Anda di halaman 1dari 20

I.

Teori Perusahaan Ritel Konvensional

Bisnis retail merupakan kegiatan pemasaran yang untuk memenuhi kebutuhan

perseorangan, keluarga, rumah tangga, dimana mereka sebagai konsumen akhir. Banyak

perusahaan yang bergerak dibidang bisnis retail dan juga memberikan kontribusi pada

perbaikan perekonomian terutama pemenuhan kebutuhan konsumen. Ritel merupakan mata

rantai yang penting dalam proses distribusi barang dan merupakan mata rantai terakhir dalam

suatu proses distribusi. Melalui ritel, suatu produk dapat bertemu langsung dengan

penggunanya. Industri ritel di sini didefinisikan sebagai industri yang menjual produk dan

jasa pelayanan yang telah diberi nilai tambah untuk memenuhi kebutuhan pribadi, keluarga,

kelompok, atau pemakai akhir. Produk yang dijual kebanyakan adalah pemenuhan dari

kebutuhan rumah tangga.

Retail berasal dari bahasa Perancis yaitu ”Retailer” yang berarti” Memotong menjadi

kecil kecil”. Ritel secara umum sering diartikan salah oleh masyarakat, ketika mereka

mendengar kata ritel disebutkan banyak orang yang berasumsi pada supermarket atau

hypermarket. Padahal pemahaman tersebut adalah salah karena pada dasarnya ritel memiliki

makna yang lebih luas.

Menurut kotler, Ritel meliputi semua kegiatan yang melibatkan penjualan barang

secara langsung pada konsumen akhir untuk penggunaan pribadi dan bukan untuk bisnis.

Menurut dune, Ritel adalah langkah-langkah yang dibutuhkan untuk menyediakan barang dan

jasa untuk konsumen akhir. Menurut barman, Ritel adalah tingkat terakhir dari proses

distribusi, didalamnya terdapat aktivitas-aktivitas bisnis dalam penjualan barang atau jasa

kepada konsumen. Menurut kamus, pengertian ritel adalah penjualan barang atau jasa kepada

masyarakat. Sehingga, dari pengertian ini terlihat bahwa ritel bukan sekedar kegiatan menjual

barang nyata kepada konsumen. Namun aktivitas memberikan pelayanan jasa, bisa juga

disebut sebagai bagian dari kegiatan ritel.

1
Retail juga merupakan perangkat dari aktivitas- aktivitas bisnis yang melakukan

penambahan nilai terhadap produk-produk dan layanan penjualan kepada para konsumen

untuk penggunaan atau konsumsi perseorangan maupun keluarga. Retail juga melibatkan

melibatkan layanan jasa, seperti jasa layanan antar ke rumah-rumah. Tidak semua ritel

dilakukan di dalam toko.

Pengertian ini diharapkan mampu mengubah persepsi masyarakat tentang pemahaman

kata ritel. Bahwa pengertian ritel tersebut menunjukkan bahwa segala aktivitas yang terkait

dengan perdagangan barang dan jasa, merupakan bagian dari kegiatan ritel.

Industri ritel di Indonesia memberikan kontribusi yang besar terhadap Produk

Domestik Bruto (PDB) dan juga menyerap tenaga kerja dalam jumlah yang besar. Sebagai

negara yang membangun, angka pertumbuhan industri ritel Indonesia dipengaruhi oleh

kekuatan daya beli masyarakat, pertambahan jumlah penduduk, dan juga adanya kebutuhan

masyarakat akan pemenuhan produk konsumsi.

A. Karakteristik Dasar Ritel

Pengelompokan berdasarkan unsur-unsur yang digunakan ritel untuk memuaskan

kebutuhan konsumen, adalah bauran berbagai unsur yang digunakan oleh ritel untuk

memuaskan kebutuhan-kebutuhan konsumen. Terdapat empat unsur yang dapat digunakan

ritel untuk memuaskan kebutuhan pelanggan yang berguna untuk menggolongkan ritel, yaitu:

1. Jenis barang yang dijual, ritel dapat dibedakan berdasarkan jenis produk yang

dijualnya, sebagai contoh, ritel yang menjual produk olahraga biasanya toko peralatan

olahraga. Jenis ini dibagi menurut jenis olahraganya sendiri seperti basket, golf,

sepakbola dan lain-lain.

2. Perbedaan dan Keanekaragaman Barang yang Dijual, perbedaan barang yang dijual

maksudnya jumlah kategori barang yang ditawarkan, sedangkan keanekaragamannya

adalah jumlah barang yang berbeda dalam satu kategori barang. Tiap barang yang

2
berbeda disebut unit penyimpanan persediaan (Stock Keep Unit – SKU), contohnya

grosir (wholesale store), toko diskon, toko mainan dll.

3. Tingkat Layanan Konsumen, Ritel juga berbeda dalam hal jasa yang mereka tawarkan

kepada konsumen. Contohnya, toko sepeda yang menawarkan bantuan dalam

memilihkan sepeda.

4. Harga Barang, para peritel dapat dibedakan dari tingkat harga dan biaya produk yang

dikenakannya. Contohnya department store dan toko diskon. Toko diskon memiliki

perbedaan dalam menetapkan harga produk-produk yang dijual. Department store

menetapkan tingkat harga yang lebih tinggi karena menanggung biaya yang lebih

tinggi dalam persediaan beberapa produk fashionable. Pemotongan harga pada

produk-produk yang dijual dilakukan ketika terdapat kesalahan dalam pembuatan.

Selain itu pada department store terdapat penggunaan layanan penjualan perorangan

dan memiliki lokasi toko yang bagus. Sedangkan toko diskon biasanya menyediakan

berbagai produk dengan tingkat harga yang lebih rendah serta layanan yang lebih

terbatas, bahkan produk-produk yang dijual seringkali memiliki keterbatasan dalam

hal ukuran dan warna.

Pengelompokan berdasarkan sarana atau media yang digunakan, pada bisnis ritel

terdapat dua bentuk utama dalam penggunaan sarana atau media yang digunakan. Dua bentuk

utama bisnis retail tersebut adalah ritel dengan system store (penjualan melalui system toko)

dan penjualan dengan system nonstore (penjualan tidak melalui toko).

a. Penjualan melalui toko

Pada ritel yang menggunakan toko (store selling retailer) untuk pemasaran produk,

jelas bahwa terdapat aktivitas pendistribusian produk dari produsen kepada konsumen

melalui ritel dan wholesaler.

b. Penjualan tidak melalui toko (non-store selling)

3
1) Electronic retailing

Electronic retailing adalah format bisnis ritel atau ritel yang menggunakan

komunikasi dengan pelanggan mengenai produk, layanan, dan penjualan melalui

internet. Penjual dan pembeli menggunakan sarana internet guna mencapai,

berkomunikasi dan bertransaksi secara potensial satu sama lain.

2) Penjualan langsung (Direct Selling)

Penjualan langsung adalah sistem pemasaran interaktif yang menggunakan satu

atau lebih media iklan untuk menghasilkan tanggapan dan atau transaksi yang

dapat diukur pada suatu lokasi. Bentuk pemasaran ini memainkan peranan yang

lebih luas, yaitu membangun hubungan jangka panjang dengan pelanggan.

c. Penjualan langsung (Direct Selling)

Penjualan langsung adalah sistem pemasaran interaktif yang menggunakan satu atau

lebih media iklan untuk menghasilkan tanggapan dan atau transaksi yang dapat diukur

pada suatu lokasi. Bentuk pemasaran ini memainkan peranan yang lebih luas, yaitu

membangun hubungan jangka panjang dengan pelanggan.

1) Television home shopping

Adalah format ritel dengan menggunakan televisi. Pelanggan akan melihat

program tv yang menayangkan demonstran produk dagangan dan kemudian

menyampaikan pesanan lewat telepon. Tiga format dari television home shopping

tersebut adalah:

 Saluran kabel yang dikhususkan untuk television shopping.

 Infomercials.

 Direct responsive selling.

2) Vending Machine Retailing

Bisnis eceran ini merupakan nonstore yang menyimpan banyak barang atau jasa

4
pada suatu mesin dan menyerahkan barang ke pelanggan ketika pelanggan

memasukan uang tunai atau kartu kredit kedalam mesin.

Pengelompokan berdasarkan kepemilikan. Ritel dapat diklasifikasikan pula secara

luas menurut kepemilikan, berikut klasifikasi utama dari kepemilikan ritel.

1) Pendirian toko tunggal atau mandiri, rite tunggal atau mandiri adalah ritel yang

dimiliki oleh seseorang atau kemitraan dan tidak dioperasikan sebagai bagian dari

lembaga ritel yang lebih besar.

2) Jaringan Perusahaan, ritel yang dimiliki dan dioperasikan sebagai kelompok oleh

sebuah organisasi. Berdasarkan bentuk kepemilikan ini, banyak tugas

administratif ditangani oleh kantor pusat untuk keseluruhan rantai. Kantor pusat

biasanya memusatkan pembelian barang-barang dagangan yang akan di

distribusikan untuk dijual pada toko-tokonya.

3) Waralaba, waraaba (franchising) adalh ritel yang dimiliki dan dioperasikan oleh

individu tetapi memperoleh lisensi dari organisasi pendukung yang lebih besar.

Waralaba menggabungkan keuntungan-keuntungan dari organisasi jaringan toko.

B. Strategi 6R Dalam Retailing

Menurut Hutagalung dan Baruna yang dikutip dari bukunya Sopiah dan Syihabudhin,

untuk mendukung kesuksesan bisnis ritel dibutuhkan penerapan strategi 6R yang terdiri atas:

a. Right Product

Strategi ini mencakup empat faktor utama, yaitu estetika, fungsional, faktor

penunjang psikologis, pelayanan yang mendukung dan menyertai penjualan

produk.

b. Right Quantity

Untuk mendapatkan hasil optimal, dibutuhkan keseimbangan antara jumlah

pembelian pelanggan dengan pembelian peritel, serta kebutuhan konsumsi

5
pelanggan dengan kebutuhan sediaan barang dagangan dari peritel.

c. Right Price

Right price merupakan harga yang bersedia dibayarkan konsumen dengan senang

hati, dan peritel mau menerimanya dengan tangan terbuka guna memberikan

kepuasan kepada pelanggan, sekaligus menciptakan keuntungan bagi peritel.

d. Right Time

Banyak orang yang mengatakan bahwa waktu adalah uang sehingga waktu perlu

dikelola secara optimal. Seorang peritel harus mengetahui kapan konsumen

bersedia membeli barang yang dibutuhkan. Secara garis besar, waktu berbelanja

konsumen memiliki empat macam pola yang bisa menghadirkan peluang bisnis

tersendiri, meliputi: waktu kalender, waktu musiman, waktu khusus dalam

kehidupan seseorang, dan waktu pribadi.

Layanan pelanggan meliputi segala macam bentuk penyajian, pelayanan, tindakan,

dan informasi yang diberikan oleh penjual untuk meningkatkan kemampuan

pelanggan dalam mewujudkan nilai potensial yang terkandung dalam produk inti

yang dibeli pelanggan.

e. Right in Place

Komponen ini menyangkut pemilihan dan penentuan lokasi yang strategis, desain

interior dan eksterior yang indah dan menarik, ruang yang luas, nyaman bagi

pelanggan untuk berbelanja, fasilitas pendukung yang memadai, serta faktor-faktor

lainnya.

f. Right Appeals Promotion

Promosi merupakan satu upaya untuk menawarkan barang dagangan kepada calon

pembeli. Komponen ini merupakan kombinasi aktivitas penyajian pesan yang benar

kepada sasaran yang tepat melalui media yang paling sesuai.

6
II. Teori Perusahaan Ritel Syariah

Bisnis ritel Islam secara manajerial merupakan sebagai seni menjual produk. Menurut

Herman Kertajaya yang dikutip dari bukunya Buchari Alma dan Donni Juni Priansa, ritel

Islam merupakan strategi bisnis yang harus memayungi seluruh aktivitas dalam sebuah

perusahaan, meliputi seluruh proses, menciptakan, menawarkan, pertukaran nilai, dari

seorang produsen, atau satu perusahaan, perorangan, yang sesuai dengan ajaran Islam.

Menarik untuk dicermati ritel syariah yang sudah mulai muncul, dengan segmen pasar

utamanya masyarakat muslim. KesAdaran masyarakat di dalam mengaplikasikan tuntunan

agama, khususnya agama Islam, merupakan peluang bisnis menarik. Kondisi ini tentunya

menjadi harapan penduduk muslim. Namun sistem perdagangan Islam di Indonesia belum

mempunyai pedoman syariah secara lebih rinci dalam melaksanakan kegiatan operasional.

Menurut pedoman syariah secara umum, kegiatan pemasaran harus dilandasi semangat

beribadah kepada Allah SWT, berusaha untuk memberikan kesejahteraan bersama, bukan

untuk kepentingan golongan ataupun diri sendiri.

A. Karakteristik Ritel Islam

Untuk lebih jelasnya mengenai karakteristik ritel Islam sebagai berikut:

1. Rabbaniyah, yang artinya ketuhanan. Semua tindak tanduk yang kita lakukan semua

diawasi oleh Allah dan kita juga harus menyakini kebesaran Allah yang Maha

Mengetahui. Oleh sebab itu kita semua harus bersikap sebaik mungkin, misalnya

tidak berbuat licik kepada sesamanya, tidak mencuri hak milik orang lain atau bisa

dibilang memakan harta orang lain. Apabila kita sudah menyakini ke Esa-an Allah

dan menjadikannya sebagai pegangan hidup, insyaAllah dapat mencegah kita dari

perbuatan yang tercela dalam dunia bisnis.

2. Akhlaqiah, yang artinya etika yang baik. Kita sebagai umat Nabi Muhammad SAW

harus meneladani sifat-sifat beliau, salah satunya berperilaku yang baik.

7
Sebagaimana contoh dalam dunia bisnis, tidak menjadi penipu yang suka mengoplos

barang, suka menimbun barang, atau mengambil keuntungan yang berlebihan yang

bisa jadi merugikan salah satu pihak. Para peritel Islam selalu memelihara setiap tutur

kata, perilaku dalam berhubungan bisnis dengan siapa saja, misalkan pada konsumen,

distributor, atau pesaing.

3. Al-Waqiiyyah, kata lainnya realistis yang artinya sesuai dengan kenyataan. Dalam

dunia bisnis karakter ini sangat penting, karena semua transaksi harus dilakukan

sesuai kenyataan yang ada. Sebagaimana perintah Rasulullah SAW, misalnya ada

orang yang menjual barang ada cacatnya, maka katakan kepada calon pembeli bahwa

barang itu ada sedikit cacatnya. Dan berkata dengan jujur sesuai fakta. Jangan sekali-

kali mengelabuhi orang yang punya niat baik-baik.

4. Al-Insaniyah, yang artinya kemanusiaan. Jangan sampai kegiatan ritel Islam ini dapat

merusak tatanan hidup di masyarakat atau menjadikan peri kehidupan bermasyarakat

terganggu. Sikap kemanusiaan ini bisa dilakukan dengan saling menghormati, dan

ritel Islam berusaha membuat kehidupan menjadi lebih baik. Seorang peritel Islam

jangan sampai menjadi orang yang serakah, mau mengusai segalanya, dalam artian

terlalu memaksa orang lain untuk mengikuti aturan kita dan orang lain tersebut

merasa dirugikan.

B. Strategi Retailing Syariah

a. Produk yang ditawarkan memiliki kejelasan barang, kejelasan ukuran, kejelasan

komposisi, tidak rusak atau kadaluarsa dan menggunakan barang yang baik.

b. Produk yang diperjual-belikan adalah produk yang halal.

c. Dalam kegiatan promosi tidak boleh ada kebohongan, apabila rusak harus dikatakan

rusak, apabila jelek dikatakan jelek, tidak boleh ada yang disembunyikan.

d. Ukuran/timbangan dari produk yang diperjual belikan harus tepat, tidak boleh

8
melakukan kecurangan.

e. Dalam praktik penjualan produk Nabi Muhammad SAW selalu menjelaskan kualitas

barang yang dijual. Kualitas barang pesanan selalu sesuai dengan permintaan,

seandainya terjadi ketidakcocokan beliau mengajarkan bahwa pelanggan memiliki

hak khiyar, yaitu dengan membatalkan jual beli apabila terdapat segala sesuatu yang

tidak cocok.

f. Dalam menentukan harga tidak boleh menggunakan cara-cara yang merugikan

pebisnis lainnya.Islam memperbolehkan pedagang untuk mengambil keuntungan,

tetapi dalam mengambil keuntungan tidak boleh berlebihan. Jika harga ditentukan

secara wajar, maka pedagang tersebut akan unggul dalam volume penjualan.

III. Teori Akuntansi Reabilitas Dan Akurasi Laporan Keuangan

A. Akuntansi Perusahaan Ritel

AKUNTANSI PERUSAHAAN RITEL

Pengukur Prosedur –prosedur akhir


Laba Rugi periode
 Pendapatan Penjualan  Jurnal penyesuaian
 Harga Pokok Penjualan  Penyusunan Neraca Lajur
 Laba Kotor  Penyusunan Laporan
 Biaya Operasional Keuangan
 Laba Bersih  Pembuatan Jurnal penutup
pada Akhir Periode

9
Dalam catatan maupun prosedur akuntansi perusahaan dagang tidak berbeda dengan

perusahaan jasa. Sesuai dengan konsep penanding (matching principle) laba bersih (Rugi)

suatu perusahan dagang dihitung dengan cara mengurangkan biaya untuk memperoleh

pendapatan dari hasil penjualan pada periode yang bersangkutan. Biaya-biaya tersebut

meliputi harga pokok (cost) barang yang terjual dan biaya-biaya operasi yang terjadi selama

periode yang bersangkutan. Harga pokok barang yang laku dijual disebut dengan harga

pokok penjualan. Misalkan dalam suatu toko elektronik, yang disebut harga pokok penjualan

meliputi semua biaya yang dikeluarkan untuk membeli televisi, radio, kulkas, mesin cuci dan

lainnya yang telah laku dijual dalam satu periode.

Biaya Operasi suatu toko elektronik meliputi semua biaya yang berhubungan

dengan kegiatan penjualan dan administrasi toko seperti biaya sewa, gaji pegawai, biaya

advertensi, biaya listrik dan biaya telpon.

Perbedaan kegiatan perusahaan jasa dan perusahaan dagangan adalah perusahaan

pertama menjual jasa sedangkan perusahaan yang kedua menjual barang dagangan. Karena

adanya barang secara fisik yang dibeli dan dijual, biasanya perusahaan dagang mempunyai

gudang untuk menyimpan barang dagangan. yang disebut dengan persediaan barang

dagangan. Perusahaan membeli barang dagangan dari pemasok dan menjualanya kembali

kepada pelanggan

Prosedur laba (rugi) untuk perusahaan dagang dapat kita lihat pada

Pandapatan
Penjualan

HPP
Laba Bruto

Biaya Laba Bersih


Operasional

10
B. Definisi Keakuratan, Tepat Waktu, Keandalan, dan Rekevansi

Informasi yang berkualitas adalah informasi yang mengandung resiko dan dapat

mengurangi ketidakpastian. Hampir semua aktivitas yang individu lakukan dilingkupi oleh

ketidakpastian, dibaliknya tentu terdapat risiko yang dihadapi. Ketidakpastian biasanya

sering ditemukan pada saat dihadapkan pada permasalahan yang baru pertama kali dialami.

Oleh karena itu, disinilah informasi yang berkualitas berperan. Rasa ragu-ragu dalam

melakukan keputusan dapat dikurangi atau bahkan dihilangkan. Keputusan yang diambil

tentu merupakan pemilihan dari beberapa alternatif yang ada atau bahkan tidak memilih

alternatif yang adapun itu merupakan keputusan. Informasi yang berkualitas memiliki

beberapa karakteristik menurut (Sukmawati, 2009).

Menurut Yamit (2005:10), informasi dapat dikatakan berkualitas apabila memiliki

karakteristik sebagai berikut: (1) Responsiveness (daya tangkap), yaitu keinginan para staf

untuk membantu para karyawan dalam memberikan pelayanan dengan tanggap terhadap

suatu sistem informasi yang digunakan. (2) Reliability (keandalan), yaitu kemampuan dalam

memberikan informasi yang dapat dipercaya dan bersumber dari sumber yang dapat

diandalkan. (3) Assurance (kepastian atau jaminan), yaitu mencakup informasi-informasi

yang sudah terkumpul dapat disampaikan dengan penuh kepercayaan dan keyakinan sehingga

tidak menimbulkan keragu-raguan bagi pengguna informasi. (4) Empathy, yaitu meliputi

kemudahan dalam melakukan hubungan, komunikasi yang baik, dan perhatian dengan tulus

terhadap kebutuhan pengguna sistem informasi. (5) Tangibles (bukti langsung), yaitu

meliputi fasilitas fisik, perlengkapan, pegawai, dan sarana komunikasi.

Sedangkan menurut Nugroho (2008:16), informasi yang berkualitas adalah informasi

yang memiliki kriteria sebagai berikut: (1) Akurat, yaitu informasi bebas dari kesalahan dan

bebas dari bias. Bebas dari kesalahan bahwa informasi benar-benar menyatakan apa yang

harus dinyatakan. Bebas dari bias bahwa informasi tersebut teliti. (2) Tepat waktu, yaitu

11
informasi harus diberikan kepada waktu yang tepat. Informasi yang sudah kadaluarsa hanya

bernilai sampai, sekalipun informasinya sama dan tidak berubah. (3) Relevan, yaitu

informasi benar-benar sesuai dengan kebutuhan pihak yang membutuhkan informasi.

Suatu informasi dikatakan akurat jika informasi tersebut mencerminkan keadaan yang

sebenarnya dan informasi tersebut harus bebas dari kesalahan-kesalahan. Ukuran keakuratan

informasi amat bervariasi dan tergantung pada sifat informasi yang dihasilkan. Suatu krisis

suatu sikap informasi, akan semakin tinggi keakuratan yang diperlukan. Dengan semakin

tingginya keakuratan yang dihasilkan oleh sistem informasi akuntansi maka semakin tinggi

pula tingkat kepuasan pengguna (Sukmawati, 2009:25).

C. Syarat-Syarat Keakuratan, Tepat Waktu, Keandalan, Dan Relevansi

Menurut Sukmawati (2009), informasi dapat dikatakan akurat jika memenuhi syarat-

syarat sebagai berikut: (a) Penyajian Jujur, yaitu jika informasi menggambarkan dengan jujur

transaksi serta peristiwa lainnya yang seharusnya disajikan atau yang secara wajar dapat

diharapkan untuk disajikan. (b) Dapat Diverifikasi/verifiability, yaitu jika informasi yang

disajikan dalam laporan keuangan dapat diuji, dan apabila pengujian dilakukan lebih dari

sekali oleh pihak yang berbeda, hasilnya tetap menunjukkan simpulan yang tidak berbeda

jauh. (c) Netralitas, yaitu informasi diarahkan pada kebutuhan umum dan tidak berpihak

pada kebutuhan pihak tertentu.

Menurut Sukmawati (2009), informasi dapat dikatakan tepat waktu jika memenuhi

syarat-syarat sebagai berikut: (a) Dapat disajikan sewaktu-waktu, yaitu informasi yang datang

pada penerima dapat disajikan sewaktu-waktu sesuai yang dibutuhkan. (b) Tidak terlambat,

yaitu informasi datang ke penerima tidak boleh terlambat karena informasi yang sudah usang

tidak akan mempunyai nilai lagi karena informasi merupakan landasan di dalam pengambilan

keputusan.

Menurut Putra (2011), informasi dapat dikatakan andal jika memenuhi syarat-syarat

12
sebagai berikut: (a) Dapat dipercaya, yaitu informasi yang diberikan oleh pengguna dapat

dipercaya dan tidak diragukan kebenarannya. (b) Dapat diandalkan, yaitu informasi yang

diberikan oleh pengguna sistem informasi dapat diandalkan dan memiliki konsistensi.

Menurut Sukmawati (2009), informasi dapat dikatakan relevan jika memenuhi

syaratsyarat sebagai berikut: (a) Memiliki manfaat umpan balik (feedback value), yaitu

informasi tersebut memungkinkan pengguna untuk menegaskan atau mengoreksi ekspektasi

mereka di masa lalu. (b) Memiliki manfaat prediktif (predictive value), yaitu informasi

tersebut dapat membantu pengguna untuk memprediksi masa yang akan datang berdasarkan

hasil masa lalu dan kejadian masa kini. (c) Lengkap, yaitu informasi tersebut disajikan

selengkap mungkin, sehingga mencakup semua informasi akuntansi yang dapat

mempengaruhi pengambilan keputusan, termasuk mengungkapkan dengan jelas seluruh

informasi yang melatarbelakangi setiap butir informasi utama yang termuat dalam laporan

keuangan, agar kekeliruan dalam penggunaan informasi tersebut dapat dicegah.

IV. Perkembangan Perusahaan Ritel Pada Masa Inflasi

Selama dasawarsa pertama 1990 an, ekonomi Indonesia tumbuh dengan rata- rata

pertumbuhan di atas 10% per tahun. Banyak analis ekonomi memperkirakan Indonesia akan

menjadi salah satu negara terkuat dalam bidang ekonomi di Asia Pasifik dan Oceania. Titik

balik terjadi pada tahun 1997 ketika Indonesia dilanda inflasi 70% lebih menyusul makin

melemahnya nilai rupiah sampai Rp 17.000 per 1 dolar AS. Kalangan swasta Indonesia yang

selama ini banyak bergantung pada pinjaman luar negeri berjangka pendek, ikut

memperburuk keadaan dan membawa Indonesia ke dalam krisis moneter yang parah.

Di masa krisis, hampir semua sektor ekonomi dilanda kelesuan dan hanya sedikit

yang mampu bertahan. Industri ritel termasuk salah satunya, dan bahkan masih mempunyai

kemampuan untuk berinvestasi di masa sulit. Walaupun krisis belum reda, situasi

perekonomian dapat dikatakan mulai membaik sejak tahun 2000. Ekonomi Indonesia tumbuh

13
meskipun hanya sekitar 3%. Keadaan ini dilihat kalangan pebisnis terutama para pengusaha

ritel sebagai prospek yang patut dipertimbangkan untuk melanjutkan investasi yang sempat

tertunda. Arus modal kembali mengalir pada pembangunan gerai-gerai baru, terutama di

Jakarta, Bandung, Medan, dan Surabaya.

Menurut Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (APRINDO), bisnis ritel atau usaha

eceran di Indonesia mulai berkembang pada kisaran tahun 1980 an seiring dengan mulai

dikembangkannya perekonomian Indonesia. Hal ini timbul sebagai akibat dari pertumbuhan

yang terjadi pada masyarakat kelas menengah, yang menyebabkan timbulnya permintaan

terhadap supermarket dan departement store (convenience store) di wilayah perkotaan. Trend

inilah yang kemudian diperkirakan akan berlanjut di masa-masa yang akan datang. Hal lain

yang mendorong perkembangan bisnis ritel di Indonesia adalah adanya perubahan gaya

hidup masyarakat kelas menengah ke atas, terutama di kawasan perkotaan yang cenderung

lebih memilih berbelanja di pusat perbelanjaan modern.

Perubahan pola belanja yang terjadi pada masyarakat perkotaan tidak hanya untuk

memenuhi kebutuhan berbelanja saja namun juga sekedar jalan-jalan dan mencari hiburan.

Berkembangnya usaha di industri ritel ini juga diikuti dengan persaingan yang semakin ketat

antara sejumlah peritel baik lokal maupun peritel asing yang marak bermunculan di

Indonesia. Industri ritel di Indonesia saat ini semakin berkembang dengan semakin

banyaknya pembangunan gerai-gerai baru di berbagai tempat. Kegairahan para pengusaha

ritel untuk berlomba-lomba menanamkan investasi dalam pembangunan gerai-gerai baru

tidaklah sulit untuk dipahami. Dengan pertumbuhan ekonomi rata-rata di atas 3% sejak tahun

2000 dan makin terkendalinya laju inflasi, bisa menjadi alasan mereka bahwa ekonomi

Indonesia bisa menguat kembali di masa mendatang.

Penggolongan bisnis ritel di Indonesia dapat dikategorikan berdasarkan sifatnya, yaitu

ritel yang bersifat tradisional atau konvensional dan yang bersifat modern. Ritel yang bersifat

14
tradisional adalah sejumlah pengecer atau pedagang eceran yang berukuran kecil dan

sederhana, misalnya toko-toko kelontong, pengecer atau pedagang eceran yang berada di

pinggir jalan, pedagang eceran yang berada di pasar tradisional, dan lain sebagainya.

Kelompok bisnis ritel ini memiliki modal yang sedikit dengan fasilitas yang

sederhana. Ritel modern adalah sejumlah pedagang eceran atau pengecer berukuran besar,

misalnya dengan jumlah gerai yang cukup banyak dan memiliki fasilitas toko yang sangat

lengkap dan modern. Survey menurut AC Nielsen lima pengecer terbesar yang termasuk

dalam kategori ritel modern di Indonesia berdasarkan nilai penjualan adalah Matahari,

Ramayana, Makro, Carrefour, dan Hero. Konsep yang ditawarkan peritel modern beragam

seperti supermarket (swalayan), hypermarket, minimarket, departement store, dan lain

sebagainya.

Berdasarkan data AC Nielsen, kontribusi penjualan pasar tradisional memang terus

merosot. Pada tahun 2002 dominasi penjualan di segmen pasar tradisional mencapai 75%,

maka pada tahun berikutnya turun hanya 70%. Sebaliknya, ritel modern hypermarket pada

tahun 2002 pangsa penjualan 3%, mengalami kenaikan berturut-turut tahun 2003 menjadi 5%

dan tahun 2004 menjadi 7%.

Berdasarkan data AC Nielsen Asia Pasifik Retail and Shopper Trend 2005

menyebutkan bahwa di negara-negara Asia Pasifik (kecuali Jepang), pada tahun 1999–2004

ratio keinginan masyarakat berbelanja di pasar tradisional dan pasar modern sebagai berikut:

Rasio Keinginan Masyarakat Berbelanja Pada Pasar Tradisional dan Pasar Modern.

15
Data ini menunjukkan bahwa kecenderungan keinginan masyarakat berbelanja di

pasar tradisional menurun, sedangkan keinginan mayarakat berbelanja di pasar modern

meningkat dengan tingkat penurunan/kenaikan 2% per tahun.

1. Ancaman Produk Pengganti (Threat of Substitute Product or Services).

Ancaman dari produk pengganti atau substitusi dalam industri ritel dapat dikatakan

bersifat “cukup kuat” karena sudah hadir jauh sebelum adanya industri ritel modern yaitu

berupa pasar dan toko tradisional. Keunggulan dari adanya pasar dan toko tradisional ini

adalah harga yang relatif lebih murah dan juga lokasi yang lebih dekat dengan tempat tinggal

penduduk terutama bagi kalangan menengah ke bawah. Oleh karena itu peritel modern

menentukan segmennya sendiri yaitu kalangan menengah ke atas. Selain itu adanya produk

pengganti lain yang mulai berkembang saat ini, yaitu berupa sistem ritel dan berbelanja

melalui saluran telepon, internet, maupun catalogue shopping.

2. Kekuatan Tawar Menawar (Bargaining Power of Supplies)

Kekuatan dari pemasok dikatakan bersifat “sedang” disebabkan adanya saling

ketergantungan dari posisi tawar menawar antara peritel dan pemasok atau sebaliknya.

16
Persyaratan yang ditentukan oleh pemasok biasanya berdasarkan pada dua kriteria yaitu:

secara kuantitatif dan kualitatif. Secara kuantitatif, peritel harus dapat memenuhi pemesanan

atau pembelian dalam jumlah volume minimal tertentu. Sedangkan secara kualitatif, peritel

harus dapat memperlihatkan prospek perusahaan dan keterbukaannya. Pemasok akan menilai

apakah peritel sudah mempunyai infrastruktur yang baik dan manajemen yang baik. Hal ini

penting karena pemasok berkepentingan untuk mengetahui dan memonitor setiap pergerakan

dari barangbarang yang dijual.

Pemasok umumnya berasal dari perusahaan manufaktur dan distributor. Saat ini

terdapat banyak sekali jumlah industri ritel karena produk yang ditawarkanpun jumlah

itemnya ribuan. Perusahaan ritel raksasa yang telah memiliki nama besar mempunyai posisi

tawar yang cukup kuat terhadap produsen dan distributor sehingga mereka dapat memperoleh

margin yang lebih besar dan mendapatkan diskon harga yang menyebabkan mereka bisa

menjual barang dengan harga lebih murah. Peritel yang kuat adalah mereka yang dapat

langsung berhubungan dengan distributor tanpa melalui perantara.

3. Kekuatan Tawar Menawar Pembeli (Bargaining Power of Buyers).

Kekuatan dari konsumen bersifat “kuat” karena mereka biasanya cenderung tidak

loyal pada satu ritel tertentu dan dengan mudahnya merubah pola kebiasaan berbelanja sesuai

dengan keinginan mereka. Jumlah konsumen pada industri ritel sangatlah besar berdasarkan

jumlah penduduk Indonesia yang semakin meningkat, pada tahun 2003 berkisar 220 juta

jiwa. Ancaman konsumen berkaitan dengan perubahan pola berbelanja masyarakat yang

mempengaruhi strategi masing-masing peritel.

4. Persaingan Antar Perusahaan (Rivalry Among Existing Firms)

Persaingan antar perusahaan yang terjadi dalam format bisnis ritel yaitu antara format

ritel tradisional dan modern, atau persaingan antara peritel lokal dan asing yang dapat

dikatakan bersifat “kuat.” Di satu sisi daya beli masyarakat yang rendah sehingga tingkat

17
konsumsinya pun rendah padahal jumlah gerai terus bertambah. Di sisi lain, besarnya jumlah

penduduk dan makin stabilnya ekonomi makro dan kondisi keamanan dapat menarik minat

calon pendatang baru untuk masuk melakukan investasi di Indonesia.

Persaingan dalam industri ritel juga ditandai dengan hadirnya beragam format ritel baru

yang timbul karena konsumen mencari alternatif berbelanja lain disesuaikan dengan

kemampuannya. Format ritel baru yang dimaksud adalah berbentuk factory outlet, specialty

store, dan retail on-line.

V. Kesimpulan

1. Bisnis ritel di Indonesia termasuk salah satu bisnis yang cukup menjanjikan karena

mempunyai prospek bagus di masa yang akan datang. Meskipun sempat dilanda

krisis yang mengakibatkan hampir semua sektor ekonomi dilanda kelesuan dan hanya

sedikit yang mampu bertahan, industri ritel masih mempunyai kemampuan untuk

berinvestasi di masa sulit.

2. Komponen dasar untuk ritel yang bernuansa islami harus memenuhi persyaratan

minimal untuk dapat dikatakan syar’i, mulai dari: produk (halal dan sehat), Harga

yang wajar serta melakukan promosi secara jujur untuk menjaga kepuasan

pelanggan.

3. Teori akuntansi syariah untuk perusahaan retail belum memiliki pedoman khusus

namun menggunakan telaah dari ayat Al Qur’an serta tauladan dan sunnah Nabi

Muhammad SAW selama melakukan praktik perdagangan.

4. Suatu informasi dikatakan relevan jika menghasilkan laporan yang bermanfaat bagi

pemakainya. Relevansi informasi tiap-tiap orang berbeda sehingga informasi tersebut

harus tepat sasaran sesuai dengan penggunanya supaya mendukung keputusan

masing-masing manajer. Oleh karena itu, sistem informasi akuntansi harus

menyajikan hanya informasi relevan sesuai dengan penggunaannya.

18
5. Suatu informasi dikatakan akurat jika informasi tersebut mencerminkan keadaan

yang sebenarnya dan informasi tersebut harus bebas dari kesalahan-kesalahan.

Ukuran keakuratan informasi amat bervariasi dan tergantung pada sifat informasi

yang dihasilkan. Suatu krisis suatu sikap informasi, akan semakin tinggi keakuratan

yang diperlukan.

19
Daftar Pustaka

Limantara F., dan Devie. 2003. Kualitas Jasa Sistem Informasi dan Kepuasan Para Pengguna
Sistem Informasi. Simposium Nasional Akuntansi V.

Pristina., dan Ardini. 2013. Pengaruh Keakuratan, Tepat Waktu, Keandalan, Dan Relevansi
Terhadap Kepuasan Pengguna Sistem Informasi Akuntansi. Jurnal Ilmu & Riset
Akuntansi Vo. 2 No.5.

Brigham, Eugene F. & Joel F. Houston, 2011. Dasar-Dasar Manajemen Keuangan. Jakarta:
Salemba Empat.

Afriyeni, Endang. 2008. Penilaian Kinerja Keuangan Menggunakan Analisis Rasio. Jurnal
Ekonomi Dan Bisnis, Vol. 3 No. 2.

Foster, Bob. 2008. Manajemen Ritel. Bandung: Alfabeta.

Sopian dan Syihabudhin, Manajemen Bisnis Ritel, Yogyakarta: PT Andi, 2008

Widyarini, Pemasaran Syariah ‘Aplikasi Manajemen Pemasaran Dengan Pendekatan


Syariah’, Yogyakarta: Ekonisia, 2015.

Alma, Buchari dan Donni Juni Priansa, Manajemen Bisnis Syari’ah, Bandung: Alfabeta,
2009.

Zuhri, Saifudin, Ushul Fiqh Akal Sebagai Sumber Hukum Islam, Yogyakarta: Pustaka
Pelajar, 2009.

Nisriah dan Nisrin, “ Dampak Implementasi Tauhid PadaKinerja Bisnis Minimarket Nusa
Indah Bangil”, Jurnal Ekonomi Bisnis Airlangga.

Afandi, Yazid, Fiqh Muamalah Dan Implementasinyya Dalam Lembaga Keuangan Syariah,
Yogyakarta: Logung Pustaka, 2009.

Kartajaya, Hermawan dan M Syakir Sula, Syariah Marketing, Bandung: Mizan, 2006.

Istiatin., Sudarwati. Analisis Strategi Pemasaran Bisnis Retail Di Lottemart Surakarta. Jurnal
Paradigma Vol.12 No.2.

Kumala, Jalu. Analisis Kualitas Informasi Akuntansi Keuangan Pada Pt.Pln (Persero)
Wilayah Jawa Tengah Jurnal Ilmiah UNTAG.

20

Anda mungkin juga menyukai