penyebab dari

50% infeksi ginjal di rumah sakit. Infeksi biasanya berasal dari daerah kelamin yang

naik ke kandung kemih.

4
Pada saluran kemih yang sehat. naiknya infeksi ini biasanya bisa dicegah oleh

aliran air kemih yang akan membersihkan organisme dan oleh penutupan ureter di

tempat masuknya ke kandung kemih. Berbagai penyumbatan fisik pada aliran air

kemih (misalnya batu ginjal atau pembesaran prostat) atau arus balik air kemih dari

kandung kemih ke dalam ureter, akan meningkatkan kemungkinan terjadinya

infeksi ginjal. Infeksi juga bisa dibawa ke ginjal dari bagian tubuh lainnya melalui

aliran darah.

Keadaan lainnya yang meningkatkan resiko terjadinya infeksi ginjal adalah:

a. Kehamilan

b. Kencing manis

c. Keadaan-keadaan yang menyebabkan menurunnya sistem kekebalan tubuh

C. Patofisiologi

Pielonefritis akut terjadi akibat invasi bakteri pada parenkim ginjal. Bakteri

biasanya mencapai ginjal melalui saluran kemih bagian bawah. Pada semua

kelompok umur, episode bakteriuria umum terjadi, namun sebagian besar tidak

menunjukkan gejala dan tidak menyebabkan infeksi. Perkembangan infeksi

dipengaruhi oleh faktor bakteri dan faktor pejamu.

Bakteri juga dapat mencapai ginjal melalui aliran darah. Sumber organisme

gram positif secara hematogen, seperti Staphylococcus,adalah penyalahgunaan obat

intravena dan endokarditis. Bukti eksperimental menunjukkan bahwa penyebaran

organisme gram negatif secara hematogen ke ginjal lebih kecil kemungkinannya

kecuali ada masalah mendasar, seperti obstruksi. Sedikit atau tidak ada bukti yang

mendukung penyebaran uropatogen melalui limfatik ke ginjal.

Sebagian besar data bakteri berasal dari penelitian dengan Escherichia

coli, yang menyumbang 70-90% dari ISK tanpa komplikasi dan 21-54% dari ISK

5
dengan komplikasi (yaitu ISK sekunder akibat kelainan anatomi atau fungsional

yang mengganggu drainase saluran kemih; berhubungan dengan gangguan

metabolisme; atau melibatkan patogen yang tidak biasa). Bagian dari E coli, E

coliuropatogenik (UPEC), juga disebut E colipatogen ekstraintestinal (ExPEC),

merupakan sebagian besar isolat klinis dari ISK.

UPEC umumnya berasal dari kelompok filogenetik B2 dan D, yang

mengekspresikan antigen O, K, dan H yang berbeda. Gen UPECmenyandikan

beberapa faktor virulensi (VF) yang dipostulasikan, termasuk adhesin, siderofor,

pelindung, dan racun, serta memiliki keuntungan metabolik dalam mensintesis zat-

zat penting.

D. Manifestasi Klinis

a. Pielonefritis akut Pasien pielonefritis akut mengalami demam dan menggigil,

nyeri tekan pada kostovertebrel(CVA), Leokositosis, dan adanya bakteri dan sel

darah putih dalam urinselain itu gejala saluran urinarius bawah seperti disuria

dan sering berkemih umumnya terjadi. Infeksi saluran urinarius atas dikaitkan

dengan selimut antibodi bakteri dalam urin. Ginjal pasien pielonefritis biasanya

membesar disertai infiltrasi interstisial sel-sel inflamasi. Abses dapat di jumpai

pada kapsul ginjal dan pada taut kartiko medularis. Pada akhirnya, atrofi dan

kerusakan tubulus serta glomerulus terjadi. Ketika pielonefritis menjadi kronis,

ginjal membentuk jaringan parut, berkontraksi dan tidak berfungsi.

b. Pielonefritis kronis Biasanya tanpa gejala infeksi, kecuali terjadi eksaserbasi.

Tada-tanda utama mencakup keletiah sakit kepala, nafsu makan rendah,

poliuria, haus yang berlebihan, dan kehilangan berat badan

6
E. Pemeriksaan Penunjang

a. Urinalisis

1) Leukosuria atau piuria Merupakan salah satu petunjuk penting adanya ISK.

Leukosuria positif bila terdapat lebih dari 5 sedimen leukosit/lapang pandang besar

(LPB). air kemih

2) Hematuria Hematuria positif bila terdapat 5-10 eritrosit/LPB sediment air

kemih. Hematuria disebabkan oleh berbagai keadaan patologis baik berupa

kerusakan glomerulus ataupun urolitiasis.

b. Bakteriologis

1) Mikroskopis

Satu bakteri lapangan pandang minyak emersi. 102 -103 organisme koliform/mL

urin plus piuria.

2) Biakan bakteri

3) Tes kimiawi: tes reduksi griess nitrate berupa perubahan warna pada uji carik. c.

Kultur urine untuk mengidentifikasi adanya organisme spesifik.

d. Hitung koloni hitung koloni sekitar 100.000 koloni per milliliter urin dari urin

tampung aliran tengah atau dari specimen dalam kateter dianggap sebagai criteria

utama adanya infeksi.

e. Metode tes

1) Tes dipstick multistrip untuk WBC (tes esterase lekosit) dan nitrit (tes Griess

untuk pengurangan nitrat).

2) Tes esterase lekosit positif: maka pasien mengalami piuria.

3) Tes pengurangan nitrat, Griess positif jika terdapat bakteri yang mengurangi

nitrat urin normal menjadi nitrit.

7
f. Penyakit Menular Seksual (PMS) Uretritia akut akibat organisme menular secara

seksual (misal, klamidia trakomatis, neisseria gonorrhoeae, herpes simplek).

g. Tes- tes tambahan

1) Urogram intravena (IVU).

2) Pielografi (IVP), msistografi, dan ultrasonografi juga dapat dilakukan untuk

menentukan apakah infeksi akibat dari abnormalitas traktus urinarius, adanya batu,

massa renal atau abses, hodronerosis atau hiperplasie prostate.

3) Urogram IV atau evaluasi ultrasonic, sistoskopi dan prosedur urodinamik dapat

dilakukan untuk mengidentifikasi penyebab kambuhnya infeksi yang resisten

F. Penatalaksanaan

Pielonefritis akut pasien pielonefritis akut beresiko terhadap bakteremia dan

memerlukan terapi antimikrobial yang intensif. Terapi parentral di berikan selama

24-48 jam sampai pasien afebril. Pada waktu tersebut, agens oral dapat diberikan.

Pasien dengan kondisi yang sedikit kritis akan efektif apabila ditangani hanya

dengan agens oral.

Untuk mencegah berkembangbiaknya bakteri yang tersisa, maka pengobatan

pielonefritis akut biasanya lebih lama daripada sistitis. Masalah yang mungkin

timbul dlam penanganan adalah infeksi kronik atau kambuhan yang muncul sampai

beberapa bulan atau tahun tanpa gejala. Setelah program antimikrobial awal, pasien

dipertahankan untuk terus dibawah penanganan antimikrobial sampai bukti adanya

infeksi tidak terjadi, seluruh faktor penyebab telah ditangani dan dikendalikan, dan

fungsi ginjal stabil.

Kadarnya pada terapi jangka panjang. Pielonefritis kronik agens antimikrobial

pilihan di dasarkan pada identifikasi patogen melalui kultur urin, nitrofurantion atau

kombinasi sulfametoxazole dan trimethoprim dan digunakan untuk menekan

8
pertumbuhan bakteri. Fungsi renal yang ketat, terutama jika medikasi potensial

toksik.

Kesimpulan

Jadi, Pielonefritis atau infeksi ginjal merupakan sebuah penyakit yang dapat

menyebabkan rasa sakit yang kurang nyaman karena bakteri berpindah dari

kandung kemih ke ginjal, baik salah satu ataupun dua-duanya.

Saran

Ada beberapa saran untuk mencegah pielonefritis yaitu dengan :

1. Menjaga status hidrasi tubuh dengan minum air putih yang cukup.
2. Buang air kecil sebelum dan setelah berhubungan seksual.
3. Menghindari perilaku seks yang berisiko.
4. Minum antibiotik sesuai anjuran dokter untuk mencegah kekambuhan.

DAFTAR PUSTAKA

Kusnawar, Yanto. 2009. Hubungan Infeksi Saluran Kemih dengan Partus Prematurus.

Tesis. Muttaqin, Arif, dkk. 2012. Asuhan Keperawatan Gangguan Sistem Perkemihan.

Jakarta: Salemba Medika.

NANDA. 2011. Diagnosa Keperawatan: Definisi dan Klasifikasi. 2009-2011. Jakarta:

EG. Sloane Ethel. 2003. Anatomi dan Fisiologi Untuk Pemula. Jakarta: EGC.

Smeltzer, Suzanne C. 2010. Buku Ajar Keperawatan Medikal Brunner & Suddarth Edisi

8 Bedah Volume 2. Jakarta: EGC.

Tambayong, jan. 2011. Patofisiologi Untuk Keperawatan. Jakarta: EGC

9
BAB II

GLOMERULONEPRITIS

A. Definisi

Glomerulonefritis ialah reaksi imunologis pada ginjal terhadap bakteri atau virus

tertentu. Yang sering terjadi ialah akibat infeksi kuman streptococcus. Sering ditemukan

pada usia 3-7 tahun (pada awal usia sekolah). Lebih sering mengenai anak laki-laki dari

pada wanita dengan perbandingan 2: 1 (Kapita Selekta Kedokteran, 2000: 487).

Glumerolunefritis adalah gangguan pada ginjal yang ditandai dengan peradangan pada

kapiler glumerulus yang fungsinya sebagai filtrasi cairan tubuh dan sisa-sisa

pembuangan. (Nastiyah, 1997: 125).

B. Etiologi

Timbulnya didahului infeksi ekstrarenal, terutama di traktus respiratorius bagian atas

dan kulit oleh kuman streptococcus beta haemolyticus golongan A tipe 12, 4, 16, 25 dan

49. antara infeksi bakteri dan timbulnya GN terdapat masa laten selama 10 hari. GN

juga dapat disebabkan oleh sifilis, keracunan (timah hitam, tridion), amiloidosis,

trombosis vena renalis, penyakit kolagen, purpura anafilaktoid, dan lupus eritematosis.

Hubungan antara GN dan infeksi streptococcus ini ditemukan pertama kali oleh Lohlein

pada tahun 1907 dengan alasan bahwa :

1. Timbulnya GN setelah terjadinya infeksi skarlatina.

2. Diisolasinya kuman sterptococcus beta hemolyticus golongan A.

3. Meningkatnya titer anti-streptolisin pada serum pasien

10
C. Patofisiologi

Patofisiologi dasar dari glomerulonefritis adalah deposisi kompleks antigen-

antibodi pada membran basal glomerular. Secara kasat mata, ginjal akan tampak

membesar hingga 50%. Secara histopatologi, terlihat infiltrasi sel polimorfonuklear dan

edema pada sel ginjal. Pada post-streptococcal glomerulonephritis (PSGN),

neuraminidase Streptococcus bisa membentuk kompleks antigen-antibodi yang akan

menumpuk di glomeruli. Hal ini akan memicu respons imun lebih lanjut dan pelepasan

sitokin proinflamasi.

Antigen yang terperangkap pada glomerulus dapat beragam, seperti nukleosom

pada lupus nefritis. Lupus nefritis adalah salah satu penyebab sindrom nefrotik.

Kompleks imun dapat berbentuk linear seperti pada tipe anti-basement membrane.

Namun, ada pula yang berbentuk deposit granular pada dinding kapiler atau

subendothelial, seperti yang ditemukan pada mesangium-capillary

glomerulonephritis tipe 1.

Glomerulonefritis juga dapat terjadi tanpa terbentuknya kompleks imun, seperti

pada glomerulonefritis tipe necrotizing ANCA-positive (antineutrophil cytoplasmic

antibody) di mana terjadi inflamasi berat dan vaskulitis. Pada keadaan noninflamasi,

misalnya pada berbagai penyakit metabolik, kerusakan imun dapat meningkatkan

permeabilitas protein dan menginduksi glomerulonefritis

D. Manifestasi Klinis

1. Hematuria (darah dalam urine)

2. Proteinuria (protein dalam urine)

3. Edema ringan terbatas disekitar mata atau seluruh tubuh

11
4. Hypertensi (terjadi pada 60-70 % anak dengan GNA pada hari pertama dan akan

normal kembali pada akhir minggu pertama juga).

5. Mungkin demam

6. Gejala gastrointestinal seperti mual, tidak nafsu makan, diare, konstipasi.

7. Fatigue (keletihan/kelelahan

E. Pemeriksaan Penunjang

1. Pemeriksaan Laboratorium

1. LED (Laju Endap Darah) meningkat.

2. Kadar Hb menurun sebagai akibat hipervolemia (retensi garam dan air).

3. Pemeriksaan urin menunjukkan jumlah urin menurun, Berat jenis urine

meningkat.

4. Hematuri makroskopis ditemukan pada 50% pasien, ditemukan : Albumin (+),

eritrosit (++), leukosit (+), silinder leukosit, eritrosit, dan hialin.

5. Albumin serum sedikit menurun, komplemen serum (Globulin beta- IC) sedikit

menurun.

6. Ureum dan kreatinin meningkat.

7. Titer antistreptolisin umumnya meningkat, kecuali kalau infeksi streptococcus

yang mendahului hanya mengenai kulit saja.

8. Uji fungsi ginjal normal pada 50% pasien.

2. Test gangguan kompleks imun

3. Biopsi ginjal

F. Penatalaksanaan

1. Medik

Tidak ada pengobatan yang khusus yang mempengaruhi penyembuhan kelainan di

glomerulus.

12
1. Istirahat mutlak selama 3-4 minggu dahulu dianjurkan selama 6-8 minggu.

2. Pemberian penisilin pada fase akut. Pemberian antibiotik ini tidak

mempengaruhi beratnya glomerulonefritis, melainkan mengurangi penyebaran

infeksi streptococcus yang mungkin masih ada. Pemberian penisilin dianjurkan

hanya untuk 10 hari. Pemberian profilaksis yang lama sesudah nefritisnya sembuh

terhadap kuman penyebab tidak dianjurkan, karena terdapat imuntas yang menetap.

3. Pengaturan dalam pemberian cairan (perlu diperhatikan keseimbangan cairan dan

elektrolit). Pemberian diet rendah protein (I gr/kg BB/hari) dan rendah garam (1

gr/hari). Makanan lunak dinerikan pada pasien dengan suhu tinggi dan makanan

biasa bila suhu normal kembali. Bila ada anuria/muntah diberikan IVFD dengan

larutan glukosa 10%. Komplikasi seperti gagal jantung. edema, hipertensi dan

oliguria maka jumlah cairan yang diberikan harus dibatasi.

4. Pengobatan terhadap hipertensi.

5. Bila anuri berlangsung lama (5-7) hari, maka ureum harus dikeluarkan dari dalam

darah. Dapat dengan cara peritoneum dialisis, hemodialisis, transfusi tukar dan

sebagainya

6. Diuretikum dulu tidak diberikan pada glomerulonefritis akut, tetapi akhir-akhir

ini pemberian furosemid (lasix) secara intravena (1 mg/kg BB/kali) dalam 5-10

menit tidak berakibat buruk pada hemodinamika ginjal dan filtrasi glomerulus.

7. Bila tidak timbul kegagalan jantung, diberikan digitalis, sedativum dan oksigen.

2. Keperawatan

1. Istirahat mutlak selama 2 minggu.

2. Pengawasan tanda-tanda vital secara 3x sehari.

3. Jika terdapat gejala dispnea/ortopnea dan pasien terlihat lemah adalah

kemungkinan adanya gejala payah jantung, segera berikan sikap setengah

13
duduk, berikan O, dan hubungi dokter.

4. Diet protein 1 gr/kg BB/hari dan garam 1 gr/hari (rendah garam).

Kesimpulan

Glomerulonefritis adalah istilah yang digunakan untuk menggambarkan kondisi

medis di mana glomerulus (struktur kecil pada ginjal yang berfungsi menyaring darah

dan mengeluarkan limbah) mengalami peradangan. Jika tidak segera ditangani,

glomerulonefritis yang berkepanjangan dapat mengakibatkan gagal ginjal.

Saran

Glomerulonefritis adalah kondisi yang tidak sepenuhnya dapat dihindari. Namun, ada

beberapa upaya yang bisa dilakukan untuk mencegah kondisi ini berkembang lebih

serius, yaitu:

• Segera jalani rangkaian pengobatan jika terkena infeksi bakteri di bagian tubuh tertentu,

seperti sakit tenggorokan atau impetigo.

• Selalu terapkan hubungan seksual yang aman dan hindari penggunaan narkobasuntik

guna mencegah penularan infeksi virus yang dapat memicu terjadinya

glomerulonefritis.

• Lakukan kontrol tekanan darah secara rutin, untuk menghindari terjadinya kerusakan

ginjal akibat darah tinggi.

• Lakukan kontrol gula darah secara rutin, guna mencegah terjadinya nefropati diabetik

DAFTAR PUSTAKA

Mansjoer, Arif, dkk (2000), Kapita Selekta Kedokteran Jilid 3 Edisi 2, Jakarta, EGC.

L. Beta Gelly, A. Sowden Linda (2002), Buku Keperawatan Pediati, Edisi 3, Jakarta,

EGC. Ngastiyah (1997), Perawatan Anak Sakit, Jakarta, EGC.

14
BAB III

NEPROTIK SYNDROM

A. Definisi

Sindrom nefrotik adalah keadaan klinis yang terdiri atas proteinuria masif,

hipoalbuminemia (< 2,5 g/dL), edema, dan hiperkolesterolemia. Sindrom nefrotik

merupakan penyakit ginjal yang sering pada anak (Sudung, 2017). Sindrom nefrotik

(SN) merupakan penyakit ginjal terbanyak pada anak.

Nefrotik Sindrom (NS) adalah salah satu penyakit glomerulus yang paling sering

terjadi pada anak-anak. Nefrotik Sindrom (NS) adalah keadaan klinis yang ditandai

proteinuria masif, hipoalbuminemia, edema anasarka, dan hiperlipidemia (Dewi, 2019).

B. Etiologi

Menurut Umboh (2019) Penyebab Nefrotik sindrom yang pasti belum diketahui. Akhir-

akhir ini dianggap sebagai suatu penyakit autoimun, yaitu suatu reaksi antigen antibody.

Umumnya etiologi dibagi menjadi:

1. Nefrotik sindrom bawaan Diturunkan sebagai resesif autosom atau karena reaksi

maternofetal. Resisten terhadap suatu pengobatan. Gejala edema pada masa neonatus.

Pernah dicoba pencangkokan ginjal pada neonatus tetapi tidak berhasil. Prognosis

buruk dan biasanya pasien meninggal pada bulan-bulan pertama kehidupannya.

2. Nefrotik sindrom sekunder Disebabkan oleh :

a) Malaria quartana atau parasit lainnya

b) Penyakit kolagen seperti SLE, purpura anafilaktoid

c) Glomerulonefritis akut atau glomerulonefritis kronis, trombosis vena renalis

d) Bahan kimia seperti trimetadion, paradion, penisilamin, garam emas, sengatan lebah,

racun otak, air raksa.

15
e) Amiloidosis, penyakit sel sabit, hiperprolinemia, nefritis membraneproliferatif

hipokomplementemik

C. Patofisiologi

a. Proteinuria

Ada tiga jenis proteinuria yaitu glomerular, tubular dan overflow. Kehilangan

protein pada sindrom nefrotik termasuk dalam proteinuria glomerular. Proteinuria

pada penyakit glomerular disebabkan oleh meningkatnya filtrasi makromolekul

melewati dinding kapiler glomerulus

b. Hipoalbuminemia

Pada keadaan normal, produksi albumin di hati adalah 12-14 g/hari (130- 200

mg/kg) dan jumlah yang diproduksi sama dengan jumlah yang dikatabolisme.

Katabolisme secara dominan terjadi pada ekstrarenal, sedangkan 10% di

katabolisme pada tubulus proksimal ginjal setelah resorpsi albumin yang telah

difiltrasi. Pada pasien sindrom nefrotik, hipoalbuminemia merupakan manifestasi

dari hilangnya protein dalam urin yang berlebihan dan peningkatan katabolisme

albumin. (Kharisma, 2017) Hilangnya albumin melalui urin merupakan

konstributor. yang penting pada kejadian hipoalbuminemia.

c. Edema

Terdapat beberapa teori yang menjelaskan tentang timbulnya edema pada sindrom

nefrotik. Underfilled theory merupakan teori klasik tentang pembentukan edema.

Teori ini berisi bahwa adanya edema disebabkan oleh menurunnya tekanan onkotik

intravaskuler dan menyebabkan cairan merembes ke ruang interstisial. Adanya

peningkatan permeabilitas kapiler glomerulus menyebabkan albumin keluar

sehingga terjadi albuminuria dan hipoalbuminemia. Sebagaimana diketahui bahwa

16
salah satu fungsi vital dari albumin adalah sebagai penentu tekanan onkotik. Maka

kondisi hipoalbuminemia ini menyebabkan tekanan onkotik koloid plasma

intravaskular menurun. Sebagai akibatnya, cairan transudat melewati dinding

kapiler dari ruang intravaskular ke ruang interstisial kemudian timbul edema

D. Manifestasi Klinis

1. Urine yang berbusa akibat adanya protein dalam urine.

2. Diare.

3. Mual.

4. Letih, lesu, dan kehilangan nafsu makan.

5. Bertambahnya berat badan akibat penumpukan cairan tubuh.

6. pembengkakan (edema) pada mata, kaki, dan pergelangan tangan kaki

E. Pemeriksaan Penunjang

Menurut (Mainnah, N et al., 2020) pemeriksaan penunjang untuk mendukung diagnosis

sindrom nefrotik, antara lain:

1. Urinalisis dan bila perlu biakan urin Biakan urin dilakukan apabila terdapat gejala

klinik yang mengarah pada infeksi saluran kemih (APAKAH K).

2. Protein urin kuantitatif Pemeriksaan dilakukan dengan menggunakan urin 24 jam

atau rasio protein/kreatinin pada urin pertama pagi hari.

3. Pemeriksaan darah

a) Darah tepi lengkap (hemoglobin, leukosit, hitung jenis leukosit, trombosit,

hematokrit, LED)

b) Albumin dan kolesterol serum

c) Ureum, kreatinin, dan klirens kreatinin

17
F. Penatalaksanaan

Perawatan di rumah sakit pada penderita Nefrotik Sindrom penting dengan tujuan untuk

mempercepat pemeriksaan dan evaluasi pengaturan diet, penanggulangan edema,

memulai pengobatan steroid dan edukasi orang tua.

1. Edukasi kepada pasien dan orang tua mengenai penyakit ini dan prosedur apa yang

dilakukan. Penjelasan mengenai penyakit Nefrotik Sindrom bisa sembuh namun juga

dapat kambuh lagi perlu disampaikan dengan baik agar tidak tejadi kesalah pahaman.

2. Restriksi cairan dianjurkan selama edema berat. biasanya diberikan loop diuretic

seperti furosemid 1-2 mg/kgBB/hari, bila perlu dikombinasikan dengan spironalokton

(antagonis aldosteron, dari 1-2 minggu perlu dilakukan pemantauan elektrolit darah

(kalium dan natrium)

3. Medikamentosa Kortikosteroid sudah dipakai sebagai terapi lini pertama Nefrotik

Sindrom karena diyakini efektif dalam menyembuhkan penyakit ini. Kortikosteroid

merupakan terapi pilihan utama Nefrotik Sindrom idiopatik pada anak kecuali jika ada

kontraindikasi. Steroid yang diberikan adalah jenis prednison dan prednisolon.

Pengobatan imunosupresif ini dapat menimbulkan remisi proteinuria dan melindungi

fungsi ginjal untuk beberapa jenis glomerulonefritis primer (DR. Trihono, 2012).

4. Manajemen Non-Farmakologis

a) Manajemen Nutrisi dan Cairan Karena adanya mekanisme retensi natrium pada

sindrom nefrotik, maka beberapa literatur merekomendasikan diet natrium yang

dibatasi agar kurang dari 3 gram/hari dan diet cairan < 1500 ml/hari.

5. Manajemen Farmakologis

a) Diuretik

b) Terapi antibiotic

18
G. Kesimpulan

Sindrom nefrotik adalah Gangguan ginjal yang menyebabkan tubuh

mengeluarkan terlalu banyak protein dalam urine.

Sindrom nefrotik sering disebabkan oleh kerusakan pembuluh darah kecil di

ginjal yang menyaring limbah dan kelebihan air pada darah. Kondisi

kesehatan yang mendasarinya biasanya turut berpengaruh.

H. Saran

Hal yang dapat Anda lakukan dirumah untuk mencegah kekambuhan dari penyakit

tersebut, antara lain: Istirahat yang cukup. Mengkonsumsi makanan yang sehat dan

seimbang, seperti makanan dengan protein tingi. Mengurangi konsumsi makanan yang

mengandung lemak atau minyak dan garam.

DAFTAR PUSTAKA

Dewi, D.A.D.P., Suarta, K., & Nilawati. (2019). Risk Factors of steroid resistant

nephrotic syndrome in children. Medicina, 50(1),67-71.

Kharima. (2017). Tinjauan umum penyakit sindrom nefrotik. Repository Unisba.

Bandung : Fakultas Kedokteran UNISBA, 1-26. Http://repositori.unisba.ac.id/

Maharani, L. D. (2017). Asuhan Keperawatan Pada An. D Dengan Sindrom Nefrotik

Di Ruang Kanthil Rumah Sakit Umum Daerah Banyumas (Doctoral Dissertation,

Universitas Muhammadiyah Purwokerto).

19
BAB IV

BATU SALURAN KEMIH

A. Definisi

Batu saluran kemih adalah suatu kondisi dimana dalam saluran kemih individu

terbentuk batu berupa kristal yang mengendap dari urin (Brunner & Suddarth,

2016). Batu saluran kemih merupakan obstruksi benda padat pada saluran kencing

yang terbentuk karena faktor presipitasi endapan dan senyawa tertentu istilah

penyakit batu bedasarkan letak batu antara lain:

1. Uretrolithiasis disebut sebagai batu pada ureter

2. Nefrolithiasis disebut sebagai batu pada ginjal

3. Ureterolithiasis disebut batu pada ureter

4. Vesikolithiasis disebut sebagai batu pada vesika urinaria/ batu buli

B. Etiologi

Penyebab terjadinya batu saluran kemih secara teoritis dapat terjadi atau. Adanya

kelainan bawaan pada pelvikalis (stenosis uretro-pelvis), divertikel, obstruksi

intravesiko kronik, seperti Benign Prostate Hyperplasia (BPH), striktur dan buli-

buli neurogenik merupakan keadaan-keadaan yang memudahkan terjadinya

pembentukan batu (Angelina, 2016).

C. Patofisiologi

Patofisiologi batu saluran kemih melibatkan proses nukleasi, pertumbuhan,

agregasi, dan retensi kristal. Proses pembentukan batu bergantung pada volume

urin, konsentrasi ion kalsium, fosfat, oksalat, dan natrium. Kadar ion yang tinggi,

volume urin yang rendah, pH rendah, dan kadar sitrat yang rendah menyebabkan

pembentukan batu saluran kemih

20
D. Manifestasi Klinis

Menurut Brunner & Suddarth (2016) batu saluran kemih dapat menimbulkan

berbagi gejala tergantung pada letak batu, tingkat infeksi dan ada tidaknya obstruksi

saluran kemih. Beberapa gambaran klinis yang dapat muncul pada pasien batu

saluran kemih:

1. Nyeri

Nyeri pada ginjal dapat menimbulkan dua jenis nyeri yaitu nyeri kolik dan non

kolik. Nyeri kolik terjadi karena adanya stagnansi batu pada saluran kemih sehingga

terjadi resistensi dan iritabilitas pada jaringan sekitar(Prabowo & Pranata 2014).

2. Hematuria

Batu yang terperangkap di dalam ureter (kolik ureter) sering mengalami desakan

berkemih (Brunner & Suddarth, 2016). OLAH

3. Mual dan muntah

Kondisi ini merupakan efek samping dari kondisi ketidaknyamanan pada pasien

karena nyeri (Brunner & Suddarth, 2016).

4. Demam

Demam terjadi karena adanya kuman yang menyebar ke tempat lain. Tanda demam

(Prabowo & Pranata, 2014).

5. Distensi vesika urinaria

Akumulasi urin yang tinggi melebihi kemampuan vesika urinaria akan

menyebabkan vasodilatasi (Prabowo & Pranata, 2014).

E. Pemeriksaan Penunjang

Untuk mengetahui adanya batu saluran kemih, selain memperoleh informasi dari

keluhan yang didapat, dokter anda akan melakukan pemeriksaan fisik berupa

pemeriksaan di sekitar pinggang, perut, dan bila perlu alat kelamin. Pemeriksaan

21
penunjang yang diperlukan adalah pemeriksaan darah dan urin, ultrasonografi

(USG) ginjal dan kandung kemih, dan pemeriksaan imaging seperti KUB-IVP (foto

polos perut dan pielografi intravena) atau CT urografi.

F. Penatalaksanaan Medis

Batu yang sudah menimbulkan masalah harus dikeluarkan agar tidak menimbulkan

penyulit yang lebih berat. (larutan atau bahan untuk memecahkan batu),

mengurangi obstruksi (DJ stent dan nefrostomi), terapi non invasif Extracorporeal

Shock Wave Lithotripsy (ESWL), terapi invasif minimal: ureterorenoscopy

(URS)Percutaneous Nephrolithotomy, Cystolithotripsi ystolothopalaxy, terapi

bedah seperti nefrolithotomi, nefrektomi, pyelolithotomi, uretrolithotomi,

sistolithotomi (Brunner & Suddarth, 2016).

Kesimpulan

Batu kandung kemih adalah terbentuknya batu yang berasal dari endapan mineral

di dalam kandung kemih. Organ ini merupakan tempat menampung urine setelah

dilakukan penyaringan oleh ginjal dan sebelum dikeluarkan dari tubuh. Adanya

batu di dalam kandung kemih dapat menyebabkan proses pembuangan urine

terganggu.

Saran

Untuk mencegah agar tidak mengidap penyakit batu saluran kemih dapat dilakukan

hal-hal berikut :

1. Minum air yang cukup di sepanjang hari


2. Kurangi konsumsi makanan yang mengandung oksalat
3. Pilih diet rendah garam
4. Kurangi asupan protein hewani

22
5. Pastikan kebutuhan kalsium terpenuhi dengan baik

DAFTAR PUSTAKA

(2018). Epidemiologi urolitiasis di Asia. Jurnal Urologi Asia, 5(4), 205-

Margareth TH, M. C. R. (2015). Asuhan Keperawatan Medikal Bedah Penyakit

Dalam. Yogyakarta: Nuha Medika.

Nahdi TF. (2013). Nefrolithiasis dan hidronefrosis sinistra dengan infeksi saluran

kemih atas. Medula

NANDA. (2018). NANDA-I Diagnosis Keperawatan: Definisi dan Klasifikasi

23
BAB V

GAGAL GINJAL

A. Definisi

Gagal ginjal adalah suatu kondisi klinis yang ditandai dengan penurunan

fungsi ginjal yang ireversibel, pada suatu derajat yang memerlukan terapi

pengganti ginjal yang tetap, berupa dialisis atau transplatasi ginjal (Suwitra,

2010). Gagal ginjal kronis (GGK) atau merupakan kerusakan ginjal progresif

yang berakibat fatal dan ditandai dengan uremia (urea dan limbah nitrogen

lainnya yang beredar dalam darah serta komplikasinya jika tidak dilakukan

dialisis atau transplatasi ginjal (Nursalam, 2011).

B. Etiologi

Etiologi GGK mungkin disebabkan oleh kelainan ginjal primer atau

sebagai komplikasi dari gangguan multisistem yang berhubungan dengan

penyakit penyerta, seperti diabetes yang saat ini menjadi penyebab utama

GGK di seluruh dunia (Arnold et al., 2016). Etiologi penyakit ginjal terutama

disebabkan oleh penyakit kronik glomerulonefritis diikuti oleh nefropati

iskemik, penyakit polikistik ginjal dan lupus nephritis (Doscas et al., 2017).

Menurut Habib et al. (2017), etiologi gagal ginjal kronik pada pasien dialisis

yaitu hipertensi dengan diabetes mellitus menempati urutan teratas, diikuti

oleh hipertensi, diabetes melitus dan penyakit arteri koroner.

24
C. Patofisiologi

Patofisiologi gagal ginjal kronis melibatkan kerusakan dan menurunnya

nefron dengan kehilangan fungsi ginjal yang progresif. Ketika laju filtrasi

glomerulus menurun dan bersihan menurun, nitrogen urea serum meningkat

dan kreatinin meningkat. Nefron tersisa yang masih berfungsi mengalami

hipertrofi ketika mereka menyaring zat terlarut yang besar. Akibatnya, ginjal

kehilangan kemampuan untuk mengosentrasi urin secara adekuat. Untuk

melanjutkan ekskresi zat terlarut, volume keluaran urine meningkat sehingga

pasien rentan mengalami kehilangan cairan.

Tubulus kehilangan kemampuan untuk mereabsorpsi elektrolit secara

bertahap. Terkadang, hasilnya adalah pembuangan garam sehingga urine

mengandung banyak natrium dan memicu terjadinya poliuria berat.Ketika

kerusakan ginjal berlanjut dan terjadi penurunan jumlah nefron yang masih

berfungsi, laju filtrasi glomerulus total menurun lebih jauh sehingga tubuh

tidak mampu mengeluarkan kelebihan air, garam, dan produk limbah lainnya

melalui ginjal.

Ketika laju filtrasi glomerulus kurang dari 10-20 ml/min, tubuh akan

mengalami keracunan ureum. Jika penyakit tidak diatasi dengan dialisis atau

transplantasi, hasil akhir dari gagal ginjal stadium akhir adalah uremia dan

kematian (Yasmara, 2016).

25
D. Manifestasi Klinis

Menurut Kemenkes (2017), tanda dan gejala yang timbul karena penyakit

ginjal biasanya sangat umum (juga tampak pada penyakit lain) seperti:

a. Tekanan darah tinggi

b. Perubahan jumlah kencing dan berapa kali kencing dalam sehari

c. Adanya darah dalam kencing

d. Rasa lemah serta sulit tidur

e. Kehilangan nafsu makan

f. Sakit kepala

g. Tidak dapat berkonsentrasi

h. Gatal

i. Sesak

j. Mual dan muntah

k. Bengkak, terutama pada kaki dan pergelangan kaki,bengkak pada kelopak

mata waktu bangun tidur pagi hari

E. Komplikasi

1. Perikarditis

2. Hipertensi

3. Anemia (kurang darah)

4. Penyakit tulang

26
F. Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan penunjang radiologis yang umumnya dilakukan pada pasien gagal ginjal

kronis ialah pemeriksaan ultrasonografi (USG). Ultrasonografi saat ini digunakan

sebagai pemeriksaan pertama secara rutin pada keadaan gagal ginjal untuk memperoleh

informasi tentang parenkim, sistem collecting dan pembuluh darah ginjal.

G. Penatalaksanaan Medis

Menurut koala,welsh dan mayer(2017) penatalaksanaan medis pada gagal

ginjal kronik adalah

1) Diet

2) Pemberian obat

3) Transfusi sel darah merah untuk mengatasi anemia

4) Dialisis

5) Transpalansi ginjal

Kesimpulan

Gagal ginjal adalah suatu kondisi ketika ginjal kehilangan kemampuan

membuang racun dan menyeimbangkan cairan tubuh gagal ginjal terbagi dua

yaitu gagal ginjal akut dan gagal ginjal kronik

Saran

Untuk pencegahan gagal ginjal di sarankan untuk :

1. Rajin beraktivitas fisik & Berolahraga agar badan tetap bugar.


2. Menjaga kadar gula darah tetap normal.
3. Menjaga tekanan darah tetap normal.
4. Menjaga berat badan ideal.
5. Minum air putih 8 – 10 gelas per hari.

27
6. Tidak Merokok.
7. Periksa fungsi ginjal secara berkala.

DAFTAR PUSTAKA

Muhammad, As'adi. 2012. Serba-Serbi Gagal Ginjal. Jogjakarta; DIVA Press


Nurarif, Amin Huda & Kusuma, Hardhi. 2015. Jilid 2. Aplikasi Nanda NIC-
NOC. Jogjakarta: MediAction

28
BAB VI

DIABETES INSIPIDUS

A. Definisi

Diabetes insipidus adalah suatu penyakit yang disebabkan oleh penurunan

produksi, sekresi, dan fungsi dari Anti Diuretic Hormone (ADH) serta kelainan

ginjal yang tidak berespon terhadap kerja ADH fisiologis, yang ditandai dengan rasa

haus yang berlebihan (polidipsi) dan pengeluaran sejumlah besar air kemih yang

sangat encer (poliuri). Ada dua macam diabetes insipidus, yaitu:

1) Diabetes Insipidus Sentralis (DIS), disebabkan oleh kegagalan pelepasan

hormon antidiuretik yang secara fisiologi dapat merupakan kegagalan sintesis atau

penyimpanan.

2) Diabetes Insipidus Nefrogenik (DIN), ialah diabetes insipidus yang tidak

responsif terhadap ADH eksogen (kadar ADH normal tetapi ginjal tidak

memberikan respon yang normal terhadap hormon ini).

B. Etiologi

Diabetes insipidus dapat disebabkan oleh beberapa hal, yaitu sebagai berikut:

a. Hipotalamus mengalami kelainan fungsi dan berkurangnya produksi ADH baik

total maupun parsial.

b. Kelenjar hipofisis posterior mengalami penurunan atau gagal melepaskan

hormon antidiuretik ke dalam aliran darah.

c. Kerusakan hipotalamus atau kelenjar hipofisa akibat pembedahan, trauma kepala,

cedera otak (terutama patah tulang di dasar tengkorak), tumor otak, operasi ablasi,

atau penyinaran pada kelenjar hipofisis.

29
d. Ketidakmampuan ginjal berespon terhadap kadar ADH dalam darah akibat

berkurangnya reseptor atau second messenger (diabetes insipidus nefrogenik). Hal

ini disebabkan oleh faktor genetik dan penyakit ginjal.

e. Infeksi sistem saraf pusat (ensefalitis atau meningitis). f. Pengaruh obat yang

dapat mempengaruhi sintesis dan sekresi ADH seperti fenitoin, alkohol, litium

karbonat

g. Sarkoidosis atau tuberculosis.

h. Gangguan aliran darah (Aneurisma atau penyumbatan arteri yang menuju ke

otak).

i. Idiopatik dalam hal ini tidak ditemukan kelainan walaupun terdapat gejala. Gejala

sering mulai pada masa bayi, tetapi tidak hilang selama hidup, tanpa mengganggu

kesehatan dan mempengaruhi umur penderita. Berdasarkan klasifikasi, penyebab

diabetes insipidus antara lain

1) Diabetes Insipidus Sentral (DIS) dapat terjadi akibat beberapa hal, yaitu: (Asman,

dkk, 1996, hal: 816)

a. Tumor-tumor pada hipotalamus.

b. Tumor-tumor besar hipofisis dan menghancurkan nucleus-nukleus hipotalamik.

c. Trauma kepala.

d. Cedera operasi pada hipotalamus.

e. Oklusi pembuluh darah pada intraserebral (trombosis atau perdarahan serebral,

aneurisma serebral, post-partum necrosis).

f. Pengangkutan ADH/AVP yang tidak bekerja dengan baik akibat rusaknya akson

pada traktus supraoptikohipofiscalis.

g. Sintesis ADH terganggu.

h. Kerusakan pada nucleus supraoptik paraventricular.

30
i. Gagalnya pengeluaran ADH.

j. Infeksi (Meningitis, ensefalitis, landry-Guillain-Barre's syndrome)

2) Diabetes insipidus Nefrogenik (DIN), secara fisiologis DIN dapat disebabkan

oleh: (Asman,dkk. 1996, hal: 816)

a. Kegagalan tubulus renal untuk bereaksi terhadap ADH, akibat: Penyakit ginjal

kronik Penyakit ginjal polikistik Penyakit kistik meduler Pielonefritis Obstruksi

ureteral Gagal ginjal lanjut

b. Gangguan elektrolit Hipokalemia Hiperkalsemia

c. Obat-obatan Litium Demoksiklin Asetoheksamid Tolazamid Glikurid

Propoksifen

d. Penyakit sickle cell

e. Gangguan dikte Intake air yang berlebihan Penurunan intake NaCI Penurunan

intake protein

f. Lain-lain. Multipel mieloma Amiloidosis Penyakit Sjogren's Sarkoidosis C

C. Patofisiologi

Ada beberapa keadaan yang dapat mengakibatkan Diabetes Insipidus, termasuk

didalamnya tumor-tumor pada hipotalamus, tumor-tumor besar hipofisis di sela

tursika, trauma kepala, cedera operasi pada hipotalamus.

Gangguan sekresi vasopresin antara lain disebabkan oleh Diabetes Insipidus dan

sindrom gangguan ADH. Pada penderita Diabetes Insipidus, gangguan ini dapat

terjadi sekunder dari destruksi nucleus hipotalamik yaitu tempat dimana

vasopressin disintetis (Diabetes) terhadap vasopresin (Diabetes Insipidus

nefrogenik). Diabetes Insipidus sentral (DIS) disebabkan oeh kegagalan pelepasan

hormone antideuretik (ADH) yang secara fisiologis dapat merupakan kegagalan

31
sintesis atau penyimpanan, selain itu DIS juga timbul karena gangguan

pengangkutan ADH akibat kerusakan pada akson traktus supraoptiko hipofiscalis

dan akson hipofisis posterior dimana ADH disimpan untuk sewaktu-waktu

dilepaskan ke dalam sirkulasi jika dibutuhkan. Istilah Diabetes Insipidus

Nefrogenik (DIN) dipakai pada Diabetes Insipidus yang tidak responsive terhadap

ADH eksogen.

Secara fisiologis DIN dapat disebabkan oleh:

1. kegagalan pembentukan dan pemeliharaan gradient osmotic dalam medulla

renalis.

2. kegagalan utilisasi gradient pada kegagalan dimana ADH berada dalam jumlah

yang cukup dan berfungsi normal. Kehilangan cairan yang banyak melalui ginjal

ini dapat dikompensasikan dengan minum banyak air. Penderita yang mengalami

dehidrasi, berat badan menurun, serta kulit dan membrane mukosa jadi kering.

Karena meminum banyak air untuk mempertahankan hidrasi tubuh, penderita akan

mengeluh perut terasa penuh dan anoreksia. Rasa haus dan BAK akan berlangsung

terus pada malam hari sehingga penderita akan merasa terganggu tidurnya karena

harus BAK pada malam hari

D. Manifestasi Klinis

Manifestasi klinis penderita diabetes insipidus ialah sebagai berikut:

(Abdoerachman,dkk, 1974, hal: 290)

a) Gejala utama: poliuria (banyak kencing) dan polidipsi (banyak minum). Jumlah

cairan yang diminum maupun produksi urin per 24 jam sangat banyak. Produksi

urin sangat encer dengan jumlah sekitar 4-30 liter/hari, dengan berat jenis urin

biasanya sangat rendah, berkisar antara 1001 1005 atau 50 200 mOsmol/kg berat

badan. Sebagai kompensasi hilangnya cairan melalui air kemih, penderita bisa

32
minum sejumlah besar cairan (3,8-38 L/hari). Jika kompensasi ini tidak terpenuhi,

maka dengan segera akan terjadi dehidrasi yang menyebabkan tekanan darah

rendah dan syok.

b) Penderita terus berkemih dalam jumlah yang sangat banyak, terutama di malam

hari. Selain poliuria dan polidipsia, biasanya tidak terdapat gejala-gejala lain

kecuali jika ada penyakit lain yang menyebabkan timbulnya gangguan pada

mekanisme neurohypophyseal renal reflex.

c) Pada bayi yang diberikan minum seperti biasa akan tampak kegelisahan yang

tidak berhenti, sampai timbul dehidrasi, panas tinggi, dan terkadang sampai syok.

d) Gejala lain:

- Penurunan berat badan

- Nocturia

- Kelelahan

- Hipotensi

- Gizi kurang baik

- Gangguan emosional

- Enuresis

- Kulit kering

- Anoreksia

- Gangguan pertumbuhan

E. Pemeriksaan Penunjang

Selain dari wawancara dan pemeriksaan fisik, diagnosis diabetes insipidus juga

ditegakkan melalui beberapa pemeriksaan penunjang seperti: Pengumpulan sampel

33
urine 24 jam untuk menentukan volume urine. Konsentrasi serum elektrolit dan

gula darah. Gravitasi spesifik urine.

F. Penatalaksanaan Medis

Penatalaksanaan pada Diabetes Insipidus diberikan obat yang cara kerjanya

menyerupai ADH. Obat obatan yang paing sering digunakan adalah vasopresin atau

desmopressin asetat (dimodifikasi dari hormon antidiuretik) bisa diberikan sebagai

obat semprot hidung (secara nasal spray) beberapa kali sehari untuk

mempertahankan pengeluaran air kemih yang normal.

Namun terlalu banyak mengkonsumsi obat ini bisa menyebabkan penimbunan

cairan, pembengkakan, dan gangguan lainnya. Suntikan hormon antidiuretik

diberikan kepada penderita yang akan menjalani pembedahan atau penderita yang

tidak sadarkan diri.

Pada DIN yang komplit biasanya diperlukan terapi hormone pengganti

(hormonal replacement). DDAVP (1-desamino-8-d-arginine vasopressin)

merupakan obat piihan utama untuk DIN. Selain terapi hormone pengganti dapat

juga dipakai terapi adjuvant yang secara fisiologis mengatur keseimbangan air

dengan cara :

a. Mengurangi jumlah air ke tubuus distal dan collecting duct.

b. Memacu pelepasan ADH endogen.

c. Meningkatkan efek ADH endogen yang masih ada pada tubulus ginjal.

Obat-obatan adjuvant yang biasa dipakai adalah :

a. Diuretic Tiazid

b. Klorpopamid

c. Kofibrat

d. Karbamazepin

34
G. Komplikasi

1. Dehidrasi berat dapat terjadi apabila jumah air yang diminum tidak adekuat.

Dehidrasi dapat menyebabkan:

• Mulut menjadi kering Kelemahan otot

• Tekanan darah rendah (hipotensi)

• natrium darah Ditinggikan (hipernatremia)

• Sunken penampilan untuk mata Anda Demam Sakit kepala Tingkat

jantung cepat Kehilangan Berat badan

2. Ketidakseimbangan elektrolit, yaitu hipenatremia dan hipokalemia. Keadaan ini

dapat menyebabkan denyut jantung menjadi tidak teratur dan dapat terjadi gagal

jantung kongestif. Diabetes insipidus juga dapat menyebabkan

ketidakseimbangan elektrolit. Elektrolit mineral dalam darah Anda seperti

natrium, kalium dan tubuh keseimbangan cairan dalam menjaga kalsium - yang

Anda. Ketidakseimbangan elektrolit dapat menyebabkan gejala, seperti:

• Sakit kepala

• Kelelahan

• Lekas marah

• Otot sakit

3. Intoksikasi air

Asupan cairan yang berlebihan di dipsogenic diabetes insipidus dapat

menyebabkan keracunan air, suatu kondisi yang menurunkan konsentrasi

natrium dalam darah, yang dapat merusak otak.

35
Kesimpulan

Diabetes insipidus adalah Gangguan garam dan metabolisme air ditandai

dengan haus teramat sangat dan buang air kecil yang teramat sering.

Diabetes insipidus terjadi ketika tubuh tidak dapat mengatur

bagaimana menangani cairan. Kondisi ini disebabkan oleh

kelainan hormon dan tidak berhubungan dengan diabetes.

Saran

Untuk pengobatan dan pencegahan penyakit ini disarankan untuk :

1. Mencukupi asupan cairan dengan minum air putih minimal 2,5 liter per hari.
2. Mengurangi asupan garam dan protein sesuai saran dokter.
3. Mencuci tangan secara rutin dan mengonsumsi makanan yang matang untuk
menghindari diare.

DAFTAR PUSTAKA
Dochterman, Joanne., dan Bulecheck, Gloria N. 2004. Klasifikasi Intervensi
Keperawatan (NIC), edisi 4. Missouri:Mosby
Herdman, T. Heather. 2011, NANDA International Diagnosa Keperawatan

36

Anda mungkin juga menyukai