Anda di halaman 1dari 127

MANUAL CSL IV SISTEM NEUROPSIKIATRI

PEMERIKSAAN DERAJAT KESADARAN


(GLASGOW COMA SCALE) DAN
FUNGSI KORTIKAL LUHUR
(MINI-MENTAL STATE EXAMINATION (MMSE)

PENYUSUN

dr. Devi Wuysang, M.Si, Sp.S


dr. Ashari Bahar, M.Kes, Sp.S, FINS

DEPARTEMEN NEUROLOGI
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2020

0
PENDAHULUAN

Keterampilan medik adalah keterampilan motorik yang harus dikuasai


oleh seorang tenaga medik agar dapat melaksanakan tugasnya dengan sebaik-
baiknya. Melalui fasilitas berupa skill lab mahasiswa dapat berlatih
keterampilan keterampilan medik yang mereka perlukan dalam situasi latihan
di laboratorium, bukan dalam suasana kontak antara dokter-pasien di rumah
sakit. Latihan keterampilan klinik ini mengajar mahasiswa agar dapat berlatih
secara trial and error, dapat mengulang-ulang kegiatan atau tindakan yang sama
(dengan kadang-kadang melakukan kekeliruan) sampai betul-betul terampil.
Keadaan seperti ini hampir tidak mungkin dilakukan pada penderita yang sedang
dirawat di rumah sakit.
Apabila keterampilan motorik sudah dikuasai, dilanjutkan dengan latihan
yang mengandung unsur emosi. Latihan ini diteruskan sampai menjadi suatu
rangkaian keterampilan medik yang kompleks.
Karena mahasiswa telah menguasai keterampilan dalam melakukan
penatalaksanaan, rasa percaya diri menjadi lebih besar, dan mahasiswa dapat
bersikap lebih baik terhadap pasien, serta mengurangi kendala-kendala
emosional antara mahasiswa dengan pasien pada waktu koass harus kontak dengan
pasien.

1
TATA TERTIB KEGIATAN CSL
(CLINICAL SKILL LABORATORY)

SEBELUM PELATIHAN
Membaca penuntun belajar (manual) keterampilan Klinik Sistem Neuropsikiatri
dan bahan bacaan rujukan tentang keterampilan yang akan dilakukan.

SETELAH PELATIHAN
1. Datang 15 menit sebelum CSL dimulai
2. Wajib mengikuti seluruh kegiatan CSL sesuai dengan jadwal rotasi yang telah
ditentukan.
3. Mengenakan jas laboratorium yang bersih dan dikancing rapi pada setiap
kegiatan CSL.
4. Memakai atribut / nama yang ditempelkan pada jas laboratorium
5. Berpartisipasi aktif pada semua kegiatan latihan
6. Bagi kegiatan yang menggunakan model memperlakukan model tersebut
seperti manusia atau bagian tubuh manusia.
7. Tidak diperkenankan menghilangkan, mengambil atau meminjam tanpa ijin
setiap alat / bahan yang ada pada ruang CSL.
8. Setiap selesai kegiatan CSL mahasiswa harus merapikan kembali alat dan
bahan yang telah digunakan.
9. Bagi mahasiswa yang kehadirannya kurang dari 100 % maka wajib hadir
pada saat review CSL

PADA SAAT UJIAN CSL


1. Ujian dapat diikuti apabila kehadiran pada kegiatan CSL minimal 100%.
2. Membawa kartu kontrol yang telah ditandatangani oleh koordinator
instruktur CSL.
3. Bagi yang tidak ikut ujian karena sakit diwajibkan membawa keterangan
bukti diagnosis dari dokter paling lambat 3 hari setelah tanggal sakit.

SANKSI PELANGGARAN
TATA TERTIB CSL

1. Bagi mahasiswa yang mengikuti kegiatan CSL tidak sesuai dengan


jadwal rotasinya dianggap tidak hadir.
2. Bagi mahasiswa yang presentase kehadiran CSLnya <100% dari
seluruh jumlah tatap muka CSL, maka mahasiswa tidak dapat mengikuti
ujian CSL.

2
DAFTAR ISI

NEUROLOGI
KETERAMPILAN TINGKAT
CSL NO.
PEMERIKSAAN KETERAMPILAN
I. PEMERIKSAAN KESADARAN DAN FISIK
FUNGSI KORTIKAL LUHUR
PEMERIKSAAN 1. Penilaian tingkat kesadaran 4A
KESADARAN dengan skala koma
Glasgow (GCS)
PEMERIKSAAN 2 Melakukan Mini Mental 4A
FUNGSI KORTIKAL State Examination (MMSE)
LUHUR
Penilaian orientasi 4A
Penilaian kemampuan 4A
berbicara dan berbahasa,
termasuk penilaian afasia

Penilaian apraksia 2
Penilaian agnosia 2
Penilaian kemampuan 2
belajar baru
Penilaian daya 4A
ingat/memori
Penilaian konsentrasi 4A
DESKRIPSI KEGIATAN

Kegiatan Waktu Deskripsi


1. Pengantar 5 menit Pengantar
2. Bermain Peran 20 1. Mengatur posisi duduk mahasiswa
Tanya & Jawab menit 2. Dua orang dosen memberikan contoh
bagaimana cara melakukan
pemeriksaan neurologis.
Mahasiswa mengamati peragaan
dengan menggunakan Penuntun Belajar.
3. Memberikan kesempatan kepada
mahasiswa untuk bertanya dan dosen
memberikan penjelasan tentang aspek-
aspek yang penting
3. Praktek bermain 70 1. Mahasiswa dibagi menjadi pasangan-
peran dengan menit pasangan. Diperlukan minimal seorang
Umpan Balik Instruktur untuk mengamati setiap
langkah yang dilakukan oleh paling
banyak 4 pasangan.
2. Setiap pasangan berpraktek melakukan
langkah-langkah
pemeriksaan neurologis secara serentak
3. Instruktur berkeliling diantara ma-
hasiswa dan melakukan supervisi
menggunakan check list.
4. Instruktur memberikan pertanyaan dan
umpan balik kepada setiap pasangan

4. Curah Pendapat/ 10 1. Curah Pendapat/Diskusi : Apa yang


Diskusi menit dirasakan mudah? Apa yang sulit?
Menanyakan bagaimana perasaan
mahasiswa yang pada saat melakukan
pemeriksaan Apa yang dapat dilakukan
oleh dokter agar klien merasa lebih
nyaman?
2. Instruktur membuat kesimpulan dengan
menjawab pertanyaan terakhir dan
memperjelas hal-hal yang masih belum
dimengerti

Total waktu 105


menit

4
PEMERIKSAAN DERAJAT KESADARAN

PENGANTAR
Kesadaran merupakan fungsi utama susunan saraf pusat. Kesadaran
dapat didefinisikan sebagai keadaan yang mencerminkan pengintegrasian
impuls eferen dan aferen. Semua impuls aferen disebut input dan semua impuls
eferen dapat disebut output susunan saraf pusat. Untuk mempertahankan fungsi
kesadaran yang baik, perlu suatu interaksi yang konstan dan efektif antara
hemisfer serebri dan formasio retikularis di batang otak yang intak.
• Cortex Gangguan pada hemisfer serebri atau formasio retikularis dapat
cerebri
menimbulkan gangguan kesadaran. Kesadaran yang sehat dan adekuat dikenal
dengan istilah compos mentis, di mana aksi dan reaksi terhadap apa yang dilihat,
• ARAS didengar, dihidu, dikecap, dialami, serta perasaan keseimbangan, nyeri, suhu,
raba, gerak, getar, tekan, dan sifat, bersifat adekuat (tepat dan sesuai). Pada
kondisi penyakit neurologis maupun non neurologis, dapat terjadi gangguan
kesadaran.
Penilaian derajat kesadaran dapat dinilai secara kualitatif maupun secara
kuantitatif. Penilaiangangguan kesadaran secarakualitatifantara lain mulai dari
apati, somnolen, delirium, bahkan koma. Pada manual ini akan diajarkan
penilaian derajat kesadaran secara kuantitatif, yaitu dengan menggunakan
Glasgow Coma Scale (GCS). Penilaian derajat kesadaran ini sangat
penting dikuasai karena mempunyai harga praktis, yaituuntuk dapat memberikan
penanganan, menentukan perbaikan, kemunduran, dan prognosis.

DASAR TEORI
Kesadaran mengacu pada kesadaran subjektif mengenai dunia luar dan
diri, termasuk kesadaran mengenai dunia pikiran sendiri; yaitu kesadaran
mengenai pikiran, persepsi, mimpi, dan sebagainya.
Neuron-neuron di seluruh korteks serebri yang digalakkan oleh impuls
aferen non-spesifik dinamakan neuron pengemban kewaspadaan, oleh karena
tergantung pada jumlah neuron-neuron tersebut yang aktif, derajat kesadaran
bisa tinggi atau rendah. Aktivitas neuron-neuron tersebut digalakkan oleh
neuron-neuron yang menyusun inti talamik yang dinamakan nuclei
intralaminares. Oleh karenaitu, neuron-neuron tersebut dapat dinamakan
neuron penggalak kewaspadaan.
Derajat kesadaran ditentukan oleh banyaknya neuron penggalak atau neuron
pengemban kewaspadaan yang aktif dan didukung oleh proses biokimia untuk
menjaga kelangsungan kehidupan neuron tersebut. Apabila terjadi gangguan
sehingga kesadaran menurun sampai derajat yang terendah, maka koma yang
dihadapi dapat terjadi oleh sebab neuron pengemban kewaspadaan sama sekali
tidak berfungsi (disebut koma bihemisferik) atau oleh sebab neuron

5
penggalak kewaspadaan tidak berdaya untuk mengaktifkan neuron pengemban
kewaspadaan (koma diensefalik). Koma bihemisferik antara lain dapat
disebabkan oleh hipoglikemia, hiperglikemia, uremia, koma hepatikum,
hiponatremia, dan sebagainya. Koma diensefalik antara lain dapat disebabkan
oleh: strok, trauma kapitis, tumor intracranial, meningitis, dan sebagainya.

Gambar 1. Pusat kesadaran

Penilaian derajat kesadaran secara kuantitatif yang sampai saat ini masih
digunakan adalah Glasgow Coma Scale (GCS). GCS adalah suatu skala neurologik
yang dipakai untuk menilai secara obyektif derajat kesadaran seseorang. GCS
pertama kali diperkenalkan pada tahun 1974 oleh Graham Teasdale dan Bryan J.
Jennett, professor bedah saraf pada Institute of Neurological
Sciences,Universitas Glasgow. GCS kini sangat luas digunakanoleh dokter umum
maupun para medis karena patokan/kriteria yang lebih jelas dan sistematis.
GCS terdiri dari 3 pemeriksaan, yaitu penilaian: respons membuka mata
(eye opening), respons motorik terbaik(best motor response), dan respons verbal
terbaik(best verbal response).
Masing-masing komponen GCS serta penjumlahan skor GCS sangatlah
penting, oleh karena itu, skor GCS harus dituliskan dengan tepat, sebagai
contoh: GCS 10, tidak mempunyai makna apa-apa, sehingga harus dituliskan
seperti: GCS 10 (E2M4V3). Skor tertinggi menunjukkan pasien sadar (compos
mentis), yakni GCS 15 (E4M6V5), dan skor terendah menunjukkan koma (GCS 3
= E1M1V1).

Icuahitatii -1 Components
.

apahi
delirium
somnolenttetany D
stupor 6
coma
Tabel 1. Glasgow Coma Scale

Parameter Patient s Response Score


Best Eye Response Spontaneous eye opening 4
Eye opening to voice stimuli 3
Eye opening to pain stimuli 2
None 1

Best Motor Response Obeys commands 6


Localizes to pain 5
Withdraws to pain 4
Abnormal Flexion (decorticate response) 3
Extensor posturing (decerebrate response) 2
No movement 1

Best Verbal Response Conversant and oriented 5


Confused and disoriented 4
Utters inappropriate words 3
Makes incomprehensible sounds 2
Makes no sounds 1
Total score 3 15

Pada kondisi tertentu, akan sulit menentukan komponen GCS, misalnya:


pasien dalam keadaan ter-intubasi (pemasangan Endothracheal Tube/ETT). Pada
kondisi ini, diberikan skor 1 dengan modifikasi keterangan tambahan, misalnya:
E2M4V1t atau E2M4Vt (t = tube/ETT)
• Kalan di baku ¥
n¥ (no testable )

SASARAN BELAJAR:
Setelah mengikuti proses belajar ini mahasiswa diharapkan mampu mengetahui
dasar-dasar patomekanisme kesadaran menurun dan cara pemeriksaan pasien
kesadaran menurun serta penilaian derajat kesadaran berdasarkan skala koma
Glasgow/Glasgow Coma Scale.

SASARAN PEMBELAJARAN:
Setelah mengikuti proses pembelajaran ini, mahasiswa diharapkan dapat :
1. Memberi pengetahuan dan keterampilan mengenai fungsi kesadaran.
2. Melakukan pemeriksaan fungsi kesadaran untuk menilai derajat kesadaran
dengan menggunakan skala koma dari Glasgow (Glasgow Coma Scale =
GCS) dan mengetahui letak lesi pada susunan saraf pusat serta membantu
menetukan prognosis klien.
3. Membantu klien untuk memberikan penanganan awal serta persiapan
rujukan.

7
MEDIA DAN ALAT BANTU
Penuntun Belajar.

METODE PEMBELAJARAN
Demonstrasi kompetensi sesuai dengan Penuntun Belajar.

8
PENUNTUN PEMBELAJARAN KETERAMPILAN
PEMERIKSAAN KESADARAN BERDASARKAN
GLASGOW COMA SCALE (GCS)

NO LANGKAH/KEGIATAN KASUS
1 2 3
Klien diminta berbaring, kemudian pemeriksa
melakukan evaluasi dengan menilai
SCOR
A. EYE RESPONSE E
trigger point 1 Spontan 4
2 Terhadap suara 3

trigger!¥i
beduatsnpradaiiada Meminta klien membuka mata.
3 Terhadap rangsang nyeri 2
trigger point

Tekan pada saraf supraorbital atau kuku jari.
keh.gr -1 maxilla 4 Tidak ada reaksi 1
dengan rangsang nyeri klien tidak membuka mata
trigger point B. VERBAL RESPONSE 1 2 3

laenvpat -1 sternum 1 Berorientasi baik 5


Menanyakan dimana ia berada, tahu waktu, hari,
bulan 215 NHI
2 Bingung (confused) 4 715 Its
Menanyakan dimana ia berada, kapan opname di
Rumah sakit (dapat mengucapkan kalimat,
namun ada disorientasi waktu dan tempat)
3 Tidak tepat 3
Dapat mengucapkan kata-kata, namun tidak
berupa kalimat dan tidak tepat
4 Mengerang 2
Mengeluarkan suara yang tidak punya arti, tidak
mengucapkan kata, hanya suara mengerang
5 Tidak ada jawaban (suara tidak ada) 1
C. MOTORIK RESPONSE 1 2 3
1 Menurut perintah 6
Misalnya menyuruh klien mengangkat tangan.
2 Mengetahui lokasi nyeri 5
Berikan rangsang nyeri dengan menekan jari
pada supra orbita. Bila klien mengangkat tangan
sampai melewati dagu untuk menepis rangsang
nyeri tersebut berarti dapat mengetahui lokasi
nyeri

9
3 Reaksi menghindar 4
Menolak rangsangan nyeri pada anggota gerak.
4 Reaksi fleksi (dekortikasi) → Flexi abnormal 3
budannya ✗
Berikan rangsang nyeri misal menekan dengan

ygcnenjanhi
sisi
Y
objek seperti ballpoint pada jari kuku. Bila
terdapat reaksi fleksi berarti ingin menjauhi
ge rangsang nyeri. → le si di bawah mesencephalon ( pons medulla oblongata medulla spinalis )
, ,

do
5 Extensi spontan (decerebrasi) 2

:#
Gerakan
6
Memberikan rangsang nyeri yang cukup adekuat
Terjadi ekstensi pada siku. → lesi di mesencephalon
Tidak ada gerakan/reaksi 1
magennis Rangsang yang diberikan harus cukup adekuat

state Melek ten KM fangs i korñkalnya sdhmenumn


Vegetatip :

tdk afasia
* pas titan

Pampa rue → Thora columbaI

cervical
tettaparese →

ten UMN -1 M$ normal


lesi LMN →
Kisa lerjadi tetrapower

10
FUNGSI KORTIKAL LUHUR

PENGERTIAN
Pemeriksaan status mental merupakan evaluasi fungsi kognitif dan emosi
yang harus dilakukan secara runtut dan sitematis. Mulai dengan fungsi dasar
tingkat kesadaran, kemudian fungsi kognitif dasar seperti berbahasa dan
pemeriksaan yang lebih kompleks seperti berhitung, pertimbangan dan
sebagainya.

PENDAHULUAN
Fungsi kortikal luhur (FKL) atau fungsi luhur merupakan sifat
khas manusia, yang merupakan suatu kesatuan fungsi otak tingkat tinggi yang
membedakan manusia dengan hewan. FKL mencakup fungsi-fungsi memori,
orientasi, konsentrasi, bahasa, kemampuan melaksanakan perintah (praxis), dan
kemampuan rekognisi stimulus (gnosia). Salah satu instrumen untuk menilai
fungsi kortikal luhur adalah dengan perangkat Mini Mental State Examination
(MMSE).

DASAR TEORI
Pemeriksaan FKL harus dilakukan secara runtut dan sitematis. Mulai
dengan fungsi dasar tingkat kesadaran, kemudian fungsi kognitif dasar seperti
berbahasa dan pemeriksaan yang lebih kompleks seperti berhitung,
pertimbangan dsb. Berbagai lesi serebral dapat menyebabkan terganggunya FKL,
misalnya tumor otak, strok, trauma kapitis, dan sebagainya. Salah satu contoh
gangguan FKL adalah afasia motorik, yakni di mana pasien kehilangan
kemampuan untuk berbicara (berbahasa), akan tetapi dapat memahami apa
yang diperintahkan (fungsi komprehensif baik).
Perangkat terstandarisasi, sederhana dan praktis untuk menilai ada
tidaknya gangguan FKL dan kognitif adalah Mini Mental State Examination
(MMSE). Komponen yang dapat dinilai melalui MMSE antara lain: orientasi,
registrasi, atensi dan kalkulasi, memory recall, dan fungsi bahasa.
MMSE merupakan perangkat yang praktis dan efektif yang digunakan sebagai
skrining untuk mengetahui adanya gangguan kognitif, baik di masyarakat,
komunitas usia lanjut, pasien rumah sakit, maupun institusi lainnya. Namun
demikian, MMSE tidak dapat digunakan untuk menggantikan perangkat
penilaian status mental dan kognitif secara lengkap.
MMSE diperkenalkan oleh Folstein dkk sejak tahun 1975, telah divalidasi,
dan secara luas digunakan untuk skrining fungsi kognitif. MMSE terdiri dari 11
pertanyaan yang dapat diselesaikan dalam waktu 5 10 menit, sehingga praktis
digunakan secara rutin.

Mocaina

11
SASARAN BELAJAR
Setelah mengikuti proses belajar ini mahasiswa diharapkan mampu mengetahui
dasar-dasar kelainan fungsi kortikal luhur dan dapat melakukan pemeriksaan
fungsi kortikal luhur dengan menggunakan Mini Mental State Examination
(MMSE)

SASARAN PEMBELAJARAN
Setelah mengikuti proses pembelajaran ini, mahasiswa diharapkan dapat:
1. Menekankan pentingnya pemeriksaan fungsi kortikal luhur dilakukan
terutama karena dapat mempertajam pendeteksian kelainan di otak,
terutama fungsi kognitif.
2. Mampu menerapkan pemeriksaan MMSE dalam praktek klinis untuk
mengevaluasi status mental dan kognitif pasien dan merujuk bila diperlukan
penanganan lanjut.

MEDIA DAN ALAT BANTU


1. Penuntun Belajar
2. Formulir MMSE
3. Pensil/pulpen, kertas
4. Manekin organ otak

METODE PEMBELAJARAN
Demonstrasi kompetensi sesuai dengan PenuntunBelajar.

12
PENUNTUN PEMBELAJARAN KETERAMPILAN
PEMERIKSAAN FUNGSI KORTIKAL LUHUR
DENGAN MINI MENTAL STATE EXAMINATION (MMSE)

NO LANGKAH/KEGIATAN KASUS
I. ORIENTASI 1 2 3
1 Klien dipersilakan duduk
i. sekatangltahnn ) ( Wusih
Klien diminta menyebutkan
, ) ,( bulan
tanggal, ) , ltanggaill
hari, bulan, tahun, ,

musim ruangan,
hari rumah sakit/kampus, kota, propinsi,
apa ? → g- poin
negara.
2 Kita beiadadimana
2. Mencatat ?(yang
kesalahan-kesalahan ) Cpwvinsi
dibuat
negara oleh klien)
,
,

3 Adanya
( Kota)kesalahan-kesalahan
Cnrmahsakit menunjukkan
) Llantai gangguan
/Kamar)
,
orientasi.
,

→ 5 poin
II. REGISTRASI
3 ← 1 Meminta klien mengingat 3 kata bola, melati, kursi.
III. ATENSI/KALKULASI
1 Meminta klien mengurangi angka sebanyak lima seri : 100-
5 ← 7 ; 93-7 ; 86 ☒ i 79-7 ;
-

Atau menyebutkan urutan huruf dari belakang kata


WAHYU.
IV. REKOL (MEMORI)
3 ← 1 Meminta klien mengingat kembali ketiga kata tadi.
V. BAHASA
2 ← 1 Klien diminta menyebutkan jam tangan (arloji), pensil.
2 Kemudian meminta mengulang kata: namun, tanpa dan ater

1 ← bila.
3 Menilai pengertian verbal : Meminta klien mengambil
kertas ini dengan tangan kanan. Lipatlah menjadi dua dan
3 ← letakkan di lantai tutup
--_TImata

at←
4 Klien diminta menulis huruf atau angka yang didiktekan
oleh pemeriksa dan melatukan peñntal Angkatan Rangan
-
" Kiri anda
'

1 ✗ 5 kata atau kalimat cspontan]


Bila berhasil dilanjutkan dengan menulis aeeeoeaeoo
Gangguan menulis disebut agrafia
VI. KONSTRUKSI
1 Klien dminta meniru gambar ini

It

13
INTERPRETASI SKOR MMSE:
24 30 : NO COGNITIVE IMPAIRMENT
18 23 : MILD COGNITIVE IMPAIRMENT
0 - 17 : SEVERE COGNITIVE IMPAIRMENT

/
y

14
MANUAL CSL IV SISTEM
NEUROPSIKIATRI

PEMERIKSAAN FUNGSI SARAF KRANIAL BAGIAN I

PENYUSUN:
dr. Ashari Bahar, M.Kes, Sp.S, FINS
dr. Devi Wuysang, M.Si, Sp.S

DEPARTEMEN NEUROLOGI
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2020

0
PENDAHULUAN

Keterampilan medik adalah keterampilan motorik yang harus dikuasai


oleh seorang tenaga medik agar dapat melaksanakan tugasnya dengan sebaik-
baiknya. Melalui fasilitas berupa skill lab mahasiswa dapat berlatih
keterampilan keterampilan medik yang mereka perlukan dalam situasi latihan
di laboratorium, bukan dalam suasana kontak antara dokter-pasien di rumah
sakit. Latihan keterampilan klinik ini mengajar mahasiswa agar dapat berlatih
secara trial and error, dapat mengulang-ulang kegiatan atau tindakan yang sama
(dengan kadang-kadang melakukan kekeliruan) sampai betul-betul terampil.
Keadaan seperti ini hampir tidak mungkin dilakukan pada penderita yang sedang
dirawat di rumah sakit.
Apabila keterampilan motorik sudah dikuasai, dilanjutkan dengan latihan
yang mengandung unsur emosi. Latihan ini diteruskan sampai menjadi suatu
rangkaian keterampilan medik yang kompleks.
Karena mahasiswa telah menguasai keterampilan dalam melakukan
penatalaksanaan, rasa percaya diri menjadi lebih besar, dan mahasiswa dapat
bersikap lebih baik terhadap pasien, serta mengurangi kendala-kendala
emosional antara mahasiswa dengan pasien pada waktu koass harus kontak
dengan pasien.

1
TATA TERTIB KEGIATAN CSL (CLINICAL SKILL LABORATORY)

SEBELUM PELATIHAN
Membaca penuntun belajar (manual) keterampilan Klinik Sistem Neuropsikiatri
dan bahan bacaan rujukan tentang keterampilan yang akan dilakukan.

SETELAH PELATIHAN
1. Datang 15 menit sebelum CSL dimulai
2. Wajib mengikuti seluruh kegiatan CSL sesuai dengan jadwal rotasi yang telah
ditentukan.
3. Mengenakan jas laboratorium yang bersih dan dikancing rapi pada setiap
kegiatan CSL.
4. Memakai atribut / nama yang ditempelkan pada jas laboratorium
5. Berpartisipasi aktif pada semua kegiatan latihan
6. Bagi kegiatan yang menggunakan model memperlakukan model tersebut
seperti manusia atau bagian tubuh manusia.
7. Tidak diperkenankan menghilangkan, mengambil atau meminjam tanpa ijin
setiap alat / bahan yang ada pada ruang CSL.
8. Setiap selesai kegiatan CSL mahasiswa harus merapikan kembali alat dan
bahan yang telah digunakan.
9. Bagi mahasiswa yang kehadirannya kurang dari 100 % maka wajib hadir
pada saat review CSL

PADA SAAT UJIAN CSL


1. Ujian dapat diikuti apabila kehadiran pada kegiatan CSL minimal 100%.
2. Membawa kartu kontrol yang telah ditandatangani oleh koordinator
instruktur CSL.
3. Bagi yang tidak ikut ujian karena sakit diwajibkan membawa keterangan
bukti diagnosis dari dokter paling lambat 3 hari setelah tanggal sakit.

SANKSI PELANGGARAN TATA TERTIB CSL

1. Bagi mahasiswa yang mengikuti kegiatan CSL tidak sesuai dengan jadwal
rotasinya dianggap tidak hadir.
2. Bagi mahasiswa yang presentase kehadiran CSLnya <100% dari seluruh
jumlah tatap muka CSL, maka mahasiswa tidak dapat mengikuti ujian CSL.

2
DAFTAR ISI

NEUROLOGI
KETERAMPILAN TINGKAT
CSL NO.
PEMERIKSAAN FISIK KETERAMPILAN
II. PEMERIKSAAN FUNGSI SARAF KRANIAL BAGIAN I
1 Pemeriksaan indra 4A
penciuman
2 Inspeksi lebar celah 4A
palpebra
3 Inspeksi pupil (ukuran dan 4A
bentuk)
4 Reaksi pupil terhadap 4A
cahaya
5 Reaksi pupil terhadap 4A
obyek dekat
6 Penilaian gerakan bola 4A
mata
7 Penilaian diplopia 4A
8 Penilaian nistagmus 4A
9 Refleks kornea 4A
10 Pemeriksaan funduskopi 4A

3
DESKRIPSI KEGIATAN

Kegiatan Waktu Deskripsi


1. Pengantar 5 menit Pengantar
2. Bermain Peran 20 1. Mengatur posisi duduk mahasiswa
Tanya & Jawab menit 2. Dua orang dosen memberikan contoh
bagaimana cara melakukan
pemeriksaan neurologis.
Mahasiswa mengamati peragaan
dengan menggunakan Penuntun Belajar.
3. Memberikan kesempatan kepada
mahasiswa untuk bertanya dan dosen
memberikan penjelasan tentang aspek-
aspek yang penting
3. Praktek bermain 70 1. Mahasiswa dibagi menjadi pasangan-
peran dengan menit pasangan. Diperlukan minimal seorang
Umpan Balik Instruktur untuk mengamati setiap
langkah yang dilakukan oleh paling
banyak 4 pasangan.
2. Setiap pasangan berpraktek melakukan
langkah-langkah pemeriksaan
neurologis secara serentak
3. Instruktur berkeliling diantara ma-
hasiswa dan melakukan supervisi
menggunakan check list.
4. Instruktur memberikan pertanyaan dan
umpan balik kepada setiap pasangan
4. Curah Pendapat/ 10 1. Curah Pendapat/Diskusi : Apa yang
Diskusi menit dirasakan mudah? Apa yang sulit?
Menanyakan bagaimana perasaan
mahasiswa yang pada saat melakukan
pemeriksaan Apa yang dapat dilakukan
oleh dokter agar klien merasa lebih
nyaman?
2. Instruktur membuat kesimpulan dengan
menjawab pertanyaan terakhir dan
memperjelas hal-hal yang masih belum
dimengerti
Total waktu 105
menit

4
NERVI KRANIALIS

PENGERTIAN
Nervus Kranialis (saraf kranialis / Nervi Craniales) adalah saraf-saraf yang
keluar langsung dari otak dan batang otak. Pada manusia, terdapat 12 pasang
Nervus Kranialis, yaitu:

DASAR TEORI

Gambar 1. Nervi kranialis

Tabel 1. Nervi kranialis dan fungsinya

Sensory,
No. Name motor, or Origin/Target Function
both
I Olfactory Purely sensory Telencephalon Transmits the sense of smell from
the nasal cavity.[13] Located in the
olfactory foramina in the
cribriform plate of the ethmoid
bone.
II Optic Sensory Retinal ganglion Transmits visual signals from the
[14]
cells retina of the eye to the brain.
Located in the optic canal.

5
III Oculomotor Mainly motor Anterior aspect of Innervates the levator palpebrae
Midbrain superioris, superior rectus,
medial rectus, inferior rectus, and
inferior oblique, which
collectively perform most eye
movements. Also innervates the
sphincter pupillae and the
muscles of the ciliary body.
Located in the superior orbital
fissure.
IV Trochlear motor Dorsal aspect of Innervates the superior oblique
Midbrain muscle, which depresses, rotates
laterally, and intorts the eyeball.
Located in the superior orbital
fissure.
V Trigeminal Both sensory Pons Receives sensation from the face
and motor and innervates the muscles of
mastication. Located in the;
superior orbital fissure
(ophthalmic nerve - V1), foramen
rotundum (maxillary nerve -
V2),foramen ovale (mandibular
nerve - V3).
VI Abducens Mainly motor Nuclei lying under
Innervates the lateral rectus,
the floor of the
which abducts the eye. Located in
fourth ventricle
the superior orbital fissure.
Pons
VII Facial Both sensory Pons Provides motor innervation to
and motor (cerebellopontine the muscles of facial expression,
angle) above olive posterior belly of the digastric
muscle, stylohyoid muscle, and
stapedius muscle. Also receives
the special sense of taste from
the anterior 2/3 of the tongue
and provides
secretomotorinnervation to the
salivary glands (except parotid)
and the lacrimal gland. Located in
and runs through the internal
acoustic canal to the facial canal
and exits at the stylomastoid
foramen.
VIII Vestibulococ Mostly Lateral to CN VII Mediates sensation of sound,
hlear sensory (cerebellopontine rotation, and gravity (essential
(also angle) for balance and movement).
auditory,aco More specifically, the vestibular
ustic, or branch carries impulses for
auditory- equilibrium and the cochlear
vestibular) branch carries impulses for
hearing. Located in the internal
acoustic canal.
IX Glossophary Both sensory Medulla Receives taste from the posterior

6
ngeal and motor 1/3 of the tongue, provides
secretomotor innervation to the
parotid gland, and provides
motor innervation to the
stylopharyngeus. Some sensation
is also relayed to the brain from
the palatine tonsils. Located in
the jugular foramen. This nerve is
involved together with the vagus
nerve in the gag reflex.
X Vagus Both sensory Posterolateral Supplies
and motor sulcus of Medulla branchiomotorinnervation to
most laryngeal and pharyngeal
muscles (except the
stylopharyngeus, which is
innervated by the
glossopharyngeal). Also provides
parasympathetic fibers to nearly
all thoracic and abdominal
viscera down to the splenic
flexure. Receives the special
sense of taste from the epiglottis.
A major function: controls
muscles for voice and resonance
and the soft palate. Symptoms of
damage:dysphagia (swallowing
problems), velopharyngeal
insufficiency. Located in the
jugular foramen. This nerve is
involved (together with nerve IX)
in the pharyngeal reflex or gag
reflex.
XI Accessory Mainly motor Cranial and Spinal Controls the sternocleidomastoid
Roots and trapezius muscles, and
overlaps with functions of the
vagus nerve (CN X). Symptoms of
damage: inability to shrug, weak
head movement. Located in the
jugular foramen.

XII Hypoglossal Mainly motor Medulla Provides motor innervation to


the muscles of the tongue
(except for the palatoglossal
muscle, which is innervated by
the vagus nerve) and other
glossal muscles. Important for
swallowing (bolus formation) and
speech articulation. Passes
through the hypoglossal canal.

7
SASARAN BELAJAR
Setelah mengikuti proses belajar ini mahasiswa diharapkan mampu
mengidentifikasi gangguan saraf kranialis, melakukan pemeriksaan dan
memberikan interpretasi terhadap hasil pemeriksaan.

TUJUAN PEMBELAJARAN
1. Mahasiwa memiliki keterampilan mengenai cara pemeriksaaan saraf
kranialis (Nervi Craniales).
2. Dapat mengindentifikasi adanya gangguan saraf kranialis dan menentukan
lokasi kelainan (diagnosis topis), dan melakukan penanganan ataupun
merujuk ke Spesialis bila diperlukan.

MEDIA DAN ALAT BANTU


Penuntun Belajar.

STRATEGI DAN CARA PELATIHAN


Demonstrasi kompetensi sesuai dengan Penuntun Belajar.

8
PENUNTUN PEMBELAJARAN
KETERAMPILAN PEMERIKSAAN FUNGSI SARAF KRANIALIS

selah Wutai dani Kaman

NO LANGKAH/KEGIATAN KASUS
I. PEMERIKSAAN INDRA PENCIUMAN 1 2 3
(NERVUS KRANIALIS I: NERVUS OLFAKTORIUS) DX
1 Menerangkan tujuan pemeriksaan kepada klien. hiding polipp ,

lennmbat
→ ,
Syarat Pemeriksaan : Tidak ada penyakit intranasal :
Meminta penderita duduk atau berbaring, sambil
menutup matanya.
2 Menaruh salah satu bahan/zat di depan salah satu
lubang hidung klien sementara lubang hidung yang lain
ditutup. → baunya taj am tp talk ygmewyengat Akali
Zat pengetes yang digunakan sebaiknya zat yang
dikenal sehari-hari, misalnya kopi, teh, tembakau,
jeruk.
3 Meminta klien mencium bahan/zat yang dikenalnya:
4 ILUSTRASI SEPERTI PADA GAMBAR DI BAWAH:

Gambar 1. Saraf olfaktorius

9
Kalan ada lesi di di
n .
otfactorius →

Gambar 2. Teknik pemeriksaan


INTERPRETASI:
Normosmia: kemampuan menghidu normal, tidak
terganggu.
Hiposmia: kemampuan menghidu menurun, berkurang.
Hiperosmia: meningkatnya kemampuan menghidu,
dapat dijumpai pada penderita hiperemesis gravidarum
atau pada migren.
Parosmia: tidak dapat mengenali bau-bauan, salah
hidu.
Kakosmia: persepsi adanya bau busuk, padahal tidak

a panda ada.
← Halusinasi penciuman: biasanya berbentuk bau yang
hang
epikpsi tidak sedap, dapat dijumpai pada serangan epilepsi
yang berasal dari girus unsinat pada lobus temporal,
org
dan sering disertai gerak mengecap-ngecap (epilepsi
jenis parsial kompleks).
anosmia talk menghidu Sama Akali
:

II. INSPEKSI LEBAR CELAH PALPEBRA 1 2 3


(NERVUS KRANIALIS III: NERVUS OKULOMOTORIS)
1 Menerangkan tujuan pemeriksaan kepada klien.
2 Pada saat melakukan wawancara dengan klien
perhatikan mata klien.
3 Pemeriksa memperhatikan celah mata klien untuk
menilai apakah terdapat ptosis (kelopak mata terjatuh,
mata tertutup dan tidak dapat dibuka), eksoftalmus
dan enoftalmus. Gerlinggall
4 INTERPRETASI:
Kelumpuhan nervus III dapat menyebabkan terjadinya
ptosis, yaitu kelopak mata terjatuh, mata tertutup, dan

10
tidak dapat dibuka.
Hal ini disebabkan oleh kelumpuhan m. Levator
palpebrae.
Kelumpuhan m. Levator palpebra yang total mudah
diketahui, karena kelopak mata sama sekali tidak dapat
diangkat, mata tertutup.
Pada kelumpuhan ringan pemeriksa dapat
membandingkan celah mata; pada sisi yang lumpuh
celah mata lebih kecil dan kadang-kadang kita lihat dahi
dikerutkan (m. Frontalis) untuk mengkompensasi
menurunnya kelopak mata.
4 Pemeriksa juga dapat menilai kekuatan m.levator
palpebrae dengan meminta klien menutup mata,
kemudian disuruh untuk membukanya.
Waktu klien membuka mata, pemeriksa menahan
gerakan ini dengan jalan memegang (menekan enteng)
pada kelopak mata.
Dengan demikian dapat dinilai kekuatan mengangkat
kelopak mata (m. Levator palpebrae).
Pada pemeriksaan ini, untuk meniadakan tenaga
kompensasi dari m. Frontalis perlu diberi tekanan pada
alis mata dengan tangan satu lagi.
5 INTERPRETASI:
Ptosis dapat dikumpai pada miastenia gravis atau pada
sindrom Horner.
III. INSPEKSI PUPIL (UKURAN DAN BENTUK) 1 2 3
(NERVUS KRANIALIS III: NERVUS OKULOMOTORIS)
1 Menerangkan tujuan pemeriksaan kepada klien.
2 Perhatikan besarnya pupil pada mata kiri dan kanan,
apakah sama (isokor), atau tidak sama (anisokor).
3 Perhatikan bentuk pupil, apakah bundar dan rata
tepinya (normal) atau tidak.
4 INTERPRETASI:
Otot polos yang mengecilkan pupil (pupilokostriktor)
disarafi oleh serabut parasimpatis dari nervus III,
sedangkan otot yang melebarkan pupil (pupilodilator)
disarafi oleh serabut simpatis (torakolumbal)
Bila pupil mengecil disebut miosis.
Bila membesar (melebar) disebut midriasis.
Miosis dapat dijumpai pada waktu tidur, pada tingkat
tertentu dari koma, pada iritasi nervus III dan pada
kelumpuhan saraf simpatis (sindrom Horner).
Midriasis dapat dijumpai pada kelumpuhan nervus III,

11
misalnya oleh desakan tumor atau hematom dan pada
fraktur dasar tulang tengkorak.
Obat-obatan seperti homatropin (yang diteteskan ke
mata) dan ekstrak beladona dapat menyebabkan
midriasis.
Besarnya pupil dipengaruhi oleh banyak faktor,
terutama intensitas cahaya. Di dalam gelap pupil lebih
lebar dibanding dalam keadaan terang-benderang.
Bila pada trauma kapitis didiapatkan midriasis pada
satu mata (jadi ada anisokori) dan hemiparesis pada sisi
kontralateral, maka kemungkinan perdarahan epidural.
IV. REAKSI PUPIL TERHADAP CAHAYA
(NERVUS KRANIALIS II DAN III)
1 Menerangkan tujuan pemeriksaan kepada klien.
2 Klien disuruh untuk melihat jauh (menfiksasi pada
benda yang jauh letaknya.
3 Selanjutnya pemeriksa memberi cahaya senter dan
dilihat apakah ada reaksi pupil.
4 INTERPRETASI:
Pada keadaan normal pupil mengecil, disebut refleks
cahaya langsung positif.
5 Selanjutnya pemeriksa memperhatikan pula pupil mata
yang satu lagi. Apakah pupilnya ikut mengecil oleh
penyinaran mata lainnya (kontralateral).
6 INTERPRETASI:
Jika pupilnya ikut mengecil berarti reaksi cahaya tidak
langsung positif.
CONTOH ILUSTRASI SEPERTI PADA GAMBAR DI
BAWAH:

A B
Refleks Cahaya Pupil
A. Pada lesi N. II kanan, refleks cahaya pupil
langsung pada mata kanan negatif, dan tidak
langsung pada mata kiri negatif.
B. Bila mata yang normal (kiri) disinar, refleks pupil
langsung positif, dan refleks cahaya tak
langsung di kanan positif.

12
INTERPRETASI:
Bila visus mata 0 (buta), maka refleks cahaya pada mata
tersebut negatif. Bila mata lainnya baik, maka
penyinaran mata yang baik akan menyebabkan
mengecilnya pupil pada mata yang buta tersebut
(reaksi cahaya tak langsun positif).
Jadi bila reaksi cahaya langsung negatif, sedangkan
reaksi cahaya tak langsung positif, maka kerusakannya
pada nervus II. Sebaliknya pada kelumpuhan nervus III,
reaksi cahaya langsung dan tidak langsung ialah negatif

INTERPRETASI:
Pada lesi N. III, didapatkan refleks pupil negatif. Refleks
cahaya langsung pada mata kanan negatif (A). Demikian
juga refleks tidak langsung (B).
REAKSI PUPIL PADA LESI N. II KANAN

13
REAKSI PUPIL PADA LESI N. III KANAN

CATATAN :
Selama pemeriksaan ini harus dicegah agar klien tidak
memfiksasi matanya pada lampu senter, sebab dengan
demikian akan ada pula refleks akomodasi yang juga
menyebabkan mengecilnya pupil. Oleh karena itu klien
harus selalu melihat jauh selama pemeriksaan.
V. REAKSI PUPIL TERHADAP BENDA DEKAT 1 2 3
(NERVUS KRANIALIS III)
1 Menerangkan tujuan pemeriksaan kepada klien.
2 Klien disuruh untuk melihat jauh.
3 Kemudian disuruh untuk melihat dekat misalnya jari
kita (benda) yang ditempatkan dekat matanya
4 INTERPRETASI
Refleks akomodasi dianggap positif bila terlihat pupil
okebalitan :X mengecil.
Pada kelumpuhan nervus III refleks ini negatif.
teekonvergensi
VI. PENILAIAN GERAKAN BOLA MATA 1 2 3
→ detatkanpulpen (NERVUS KRANIALIS III, IV DAN VI) lkonftotan)
kearahnasal 1 Menerangkan tujuan pemeriksaan kepada klien.

14
2 Klien diminta untuk tidur terlentang.
3 Pemeriksa menempatkan pena atau jari-jari pada
posisi vertikal sejauh 50 cm dari mata penderita dalam
arah penglihatan sentral.
4 Tangan yang lain memegang kelopak mata atau dagu
klien untuk fiksasi kepala.
5 Pemeriksa menggerakkan pena secara perlahan ke arah
lateral, medial, atas, bawah, dan ke arah yang miring
yaitu atas-lateral, bawah-medial, atas-medial dan
bawah-lateral.
6 Perhatikan apakah mata klien dapat mengikuti gerakan
itu dan tanyakan apakah klien melihat ganda (diplopia).
ILUSTRASI SEPERTI PADA GAMBAR DI BAWAH:

INTERPRETASI:
Bila klien tidak dapat menggerakkan mata ke arah
lateral, parese m rectus lateralis yang dipersarafi N
cranialis VI. Bila klien tidak dapat menggerakkan mata
ke arah medial bawah, parese m obliqus superior yang
dipersarafi N cranialis IV. Bila klien tidak dapat
menggerakkan mata ke arah selain lateral dan medial-
bawah, parese N cranialis III.

15
VII. PENILAIAN DIPLOPIA 1 2 3
(NERVUS KRANIALIS III, IV DAN VI)
CATATAN : METODE PEMERIKSAAN = PERGERAKAN BOLA
MATA
1 Menerangkan tujuan pemeriksaan kepada klien.
2 Klien diminta untuk tidur terlentang.
3 Pemeriksa menempatkan pena atau jari-jari pada
posisi vertikal sejauh 50 cm dari mata penderita dalam
arah penglihatan sentral.
4 Tangan yang lain memegang kelopak mata atau dagu
klien untuk fiksasi kepala.
5 Pemeriksa menggerakkan pena secara perlahan ke arah
lateral, medial, atas, bawah, dan ke arah yang miring
yaitu atas-lateral, bawah-medial, atas-medial dan
bawah-lateral.
6 Perhatikan apakah mata klien dapat mengikuti gerakan
itu dan tanyakan apakah klien melihat ganda (diplopia).
CATATAN:
Diplopia (melihat kembar) dijumpai pada kelumpuhan
otot penggerak bola mata. Tentukan pada posisi mana
(dari mata) timbul diplopia. Bila satu mata ditutup,
bayangan mana yang hilang. Minta klien menunjukkan
posisi dari bayangan. Arah posisi bayangan yang salah
mennjukkan arah gerakan otot yang lumpuh; jarak
bayangan menjadi bertambah besar.

VIII. PENILAIAN NISTAGMUS 1 2 3

CATATAN:
Pemeriksaan nistagmus dilakukan waktu memeriksa
gerakan bola mata. Waktu memeriksa gerak bola mata,
harus diperhatikan apakah ada nistagmus. Nistagmus
ialah gerakan bolak-balik bola mata yang involunter
dan ritmik.
1 Pada saat melakukan pemeriksaan gerakan bola mata,
klien diminta melirik terus ke satu arah (misalnya ke
kanan, ke kiri, ke atas dan bawah) selama jangka waktu
5 atau 6 detik.
2 Jika ada nistagmus hal ini akan terlihat dalam jangka
waktu tersebut.
Tetapi mata jangan terlalu jauh dilirikkan, sebab hal
demikian dapat menimnbilkan nistagmus pada orang
yang normal (end position nystagmus, nistagmus posisi

16
Unidirectional pewter
↳ipeñier #0*2"tᵈ

atom tenth
Vertical
¥1b directional
;


lesidipeciter

ujung).
3 Bila pemeriksa mendapatkan adanya nistagmus, maka
harus diperiksa:
1. Jenis gerakannya
2. Bidang gerakannya
3. Frekuensinya
4. Amplitudonya
5. Arah gerakannya
6. Derajatnya
7. Lamanya
IX. PEMERIKSAAN REFLEKS KORNEA 1 2 3
CATATAN:
Komponen aferen refleks kornea adalah serabut
sensorik nervus trigeminus cabang oftalmik dan
komponen eferennya adalah serabut nervus facialis
yang mensarafi muskulus orbikularis okuli.
Refleks kornea diartikan sebagai refleks yang bangkit
atas perangsangan pada kornea bukan pada
konjungtiva bulbi.
1 Menerangkan tujuan pemeriksaan kepada klien.
2 Klien diminta untuk melirik ke atas atau ke samping
menjauh dari pemeriksa supaya mata tidak berkedip
pada saat korneanya hendak disentuhkan dengan
kapas.
3 Perhatikan kedua bola mata
4 Kemudian dilakukan penggoresan pada daerah kornea
ILUSTRASI SEPERTI PADA GAMBAR DI BAWAH:

Kornea Konjungtiva

17
(t ) normal
peffeks
repletes C- I → matibatangotak
INTERPRETASI:
Refleks kornea langsung adalah refleks kornea dimana
perangsangan dan respon yang didapat terjadi pada sisi
yang sama, sedangkan pada refleks kornea konsensual
diperoleh kedipan mata pada kedua sisi atas
perangsangan sesisi.
X. PEMERIKSAAN FUNDUSKOPI
Akan diberikan pengantar khusus

18
PEMERIKSAAN OFTALMOSKOPI/FUNDUSKOPI

PENGERTIAN

Oftalmoskop/funduskop adalah alat dengan sistem cermin optik untuk


melihat anatomi interna dari mata. Ada dua cakram pada oftalmoskop: satu
untuk mengatur lubang cahaya (dan filter), dan satu lagi untuk merubah lensa
untuk mengoreksi kesalahan refraktif baik dari pemeriksa maupun pasien.
Lubang-lubang dan filter-filter yang paling penting adalah lubang kecil, lubang
besar,dan filter bebas merah. Lubang kecil untuk pupil yang tidak berdilatasi,
lubang besar untuk pupil yang berdilatasi; dan filter bebas merah menyingkirkan
sinar merah dan dirancang untuk melihat pembuluh darah serta perdarahan.
Dengan filter ini, retina tampak abu-abu, diskus berwarna putih, makula kuning,
dan darah tampak berwarna hitam.

Gambar 1. Oftalmoskop dan bagian-bagiannya

DASAR TEORI

Saraf-saraf kecil pada retina merasakan sinar dan mengirimkan


gelombang saraf kepada saraf optikus, yang akan membawa gelombang saraf
tersebut ke otak. Kelainan di sepanjang saraf optikus dan percabangannya,
maupun kerusakan pada otak bagian belakang (yang mengolah rangsangan
visuil) bisa menyebabkan gangguan penglihatan. Oftalmoskop adalah alat yang
memencarkan seberkas sinar kedalam mata, memungkinkan dokter memeriksa
retina atau bagian belakang bola mata melalui pupil. Pemeriksaan oftalmoskopi
dan penafsiran pemeriksaan hasil pemeriksaan ini merupakan bagian terpenting

19
dari rangkaian pemeriksaan medik yang komprehensif. Dengan prosedur ini
dapat dilihat gejala-gejala yang dapat menunjukkan adanya retina lepas,
glaukoma, tekanan darah tinggi, penyakit diabetes melitus, tumor otak dan
penyakit-penyakit lain.

Gambar 2. Ilustrasi penafsiran pemeriksaan oftalmoskopi

Pada pemeriksaan oftalmoskopi/funduskopi terdapat beberapa bagian


penting yang harus diperhatikan antara lain diskus optikus, pembuluh darah
retina dan makula.

Inspeksi Diskus Optikus


Daerah yang sangat menyolok dari retina adalah diskus saraf optikus.
Diskus tersebut harusnya bulat,dengan batas yang tajam. Batas sisi nasal
biasanya agak buram. Diskus berwarna agak merah muda pada orang berkulit
terang dan jingga kekuningan pada orang berkulit gelap. Cup adalah bagian
diskus yang terletak ditengah,warnanya lebih muda, dan dimasuki oleh retina.
Rasio normal cup-to-disc bervariasi dari 0,1 sampai 0,5. Pemeriksa harus
mengecek kesimetrisan rasio cup-to-disc pada kedua mata.

Inspeksi Pembuluh Darah Retina


Pembuluh darah diperiksa karena mereka tampak diatas retina. Ukuran
arteri adalah dua pertiga sampai empat perlima dari ukuran diameter vena dan
mempunyai refleks cahaya yang mencolok. Refleks cahaya adalah refleksi dari
cahaya oftalmoskop pada dinding arteri dan normalnya sekitar superempat
diameter kolumna darah. Vena memberikan pulsasi spontan 85 % pasien. Pulsasi
paling baik terlihat pada vena retina yang memasuki nervus optikus, dimana
pulsasi dapat dilihat pada ujungnya. Karena pembuluh darah berjalan menjauhi
papil, mereka tampak menyempit. Persilangan arteri dan vena terjadi pada 2
diameter papil dari papil. Dinding pembuluh darah normal tidak terlihat, dengan
refleks cahayanya yang tipis. Pada hipertensi, pembuluh darah dapat mempunyai

20
daerah penyempitan atau spasme setempat atau umum, menyebabkan refleks
cahaya menjadi menyempit. Berjalan sesuai dengan waktu, dinding pembuluh
darah menebal dan sklerotik, dan terjadi pelebaran refleks cahaya menjadi lebih
dari separuh diameter kolumma darah. Refleks cahaya berkembang sebagai
gambaran Jingga metalik, yang disebut kawat tembaga. Bila arteri seperti itu
menyilang sebuah vena,akan tampak sepertinya kolumna vena terputus akibat
pelebaran,tetapi dinding dapat terlihat.keadaan ini disebut sebagai takik
arteriovenosa (AV).Ikuti pembuluh darah ke empat arah : superior temporal,
superior nasal, inferior nasal, dan inferior temporal. Ingatkan untuk
menggerakkan kepala dan oftalmoskop sebagai satu kesatuan.

Inspeksi Makula
Jika Oftalmoskop tetap setinggi papil dan digerakkan ke temporal sekitar
2 diameter papil, makula akan terlihat. Makula tampak sebagai daerah avaskular
dengan titik pusat refleksi, yaitu foveo. Jika pemeriksa mengalami kesulitan
dalam melihat makula, pasien dapat diperintahkan untuk melihat langsung
kearah cahaya; sehingga foveo dapat terlihat. Filter bebas merah juga
membantu untuk mengetahui lokasi makula.

Menggambarkan setiap Lesi Retina


Dalam skrining fundus, pemeriksa mungkin menemukan kelainan. Jika
terlihat suatu lesi, warna dan bentuknya penting untuk menentukan
penyebabnya. Apakah berwarna merah, hitam, abu-abu atau keputihan/lesi
merah biasanya adalah pendarahan. Hal ini paling baik ditentukan lokasinya
dengan menggunakan filter hijau dari oftalmoskop. Perdarahan berbentuk linear,
atau seperti api, terjadi pada lapisan saraf dari retina, sedangkan perdarahan
berbentuk bundar terletak pada lapisan retina yang lebih dalam.
Lesi hitam yang berbentuk seperti spikula tulang, berhubungan dengan
retinitis pigmentosa. Pada keadaan ini, melanin cenderung untuk melapisi
pembuluh darah retina. Lesi berbentuk donat sering ditemukan pada
korioretinitis yang lama. Lesi berpigmen, meninggi, berbentuk cakram
menandakan melanoma. Bercak yang menyebar pada retina seringkali
merupakan keadaan degeneratif. Lesi abu-abu, rata, biasanya nevi jinak. Lesi
putih dapat tampak sebagai daerah lunak, cotton-wool, atau dapat juga padat.
Lesi putih sangat lazim dan sering berkaitan dengan hipertensi atau diabetes.
Perbedaan dari lesi-lesi putih di retina.

SASARAN BELAJAR
Mahasiswa memilki pengetahuan dan keterampilan mengenai cara pemeriksaan
oftalmoskopi/funduskopi

21
SASARAN PEMBELAJARAN
Setelah melakukan latihan keterampilan ini, mahasiswa :
1. Dapat melakukan persiapan alat/bahan dengan benar.
2. Dapat memberikan penjelasan pada klien atau keluarganya tentang apa
yang akan dilakukan, alat yang dipakai, bagaimana melakukannya, apa
manfaatnya, serta jaminan atas aspek keamananan dan kerahasiaan data
klien.
3. Dapat melakukan pemeriksaan funduskopi/optalmoskopi dengan benar dan
tepat.

MEDIA DAN ALAT BANTU


x Penuntun Belajar
x Optalmoskop

METODE PEMBELAJARAN
Demonstrasi kompetensi sesuai dengan Penuntun Belajar.

22
PENUNTUN PEMBELAJARAN
KETERAMPILAN PEMERIKSAAN OPTALMOSKOPI/FUNDUSKOPI

NO LANGKAH / KEGIATAN KASUS


1 2 3
1 Jelaskan maksud dan prosedur pemeriksaan
2 Persiapkan alat untuk pemeriksaan segmen posterior
bola mata (direct ophthalmoscope). Ruangan dibuat
setengah gelap, penderita diminta melepas kacamata
dan pupil dibuat midriasis dengan tetes mata midriatil.
3 Sesuaikanlah lensa oftalmoskop dengan ukuran kaca
mata penderita.
4 Mata kanan pemeriksa memeriksa mata kanan
penderita, mata kiri pemeriksa memeriksa mata kiri
penderita.
5 Jika pemeriksaan menggunakan kaca mata, maka kaca
mata harus dilepas supaya dapat melihat retina dengan
lebih baik.
6 Lampu oftalmoskop dinyalakan, lubang dipindahkan ke
lubang kecil. Pemeriksa harus memulai dengan dioptri
lensa diatur pada angka 0 jika ia tidak menggunakan
kaca mata.
7 Mintalah penderita untuk melihat satu titik di belakang
pemeriksa.
8 Arahkan ke pupil dari jarak 25-30 cm oftalmoskop
untuk melihat refleks fundus dengan posisi/cara
pegang yang benar. Cahaya harus menyinari pupil.
Pantulan sinar berwarna merah, reflex merah, dapat
dilihat pada pupil.
9 Pemeriksaan harus memperhatikan setiap kekeruhan
pada kornea atau lensa.
10 Periksa secara seksama dengan perlahan maju
mendekati penderita kurang lebih 5 cm.
11 Sesuaikan fokus dengan mengatur ukuran lensa pada
oftalmoskop.
12 Jika sudah terjadi kontak dengan retina pasien, maka
akan terlihat papil saraf optikus atau pembuluh darah,
dengan memutar roda diopter dengan jari telunjuk,
pemeriksa akan bisa melihat struktur ini dengan focus
yang tajam.
13 Amati secara sistematis struktur retina dimulai dari
papil N. optik, arteri dan vena retina sentral, area

23
makula, dan retina perifer.
14 Pemeriksaan dilakukan pada kedua mata
15 Catatlah hasil yang didapat dalam status penderita
ILUSTRASI SEPERTI PADA GAMBAR DI BAWAH:

24
INTERPRETASI :
Kalan batas talk jetas → papi/edema

Normal

ILUSTRASI HASIL OFTALMOSKOPI LAIN SEPERTI PADA


GAMBAR DI BAWAH:

25
26
27
MANUAL CSL IV SISTEM NEUROPSIKIATRI

PEMERIKSAAN FUNGSI SARAF


KRANIAL BAGIAN II

PENYUSUN:
dr. Ashari Bahar, M.Kes, Sp.S, FINS
dr. Devi Wuysang, M.Si, Sp.S

DEPARTEMEN NEUROLOGI
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS
HASANUDDIN MAKASSAR
2020

0
PENDAHULUAN

Keterampilan medik adalah keterampilan motorik yang harus dikuasai


oleh seorang tenaga medik agar dapat melaksanakan tugasnya dengan sebaik-
baiknya. Melalui fasilitas berupa skill lab mahasiswa dapat berlatih
keterampilan keterampilan medik yang mereka perlukan dalam situasi latihan
di laboratorium, bukan dalam suasana kontak antara dokter-pasien di rumah
sakit. Latihan keterampilan klinik ini mengajar mahasiswa agar dapat berlatih
secara trial and error, dapat mengulang-ulang kegiatan atau tindakan yang sama
(dengan kadang-kadang melakukan kekeliruan) sampai betul-betul terampil.
Keadaan seperti ini hampir tidak mungkin dilakukan pada penderita yang sedang
dirawat di rumah sakit.
Apabila keterampilan motorik sudah dikuasai, dilanjutkan dengan latihan
yang mengandung unsur emosi. Latihan ini diteruskan sampai menjadi suatu
rangkaian keterampilan medik yang kompleks.
Karena mahasiswa telah menguasai keterampilan dalam melakukan
penatalaksanaan, rasa percaya diri menjadi lebih besar, dan mahasiswa dapat
bersikap lebih baik terhadap pasien, serta mengurangi kendala-kendala
emosional antara mahasiswa dengan pasien pada waktu koass harus kontak dengan
pasien.

1
TATA TERTIB KEGIATAN CSL
(CLINICAL SKILL LABORATORY)

SEBELUM PELATIHAN
Membaca penuntun belajar (manual) keterampilan Klinik Sistem Neuropsikiatri
dan bahan bacaan rujukan tentang keterampilan yang akan dilakukan.

SETELAH PELATIHAN
1. Datang 15 menit sebelum CSL dimulai
2. Wajib mengikuti seluruh kegiatan CSL sesuai dengan jadwal rotasi yang telah
ditentukan.
3. Mengenakan jas laboratorium yang bersih dan dikancing rapi pada setiap
kegiatan CSL.
4. Memakai atribut / nama yang ditempelkan pada jas laboratorium
5. Berpartisipasi aktif pada semua kegiatan latihan
6. Bagi kegiatan yang menggunakan model memperlakukan model tersebut
seperti manusia atau bagian tubuh manusia.
7. Tidak diperkenankan menghilangkan, mengambil atau meminjam tanpa ijin
setiap alat / bahan yang ada pada ruang CSL.
8. Setiap selesai kegiatan CSL mahasiswa harus merapikan kembali alat dan
bahan yang telah digunakan.
9. Bagi mahasiswa yang kehadirannya kurang dari 100 % maka wajib hadir
pada saat review CSL

PADA SAAT UJIAN CSL


1. Ujian dapat diikuti apabila kehadiran pada kegiatan CSL minimal 100%.
2. Membawa kartu kontrol yang telah ditandatangani oleh koordinator
instruktur CSL.
3. Bagi yang tidak ikut ujian karena sakit diwajibkan membawa keterangan
bukti diagnosis dari dokter paling lambat 3 hari setelah tanggal sakit.

SANKSI PELANGGARAN
TATA TERTIB CSL

1. Bagi mahasiswa yang mengikuti kegiatan CSL tidak sesuai dengan


jadwal rotasinya dianggap tidak hadir.
2. Bagi mahasiswa yang presentase kehadiran CSLnya <100% dari
seluruh jumlah tatap muka CSL, maka mahasiswa tidak dapat mengikuti
ujian CSL.

2
DAFTAR ISI

NEUROLOGI
KETERAMPILAN TINGKAT
CSL NO.
PEMERIKSAAN KETERAMPILAN
I. FISIKKRANIAL BAGIAN II
PEMERIKSAAN FUNGSI SARAF
1 Penilaian kesimetrisan 4A
wajah
2 Penilaian kekuatan otot 4A
temporal dan masseter
3 Penilaian sensasi wajah 4A
4 Penilaian pergerakan wajah 4A
5 Penilaian indra pengecapan 4A
6 Penilaian indra pendengaran 4A
(lateralisasi, konduksi udara
dan tulang)
7 Penilaian kemampuan 4A
menelan
8 Inspeksi palatum 4A
9 Pemeriksaan refleks Gag 3
10 Penilaian otot 4A
sternomastoid dan
trapezius
11 Lidah, inspeksi saat istirahat 4A
12 Lidah, inspeksi dan penilaian 4A
sistem mototrik (misalnya
dengan dijulurkan keluar)

3
DESKRIPSI KEGIATAN

Kegiatan Waktu Deskripsi


1. Pengantar 5 menit Pengantar
2. Bermain Peran 20 1. Mengatur posisi duduk mahasiswa
Tanya & Jawab menit 2. Dua orang dosen memberikan contoh
bagaimana cara melakukan
pemeriksaan neurologis.
Mahasiswa mengamati peragaan
dengan menggunakan Penuntun Belajar.
3. Memberikan kesempatan kepada
mahasiswa untuk bertanya dan dosen
memberikan penjelasan tentang aspek-
aspek yang penting
3. Praktek bermain 70 1. Mahasiswa dibagi menjadi
peran dengan menit pasangan-pasangan. Diperlukan minimal
Umpan Balik seorang Instruktur untuk mengamati
setiap langkah yang dilakukan oleh
paling banyak 4 pasangan.
2. Setiap pasangan berpraktek
melakukan langkah-
langkah pemeriksaan neurologis secara
serentak
3. Instruktur berkeliling diantara
ma-hasiswa dan melakukan supervisi
menggunakan check list.
4. Instruktur memberikan
pertanyaan dan umpan balik kepada
setiap pasangan
4. Curah Pendapat/ 10 1. Curah Pendapat/Diskusi : Apa yang
Diskusi menit dirasakan mudah? Apa yang sulit?
Menanyakan bagaimana perasaan
mahasiswa yang pada saat melakukan
pemeriksaan Apa yang dapat dilakukan
oleh dokter agar klien merasa lebih
nyaman?
2. Instruktur membuat kesimpulan dengan
menjawab pertanyaan terakhir dan
memperjelas hal-hal yang masih belum
dimengerti

Total waktu 105


menit

4
NERVI KRANIALIS

PENGERTIAN
Nervus Kranialis (saraf kranialis / Nervi Craniales) adalah saraf-saraf yang
keluar langsung dari otak dan batang otak. Pada manusia, terdapat 12 pasang
Nervus Kranialis, yaitu:

DASAR TEORI

Gambar 1. Nervi
kranialis

Tabel 1. Nervi kranialis dan


fungsinya

Sensory,
No. Name motor, or Origin/Target Function
both
I Olfactory Purely sensory Telencephalon Transmits the sense of smell from
the nasal cavity.[13] Located in the
olfactory foramina in the
cribriform plate of the ethmoid
bone.
II Optic Sensory Retinal ganglion Transmits visual signals from the
[14]
cells retina of the eye to the brain.
Located in the optic canal.

5
III Oculomotor Mainly motor Anterior aspect of Innervates the levator palpebrae
Midbrain superioris, superior rectus,
medial rectus, inferior rectus, and
inferior oblique, which
collectively perform most eye
movements. Also innervates the
sphincter pupillae and the
muscles of the ciliary body.
Located in the superior orbital
fissure.
IV Trochlear motor Dorsal aspect of Innervates the superior oblique
Midbrain muscle, which depresses, rotates
laterally, and intorts the eyeball.
Located in the superior orbital
fissure.
V Trigeminal Both sensory Pons Receives sensation from the face
and motor and innervates the muscles of
mastication. Located in the;
superior orbital fissure
(ophthalmic nerve - V1), foramen
rotundum (maxillary nerve -
V2),foramen ovale (mandibular
nerve - V3).
VI Abducens Mainly motor Nuclei lying
Innervates the lateral rectus, which
under
abducts the eye. Located in the
the floor of the
fourth ventricle superior orbital fissure.
VII Facial Both sensory Pons
Pons Provides motor innervation to
and motor (cerebellopontine the muscles of facial expression,
angle) above olive posterior belly of the digastric
muscle, stylohyoid muscle, and
stapedius muscle. Also receives
the special sense of taste from
the anterior 2/3 of the tongue
and provides
secretomotorinnervation to the
salivary glands (except parotid)
and the lacrimal gland. Located in
and runs through the internal
acoustic canal to the facial canal
and exits at the stylomastoid
foramen.
VIII Vestibulococ Mostly Lateral to CN VII Mediates sensation of sound,
hlear sensory (cerebellopontine rotation, and gravity (essential
(also angle) for balance and movement).
auditory,aco More specifically, the vestibular
ustic, or branch carries impulses for
auditory- equilibrium and the cochlear
vestibular) branch carries impulses for
hearing. Located in the internal
acoustic canal.
IX Glossophary Both sensory Medulla Receives taste from the posterior

6
ngeal and motor 1/3 of the tongue, provides
secretomotor innervation to the
parotid gland, and provides
motor innervation to the
stylopharyngeus. Some sensation
is also relayed to the brain from
the palatine tonsils. Located in
the jugular foramen. This nerve is
involved together with the vagus
nerve in the gag reflex.
X Vagus Both sensory Posterolateral Supplies
and motor sulcus of Medulla branchiomotorinnervation to
most laryngeal and pharyngeal
muscles (except the
stylopharyngeus, which is
innervated by the
glossopharyngeal). Also provides
parasympathetic fibers to nearly
all thoracic and abdominal
viscera down to the splenic
flexure. Receives the special
sense of taste from the epiglottis.
A major function: controls
muscles for voice and resonance
and the soft palate. Symptoms of
damage:dysphagia (swallowing
problems), velopharyngeal
insufficiency. Located in the
jugular foramen. This nerve is
involved (together with nerve IX)
in the pharyngeal reflex or gag
reflex.

XI Accessory Mainly motor Cranial and Spinal Controls the sternocleidomastoid


Roots and trapezius muscles, and
overlaps with functions of the
vagus nerve (CN X). Symptoms of
damage: inability to shrug, weak
head movement. Located in the
jugular foramen.

XII Hypoglossal Mainly motor Medulla Provides motor innervation to


the muscles of the tongue
(except for the palatoglossal
muscle, which is innervated by
the vagus nerve) and other
glossal muscles. Important for
swallowing (bolus formation) and
speech articulation. Passes
through the hypoglossal ca nal.

7
SASARAN BELAJAR
Setelah mengikuti proses belajar ini mahasiswa diharapkan mampu
mengidentifikasi gangguan saraf kranialis, melakukan pemeriksaan dan
memberikan interpretasi terhadap hasil pemeriksaan.

TUJUAN PEMBELAJARAN
1. Mahasiwa memiliki keterampilan mengenai cara pemeriksaaan saraf
kranialis (Nervi Craniales).
2. Dapat mengindentifikasi adanya gangguan saraf kranialis dan menentukan
lokasi kelainan (diagnosis topis), dan melakukan penanganan ataupun
merujuk ke Spesialis bila diperlukan.

MEDIA DAN ALAT BANTU


Penuntun Belajar.

STRATEGI DAN CARA PELATIHAN


Demonstrasi kompetensi sesuai dengan Penuntun Belajar.

8
PENUNTUN PEMBELAJARAN
KETERAMPILAN PEMERIKSAAN
FUNGSI SARAF KRANIALIS

NO LANGKAH/KEGIATAN KASUS
I. PENILAIAN KESIMETRISAN WAJAH 1 2 3
(NERVUS CRANIALIS VII: NERVUS FASIALIS
1 MOTORIK)
Menerangkan tujuan pemeriksaan kepada klien.
2 Perhatikan muka penderita : simetris atau tidak.
Perhatikan kerutan dahi, pejaman mata, sulcus
nasolabialis, dan sudut mulut.
3 Meminta penderita mengangkat alis dan mengerutkan
dahi. Perhatikan simetris atau tidak. Kerutan dahi
menghilang pada sisi yang lumpuh.
4 Meminta penderita memejamkan mata dan kemudian
pemeriksa mencoba membuka mata penderita. Pada
sisi yang lumpuh, penderita tidak dapat/sulit
memejamkan mata (lagopthalmus) dan lebih mudah
dibuka oleh pemeriksa.
5 Meminta penderita menyeringai atau menunjukkan
gigi, mencucurkan bibir atau bersiul, dan
mengembungkan pipi. Perhatikan sulcus nasolabialis
akan mendatar, sudut mulut menjadi lebih rendah, dan
tidak dapat mengembungkan pipi pada sisi lumpuh.
6 INTERPRETASI:
Bedakan kelumpuhan nervus VII tipe UMN dan tipe
LMN. Tipe UMN, bila kelumpuhan hanya terdapat pada
daerah mulut (m. orbicularis oris). Tipe LMN, bila
kelumpuhan terjadi baik pada daerah mulut maupun pada
mata (m. orbicularis oculi) dan dahi (m. frontalis).
ILUSTRASI SEPERTI PADA GAMBAR DI
BAWAH:

Gambar Bagan Nervus


Fasialis

9
Gambar Persarafan otot
wajah
Paresis otot wajah disebabkan oleh lesi UMN dan LMN
nervus VII
II. (Arsiran: daerah
PENILAIAN KEKUATAN yang lumpuh)
OTOT 1 2 3
TEMPORAL DAN MASSETER
(NERVUS KRANIALIS V: NERVUS TRIGEMINUS
1 Menerangkan tujuanMOTORIK)
pemeriksaan kepada klien.
2 Klien disuruh merapatkan giginya sekuat mungkin.
3 Pemeriksa meraba m. masseter dan m. temporalis.
4 Perhatikan besar, tonus, serta kontur (bentuk) otot
tersebut.
5 Kemudian pasien diminta membuka mulut.
6 Perhatikan apakah ada deviasi rahang bawah.
7 INTERPRETASI:
Bila ada paresis, maka rahang bawah akan berdeviasi ke
arah yang lumpuh.
Kadang-kadang sulit menetukan adanya deviasi.
Maka diperlukan alternatif lain.
1 Digunakan garis antara kedua gigi insisivus (gigi
seri)
2 sebagai patokan.
Perhatikan kedudukan gigi insisivus atas dan bawah
waktu mulut tertutup, dan perhatikan kedudukannya
waktu mulut dibuka, apakah ada deviasi.
Hal ini perlu dilakukan bila terdapat pula paresis nervus
VII
.PEMERIKSAAN ALTERNATIF 1:
1 Kekuatan otot saat menutup mulut dapat dinilai

10
dengan jalan menyuruh klien menggigit suatu benda,
misalnya tong spatel.
2 Pemeriksa menilai dengan menarik tong spatel
tersebut.
3 Kemudian klien diminta menggerakkan rahang
bawahnya ke samping (untuk menilai m. pterigoideus
lateralis) kiri dan kanan.
4 INTERPRETASI:
Bila terdapat paresis di sebelah kanan, rahang bawah
tidak dapat digerakkan ke samping kiri.
PEMERIKSAAN ALTERNATIF 2:
1 Klien diminta untuk mempertahankan rahang
bawahnya ke samping
2 Pemeriksa memberi tekanan untuk mengembalikan
rahang-bawah ke posisi tengah.
UNTUK MENENTUKAN ADANYA LESI
SUPRANUKLEAR DIPERIKSA REFLEKS
1 RAHANG (JAW
Pemeriksaan REFLEKS)
menempatkan satu jari melintang dagu
pasien.
2 Klien diminta membukakan mulutnya sedikit.
3 Pemeriksa mengetok jari tersebut dengan palu refleks.
4 ILUSTRASI SEPERTI PADA GAMBAR DI
BAWAH:

5 INTERPRETASI:
Pada orang normal didapatkan hanya sedikit saja
gerakan, malah kadang-kadang tidak ada.
Bila gerakannya hebat (yaitu kontraksi m. masetter, m.
temporalis, m. pterigoideus medialis yang
menyebabkan mulut menutup) dikatakan refleks
meninggi.
Pada lesi supranuklear refleks ini meninggi.

11
III. PENILAIAN SENSASI WAJAH 1 2 3
(NERVUS KRANIALIS V: NERVUS TRIGEMINUS
1SENSORIK)
Menerangkan tujuan pemeriksaan kepada klien.
2 Sensibilitas yang harus diperiksa ialah sensibilitas kulit
dan mukosa dalam kawasan nervus trigeminus.
3 Modalitas sensorik yang diperiksa meliputi rasa nyeri,
panas, dingin dan raba. stefan
4 Dilakukan perbandingan di antara setiap cabang N. V
yaitu pada cabang oftalmikus, maksillaris
dan mandibula.
Dan membandingkannya dengan cabang
N.V
kontralateral.
CATATAN:
Pemeriksaan ini akan lebih jelas pada CSL pemeriksaan
sensorik.
ILUSTRASI SEPERTI PADA GAMBAR DI
BAWAH:

Lintasan sensorik nervus


5 INTERPRETASI: trigeminus
Hipestesia, parestesia dan anestesia harus diselidiki batas-
batasnya dengan jelas.
Pada adanya neuralgia, klien dapat menyatakan bahwa
sentuhan atau penekanan daerah wajah tertentu dapat
disusul dengan bangkitnya nyeri. Tempat itulah yang
disebut sebagai rigger point .

12
IV. PENILAIAN PERGERAKAN
WAJAH
(NERVUS KRANIALIS V dan VII: NERVUS
1 TRIGEMINUS
Menerangkan DAN
tujuan FASIALISkepada
pemeriksaan MOTORIK)
klien.
CATATAN:
Pemeriksaan yang dilakukan pada sesi ini sama pada
saat melakukan pemeriksaan kesimetrisan wajah dan
penilaian kekuatan m. masetter, m. temporalis, m.
pterigoideus.
V. PENILAIAN INDRA PENGECAPAN 1 2 3
(NERVUS KRANIALIS VII DAN IX: NERVUS
FASIALIS SENSORIK DAN NERVUS Glossopharyngeal
1 GLOSOFARINGEUS
Menjelaskan SENSORIK)
penderita tentang pemeriksaan fungsi
pengecapan.
2 Pemeriksa menulis rasa larutan yang disediakan.
3 Meminta penderita menjulurkan lidah.
4 Mengeringkan lidah dengan tissue.
5 Meminta penderita tutup mata dan meneteskan
larutan yang telah disediakan.
Laruta yang diberikan yaitu gula, kina, asam sitrat atau
garam.
6 Meminta penderita buka mata, tetap menjulurkan
lidah, dan menunjuk rasa larutan yang telah tertulis di
kertas.
7 INTERPRETASI
Kerusakan nervus VII, sebelum percabangan khorda
timpani dapat menyebabkan ageusi (hilangnya
pengecapan) pada 2/3 lidah bagian depan.
Kerusakan pada atau di atas nervus petrosus major
dapat menyebabkan kurangnya produksi air mata, dan
lesi khorda timpani dapat menyebabkan kurangnya
produksi ludah.
CATATA
N:
Nervus IX juga mengandung serabut aferen khusus
untuk pengecapan, yaitu pengecapan dari 1/3
bagian posterior lidah. Pengecapan ini tidak
diperiksa rutin, karena sukar. Tempat pemeriksaan
di bagian belakang lidah. Bila perlu, dapat juga
dilakukan dengan menggunakan arus galvanis
lemah (0,2 0,4 miliamper). Kita gunakan
elektroda dari kawat tembaga yang ditempatkan
sebagai anoda pada lidah posterior. Pada orang
normal akan terasa asam.

13
N . vestibular cochlear (M V11 1)
.

VI. PENILAIAN INDRA 1 2 3


PENDENGARAN
(LATERALISASI,KONDUKSI UDARA DAN
TULANG) (NERVUS KRANIALIS VIII:
CATATA
N: NERVUS KOKHLEARIS)
Secara kasar (rutin) ketajaman pendengaran ditentukan
dengan jalan menyuruh klien mendengarkan suara
bisikan pada jarak tertentu dan membandingkannya
dengan orang normal.
Perhatikan pula apa ada perbedaan antara ketajaman
pendengaran telinga kanan dan kiri. Beda ini penting
artinya ditinjau dari sudut patologis.
I. TEST SCHWABACH
1 Menerangkan tujuan pemeriksaan kepada klien.
Pada tes ini pendengaran klien dibandingkan dengan
pendengaran pemeriksa (yang dianggap normal)
2 Klien diminta untuk duduk dengan tenang
3 Garpu tala dibunyikan dan kemudian ditempatkan di
dekat telinga klien.
4 Setelah klien tidak mendengarkan bunyi lagi, garpu tala
tersebut ditempatkan di dekat telinga pemeriksa.
5 INTERPRETASI:
Bila masih terdengar bunyi oleh pemeriksa, maka
dikatakan bahwa Schwabach lebih pendek (untuk
konduksi udara)
6 Kemudian garpu tala dibunyikan lagi dan pangkalnya
ditekankan pada tulang mastoid klien.
7 Setelah klien tidak mendengar lagi, garpu tala tersebut
ditempatkan pada tulang mastoid pemeriksa.
8 INTERPRETASI:
Bila pemeriksa masih mendengarkan bunyinya maka
dikatakan bahwa schwabach (untuk konduksi tulang)
lebih pendek.
II. TES RINNE
1 RINNE kepada klien.
Menerangkan tujuan pemeriksaan
Pemeriksaan ini bertujuan membandingkan antara
konduksi tulang dengan konduksi udara.
Garpu tala yang diapakai adalah yang berfrekuensi 128,
156 atau 512 Hz.
2 Garpu tala dibunyikan dan pangkalnya ditekankan pada
tulang mastoid klien dan diminta untuk mendengarkan
bunyinya.
3 Setelah klien tidak mendengar, gapu tala segera
didekatkan pada telinga.

schactabach
Tuli sensorineural :

14
memanjang
ILUSTRASI SEPERTI PADA GAMBAR DI
BAWAH:

4 A. Konduksi tulang
INTERPRETASI: B. Konduksi udara
Jika setelah didekatkan pada telinga dan bunyi masih
terdengar maka konduksi udara lebih baik dari pada
konduksi tulang, dan dalam hal ini dikatakan Rinne
positif.
Bila tidak terdengar lagi setelah garpu tala dipindahkan
dari tulang mastoid ke dekat telinga,berarti Rinne
negatif.
Pada orang normal, konduksi udara lebih baik daripada
konduksi tulang, demikian juga pada tuli saraf.
Pada tuli konduktif, konduksi tulang lebih baik dari
konduksi udara.
III. TES WEBER
1 WEBER kepada klien.
Menerangkan tujuan pemeriksaan
2 Garpu tala yang dibunyikan ditekankan pangkalnya
pada dahi klien, tepat dipertengahan.
3 Klien diminta mendengarkan bunyinya dan
menentukan pada telinga mana bunyi lebih keras
terdengar.
4 ILUSTRASI SEPERTI PADA GAMBAR DI
BAWAH:

15
What
Tuli sensorineural -1 latent Mike ,
yg
Tuli kondnt lip → lateralisan ke Yg salat
'

Cara tes Weber


Garpu tala yang dibunyikan ditekankan pangkalnya
pada pertengahan kepala (dahi; verteks)
5 INTERPRETASI:

Hasil tes Weber


A B
C
A. Pada orang normal: kerasnya bunyi suara sama
pada telinga kiri dan kanan →lateralis asi
B. Tuli konduktif: Pada tuli konduktif bunyi
lebih
kuat pada telinga yang tuli
C. Tuli perseptif (tuli saraf): Pada tuli
CATATA
N: perseptif bunyi lebih kuat pada telinga yang sehat
Bahwa pada tuli perseptif (tuli saraf), pendengaran
berkurang, Rinne positif dan Weber berlateralisasi
ke telinga yang sehat.
Pada tuli konduktif, pendengaran berkurang, Rinne
negatif
VII. danPENILAIAN
Weber berlateralisasi
KEMAMPUAN ke telinga yang tuli.
1 2 3
MENELAN (NERVUS KRANIALIS ☒
1 MenerangkanIX, DAN
tujuanX)pemeriksaan kepada klien.
2 Klien diminta untuk duduk atau baring dengan posisi
kepala minimal ditinggikan sekitar 45 derajat.
3 Klien diminta memakan makanan padat, lunak dan
menelan air.
4 Perhatikan apakah ada salah telan (keselak, disfagia)
5 INTERPRETASI:
Kelumpuhan N IX dan X dapat menyebabkan disfagia.
Sering dijumpai pada hemiparesis dupleks, yang disebut
juga sebagai kelumpuhan pseudo-bulber.
Persarafan N. IX dan x adalah bilateral, karenanya
kelumpuhan supranuklear baru terjadi bila ada lesi
bilateral.

16
VIII. INSPEKSI 1 2 3
PALATUM (NERVUS IX
1 KRANIALIS
Menerangkan IX, DAN X)
tujuan pemeriksaan kepada klien.
2 Klien diminta membuka mulut.
3 Perhatikan falatum molle dan faring.
4 Bagaimana sikap palatum molle, arkus faring dan uvula
dalam keadaan istirahat.
5 Dan bagaimana pula bila bergerak, misalnya waktu
bernafas atau bersuara (suruh penderita menyebut:
aaaaa)
6 INTERPRETASI:
Bila terdapat paresis otot-otot faring dan falatum
molle, maka palatum molle, uvula, dan arkus faring sisi
yang lumpuh letaknya lebih rendah daripada yang
sehat dan bila bergerak, uvula dan arkus seolah-olah
tertarik ke bagian yang sehat. Bila terdapat parese di
kedua belah pihak, maka tidak didapatkan gerakan dan
posisi uvula dan arkus faring lebih rendah.
IX. PEMERIKSAAN 1 2 3
REFLEKS GAG (NERVUS
1 KRANIALIS
Menerangkan IX, DAN X)
tujuan pemeriksaan pada klien
2 Klien diminta membuka mulut.
3 Sentuh dinding belakang farings dengan spatel
4 Perhatikan uvula: akan terangkat ketika dilakukan
stimulus
5 Dilakukan stimulus pada kedua sisi dan dibandingkan
keduanya.
6 INTERPRETASI:
Uvula akan bergerak ke salah satu sisi: jika terdapat
kelumpuhan UMN atau LMN pada sisi yang lain.
Uvula tidak bergerak ketika diminta pada klien untuk
menyebut AHH atau GAG: kedua otot palatum paresis.
Uvula bergerak ketika menyebut AHH, tetapi tidak
pada saat menyebut GAG, dengan penurunan senasi
pada farings: kelumpuhan N. IX (jarang)
X. PENILAIAN OTOT 1 2 3
STERNOKLEIDOMASTOID DAN TRAPEZIUS
(N. KRANIALIS
I. OTOTXI: N. AKSESORIUS)
1 STERNOKLEIDOMASTOIDEUS
Menerangkan tujuan pemeriksaan pada klien
2 Perhatikan keadaan otot sternokleidomastoideus
dalam keadaan istirahat dan bergerak.
Dalam keadaan istrirahat, pemeriksa dapat melihat
kontur otot ini.

17
Bila terdapat paresis perifer akan dijumpai adanya
atrofi.
Pada lesi nuklear (misalnya pada ALS) bisa
didapatkan adanya fasikulasi (kedutan).
3 Lakukan palpasi dan otot tersebut.
Pada miositis dapat ditemukan adanya nyeri tekan.
4. Nilai kekuatan otot dengan:
1. Klien diminta untuk menggerakkan bagian badan
(persendian) yang digerakkan oleh otot yang ingin
diperiksa, pemeriksa menahan gerakan ini.
2. Gerakkan bagian badan klien dan suruh untuk
menahannya. Dengan demikian dapat diperoleh
kesan mengenai kekuatan otot.
Di klinik biasanya cara (1) yang sering dilakukan.
5 Untuk megukur tenaga otot sternokleidomastoideus
dapat dilakukan dengan:
Meminta klien menoleh misalnya ke kanan, kemudian
pemeriksa menahan dengan tangan yang ditempatkan
pada dagu. Dengan demikian dapat dinilai kekuatan
otot sternokleidomastoideus kiri.
6 Bandingkan kekuatan otot kiri dengan kanan.
II.OTOT TRAPEZIUS
1 Menerangkan tujuan pemeriksaan pada klien.
2 Perhatikan keadaan otot ini dalam keadaan istirahat
dan bergerak. Apakah ada atrofi atau fasikulasi?
Bagaimana kontur otot?
3 Bagaimana posisi bahu, apakah lebih rendah?
Pada kelumpuhan otot trapezius bahu sisi yang sakit
lebih rendah daripada sisi yang sehat.
Skapula juga beranjak ke lateral dan tampak agak
menonjol.
4 Palpasi otot trapezius untuk melihat konsistensinya,
adanya nyeri tekan (miositis) serta adanya hipotoni.
5 Periksa tenaga otot, dengan jalan:
Tempatkan tangan pemeriksa di atas bahu klien.
Kemudian klien diminta mengangkat bahunya, dan
pemeriksa menahan.
Dengan demikian dapat dinilai kekuatan otot tersebut.
6 Tenaga otot yang kiri dan kanan dibandingkan.
7 Nilai kontur otot dan perkembangan otot.
Klien diminta untuk mengeskstensikan kepalanya, dan
gerakan ini ditahan oleh pemeriksa.
Jika terdapat kelemahan otot trapezius satu sisi, kepala

18
tidak dapat ditarik ke sisi tersebut, bahu tidak dapat
diangkat dan lengantidak dapat dielevasi ke atas dari
posisi horizontal.
Pada kelumpuhan kedua otot ini kepala cenderung
jatuh ke depan, dan penderita tidak dapat mengangkat
dagunya.
XI. PEMERIKSAAN LIDAH PADA SAAT
ISTIRAHAT
XII. PEMERIKSAAN LIDAH PADA SAAT
1 DIJULURKAN
Menerangkan (N. KRANIALIS
tujuan pemeriksaan XII: N.
pada klien.
HIPOGLOSSUS)
2 Klien disuruh membuka mulut dan perhatikan lidah
dalam keadaan istirahat : besar lidah, kesamaan bagian
kiri dan kanan, atrofi, berkerut, dan fasikulasi.
3 Klien disuruh menjulurkan lidah untuk memeriksa
adanya paresis:
1. Perhatikan apakah ada tremor dan fasikulasi.
2. Perhatikan apakah ada deviasi lidah ke satu sisi.
Sebagai patokan dapat dipakai garis diantara kedua
seri (incisivus). Bila ada paresis satu sisi, lidah
berdeviasi ke sisi paresis.
3. Meminta klien menyentuhkan lidah ke pipi kiri dan
kanan. Saat bersamaan, tangan pemeriksa ditempatkan
di pipi sisi luar untuk merasakan kekuatan sentuhan
lidah penderita.
4 Meminta klien mengucapkan huruf R atau kata-kata
yang mengandung huruf R, misalnya ular lari lurus.
Pemeriksaan ini untuk menilai apakah ada disartria
(cadel atau pelo).

19
MANUAL CSL IV
SISTEM NEUROPSIKIATRI

PEMERIKSAAN SISTEM MOTORIK DAN REFLEKS


FISIOLOGIS, PATOLOGIS DAN PRIMITIF

PENYUSUN:
dr. Ashari Bahar, M.Kes, Sp.S, FINS
dr. Devi Wuysang, M.Si, Sp.S

DEPARTEMEN NEUROLOGI
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS
HASANUDDIN MAKASSAR
2020

0
PENDAHULUAN

Keterampilan medik adalah keterampilan motorik yang harus dikuasai oleh


seorang tenaga medik agar dapat melaksanakan tugasnya dengan sebaik- baiknya.
Melalui fasilitas berupa skill lab mahasiswa dapat berlatih keterampilan
keterampilan medik yang mereka perlukan dalam situasi latihan di laboratorium,
bukan dalam suasana kontak antara dokter-pasien di rumah sakit. Latihan
keterampilan klinik ini mengajar mahasiswa agar dapat berlatih secara trial and error,
dapat mengulang-ulang kegiatan atau tindakan yang sama (dengan kadang-kadang
melakukan kekeliruan) sampai betul-betul terampil. Keadaan seperti ini hampir tidak
mungkin dilakukan pada penderita yang sedang dirawat di rumah sakit.
Apabila keterampilan motorik sudah dikuasai, dilanjutkan dengan latihan yang
mengandung unsur emosi. Latihan ini diteruskan sampai menjadi suatu rangkaian
keterampilan medik yangkompleks.
Karena mahasiswa telah menguasai keterampilan dalam melakukan
penatalaksanaan, rasa percaya diri menjadi lebih besar, dan mahasiswa dapat bersikap
lebih baik terhadap pasien, serta mengurangi kendala-kendala emosional antara
mahasiswa dengan pasien pada waktu koass harus kontak dengan pasien.

1
TATA TERTIB KEGIATAN CSL (CLINICAL SKILL LABORATORY)

SEBELUM PELATIHAN
Membaca penuntun belajar (manual) keterampilan Klinik Sistem Neuropsikiatri
dan bahan bacaan rujukan tentang keterampilan yang akan dilakukan.

SETELAH PELATIHAN
1. Datang 15 menit sebelum CSL dimulai
2. Wajib mengikuti seluruh kegiatan CSL sesuai dengan jadwal rotasi yang
telah ditentukan.
3. Mengenakan jas laboratorium yang bersih dan dikancing rapi pada setiap
kegiatan CSL.
4. Memakai atribut / nama yang ditempelkan pada jas laboratorium
5. Berpartisipasi aktif pada semua kegiatan latihan
6. Bagi kegiatan yang menggunakan model memperlakukan model tersebut
seperti manusia atau bagian tubuh manusia.
7. Tidak diperkenankan menghilangkan, mengambil atau meminjam tanpa ijin
setiap alat / bahan yang ada pada ruang CSL.
8. Setiap selesai kegiatan CSL mahasiswa harus merapikan kembali alat dan
bahan yang telah digunakan.
9. Bagi mahasiswa yang kehadirannya kurang dari 100 % maka wajib hadir
pada saat review CSL

PADA SAAT UJIAN CSL


1. Ujian dapat diikuti apabila kehadiran pada kegiatan CSL minimal 100%.
2. Membawa kartu kontrol yang telah ditandatangani oleh koordinator
instruktur CSL.
3. Bagi yang tidak ikut ujian karena sakit diwajibkan membawa keterangan
bukti diagnosis dari dokter paling lambat 3 hari setelah tanggal sakit.

SANKSI PELANGGARAN TATA TERTIB CSL

1. Bagi mahasiswa yang mengikuti kegiatan CSL tidak sesuai dengan jadwal
rotasinya dianggap tidak hadir.
2. Bagi mahasiswa yang presentase kehadiran CSLnya <100% dari seluruh
jumlah tatap muka CSL, maka mahasiswa tidak dapat mengikuti ujian CSL.

2
DAFTAR ISI

NEUROLOGI
KETERAMPILAN TINGKAT
CSL NO.
PEMERIKSAAN KETERAMPILA
FISIK N
IV. PEMERIKSAAN SISTEM MOTORIK DAN PEMERIKSAAN REFLEKS
FISIOLOGIS, PATOLOGIS, DAN PRIMITIF
PEMERIKSAAN 1 Inspeksi: postur, habitus, 4A
SISTEM MOTORIK gerakan involunter
2 Penilaian tonus otot 4A
3 Penilaian kekuatan otot 4A
PEMERIKSAAN 1 Refleks tendon (bisep, trisep, 4A
REFLEKS FISIOLOGIS pergelangan, platela,
tumit)
2 Refleks abdominal 4A
PEMERIKSAAN 1 Tanda Hoffmann-Tromner 4A
REFLEKS 2 Respon plantar (termasuk grup 4A
PATOLOGIS Babinski)
PEMERIKSAAN 1 Snout reflex 4A
REFLEKS PRIMITIF 2 Refleks menghisap/rooting 4A
reflex
3 Refleks menggenggam 4A
palmar/grasp reflex
4 Refleks glabella 4A
5 Refleks palmomental 4A

3
DESKRIPSI KEGIATAN

Kegiatan Waktu Deskripsi


1. Pengantar 5 menit Pengantar
2. Bermain Peran 20 1. Mengatur posisi duduk mahasiswa
Tanya & Jawab menit 2. Dua orang dosen memberikan contoh
bagaimana cara melakukan
pemeriksaan neurologis.
Mahasiswa mengamati peragaan
dengan menggunakan Penuntun Belajar.
3. Memberikan kesempatan kepada
mahasiswa untuk bertanya dan dosen
memberikan penjelasan tentang aspek-
aspek yang penting
3. Praktek bermain 70 1. Mahasiswa dibagi menjadi pasangan-
peran dengan Umpan menit pasangan. Diperlukan minimal seorang
Balik Instruktur untuk mengamati setiap langkah
yang dilakukan oleh paling banyak 4
pasangan.
2. Setiap pasangan berpraktek melakukan
langkah-langkah pemeriksaan
neurologis secara serentak
3. Instruktur berkeliling diantara ma-hasiswa
dan melakukan supervisi menggunakan
check list.
4. Instruktur memberikan
pertanyaan dan umpan balik kepada setiap
pasangan
4. Curah Pendapat/ 10 1. Curah Pendapat/Diskusi : Apa yang
Diskusi menit dirasakan mudah? Apa yang sulit?
Menanyakan bagaimana perasaan
mahasiswa yang pada saat melakukan
pemeriksaan Apa yang dapat dilakukan
oleh dokter agar klien merasa lebih
nyaman?
2. Instruktur membuat kesimpulan dengan
menjawab pertanyaan terakhir dan
memperjelas hal-hal yang masih belum
dimengerti
Total waktu 105
menit

4
PEMERIKSAAN SISTEM MOTORIK

PENGERTIAN
Segala aktifitas susunan saraf pusat yang dilihat, didengar dan direkam dan
yang diperiksa adalah berwujud gerak otot. Otot-otot skeletal dan neuron- neuron
yang menyusun susunan neuromuskular voluntar adalah sistem yang mengurus dan
sekaligus melaksanakan gerakan yang dikendalikan oleh kemauan. Sebagian besar
manifestasi kelainan saraf bermanifestasi dalam gangguan gerak otot. Manifestasi
obyektif inilah yang merupakan bukti nyata adanya suatu kelainan atau penyakit.

DASAR TEORI
Secara anatomi sistem yang menyusun pergerakan neuromuskular tersebut
terdiri atas motor
Neuron tingkat bawah atau motor neuron
unsur muskul/otot yang merupakan pelaksana corag gerakan yang terdiri dari (3) Alat
penghubung antara saraf dan unsur otot Otot.
Gaya saraf yang disalurkan melalui lintasan-lintasan neuronal adalah
potensial aksi, yang sejak dulu dijuluki impuls dan tidak lain berarti pesan. Dan impuls
yang disampaikan tersebut menghasilkan gerak otot yang kita sebut impuls motorik.
Semua neuron yang menyalurkan impuls motorik ke LMN tergolong ke dalam
kelompok UMN. Berdasarkan perbedaan anatomik dan fisiologik, kelompok UMN
dibagi ke dalam susunan saraf pyramidal dan susunan saraf ekstrapyramidal.
Sindrom upper motor neuron dijumpai jika terdapat kerusakan pada sistem
saraf pyramidal dan memiliki gejala berupa lumpuh, hipertoni, hiperrefleks, dan
klonus serta dapat ditemukan adanya refleks patologis. Sementara sindrom lower
motor neuron didapatkan jika terdapat kerusakan pada neuron motorik, neuraksis
neuron motorik (misalnya saraf spinal, pleksus, saraf perifer, myoneural junction dan
otot. Gejalanya berupa lumpuh, atoni, atrofi dan arefleksia.
Kelumpuhan bukanlah merupakan suatu gejala yang harus ada pada tiap
gangguan gerak. Pada gangguan gerak oleh kelainan di sistem ekstrapiramidal dan
serebellar, kita tidak mendapatkan kelumpuhan. Pada gangguan sistem
ekstrapiramidal didapatkan gangguan pada tonus otot, gerakan otot abnormal yang
tidak dapat dikendalikan, gangguan pada kelancaran otot volunteer dan gangguan
gerak otot asosiatif. Gangguan pada serebelum mengakibatkan gangguan gerak
berupa gangguan sikap dan tonus. Selain itu juga terjadi ataksia, dismetria, dan tremor
intensi. Tiga fungsi penting dari serebelum ialah

5
keseimbangan, pengatur tonus otot, dan pengelola serta pengkoordinasi gerakan volunteer.

PEMERIKSAAN
Pada tiap bagian badan yang dapat bergerak harus dilakukan : (1) Inspeksi
(2) Palpasi (3) Pemeriksaan gerakan pasif (4) Pemeriksaan gerakan aktif (5) Koordinasi
gerak.

SASARAN BELAJAR
Setelah mengikuti proses belajar ini mahasiswa diharapkan mampu menjelaskan
cara-cara pemeriksaan, melakukan pemeriksaan klinis motorik dan mengetahui
aplikasi klinis dari hasil pemeriksaan.

TUJUAN PEMBELAJARAN
1. Memberi pengetahuan dan keterampilan mengenai gejala dan cara
pemeriksaan sistem motorik
2. Mampu melakukan pemeriksaan motorik secara sistematik
3. Menentukan letak lesi kelumpuhan otot

MEDIA DAN ALAT BANTU


Penuntun belajar
Manekin otot dan saraf

STRATEGI DAN CARA PELATIHAN


Demonstrasi kompetensi sesuai dengan penuntun belajar.

6
PENUNTUN PEMBELAJARAN
KETERAMPILAN PEMERIKSAAN MOTORIK

LANGKAH KLINIK PEMERIKSAAN MOTORIK KASUS


A. UKURAN OTOT 1 2 3
1 Mintalah klien berbaring dengan santai
Lakukanlah observasi pada semua otot
Pcrgeraban : 2 Periksalah perubahan bentuk otot (eutrofi, hipertrofi,
hipotrofi)
angle at tngm 3 Carilah ada atau tidaknya tremor, khores, atetose,
dean baki distonia, balismus, spasme, tik, fasikulasi dan miokloni
otot
B. TONUS OTOT 1 2 3
1 Mintalah klien berbaring dengan santai.
2 Alihkanlah perhatian klien dengan mengajaknya
berbicara.
3 Gunakan kedua tangan untuk menggerakkan lengan
bawah klien di sendi siku secara pasif, lakukan berulang
kali secara perlahan dan kemudian secara
cepat
4 Nilai tahanan yang dirasakan sewaktu menekukkan
dan meluruskan tangan
5 Lakukanlah pemeriksaan juga pada sendi lutut, pada
anggota gerak kanan dan kiri,
Cara pemeriksaan lain:
Lakukan fleksi dan ekstensi pada sendi siku, lutut,
pergelangan tangan dan kaki.

1 2 3
C. KEKUATAN OTOT
1. Meminta klien berbaring, kemudian pemeriksa berdiri
disamping kanan tempat tidur klien. Suruhlah klien
mengangkat kedua lengan ke atas sampai melewati
kepala. Nilailah kekuatan lengan dengan
membandingkan kiri dan kanan. Kelemahan dapat
dilihat bila lengan yang satu lebih berat atau lebih
lambat bergerak dibandingkan lengan yang lainnya.

2 Berikan tahanan ringan sampai berat pada lengan klien


dan nilailah besar kekuatan yang dimilki oleh klien.

7
3 Hal yang sama dilakukan pada kedua tungkai.
4 Interpretasi : Kekuatan otot dinilai dalam derajat :
5 : Kekuatan normal Seluruh gerakan dapat
dilakukan berulang-ulang tanpa terlihat adanya
kelelahan
4 : Seluruh gerakan otot dapat dilakukan dengan benar
dan dapat melawan tahan ringan dan sedang
dari pemeriksa
3 : Dapat mengadakan gerakan melawan gaya berat
2 : Di dapatkan gerakan tetapi gerakan ini tidak
mampu melawan gaya berat (gravitasi)
1 : Kontraksi minimal dapat terasa atau teraba pada otot
yang bersangkutan tanpa mengakibatkan gerakan

0 : Tidak ada kontraksi sama sekali. Paralisis total.

5 Lakukan cuci tangan rutin

8
PEMERIKSAAN REFLEKS FISIOLOGIS

PENGERTIAN
Refleks adalah jawaban terhadap suatu perangsangan. Gerakan yang timbul
namanya gerakan reflektorik. Semua gerakan reflektorik merupakan gerakan yang
bangkit untuk penyesuaian diri, baik untuk menjamin ketangkasan gerakan volunter,
maupun untuk membela diri. Bila suatu perangsangan dijawab dengan bangkitnya suatu
gerakan, menandakan bahwa daerah yang dirangsang dan otot yang bergerak secara
reflektorik terdapat suatu hubungan.

DASAR TEORI
Refleks neurologik bergantung pada suatu lengkungan (lengkung refleks) yang
terdiri atas jalur aferen yang dicetus oleh reseptor dan sistem eferen yang mengaktifasi
organ efektor, serta hubungan antara kedua komponen ini. Bila lengkung ini rusak
maka refleks akan hilang. Selain lengkungan tadi didapatkan pula hubungan dengan
pusat-pusat yang lebih tinggi di otak yang tugasnya memodifikasi refleks tersebut.
Bila hubungan dengan pusat-pusat yang lebih tinggi di otak yang tugasnya
memodifikasi refleks tersebut. Bila hubungan dengan pusat yang lebih tinggi ini
terputus, misalnya karena kerusakan pada sistem piramidal, hal ini akan
mengakibatkan refleks meninggi.
Bila dibandingkan dengan pemeriksaan-pemeriksaan lainnya, misalnya
pemeriksaan sensibilitas, maka pemeriksaan refleks kurang bergantung kepada
kooperasi pasien. Ia dapat dilakukan pada orang yang kesadarannya menurun, bayi,
anak, orang yang rendah inteligensinya dan orang yang gelisah. Dalam sehari-hari
kita biasanya memeriksa 2 macam refleks fisiologis yaitu refleks dalam dan releks
superfisial.
Refleks dalam (refleks regang otot)
Refleks dalam timbul oleh regangan otot yang disebabkan oleh rangsangan,
dan sebagai jawabannya maka otot berkontraksi. Refleks dalam juga dinamai refleks
regang otot (muscle stretch reflex). Nama lain bagi refleks dalam ini ialah refleks tendon,
refleks periosteal, refleks miotatik dan refleks fisiologis.
Refleks superfisialis
Refleks ini timbul karena terangsangnya kulit atau mukosa yang
mengakibatkan berkontraksinya otot yang ada di bawahnya atau di sekitarnya. Jadi
bukan karena teregangnya otot seperti pada refleks dalam. Salah satu contohnya
adalah refleks dinding perut superfisialis (refleks abdominal).
Tingkat jawaban refleks
Jawaban refleks dapat dibagi atas beberapa tingkat yaitu :
- (negatif) : tidak ada refleks sama sekali
- ± : kurang jawaban, jawaban lemah

9
- + : jawaban normal
- ++ : jawaban berlebih, refleks meningkat

TUJUAN PEMBELAJARAN
Mahasiswa memilki pengetahuan dan keterampilan mengenai cara pemeriksaan refleks baik
refleks fisiologis maupun refleks patologis.

SASARAN PEMBELAJARAN
Setelah melakukan latihan keterampilan ini, mahasiswa :
1. Dapat melakukan persiapan alat/bahan dengan benar
2. Dapat memberikan penjelasan pada klien atau keluarganya tentang apa yang akan
dilakukan, alat yang dipakai, bagaimana melakukan, apa manfaatnya, serta
jaminan atas aspek keamananan dan kerahasiaan data klien.
3. Dapat melakukan pemeriksaan refleks fisiologis dengan benar dan tepat
4. Dapat melakukan pemeriksaan refleks patologis dengan benar dan tepat

MEDIA DAN ALAT BANTU


Penuntun Belajar
Hammer Refleks

METODE PEMBELAJARAN
Demonstrasi kompetensi sesuai dengan Penuntun Belajar.

10
PENUNTUN PEMBELAJARAN
KETERAMPILAN PEMERIKSAAN REFLEKS FISIOLOGIS
REFLEKS DALAM (REFLEKS REGANG OTOT)

NO LANGKAH / KEGIATAN KASUS


A. PEMERIKSAAN REFLEK BISEPS 1 2 3
1 Mintalah klien berbaring telentang dengan santai
2 Fleksikanlah lengan bawah klien di sendi siku
3 Letakkanlah tangan klien di daerah perut di bawah
umbilikus
4 Letakkanlah ibu jari pemeriksa pada tendo biseps klien
lalu ketuklah tendo tersebut palu
ILUSTRASI SEPERTI PADA GAMBAR DI BAWAH :

Fleksi lenganbawah
B. PEMERIKSAAN REFLEKS TRISEPS diatns umbilicus 1 2 3
1 Mintalah klien berbaring dengan santai
2 Fleksikan lengan bawah klien di sendi siku dan tangan
sedikit dipronasikan
3 Letakkanlah tangan klien di daerah perut di atas
umbilikus
4 Ketuklah tendo otot triseps pad a fosa olekrani

11
ILUSTRASI SEPERTI PADA GAMBAR DI BAWAH :

C. PEMERIKSAAN REFLEKS BRAKHIORADIALIS 1 2 3


1 Mintalah klien berbaring dengan santai
2 Posisikan lengan bawah klien dalam posisi setengah
fleksi dan tangan sedikit dipronasikan
3 Mintalah klien untuk merelaksasikan lengan bawahnya
sepenuhnya
4 Ketuklah pada processus styloideus
ILUSTRASI SEPERTI PADA GAMBAR DI BAWAH :

D. PEMERIKSAAN REFLEKS PATELLA 1 2 3


1 Mintalah klien berbaring telentang dengan santai
2 Letakkan tangan pemeriksa di belakang lutut
3 Fleksikan tungkai klien pada sendi lutut 1 2 3
4 Ketuklah pada tendon muskulus kuadriseps femoris di
bawah patella

12
ILUSTRASI SEPERTI PADA GAMBAR DI BAWAH :

E. PEMERIKSAAN REFLEKS ACHILLES 1 2 3


1 Mintalah klien berbaring dengan santai
2 Fleksikan tungkai bawah sedikit, kemudian pegang kaki pada
ujungnya untuk memberikan sikap dorsofleksi
ringan pada kaki
3 Ketuklah pada tendo achilles
4 Lakukan cuci tangan rutin
ILUSTRASI SEPERTI PADA GAMBAR DI BAWAH :

13
14
PENUNTUN PEMBELAJARAN
KETERAMPILAN PEMERIKSAAN REFLEKS FISIOLOGIS
REFLEKS SUPERFISIALIS
Gangguan medulla spinalis
NO LANGKAH / KEGIATAN KASUS
PEMERIKSAAN REFLEK DINDING PERUT SUPERFISIALIS 1 2 3
(REFLEKS ABDOMINALIS)
1 Mintalah klien berbaring telentang dengan santai
2 Posisikan kedua lengan pasien berada di samping
badan
3 Goreslah dinding perut dengan benda yang agak runcing,
misalnya ujung gagang palu refleks, kayu geretan atau
kunci. Penggoresan dilakukan dengan dari samping menuju
ke garis tengah perut pada setiap
segmen (pada berbagai lapangan dinding perut)
4 Segmen epigastrium (otot yang berkontraksi diinervasi
oleh Th 6 Th 7)
5 Supra umbilikus (perut bagian atas, diinervasi oleh Th 7
Th 9)
6 Umbilikus (perut bagian tengah, diinervasi oleh Th 9
Th 11)
7 Infraumbilikus ( perut bagian bawah, diinervasi oleh Th
11, Th 12 dan lumbal atas)
8 Lakukan cuci tangan rutin
ILUSTRASI SEPERTI PADA GAMBAR DI BAWAH:

A B
A. Goresan pada kulit dinding perut untuk
membangkitkan refleks kulit dinding perut
B. Refleks dinding perut superfisialis
INTERPRETASI :
(+) Jika terdapat kontraksi otot, dimana terlihat pusar

15
bergerak kea rah otot yang berkontraksi.
(-) Biasanya negatif pada wanita normal yang banyak anak
(sering hamil), yang dinding perutnya lembek, demikian
juga pada orang gemuk dan orang usia lanjut,
juga pada bayi baru lahir sampai usia 1 tahun.
Pada orang muda yang otot -otot dinding perutnya
berkembang baik, bila refleks ini negatif (-), hal ini
mempunyai nilai patologis.
Refleks dinding perut superfisialis menghilang pada lesi
piramidalis. Hilangnya refleks ini berkombinasi dengan
meningkatnya refleks otot dinding perut adalah khas bagi
lesi di susunan piramidalis. Pada keadaan-keadaan perut
tersebut di atas dan lesi di segmen-segmen medulla
spinalis yang dilintasi busur refleks kulit dinding perut,
sudah barang tentu refleks kulit dinding
perut tidak dapat dibangkitkan.

16
PEMERIKSAAN REFLEKS PATOLOGIS

PENGERTIAN
Refleks patologik adalah refleks-refleks yang tidak dapat dibangkitkan pada
orang-rang yang sehat, kecuali pada bayi dan anak kecil. Kebanyakan merupakan
gerakan reflektorik defendif atau postural yang pada orang dewasa yang sehat terkelola
dan ditekan oleh akifitas susunan piramidalis. Anak kecil umur antara 4 6 tahun
masih belum memiliki susunan piramidal yang sudah bermielinisasi penuh, sehingga
aktifitas susunan piramidalnya masih belum sepmpirna. Maka dari itu gerakan
reflektorik yang dinilai sebagai refleks patologik pada orang dewasa tidak selamanya
patologik jika dijumpai pada anak- anak kecil, tetapi pada orang dewasa refleks
patologikselalu merupakan tanda lesi UMN.
Refleks-refleks patologik itu sebagian bersifat refleks dalam dan sebagian
lainnya bersifat refleks superfisialis. Reaksi yang diperlihatkan oleh refleks
patologik itu sebagian besar adalah sama, akan tetapi mendapatkan julukan yang
bermacam-macam karena cara membangkitkannya berbeda-beda. Adapun refleks-
refleks patologik yang sering diperiksa di dalam klinik antara lain refleks Hoffmann,
refleks Tromner dan ekstensor plantar response atau tanda Babinski.

SASARAN BELAJAR
Mahasiswa memilki pengetahuan dan keterampilan mengenai cara pemeriksaan refleks
patologis.

SASARAN PEMBELAJARAN
Setelah melakukan latihan keterampilan ini, mahasiswa :
1. Dapat melakukan persiapan alat/bahan dengan benar.
2. Dapat memberikan penjelasan pada klien atau keluarganya tentang apa yang
akan dilakukan, alat yang dipakai, bagaimana melakukan, apa manfaatnya, serta
jaminan atas aspek keamananan dan kerahasiaan data klien.
3. Dapat melakukan pemeriksaan refleks patologis dengan benar dan tepat

MEDIA DAN ALAT BANTU


Penuntun Belajar
Hammer Refleks

METODE PEMBELAJARAN
Demonstrasi kompetensi sesuai dengan Penuntun Belajar

17
PENUNTUN PEMBELAJARAN
KETERAMPILAN PEMERIKSAAN REFLEKS PATOLOGIS

NO LANGKAH / KEGIATAN KASUS


A. PEMERIKSAAN REFLEKS HOFFMANN 1 2 3
1 Mintalah klien berbaring telentang atau duduk
dengan santai
2 Tangan klien kita pegang pada pergelangan dan jari-
jarinya disuruh fleksi-entengkan
3 Jari tengah penderita kita jepit di antara telunjuk dan
jari tengah kita.

4 Dengan ibu jari kita ujung jari tengah klien


ILUSTRASI SEPERTI PADA GAMBAR DI BAWAH:

INTERPRETASI :
Refleks positif (+), bila goresan kuat tadi mengakibatkan
fleksi jari telunjuk, serta fleksi dan aduksi ibu jari.
Kadang disertai fleksi jari lainnya.

B. PEMERIKSAAN REFLEKS TROMNER 1 2 3


1 Mintalah klien berbaring telentang atau duduk
dengan santai
2 Tangan klien kita pegang pada pergelangan dan jari-
jarinya disuruh fleksi-entengkan
3 Jari tengah penderita kita jepit di antara telunjuk dan
jari tengah (ibu jari) kita.
4 Dengan jari tengah kita mencolek-colek ujung jari klien

18
ILUSTRASI SEPERTI PADA GAMBAR DI BAWAH:

INTERPRETASI :
Refleks positif (+), bila goresan kuat tadi mengakibatkan
fleksi jari telunjuk, serta fleksi dan aduksi ibu jari.
Kadang disertai fleksi jari lainnya.

C. PEMERIKSAAN REFLEKS BABINSKI (EXTENSOR PLANTAR 1 2 3


RESPONSE)
1 Mintalah klien berbaring dan istirahat dengan tungkai
diluruskan.
2 Kita (pemeriksa) memegang pergelangan kaki klien
supaya tetap pada tempatnya.
3 Telapak kaki klien digores dengan menggunakan ujung
gagang palu refleks secara perlahan dan tidak
menimbulkan rasa nyeri untuk menghindari refleks
menarik kaki.
Goresan dilakukan pada telapak kaki bagian lateral,
mulai dari tumit menuju pangkal ibu jari.
ILUSTRASI SEPERTI PADA GAMBAR DI BAWAH:

A. Cara menggores
B. Ekstensi ibu jari kaki dan pengembangan jari-jari
kaki

19
INTERPRETASI :
Positif (+) jika didapatkan gerakan dorso fleksi ibu jari ,
yang dapat disertai mekarnya jari-jari lainnya.

(t ) jilca ada lateralisa" Pd prose 's intracranial

20
PEMERIKSAAN REFLEKS PRIMITIF

PENGERTIAN
Refleks primitif adalah gerakan reflektorik yang bangkit secara fisiologik pada
bayi dan tidak dijumpai lagi pada anak-anak yang sudah besar. Bilamana pada orang
dewasa refleks tersebut masih dapat ditimbulkan, maka fenomena itu menandakan
kemunduran fungsi susunan saraf pusat. Adapun refleks-refleks yang menandakan
proses regresi tersebut ialah refleks menetek, snout reflex, refleks memegang (grasp
refleks), refleks glabella dan refleks palmomental.

TUJUAN PEMBELAJARAN
Mahasiswa memilki pengetahuan dan keterampilan mengenai cara pemeriksaan refleks
primitif.

SASARAN PEMBELAJARAN
Setelah melakukan latihan keterampilan ini, mahasiswa :
1. Dapat melakukan persiapan alat/bahan dengan benar.
2. Dapat memberikan penjelasan pada klien atau keluarganya tentang apa yang
akan dilakukan, alat yang dipakai, bagaimana melakukannya, apa manfaatnya,
serta jaminan atas aspek keamananan dan kerahasiaan data klien.
3. Dapat melakukan pemeriksaan refleks primitif dengan benar dan tepat.

MEDIA DAN ALAT BANTU


Penuntun Belajar
Hammer Refleks

METODE PEMBELAJARAN
Demonstrasi kompetensi sesuai dengan Penuntun Belajar.

21
PENUNTUN PEMBELAJARAN
KETERAMPILAN PEMERIKSAAN REFLEKS PRIMITIF

NO LANGKAH / KEGIATAN KASUS


1 2 3
1 Mintalah klien berbaring telentang atau duduk
dengan santai
2 Stimulasi klien dengan melakukan perkusi pada bibir
atas
ILUSTRASI SEPERTI PADA GAMBAR DI BAWAH:

INTERPRETASI :
Refleks positif (+), bila bibir atas dan bawah menjungur
atau kontraksi otot-otot di sekitar bibir atau di bawah
hidung.
B. PEMERIKSAAN REFLEKS MENGHISAP (ROOTING REFLEX) 1 2 3
1 Mintalah klien berbaring telentang atau duduk
dengan santai
2 Stimulasi klien dengan memberikan sentuhan pada
bibir / menyentuhkan sesuatu benda pada bibir
ILUSTRASI SEPERTI PADA GAMBAR DI BAWAH:

22
INTERPRETASI :
Refleks positif (+), bila stimulasi tersebut menimbulkan
gerakan bibir, rahang bawah seolah-olah menetek.
C. PEMERIKSAAN REFLEKS MENGGENGGAM 1 2 3
PALMAR/ GRASP REFLEX
1 Mintalah klien berbaring telentang atau duduk dengan
santai
2 Lakukan stimulasi dengan penekanan atau
penempatan jari pemeriksa pada telapak tangan klien
ILUSTRASI SEPERTI PADA GAMBAR DI BAWAH:

INTERPRETASI :
Refleks positif (+) jika tangan klien mengepal
D. REFLEKS GLABELLA 1 2 3
1 Mintalah klien berbaring telentang atau duduk dengan
santai
2 Lakukan stimulasi dengan pukulan singkat pada
glabella atau sekitar daerah supraorbitalis.
ILUSTRASI SEPERTI PADA GAMBAR DI BAWAH:

23
Refleks positif (+), bila terdapat kontraksi sing kat pada
kedua otot orbikularis okuli.
Pada lesi perifer nervus fasialis, refleks ini berkurang atau
negatif, sedangkan pada sindrom Parkinson refleks ini
sering meninggi. Pusat refleks ini terletak di
Pons.
E. REFLEKS PALMOMENTAL 1 2 3
1 Mintalah klien berbaring telentang atau duduk dengan
santai
2 Lakukan stimulasi dengan goresan ujung pensil atau
ujung gagang palu refleks terhadap kulit telapak tangan
bagian tenar
ILUSTRASI SEPERTI PADA GAMBAR DI BAWAH:

Refleks positif (+), bila terdapat kontraksi pada


muskulus mentalis dan orbikularis oris ipsilateral.

24
MANUAL CSL IV SISTEM
NEUROPSIKIATRI

PEMERIKSAAN SISTEM SENSORIK DAN


SISTEM KOORDINASI

PENYUSUN:
Dr.dr. Susi Aulina, Sp.S(K)
Dr. dr. A. Kurnia Bintang, sp.S(K), MARS
dr. Ashari Bahar, M.Kes, Sp.S, FINS
dr. Devi Wuysang, M.Si, Sp.S

DEPARTEMEN NEUROLOGI
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS
HASANUDDIN MAKASSAR
2020

0
PENDAHULUAN

Keterampilan medik adalah keterampilan motorik yang harus dikuasai


oleh seorang tenaga medik agar dapat melaksanakan tugasnya dengan sebaik-
baiknya. Melalui fasilitas berupa skill lab mahasiswa dapat berlatih
keterampilan keterampilan medik yang mereka perlukan dalam situasi latihan
di laboratorium, bukan dalam suasana kontak antara dokter-pasien di rumah
sakit. Latihan keterampilan klinik ini mengajar mahasiswa agar dapat berlatih
secara trial and error, dapat mengulang-ulang kegiatan atau tindakan yang sama
(dengan kadang-kadang melakukan kekeliruan) sampai betul-betul terampil.
Keadaan seperti ini hampir tidak mungkin dilakukan pada penderita yang sedang
dirawat di rumah sakit.
Apabila keterampilan motorik sudah dikuasai, dilanjutkan dengan latihan
yang mengandung unsur emosi. Latihan ini diteruskan sampai menjadi suatu
rangkaian keterampilan medik yang kompleks.
Karena mahasiswa telah menguasai keterampilan dalam melakukan
penatalaksanaan, rasa percaya diri menjadi lebih besar, dan mahasiswa dapat
bersikap lebih baik terhadap pasien, serta mengurangi kendala-kendala
emosional antara mahasiswa dengan pasien pada waktu koass harus kontak dengan
pasien.

1
TATA TERTIB KEGIATAN CSL (CLINICAL SKILL
LABORATORY)

SEBELUM PELATIHAN
Membaca penuntun belajar (manual) keterampilan Klinik Sistem Neuropsikiatri
dan bahan bacaan rujukan tentang keterampilan yang akan dilakukan.

SETELAH PELATIHAN
1. Datang 15 menit sebelum CSL dimulai
2. Wajib mengikuti seluruh kegiatan CSL sesuai dengan jadwal rotasi yang telah
ditentukan.
3. Mengenakan jas laboratorium yang bersih dan dikancing rapi pada setiap
kegiatan CSL.
4. Memakai atribut / nama yang ditempelkan pada jas laboratorium
5. Berpartisipasi aktif pada semua kegiatan latihan
6. Bagi kegiatan yang menggunakan model memperlakukan model tersebut
seperti manusia atau bagian tubuh manusia.
7. Tidak diperkenankan menghilangkan, mengambil atau meminjam tanpa ijin
setiap alat / bahan yang ada pada ruang CSL.
8. Setiap selesai kegiatan CSL mahasiswa harus merapikan kembali alat dan
bahan yang telah digunakan.
9. Bagi mahasiswa yang kehadirannya kurang dari 100 % maka wajib hadir
pada saat review CSL

PADA SAAT UJIAN CSL


1. Ujian dapat diikuti apabila kehadiran pada kegiatan CSL minimal 100%.
2. Membawa kartu kontrol yang telah ditandatangani oleh koordinator
instruktur CSL.
3. Bagi yang tidak ikut ujian karena sakit diwajibkan membawa keterangan
bukti diagnosis dari dokter paling lambat 3 hari setelah tanggal sakit.

SANKSI PELANGGARAN TATA


TERTIB CSL

1. Bagi mahasiswa yang mengikuti kegiatan CSL tidak sesuai dengan


jadwal rotasinya dianggap tidak hadir.
2. Bagi mahasiswa yang presentase kehadiran CSLnya <100% dari
seluruh jumlah tatap muka CSL, maka mahasiswa tidak dapat mengikuti
ujian CSL.

2
DAFTAR ISI

NEUROLOGI
KETERAMPILAN TINGKAT
CSL NO.
PEMERIKSAAN KETERAMPILAN
FISIK SENSORIK DAN KOORDINASI
V. PEMERIKSAAN SISTEM
SISTEM SENSORIK Penilaian sensasi nyeri 4A
Penilaian sensasi suhu 4A
Penilaian sensasi raba 4A
halus
Penilaian rasa posisi 4A
(proprioseptif)
Penilaian sensasi 4A
diskriminatif (misal
streognosis)
TES KOORDINASI Inspeksi cara berjalan 4A
(gait)
Shallow knee bend 4A
Tes Romberg 4A
Tes Romberg dipertajam 4A
Tes telunjuk hidung 4A
Tes tumit lutut 4A
Tes untuk disdiadokinesis 4A

3
DESKRIPSI KEGIATAN

Kegiatan Waktu Deskripsi


1. Pengantar 5 menit Pengantar
2. Bermain Peran 20 1. Mengatur posisi duduk mahasiswa
Tanya & Jawab menit 2. Dua orang dosen memberikan contoh
bagaimana cara melakukan
pemeriksaan neurologis.
Mahasiswa mengamati peragaan
dengan menggunakan Penuntun Belajar.
3. Memberikan kesempatan kepada
mahasiswa untuk bertanya dan dosen
memberikan penjelasan tentang aspek-
aspek yang penting
3. Praktek bermain 70 1. Mahasiswa dibagi menjadi
peran dengan menit pasangan-pasangan. Diperlukan minimal
Umpan Balik seorang Instruktur untuk mengamati
setiap langkah yang dilakukan oleh
paling banyak 4 pasangan.
2. Setiap pasangan berpraktek
melakukan langkah-
langkah pemeriksaan neurologis secara
serentak
3. Instruktur berkeliling diantara
ma-hasiswa dan melakukan supervisi
menggunakan check list.
4. Instruktur memberikan
pertanyaan dan umpan balik kepada
setiap pasangan
4. Curah Pendapat/ 10 1. Curah Pendapat/Diskusi : Apa yang
Diskusi menit dirasakan mudah? Apa yang sulit?
Menanyakan bagaimana perasaan
mahasiswa yang pada saat melakukan
pemeriksaan Apa yang dapat dilakukan
oleh dokter agar klien merasa lebih
nyaman?
2. Instruktur membuat kesimpulan dengan
menjawab pertanyaan terakhir dan
memperjelas hal-hal yang masih belum
dimengerti

Total waktu 105


menit

4
SISTEM SENSORIK

PENGERTIAN
Sistem sensorik adalah sistem yang mengubungan manusia dengan dunia
luar. Informasi yang diterima oleh reseptor menjadi petanda bagi tubuh untuk
memberikan respon. Sistem sensorik dibagi menjadi 2 yaitu exteroceptif dan
proprioceptif.

Gejala sensorik dapat diklasifikasikan dalam 5 golongan


yaitu :

1. Hilang perasaan kalau dirangsang (anestesia)


2. Perasaan terasa berelebihan kalau dirangsang (hipersetesia)
3. Perasaan yang timbul secara spontan, tanpa adanya perangsangan
(parestesia)
4. Nyeri

SASARAN BELAJAR
Setelah mengikuti proses belajar ini mahasiswa diharapkan mampu menjelaskan
patomekanisme keluhan sensorik, penyakit-penyakit yang terkait, dan mampu
untuk melakukan pemeriksaan klinis yang berhubungan dengan sistem sensorik.

MEDIA DAN ALAT BANTU


Penuntun Belajar.

STRATEGI DAN CARA PELATIHAN


Demonstrasi kompetensi sesuai dengan Penuntun Belajar.

lesi UMN → seminary


a
meaningKat
Menuhin
Lesli 1m14 → → i -

5
PENUNTUN
PEMBELAJARAN
KETERAMPILAN PEMERIKSAAN SISTEM SENSORIK DAN SISTEM
KOORDINASI

NO LANGKAH/KEGIATAN KASUS
I. PEMERIKSAAN SENSASI TAKTIL/RABA 1 2 3
1 HALUS
Menerangkan cara dan tujuan pemeriksaan
2 Memilih dengan benar alat yang akan digunakan
3 Memberikan rangsangan secara ringan tanpa memberi
tekanan jaringan subkutan
4 Meminta penderita untuk menyatakan YA atau
TIDAK pada setiap perangsangan
5 Meminta penderita untuk menyebutkan daerah yang
dirangsang
6 Meminta penderita untuk membedakan dua titik yang
dirangsang
II. PEMERIKSAAN SENSASI NYERI 1 2 3
1 SUPERFISIAL
Menerangkan tujuan pemeriksaan pada klien.
2 Mata klien tertutup.
3 Pemeriksa terlebih dahulu mencoba jarum tadi
terhadap dirinya sendiri.
4 Tekanan terhadap kulit klien seminimal mungkin,
jangan sampai menimbulkan perlukaan.
5 Klien jangan ditanya: apakah Anda merasakan ini atau
apakah ini runcing?
6 Rangsangan terhadap kulit dikerjakan dengan ujung
jarum dan kepala jarum secara bergantian, sementara
itu penderita diminta untuk menyatakan sensasinya sesuai
dengan pendapatnya.
7 Klien juga diminta untuk menyatakan apakah terdapat
perbedaan intensitas ketajaman rangsangan di daerah
yang berlainan.
8 Apabila dicurigai ada daerah yang sensasinya menurun
maka rangsangan dimulai dari daerah tadi menuju ke
arah yang normal.
1 2 3
III. PEMERIKSAAN SENSASI NYERI DALAM
ATAU NYERI TEKAN
1 Massa otot, tendo atau saraf yang dekat permukaan
ditekan dengan ujung jari atau dengan (menekan di
antara jari telunjuk dan ibu jari). Penderita diminta
untuk menyatakan apakah ada perasaan nyeri atau
tidak; pernyataan ini dicocokkan dengan intensitas
tekanan. → tesadatan
paiien penunenan

6
IV. PEMERIKSAAN SENSASI TEKAN 1 2 3
1 Penderita dalam posisi terbaring dan mata tertutup.
2 Ujung jari atau benda tumpul ditekankan atau
disentuhkan lebih kuat terhadap kulit.
3 Di samping itu, dapat diperiksa dengan menekankan
struktur subkutan, misalnya massa otot, tendo, dan
saraf itu sendiri, baik dengan benda tumpul atau
dengan ubitan dengan skala yang lebih besar.
4 Penderita diminta untuk menyatakan apakah ada
tekanan dan sekaligus diminta untuk mengatakan
daerah mana yang ditekan tadi.
V. PENILAIAN SENSASI SUHU 1 2 3
demam > 37,5°C 1 Menerangkan tujuan pemeriksaan pada klien.
2 Penderita lebih baik dalam posisi berbaring.
hipotermi < 36 %
3 Mata penderita tertutup
4 Tabung dingin/panas terlebih dahulu dicoba terhadap
diri pemeriksa.
Tabung ditempelkan pada kulit penderita, dan
penderita diminta untuk menyatakan apakah terasa dingin
atau panas.
5 Sebagai variasi, penderita dapat diminta untuk
menyatakan adanya rasa hangat.
6 Pada orang normal, adanya perbedaan suhu 2-5 oC
sudah mampu untuk mengenalinya.
VI.PEMERIKSAAN SENSASI GERAK DAN 1 2 3
1 MataPOSISI
penderita tertutup
Penderita dapat duduk atau berbaring.
2 Jari-jari penderita harus benar-benar dalam keadaan
relaksasi dan
digerakkan secara pasif oleh pemeriksa, dengan
sentuhan seringan mungkin sehingga dihindari adanya
tekanan terhadap jari-jari tadi.
3 Jari yang diperiksa harus dipisahkan dari jari jari
di sebelah kiri/ kanannya sehingga tidak bersentuhan,
sementara itu jari yang diperiksa tidak boleh melakukan
gerakan aktif seringan apapun.
4 Penderita diminta untuk menyatakan apakah ada
perubahan posisi jari ataupun apakah ada gerakan pada
jarinya.
5 Apabila diperoleh kesan adanya gangguan sensasi gerak
dan posisi, maka dianjurkan untuk memeriksa bagian
tubuh lain yang ukurannya lebih besar, misalnya

7
tungkai bawah atau lengan bawah.
6 Cara lain ialah dengan menempatkan jari-jari salah satu
tangan penderita pada posisi tertentu, sementara itu,
mata penderita tetap tertutup; kemudian penderita diminta
untuk menjelaskan posisi jari-jari tadi ataupun
menirukan posisi tadi pada tangan yang satunya lagi.
VII.PEMERIKSAAN SENSASI GETAR / 1 2 3
1 VIBRASI
Getarkan garpu tala terlebih dahulu, dengan jalan ujung
garpu tala dipukulkan pada benda padat/keras yang
lain.
2 Kemudian pangkal garpu tala segera ditempelkan pada
bagian tubuh tertentu.
3 Yang dicatat ialah tentang intensitas dan lamanya
vibrasi.
4 Kedua hal tersebut bergantung pada kekuatan
penggetaran garpu tala dan interval antara
penggetaran garpu tala tadi dengan saat peletakan
garpu tala pada bagian tubuh yang diperiksa.

8
TEST KOORDINASI

PENGERTIAN
Kemampuan mensinergiskan secara normal faktor motorik, sensorik
dalam melakukan gerakan normal. Serebelum digunakan untuk gerakan
sinergistik tersebut, oleh sebab itu serebelum adalah pusat koordinasi.
Gangguan koordinasi dapat disebabkan oleh disfungsi serebelum, sistem
motorik, sistem ekstrapiramidal, gangguan psikomotor, gangguan tonus,
gangguan sensorik (fungsi proprioseptik), sistem vestibular, dll. Gangguan
koordinasi dibagi menjadi gangguan equilibratory dan non equilibratory.

TUJUAN BELAJAR
Mahasiswa memilki pengetahuan dan keterampilan mengenai cara pemeriksaan
fungsi koordinasi.

SASARAN PEMBELAJARAN
Setelah melakukan latihan keterampilan ini, mahasiswa :
1. Dapat mempersiapkan klien dengan baik
2. Dapat memberikan penjelasan pada klien atau keluarganya tentang apa
yang akan dilakukan, alat yang dipakai, bagaimana melakukan, apa
manfaatnya, serta jaminan atas aspek keamananan dan kerahasiaan data
klien.
3. Dapat melakukan pemeriksaan fungsi koordinasi dengan benar dan tepat

MEDIA DAN ALAT BANTU


Penuntun Belajar.

METODE PEMBELAJARAN
Demonstrasi kompetensi sesuai dengan Penuntun Belajar.

9
PENUNTUN PEMBELAJARAN
KETERAMPILAN PEMERIKSAAN SISTEM
KOORDINASI

NO. LANGKAH KLINIK KASUS


PEMERIKSAAN FUNGSI
KOORDINASI
I. TES-TES EQUILIBRIUM
1.TES ROMBERG 1 2 3
bias a orang dgn gangguan 1 ROMBERG
Klien diminta berdiri dengan kedua kaki saling
tendencyarm ,
ada
jugs merapat, pertama kali dengan mata terbuka,
kemudian dengan mata tertutup. → lepas alas kaki
gnnggnanteseimbangan 2 Tes ini untuk membedakan lesi propriseptif (sensori
ataxia) atau lesi cerebellum. Pada gangguan takinga beatnik
propsrioseptif jelas sekali terlihat perbedaan antara
membuka dan menutup mata. Pada waktu membuka
mata klien masih sanggup berdiri tegak, tetapi begitu
menutup mata klien langsung kesulitan
mempertahankan diri dan jatuh. Pada lesi cerebellum
waktu membuka dan menutup mata klien kesulitan
berdiri tegak dan cenderung berdiri dengan kedua
kaki yang lebar (wide base)
2. TANDEM WALKING 1 2 3
1 Klien diminta berjalan pada satu garis lurus di atas
lantai,
2 Tempatkan tumit yang satu didepan jari-jari kaki
berlawanan, baik dengan mata terbuka maupun mata
tertutup
II. TES-TES NON EQUILIBRIUM
1. Finger to Nose test 1 2 3
1 Dengan posisi duduk/berbaring meminta klien
mengekstensikan lengannya.
2. Mintalah klien menyentuh ujung hidungnya dengan
jari telunjuknya dengan gerakan perlahan kemudian
dengan gerakan yang cepat.
2. Disdiadokinesia 1 2 3
1. Klien diminta menggerakkan kedua tangannya
bergantian, pronasi dan supinasi dengan posisi siku
diam
2. Mintalah klien melakukan gerakan tersebut secepat
mungkin, baik dengan mata terbuka maupun dengan
mata terututup
Gangguan diadokinesia disebut disdiadokinesia
SETELAH SELESAI PEMERIKSAAN

10
1. Jelaskanlah pada klien apa yang anda dapatkan pada
semua pemeriksaan yang telah dilakukan.
2. Ucapkanlah kata perpisahan dengan klien dan
usahakanlah membesarkan hati klien dengan
harapan-harapan.
3. Lakukanlah cuci tangan rutin.

11
MANUAL CSL IV
SISTEM NEUROPSIKIATRI

PEMERIKSAAN NEUROLOGIK LAINNYA


DETEKSI KAKU KUDUK
PENILAIAN FONTANEL
PEMERIKSAAN SINDROMA JEBAKAN
TINNEL TEST DAN PHALEN TEST
TANDA LASEQUE
TANDA PATRICK DAN KONTRA
PATRICK TANDA CHVOSTEK

PENYUSUN:
dr. Ashari Bahar, M.Kes, Sp.S, FINS
dr. Devi Wuysang, M.Si, Sp.S

DEPARTEMEN NEUROLOGI
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2020

0
PENDAHULUAN
Keterampilan medik adalah keterampilan motorik yang harus dikuasai oleh
seorang tenaga medik agar dapat melaksanakan tugasnya dengan sebaik- baiknya.
Melalui fasilitas berupa skill lab mahasiswa dapat berlatih keterampilan
keterampilan medik yang mereka perlukan dalam situasi latihan di laboratorium,
bukan dalam suasana kontak antara dokter-pasien di rumah sakit. Latihan
keterampilan klinik ini mengajar mahasiswa agar dapat berlatih secara trial and error,
dapat mengulang-ulang kegiatan atau tindakan yang sama (dengan kadang-kadang
melakukan kekeliruan) sampai betul-betul terampil. Keadaan seperti ini hampir tidak
mungkin dilakukan pada penderita yang sedang dirawat di rumah sakit.
Apabila keterampilan motorik sudah dikuasai, dilanjutkan dengan latihan yang
mengandung unsur emosi. Latihan ini diteruskan sampai menjadi suatu rangkaian
keterampilan medik yang kompleks.
Karena mahasiswa telah menguasai keterampilan dalam melakukan
penatalaksanaan, rasa percaya diri menjadi lebih besar, dan mahasiswa dapat bersikap
lebih baik terhadap pasien, serta mengurangi kendala-kendala emosional antara
mahasiswa dengan pasien pada waktu koass harus kontak dengan pasien.

1
TATA TERTIB KEGIATAN CSL (CLINICAL SKILL LABORATORY)
SEBELUM PELATIHAN
Membaca penuntun belajar (manual) keterampilan Klinik Sistem Neuropsikiatri
dan bahan bacaan rujukan tentang keterampilan yang akan dilakukan.

SETELAH PELATIHAN
1. Datang 15 menit sebelum CSL dimulai
2. Wajib mengikuti seluruh kegiatan CSL sesuai dengan jadwal rotasi yang
telah ditentukan.
3. Mengenakan jas laboratorium yang bersih dan dikancing rapi pada setiap
kegiatan CSL.
4. Memakai atribut / nama yang ditempelkan pada jas laboratorium
5. Berpartisipasi aktif pada semua kegiatan latihan
6. Bagi kegiatan yang menggunakan model memperlakukan model tersebut
seperti manusia atau bagian tubuh manusia.
7. Tidak diperkenankan menghilangkan, mengambil atau meminjam tanpa ijin
setiap alat / bahan yang ada pada ruang CSL.
8. Setiap selesai kegiatan CSL mahasiswa harus merapikan kembali alat dan
bahan yang telah digunakan.
9. Bagi mahasiswa yang kehadirannya kurang dari 100 % maka wajib hadir
pada saat review CSL

PADA SAAT UJIAN CSL


1. Ujian dapat diikuti apabila kehadiran pada kegiatan CSL minimal 100%.
2. Membawa kartu kontrol yang telah ditandatangani oleh koordinator
instruktur CSL.
3. Bagi yang tidak ikut ujian karena sakit diwajibkan membawa keterangan
bukti diagnosis dari dokter paling lambat 3 hari setelah tanggal sakit.

SANKSI PELANGGARAN TATA TERTIB CSL

1. Bagi mahasiswa yang mengikuti kegiatan CSL tidak sesuai dengan jadwal
rotasinya dianggap tidak hadir.
2. Bagi mahasiswa yang presentase kehadiran CSLnya <100% dari seluruh
jumlah tatap muka CSL, maka mahasiswa tidak dapat mengikuti ujian CSL.

2
DAFTAR ISI
NEUROLOGI
KETERAMPILAN TINGKAT
CSL NO.
PEMERIKSAAN KETERAMPILA
FISIK N
VI. PEMERIKSAAN FISIK NEUROLOGI LAINNYA
Deteksi kaku kuduk 4A
Penilaian fontanel 4A
Tanda Lasegue 4A
Tanda Patrick dan 4A
kontra-Patrick
Tanda Chvostek 4A
Tes sindroma jebakan 4A

3
DESKRIPSI KEGIATAN

Kegiatan Waktu Deskripsi


1. Pengantar 5 menit Pengantar
2. Bermain Peran 20 1. Mengatur posisi duduk mahasiswa
Tanya & Jawab menit 2. Dua orang dosen memberikan contoh
bagaimana cara melakukan
pemeriksaan neurologis.
Mahasiswa mengamati peragaan
dengan menggunakan Penuntun Belajar.
3. Memberikan kesempatan kepada
mahasiswa untuk bertanya dan dosen
memberikan penjelasan tentang aspek-
aspek yang penting
3. Praktek bermain 70 1. Mahasiswa dibagi menjadi pasangan-
peran dengan Umpan menit pasangan. Diperlukan minimal seorang
Balik Instruktur untuk mengamati setiap langkah
yang dilakukan oleh paling banyak 4
pasangan.
2. Setiap pasangan berpraktek melakukan
langkah-langkah pemeriksaan
neurologis secara serentak
3. Instruktur berkeliling diantara ma-hasiswa
dan melakukan supervisi menggunakan
check list.
4. Instruktur memberikan
pertanyaan dan umpan balik kepada setiap
pasangan
4. Curah Pendapat/ 10 1. Curah Pendapat/Diskusi : Apa yang
Diskusi menit dirasakan mudah? Apa yang sulit?
Menanyakan bagaimana perasaan
mahasiswa yang pada saat melakukan
pemeriksaan Apa yang dapat dilakukan
oleh dokter agar klien merasa lebih
nyaman?
2. Instruktur membuat kesimpulan dengan
menjawab pertanyaan terakhir dan
memperjelas hal-hal yang masih belum
dimengerti
Total waktu 105
menit

4
PEMERIKSAAN KAKU KUDUK
(TANDA RANGSANG MENINGES)

PENGERTIAN
Rangsangan selaput otak adalah gejala yang timbul akibat peradangan pada
selaput otak (meningitis) atau adanya benda asing pada ruang suarachnoid (darah), zat
kimia (kontras) dan invasi neoplasma (meningitis carcinoma). Manifestasi
subyektif adalah sakit kepala, kuduk kaku, fotofobia dll.
Yang perlu diperhatikan adalah timbulnya gejala yang disebut meningismus,
yaitu pada pemeriksaan fisik terdapat rangsangan selaput otak, tetapi tidak ada proses
patologis di daerah selaput otak tersebut melainkan di luar kranium (misalnya
mastoiditis)

DASAR TEORI
Adanya penyakit yang menyebabkan iritasi pada meninges akan
menyebabkan timbulnya tanda rangsang meninges. Pemeriksaan tanda rangsang meninges
yang diajarkan pada manual ini antara lain: pemeriksaan kaku sign,
Brudzinski I, II, III, dan IV.
Proses iritasi meninges yang menimbulkan gambaran meningismus (kaku kuduk)
terjadi akibat refleks spasme otot-otot paravertebral. Posisi medulla spinalis yang
terletak di bagian belakang vertebra membuat medulla
spinalismeregangapabilaterjadigerakanfleksi. Oleh karena batang otak relative terfiksir,
menyebabkan hanya medulla spinalis dan menginges yang inflamasi semakin tertarik
keatas. Regangan maksimal terjadi pada struktur paling bawah dari vertebra, seperti
nervus femoralis dan nervus sciatik yang melalui cauda ekuina. Pada pasien dengan
inflamasi dan iritasi meninges, peregangan pada struktur yang mengalami inflamasi
memberikan stimulasi pada radiks nervus afferent dan kemudian pada pusat refleks
intraspinal. Stimulasi ini mengakibatkan impuls tonik pada muskulus aksialis posterior
yang menimbulkan spasme muskulus ekstensor sebagai mekanisme protektif. Manifestasi
klinis dari spasme otot inilah yang disebut kaku kuduk, oleh karena manuver yang
meregangkan elemen neural dan meninges pada canalis spinalis memberikan
mekanisme protektif untuk meminimalisir tekanan pada struktur yang terinflamasi.
Sebagai contoh, spasme otot servikal menimbulkan kaku kuduk, dan spasme otot-otot
lumbal bermanifestasi sebagai sign.
Meskipun meningeal sign sangat indikasi untuk mendiagnosis meningitis, tetapi
hal tersebut tidaklah patognomonik. Meningitis bacterial mempunyai kontribusi
sekitar 30% dari kasus dengan tanda meningeal, virus 13%, pneumonia 8%, infeksi bakteri
lain 2% dan infeksi saluran napas atas dan penyakit autoimun 46% dari kasus yang ada.
Adanya rangsang meningeal menandakan adanya gejala iritasi mengingeal.

5
Sasaran Belajar :
Setelah mengikuti proses belajar ini mahasiswa diharapkan mampu menjelaskan
patomekanisme kuduk kaki, penyakit-penyakit yang menyebabkan kuduk kaku,
dan pemeriksaan klinis kaku kuduk.

SASARAN PEMBELAJARAN
Memberi pengetahuan dan keterampilan mengenai gejala dan cara
pemeriksaan tanda rangsang menings.
Menentukan penyebab timbulnya tanda rangsang menings sehingga dapat
membedakan apakah gejala tersebut adalah suatu meningismus.
Memberikan penanganan awal serta persiapan rujukan pasien.

MEDIA DAN ALAT BANTU


Penuntun belajar

STRATEGI DAN CARA PELATIHAN


Demonstrasi kompetensi sesuai dengan penuntun belajar.

6
PENUNTUN PEMBELAJARAN
KETERAMPILAN RANGSANG MENINGES

LANGKAH KLINIK PEMERIKSAAN


NO TANDA RANGSANG MENINGES KASUS
A. KAKU KUDUK 1 2 3
1. Pemeriksa berada di sebelah kanan pasien. Mintalah
pasien berbaring telentang tanpa bantal.
2 Tempatkan tangan kiri di bawah kepala pasien yang
sedang berbaring, tangan kanan berada diatas dada
pasien.
3. Rotasikan kepala pasien ke kiri dan ke kanan untuk
memastikan pasien sedang dalam keadaan rileks .
4. Tekukkan (fleksikan) kepala pasien secara pasif dan
usahakan agar dagu mencapai dada.
5 Melakukan Interpretasi:
Kaku kuduk negatif (normal)
Kaku kuduk positif (abnormal) bila terdapat
tahanan atau dagu tidak mencapai dada.
Meningismus apabila pada saat kepala dirotasikan ke
kiri, ke kanan, dan di-fleksi-kan, terdapat
tahanan.
SIGN 1 2 3
1. Pasien berbaring telentang. Pemeriksa berada di
sebelah kanan pasien.
2. Fleksikan salah satu paha pasien pada persendian
panggul sampai membuat sudut 90 derajat.
3. Ekstensikan t ungkai bawah sisi yang sama pada
persendian lutut sampai membuat sudut 135 derajat
atau lebih.
4. Lakukan Interpretasi:
sign: negatif (= Normal, apabila ektensi lutut
mencapai minimal 135 derajat)

dapat mencapai 135 derajat atau terdapat rasa nyeri.


5. Lakukan hal yang sama untuk tungkai sebelahnya dan
interpretasikan hasilnya.
C. BRUDZINSKI I 1 2 3
1. Pasien berbaring telentang tanpa bantal kepala.
Pemeriksa berada di sebelah kanan pasien.
2. Letakkan tangan kiri di bawah kepala, tangan kanan di atas
dada kemudian lakukan fleksi kepala dengan cepat
kearah dada pasien sejauh mungkin.

7
3. Lakukan Interpretasi :
Brudzinski I negatif (Normal) bila pada saat fleksi
kepala, tidak terjadi fleksi involunter kedua tungkai
pada sendi lutut
Brudzinski I positif (abnormal) bila terjadi fleksi
involunter kedua tungkai pada sendi lutut.
D. BRUDZINSKI II 1 2 3
1. Pasien berbaring telentang. Pemeriksa berada di
sebelah kanan pasien.
2. Fleksikan satu tungkai pada sendi lutut,
kemudiansecara pasif lakukan fleksi maksimal pada
persendian panggul, sedangkan tungkai yang satu
berada dalam kedaan ekstensi (lurus).
3 Lakukan Interpretasi :Brudzinski II positif (abnormal) bila
tungkai yangdalam posisi ekstensi terjadi fleksi involunter
pada sendi panggul dan lutut. Brudzinski II
negatif (normal) apabila tidak terjadi apa-apa.
4 Lakukan hal yang sama untuk tungkai yang satunya.
Interpretasikan hasil pemeriksaan Anda.
E. BRUDZINSKI III 1 2 3
1. Pasien berbaring telentang. Pemeriksa berada di
sebelah kanan pasien.
2. Lakukan penekanan padakedua os zygomatikus kiri dan
kanandengan menggunakan ibu jari pemeriksa.
3. Lakukan Interpretasi:
Brudzinski III positif (abnormal) apabila terjadi fleksi
involunter kedua ekstremitas superior pada sendi siku.
Brudzinski III negatif (normal) apabila tidak terjadi apa-
apa saat penekanan os zygomaticus.
F. BRUDZINSKI IV 1 2 3
1. Pasien berbaring telentang. Pemeriksa berada di
sebelah kanan pasien.
2. Lakukan penekananpada symphysis os pubis dengan
tangan kanan pemeriksa.
3. Lakukan Interpretasi:
Brudzinski IV positif (abnrmal) apabila terjadi fleksi
involunterkedua tungkai pada sendi lutut. Brudzinski IV
negatif (normal) apabila tidak terjadi apa-apa.

8
PEMERIKSAAN FONTANEL/ KEPALA

PENGERTIAN
Fontanel (latin: fonticuli cranii) adalah bagian lunak di antara tulang
tengkorak kepala pada bagian atas dan belakang kepala bayi. Fontanel berasal dari
bahasa Italia, yaitu Fontanella yang berarti air mancur kecil. Fontanel akan berubah
sedikit mengecil pada saat proses kelahiran dan akan menghilang seiring dengan
pertumbuhan bayi.
Fontanel terdiri dari dua bagian yaitu bagian belakang yang disebut
posterior dan bagian atas yang disebut anterior. Lebar fontanel anterior dapat
mencapai 5 cm. Posterior memiliki bentuk segitiga dan lebih kecil dari fontanel
bagian atas atau anterior. Bagian ini akan tertutup dan terbentuk sempurna saat bayi
berusia 6 8 minggu. Bentuknya menyerupai segitiga dan ukuran diameternya
kurang dari 1,25 cm. Sedangkan Anterior umumnya baru akan tertutup saat bayi
berusia 18 bulan. Hal ini akan memberikan kesempatan bagi otak anak untuk
berkembang maksimal. Karena teksturnya yang lunak, fontanel dapat mempengaruhi
bentuk kepala bayi.

Gambar 1.
Tengkorang bayi baru lahir yang menunjukan anterior dan posterior fontanel.

Gambar 2.
Tengkorang bayi baru lahir yang menunjukan fontanel bagian samping

9
DASAR TEORI
Fontanel bisa digunakan untuk mendiagnosis kesehatan bayi. Pada
pemeriksaan fisik kepala untuk menilai fontanel, seorang pemeriksa harus menilai
garis sutura dan fontanel, apakah ukuran dan tampilannya normal. Sutura yang
berjarak lebar mengindikasikan bayi preterm, moulding yang buruk atau hidrosefalus.
Pada kelahiran spontan letak kepala, sering terlihat tulang kepala tumpang tindih
yang disebut moulding/moulase. Keadaan ini normal kembali setelah beberapa hari
sehingga ubun-ubun mudah diraba.
Perhatikan ukuran dan ketegangannya. Fontanel anterior harus diraba,
fontanel yang besar dapat terjadi akibat prematuritas atau hidrosefalus, sedangkan
yang terlalu kecil terjadi pada mikrosefali. Jika fontanel menonjol, hal ini diakibatkan
peningkatan tekanan intakranial (misalnya pada meningitis atau terjadi infeksi),
sedangkan yang cekung dapat tejadi akibat dehidrasi. Terkadang teraba fontanel ketiga
antara fontanel anterior dan posterior, hal ini terjadi karena adanya trisomi 21.

TUJUAN PEMBELAJARAN
Memberi pengetahuan dan keterampilan mengenai cara pemeriksaan fontanel.
Memberi pengetahuan tentang hal-hal patologis yang berhubungan dengan ukuran
fontanel, cepat dan lambatnya penutupan fontanel serta tekanan pada fontanel.
Memberikan pengetahuan kepada peserta didik tentang hal-hal yang
merupakan kondisi emergensi yang terkait dengan masalah fontanel.

MEDIA DAN ALAT BANTU


Manekin bayi/bayi umur kurang dari 2 tahun

10
PENUNTUN PEMBELAJARAN
KETERAMPILAN PEMERIKSAAN
FONTANEL

LANGKAH KLINIK PEMERIKSAAN


NO FONTANEL /KEPALA KASUS
1 2 3
A. INSPEKSI DAERAH KEPALA
Lakukan penilaian pada bagian kepala antara lain :
1 Maulage yaitu tulang tengkorak yang saling menumpuk
pada saat lahir, asimetris atau tidak
2 Ada tidaknya caput suksedanum, yaitu edema di kepala,
lunak dan tidak berfluktuasi, batasnya tegas dan
menyeberangi sutura dan akan hilang dalam
beberapa hari.
3 Ada tidaknya cephal hematoma, yang terjadi sesaat
setelah lahir dan tidak tampak pada hari pertama karena
tertutup oleh caput. Akan hilang dalam waktu 2-
6 bulan.
4 Ada tidaknya perdarahan, yang terjadi karena
pecahnya vena yang menghubungkan jaringan diluar
sinus dalam tengkorak. Batasnya tidak tegas.
B. PALPASI KEPALA
Lakukan palpasi sepanjang garis sutura dan fontanel
pada saat bayi duduk dan tenang
1 Nilai ukuran lebarnya
Fontanel bayi normal adalah datar atau sedikit cekung dan
berdenyut, namun bayi normal dapat memperlihatkan
penonjolan fontanel saat menangis
atau berbaring.
Fontanel anterior/atas berbentuk segi empat dan
umumnya berdiameter 5 cm
Fontanel posterior berbentuk segi tiga dan berdiameter
sekitar 1, 25 cm
Sutura yang berjarak lebar mengindikasikan bayi
preterm, moulding yang buruk atau hydrocephalus
Sutura dan fontanel yang terlalu cepat menutup
sebelum masanya disebut Craniosynostosis.
2 Nilai penonjolannya/cekungannya
Fontanel yang menonjol mengindikasikan peninggian
tekanan intra kranial (TIK) pada bayi misalnya pada
meningitis atau hydrocephalus.
Fontanel yang cekung menunjukkan keadaan dehidrasi
3 Apakah fontanel masih terbuka atau sudah tertutup

11
Fontanel anterior umumnya menutup pada saat bayi
berumur 6 8 minggu
Fontanel posterior umumnya menutup pada saat bayi
berumur sekitar 18 bulan

12
PEMERIKSAAN SINDROMA JEBAKAN

PENGERTIAN
Sindroma jebakan yang sering disebut juga sebagai neuropati akibat
penekanan/kompresi atau entrapment neuropathies adalah suatu kondisi dimana
terjadi neuropati akibat kompresi yang lama atau cedera mekanik pada daerah tertentu.
Contoh sindroma jebakan yang paling sering kita dapatkan adalah carpal tunnel
syndrome dan tarsal tunnel syndrome serta sciatika atau iskialgia.

DASAR TEORI

CARPAL TUNNEL SYNDROME (SINDROMA TEROWONGAN KARPAL)/CTS


Sindroma terowongan Karpal adalah entrapment neuropathy yang paling sering
terjadi. Sindroma ini terjadi akibat adanya tekanan terhadap nervus medianus pada
saat melewati terowongan karpal di pergelangan tangan. Beberapa penyebabnya
telah diketahui seperti trauma, infeksi, gangguan endokrin dan lain-lain, tetapi
sebagian tidak diketahui penyebabnya. Penggunaan tangan/pergelangan tangan yang
berlebihan dan berulang diduga berhubungan dengan terjadinya sindroma ini. Gejala awal
umumnya berupa gangguan sensorik (nyeri, rasa tebal, parastesia dan tingling). Gejala
motorik akan dijumpai pada stadium lanjut dan umumnya berupa atrofi otot thenar.
Diagnosis ditegakkan berdasarkan gejala klinis, pemeriksaan fisik yang
didukung oleh pemeriksaan elektrodiagnostik, radiologi dan laboratorium.
Pemeriksaan fisik yang baik dan benar akan memudahkan dalam menegakkan
diagnosis penyakit. Terdapat beberapa tes provokasi untuk membantu menegakkan
diagnosis penyakit ini di antaranya adalah Phalen test dan Tinnel test.

TARSAL TUNNEL SYNDROME (SINDROMA TEROWONGAN TARSAL)/TTS


Sindroma terowongan Tarsal disebut juga neuralgia tibialis posterior adalah
neuropati akibat penekanan dan menimbulkan nyeri pada kaki yang disebabkan oleh
tekanan nervus tibialis pada saat melewati terowongan tarsal. Terowongan ini terdapat
pada bagian dalam dari tungkai/kaki kanan di belakang malleolus medialis.
Pasien dengan TTS umumnya mengeluh berupa rasa baal/kram pada kaki yang
menjalar ke ibu jari kaki dan 3 jari berikutnya. Rasa nyeri, terbakar, sensasi seperti
kesetrum listrik pada telapak kaki dan tumit. Penyebab yang umum adalah trauma,
vena varikosa, neuropati atau adanya kompresi akibat kelainan anatomi pada daerah
sekitar terowongan tarsal.

13
Diagnosis ditegakkan berdasarkan pemeriksaan fisik, radiologi dan
sign
adalah langkah awal untuk melakukan evaluasi lebih lanjut pada pasien dengan
seperti ini.

SCIATICA (SIATIKA)/ISKHIALGIA
Sciatika (siatika) adalah rasa nyeri yang menjalar dari punggung bawah hingga
ke paha, betis, tumit dan telapak kaki baik pada satu sisi maupun kedua sisi kaki. Rasa
seperti ditusuk-tusuk dan
terbakar, terus-menerus atau pun hilang-timbul tetapi semakin lama semakin parah
sakitnya. Rasa nyeri dapat meningkat saat penderita duduk, batuk, bersin atau tertawa.
Sebaliknya, berjalan, berbaring, dan gerakan yang meregangkan tulang punggung
(seperti mengangkat bahu) mungkin mengurangi nyeri.
Sciatika disebabkan oleh iritasi atau peradangan nervus
(neuropati/radikulopati) sciatic/iskhiadikus, saraf terbesar dan terpanjang dalam tubuh
yang menjalar dari punggung bawah melewati belakang sendi panggul dan bercabang
hingga ke kedua belah paha, betis, tumit dan telapak kaki. Neuropati/radikulopati
sciatic dapat disebabkan oleh hernia nucleus pulposus pada discus intervertebralis,
sindroma piriformis (terjadi ketika otot piriformis) menjadi kaku dan tegang
sehingga menekan dan mengiritasi nervus sciatic, lumbar spinal stenosis (terjadi
karena penyempitan kanalis spinalis pada daerah punggung bawah yang menekan
nervus sciatic, spondilolistesis dan lain-lain.
Untuk menegakkan diagnosis apa yang menjadi penyebab dari keluhan ini
berdasarkan dari anamnesis, pemeriksaan fisik (antara lain pemeriksaan motorik, sensorik
dan test-test khusus seperti Laseque test) dan pemeriksaan radiologik. Tanda Lasegue
adalah salah satu tanda yang didapatkan pada pemeriksaan Laseque test berupa rasa
nyeri menjalar yang dimulai dari bokong dan mengikuti persarafan nervus sciatic.

14
PENUNTUN PEMBELAJARAN
KETERAMPILAN PEMERIKSAAN SINDROMA JEBAKAN

LANGKAH KLINIK PEMERIKSAAN


NO SINDROMA JEBAKAN KASUS
1 2 3
A. NERVUS MEDIANUS
I
1 Melakukan penekanan pada pertengahan ligamentum
carpi transversum (volare)
2 Interpretasi
menjalar dari tempat penekanan hingga ke daerah sesuai
inervasi nervus medianus (jari I, jari II, Jari III dan
setengah jari IV)
3 ILUSTRASI SEPERTI PADA GAMBAR DI BAWAH :

II
1 Melakukan hiperflexi pada pergelangan tangan dengan
mempertemukan kedua punggung tangan (dorsum
manus).
2 Interpretasi: Jika timbul nyeri yang menjalar sesuai
inervasi n.medianus berarti test positif yaitu
terdapat penekanan n.medianus pada canalis carpi (carpal
tunnel)

15
3 ILUSTRASI SEPERTI PADA GAMBAR DI BAWAH :

Hiper-fleksi pada pergelangan tangan menimbulkan


parestesia dan nyeri sepanjang perjalanan n.
medianus.

III PEMERIKSAAN SENSIBILITAS


1 Klien diminta untuk menutup mata kemudian melakukan
pemeriksaan sensibilitas pada jari I, II, III dan ½ jari IV
pada bagian volar manus dengan
menggunakan jarum.
2 Interpretasi: terdapat gangguan sensibilitas jika subjek
merasa kurang rasa atau tidak sama sekali
(hipestesi/anestesi)
3 ILUSTRASI SEPERTI PADA GAMBAR DI BAWAH :

16
B. N. ULNARIS
I
1 Melakukan penekanan pada sulcus n.ulnaris yaitu dibagian
posterior epicondylus medialis humeri (sulcus
n.ulnaris).
2 Interpretasi: jika terjadi jebakan n.ulnaris pada daerah
tersebut maka akan timbul nyeri yang dirasakan
berpangkal pada tempat penekanan dan menjalar
sepanjang perjalanan n.ulnaris yaitu sebelah medial
lengan bawah hingga ke setengah jari IV dan V
positif)

17
3 ILUSTRASI SEPERTI PADA GAMBAR DI BAWAH :

canal).
2 Interpretasi: jika terjadi jebakan n.ulnaris pada daerah
canal maka subjek akan merasakan nyeri yang
menjalar dari tempat penekanan hingga ke jari V dan

18
ILUSTRASI SEPERTI PADA GAMBAR DI BAWAH :

II PEMERIKSAAN SENSIBILITAS
Subjek diminta untuk menutup mata lalu mel akukan
pemeriksaan sensibilitas pada tepi ulnar telapak tangan
(hypothenar), setengah jari IV dan V dengan
menggunakan jarum.
ILUSTRASI SEPERTI PADA GAMBAR DI BAWAH :

C. NERVUS RADIALIS
I
1 Melakukan penekanan pada bagian proximal dan
sedikit ke posterior dari processus styloideus os radii.
2 Interpretasi: jika terjadi jebakan n.radialis pada daerah
tersebut maka subjek akan merasakan nyeri yang

19
menjalar dari tempat penekanan hingga ke dorsum

3 ILUSTRASI SEPERTI PADA GAMBAR DI BAWAH :

II PEMERIKSAAN SENSIBILITAS
1 Sambil subjek menutup mata, l akukan pemeriksaan
sensibilitas pada kulit lengan bawah bagian posterior
dan kulit bagian lateral dari dorsum manus
ILUSTRASI SEPERTI PADA GAMBAR DI BAWAH :

20
D. NERVUS SCIATIKA (NERVUS ISKHIADIKUS)
I
1 Klien berbaring pada meja pemeriksaan dengan kedua
tungkai diluruskan (diekstensikan).
2 Kemudian mengangkat tungkai subjek sambil
mempertahankan lutut tetap lurus.
Pada orang nomal, subjek tidak merasakan nyeri dan
tahanan hingga sudut 70°.
3 Interpretasi : jika subjek merasakan nyeri menjalar dari
bokong hingga ke tungkai sesuai dengan inervasi

test positif yang biasanya didapatkan pada


penderita herniasi discus L5, S1 atau S2.
INTERPRETASI SEPERTI PADA GAMBAR DI BAWAH :

21
PENUNTUN PEMBELAJARAN
KETERAMPILAN PEMERIKSAAN FISIK KHUSUS NYERI PUNGGUNG BAWAH

TEST PATRICK
Tindakan pemeriksaan ini dilakukan untuk membangkitkan nyeri di sendi
panggul yang mengalami gangguan. Pada iskialgia diskogenik test ini adalah negatif.

TEST KONTRA PATRICK


Tindakan pemeriksaan ini dilakukan untuk menentukan lokasi patologik di sendi
sakroiliaka jika terasa nyeri di daerah bokong, baik yang menjalar sepanjang tungkai
maupun yang terbatas pada daerah gluteal dan sakral saja.

TUJUAN PEMBELAJARAN
Memberi pengetahuan dan keterampilan mengenai gejala dan cara
pemeriksaan sistem motorik
Mampu melakukan pemeriksaan motorik secara sistematik
Menentukan letak lesi kelumpuhan otot

MEDIA DAN ALAT BANTU


Penuntun belajar
Manekin otot dan saraf

STRATEGI DAN CARA PELATIHAN


Demonstrasi kompetensi sesuai dengan penuntun belajar.

LANGKAH KLINIK PEMERIKSAAN FISIK


NO KHUSUS KASUS
NYERI PUNGGUNG BAWAH
1 2 3
A. TEST PATRICK
1 Tempatkan tumit atau malleolus eksterna tungkai klien
yang sakit pada lutut tungkai lainnya.
2 Lakukan penekanan pada lutut yang difelsikan.
3 Interpretasi : Akan timbul nyeri pada sendi panggul
ipsilateral pada saat dilakukan penekanan pada lutut yang
difleksikan tersebut.
4 ILUSTRASI SEPERTI PADA GAMBAR DI BAWAH :

22
B. TES KONTRA PATRICK
1 Lipat tungkai klien yang sakit dan endorotasikan serta
aduksikan.
2 Lakukan penekanan sejenak pada lutut tungkai
tersebut.
3 Interpretasi : Akan timbul rasa nyeri pada garis sendi
sakroiliaka bila di situ terdapat suatu keadaan patologis
(arthritis), baik berupa nyeri yang menjalar sepanjang
tungkai maupun yang terbatas pada daerah bluteal
atau sacral saja.
4 ILUSTRASI SEPERTI PADA GAMBAR DI BAWAH :

23
surah
dgn Kakumud , a

dtg atan
:
usia
tetanus bernapas

bias a
pada
PEMERIKSAAN CHVOSTEK
PENGERTIAN
Manifestasi klinik dari tetani antara lain spasme dan kontraksi tonik otot
skletal yang umumnya dapat ditemukan pada bagian distal ekstremitas. Hal ini dapat
terlihat sebagai spasme karpopedal berupa kontraksi tonik dari otot-otot pergelangan
tangan, tangan, jari-jari dan ibu jari. Ini disebabkan oleh hiper- eksitabilitas sistem
saraf perifer termasuk otot walaupun diberikan rangsangan minimal. Saraf sensorik
dapat terlibat dengan gejala seperti parastesia pada tangan, kaki dan daerah sekitar
mulut.

DASAR TEORI
Tetani berhubungan dengan dengan gangguan metabolisme kalsium atau
alkalosis, yang menyebabkan penurunan kadar ion kalsium. Adanya kelainan
neurologik hanya dapat ditemukan dengan pemeriksaan fisik saja. Pemeriksaan ini
sangat mudah dilakukan pada pasien yang hipersensitif dalam beberapa menit saja (tetani
laten). Tetani yang berat dapat menyebabkan seizure, spasme laring, stridor, dan
kegagalan nafas.
Ketukan pada nervus facialis dapat menyebabkan spasme
atau tetani, kontraksi yang melibatkan beberapa atau semua otot facialis. Dua titik
yang dapat dijadikan tempat untuk memberikan stimulasi/ketokan yaitu di bawah
processus zygomaticus os temporal, di depan telinga sign) dan pada
pertengahan antara arkus zygomaticus -
kadang respon yang sama dapat ditimbulkan dengan menggores kulit di depan
telinga. Tanda minimal dapat hanya berupa kedutan/tarikan minimal pada sudut bibir
atas atau sudut mulut, maksimal jika terdapat kontraksi pada daerah frontal wajah,
otot sekitar mata, dan pipi. Kontraksi otot juga dapat melibatkan otot yang disuplai
nervus trigeminus. sign adalah akibat dari hipereksitabilitas saraf motorik
yang dipersarafi oleh nervus facialis terhadap stimulasi mekanik. Tanda ini sangat penting
pada tetani, tetapi dapat juga terjadi pada kondisi hiper-refleks seperti pada lesi
traktus kortikospinalis.

TUJUAN PEMBELAJARAN
Memberi pengetahuan dan keterampilan mengenai gejala dan cara
pemeriksaan tetani
Mampu melakukan pemeriksaan chvostek secara sistematis.

MEDIA DAN ALAT BANTU


Penuntun belajar
Manekin otot dan sara

STRATEGI DAN CARA PELATIHAN


Demonstrasi kompetensi sesuai dengan penuntun belajar

24
PENUNTUN PEMBELAJARAN PEMERIKSAAN FISIK KHUSUS

LANGKAH KLINIK
NO KASUS
1 2 3
1 Jelaskan maksud pemeriksaan kepada klien
2 Identifikasi titik dimana akan dilakukan ketokan.
Titik I di bawah processus zygomaticus os temporal, di
depan telinga.
Titik II pada pertengahan antara arkus zygomaticus dan
sudut mulut.
3 Dilakukan ketokan pada titik tersebut
4 Interpretasi :
Respon yang didapat berupa kedutan/tarikan minimal pada
subut bibir atas atau sudut mulut, maksimal jika terdapat
kontraksi pada daerah frontal wajah, otot
sekitar mata dan pipi.
5 ILUSTRASI SEPERTI PADA GAMBAR DI BAWAH :

25
26

Anda mungkin juga menyukai