Anda di halaman 1dari 37

BAB II

PEMAHAMAN TERHADAP MALL

Pada Bab ini dijelaskan pemahaman yang lebih spesifik dari judul, yakni pemahaman
terhadap mall. Data bersumber dari pustaka cetak dan internet yang disajikan berupa tulisan,
tabel dan gambar yang memberikan pemahaman terhadap mall. Selain itu, untuk medukung
pemahaman terhadap literatur dilakukan observasi terhadap proyek sejenis untuk mendukung
pemahaman.

2.1 Tinjauan Umum Mall


Berikut disajikan pemahaman mengenai aspek non teknis (non-perancangan) yang
digunakan untuk memperjelas spesifikasi mall yang dirancang.

2.1.1 Pengertian Mall


Beberapa Pengertian tentang mall yang dikutip dari berbagai sumber
literatur diantaranya sebagai berikut :
a. Menurut Rubenstein”...Traditionally the word ’Mall’ has mean an area usually lined
with shade trees and used as a public walk or promenade...” (Nurrachman, 2011:18).
Bila diterjemahkan dalam bahasa Indonesia menjadi ”...Secara tadisional kata mall
dapat diartikan sebagai suatu daerah berbentuk memanjang yang dinaungi oleh pohon-
pohon dan biasanya untuk jalan-jalan...”
b. Mall Adalah pusat perbelanjaan yang berintikan satu atau beberapa departement store
besar sebagai daya tarik dari retail-retail kecil dan rumah makan dengan tipologi
bangunan seperti toko yang menghadap ke koridor utama mall atau pedestrian yang
merupakan unsur utama dari sebuah pusat perbelanjaan (mall), dengan fungsi sebagai
sirkulasi dan sebagai ruang komunal bagi terselenggaranya interaksi antar pengunjung
dan pedagang (Maitland dalam Marlina, 2008:215).

Jadi Berdasarkan pemaparan sumber di atas dapat disimpulkan bahwa mall dapat
diartikan sebagai suatu fasilitas komersial dengan wujud arsitektural berupa ruang rekreasi
(jalan) yang ditata sedemikian rupa untuk menghubungkan dua titik keramaian atau lebih
dengan dikelilingi retail atau tempat penjualan berbagai kebutuhan. Dalam mall pengunjung
melakukan rekreasi dengan berjalan-jalan dan sesekali melihat barang yang dijual oleh retail
sebelum memutuskan untuk memasuki retail tersebut.
Sehingga dengan demikian esensi dari mall bukan sebagai pertokoan padat barang,
namun lebih kepada sebuah tempat penjualan dengan menonjolkan rekreasi dan kenyamanan
berbelanja. Hal inilah yang mengakibatkan harga barang di mall relatif lebih tinggi.

2.1.2 Klasifikasi Mall


Mall dalam berbagai topik sering disamakan dengan shopping centre, sehingga dalam
berbagai sumber literatur, klasifikasi mall hampir sama dengan klasifikasi shopping center.
Berdasarkan beberapa sumber, maka klasifikasi mall dalam ruang lingkup shopping center
adalah sebagai berikut :
a. Dilihat Dari Jenis Barang Yang Dijual
Gibbert (1959:127) mengemukakan tiga jenis barang yang dijual dalam mall dan
terdapat pada jenis toko sebagai berikut:
1. Convinience Shop: pertokoan yang menjual barang-barang kebutuhan sehari-hari.
2. Demand Store : pertokoan yang menjual barang-barang tertentu yang biasa diperlukan
oleh pelanggan.
3. Impulse Store : Pertokoan yang menjual barang-barang mewah.
b. Dilihat dari Luas Areal Pelayanan
Gibbert (1959:127) menyebutkan bahwa berdasarkan jangkauan pelayanannya, dalam hal
ini adalah luas wilayah, maka mall dapat dikelompokkan menjadi beberapa jenis sebagai
berikut:
1. Tipe Mall Regional dengan luas areal antara 32.000 – 95.000 m2 dengan skala
pelayanan antara 150.000 – 400.000 penduduk.
2. Tipe Mall Distrik dengan luas areal antara 10.000 – 30.000 m2 dengan jangkauan
pelayanan antara 40.000 – 150.000 penduduk.

c. Berdasarkan Sistem Transaksi dan Penjualan


Menurut Marlina (2008:217) dijelaskan bahwa berdasarkan sistem transaksinya, sebuah
pusat perbelanjaan dapat dibedakan sebagai berikut:
1. Toko Grosir, yaitu toko yang menjual barang dalam partai besar. barang-barang
tersebut biasanya disimpan digudang atau ditempat lain, sedangkan yang ada
dipajang hanya contohnya.
2. Toko Eceran, yaitu toko yang menjual barang dalam partai kecil atau per satuan barang.
Toko eceran lebih banyak menarik pembeli karena tingkat variasi barangnya yang tinggi.

Berdasarkan sumber ini, maka toko eceran membutuhkan display area yang besar dan
dropping area yang kecil, sementara toko grosir sebaliknya. Untuk mall akan lebih baik
menggunakan sistem eceran apabila pengunjung yang ditargekan adalah konsumen langsung
dari barang yang dijual.

d. Berdasarkan Unsur Lokasi


Menurut Marlina (2008:217) mall merupakan salah satu jenis pusat perbelanjaan yang
berkembang hingga saat ini. Shopping mall memiliki ciri khas yang membedakannya dengan
pusat perbelanjaan lain yaitu tersedianya jalur mall dan plaza yang menghubungkan dua (2)
atau lebih pusat keramaian (generator).

2.1.3 Unsur dalam Kegiatan Mall


Beddington (1982:2) Unsur-unsur dalam kegiatan pusat perbelanjaan dapat
dikelompokkan menjadi tiga yaitu pengunjung, barang dan pengelola. Penjelasan selanjutnya
sebagai berikut :
a. Pengunjung
Menurut Beddington (1989:2) menyebutkan bahwa pengunjung/pembeli adalah suatu
lembaga atau individu yang melakukan pembelian untuk memenuhi kebutuhan pribadinya
atau konsumsi rumah tangganya. Sementara Menurut Beddington (1989:2) aktivitas
berbelanja pengunjung dapat dibedakan menjadi dua, antara lain :
1) Convenience Shopping merupakan kegiatan berbelanja keperluan sehari-hari. Hal yang
dibutuhkan pembeli disini adalah kemudahan dan pelayanan yang cepat.
2) Comparison Shopping merupakan kegiatan berbelanja yang dilakukan dengan
membandingkan harga, jenis, kualitas, pelayanan, dan sebagainya walaupun belum tentu
membeli. Kegiatan ini juga dalam istilah lain disebut dengan window shopping. Berdasarkan
kedua jenis aktivitas berbelanja tersebut, dapat dibedakan pengertiannya
antara berbelanja dengan membeli. Membeli (to buy) adalah hasil sesuatu yang
telah ditentukan sebelumnya dan mempunyai tujuan pasti. Penentuan barang yang hendak
dibeli akan mengarahkan pembeli pada toko tertentu. Pembeli biasanya membawa dana yang
cukup untuk barang yang diinginkannya.
Sedangkan kata berbelanja (shopping), dalam hal ini tidak mempunyai tujuan khusus dan
biasanya disertai dengan waktu yang berlebihan dan dana yang cukup. Orang
berbelanja tidak hanya untuk membeli barang tertentu yang dibutuhkan dengan segera, namun
juga untuk membandingkan harga, gaya, dan kualitas. Berbelanja juga dipengaruhi oleh
keinginan menghabiskan waktu untuk kegiatan sosial serta meneruskan kebiasaan.
Selain itu, kegiatan yang terdapat pada mall dewasa ini tidak hanya berbelanja saja,
namun juga para pengunjung ingin mendapat berbagai kebutuhan yang lengkap dalam suatu
fasilitas. Kegiatan yang ingin dipenuhi antara lain berupa makan, bermain, berkumpul
bersama kerabat, perawatan diri. Sehingga pada mall tidak hanya menjual barang namun juga
perlu menjual jasa untuk meningkatkan daya tarik (Nurlalia, 2015:16).

b. Barang
Barang merupakan obyek yang diperjual belikan dalam dunia perdagangan, sehingga
kemudian muncul pusat-pusat perbelanjaan (Nusadarifa, 1989). Dalam Nusadarifa (1989:21)
disebutkan bahwa jika dilihat dari karakteristiknya, jenis barang yang dijual pada pusat
perbelanjaan dapat dibedakan menjadi empat (4) yaitu :
1) Convenience Goods, merupakan barang kebutuhan sehari-hari.
2) Specialty Goods, merupakan jenis barang tertentu seperti benda-benda antik dan
koleksi.
3) Shopping Goods, merupakan barang yang dibutuhkan bulanan atau musiman.
4) Impulse Goods, merupakan barang yang tidak terlalu dibutuhkan atau dicari oleh
pengunjung.

Berdasarkan sumber ini maka jenis barang yang dominan dijual dalam mall adalah
convenience goods yang merupakan kebutuhan sehari-hari seperti pakaian, makanan dan
minuman dan shopping goods yang merupakan kebutuhan musiman seperti gadget, elektronik
dan peralatan olahraga.

c. Pedagang dan Pengelola


Menurut Swasta dan Sukotjo (1988) diesbutkan bahwa pedagang adalah suatu lembaga
atau individu yang melakukan usaha kegiatan menjual barang kepada konsumen akhir untuk
keperluan pribadi yang bersifat non bisnis.
Sehubungan dengan sumber di atas, maka pedagang dalam mall merupakan penyewa dari
sebuah tempat/kios yang dikelola oleh pengelola mall. Secara terperinci, fungsi-fungsi dan
kegiatan yang dilakukan pedagang dalam mall ini adalah sebagai berikut : pengangkutan,
penyimpanan, pembelanjaan, mencari konsumen, menjalankan kegiatan promosi,
memberikan promosi dan informasi, melakukan pengepakan dan pembungkusan dan
mengadakan penyortiran.
Dalam melaksanakan transaksi jual beli, ada tiga macam pelayanan yang diberikan dari
pedagang kepada pembeli, diterjemahkan dari Beddington (1982:6), yaitu :
1) Self Service (swalayan) yaitu pengunjung memilih dan mengambil sendiri barang-
barang yang hendak di beli dari rak-rak yang tersedia, lalu membawanya ke kasir
untuk dibayar.
2) Self Selection (swapilih) dimana pembeli dapat memilih langsung barang yang dibeli
lalu menyerahkannya kepada pramuniaga untuk dibuatkan bukti pembelian.
3) Personal Service (pelayanan pribadi) dimana pembeli akan mendapatkan pelayanan
sepenuhnya dari pramuniaga dalam arti juga dapat berkonsultasi, misalnya pada toko
pakaian.

Berdasarkan sumber ini, maka jenis pelayanan yang digunakan dalam mall dapat
disesuaikan menurut sistem penjualan, akan tetapi sistem yang paling tepat dari aktivitas mall
adalah self service (swalayan). Hal ini dikarenakan sistem ini memberikan keleluasaan
penuh kepada pelanggan untuk menentukan sendiri barang yang dikehendaki maupun untuk
aktivitas window shopping serta lebih efisien dalam penyediaan tenaga pelayan.
2.1.4 Faktor yang Memengaruhi Pengembangan Mall
Terdapat beberapa variabel yang menentukan tingkat kesuksesan sebuah pusat
perbelanjaan. Marlina (2008).menjelaskan bahwa kesuskesan tidak ditentukan oleh salah satu
dari faktor-faktor ini namun semuanya merupakan satu rangkaian yang saling mempengaruhi.
Berikut adalah faktor-faktornya :
a. Lokasi
Lokasi adalah faktor pertama dan kunci untuk pembangunan mall atau shopping center.
Lokasi yang baik harus dekat dengan wilayah populasi tangkapan yang terdiri dari
kawasan pemukiman, kawasan perkantoran atau industri, hotel, objek wisata, sarana
transportasi publik serta kelompok jenis usaha yang sesuai.
b. Visibilitas
Visibilitas, yang berarti posisi shopping mall harus dengan mudah dapat dilihat oleh
siapa saja. Idealnya, shopping mall harus tampak jelas dari arus lalu lintas kendaraan dan
pejalan kaki
c. Kemudahan Akses
Shopping center yang terakses dengan jalan raya utama akan mendapatkan manfaat yang
lebih tinggi karena volume arus lalu lintas yang berimplikasi positif pada
pengunjung.
d. Luas
Luas sebuah pusat perbelanjaan biasanya berpatokan pada luas kotor seluruh area lantai
(gross floor area). Luas kotor adalah jumlah total dari seluruh area lantai yang dibangun
di dalam bangunan.
e. Perencanaan dan Desain Ruang
Perencanaan tata ruang dan desain penting diperhatikan karena menyangkut
optimalisasi imbal hasil investasi serta memenuhi kebutuhan operasional penyewa.
f. Penyewa Utama
Penyewa utama merupakan ritel besar, punya nama besar dan menjadi magnet untuk
shopping mall ini. Kehadirannya bisa menjadi daya tarik untuk peritel kecil agar mau
menyewa ruangan di mall.
g. Keseimbangan Penyewa
Perlu diperhatikan keseimbangan penyewa dengan tujuan untuk menciptakan
kemudahan berbelanja, menciptakan efek sinergi dan menyediakan pengalaman
berbelanja yang beragam bagi pengunjung.
h. Citra, Pemasaran dan Manajemen
Strategi pembinaan citra sangat membantu diferensiasi pusat perbelanjaan dan
membedakan pusat perbelanjaan yang sukses dengan para pesaingnya.

i. Berorientasi Layanan Pelanggan


Dalam mall harus dipahami siapa pelanggannya, dari mana asal pelanggan, apa yang
diinginkan pelanggan dan yang menarik minatnya.
Berdasarkan penjelasan-penjelasan ini dapat disimpulkan bahwa pemilihan lokasi harus
menjadi pertimbangan yang vital dalam pengembangan mall. Sementara dalam pemilihan
lokasi yang strategis biasanya memiliki kekurangan dalam hal luas lahan yang tersedia
sehingga dari lokasi dapat diperkirakan jenis mall yang akan terbangun.

2.2 Studi Perancangan Mall


Berikut dijelaskan mengenai aspek teknis tentang mall yang mengarah langsung
pada perancangan mall sebagai sebuah produk arsitektur yang berupa bangunan.

2.2.1 Elemen-elemen dalam Mall


Sebagai landasan dasar, perlu diketahui apa saja yang menjadi elemen dalam
ruang mall. Aji Bangun dan Harvey M. Rubenstein dalam Nurrachman (2011:10-12)
menyebutkan bahwa elemen-elemen yang terdapat dalam mall dapat dijabarkan sebagai
berikut:
a. Atrium
Atrium merupakan ruang kosong (void) yang secara horisontal diapit oleh lapisan-
lapisan lantai di lantai kedua atau lebih sisi-sisinya, dengan ketinggian dua lapis lantai
atau lebih yang mendapat terang alami siang hari dan menjadi pusat orientasi
bangunan.
b. Magnet primer
Magnet merupakan transformasi dari ‟node‟ kota, yang berfungsi sebagai titik
konsentrasi, dapat juga sebagai landmark. Perwujudannya dapat berupa crowd
atau plaza. Penempatan magnet primer atau anchor mall terletak pada setiap
pengakhiran koridor sedangkan pada plaza ditekankan di lantai atas dan basement
dalam hubungan vertikal. Magnet mall dalam istilah lain juga disebut generator.
c. Magnet Sekunder
Toko merupakan salah satu bagian terpenting dari Mall yang dapat dianggap sebagai
‟distrik‟ pada pusat perbelanjaan. Penempatan toko erat kaitannya dengan magnet
primer (crowd dan ruang publik terbuka) sebagai daya tarik utama dalam pusat
perbelanjaan tersebut.
d. Koridor
Merupakan ruang yang digunakan untuk berjalan kaki. Koridor terbagi menjadi dua
macam, antara lain :
1) Koridor Utama yang merupakan orientasi dari toko-toko yang ada di sepanjang
toko- toko tersebut dengan lebar sekitar 15 meter untuk koridor outdoor.
2) Koridor Tambahan (Sekunder) yang merupakan koridor yang terletak pada
sepanjang koridor utama dengan lebar minimal untuk koridor sekunder adalah 6
meter untuk koridor outdoor.
e. Street Furniture
Merupakan elemen desain yang melengkapi keberadaan suatu jalan, yang berintegrasi
dengan pohon, antara lain berupa lampu jalan, patung, desain grafik, kolam, tempat
duduk, pot taman, tempat sampah dan lain-lain.

2.2.2 Lokasi Mall


Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya bahwa lokasi merupakan kunci sukses suatu
pusat perbelanjaan termasuk mall sehingga dengan demikian pemilihan lokasi harus
benar- benar diperhatikan.
a. Pemilihan Lokasi
Marlina (2008:204) menyatakan bahwa pilihan tujuan berbelanja akan tergantung
pada nilai keuntungan yang didapat konsumen bila berbelanja ke tempat yang
ditujunya. Pada sumber yang sama juga dijelaskan teori tentang berbelanja
tersebut. Berikut rangkuman dari teori tersebut :
1) Spatial Interaction Theory (Teori Interaksi Ruang)
Jarak pengunjung ke lokasi mall merupakan faktor penghambat sementara daya
tarik mall merupakan faktor pendorong sehingga dapat dianalisa ketentuan antara
jarak dan daya tarik.
2) Behaviour Theory (Teori Perilaku Individu)
Keputusan konsumen dalam memilih dipengaruhi oleh keadaan konsumen
tersebut terhadap fasilitas yang ada. Setiap konsumen memiliki karakter yang
berbeda sehingga perlu dianalisa karakter-karakter konsumen yang akan
berkunjung.
Berdasarkan sumber ini, maka dapat dikatakan bahwa semakin jauh jarak mall
dengan pusat keramaian maka semakin banyak pula hal/fasilitas menarik yang
harus disediakan untuk menarik pengunjung atau dengan menyediakan potongan
harga yang cukup menjanjikan. Namun bukan berarti karena jaraknya dekat
menjadikan mall minim fasilitas dan fitur menarik lainnya.

b. Pemilihan Tapak
Marlina (2008:208) menjelaskan pertimbangan pemiilihan tapak untuk sebuah
pusat perbelanjaan dapat dilakukan berdasarkan kriteria sebagai berikut :
1. Tapak yang dipilih memungkinkan untuk dibangun dan terletak di dalam kawasan
perdagangan yang direkomendasikan dalam analisis pasar.
2. Tapak yang dipilih mempunyai ukuran yang cukup luas dan bentuk yang sesuai
untuk rancangan area perdagangan dengan segala kelengkapannya, termasuk
ruang parkir yang cukup.
3. Aturan-aturan pemanfaatan ruang pada lahan yang dipilih tidak menghambat
pembangunan yang akan dilakukan.
4. Lokasi tapak mudah dicapai, terutama dari fasilitas umum seperti bandara
dan stasiun.
5. Harga tanah harus disesuaikan dengan jumlah modal dan uang sewa yang
mungkin diperoleh.
6. Ketersediaan jaringan utilitas yang memadai sesuai jenis pusat perbelanjaan yang
direncanakan.
7. Kondisi geologi dan hidrologi tanah untuk analisis jenis pondasi yang digunakan.

Berdasarkan sumber ini maka dapat disimpulkan bahwa persyaratan lokasi yang
terbaik adalah kedekatan dengan pemukiman yang juga berimbas pada akses.

2.2.3 Aspek Arsitektural


Berikut ini akan dijelaskan kriteria-kriteria perancangan mall berdasarkan aspek
arsitekturalnya yang terdiri dari bentuk, pola penataan dimensi dan komposisi ruang
penjualannya.

a. Bentuk Mall
Menurut Maithland dalam Yempormase (2013:11) dijelaskan bahwa terdapat tiga (3)
bentuk umum mall dengan keuntungan dan kerugiannya masing-masing, berikut
merupakan rangkuman dari sumber tersebut :

1) Open Mall (mall terbuka), adalah mall tanpa pelingkup. Keuntunganya adalah kesan luas
dan perencanaan teknis yang mudah sehingga biaya lebih murah. Kerugianya berupa
kendala iklim dan cuaca (climatic control) (berpengaruh terhadap kenyamanan) dan kesan
pewadahan kurang.
2) Enclosed Mall (mall tertutup), adalah mall dengan pelingkup. Keuntunganya berupa
kenyamanan (climatic control). Kerugiannya adalah biaya mahal dan kesan ruang kurang
jelas.
3) Integrated Mall (mall terpadu), adalah penggabungan mall terbuka dan tertutup.
Biasany berupa mall tertutup dengan akhiran mall terbuka. Hal ini juga merupakan salah
satu solusi climatic control.

Berdasarkan keterangan sumber ini maka bentuk yang paling menjawab solusi ruang mall
adalah semi open mall, karena dapat memberikan pilihan ruang yang lebih dinamis antara
ruang dalam dan ruang luar, namun akan memerlukan luasan tapak yang lebih besar daripada
closed mall.

b. Pola Sirkulasi Shopping Mall


Maithland dalam Yempormase (2012:21) menyebutkan bahwa pada dasarnya pola
mall berpola linier. Tatanan mall yang sering dijumpai adalah mall berkoridor tunggal dengan
lebar koridor standar antara 8-16 m. Untuk memudahkan akses pengunjung, pintu masuk
sebaiknya dapat dicapai dari segala arah.
Berikut merupakan sistem atau pola sirkulasi pada sebuah mall. Sistem mall
menggunakan pedestrian yang disisinya berderet retail tempat berjualan barang (lihat gambar
2.1).
Gambar 2.1 Sistem mall
Sumber: Yempormase (2012)

Sehingga dengan demikian, pola mall memiliki visual ruang yang lebih baik dan
menghindari kesan padat barang yang sering membosankan konsumen. Sementara dalam
hubungannya dengan generator mall, Darlow (1972) menyebutkan beberapa pola yang
digunakan untuk menata mall sebagai berikut (lihat Gambar 2.2):

Gambar 2.2 Pola Peletakan Generator Mall


Sumber : Darlow (1972 :16)

“M” berarti magnet atau generator mall yang menurut sumber ini dapat berupa anchor
tenant dari berbagai brand yang terkenal. Hal tersebut dikarenakan brand yang terkenal dapat
menarik minat pengunjung dan seringkali menjadi pusat perhatian dibanding dengan retail
yang lain sehingga brand tersebut diberikan ruang lebih sebagai anchor tenant.

c. Dimensi Mall
Diterjemahkan dari Beddington (1982:16) dijelaskan hal yang perlu diperhatikan bahwa
mall jangan terlalu panjang karena dapat melelahkan pengunjung.panjang ideal sebuah
pedestrian mall berkisar antara 200-250 meter, setelah itu harus ada suatu ruang untuk
istirahat dan pause point dan suatu fokal poin yang menarik agar pengunjung tidak
kehilangan seleranya.

d. Penataan Retail
Masih mengacu pada sumber di atas jika penataan sirkulasi mal hanya memiiki satu
koridor, diharapkan semua retail dapat dilewati pengunjung sehingga semua retail
memiliki nilai nilai komersial yang sama. Berdasarkan Pickard (2002:335) dijelaskan
kompleksitas kegiatan yang terjadi pada suatu retail sebagai berikut (lihat Gambar 2.3):

Gambar 2.3 Pola aktivitas dalam sebuah retail


Sumber : Pickard (2002:335)

Berdasarkan gambar di atas dapat disimpulkan bahwa display area atau ruang pajang
merupakan fokal poin yang menjadi daya tarik terhadap konsumen dan dituntut juga akses
untuk barang dan pengelolaan yang tidak mengganggu aktivitas utama. Sementara untuk
detail shop front atau fasad depan toko menurut Beddington (1982:25) ada beberapa tipe
(lihat gambar 2.4).
Gambar 2.4 Contoh bentuk shop front
Sumber : Beddington (1982:47)

e. Komposisi Ruang Penjualan


McKeveer (1948) menjelaskan bahwa pada umumnya sebuah pertokoan/perbelanjaan
dapat dibagi menjadi dua area berdasarkan pemakaiannya yang terdiri dari :
1. Ruang non penjualan (non selling area), meliputi : ruang-ruang yang berhubungan
dengan pelayanan konsumen (customer service), proses memasukkan dan menukarkan
barang dagangan dan aktivitas pengelola dan karyawan.
2. Ruang pajang barang dagangan (display), tempat terjadinya interaksi antara
konsumen dengan penjual. Ruang ini juga disebut selling area.
Sementara untuk orientasi ruang-ruang dalam mall, berdasarkan kepuasan pelanggan dan
produktivitas karyawan, ada empat pendekatan umum menempatkan ruang-ruang penjualan :
1. Sandwich Approach, keterbatasan sistem ini adalah tidak efisiennya bagi pelanggan dan
karyawan ke lantai tertentu dalam hubungannya untuk melakukan kegiatan non selling
area.
2. Core Approach, dengan menempatkan non selling area ke pusat core, arus
kedatangan barang bercampur dengan kegiatan penunjang dalam selling area.
3. Peripheral Approach, pada metode ini telah dilakukan penanganan barang-barang
dagangan tanpa mengganggu kegiatan penunjang. Area non selling diletakkan
mengelilingi area penjualan.
4. Annex Approach, pada metode ini semua kegiatan non-penjualan dikelompokkan menjadi
satu dan diletakkan terpisah dengan daerah penjualan.
Sementara Jean Lambert (2010:3) menjelaskan ada beberapa tipe tenant sesuai
ukurannya (lihat tabel 2.1).

Tabel 2.1 Tipe Tenant sesuai ukurannya

No. Jenis Tenant Ukuran Minimal (m2) Ukuran Maksimal (m2)


1 Anchor Tenant 2.336 -
2 Mini-Anchor Tenant 935 2.335
3 Large Speciality Tenant 374 934
4 Speciality Tenant - 373

Sumber : Diterjemahkan dari Jean Lambert (2010:3)

f. Sistem Sirkulasi Mall


Sementara Beddington (1982:32) menjelaskan beberapa pola sirkulasi untuk loading dan
unloading dock seperti gambar berikut :
1. Sistem servis satu lajur
Sistem servis satu lajur memanfaatkan satu lajur (kiri/kanan) untuk digunakan sebagai
loading dan unloading barang (lihat gambar 2.5).

Gambar 2.5 One Way Service Road


Sumber: Beddington (1982:32)

2. Sistem servis dua lajur


Sistem servis dua lajur memanfaatkan 2 sisi lajur untuk loading dan unloading (lihat
gambar 2.6).
Gambar 2.6 One Way Service Road to shops
Sumber: Beddington (1982:32)

3. Sistem T
Sistem T merupakan alternatif di tempat sempit dan untuk kelancaran sirkulasi
sehingga truk barang tidak memerlukan ruang untuk putar balik lagi (lihat gambar
2.7)

Gambar 2.7 Sistem T


Sumber: Beddington (1982:32)

4. Pola Loading Deck


Dalam loading dan unloading barang seringkali truk harus parkir dan menunggu
giliran, berikut pola yang dijelaskan dalam Beddington (1982:32) (lihat gambar
2.8).
Gambar 2.8: Pola Loading Deck
Sumber : Beddington (1982:32)

2.2.4 Aspek Struktural

Berikut ini akan dijelaskan kriteria perancangan mall berdasarkan aspek struktural yang
juga meliputi konstruksi dalam pembangunan mall. Sesuai dengan Peraturan Menteri
Pekerjaan Umum Nomor 29/PRT/M/2006 Tentang Persyaratan Teknis Bangunan dan
Gedung, dijelaskan bahwa mall termasuk bangunan klas 6 dan ada beberapa persyaratan
mengenai struktur bangunan komersial sebagai berikut :

a. Jarak struktur utama dari tapak sekurang-kurangnya 10 m ke dalam tapak


b. Bangunan dengan bentuk dasar T, L dan U hendaknya menggunakan dilatasi pada 25 m
untuk mencegah kerusakan akibat gempa
c. Saat terjadi gempa, struktur bangunan harus dapat bertahan dalam waktu yang cukup
bagi pengguna untuk melarikan diri

Sementara Kevin Ducharme dan Matthew Paladino (2012:99) menyimpulkan bahwa


untuk bangunan komersial, struktur yang paling direkomendasikan adalah struktur beton
bertulang dengan atap kubah lingkaran. Hal ini didasari dari segi ekonomi yang relatif murah
dan efisien serta efektif untuk menunjang fungsi bangunan.
Dalam sumber juga dijelaskan ada tiga bagian struktur yang digunakan dalam bangunan
komersial yaitu :
a. Sub Structure berupa pondasi
b. Supper Structure berupa kolom
c. Upper Structure berupa struktur penutup atap
Joseph De Chiara dan John Callender (1983:1297) dalam buku Time Saver Standard
menjelaskan beberapa kriteria desain yang menyangkut struktur diantaranya :
a. Jarak kolom dalam modul sebaiknya 6 m; 7,5 m; atau 9 m
b. Tinggi plafon berkisar antara 3 – 4 m untuk pandangan yang baik
c. Terdapat pilihan antara single level dan multi level, mall dengan multi level memiliki
void untuk pandangan secara vertikal.

2.2.5 Aspek Utilitas


Berikut ini akan dijelaskan kriteria-kriteria perancangan mall berdasarkan aspek
utilitasnya.
a. Sistem Pencahayaan
Sistem pencahayaan yang digunakan dalam mall terbagi menjadi 2 yaitu pencahayaan
alami dan buatan. Untuk pencahayaan alami yang terbaik adalah cahaya langit (bukan
sinar langsung) namun intensitasnya tidak bisa ditebak karena tergantung kondisi alam.
Menurut Tangoro (2009) pencahayaan alami dalam pusat perbelanjaan (mall) mengikuti
kriteria sebagai berikut :

1) Pencahayaan alami pada pusat perbelanjaan sebaiknya diterapkan terutama pada pagi
hingga sore hari untuk menekan biaya konsumsi energi lampu.
2) Pencahayaan alami yang paling sering digunakan dalam pusat perbelanjaan adalah
pencahayaan alami pada atrium (void) dengan menggunakan skylight sehingga juga
memberi kesan luas dengan pencayhayaan yang optimal di siang hari.
3) Massa memanjang Timur-Barat lebih efektif untuk memasukkan cahaya alami,
sementara massa berbentuk lingkaran digunakan untuk memasukan cahaya secara lebih
merata.
4) Adaptasi bentuk bangunan terhadap pencahayaan alami seperti bentuk yang ramping,
void, fasad yang miring, fasad yang ditonjolkan atau bentuk segitiga yang
memungkinkan cahaya masuk dari kedua sisi bangunan.
Sementara untuk pencahayaan buatan menggunakan lampu. Lampu dipilih sesuai
kegiatan. Masing-masing kegiatan memiliki kebutuhan cahaya yang berbeda seperti
berikut (lihat tabel 2.2):

Jenis Pencahayaan Tingkat Contoh-contoh Area Kegiatan

Penerangan
Pencahayaan Umum untuk 20 Layanan penerangan yang minimum dalam area sirkulasi
(lux)
ruangan dan area yang luar ruangan, pertokoan di daerah terbuka, halaman tempat
jarang digunakan dan/atau 50 penyimpanan
Tempat pejalan kaki & panggung
tugas-tugas atau visual 70 Ruang Boiler
sederhana 100 Halaman Trafo, ruang tungku, dll.
150 area sirkulasi di industri, pertokoan dan ruang

Pencahayaan umum untuk 200 penyimpanan


Layanan penerangan yang minimum dalam tugas
300 Meja & mesin kerja ukuran sedang, proses umum dalam
interior
industri kimia dan makanan, kegiatan membaca dan
450 membuat
Gantunganarsip
baju, pemeriksaan, kantor untuk menggambar,

perakitan mesin dan bagian yang halus, pekerjaan warna,


1500 pekerjaan menggambar
Pekerjaan kritis.
mesin dan di atas meja yang sangat halus,

perakitan mesin presisi kecil dan instrumen; komponen


elektronik, pengukuran dan pemeriksaan bagian kecil yang
rumit (sebagian mungkin diberikan oleh tugas pencahayaan
Tabel 2.2: Kebutuhansetempat)
Pencahayaan Untuk Berbagai kegiatan
Sumber: UNEP(2015) dalam Parsika: 2016: 26

Berdasarkan data tabel di atas dapat diketahui bahwa pencahayaan di pertokoan


membutuhkan intensitas sedang, namun untuk retail tertentu seperti bookstore dan barang
kesenian memerlukan pencahayaan yang lebih terang.

b. Sistem Penghawaan
Tangoro (2009) menjelaskan bahwa sistem penghawaan pada Mall (Pusat
Perbelanjaan) dapat digolongkan menjadi dua yaitu alami dan buatan, lebih jelasnya
sebagai berikut :
1) Sistem Penghawaan Alami
Sistem penghawaan alami adalah suatu sistem penghawaan yang memanfaatkan hembusan
angin dan iklim sekitar untuk penghawaannya atau tanpa bantuan alat.
2) Sistem Penghawaan Buatan
Penghawaan pada suatu Mall (Pusat Perbelanjaan) dapat diatur oleh Air Conditioner atau
biasa disebut dengan AC. Suhu yang biasanya digunakan 18-20 derajat celcius.
Penggunaan AC biasanya digunakan pada Mall dan Plaza yang biasanya cenderung terdiri
dari bangunan tunggal.

2.3 Studi Fasilitas Sejenis


Berikut disajikan hasil observasi fasilitas sejenis yang dilakukan pada Oktober 2015
dengan cara mengunjungi langsung objek observasi dan mengambil data yang diperlukan.
2.3.1 Beachwalk Kuta Bali
Beachwalk Kuta Bali merupakan jenis shopping mall yang saat ini merupakan salah
satu mall yang sangat ramai dikunjungi setiap harinya. Mall ini dibuka sejak tahun 2012 dan
kini menjadi salah satu mall paling ramai di Bali. Mall ini berlokasi di Jalan Pantai Kuta,
sekitar 25 menit dari Bandara Ngurah Rai dan berada pada kawasan wisata dan area
komersial di Pantau Kuta (gambar 2.9).

Gambar 2.9: peta lokasi Beachwalk Kuta Bali


Sumber: google maps, 2016

Kompleks rekreasi dan hiburan ini berdiri diatas lahan seluas 3,7 hektar atau 37.000
m2 tepat di depan Pantai Kuta. Beachwalk dalam gambar peta situasi sesungguhnya
merupakan satu komplek dengan Sheraton Resort sehingga dari citra satelit terlihat menyatu
(lihat gambar 2.10).
Gambar 2.10: rencana tapak Beachwalk Kuta Bali
Sumber: google earth, 2016

Di sebelah selatan Beachwalk terdapat hotel Seraton Resort, yang juga masih dalam
satu kompleks dengan mall ini. Sementara terlihat dalam gambar pola penataan massa di
Beachwalk menggunakan konsep semi open mall dan layout mall ini menonjolkan penataan
landscape untuk menghilangkan kesan pertokoan dalam ruangan. Sirkulasi pada mall ini
bersifat sangat dinamis dan terbuka karena sirkulasi yang tidak bersifat linier. (lihat gambar
2.11). Detil Layout bisa dilihat pada lampiran.
Gambar 2.11: layout plan Beachwalk Kuta Bali
Sumber: observasi oktober 2016
Mall ini mulai beroperasi jam 09.00 WITA hingga 22.00 WITA dan buka setiap hari.
Sementara untuk jam kerja kantor pengelola hanya pada hari senin sampai jumat mulai pukul
09.00 hingga pukul 18.00 WITA. Mall ini mengambil keuntungan dari pemandangan sunset
di Pantai Kuta yang menawan sehingga puncak kunjungan di mall ini terjadi pada sore hari.
Konsep semi open dan pantai membuat mall ini memiliki banyak kolam yang juga berfungsi
sebagai penyejuk alami bangunan (lihat gambar 2.12).

Gambar 2.12: sirkulasi Beachwalk Kuta Bali


Sumber: observasi Oktober 2016

Desain Beachwalk mengadopsi konsep semi indoor yang lebih menekankan konsep
penataan landscape. Hal ini menjadikan nuansa yang berbeda dari sebuah mall. Kolam besar
dan meneteskan air terletak langsung di depan retail menguatkan kesan ruang luar
yang terintegrasi dengan mall ini. Selain itu, desain yang berkelanjutan dan tindakan ramah
lingkungan seperti sistem penampungan air hujan juga tersedia di sini.
Retail di Beachwalk masih mempertahankan nuansa modern dan mewah. Penyewa
Retail Shoppingwalk merupakan merek terkenal kelas dunia yaitu, Mango, Zara, Gap
Topshop, dan H&M yang baru saja dibuka. Barang-barang yang dijual oleh merek dagang
tersebut sering menjadi tren bagi masyarakat lokal maupun mancanegara. (lihat gambar
2.13).
Gambar 2.13: retail Beachwalk Kuta Bali
Sumber: observasi Oktober 2016

Penekanan pada mall ini adalah sirkulasi yang dinamis sehingga membuat
pengunjung mall tidak merasa bosan dalam melihat-lihat (window shopping) dan menikmati
fasilitas-fasilitas di mall ini. Berikut Merupakan Fasilitas yang terdapat pada Beachwalk
Kuta Bali:

a. Fasilitas Utama

Gambar 2.14: Fasilitas utama pada Beachwalk Kuta Bali


Sumber : Observasi Oktober 2016

Fasilitas Utama pada mall ini adalah areal perbelanjaan yang terbagi dalam berbagai
jenis retail yang memiliki luasan 20m2 – 300m2. Anchor tenant pada pusat perbelanjaan
Beachwalk adalah H&M, Topman, dan Zara yang memiliki luasan tenant 300m2. Selain itu
fasilitas utama adalah jalur sirkulasi yang menguhubungkan tiap tenant yang dinamis dengan
lebar variatif antara 6-10 meter dan bernuansa natural (gambar 2.14).
b. Fasilitas Penunjang

Gambar 2.15: Fasilitas penunjang berupa taman dan foodcourt pada Beachwalk Kuta Bali
Sumber : Observasi Oktober 2016

Penunjang dalam fasilitas perbelanjaan pada Beachwalk kuta Bali adalah area taman
yang terdapat pada lantai dua yang biasa digunakan pengunjung untuk beristirahat dan
pada sore hari bisa dipergunakan untuk menikmati sunset di Pantai Kuta. Tersedia Pula
beberapa stand makanan yang terdapat pada lantai tiga yang bisa dipergunakan
pengunjung (gambar 2.15).

c. Fasilitas Pelengkap

Gambar 2.16: Fasilitas pelengkap pada Beachwalk Kuta Bali


Sumber : Observasi Oktober 2016

Mall selain sebagai pusat perbelanjaan juga menyediakan sarana hiburan. Pada
Beachwalk Kuta Bali terdapat fasilitas pelengkap yang bersifat sebagai sarana hiburan
yaitu, bioskop, gamezone, dan children care. Pada lantai satu juga terdapat area yang
bisa digunakan sebagai area pameran (exhibition) yang bisa disewa untuk umum (gambar
2.16).
d. Fasilitas Servis

Gambar 2.17: Fasilitas servis pada Beachwalk Kuta Bali


Sumber : Observasi Oktober 2016

Pada tiap lantai pada shoppingmalk kuta bali terdapat fasilitas kamar mandi yang luas
dan representatif. Pada lantai satu juga terdapat fasilitas pusat informasi bagi para
pengunjung Beachwalk Kuta Bali.

2.3.2 Mall Bali Galeria


Mall Bali Galeria adalah sebuah pusat perbelanjaan yang terletak Jl. By pass I Gusti
Ngurah Rai, Simpang Dewa Ruci Kuta, Bali. Mall Bali Galeria merupakan salah satu mall
terbesar di Bali dengan luas bangunan 9.830 m² yang mengincar kalangan masyarakat kaum
menengah keatas. Di bagian Utara yang merupakan bagian depan mall ini justru tidak
terletak di depan jalan utama, hanya akses masuk/keluar yang terlihat dari jalan utama
(gambar 2.18)
Gambar 2.18: Lokasi Mall Bali Galeria
Sumber: google maps, Oktober 2016

Mall ini tidak memiliki kenggulan view dikarenakan lokasinya yang berada di
persimpangan yang padat, namun mall ini membuat konsep dengan tetap membuat ruang
terbuka hijau di dalam bangunan. Ruang terbuka hijau pada dua bagian yang salah satunya
digunakan sebagai tempat makan untuk retail-retail makanan di dalam mall. Walaupun
sirkulasi yang digunakan bersifat linier sehingga lebih mudah dalam mengakses retail-retail
pada mall ini (gambar 2.19).

Gambar 2.19: Layout Mall Bali Galeria


Sumber : Observasi Oktober 2016
Berdasarkan layout tersebut, dapat dilihat bahwa area biru di antara retail-retail yang
diberi warna kuning merupakan area sirkulasi atau koridor yang digunakan pengunjung untuk
melalui retail-retail yang ada. Area yang diberi warna hijau merupakan area hijau adalah area
terbuka yang digunakan sebagai plaza yang menguhubungkan generator yang terdapat pada
Mall Bali Galeria
Bentuk utama dari Mall Bali Galeria adalah persegi panjang yang didalamnya terdapat
tiga ruang terbuka sebagai plaza dan salah satunya digunakan sebagai area makan di depan
foodcourt yang berorientasi ke panggung. Panggung tersebut digunakan apabila ada acara dari
pihak luar dan bersifat menghibur. Penataan retail pada Mall Bali Galeria bersifat linier dimana
Sembilan tenant besar menjadi penyewa di dalamnya.
Mall ini mengusung type duty free sehingga beberapa barang impor yang dijual bebas
dari pajak sehingga lebih murah. Adapun jenis barang yang dijual di kompleks ini meliputi :
1. Barang-barang yang bersifat kebutuhan primer, berupa makanan dan minuman, pakaian,
sepatu, dan sandal, pada bagian ini terdapat pada wilayah swalayan Hypermart yang
terletak pada lantai dua bangunan ini.
2. Barang-barang yang bersifat kebutuhan Sekunder, seperti buku bacaan dan pakaian terletak
pada bagian timur bangunan pada Matahari Departement Store.
3. Barang- barang yang bersifat pelengkap kebutuhan dan bersifat hiburan seperti, Kaset,
kosmetik, dan gadget terletak pada tengah-tengah bangunan utama.
Berikut merupakan Fasilitas-fasilitas yang ada di Mall Bali Galeria:

a. Fasilitas Utama

Gambar 2.20: Fasilitas Utama pada Mall Bali Galeria


Sumber : Observasi Oktober 2016

Pada Mall Bali Galeria terdapat retail yang diletakkan dengan sistem mall yang
digabungkan dengan koridor yang bersifat linier dan void yang memudahkan melihat ke
lantai satu dari lantai dua. Pada mall Bali Galeria bekerja sama dengan Matahari
Department Store dan Hypermart sebagai anchor tenant yang menjadi magnet utama pada
mall ini. Selain itu juga terdapat berbagai jenis penyewa retail terkenal yang terdapat
dalam mall bali galeria yaitu, Gramedia, Johny Andrean, Apple, J.Co, dan lain-lain
(gambar 2.20)
b. Fasilitas Penunjang

Gambar 2.21: Fasilitas Penunjang pada Mall Bali Galeria


Sumber : Observasi Oktober 2016

Salah satu plaza di Mall Bali Galeria dipergunakan sebagai tempat makan yang berada
di sisi barat bangunan. Selain itu juga terdapat panggung yang bersifat temporer di area
plaza tersebut dimana pada situasi tertentu terdapat suatu acara (gambar 2.21).

c. Fasilitas Pelengkap

Gambar 2.22: Fasilitas Pelengkap pada Mall Bali Galeria


Sumber : Observasi Oktober 2016

Mall bali galleria menyediakan fasilitas pelengkap disamping fasilitas utama sebagai
pusat perbelanjaan diantaranya bioskop dan Gamezone. Pada tengah bangunan juga
terdapat area void dan berada di dalam bangunan yang bisa dipergunakan untuk area
eksebisi dan juga bazaar murah atau cuci gudang dari suatu perusahaan (gambar 2.22).
d. Fasilitas Servis

Gambar 2.23: Fasilitas servis pada Mall Bali Galeria


Sumber : Observasi Oktober 2016

Terdapat beberapa sarana yang bersifat sebagai servis yaitu kamar mandi yang terletak
tiap lantai dan berada tersembunyi di dalam bangunan. Terdapat pula pusat informasi
pada bangunan dekat dengan ATM center (gambar 2.23).

2.3.3 Mall Taman Anggrek Jakarta


Mal Taman Anggrek (biasanya disebut TA/MTA) adalah sebuah pusat perbelanjaan
yang terletak di Tanjung Duren Selatan, Grogol Petamburan, Jakarta Barat, Indonesia
tepatnya pada jalan Jl. Letjen. S. Parman Kav. 21. Saat dibuka pada tahun 1996 , Mall Taman
Anggrek adalah pusat perbelanjaan terbesar di Asia Tenggara. Di pusat perbelanjaan ini,
terdapat sebuah rink ice skating yang populer & Timezone sebagai fasilitas tambahannya
(gambar 2.24).

Gambar 2.24: lokasi mall taman anggrek


Sumber : google maps, 2016
Pola massa bangunan pada mall bali galleria berbentu L dimana tiap lantai terdapat
anchor tenant dan sirkulasi dengan sistem mall. Sistem tersebut akan membuat para
pengunjung menjadi tidak bosan karena sirkulasinya yang dibuat dinamis (gambar 2.25 untuk
detil layout ada pada lampiran).

Gambar 2.25: layout mall taman anggrek


Sumber: studi ekskursi September 2015
Mall yang berdiri di lahan dengan luas 54.039 m2 ini juga merupakan podium dari
bangunan tinggi yang berfungsi residensial (apartemen). Mall Taman anggrek terdiri dari
enam lantai dan dua basement yang diperuntukkan untuk parkir. Lantai-lantai di atasnya
dipergunakan untuk tenant-tenant, food court (lantai 4), dan fasilitas penunjang lainnya.
berikut merupakan fasilitas-fasilitas yang terdapat pada mall taman anggrek.
a. Fasilitas Utama

Gambar 2.26: Anchor Tenant pada Mall Taman Anggrek Jakarta


Sumber : studi ekskursi September 2015
Sistem mall merupakan sistem sirkulasi yang terdapat pada mall taman anggrek yang
berupa sirkulasi yang dinamis dengan suasana yang modern dan terkesan bersih. Sirkulasi
yang cukup luas dengan lebar kira-kira 3-4 meter membuat sirkulasi bisa dilalui oleh
beberapa kelompok orang sekaligus.
Anchor tenant pada mall taman anggrek adalah matahari department store yang
menyewa hingga enam lantai dari sebagian lantai di basement hingga lantai empat. Tenant-
tenant lainnya memiliki luasan yang beragam.
b. Fasilitas Penunjang

Gambar 2.27: Atrium pada Mall Taman Anggrek Jakarta


Sumber : studi ekskursi September 2015
Fasilitas penunjang dalam kegiatan jalan-jalan di mall adalah atrium yang memberikan
kesan tebuka dan leluasa di dalam mall. Atrium tersebut juga bisa difungsikan sebagai
sarana untuk melaksanakan kegiatan eksebisi, cuci gudang, dan acara lainnya (gambar
2.27).
c. Fasilitas Pelengkap

Gambar 2.28: Fasilitas pelengkap pada Mall Taman Anggrek Jakarta


Sumber : Observasi September 2015
Sebagai mall yang besar, sangat banyak fasilitas yang ditawarkan pada mall taman
anggrek diluar fungsi utama sebagai pusat perbelanjaan. Terdapat fasilitas-fasilitas lain
yang mampu menarik pengungjung seperti arena ice skating, bioskop, gamezone, dan
karaoke yang luas (gambar 2.28).
d. Fasilitas Servis
Terdapat beberapa sarana yang bersifat sebagai servis yaitu kamar mandi yang terletak
tiap lantai dan berada tersembunyi di dalam bangunan. Terdapat pula pusat informasi pada
bangunan dekat dengan ATM center. Bagi para pengunjung muslim juga terdapat musholla
yang terletak di lantai satu mall

2.3.4 Komparasi Studi Banding


Berdasarkan data studi banding yang telah terkumpul selanjutnya dilakukan analisis
menggunakan metode perbandingan. Perbandingan ini ditinjau dari berbagai aspek seperti
daya tarik utama, luas bangunan, pola srikulasi, dan lain-lain sehingga mampu untuk
mendapatkan kriteria desain yang relevan terhadap proyek yang akan dibangun (lihat tabel
2.3).
Tabel 2.3 Komparasi Studi Banding
Objek

Aspek Beachwalk Kuta Bali Mall Bali Galeria Mall Taman Anggrek
Observasi, 20 Oktober 2016 Observasi, 18 Oktober 2016 Observasi, September 2015
Sumber data
2015, wawancara 2015 2015
Jalan Pantai Kuta, Badung, Jalan Kartika Plaza Kuta, Tanjung Duren Selatan,
Lokasi Bali Kabupaten Badung Jakarta Barat Bandung

Daya tarik utama


Pantai Kuta, visual mall Jalan By Pass Ngurah Rai, Fasilitas Pelengkap
yang unik Simpang Dewa Ruci, (ice skating, bioskop,
pengunjung pada
cinema xxi
mall karaoke)
Luas Bangunan 3,7 Ha 1,5 Ha 5,4 Ha
Bentuk dasar massa elips, Bentuk dasar massa Persegi Bentuk massa L,
plastis, ruang terbuka di panjang, ruang terbuka di solid monolith, mall
Bentuk Bangunan tengah sebagai plaza dan tengah sebagai plaza dan tertutup, void indoor di
stage stage tengah
Sirkulasi bangunan yang Sirkulasi linier dengan Sirkulasi dinamis walaupun
Sirkulasi dinamis memanfaatkan lebar koridor rata-rata 4-6 bentuk masa L, dipadukan
Bangunan bentuk massa yang meter yang menjadikan dengan sirkulasi yang
melengkung mudah dalam pencapaian. melengkung dan linier

Style kontemporer, atap Style neo vernakular, atap Style modern, atap dak
utama kerucut material limasan dan pelana, ukiran beton,
alang-alang sintetis, green Bali, material bata merah fiishing lantai granit,
Arsitektur Mall roof, finishing lantai utama bali, finishing lantai
keramik granit, lantai luar keramik
kayu dan beton rabat
3 lantai + 2 basement, 2 lantai + basement + 6 lantai + 2 basement,
Struktur struktur rangka, grid kolom struktur rangka grid kotak struktur rangka, grid
Bangunan elips dinamis tak beraturan beraturan beraturan berbentuk L
pencahayaan alami-buatan, pencahayaan alami-buatan, pencahayaan buatan, AC
Aspek utilitas AC sentral, genset, pompa, AC sentral, genset, pompa, sentral genset, pompa
STP STP
ruang terbuka dengan ruang terbuka dengan Atrium (void indoor) dalam
Plaza Mall taman, kolam, roof garden taman bangunan

Kebutuhan sehari-hari, Kebutuhan Sehari-hari, Pakaian, makanan dan


Pakaian, makanan dan pakaian, makanan dan minuman, elektronik,
Fasilitas minuman, elektronik, minuman, elektronik, keperluan rumah tangga,
Perbelanjaan keperluan rumah tangga,
keperluan rumah tangga, kosmetik, optic, Buku
Buku Hiburan Buku Hiburan Hiburan
Bioskop, Restoran, Bioskop, Plaza, Kidzone, rooftop plaza, ice
Fasilitas kidzone, penitipan anak, gamezone skating, bioskop, gamezone,
seating area, stage, karaoke, photobooth
Penunjang
photobooth
Basement, Tepi jalan Dalam Tapak (ground), Basement
Sistem Parkir
Pantai Kuta, betingkat, VIP basement, bertingkat
Jam Operasional 10.30 -23.30 WITA 09.00 -22.00 WITA 09.00 – 22.00 WIB
Jumlah Tenant 215 250 528
Jumlah Divisi dan 5 Devisi dan 80 Pegawai 90 Pegawai -
Pegawai
Sumber : Observasi dan analisis, Oktober 2016
2.4 Spesifikasi Umum Shopping Mall
Spesifikasi umum merupakan hasil sintesis dan kesimpulan terhadap studi literatur dan
studi banding dalam perencanaan Shopping mall.
2.4.1 Pengertian Shopping Mall
Berikut merupakan Pemahaman terhadap pengertian dari judul proyek yaitu Shopping
Mall. Shopping Mall terdiri dari kata shopping dimana memiliki arti berbelanja. Berbelanja
menurut kamus besar bahasa Indonesia merupakan aktivitas membeli barang di toko, pasar,
kedai, dan sebagainya untuk memenuhi suatu kebutuhan. Berbelanja merupakan salah satu
bagian dari kebutuhan manusia. Bahkan berbelanja menjadi bagian yang tak bisa terlepas dari
kehidupan manusia dan telah menjadi salah satu kebiasaan hidup (lifestyle) tersendiri bagi
manusia saat ini.
Mall berarti sebagai suatu ruang rekreasi yang menghubungkan dua pusat keramaian
atau lebih dengan definisi yang berkembang ke arah pusat perbelanjaan yang terbentuk oleh
deretan pertokoan yang berorientasi ke arah sirkulasi dengan sistem mall.
Jadi Shopping mall merupakan suatu pusat perbelanjaan yang dibuat sebagai sarana
rekreasi dan wisata selain pemenuhan kebutuhan konsumsi dari manusia.

2.4.2 Jenis dan Klasifikasi Shopping Mall sebagai pusat perbelanjaan


Berikut merupakan Jenis dan Klasifikasi Shopping Mall berdasarkan studi literatur.
a. Berdasarkan Jenis Barang yang Dijual
Shopping Mall termasuk jenis perbelanjaan Semi Demand (setengah permintaan),
yaitu yang menjual barang-barang untuk kebutuhan tertentu dalam kehidupan
sehari-hari. Adapun barang-barangnya meliputi pakaian, makanan dan minuman,
elektronik, buku, mainan dan sarana hiburan. (Marlina, 2008:210)
b. Berdasarkan Ruang Lingkup Pelayanan
Shopping Mall termasuk dalam pusat perbelanjaan kelas distrik yang
mempunyai jangkauan pelayanan 40.000 sampai 150.000 penduduk (skala wilayah),
dengan luas bangunan berkisar antara 10.000-30.000 m2. Unit-unit penjualannya terdiri
atas junior departement store, supermarket, dan toko-toko. (Gibbert, 1959:127)
c. Berdasarkan Sistem Transaksi
Shopping Mall Menjual barang dalam partai kecil atau per satuan barang. Shopping
Mall lebih banyak menarik pembeli karena tingkat variasi barangnya yang tinggi. Area
display barang dagangan memerlukan ruang dengan dimensi yang relatif besar untuk
mewadahi variasi dagangan yang tinggi. Sebaliknya, gudang hanya memerlukan area
dengan dimensi yang lebih kecil. Area loading barang bukan merupakan area vital pada
mall. (Marlina, 2008:217)
d. Berdasarkan Lokasi
Jika dilihat dari lokasi maka shopping mall termasuk dalam kategori shopping
precint yang merupakan kompleks pertokoan terbuka yang menghadap pada suatu
ruang terbuka yang bebas. Ruang tersebut bisa berdasarkan lokasi tapak yang memiliki
keunggulan view atau dengan membuat ruang terbuka hijau di dalam bangunan.
(McKeveer, 1977:38).

2.4.3 Tujuan
Tujuan utama dari Shopping Mall adalah untuk menampung, menyediakan dan
mewadahi dari kebutuhan orang-orang sekitar dan wisatawan untuk mendapatkan berbagai
jenis produk di satu wadah. Kebutuhan tersebut baik dalam rekreasi, dan kebutuhan pokok
seperti makanan, minuman, pakaian, dan lain sebagainya dengan menggabungkan antara
produk yang bersifat lokal dengan modern. Selain itu meningkatkan pendapatan pemerintah
setempat dengan adanya Shopping Mall ini dikarenakan pajak dari lokasi perdagangan.

2.4.4 Fungsi
Adanya Shopping Mall ini tidak hanya untuk memenuhi satu aktivitas, terdapat
beberapa aktivitas yang dipenuhi dan juga diklasifikasikan ke dalam fungsi utama, fungsi
penunjang, dan fungsi pelengkap. Berikut penjabaran dari fungsi-fungsi tersebut yang dibagi
menjadi fungsi utama, penunjang, dan pelengkap:
a. Fungsi Utama
Sesuai dengan judul proyek, fungsi utama dari Shopping Mall ini adalah sebagai
wadah untuk memenuhi aktivitas belanja bagi para pengunjung.
b. Fungsi Penunjang
Selain sebagai sarana aktivitas belanja,aktivitas yang dipenuhi berupa pemenuhan
kebutuhan untuk rekreasi dan hiburan bagi pengunjung.
c. Fungsi Pelengkap
Adanya Shopping Mall ini juga berfungsi untuk memenuhi kebutuhan terhadap
sarana pameran/eksebisi dan acara pertunjukkan di dalam mall.
2.4.5 Fasilitas dalam Shopping Mall
Berdasarkan fungsi-fungsi yang akan dipenuhi, berikut merupakan spesifikasi terhadap
fasilitas-fasilitas yang dapat disimpulkan di dalam Shopping Mall berdasarkan McKeveer
(1977) dan studi obyek sejenis:
a. Fasilitas Utama
Sebagai pemenuhan aktivitas perbelanjaan, maka fasilitas paling utama yang
tersedia adalah retail / tenant yang nantinya akan disewa oleh berbagai jenis produk
dengan berbagai merek. Selain itu juga terdapat fasilitas plaza sebagai pengikat
antara retail-retail yang tersedia dan bisa dimanfaatkan sebagai ruang terbuka pada
mall.
b. Fasilitas Penunjang
Tersedia fasilitas yang rekreatif sebagai sarana hiburan di dalam mall. Fasilitas
yang tersedia berupa fasilitas yang juga bisa sebagai generator untuk menarik
pengunjung ke dalam mall seperti: food court, game zone, dan bioskop.
c. Fasilitas Pelengkap
Fasilitas pelengkap merupakan fasilitas yang berfungsi hanya pada waktu dan saat
tertentu dalam satu tahun, tidak terus menerus berfungsi pada mall. Fasilitas
tersebut adalah arena eksebisi dan panggung.
d. Fasilitas Servis
Adanya fasilitas servis akan sangat menunjang seluruh aktivitas yang ada pada
mall. Fasilitas untuk fasilitas servis adalah toilet, kantor pengelola, parkir, dan
ruang-ruang utilitas.

2.4.6 Prinsip Desain


Berikut dijelaskan mengenai prinsip umum yang dijadikan pedoman dalam merancang
sebuah mall yang menyangkut prinsip umum, pengelolaan, dan unsur lokasi :
a. Prinsip Umum Desain Shopping Mall
Besaran dalam proyek ini mencakup kepada bangunan yang terintegrasi, dengan
fokus pada ruang rekreasi terbuka ke pusat perbelanjaan serta penambahan beberapa
fasilitas penunjang mall. Pada desain juga memperhatikan nilai-nilai arsitektur lokal ke
dalam bangunan. Mempergunakan material yang ramah lingkungan namun tetap
dengan harga yang mudah dijangkau. Penggunaan kanopi di berbagai tempat seperti
drop off, parkir, dan plaza sebagai peneduh serta pemanfaatan lansekap sehingga
menghasilkan suasana yang membuat civitas merasa nyaman dan bertahan lebih lama
di dalam mall (McKeveer, 1977:108-113).
b. Prinsip Pengelolaan Proyek
Prinsip umum pengelolaan untuk mall lebih cenderung dengan sistem murni dikelola
oleh pihak swasta dengan memperhatikan pada peraturan dan perizinan pemerintah
khususnya berkaitan dengan bangunan komersial. Terdapat beberapa hal penting yang
harus dikelola dalam perencanaan shopping mall yaitu Bidang Administrasi, Promosi,
Operasional, Pemeliharaan (Marlina, 2008: 212).
c. Persyaratan Lokasi
Berdasarkan studi literatur dan studi banding, disimpulkan kriteria lokasi secara
umum sebagai berikut :
1) Lokasi dekat dengan pemukiman atau objek wisata yang ramai dikunjungi.
2) Memiliki akses jalan yang cukup lebar (sekitar 8 meter atau lebih).
3) Lokasi tapak terlihat dari jalan dan mudah dijangkau.
4) Tersedia utilitas yang memadai dan berfungsi baik.
5) Topografi tapak dengan kemiringan kurang dari 5%.
6) Bentuk tapak yang regular sehingga mudah menempatkan massa bangunan.
7) Lokasi tapak dikelilingi oleh akses-akses penting.

Anda mungkin juga menyukai