Anda di halaman 1dari 35

BAB II

DESKRIPSI PROYEK PERANCANGAN

2 Studi Literatur

Adapun objek rancangan adalah UMKM Main Center Banda Aceh,

dengan tinjauan perencanaan proyek secara umum adalah sebagai berikut:

a. Proyek : UMKM Main Center Banda Aceh

b. Lokasi : Banda Aceh

c. Tema : Arsitektur Kontekstual

d. Pemilik Proyek : Swasta

e. Sumber Dana : Fiktif

2.1 Studi Literatur Objek Rancangan

2.1.1 Fungsi UMKM Main Center di Banda Aceh

Fungsi dari UMKM Main Center Banda Aceh ini mempunyai beberapa

fungsi, diantaranya adalah:

1. menyediakan UMKM Main Center Di Banda Aceh dengan berfokus pada

bentuk bangunan yang lebih menarik dan lebih baik.

2. Meningkatkan perekonomian Kota Banda Aceh melalui UMKM dengan

banyaknya minat masyarakat terhadap produk lokal.

3. Membantu para pelaku UMKM untuk mendapatkan akses ke modal dan di

bimbing oleh pemerintah atau pemberi modal langsung

4. Menyediakan pameran atau tempat lelang sebagai daya Tarik baru untuk

wisatawan maupun warga lokal.

10
11

2.1.2 Pengertian UMKM Main Center di Banda Aceh

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) UMKM merupakan

singkatan dari Usaha Mikro Kecil dan Menengah, yang mana terdapat pada

Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2008, UMKM mempunyai arti sebagai sebuah

kegiatan usaha yang dijalankan oleh masyarakat. UMKM ini memiliki tujuan

untuk memperluas lapangan pekerjaan serta memberi pelayanan ekonomi kepada

masyarakat secara luas.Dengan kata lain UMKM adalah kelompok usaha atau

bisnis yang dijalankan oleh individu,kelompok, rumah tangga, maupun juga badan

usaha kecil.

UMKM biasanya berdasarkan ukuran usaha, jumlah karyawan, omset,

atau aset. Di berbagai negara, program dukungan dan kebijakan khusus sering

diterapkan untuk mendorong perkembangan UMKM, mengingat peran mereka

yang signifikan dalam menciptakan peluang ekonomi. Sedangkan Main Center

atau Pusat Utama menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) Pusat adalah

pokok pangkal atau yang menjadi pumpunan berbagai hal,urusan, dan sebagainya

dan Utama adalah terbaik, nomor satu, amat baik, lebih baik dari yang lain-lain.

Jadi UMKM Main Center Banda Aceh merupakan ruang yang di tujukan

sebagai wadah pelaku bisnis Usaha Mikro Kecil dan Menengah untuk melakukan

penjualan dagangannya dan tempat untuk pembeli mendapatkan barang yang di

inginkan pada satu ruang tersebut, yang berlokasi di Kota Banda Aceh.
12

2.1.3 Tipe/Klasifikasi/Standarisasi

Menurut Standar Tata Cara Perencanaan UMKM Main Center Banda Aceh

berikut :

1. Berdasarkan Skala Pelayanan

Berdasarkan skala pelayanannya, pusat perbelanjaan dapat dibedakan

menjadi 3 jenis, yaitu:

 Pusat perbelanjaan lokal (neighborhood center)

Pusat perbelanjaan kelas ini mempunyai jangkauan pelayanan yang

meliputi 5.000 sampai 40.000 penduduk (skala lingkungan), Unit dengan luas

bangunan berkisar antara 2.787-9.290 m2 penjualan terbesar pada pusat

perdagangan golongan ini adalah supermarket.

 Pusat perbelanjaan distrik (community center)

Pusat perbelanjaan kelas ini mempunyai jangkauan pelayanan

40.000 sampai 150.000 penduduk (skala wilayah), dengan luas bangunan

berkisar antara 9.290-27.870 m2. Unit-unit penjualannya terdiri atas junior

department store, supermarket dan toko-toko.

 Pusat perbelanjaan regional (main center)

Pusat perbelanjaan kelas ini mempunyai jangkauan pelayanan seluas

daerah dengan 150.000 sampai 400.000 penduduk, dengan luas bangunan

27.870-92.990 m2. Pusat perbelanjaan golongan ini terdiri dari 1-4


13

departement store dan 50-100 toko retail, yang tersusun mengitari pedestrian,

dan dikelilingi oleh daerah parkir.

2. Bedasarkan Fungsi dan Kegiatan

 Pusat Perbelanjaan Murni

Pusat perbelanjaan yang berfungsi sebagai tempat berbelanja dan sebagai

tempat pertemuan masyarakat (community center) untuk segala urusan,

baik untuk bersantai, mencan hiburan. Misalnya Plaza Senayan,Blok M Plaza,

Pondok Indah Mall dll.

 Pusat Perbelanjaan Multi Fungsi

Fungsi sebagai pusat perbelanjaan di campur dengan fungsi lain yang

berbeda namun saling menunjang dan meningkatkan nilai komersialnya.

3. Berdasarkan Sistem Transaksi

Berdasarkan sistem transaksinya, sebuah pusat perbelanjaan dapat dibedakan

sebagai berikut :

 Toko Grosir

Adalah toko yang menjual barang dalam partai besar. Barang barang

tersebut biasanya disimpan di gudang atau di tempat lain, sedangkan yang ada

di toko grosir hanya contohnya.oleh karena penjualan dilakukan dalam

partai besar, biasanya etalase pada pada toko grosir hanya memerlukan

tempat yang relatif kecil, sedangkan bagian terbesarnya adalah gudang atau

tempat penyimpan persediaan.Aktifitas lain yang juga tidak kalah penting

pada took seperti ini adalah pengepakan. Oleh karena penjualannya

dilakukan dalam jumlah besar sekaligus, maka pengepakan memerlukan


14

ruang tersendiri yang juga relatif besar, yaitu ruang dropping barang. Area

ini sebaiknya berdimensi cukup besar yang memungkinkan kendaraan

pengangkut barang berhenti pada proses pembongkaran atau pemuatan barang

belanjaan.

 Toko Eceran

Menjual barang dalam partai kecil atau per satuan barang. Toko eceran

lebih banyak menarik pembeli karena tingkat variasi barangnya yang tinggi.

Pada toko semacam ini, area display barang dagangan memerlukan ruang

dengan dimensi yang relatif besar untuk mewadahi variasi barang

dagangan yang tinggi. Sebaliknya,gudang mungkin hanya memerlukan area

dengan dimensi yang lebih kecil. Area dropping barang merupakan area vital

pada toko jenis ini.

4. Berdasarkan Lokasi

 Pasar (Market)

Merupakan kelompok fasilitas perbelanjaan sederhana (los,

toko,kios, dan sebagainya) yang berada disuatu area tertentu pada suatu

wilayah. Fasilitas perbelanjaan ini dapat bersifat terbuka atauun berada di

dalam bangunan, biasanya berada dekat Kawasan pemukiman, merupakan

fasilitas perbelanjaan untuk memennuhi kebutuhan (biasanya sehari-hari)

masyarakat di sekitarnya.

 Shopping Street

Merupakan pengelompokan sarana perbelanjaan yang terdiri dari deretan

toko atau kios trebuka pada suatu penggal jalan. Area perbelanjaan ini
15

merupakan jenis pasar yang berlokasi di sepanjang tepi suatu penggal jalan.

Jenis perbelanjaan semacam ini biasanya berkembang di kawasan-kawasan

wisata, atau kawasan pertokoan yang menarik dkunjungi wisatawan.

 Shopping Precint

Merupakan kompleks pertokoan terbuka yang menghadap pada suatu

ruang terbuka yang bebas. Perbelanjaan ini biasanya tumbuh di dekat obyek

atau kawasan wisata.Contohnya yaitu Nakamise-dori,Sensoji’s temple

precint’s shopping street, Asakusa, Tokyo, Jepang.

 Shopping Center

Merupakan pengelompokan fasilitas perbelanjaan (toko dan kios) yang

berada di bawah satu atap. Pada shopping center, barang yang

diperdagangkan didominasi oleh kebutuhan sekunder dan tersier, sedangkan

pada jenis pasar, barang yang diperdagangkan terutama didominasi oleh

kebutuhan primer manusia. Shopping center secara khusus mempunyai pola

visual dan sirkulasi yang diperuntukkan bagi pengunjung untuk berjalan

mengelilinya, bahkan tidak hanya mencakup kompleks yang berukuran

besar berskala monumental, tetapi juga berskala manusia.

 Departement Store

Merupakan wadah perdagangan eceran besar dari berbagai jenis

barang yang berada di bawah satu atap. Pada perbelanjaan ini transaksi masih

menggunakan tenaga pelayan untuk membantu konsumen memilih dan

mencari benda yang dikehendaki. Penataan barang-barangnya memiliki tata


16

letak khusus yang memudahan sirkulasi dan mencapai kejelasan akses. Luas

lantainya berkisar antara 10.000 sampai 20.000 m2.

 Supermarket

Merupakan toko yang menjual barang kebutuhan sehari-hari dengan cara

pelayanan mandiri (self service). Pemilihan dan pencarian produk

dilakukan secara mandiri oleh konsumen. Pelayan hanya digunakan

untuk membantu proses pembayaran. Jumlah bahan makanan yang dijual

pada toko jenis ini kurang dari 15% dari seluruh barang yang

diperdagangkan. Luas lantainya berkisar antara 1.000 sampai dengan 2.500

m2.Setiap supermarket mempunyai sekuen kejadian, diawali dengan

masuknya konsumen sehingga proses pembelian, pembeyaran dan perginya

konsumen. Sekuen kejadian ini perlu dikaji melalui sebuah program yang

termasuk di dalamnya adalah perilaku pembeli dan penjual seperti

disampaikan dalam Lang (1987:114).

 Superstore

Merupakan pusat perdagangan dengan luas area penjualan lebih dari 2.500

m2. Pada umumnya luas superstore berkisar antara 5.000 m2 sampai dengan

7.000 m2. Superstore ini menempati satu lantai bangunan dan terletak di

pusat kota. Sistem pelayanan yang digunakan adalah sistem self timer.

Oleh Karena system pelayanannya mandiri, perlu penataan dan

pengelompokan barang yang jelas sehingga memudahkan pembeli

menemukan barang yang diinginkan.

 Hypermarket
17

Merupakan bentuk perluasan dari superstore, dengan luas lantai minimum 5.000

m2. Hypermarket merupakan simbol perdagangan disuatu kota kota karena

tempat tersebut mencerminkan adanya kecendrungan penduduk yeng mengikuti

tren perdagangan dengan munculnya produk-produk yang ditawarkan. Sistem

penjualannya pun dibedakan antara pembeli eceran adan pembeli sistem

grosir.Pada hypermarket yang bergabung dengan plaza atau shopping park,

kecendrungannya adalah ruangan untuk hypermarket diletakkan di area

paling belakang karena membutuhkan lahan

bangunan yang paling luas sehingga tidak menutupi area retail atau counter lain

yang luasannya lebih kecil.

 Shopping mall

Merupakan sebuah plaza umum, jalan-jalan umum, atau sekumpulan

sistem dengan belokan-belokan dan dirancang khusus untuk pejalan kaki. Jadi

mall dapat disebut sebagai jalan pada area pusat usaha yang terpisah dari

lalu lintas umum, tetapi memiliki akses mudah terhadapnya, sebagai tempat

berjalan-jalan, duduk-duduk, bersantai, dan dilengkapi dengan unsur-unsur

dekoratif untuk melengkapi kenyamanan.

5. Bentuk-Bentuk Mall Berdasarkan Penutup Bangunan

Menurut Faroga (2014:3) terdapat 3 bentuk umum mall:

 Mall Terbuka
18

Mall terbuka adalah sistem mall dengan koridor terbuka (tidak dinaungi

oleh atap, mall dengan sistem terbuka direncangan menyatu kondisi lingkugan

luar.

 Mall Tertutup

Mall dengan sistem ini lebih mengutamakan adanya kenyamanan termall

di dalam ruangan, sehingga pengunjung nyaman untuk melakukan aktivitas di

dalam ruangan. Hal tersebut berdampak pada massif dan tertutupnya bagian

luar bangunan.

 Integrated Mall

Integrated Mall merupakan pengabungan dari mall terbuka dan tertutup,

sistem ini merupakan solusi dari penggunaan energi yang berlebihan pada

suatu bangunan mall.

6. Elemen-Elemen dalam shopping mall

Menurut Bednar (1990) elemen-elemen shopping malll sebagai berikut:

 Magnet Primer (Anchor)

Magnet primer merupakan transformasi dari node kota yang berfungsi

sebagai titik konsentrasi. Dan dapat pula menjadi landmark.Analoginya

dapat berupa plaza atau court yang akan menjadi daya Tarik utama pada

shopping malll. Konsep penataan ruang pada shopping mall pada umumnya

berupa garis lurus (linear) atau setengah lingkaran. Pada bentuk linear

diperlukan dua buah magnet pada pengakhiran koridor. Sedangkan yang

berbentuk T, L. atau lengkung memerlukan tiga buah magnet. Dalam


19

perkembangan sering pula pakai magnet perantara yaitu bila jarak antar

magnet maksimall 250 meter.

 Magnet Skunder

Magnet sekunder merupakan transformasi dari disrik kota.

Perwujudtannya dapat berupa toko-toko pengecer maupun fasilitas-fasilitas

lainnya. Toko merupakan salah satu bagian terpenting dari shopping malll

yang dianggap sebagai district pada pusat perbelanjaan. Penempatan toko erat

kaintanya dengan magnet primer sebagai district pada pusat perbelanjaan.

Penempatan toko erat kaintannya dengan magnet primer sebagai daya tarik

utama dalam shopping malll tersebut. Pemanfaatan daya tarik dengan

mengarahkan pengunjing sedemiakan rupa sehingga dengan arus tersebut

melewati toko-toko kecil sebelum akhirnya menuju magnet primer yang

terdapat di depan anchor tenant yang berupa department store, supermarket,

atau cineplex.

 Koridor

Merupakan transformasi dari path, penerapannya dapat berupa jalur untuk

pejalan kaki yang menghubungkan antara magnet-magnet yang ada. Ada dua

macam koridor, yaitu koridor utama (primer) dan koridor tambahan

(sekunder). Koridor utama merupakan orientasi dari toko-toko yang ada di

sepanjangnya. Sedangkan koridor tambahan merupakan koridor yang terletak

pada perpanjangan koridor utama, yang memudahkan pencapaian dari area

parkir dan mempersingkat jarak entrance bila terjadi keadaan darurat. Lebar

koridor utama sekitar 15 meter sedangkan koridor tambahan sekitar 6 meter.


20

 Atrium

Merupakan ruang kosong yang diapit oleh lapisan-lapisan lantai yang

disekelilingnya, dengan ketinggian minimall dua lantai atau lebih yang

mendapat pencahayaan alami siang hari dan menjadi pusat orientasi

bangunan. Atrium ini berfungsi sebagai daya tarik dalam perancangan ruang

dalam maupun ruang luar bangunan tersebut. Begitu pula halnya dengan

EMAC (Enclosed Malll Air Conditioned), atrium sangat penting perannya.

Berdasarkan penutup atrium tersebut dapat berupa Vault Skylight, bentuk

lengkung atausetengah lingkaran. Pyramid or Dome, Bentuk pyramid atau

kubah. Glazed wall, bentuk dinding kacakubah. Glazed wall, bentuk

dinding kaca Multiple linear skylight, bentuk berupa atrium

linear.Multipleunits skylight, bentuk denganbeberapa unit atrium.

 Vegetasi

Merupakan elemen yang berfungsi untuk melengkapi keberadaan suatu

jalan. Dalam perencanaan malll, pohon berintegrasi dengan elemen desain

lainnya. Pohon digunakan untuk menimbulkan kesan asri pada pedestrian

serta menambah kesejukan malll. Street furnitur yang biasa dipakai dalam

shoping malll antara lain:

a. Lampu penerangan atau lampu hias

b. Sclupture

c. Tempat duduk (sitting group)

d. Kolam dan air mancur

e. Pot tanaman
21

f. Box telpon, tempat sampah dan sebagainya

7. Karakterisitik UMKM

Karakteristik UMKM merupakan sifat atau kondisi faktual yang melekat

pada aktifitas usaha maupun perilaku pengusaha yang bersangkutan dalam

menjalankan bisnisnya. Karakteristik ini yang menjadi ciri pembeda antar

pelaku usaha sesuai dengan skala usahanya. Menurut Bank Dunia, UMKM

dapat dikelompokkan dalam tiga jenis, yaitu: 1. Usaha Mikro (jumlah

karyawan 10 orang); 2. Usaha Kecil (jumlah karyawan 30 orang); dan 3.

Usaha Menengah (jumlah karyawan hingga 300 orang). Dalam perspektif

usaha, UMKM diklasifikasikan dalam empat kelompok, yaitu:

 UMKM sektor informal, contohnya pedagang kaki lima.

 UMKM Mikro adalah para UMKM dengan kemampuan sifat pengrajin

namun kurang memiliki jiwa kewirausahaan untuk mengembangkan

usahanya.

 Usaha Kecil Dinamis adalah kelompok UMKM yang mampu

berwirausaha dengan menjalin kerjasama (menerima pekerjaan sub

kontrak) dan ekspor.

 Fast Moving Enterprise adalah UMKM yang mempunyai kewirausahaan

yang cakap dan telah siap bertransformasi menjadi usaha besar.

Di Indonesia, Undang-Undang yang mengatur tentang Usaha Mikro,

Kecil, dan Menengah (UMKM) adalah Undang-Undang Nomor 20 Tahun

2008. Dalam undang-undang tersebut UMKM dijelaskan sebagai: “Sebuah


22

Perusahaan yang digolongkan sebagai UMKM adalah perusahaan kecil

yang dimiliki dan dikelola oleh seseorang atau dimiliki oleh sekelompok

kecil orang dengan jumlah kekayaan dan pendapatan tertentu.”

Tabel 2.1 : Karakteristik UMKM dan Usaha besar


(Sumber : Peraturan Bank Indonesia, 2015)
23

Tabel 2.2 : Karakteristik UMKM dan Usaha besar


(Sumber : Peraturan Bank Indonesia, 2015)

Tabel 2.3 : Karakteristik UMKM dan Usaha besar


(Sumber : Peraturan Bank Indonesia, 2015)
24

Selain itu, berdasarkan aspek komoditas yang dihasilkan, UMKM juga

memiliki karakteristik tersendiri antara lain:

 Kualitasnya belum standar. Karena sebagian besar UMKM belum

memiliki kemampuan teknologi yang memadai. Produk yang

dihasil- kan biasanya dalam bentuk handmade sehingga standar

kualitasnya beragam.

 Desain produknya terbatas. Hal ini dipicu keterbatasan

pengetahuan dan pengalaman mengenai produk. Mayoritas

UMKM bekerja berdasarkan pesanan, belum banyak yang berani

mencoba berkreasi desain baru.

 Jenis produknya terbatas. Biasanya UMKM hanya memproduksi

beberapa jenis produk saja. Apabila ada permintaan model baru,

UMKM sulit untuk memenuhinya. Kalaupun menerima,

membutuh- kan waktu yang lama.

 Kapasitas dan daftar harga produknya terbatas. Dengan kesulitan

menetapkan kapasitas produk dan harga membuat konsumen

kesulitan.

 Bahan baku kurang terstandar. Karena bahan bakunya diperoleh

dari berbagai sumber yang berbeda.

 Kontinuitas produk tidak terjamin dan kurang sempurna. Karena

produksi belum teratur maka biasanya produk-produk yang

dihasilkan sering apa adanya.

2.1.4 Skala Pelayanan yang akan ditetapkan pada rancangan


25

UMKM Main Center Di Banda Aceh merupakan pusat perbelanjaan

regional (Main Center) dengan luas bangunan 27.870-92.990 m2. Letak bangunan

ini berada di Tengah kota Banda Aceh sehingga termasuk ke shopping mall

dengan bagian mall ada Sebagian yang terbuka yang di gunakan untuk Sky deck

dan food court area Luar dan Sebagian lagi tertutup, yaitu bagian toko, food court

bagian dalam, dengan skala usaha yang di dalam nya terdapat usaha mikro, kecil

dan menengah.

2.2. Studi Objek Sejenis

2.2.1. Survey Objek Sejenis

Deskripsi Gedung Sarinah Jakarta

Nama : Gedung Sarinah

Status Kepemilikan : Pemerintah Indonesia

Alamat : Jl.M.H. Thamrin No.11, RT.8/RW.4, Gondangdia,

Kec. Menteng, Kota Jakarta Pusat, Daerah Khusus Ibukota Jakarta 10350

Tahun Pembangunan : 1962

Lantai : 15

Provinsi : Daerah Khusus Ibukota Jakarta

Gedung Sarinah adalah sebuah gedung setinggi 74 meter dan 15 lantai yang

terletak di Gondangdia, Menteng, Jakarta Pusat. Gedung ini terutama difungsikan

sebagai pusat perbelanjaan. Gedung ini dimiliki oleh Sarinah, yang juga berkantor

pusat di gedung ini bersama induknya, PT Aviasi Pariwisata Indonesia.


26

Gambar 2.1 : Gedung Sarinah Jakarta bagian fasad depan


(Sumber : Google Maps 2022)

Tersedia bagi para pengunjung dan karyawan Gedung Sarinah berbagai fasilitas

dan ruang untuk menungjang segala aktifitas kegiatan di dalam bangunan seperti:

1. Ruang Pameran

2. Ruang Lelang

3. Food Court

4. Sky deck

5. Museum

6. Toko UMKM

7. Kantor

8. Area Service

9. Area Parkir
27

Gambar 2.2 : kerajinan tangan Gambar 2.3 : Pameran seni yang di


UMKM yang di jual pada Gedung lelang pada Gedung Sarianah jakarta
Sarinah Jakarta (Sumber : Pribadi 2022)
(Sumber : Google Maps 2022)
28

Gambar 2.4 : Sky Deck Gedung Gambar 2.5 : Pameran seni yang di
Sarinah Jakarta lelang pada Gedung Sarianah jakarta
(Sumber : Pribadi 2022) (Sumber : Pribadi 2022)

Gambar 2.6 : Café milik UMKM di Gambar 2.7 : Area Makan pada
Gedung Sarinah Jakarta Gedung Sarinah Jakarta
(Sumber : Pribadi 2022) (Sumber : Pribadi 2022)

2.2.2. Studi Banding Proyek Sejenis

A. Mall Bumi Kedaton


29

Mal Boemi Kedaton atau MBK / BKM adalah pusat perbelanjaan

terbesar saat ini yang berada di Kota Bandar Lampung, Lampung. Mal ini

memiliki luas tanah kurang lebih 3 hektar, serta luas bangunan kurang

lebih 50.000 m2, dengan 4 lantai dan 1 basement serta hotel yang akan

berdiri setinggi 6 lantai di atas mal. Mal ini diprakarsai oleh pengusaha

retail lokal asal Lampung, Chandra Super Store. Sedangkan penamaan dari

mal ini diusulkan oleh Mantan Gubernur Lampung, Drs. H. Sjachroedin

Z.P.

Gambar 2.8 : Fasad Depan Mall Gambar 2.9 : Interior Mall


Bumi Kedaton Bumi Kedaton
(Sumber : Google 2024) (Sumber : Google 2024)

Mal ini terletak di Jalan Teuku Umar dan Sultan Agung No. 1, Kedaton,

Bandar Lampung, dan mulai beroperasi pada tanggal 12 Juli 2014. Mal ini bisa

ditempuh dengan angkutan umum seperti Trans Bandar Lampung, Angkutan

Kota, dll.
30

Gambar 2.10 : Denah Lantai 1 Mall


Bumi Kedaton

B. Pollux Mall Paragon Semarang

Pollux Mall Paragon (sebelumnya bernama Paragon City Mall, dan

sering disebut sebagai Mall Paragon) adalah pusat perbelanjaan di kota

Semarang. Pusat perbelanjaan ini terletak di Jalan Pemuda No. 118,

Kelurahan Sekayu, Kecamatan Semarang Tengah, dan pertama dibuka

pada tanggal 22 April 2010. Pusat perbelanjaan ini adalah yang ketiga di

Jalan Pemuda, menyusul Pasaraya Sri Ratu dan DP Mall. Mall Paragon

dimiliki oleh Pollux Group, dan merupakan salah satu proyek taipan tekstil

Semarang bernama Nico Po dari Golden Flower Group.


31

Gambar 2.11 : Fasad Depan Pollux Gambar 2.12 : Interior Pollux


Mall Paragon Mall Paragon

Desain pusat perbelanjaan memiliki desain eksterior deconstructivism

dengan lipatan kulit yang mencerminkan akar tekstil Golden Flower

Group. Sementara itu, desain interior dipolesi marmer dengan

pencahayaan sedikit kuning yang memberikan kesan mewah, disertai atap

tembus pandang setinggi 48 meter yang memberi masuk cahaya matahari.

Mall Paragon terdiri dari 9 lantai, mencakupi 7 lantai utama dan 2 lantai

bawah tanah. Lantai B, 4, 5, dan 6 khusus digunakan untuk lahan parkir.


32

Gambar 2.13 : Denah Lantai 1 Pollux


Mall Paragon

C. Royal Plaza Surabaya

Royal Plaza, merupakan salah satu pusat perbelanjaan gabungan strata

title & leasing mall di Surabaya Selatan yang dibuka sejak 7 Oktober

2006. Berdiri diatas lahan seluas 6 hektar yang terdiri 7 lantai, Royal Plaza

menjadi mall terlengkap di Surabaya Selatan.

Gambar 2.14 : Bagian Depan Royal Gambar 2.15 : Bagian Dalam Royal
Plaza Surabaya Plaza Surabaya
33

Berlokasi tepatnya di Jln. Ahmad Yani 16-18 Surabaya, Royal Plaza merupakan

daya tarik tersendiri di Surabaya Selatan yang merupakan area dengan jumlah

penduduk terpadat di Surabaya.

Gambar 2.13 : Denah Lantai LG


Royal Plaza Surabaya

2.3. Studi Tema Sejenis

2.3.1 Studi Tema Sejenis

Tema kontekstual pada bangunan Mall UMKM (Usaha Mikro, Kecil, dan

Menengah) Main Center di Banda Aceh dapat dirancang untuk mencerminkan

identitas budaya lokal, mendukung perkembangan UMKM setempat, dan

menciptakan lingkungan yang ramah bagi pelaku usaha.

2.3.2. Pengertian Tema Kontekstual

Arsitektur Kontekstual ditekankan oleh Brent C. Brolin (1980) dalam

bukunya Architecture in Context, yang menjelaskan bahwa Arsitektur

Kontekstual adalah suatu keinginan dalam dalam mendesain bangunan, untuk

mengaitkan antara bangunan baru dengan lingkungan di sekitarnya. Bill Raun


34

(dalam Fudianto, A: 2014) juga menekankan bahwa Arsitektur Kontekstual

menekankan bahwa bangunan harus memiliki keterkaitan dengan lingkungan di

sekitarnya. Keterkaitan tersebut dapat diterapkan dengan menghadirkan kembali

unsur atau elemen yang berada pada lingkungan / bangunan lama, ke dalam

rancangan bangunan baru.

Untuk menerapkan Arsitektur Kontekstual terhadap Community Learning

Center, terdapat beberapa kriteria mendasar yang dapat dijadikan sebagai

pertimbangan dalam mengaitkan antara bangunan baru dengan lingkungan di

sekitarnya. Kriteria tersebut diterapkan melalui teori oleh Ian Bentley (1985)

dalam bukunya Responsive Environment, yang berisi tujuh kriteria mendasar,

yaitu: (1) Permeability; kemudahan akses dan sirkulasi, (2) Variety;

keberagaman fungsi, (3) Legibility; kemudahan identifikasi bangunan dan

orientasi, (4) Robustness; ruang-ruang temporal, (5) Richness; kekayaan rasa

(material), (6) Visual Appropriateness; fisik yang mudah diidentifikasi sesuai

fungsinya, (7) Personalization; melibatkan partisipasi antara komunitas dan

masyarakat.

Menurut Brolin (1980), Arsitektur Kontekstual dalam penerapannya, terbagi

menjadi dua aspek mendasar, yaitu: Harmoni dan Kontras. Kedua aspek tersebut

yang akan menjadi landasan bagaimana kesinambungan antar bangunan baru dan

lama akan memiliki keterkaitan. Harmoni memberikan landasan dimana bangunan

baru akan menyerap dan menerapkan unsur-unsur yang terdapat pada

lingkungannya dan bangunan lama berdiri, seperti material, tipologi, filosofi.

Sementara itu, Kontras dengan makna sebaliknya, akan menghadirkan unsur-


35

unsur baru yang berbeda dari apa yang berada pada bangunan lama dan

lingkungan di sekitarnya sehingga bangunan baru mampu memberikan perbedaan

secara visual dengan lingkungan tempatnya didirikan.

2.3.3. Prinsip/Standarisasi Penerapan Tema Arsitektur Kontekstual

Menurut Pramudito, dkk (2022) terdapat empat aspek yang dapat dalam

kontekstual, yaitu hubungan bangunan dengan sekitar, aspek fisik, aspek non-

fisik, dan sifat kontras/ sifat harmonis, dengan maksud bahwa: (1) hubungan

bangunan dengan sekitar meliputi hubungannya dengan site, bangunan yang

sudah ada di sekitar, lingkungan alam, dan bangunan yang mungkin akan

terbangun di masa depan; (2) aspek fisik meliputi visual bangunan, konfigurasi

bangunan, pendekatan secara fisik dan elemen bangunan; (3) aspek non-fisik

memiliki makna simbolis, adat dan tradisi yang berlaku, pendekatan budaya, dan

sejarah; dan (4) sifat kontras dan sifat harmonis, sifat yang harmonis berarti

adanya keserasian, keterkaitan atau ketertarikan elemen visual, kontinuitas dan

kecocokan visual antar bangunan, sedangkan sifat yang kontras berarti langgam

bangunan dibangun pada jaman yang berbeda dan memiliki gaya yang tidak

selaras.

Beberapa aliran kontekstualisme dari beberapa pakar, mendefinisikan

kontekstualisme dengan elemen-elemen konstektualnya sebagai berikut:

A. Menurut Brolin (1980)


36

Kontekstualisme adalah kemungkinan perluasan bangunan dan keinginan

mengaitkan bangunan baru dengan bangunan lama (Brolin,1980). Elemen

kontekstual menurut Brolin (1980), secara fisik yaitu:

a. mengambil motif-motif desain setempat: bentuk massa, pola atau irama

bukaan, dan ornament desain,

b. menggunakan bentuk-bentuk dasar yang sama, tetapi diatur kembali

sehingga tampak berbeda,

c. melakukan pencarian bentuk-bentuk baru yang memiliki efek visual sama

atau mendekati yang lama,

d. mengabstraksi bentuk-bentuk asli (selaras dengan konteks bangunan

sekitar).

2.3.4. Penerapan Tema Pada UMKM Main Center di Banda Aceh

Penerapan tema kontekstual pada bangunan Mall UMKM Main Center di

Banda Aceh dapat menjadi suatu pendekatan yang tepat untuk menciptakan kesan

yang terintegrasi dengan lingkungan sekitar, budaya lokal, dan kebutuhan

pengguna. Berikut adalah beberapa ide dan pertimbangan yang dapat

dipertimbangkan dalam merancang bangunan tersebut:

3 Menggunakan elemen arsitektur tradisional Aceh atau bentuk vernakular dapat

memberikan identitas yang kuat pada bangunan. Misalnya, bisa menggunakan

atap khas Aceh, kolom-kolom tradisional, atau motif ukiran Aceh pada

elemen-elemen bangunan.
37

4 Menggunakan material bangunan lokal tidak hanya mendukung ekonomi lokal

tetapi juga menciptakan hubungan yang lebih erat dengan konteks regional.

Material seperti kayu, batu, atau anyaman bambu bisa menjadi pilihan yang

baik.

5 Memilih palet warna yang terinspirasi oleh budaya lokal Aceh dapat

memberikan kesan yang hangat dan mengakar pada bangunan. Motif-motif

tradisional Aceh juga dapat diaplikasikan pada dinding atau fasad bangunan.

6 Menciptakan ruang terbuka dengan taman atau halaman yang ramah

lingkungan dapat memberikan tempat bersantai dan interaksi sosial.

Menggunakan tanaman lokal atau taman tropis dapat menciptakan suasana

yang sejuk.

7 Interior Mall dapat didesain untuk mendukung promosi produk UMKM lokal.

Display dan dekorasi interior dapat mencerminkan kekayaan budaya dan

produk-produk unggulan dari Aceh.

8 Menyesuaikan bangunan dengan teknologi hijau dan ramah lingkungan adalah

langkah positif. Penerapan energi terbarukan, sistem pengolahan limbah, dan

desain bangunan yang hemat energi dapat menjadi bagian dari desain yang

kontekstual.

9 Memberikan ruang untuk pameran dan promosi produk UMKM lokal di

dalam Mall dapat memberikan dorongan ekonomi yang signifikan. Bangunan

dapat didesain dengan memperhitungkan kebutuhan penyewa UMKM dan

memberikan fasilitas yang mendukung pertumbuhan bisnis mereka.

2.4. Studi Banding Tema Sejenis


38

2.4.1. Kempegowda International Airport Bengaluru

Judul Proyek : Kempegowda International Airport Bengaluru

Lokasi : India

Arsitek : Skidmore, Owings & Merrill

Fungsi : Bandara

Tema : Arsitektur Kontekstual

Gambar 2.14 : Kempegowda International Airport Bengaluru


(Sumber : Archdaily, 2024)

Sistem struktural Terminal 2 dirancang dengan dua tujuan utama: mencapai

keberlanjutan melalui efisiensi struktural, dan ekonomi melalui modularitas.

Hasilnya adalah salah satu atap terminal paling ringan di dunia pada skala ini,

seluruhnya terbuat dari bahan produksi dalam negeri dan dibangun dengan

teknologi konstruksi lokal. Atap di atas ruang check-in dan ritel dilengkapi

dengan rangka momen baja bentang panjang, yang ditopang oleh kolom baja

dengan jarak 18 meter. Kolom-kolomnya terdiri dari empat tiang individu yang

dilapisi bambu dan dihubungkan bersama, menciptakan kesan ringan pada


39

strukturnya. Karena perjalanan udara adalah industri yang terus berkembang,

konsistensi kisi-kisi kolom juga akan memberikan fleksibilitas maksimal untuk

mengakomodasi perubahan dari waktu ke waktu.

Gambar 2.15 : Kempegowda International Airport Bengaluru


(Sumber : Archdaily, 2024)

Pembukaan Terminal 2 di Bandara Internasional Kempegowda, Bengaluru

(Bandara BLR) menandai momen transformatif bagi negara bagian Karnataka

di India selatan. Terletak di Bengaluru, salah satu kota terbesar di negara ini,

terminal seluas 255.000 meter persegi ini menekankan kekayaan sejarah dan

budaya kota, sambil menatap masa depan. Hal ini meningkatkan kapasitas
40

penumpang tahunan bandara sebesar 25 juta dan merupakan gerbang sipil

yang akan menjadikan Bandara BLR sebagai salah satu bandara utama dunia.

2.4.2. Service Center for Sparkasse

Judul Proyek : Service Center for Sparkasse Markgräflerland in Weil am

Rhein

Lokasi : Jerman

Arsitek : Marc Oei, Alexander Hochstraßer, Simone Neuhold,

Sophia Hannekum, Sonja Malm, Philipp Kraus, Frank Bohnet

Fungsi : Gedung Kantor

Tema : Arsitektur Kontekstual

Gambar 2.16 : Fasad Depan Service Center for Sparkasse


(Sumber : Archdaily, 2024)

Palet material interior terbatas pada langit-langit beton ekspos, furnitur dan panel

dinding kayu ek, partisi modular putih, dan karpet hijau. Hanya beberapa perabot

serba guna, yang sebagian besar berwarna putih, yang dipilih, bersama dengan
41

beberapa 'percikan' warna tekstil tertentu. Mereka mewujudkan gagasan

menyediakan sistem modular elemen interior yang dapat dengan mudah

disesuaikan dengan perubahan situasi kerja dan struktur perusahaan.

Gambar 2.17 : Denah Lantai 1 Gambar 2.18 : Interior


Service Center for Sparkasse Service Center for Sparkasse
(Sumber : Archdaily, 2024) (Sumber : Archdaily, 2024)
Bahan yang digunakan tahan lama dan mudah diperbaiki – seperti batu bata

klinker, jendela kayu-aluminium, beton ekspos, permukaan kayu ek, dan screed

aspal damar wangi ekspos. Banyak elemen yang tidak direkatkan tetapi disekrup

atau digantung tanpa menggunakan bahan berbahaya.

2.4.3. Children's Campus Theodoor

Judul Proyek : Children's Campus Theodoor

Lokasi : Belgium

Arsitek : cuypers & Q architecten

Fungsi : Sekolah Dasar

Tema : Arsitektur Kontekstual


42

Gambar 2.19 : Children's Campus Theodoor


(Sumber : Archdaily, 2024)

Kemiringan lokasi saat ini menghadirkan tantangan dan peluang.

Misalnya, para arsitek memilih konstruksi pada lereng yang ada, berdekatan

dengan cagar alam, untuk menyesuaikan skala dan pengalaman bangunan dan

lingkungan sebanyak mungkin bagi pengguna, berbeda dengan 'beton' lainnya.

situs kampus universitas saat ini. . Oleh karena itu, integrasi hijau dan siang hari

di seluruh kampus anak-anak menjadi sentral dan melengkapi pengalaman dan

interaksi dengan zona alam yang dilindungi dan berdekatan 'NATURA 2000'.
43

Gambar 2.20 : Children's Campus Theodoor


(Sumber : Archdaily, 2024)

Bahan bangunan yang digunakan adalah bahan lokal, dapat didaur ulang atau

didaur ulang, diberi label ramah lingkungan, dan sebagian besar berada dalam

kelas NIBE 4 atau lebih tinggi. Fiksasi yang dapat dilepas pada kelongsong dan

material lainnya memfasilitasi potensi penggunaan kembali material tersebut

tanpa kehilangan nilainya. Aturan ketat telah diterapkan dalam spesifikasi

pengelolaan limbah di lokasi konstruksi. Perhatian juga diberikan pada integrasi


44

material sesuai dengan ukuran produksinya dengan tujuan meminimalkan

kehilangan dan pemotongan. Pemasangan terakhir juga dibatasi.

Gambar 2.21 : Children's Campus Theodoor


(Sumber : Archdaily, 2024)

Gambar 2.22 : Children's Campus Theodoor


(Sumber : Archdaily, 2024)

Anda mungkin juga menyukai