Anda di halaman 1dari 48

PANDUAN KETERAMPILAN KLINIS

BLOK 6.3 NEUROBEHAVIOUR

Editor
dr. Mirna Marhami Iskandar, Sp.S
dr. Attiya Istarini, Sp.N

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER


FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS JAMBI
2021
Modul Skills Lab Blok 6.3- Neurobehaviour FKIK Universitas Jambi

KATA PENGANTAR

Proses pembelajaran pada Blok 6.3 (Neuro Behaviour) ini merupakan integrasi dari
ilmu neuro dan prilaku/behavior. Dalam blok ini, mahasiswa akan mempelajari
mengenai Neuro dan Behavior. Untuk mendukung kemampuan tersebut, dalam blok ini
mahasiswa akan dibekali dengan keterampilan klinis yang akan bermanfaat dalam
praktik di lapangan. Keterampilan klinis yang akan dipelajari dalam Blok 6.3 terintergrasi
dengan keterampilan Blok 1.2 yang telah dipelajari sebelumnya, terdiri atas
keterampilan komunikasi: menyampaikan berita buruk, memberi nasehat dan motivasi,
rehabilitasi medik-motorik (post stroke), pemeriksaan status mental, pemeriksaan
refleks nervi kranialis dan refleks patologis, pemeriksaan penilaian kesadaran dan
menigeal sign. Target blok ini adalah tercapainya kompetensi dasar terutama kompetensi
level 3 dan 4.
Untuk masing-masing materi skill lab akan dilakukan dalam 3 sesi, yang pertama
merupakan sesi terbimbing dimana mahasiswa akan didampingi oleh seorang tutor
untuk masing-masing kelompok, sesi kedua adalah feedback (proses evaluasi), dan sesi
ketiga adalah ujian OSCE yang akan diadakan pada akhir semester. Untuk mendapatkan
hasil yang maksimal, mahasiswa diharapkan dapat membaca panduan skill lab terlebih
dahulu sebelum mengikuti skill lab dan mengikuti skill lab dengan sebaik-baiknya.

Jambi, Maret 2021

Tim Penyusun

2
Modul Skills Lab Blok 6.3- Neurobehaviour FKIK Universitas Jambi

DAFTAR KOMPETENSI

Berdasarkan SKDI (Standar Kompetensi Dokter Indonesia) 2012, ada beberapa


level kompetensi keterampilan klinis yang harus dipenuhi oleh mahasiswa kedokteran
untuk menjadi seorang dokter.
Level kompentensi 1 (Knows) : Mengetahui dan menjelaskan
Level kompentensi 2 (Knows how) : Pernah melihat atau didemonstrasikan
Level kompentensi 3 (Shows) : Pernah melakukan atau pernah menerapkan di
bawah supervisi.
Level kompentensi 4 (Does) : Mampu melakukan secara mandiri
4A. Keterampilan yang dicapai pada saat lulus dokter
4B. Profisiensi (kemahiran) yang dicapai setelah selesai internsip dan/atau
Pendidikan Kedokteran Berkelanjutan (PKB)

Gambar 1. Standar Kompetensi Dokter Indonesia 2012

3
Modul Skills Lab Blok 6.3- Neurobehaviour FKIK Universitas Jambi

DAFTAR KOMPETENSI KETERAMPILAN NEUROLOGI

4
Modul Skills Lab Blok 6.3- Neurobehaviour FKIK Universitas Jambi

DAFTAR KOMPETENSI PSIKIATRI

5
Modul Skills Lab Blok 6.3- Neurobehaviour FKIK Universitas Jambi

JADWAL KEGIATAN SKILLS LAB


BLOK 6.3 NEUROBEHAVIOR

NO JENIS KETERAMPILAN JUMLAH RUANGAN


PERTEMUAN
1 Anamnesis kelainan Neurologi 1x
Skill lab/daring
2 Pemeriksaan kesadaran dan 1x
Skill lab/daring
pemeriksaan TRM
3 Pemeriksaan nervus kranialis 1x Skill lab/daring
4 Pemeriksaan refleks patologis dan 1x Skill lab/daring
primitif, pemeriksaan keseimbangan
dan koordinasi
5 Wawancara psikiatri dan pemeriksaan 1x Skill lab/daring
neurobehavior (MMSE)
6 Ujian keterampilan (OSCE)
*Jadwal dan ruangan dapat berubah berdasarkan jadwal dari Bagian Akademik

6
Modul Skills Lab Blok 6.3- Neurobehaviour FKIK Universitas Jambi

ANAMNESIS KELAINAN NEUROLOGI

A. TUJUAN PEMBELAJARAN
Sesi pembelajaran keterampilan klinik meliputi refreshing pola dasar anamnesis dan
mengasah anamnesis terkait keluhan dibidang Neurologi. Fasilitator pembelajaran klinik
diharapkan menstimulasi kemampuan anamnesis mahasiswa berdasarkan simulasi
kasus atau skenario klinis yang sesuai dengan kompetensi dokter umum (4A) yang
diberikan pada panduan.

Tujuan Umum
1. Mahasiswa memahami kerangka anamnesis dan mampu melakukan anamnesis
terkait kelainan Neurologi.

Tujuan Khusus
1. Mampu menanyakan keluhan utama sebagai penyebab pasien datang ke pelayanan
kesehatan
2. Mampu menggali riwayat penyakit pasien sekarang secara komplit dan akurat yang
bisa mengarahkan pada diagnosis kelainan Neurologi.
3. Mampu menanyakan riwayat penyakit dahulu dan penyakit keluarga yang
berhubungan dengan keluhan utama atau penyakit yang menjadi faktor resiko
penyakit pasien secara komplet dan akurat.
4. Mampu menayakan riwayat kebiasaan, riwayat pengobatan, serta faktor sosial,
ekonomi, pekerjaan yang berhubungan dengan penyakit pasien sekarang.
5. Mampu menyusun suatu wawancara medis yang efektif dan efisien dalam segi
waktu tetapi tetap dapat meningkatkan proses ”Diagnostic Reasoning”.
6. Mampu mengikutsertakan pasien dalam suatu proses interaktif, meningkatkan
pemahaman
pasien, serta menjaga hubungan baik dengan pasien.
7. Mampu melatih cara-cara menggali informasi yang didapatkan dari anamnesis
secara profesional.

B. RENCANA PEMBELAJARAN
Sesi skills lab dilakukan 1 kali pertemuan, dengan langkah sbb:
1. Sesi skills lab dilakukan secara tatap muka/daring.
2. Dosen pengampu dan mahasiswa melakukan simulasi mengenai kasus-kasus
kelainan neurologi berdasarkan contoh-contoh anamnesis pada panduan SL
3. Dosen pengampu memberikan feedback anamnesis yang dilakukan oleh
mahasiswa.

C. SKENARIO KLINIS
1. Seorang laki-laki 50 tahun dibawa ke IGD RSU dengan keluhan utama penurunan
kesadaran sejak 1 jam SMRS, yang terjadi saat bekerja. Pasien tidak bisa dibangunkan,
hanya bisa membuka mata jika diberikan rangsangan nyeri. Menurut keluarga

7
Modul Skills Lab Blok 6.3- Neurobehaviour FKIK Universitas Jambi

sebelum tidak sadar pasien mengeluh nyeri kepala, muntah dan merasa anggota gerak
kanan sulit diangkat. Kemudian pasien tidak sadarkan diri. Pasien sebelumnya
memiliki riwayat hipertensi selama 5 tahun. Tekanan darah berkisar 180/100 namun
minum obat antihipertensi tidak teratur. Lakukan Alloanamnesis.

2. Seorang wanita 26 tahun datang ke poliklinik Saraf dengan keluhan nyeri kepala di
sebelah kanan seperti berdenyut sejak 1 hari ini. Keluhan bertambah berat dengan
aktivitas fisik dan suara bising. Nyeri kepala sudah berulang sejak 1 tahun terakhir
frekuensi > 2x sebulan. Biasanya nyeri berkurang dengan obat paracetamol yang dibeli
di warung. Namun nyeri sekarang tidak berkurang. Ibu pasien memiliki riwayat
penyakit yang sama. Lakukan autoananmnesis.

3. Seorang pria 35 tahun datang ke IGD RSU dengan keluhan pusing berputar sejak 1 hari
ini. Keluhan hilang timbul, timbul bila miring ke kanan, durasi pusing < 5 menit
kemudian hilang kembali. Keluhan berawal saat pasien hendak bangun tidur, saat
berubah posisi terasa lingkungan sekitar berputar. Keluhan bertambah saat buka mata
dan disertai muntah, mual dan keringat dingin. Lakukan Autoanamnesis.

4. Seorang laki-laki 45 tahun dibawa ke IGD RSU dengan keluhan utama kejang 1 jam
yang lalu yang disertai penurunan kesadaran. Menurut saksi mata, kejang berupa
bangkitan kaku dan kelonjotan seluruh tubuh, durasi kejang > 30 menit, frekuensi 1
kali, disertai mulut berbusa dan mengompol. Saat di IGD kejang sudah berhenti.
Kronologis kejadian diawali penurunan kesadaran terjadi secara bertahap sejak 3 hari
terakhir, dan tidak bisa dibangunkan lagi setelah kejang 1 jam yll. Sebelumnya pasien
mengeluh nyeri kepala sejak 2 minggu dan demam. Kemudian secara bertahap pasien
tidak sadarkan diri. Pasien sebelumnya memiliki riwayat TBC namun putus obat. Dari
pemeriksaan tanda rangsang meningeal ditemukan kaku kuduk (+). Lengkapi
Alloanamnesis terkait penyakit pasien.

D. TINJAUAN TEORI
Dalam ilmu kedokteran, pendekatan klinis kelainan Neurologi hampir sama dengan
penyakit lain. Pendekatan klinis gangguan neurologi sangat ditentukan dari anamnesis
dan pemeriksaan fisik. Anamnesis bertujuan untuk mendapatkan informasi ada atau
tidak nya defisit neurologi baik dari pasien atau keluarga yang kemudian dikonfirmasi
dengan pemeriksaan fisik secara objektif. Selain itu anamnesis juga berkontribusi dalam
penentuan kemungkinan diagnosis topis dari lesi sistem saraf. Anamnesis dapat
dilakukan secara autoanamnesis dan alloanamnesis.

Dalam anamnesis, alur pikir yang perlu diperhatikan adalah sebagai berikut :
1. Pendekatan sistematis, perlu diingat : Fundamental Four & Basic Seven.
2. Pemahaman neruoanatomi dan neurofisiologi harus dikuasai dengan baik.
3. Anamnesis menggunakan keterampilan interpersonal sehingga dibutuhkan
pengetahuan sosiologi, psikologi dan antropologi.

8
Modul Skills Lab Blok 6.3- Neurobehaviour FKIK Universitas Jambi

Adapun langkah-langkah anamnesis di kelainan Neurologi (fundamental four) sebagai


berikut:

1. Keluhan Utama dan Riwayat Penyakit Sekarang


Keluhan Utama
Dalam anamnesis peserta didik di harapkan dapat menentukan keluhan utama pasien.
Keluhan utama pasien berupa defisit neurologi yang muncul dan menyebabkan pasien
datang untuk berobat. Defisit neurologi dapat terjadi secara mendadak atau perlahan
sesuai perjalanan penyakit masing-masing kelainan. Defisit neurologi dapat berupa
defisit global dan defisit fokal. Adapun beberapa defisit neurologi yang sering dikeluhkan
diantaranya:
a. Defisit Global
1. Penurunan kesadaran. Diagnosa banding penurunan kesadaran : kerusakan
hemisfer serebri luas atau bilateral akaibat gangguan suplai darah/ oksigen secara
difus, infeksi intrakranial atau angguan metabolik. Gangguan suplai darah bisa
akibat gangguan vaskuler seperti stroke. Gangguan metabolik berhubungan dengan
ensefalopati uremikum, ensefalopati hepatikum, ensefalopati toksik metabolik
akibat sepsis dsb.
2. Perubahan status mental : Delirium
3. Sindrom gejalan peningkatan tekanan intrakranial
4. Kejang umum
5. Nyeri kepala difus
6. Gangguan fungsi luhur : Demensia

b. Defisit Fokal
1. Gangguan motorik: Hemiparesis, paraparesis, tetraparesis
2. Gangguan sensorik: kebas, kesemutan, gangguan sensasi suhu, getar dan posisi
3. Gangguan otonom: gangguan berkemih, defekasi, gangguan ereksi
4. Gerakan involunter: Parkinsonisme, tremor, chorea, tic, balismus dsb
5. Kejang fokal
6. Gangguan nervus kranialis (Diplopia, ganguan lapangan pandang, buta kortikal,
gangguan menelan, gangguan bicara, gangguan pendengaran, kelemahan ekspresi
wajah)
7. Nyeri kepala
8. Vertigo dan gangguan keseimbangan
9. Nyeri leher dan punggung bawah
10. Gangguan fungsi luhur : gangguan berbahasa/afasia, memori, atensi, visuospasial,
eksekutif
11. Gangguan neuropsikiatrik : demensia, depresi, dsb

9
Modul Skills Lab Blok 6.3- Neurobehaviour FKIK Universitas Jambi

Riwayat Penyakit Sekarang


Sebagaimana anamnesis pada sistem organ lainnya, untuk menggali informasi lebih
dalam terutama yang berkaitan dengan keluhan utama dan menyingkirkan diagnosis
banding. Pada RPS dapat digunakan komponen-komponen pertanyaan yang berpedoman
kepada Basic seven atau Macleod’s Clinical Examination (metode OLDCART dan
OPQRST). Penggunaan kedua metode ini, disesuaikan dengan keluhan utama yang
diutarakan pasien. Tidak semua komponen-komponen pertanyaan ini dapat ditanyakan
dalam anamnesis terutama dalam kondisi pasien tidak sadar.
1. Basic seven
- Onset
- Lokasi
- Kronologis
- Kualitas/severitas
- Kuantitas
- Faktor yang memperingan atau memperberat
- Gejala yang menyertai (gejala neurologi atau gejala sistemik)

2. Macleod’s Clinical Examination


- Metode OLDCHART (Onset, Location, Duration, Character, Alleviating Aggravating
Factor, Radiation, Time) yaitu:
a. Dapat ditanyakan bagaimana mula terjadinya keluhan atau gejala klinis (onset).
b. Lokasi dimana pasien merasakan keluhan (location).
c. Sudah berapa lama keluhan dirasakan oleh pasien (duration).
d. Bagaimana sifat keluhan yang dirasakan pasien (character).
e. Adakah faktor-faktor yang dapat memperberat atau meringankan keluhan
(Alleviating atau Aggravating Factor)
f. Apakah keluhan hanya terbatas pada dada / menyebar ke bagian tubuh lain.
(Radiation).
g. Apakah keluhan timbul pada waktu tertentu, atau terjadi setiap saat, atau terjadi
tidak menentu (Time).

- Metode OPQRST (Onset, Palliating/Provoking Factor, Quality,Radiation, Site,Time)


yaitu:
a. Keluhan atau gejala klinis terjadi secara tiba-tiba atau perlahan-lahan (Onset).
b. Adakah pencetus yang menimbulkan keluhan (Palliating/Provoking Factor)
c. Sifat dan beratnya serangan atau gejala klinis yang terjadi, apakah terjadi secara
terus menerus atau hilang timbul, apakah cenderung bertambah berat atau
berkurang (Quality).
d. Penyebaran dari keluhan (Radiation).
e. Apakah keluhan timbul saat pasien berada pada tempat tertentu (Site), yang
memungkinkan penderita terpapar dengan faktor pencetus sehingga terjadi
serangan yang menyebabkan timbulnya keluhan (eksaserbasi).
f. Kapan keluhan timbul (Time).

10
Modul Skills Lab Blok 6.3- Neurobehaviour FKIK Universitas Jambi

2. Riwayat Penyakit Dahulu


Pada bagian ini ditanyakan kepada pasien tentang penyakit yang telah pernah
dideritanya sejak masih kanak-kanak sampai dewasa (saat sebelum menderita penyakit
sekarang ini), yang mungkin mempunyai hubungan dengan penyakit yang dialami pasien
saat ini. Ditanyakan adakah penderita pernah sakit serupa sebelumnya, bila dan kapan
terjadinya dan sudah berapa kali dan telah diberi obat apa saja. Selanjutnya cari penyakit
yang relevan dan menjadi faktor resiko penyakit sekarang (seperti : hipertensi, diabetes
mellitus, penyakit jantung, dislipidemia, riwayat tumor bagian tubuh lain, riwayat infeksi
daerah kepala), riwayat operasi kepala, perawatan lama, rawat inap, dan riwayat
pengobatan. Tanyakan juga penyakit yang dapat terjadi bila daya tahan tubuh melemah
atau infeksi oppotunistik.

3. Riwayat Penyakit keluarga


Anamnesis ini digunakan untuk dokter menanyakan penyakit yang pernah diderita
keluarga dekat (sedarah) pasien yang merupakan faktor resiko kelainan neurologi
seperti diabetes mellitus, hipertensi,dll. Tanyakan juga penyakit yang dapat menular
secara kontak langsung bila daya tahan tubuh melemah seperti TBC. Beberapa penyakit
sistem saraf memiliki kecenderungan untuk diturunkan secara genetik atau mutasi gen
tertentu, misalnya penyakit Parkinson, Duchene Muscular Dystrophy, Amyotrophy Lateral
Sclerosis. Selain itu ditanyakan keluarga pasien yang menderita penyakit serupa dengan
pasien. Bila ada yang meninggal dunia, tanyakanlah sebab kematiannya.

4. Riwayat kebiasaan, sosial, dan ekonomi


Tanyakan status sosial pasien, yang meliputi pendidikan, pekerjaan, pernikahan,
kebiasaan yang sering dilakukan, dokter menggali informasi-informasi mengenai
kebiasaan hidup pasien yang mungkin memiliki hubungan dengan penyakit. Kebiasaan
olahraga, gaya hidup dan pola makanan berhubungan dengan resiko penyakit vaskuler.
Masalah pekerjaan dan ekonomi mungkin menjadi penyebab stress emosional. Selain itu
kebiasaan seperti merokok, alkohol, NAPZA, sex bebas dapat berkaitan dengan dengan
resiko penyakit infeksi intrakranial. Riwayat kebiasaan nantinya dapat menjadi acuan
edukasi kepada pasien terkait pencegahan penyakitnya.

Beberapa contoh anamnesis kasus-kasus kelainan Neurologi


1. Penurunan Kesadaran
DD/ gangguan Vaskular otak (PIS, stroke Emboli, PSA), Ensefalopati, Infeksi
intrakranial, tumor, Trauma
• Alloanamnesis kepada pengantar pasien
• Onset (sangat mendadak, mendadak, bertahap, terjadi saat aktivitas/istirahat)
• Kronologis atau perjalanan penyakit yang mendahului
• Gejala yang menyertai sebelum terjadi penurunan kesadaran terkait kelainan
Neurologi (gejala peningkatan TIK: muntah proyektil, kejang; demam; kelemahan
anggota gerak; kelainan nervus kranialis; nyeri kepala sentinel).

11
Modul Skills Lab Blok 6.3- Neurobehaviour FKIK Universitas Jambi

• Tanyakan kemungkinan etiologi non neurologi sebagai penyebab penurunan


kesadaran (akronim AIUEO TIPS ex: mencret, muntah, intoksikasi, hipoglikemi,
hiponatremi, dsb)
• Riwayat trauma kepala (SDH, EDH)
• Riwayat penyakit dahulu (hipertensi, DM dsb.) dan riwayat pengobatannya apakah
teratur atau tidak
• Riwayat penyakit keluarga : FR vaskular dalam keluarga atau penyakit yang
diturunkan
• Riwayat sosial, pekerjaan, dan kebiasaan : merokok, alkohol, sex bebas, tatto,
NAPZA,

2. Nyeri Kepala
DD/ Nyeri kepala primer : TTH, Migrain, Cluster headache
Nyeri kepala sekunder : Infeksi Intrakranial, Tumor, Stroke Perdarahan,
Ensefalopati
• Autoanamnesis
• Onset : Mendadak, bertahap
• Lokasi nyeri kepala (misalnya hemicranial, holocranial, occipitonichal, bandlike)
• Intensitas nyeri kepala dan skala nyeri : ringan (masih mampu bekerja), sedang
(mengganggu konsentrasi bekerja), berat (tak masuk kerja),
• Kualitas nyeri ( steady, throbbing, stabbing)
• Waktu (pagi / bangun tidur, setiap saat), durasi dan frekuensi nyeri kepala
• Faktor-faktor presipitasi/ memperberat (alkohol, gangguan tidur, terlalu lama
tidur, makanan, cahaya terang)
• Faktor-faktor yang meringankan gejala nyeri (misalnya istirahat, ruang gelap,
aktivitas, obat-obatan)
• Keluhan-keluhan neurologik yang menyertai (misalnya photophobia, phonophobia,
tearing, nasalstuffiness, Aura visual, hemihipestesi, kelemahan, gangguan
ingatan/berbahasa)
• Keluhan sistemik yang menyertai (demam: infeksi intrakranial, toxoplasmosis,
abses serebri)
• Riwayat penyakit dahulu : Riwayat nyeri kepala sebelumnya (kronis/akut), Riwayat
trauma kepala, riwayat penyakit yang berhubungan (ex: hipertensi emergensi, HIV-
AIDS, infeksi telinga, sinusitis, infeksi gigi, TBC), pengobatan dan respon terapi
• Riwayat penyakit keluarga (ex: migrain pada ibu)
• Riwayat pekerjaan, sosial dan kebiasaan : minum kopi, NAPZA, Analgetik rutin dsb.

3. Nyeri punggung bawah


DD/ LBP ec sindrom facet joint, inflamasi sendi sakroilika;
LBP ec Radikulopati Lumbal: HNP, stenosis kanalis lumbal, sindrom piriformis
• Autoananmnesis
• Onset nyeri: akut atau kronik > 3 bulan,

12
Modul Skills Lab Blok 6.3- Neurobehaviour FKIK Universitas Jambi

• Lokasi nyeri dan penjalaran nyeri (tidak menjalar: kelainan otot atau sendi tulang
belakang, bila menjalar ke paha atau tungkai bawah sesuai dermatom
sensorik: radikulopati lumbal )
• Kualitas nyeri : seperti ditusuk, mendenyut, terbakar dsb
• Intensitas nyeri dan skala nyeri: ringan, sedang, berat
• Durasi dan frekuensi nyeri (setiap saat atau hilang timbul)
• Faktor-faktor pencetus nyeri pinggang atau memperberat nyeri : duduk, jongkok,
berjalan, bersin, mengedan.
• Faktor-faktor yang meringankan ( istirahat, duduk, baring)
• Keluhan neurologik lainnya (misalnya kesemutan, kebas, kelemahan angota gerak,
inkontinensia urine dan alvi)
• Riwayat penyakit dahulu : HNP, operasi vertebra, riwayat nyeri leher dan nyeri
pinggang, riwayat infeksi tulang (spondylitis TBC), riwayat malignancy (metastasis
tulang), riwayat trauma punggung
• Riwayat pengobatan
• Riwayat kebiasaan, pekerjaan angkat beban, olahraga, pola hidup, kebisaan duduk
dsb.

4. Kejang
DD/ Epilepsi; bangkitan simtomatik akut, Status epileptikus ec. Ensefalopati,
Infeksi Intrakranial, Tumor, Stroke.
• Alloanamnesa
• Onset kejang sejak berapa lama sebelum masuk RS, apakah kejang masih
berlangsung atau sudah berhenti
• Kesadaran saat kejang: sadar atau tidak sadar
• Bentuk kejang: kaku/kelojotan/tanpak bengong/gerakan otomatisme : mengecap,
mata berkedip
• Lokasi: Apakah kelonjotan/kaku seluruh tubuh, satu sisi anggota gerak, atau
setempat / fokal
• Durasi kejang : < 5 menit, > 30 menit (status epileptikus)
• Kronologis kejang:
- Gejala preiktal: apakah dimulai dengan aura /gejala yang mendahului: mencium bau
busuk, nyeri perut dsb.
- Gejala iktal : kejang kaku kelonjotan, bengong, drop attack, apakah disertai gejala
otonom: hipersekresi saliva, mulut berbusa, mengompol, muka memerah, sesah
nafas, keluar suara jeritan dsb
- Gejala post iktal : setelah kejang apakah pasien bingung, amnesia, atau langsung sadar
• Frekuensi kejang dalam 1 hari atau minggu/bulan
• Gejala neurologi lain yang menyertai dan gejala peningkatan TIK (penurunan
kesadaran sebelumnya, hemiparese, nyeri kepala)
• Apakah ada gejala sistemik seperti : perubahan suhu tubuh / demam, mencret,
muntah dsb
• Riwayat kejang sebelumnya : kejang demam saat anak-anak, epilepsi

13
Modul Skills Lab Blok 6.3- Neurobehaviour FKIK Universitas Jambi

• Riwayat penyakit sebelumnya: nyeri kepala, stroke, tumor otak, trauma kepala dsb
• Riwayat pengobatan antikonvulsan
• Riwayat keluarga, riwayat sosial, kebiasaan, pekerjaan yang berhubungan dengan
penyakit

5. Gangguan dizziness dan vertigo


DD/ BPPV, Stroke Batang otak, meniere disease, Neuritis vertibular, trauma, tumor
intrakranial, gangguan propioseptif dan visual, pre sinkop ec kardiogenik
• Autoanamnesis
• Bentuk gejala : pusing berputar, sempoyongan seperti dikapal, atau tidak seimbang
saat berjalan
• Onset : sangat mendadak / mendadak (BPPV), 24 jam terus menerus (meniere
disease), > 1 minggu (Neuritis vestibular/labirinitiis), kronik ( tumor CPA)
• Kronologis penyakit: Hubungannya pusing berputar dan posisi tubuh (misalnya
muncul saat bangun tidur, berdiri,duduk,berbaring)
• Frekuensi : terus menerus atau intermiten, jika intermitten catat durasi dan waktu
serangan .
• Severitas : Sampai tidak berani membuka mata, muntah, disertai nyeri kepala
• Faktor yang memperingan dan memperberat: pusing berputar muncul dengan
gerakan kepala, menghilang dengan tutup mata.
• Gejala-gejala penyerta (misalnya mual, muntah, tinitus, penurunan pendengaran,
rasa penuh di telinga, kelemahan, rasa baal di wajah/ mulut, diplopia, disartria,
gangguan menelan, gangguan berjalan, dan keseimbangan, hemiparese, palpitasi,
nafas pendek, mulut kering, nyeri dada)
• Gejala sistemik : demam
• Obat-obat yang telah digunakan, terutama obat antihipertensi atau obat ototoksis
• Riwayat faktor resiko vaskuler : Hipertensi, penyakit jantung
• Riwayat trauma, riwayat malignancy : Ca nasofaring dsb.

14
Modul Skills Lab Blok 6.3- Neurobehaviour FKIK Universitas Jambi

E. RUBRIK PENILAIAN

No Aspek Yang Dinilai


0 1 2
1 Menyapa pasien atau keluarga pasien dengan sikap professional
2 Menanyakan identitas pasien
3 Menanyakan keluhan utama
Menanyakan riwayat penyakit sekarang (Basic seven)
4 (Onset, lokasi, severitas, kualitas, kronologis, faktor yang
mempengaruhi, gejala yang menyertai)
Menanyakan riwayat penyakit dahulu dan riwayat pengobatan
- Penyakit yang sama
5
- Penyakit lain yang merupakan faktor resiko penyakit sekarang
- Riwayat pengobatan dan respon terapi
Menanyakan riwayat penyakit keluarga (berhubungan dengan
kasus)
6
- Gejala/Penyakit yang sama pada keluarga
- Faktor resiko penyakit sekarang /penyakit keturunan
Menanyakan riwayat kebiasaan, sosial, ekonomi (berhubungan
7 dengan kasus)
Ex: Merokok, olahraga, pola makan, NAPZA, alkohol, pola tidur
8 Mengulang kembali anamnesis yang telah didapatkan
9 Menutup wawancara dan mengucapkan terimakasih
JUMLAH SKOR

Keterangan
0 tidak dilakukan
1 dilakukan dengan kurang lengkap atau lengkap namun kurang tepat
2 dilakukan dengan lengkap dan tepat

F. REFERENSI
Aninditha, T., Prawiroharjo, P. 2017. Penurunan kesadaran dalam Buku Ajar
Neurologi Jilid 1 Departemen Neurologi FKUI. Penerbit Kedokteran Indonesia. Hal: 16-
25
Zairinal, RA. Et al. 2018. Pemeriksaan kesadaran dalam Pemeriksaan Klinis
Neurologi Praktis. Penerbit Kedokteran Indonesia. Hal 8-15

15
Modul Skills Lab Blok 6.3- Neurobehaviour FKIK Universitas Jambi

PEMERIKSAAN KESADARAN

A. TUJUAN
Umum
Mengetahui dan dapat melakukan pemeriksaan untuk menilai kesadaran.

Khusus
1. Mahasiswa mengetahui definisi Glasgow Coma Scale (GCS)
2. Mahasiswa mengetahui indikasi pemeriksaan GCS dan
3. Melakukan prosedur pemeriksaan GCS dengan baik dan benar.
4. Menjelaskan parameter normal hasil pemeriksaan GCS
5. Menginterpretasikan hasil pemeriksaan GCS

B. RENCANA PEMBELAJARAN
Pertemuan 1- Pra sesi
1. Dosen pengampu dan mahasiswa menonton contoh video pemeriksaan neurologi
berdasarkan video yang telah disepakati. Link video:
https://youtu.be/4VsXUpP_z6U. Evaluasi penilaian berdasarkan pada langkah-
langkah pemeriksaan neurologi yang terdapat pada panduan ini.
2. Mahasiswa membuat video berdasarkan langkah-langkah pemeriksaan neurologi
boleh
dengan probandus keluarga dekat (adik, kakak, dll) atau alat bantu lain seperti
boneka, dll.
3. Video yang telah dibuat dikumpulkan kepada dosen pengampu dengan mekanisme
dan deadline sesuai kesepakatan.

Pertemuan 2 - Sesi skills lab


1. Sesi skills lab dilakukan secara daring.
2. Dosen pengampu dan mahasiswa berdiskusi mengenai video yang telah dibuat
sebelumnya.
3. Dosen pengampu memberikan feedback dan penilaian terhadap video yang telah
dikumpulkan oleh mahasiswa.

C. SKENARIO KLINIS
Tn. R, laki-laki 55 tahun, di bawa oleh keluarganya ke IGD RS Raden Mattaher dalam
keadaan tidak sadarkan. Lakukan pemeriksaan kesadaran pada pasien.

16
Modul Skills Lab Blok 6.3- Neurobehaviour FKIK Universitas Jambi

D. TINJAUAN TEORI

FISIOLOGI KESADARAN
Kesadaran adalah keadaan awas dan waspada seseorang dari stimuli eksternal.
Struktur anatomi di otak yang berperan dalam mengatur kesadaran meliputi Ascending
reticular activating system (ARAS), talamus dan korteks serebri. Struktu ARAS
merupakan kumpulan serabut saraf yang berasal dari formasio retikularis batang otak
terutama mesensefalon dan pons bagian atas. Serabut ini menerima input jaras sensorik
umum dan pamcaindera untuk diproteksikan ke nukleus di talamus kemudian di
hantarkan ke seluruh bagian korteks serebri. Korteks serebri kemudian memproses
seluruh input sensorik sehingga pada akhirnya tercipta suati kesadaran yang penuh.

Gambar 2. Neuroanatomi Ascending reticular activating system (ARAS)

Glasgow Coma Scale adalah salah satu cara pemeriksaan kesadaran. Pada
pemeriksaan GCS terdiri atas penilaian Eye, Motor, dan Verbal. Selain itu juga ada sistem
Full outline of responsive (FOUR) score jiks tidak memungkinkan menilai GCS akibat
kecacatan wajah/ ekstremitas atau kesulitan dalam komunikasi. FOUR score menilai
respon mata, motorik, refleks batang otak, dan pernafasan. Pediatric Coma Scale adalah
pemeriksaan untuk anak-anak. Pemeriksaan diawali pemberian rangsangan yang
merupakan input sensorik kemudian terjadi pengolahan input sehingga menghasilkan
pola-pola output susunan saraf pusat yang menentukan kualitas kesadaran.
Input susunan saraf pusat dapat dibedakan jadi 2 yaitu:
a. Spesifik : berasal dari semua lintasan aferen impuls protopatik, propioseptif, dan
perasaan panca indera. Lintasan ini menghubungkan satu titik pada tubuh dengan
suatu titik pada kortek perseptif primer.
b. Non spesifik : merupakan sebagian dari impuls aferen spesifik yang disalurkan
melalui aferen nonspesifik, menghantarkan setiap impuls dari titik manapun dalam
tubuh ke titik-titik pada seluruh kedua kortek serebri.

17
Modul Skills Lab Blok 6.3- Neurobehaviour FKIK Universitas Jambi

Indikasi
Apabila terjadi perubahan tingkat kesadaran dari berbagai faktor, termasuk
perubahan kimia otak seperti keracunan, kekurangan oksigen dan tekanan
intrakranial.

Syarat pemeriksaan
1.Kondisi Mata:
a. Pasien dengan kondisi mata bengkak
b. Ptosis: kelopak mata selalu jatuh, biasanya karena stroke
c. Exoptalmus: kelopak mata terbuka terus
d. Enoptalmus: kelopak mata menyempit
2.Adanya kelumpuhan
3.Fraktur
4.Ada sesuatu yang mengganggu verbalnya misalnya sedang dipasang NGT, OPA, ETT,
fraktur mandibula, afasia (tidak bisa bicara), difagia dll

Metode Pemeriksaan
1. Glasgow Coma Scale
Tingkat kesadaran sangat penting pada pasien cedera kepala atau gangguan neurologi.
Glasgow Coma Scale sudah digunakan secara luas untuk menentukan tingkat kesadaran
penderita. GCS terdiri dari penilaian membuka mata (E), Respon motorik (M), dan Verbal
(V). Metode pemeriksaan berdasarkan revisi pemeriksaan GCS tahun 2014 adalah sebagai
berikut:

Komponen E: untuk komponen E4 bila pasien membuka mata spontan. Jika pasien tidak
membuka mata bisa diberikan rangsangan suara dengan memanggil identitas pasien
dengan suara keras. Jika pasien buka mata dinilai dengan E3. Bila pasien juga tidak respon
bisa diberikan rangsangan nyeri di kuku jari tangan (nail tip) selama 10 detik. Bila
membuka mata dinilai E2. E1 jika pasien tidak respon sama sekali. Jika pasien mengalami
cedera wajah berat sehingga sulit dinilai E maka dinilai dengan NT (not testable).

Komponen M: untuk komponen M6 bila pasien bisa melakukan perintah pemeriksa


secara berurutan. Misalnya mengangkat lengan kemudian menurunkannya. Jika pasien
tidak respon dengan perintah bisa diberikan rangsangan nyeri dengan mencubit area otot
trapezius di bahu kanan pemeriksa. Caranya adalah ibu jari di sisi anterior dan keempat
jari lainnya di poeterior bahu. Selain itu juga bisa berikan rangsang nyeri di takik orbita,
dan sternum. Jika pasien menggerakkan/mengangkat tangannya melewati klavikula
dinilai dengan M5. Jika pasien hanya mengangkat tidak sampai klavikula atau flexi normal
dinilai dengan M4. Dengan rangsangan nyeri menimbulkan flexi abnormal (dekortikasi)
dinilai dengan M3. Jika dengan rangsangan menimbulkan ekstensi pada lengan atau posisi
deserebrasi dinilai dengan M2. Jika pasien tidak respon sama sekali nilai dengan M1. Jika
pasien mengalami cedera ekstremitas berat/lumpuh sehingga sulit dinilai M maka dinilai
dengan NT (not testable).

18
Modul Skills Lab Blok 6.3- Neurobehaviour FKIK Universitas Jambi

Komponen V: komponen V5 bila pasien mampu berkomunikasi dua arah, mengetahui


identitasnya, serta orientasi waktu, personal dan tempatnya baik. Jika pasien tampak
tidak respon dan sulit diajak bicara bisa diberikan rangsangan nyeri di ujung jari, takik
supraorbita dan sternum. Jika pasien bisa bicara namun tidak nyambung sesuai
pertanyaan atau disorientasi maka dinilai dengan V4. Bila pasien hanya bisa
mengeluarkan kata-kata yang tidak membentuk kalimat dinilai dengan V3. Bila pasien
hanya mengelurakan suara tanpa arti dan tidak membentuk kata dinilai dengan V2. Jika
pasien tidak mengelurakan suara sama sekali dinilai V1. Jika pasien mengalami cedera
wajah/mulut atau terpasang pipa endotrakea/trakeostomi sehingga sulit dinilai V maka
dinilai dengan NT (not testable).

Glasgow Coma Scale meliputi:


No. Aspek Yang Dinilai Skor
1 Eye / Mata
Spontan membuka mata 4
Membuka mata dengan perintah suara 3
Membuka mata dengan rangsang nyeri 2
Tidak membuka mata dengan rangsang apapun 1
2 Verbal
Berorientasi baik 5
Disorientasi 4
Bisa membentuk kata tapi tidak bisa membentuk kalimat (inkoheren) 3
Bisa mengeluarkan suara yang tidak membentuk kata 2
Tidak bersuara 1
3 Motorik
Menurut perintah spontan 6
Dapat melokalisir rangsang nyeri (mengangkat melebihi klavikula) 5
Flexi normal, menghindari nyeri 4
Reaksi fleksi abnormal/dekortikal (fleksi sendi siku atau pergelangan
3
tangan)
Reaksi ekstensi spontan (ekstensi pada sendi siku disertai fleksi spastik
2
pergelangan tangan)
Tak ada gerakan 1
Total Skor 3-15

Interpretasi pemeriksaan dan cara pelaporan


Kriteria
Composmentis GCS 15
Somnolen atau letargi GCS 13-14
Soporo Komatus GCS 8-12
Koma GCS 3-7

19
Modul Skills Lab Blok 6.3- Neurobehaviour FKIK Universitas Jambi

E. RUBRIK PENILAIAN

Nilai
No. Aspek yang dinilai 0 1 2
A. Pemeriksaan Eye/mata
1. Pemeriksa mendekati pasien dan pasien spontan membuka mata dan
memandang pemeriksa
Jika ada respon skor E 4, jika tidak lanjut ke point 2.
2. Pemeriksa memanggil nama pasien/memerintahkan pasien untuk
membuka mata (rangsangan suara)
Jika ada respon buka mata skor E 3, jika tidak lanjut ke point 3.
3. Pemeriksa memberi rangsang nyeri berupa penekanan pada kuku jari atau
otot tapezius, atau sternum. Apabila pasien membuka mata skor E2, jika
tidak lanjut ke point 4
4. Pemeriksa memberi rangsang apapun (suara keras/cubitan) pasien tidak
membuka mata: skor E 1.
B. Pemeriksaan Verbal
5. Pemeriksa menanyakan orientasi pasien (tempat, orang, waktu)
Jika pasien menjawab dengan jelas,benar dan cepat: skor V 5, jika tidak
lanjut ke point 6.
6. Pemeriksa menanyakan orientasi pada pasien,
Pasien dapat menjawab namun salah atau disorientasi: skor V 4, jika tidak
lanjut ke point 7.

7. Pemeriksa memberikan pertanyaan atau rangsangan nyeri tapi pasien tidak


dapat menjawab seluruh pertanyaan atau keluar kata-kata tidak
membentuk kalimat: skor V 3, jika tidak lanjut ke point 8
8. Pemeriksa memberi pertanyaan dan pasien hanya mengeluarkan kata
tanpa arti mengerang atau bergumam. Berikan skor V2.
Jika tidak ada suara dan respon sama sekali berikan Skor V1
C. Pemeriksaan motorik
9 Pemeriksa memberi perintah secara berurutan dan pasien dapat
melaksanakannya dengan benar : skor M 6, apabila tidak lanjut ke point
10.
10 Pemeriksa memberi perintah dan pasien mangabaikannya, dan saat diberi
rangsang nyeri di otot trapezius, takik orbita, atau sternum pasien dapat
melokalisir nyeri dan mengangkat lengan diatas klavikula berikan skor M 5,
apabila tidak lanjut ke point 11.

11. Pemeriksa member rangsang nyeri dan pasien berusaha menghindari


atau flexi normal berikan skor M 4, apabila tidak lanjut ke point 12.

20
Modul Skills Lab Blok 6.3- Neurobehaviour FKIK Universitas Jambi

12. Pemeriksa memberi rangsang nyeri, jika kedua lengan flexi abnormal
(kedua lengan flexi, kedua tungkai ekstensi= posisi dekortikasi)
Berikan skor M 3, apabila tidak lanjut ke point 13.
13. Pemeriksa memberi rangsang nyeri ,pasien meletakkan kedua tangannya
secara lurus dan kaku di kedua sisi tubuh (posisi deserebrasi) berikan
skor M 2, apabila tidak lanjut point 14.
14. Pemeriksa memberi rangsang apapun pasien tidak
bergerak/tidak berespon : skor M 1.
15 Mahasiswa mampu melaporkan hasil pemeriksaan GCS dan
interpretasinya.

TOTAL NILAI 30

F. REFERENSI
Aninditha, T., Prawiroharjo, P. 2017. Penurunan kesadaran dalam Buku Ajar
Neurologi Jilid 1 Departemen Neurologi FKUI. Penerbit Kedokteran Indonesia. Hal: 16-
25
Mackreth B. Glasgow coma scale training exercise. Matanuska-Susitna Borough
Deptof Public Safety. Available from URL: www.chems.alaska.gov/EMS/documents/
GCS_ Activity_2003.
Mardjono M, Sidharta P. 2008. Gangguan kesadaran dalam Neurologi klinis dasar
Edisi ke 6. Hal: 183-5
Zairinal, RA. Et al. 2018. Pemeriksaan kesadaran dalam Pemeriksaan Klinis
Neurologi Praktis. Penerbit Kedokteran Indonesia. Hal 8-15
Posner, JB et al. 2007. Plum and Posner’s Diagnosis Stupor and Coma. Oxford
University Press. Hal: 11-29

21
Modul Skills Lab Blok 6.3- Neurobehaviour FKIK Universitas Jambi

PEMERIKSAAN TANDA MENINGEAL (TRM)

A. TUJUAN
Umum
Mahasiswa mampu mengetahui dan melakukan Tanda rangsang meningen
Khusus
1. Mahasiswa mengetahui definisi dan indikasi tanda meningeal .
2. Mengetahui dan dapat melakukan pemeriksaan tanda meningeal.
3. Mengetahui dan mampu menginterpretasikan hasil pemeriksaan TRM

B. RENCANA PEMBELAJARAN
Pertemuan 1- Pra sesi
1. Dosen pengampu dan mahasiswa menonton contoh video pemeriksaan neurologi
berdasarkan video yang telah disepakati. Link video sebagai sumber referensi:
https://youtu.be/4VsXUpP_z6U. Evaluasi penilaian berdasarkan pada langkah-
langkah pemeriksaan neurologi yang terdapat pada panduan ini.
2. Mahasiswa membuat video berdasarkan langkah-langkah pemeriksaan neurologi
boleh
dengan probandus keluarga dekat (adik, kakak, dll) atau alat bantu lain seperti
boneka, dll.
3. Video yang telah dibuat dikumpulkan kepada dosen pengampu dengan mekanisme
dan deadline sesuai kesepakatan.
4. Jadwal pertemuan 2 dilakukan sesuai kesepakatan dosen-mahasiswa

Pertemuan 2 - Sesi skills lab


1. Sesi skills lab dilakukan secara daring.
2. Dosen pengampu dan mahasiswa berdiskusi mengenai video yang telah dibuat
sebelumnya.
3. Dosen pengampu memberikan feedback dan penilaian terhadap video yang telah
dikumpulkan oleh mahasiswa.

C. SKENARIO KLINIS
Tn C, laki-laki 36 tahun, dibawa ke IGD rumah sakit degan penurunan kesadaran secara
bertahap sejak 1 minggu. Keluhan disertai nyeri kepala, demam, dan cenderung
mengantuk sulit dibangunkan sejak seminggu yang lalu. Lakukan pemeriksaan tanda
meningeal pada pasien.

D. TINJAUAN TEORI
Tanda-tanda meningeal timbul karena tertariknya radiks-radiks saraf tepi yang
hipersensitif karena adanya perangsangan atau peradangan pada selaput otak meninges
(meningitis) akibat infeksi, kimiawi ataupun karsinomatosis. Perangsangan meningeal
bisa terjadi juga akibat perdarahan subarachnoid.

22
Modul Skills Lab Blok 6.3- Neurobehaviour FKIK Universitas Jambi

Pemeriksaan untuk menilai tanda meningeal banyak sekali, namun pada dasarnya
adalah variasi test pertama yang dikenalkan oleh Vladimir kering pada tahun 1884.
Dokter akhli penyakit dalam dari Rusia ini memperhatikan adanya keterbatasan ekstensi
pasif sendi lutut pada pasien meningitis dalam posisi duduk maupun berbaring. Sampai
sekarang masih sering digunakan untuk tanda meningeal.
Selanjutnya Josep Brudzinski seorang ilmuan Polandia pada tahun 1909
mengenalkan tanda lain dalam mendeteksi adanya tanda meningeal. Tanda yang
diperkenalkan adalah gerakan fleksi bilateral di sensi lutut dan panggul yang timbul
secara reflektorik akibat difleksikannya kepala pasien ke depan sampai menyentuh dada.
Tanda ini dikenal sebagai tanda Brudzinski I.
Sebelumnya Brudzinski juga telah memperkenalkan adanya tanda tungkai
kontralateral sebagai tanda perangsangan meningeal, yaitu gerakan fleksi di sendi
panggul dengan tungkai pada posisi lurus disendi lutut akan membangkitkan secara
reflektorik gerakan fleksi sendi lutut dan panggul kontralateral. Tanda ini dikenal sebagai
Tanda Brudzinski II. Urutan I dan II hanya menunjukkan urutan pemeriksaannya saja,
bukan urutan penemuannya.
Selain tanda-tanda yang sudah diseskripsikan di atas masih ada beberapa tanda
meningeal yang lain namun ada satu tanda lagi yang cukup penting yaitu kaku kuduk.
Pada pasien meningitis akan di dapatkan kekakuan atau tahanan pada kuduk nila
difleksikan dan diekstensikan.

Untuk memudahkan pemeriksaan, pada keterampilan medik ini berturut-turut


akan dipelajari tanda-tanda meningeal sebagai berikut :
1. Kaku kuduk (Riginitas Nuchae)
2. Tanda Kernig
3. Tanda Lasegue
4. Tanda Brudzinski I
5. Tanda Brudzinski II
6. Tanda Brudzinski III
7. Tanda Brudzinski IV

1. Kaku kuduk (Rigiditas Nuchae)


Cara pemeriksaan
Penderita berbaring terlentang di atas tempat tidur
Secara pasif kepala penderita dilakukan fleksi leher ke arah sternum.
Pastikan leher tidak mengalami kekakuan karena kelainan ekstrakranial (otot).
Dengan menolehkan kepala kekanan dan kekiri, serta ke atas. Jika pada manuver ini
kepala sulit digerakkan kemungkinan pasien mengalami kekakuan otot bukan kaku
kuduk akibat kelainan meningen.

23
Modul Skills Lab Blok 6.3- Neurobehaviour FKIK Universitas Jambi

Interpretasi
Kaku kuduk dinyatakan positif jika sewaktu dilakukan gerakan flexi leher, dagu penderita
tidak dapat menyentuh dua jari yang diletakkan di incisura jugularis, dan terdapat suatu
tahanan

Gambar 3 . Pemeriksaan Kaku kuduk

2. Tanda Kernig
Pasien berbaring terlentang
Pemeriksa melakukan fleksi pada sendi panggul dan sendi lutut dari pasien
Kemudian dilakukan ekstensi pada sendi lutut
Interpretasi
Tanda kernig positif jika waktu dilakukan ekstensi sendi lutut < 135°, timbul rasa nyeri,
sehingga ekstensi sendi lutut tidak bisa maksimal
2

Gambar 4 . Tanda Kernig

3. Tanda Lesegue
Pasien berbaring telentang
Pemeriksa mengangkat salah satu tungkai hingga terjadi bengkokan (fleksi pada
persendian panggul

24
Modul Skills Lab Blok 6.3- Neurobehaviour FKIK Universitas Jambi

Interpretasi
Tanda lasegue (+) jika timbul rasa sakit dan tahanan sebelum tungkai mencapai sudut
70°, normalnya tungkai dapat mencapai 70° tanpa rasa sakit dan tahanan, kecuali pada
usia lanjut hanya dapat mencapai 60°

Gambar 5. Tanda Laseque

4. Tanda Brudzinski I
Pasien berbaring terlentang
Tangan kiri pemeriksa diletakkan di bawah kepala pasien
Kemudian dilakukan gerakan fleksi pada kepala pasien dengan cepat, gerakan fleksi
ini dilakukan semaksimal mungkin
Interpretasi
Tanda Brudzinksi positif jika sewaktu dilakukan gerakan fleksi kepala pasien timbul
fleksi involunter pada kedua tungkai

Gambar 6. Tanda Brudzinski I

5. Tanda Brudzinski II
Pasien berbaring terlentang
Tungkai bawah pasien dilakukan fleksi secara pasif pada sendi panggul dan sendi
lutut (seperti Tanda Kernig)
Interpretasi
Tanda Brudzinski II positif jika sewaktu dilakukan gerakan di atas tadi, tungkai yang
kontralateral secara involunter ikut fleksi

25
Modul Skills Lab Blok 6.3- Neurobehaviour FKIK Universitas Jambi

Gambar 7 . Tanda Brudzinski II

E. RUBRIK PENILAIAN
Kaku kuduk (rigiditas Nuchae)
Skor
No Aspek Yang Dinilai
0 1 2
1 Menjelaskan tujuan dan prosedur pemeriksaan
2 Mempersiapkan penderita berbaring terlentang di atas tempat tidur
Secara pasif memfleksikan leher hingga dagu mencapai incisura
3
jugularis dan mengekstensikan kembali kepala penderita
Merasakan dan melaporkan ada tidaknya tahanan pada
4
leher/kuduk
5 Membuat kesimpulan terhadap hasil pemeriksaan kaku kuduk
JUMLAH SKOR 10

Tanda Brudzinski I
Skor
No Aspek Yang Dinilai
0 1 2
1 Menjelaskan tujuan dan prosedur pemeriksaan
2 Mempersiapkan penderita berbaring terlentang di atas tempat tidur
Mempersiapkan tangan kiri pemeriksa diletakkan di bawah kepala
3
pasien
Melakukan gerakan fleksi pada kepala pasien dengan cepat dan
4
gerakan fleksi ini dilakukan semaksimal mungkin
Memperhatikan dan melaporkan ada tidaknya refleks fleksi
5
bilateral pada sendi panggul dan sendi lutut
6 Membuat kesimpulan terhadap hasil pemeriksaan Brudzinski I 12
JUMLAH SKOR

26
Modul Skills Lab Blok 6.3- Neurobehaviour FKIK Universitas Jambi

Tanda Kernig
Skor
No Aspek Yang Dinilai
0 1 2
1 Menjelaskan tujuan dan prosedur pemeriksaan
2 Mempersiapkan penderita berbaring terlentang di atas tempat tidur
3 Pemeriksa melakukan fleksi pada sendi panggul dan sendi lutut
4 Melakukan ekstensi pada sendi lutut
Memperhatikan dan melaporkan apakah pasien merasa nyeri atau
5 ada tahana sehingga ekstensi tidak bisa maksimal atau tidak bisa
dilakukan sama sekali
6 Membuat kesimpulan terhadap hasil pemeriksaan tanda kernig 12
JUMLAH SKOR

Tanda Lasegue
Skor
No Aspek Yang Dinilai
0 1 2
1 Menjelaskan tujuan dan prosedur pemeriksaan
Mempersiapkan penderita berbaring terlentang di atas tempat
2
tidur
Angkat salah satu tungkai hingga terjadi bengkokan (fleksi) pada
3
persendian panggul
Memperhatikan dan melaporkan apakah pasien merasa sakit dan
4
ada tahanan sehingga tungkai tidak dapat mencapai 70°
5 Membuat kesimpulan terhadap hasil pemeriksaan tanda kernig
JUMLAH SKOR 10

Tanda Budzinski II
Skor
No Aspek Yang Dinilai
0 1 2
1 Menjelaskan tujuan dan prosedur pemeriksaan
Mempersiapkan penderita berbaring terlentang di atas tempat
2
tidur
Pada salah satu tungkai bawah pasien dilakukan fleksi secara
3
pasif pada sendi panggul dan sendi lutut
Memperhatikan dan melaporkan ada tidaknya refleks fleksi pada
4
sendi lutut kontralateral
5 Membuat kesimpulan terhadap hasil pemeriksaan Brudzinski II
JUMLAH SKOR 10

Penjelasan :
0 Tidak dilakukan mahasiswa
1 dilakukan, tapi belum sempurna
2 dilakukan dengan sempurna

27
Modul Skills Lab Blok 6.3- Neurobehaviour FKIK Universitas Jambi

F. REFERENSI
1. Lumbantobing S, Neurologi Klinik, Balai Penerbit FKUI, Jakarta, 2007.
2. Mahar Marjono, Neurologi Klinis Dasar, Penerbit Dian Rakyat, Jakarta, 2008.
3. KNI Indonesia. Pemeriksaan Klinis Neurologi Praktis. Penerbit Kedokteran
Indonesia. Jakarta. 2018

28
Modul Skills Lab Blok 6.3- Neurobehaviour FKIK Universitas Jambi

PEMERIKSAAN NERVUS KRANIALIS

A. TUJUAN
Umum
Mengetahui dan dapat melakukan pemeriksaan Nervus kranialis

Khusus
1. Mahasiswa mengetahui neuroanatomi Nervus kranialis
2. Mahasiswa mengetahui indikasi pemeriksaan Nervus kranialis
3. Mahasiswa mampu mengetahui dan melakukan prosedur pemeriksaan Nervus
kranialis dengan baik dan benar.
4. Menjelaskan parameter normal hasil pemeriksaan Nervus kranialis
5. Menginterpretasikan hasil pemeriksaan Nervus kranialis

B. RENCANA PEMBELAJARAN
1. Dosen pengampu dan mahasiswa menonton contoh video pemeriksaan
neurologi berdasarkan video yang telah disepakati. Link video sebagai sumber
referensi: https://youtu.be/4VsXUpP_z6U. Evaluasi penilaian berdasarkan pada
langkah-langkah pemeriksaan neurologi yang terdapat pada panduan ini.
2. Mahasiswa membuat video berdasarkan langkah-langkah pemeriksaan
neurologi boleh dengan probandus keluarga dekat (adik, kakak, dll) atau alat
bantu lain seperti boneka, dll.
3. Video yang telah dibuat dikumpulkan kepada dosen pengampu dengan
mekanisme dan deadline sesuai kesepakatan.

Pertemuan 2 - Sesi skills lab


1. Sesi skills lab dilakukan secara daring.
2. Dosen pengampu dan mahasiswa berdiskusi mengenai video yang telah dibuat
sebelumnya.
3. Dosen pengampu memberikan feedback dan penilaian terhadap video yang telah
dikumpulkan oleh mahasiswa.

C. SKENARIO KLINIS
1. Tn Abdul, laki-laki 50 tahun, dibawa ke IGD rumah sakit karena pandangan
ganda, pusing berputar, mual muntah yang disertai sulit menelan dan bicara pelo onset 1
jam yang lalu. Pasien memiliki riwayat hipertensi dan DM. Lakukan pemeriksaan nervus
kranialis pada pasien.

2. Seorang wanita 25 tahun datang ke klinik UNJA SMART dengan keluhan kelopak
mata kiri sulit menutup saat bangun tidur pagi. Keluhan juga disertai wajah dan mulut
sisi kiri tampak mencong ke kiri sehingga sulit berbicara. Pasien ada riwayat demam
seminggu sebelumnya. Lakukan pemeriksaan nervus kranialis pada pasien.

29
Modul Skills Lab Blok 6.3- Neurobehaviour FKIK Universitas Jambi

D. TINJAUAN TEORI
Nervus kranialis termasuk dalam saraf perifer yang terdiri atas 12 pasang nervus
kranialis. Inti nervus kranial. Kecuali nervus I (N. olfaktorius) dan nervus II (N. optikus),
sepuluh nervus kranialis keluar dari batang otak dan bertanggung jawab untuk
persarafan area kepala dan leher. Nukleus N. III dan IV keluar dari batang otak tepatnya
area Mesensefalon. Inti N. V, VI, VII, keluar dari Pons dan N. VIII,IX,X,XI,XII keluar dari inti
yang berada di Medulla oblongata. Batang otak banyak mengandung jaras asenden dan
desenden yang menghubungkan sistem saraf pusat dan perifer. Beberapa jaras
menyilang atau membentuk sinaps di batang otak sebelum menuju ke efektor di area
wajah, leher atau menuju ke medulla spinalis.
Defisit nervus kranialis dapat disebabkan banyak hal seperti gangguan vaskular:
stroke atau aneurisma di batang otak; tumor; trauma kepala; infeksi seperti meningitis;
penyakit autoimun seperti Miastenia Gravis dan Multipel Sklerosis.
Secara umum gangguan nervus kranialis dapat diklasifikasikan menjadi :
1. lesi supranuklear akibat lesi di jaras desenden dari pusat yang lebih tinggi,
seperti korteks serebri yang berakhir di nukleus nervus kranialis yang sesuai di
batang otak
2. Lesi Nuklear jika lesi berada di batang otak tepat pada nukleus nervus kranialis
itu sendiri
3. Lesi infranuklear jika lesi terjadi di radiks atau di nervus kranialis yang berjalan
keluar dari batang otak.

Gambar 8. Nuklei saraf kranialis sisi dorsal (Baehr & Frotscher, 2005)

30
Modul Skills Lab Blok 6.3- Neurobehaviour FKIK Universitas Jambi

Prosedur Pemeriksaan Nervus kranialis


1. Nervus I (N. Olfaktorius)
Pemeriksaan dapat dilakukan secara subyektif dan obyektif. Subyektif hanya ditanyakan
apakah penderita masih dapat membaui bermacam-macam bau dengan betul. Obyektif
dengan beberapa bahan yang biasanya sudah dikenal oleh penderita dan tidak
merangsang seperti : golongan minyak wangi, sabun, tembakau, kopi, teh, kulit jeruk,
vanili, dan sebagainya (3 atau 4 macam). Bahan yang merangsang mukosa hidung tidak
dipakai karena akan merangsang saraf V. Yang penting adalah memeriksa kiri dan kanan.
Yang diperiksa pertama kali adalah dari lubang hidung yang perkirakan normal diikuti
yang abnormal kemudian dibandingkan dengan yang normal.

Cara Pemeriksaan :
1. Kedua mata ditutup dan salah satu lubang hidung ditutup
2. Kemudian bahan satu persatu didekatkan pada lubang hidung yang terbuka
dimulai dari hidung yang normal selanjutnya penderita diminta menarik nafas
panjang. Kemudian pasien diminta mengidentifikasi bahan tersebut.
3. Kemudian interpretasikan hasil
Hasil dapat berupa hiposmia, anosmia, kakosmia, parosmia

2. Nervus II (Nervus Optikus)


1. Pemeriksaan tajam penglihatan
Penglihatan sentral Untuk keperluan praktis, membedakan kelainan refraksi dengan
retina digunakan Pin Hole (apabila penglihatan menjadi lebih jelasmaka berarti gangguan
visus akibat kelainan refraksi). Lebih tepat lagi dengan Snellen Chart. Pasien diminta
meminta menyebutkan deret huruf dari ukuran terbesar hingga terkecil dari jarak 6
m.Visus dinilai pada deret Snellen Chart terakhir yang masih bisa dibaca (> 50 %) oleh
penderita. Yang lebih sederhana lagi memakai jari-jari tangan dimana secara normal
dapat dilihat pada jarak 60 m dan gerakan tangan dimana secara normal dapat dilihat
pada jarak 300 m.
2. Pemeriksaan buta warna menggunakan buku Ishihara
3. Pemeriksaan lapangan pandang
a. Tes Konfrontasi.
- Pasien diminta untuk menutup satu mata, kemudian menatap mata pemeriksa
sisi lain.
- Mata pemeriksa juga ditutup pada sisi yang lain, agar sesuai dengan lapang
pandang pasien.
- Letakkan jari tangan pemeriksa atau benda kecil pada lapang pandang pasien
dari 8 arah.
- Pasien diminta untuk mengangkat tangan bila melihat benda tersebut.
Bandingkan lapang pandang pasien dengan lapang pandang pemeriksa. Syarat
pemeriksaan tentunya lapang pandang pemeriksa harus normal.

31
Modul Skills Lab Blok 6.3- Neurobehaviour FKIK Universitas Jambi

- Kemudian interpretasi hasil apakah lapang normal atau terganggu

Gambar 9. Tes lapangan pandang

b. Perimetri/Kampimetri Biasanya dilakukan oleh TS bagian mata dan hasilnya


lebih teliti daripada tes konfrontasi.

4. Pemeriksaan fundus Occuli


Pemeriksaan Fundus Occuli menggunakan alat oftalmoskop. Pemeriksaan ini dilakukan
untuk melihat apakah ada kelainan pada papil/caput N II. Kelainan pada papil NII biasa
terjadi pada kondisi peningkatan tekanan intrakranial, neuritis optik, iskemia pada
vaskularisasi intraokular (arteri dan vena sentralis) dan retinopati hipertensi dan DM.
Yang dinilai dari funduskopi adalah warna dan batas papil; perbadingan diameter
cupping/diskus; ukuran arteri dan vena; dan retina (eksudat dan perdarahan).

Gambar 10. Gambar Fundus Okuli normal

3. Nervus III, IV, VI ( Nervus Okulomotorik, Tokhlearis, Abdusen)


1. Inspeksi: kelopak mata (ptodis eksoftalmus), bulbus okuli
2. Pupil: bentuk pupil, diameter pupil, refleks cahaya, akomodasi
3. Gerakan bola mata : apakah terdapat paresis otot bola mata (oftalmoplegi)

Gerakan bola mata diinervasi oleh nervus III, IV dan VI yang mempersarafi otot-otot
ekstraokuler mata. Dimana N III menginervasi m. Obliq inferior (yang menarik bala mata

32
Modul Skills Lab Blok 6.3- Neurobehaviour FKIK Universitas Jambi

keatas), m. rectus superior, m. rectus media, m. rectus inferior. N IV menginervasi m.


Obliq Superior dan N VI menginervasi m. rectus lateralis. N III selain menginervasi otot-
otot mata luar diatas juga menginervasi otot sphincter pupil.
Pemeriksaan dimulai dari otot-otot luar. Penderita disuruh melihat sebuah objek
bisa menggunakan jari telunjuk dan kemudian mengikuti gerakan jari tadi menuju
kedelapan jurusan membentuk huruf H. Yang harus diperhatikan adalah apakah ada
kelumpuhan salah satu otot ektraokuler pada satu atau kedua mata. Bila terdapat
kelumpuhan satu atau dua otot ekstraokuler yang dipersarafi N III, IV, VI maka disebut
opthalmoplegic externa. Kalau yang paralisis otot intraokuler yaitu otot sphincter pupil
maka disebut opthalmoplegic interna. Jika hanya ada sebagian otot yang terganggu maka
disebut opthalmoplegic partialis, sedangkan kalau ada gangguan kedua macam otot luar
dan dalam disebut opthalmoplegic totalis.

4. Nervus V (N. Trigeminus)


Pemeriksaan N. Trigeminus meliputu:
1. Pemeriksaan Sensibilitas
N. V ini dapat dibagi 3 divisi yaitu :
Divisi Oftalmika (bagian dahi) cabang keluar dari foramen supraorbitalis
Divisi Maksilaris (bagian pipi) keluar dari foramen infraorbitalis
Divisi Mandibularis (bagian dagu) keluar dari foramen mentale.

Pemeriksaan sensibilitas menggunakan bahan yag halus seperti kapas, kita goreskan
dengan lembut pada ketiga divisi tadi dan dibandingkan kanan dengan kiri. Kemudian
interpretasi hasil berupa sensibilitas terganggu atau tidak (hipoestesi/Anastesi)

2. Motorik
Penderita disuruh menggigit yang keras dan kedua tangan pemeriksa ditruh kira-kira
didaerah otot maseter. Jika kedua otot masseter berkontraksi maka akan terasa pada
tangan pemeriksa. Kalau ada parese maka dirasakan salah satu otot lebih keras.

3. Refleks kornea
Refleks kornea dilakukan dengan menyentuh kornea pasien dengan menggunakan kapas
yang halus dai arah medial ke lateral korne kemudian diamati responnya berupa kedipan
pada kedua mata. Refleks ini diperantai N. V cabang oftalmikus sebagai jalur aferen dan
N. VII sebagai jalur eferen. Refleks korne yang normal menandakan N. V dan VII yang
berada di Pons masih berfungsi dengan baik.

4. Reflek masseter (Jaw jerk reflex)


Penderita diminta duduk santai sambil membuka sedikit mulut dengan rileks. Kemudian
letakkan jari telunjuk pemeriksa di tengah dagu penderita (sebagai bantalan palu). Ketuk
jari pemeriksa yang telah diletakkan tadi dengan palu dan nilai gerak refleks berupa

33
Modul Skills Lab Blok 6.3- Neurobehaviour FKIK Universitas Jambi

sentakan dagu/ mandibula ke arah atas yang menyebabkan mulut tertutup. Pada orang
normal tidak terjadi gerakan mandibula ke atas atau hanya bergerak sedikit.

5. Nervus VII (N. Fasialis)


Nervus facialis (N VII) mempunyai komponen somatosensorik eferen dan aferen. N. VII
terutama divisi Brachial motor berfungsi mempersarafi otot-otot wajah/fasialis, otot
pengunyah bagian belakang dan otot stylohyoideus dan stapedius. Selain itu juga
mempersarafi kelenjar lakrimal, submandibular dan sublingual melalui gangglion
parasimpatis, dan memberiksan sensasi pada dua pertiga anterior lidah dan inervasi
palatum durum dan mole. Manifestasi kerusakan N VII memberikan gambaran klinis
dominan berupa kelumpuhan otot-otot fasialis.

Cara pemeriksaan:
1. Penderita diminta untuk duduk atau beraring dengan rileks
2. Kemudian inspeksi wajah penderita, melihat apakah tampak simetris kiri dan
kanan atau asimetris pada salah satu sisi wajah. Tertama pada daerah kerutan dahi,
tinggi alis, lebar celah mata, lipatan nasolabialis dan sudut mulut
3. Pemeriksa selanjutnya meminta penderita untuk :
Mengerutkan dahi, kemudian melihat apakah simetris kerutan dahi atau tidak.
Jika tidak sama, lipatan yang lebih datar merupakan bagian yang lumpuh
Mengangkat alis, kemudian memperhatikan apakah sama tinggi atau tidak. Jika
tidak sama, bagian yang lebih rendah adalah bagian yang lumpuh
Menutup mata dengan rapat, lalu pemeriksa mencoba membuka keduanya
dengan tangan. Bagian kelopak mata yang terbuka lebih lebar merupakan
bagian yang lumpuh
Memperlihatkan gigi atau tesenyum kemudian melihat apakah mulut terbuka
atau lipatan/plika nasolabialis simetris. Jika tidak simetris, bagian gigi yang
sedikit membuka atau plikanasolabialis yang lebih datar adalah bagian yang
lumpuh.
Menggembungkan pipi, lalu pemeriksa menekan pipi kiri dan kanan untuk
mengamati apakah kekuatannya sama. Bila terdapat kelumpuhan maka angin
akan keluar dari sudut mulut bagian yang lumpuh.

Pada interpretasi hasil pemeriksaan N VII, terdapat dua kesimpulan, yaitu kelumpuhan
saraf fasialis tipe sentral dan tipe perifer. Pada kelumpuhan saraf fasialis tipe sentral,
kelumpuhan hanya didapatkan pada sesisi wajah di bawah mata saja, sedangkan wajah
bagian atas tidak mengalami kelumpuhan. Sedangkan pada kelumpuhan saraf fasialis tipe
perifer terjadi kelumpuhan sesisi wajah, atas dan bawah. Contoh penyakit dengan
manifestasi kelumpuhan saraf fasialis tipe sentral adalah lesi kortikal pada stroke dan
tumor otak. Sedangkan contoh penyakit dengan manifestasi kelumpuhan saraf fasialis
tipe perifer adalah Bell’s palsy.

34
Modul Skills Lab Blok 6.3- Neurobehaviour FKIK Universitas Jambi

Gambar 11. Parese N. Fasialis sinistra tipe perifer dan sentral

4. Nervus VIII ( Nervus Vestibulokoklearis)


Pemeriksaan N. VII terdiri atas pemeriksaan pendengaran dan keseimbangan.
Pemeriksaan keseimbangan akan dijelaskan pada bagian khusus. Pemeriksaan
pendengan terdiri atas pemeriksaan sederhana dengan menggunakan suara bisikan,
detik arloji atau gesekan jari. Jika terjadi penurunan pendengaran harus diperiksa lebih
lanjut dengan tes garpu talla. Tes garpu talla terdiri dari tes Rinne dan Weber untuk
membedakan tuli sensorik atau konduktif. Tes Rinne menggunakan garpu tala dengan
frekuensi 128 Hx, 256 Hz atau 512 Hz.

Tabel 1. Interpretasi pemeriksaan garpu tala.

5. Nervus IX dan X ( Nervus Glossofaring dan Vagus)


Nervus Glossofaring dan Vagus merupakan saraf yang memiliki fungsi motorik, sensorik,
otonom. N. IX dan X mempersarafi area lidah dan faring berperan dalam proses menelan.
Selain itu pengecapan bagian posterior juga dipersarafi N. IX. Kerusakan dua nervus ini
pada lesi sentral atau perifer menyebkan keluhan disfagia, terutama makanan cair, sesak
nafas, kelainan suara serak atau sengau.
Pemeriksaan N. IX dan X berupa :
1. Gerakan faring

35
Modul Skills Lab Blok 6.3- Neurobehaviour FKIK Universitas Jambi

Inspeksi palatum mole, uvula serta faring. Pasien disuruh buka mulut dan
mengeluarkan suara “ aaa” kemudian nilai apakah terdapat kelemahan faring
unilateral dimana area yang lemah akan lebih turun dan nilai pergeseran garis tegah
dari uvula yaitu tampak tertarik ke arah sehat.
2. Refleks muntah (Gag reflex)
Pemeriksaan refleks muntah juga dilakukan dengan menggoreskan spatel lidah di
dinding faring posterior kanan dan kiri atau palatum mole, kemudian nilai pakah
muncul reflks muntah. Refleks ini diatur oleh serabut aferen N. IX dan serabut efren
N. IX dan X. Pusat refleks ini ada di batang otak.

6. Nervus XI (nervus Assesorius)


N. Assesorius hanya mempunyai komponen motorik.
1. Pemeriksaan kekuatan otot sternocleidomastoideus diperiksa dengan menahan
gerakan fleksi lateral dari kepala/leher penderita atau sebaliknya (pemeriksa yang
melawan/ mendorong sedangkan penderita yang menahan pada posisi lateral
fleksi).
2. Pemeriksaan kekuatan m. Trapezius bagian atas diperiksa dengan menekan kedua
bahu penderita kebawah, sementara itu penderita berusaha mempertahankan
posisi kedua bahu terangkat (sebaliknya posisi penderita duduk dan pemeriksa
berada dibelakang penderita)

7. Nervus XII (nervus hipoglosus)


N. Hipoglosus hanya mempunyai komponen motorik.
1. Inpeksi lidah
Pada lesi LMN, maka akan tampak adanya atrofi lidah dan fasikulasi (tanda dini
berupa perubahan pada pinggiran lidah dan hilangnya papil lidah) serta tremor
lidah.
2. Pemeriksaan kekuatan lidah dengan menilai kedudukan lidah saat di dalam mulut
atau di julurkan. Pada paresis N.XII unilateral, saat pasien membuka mulut akan
tampak lidah berdeviasi ke arah sehat, sedangkan saat dijulurkan akan deviasi ke
arah yang sakit/lemah. Namun pada kondisi Bell’s palsy (kelumpuhan saraf VII)
bisa menimbulkan positif palsu.
3. Pemeriksaan kekuatan lidah dengan menggerakkan lidah kelateral kanan dan kiri
mukosa mulut. Pada kelumpuhan bilateral dan berat, lidah tidak bisa digerakkan
kearah samping kanan dan kiri.
4. Menilai artikulasi. Nilai apakah terdapat perubahan bicara seperti suara cadel/pelo
pada pasien atau disebut dysarthria.

36
Modul Skills Lab Blok 6.3- Neurobehaviour FKIK Universitas Jambi

E. RUBRIK PENILAIAN

Skor
No Aspek Yang Dinilai
0 1 2
1 Menjelaskan tujuan dan prosedur pemeriksaan
Mempersiapkan penderita berbaring atau duduk di atas tempat
2
tidur
Peserta didik melakukan pemeriksaan nervus III, IV, VI
3 Inspeksi mata (ptosis, bleparospasme, eksoftalmus)
Pemeriksaan pupil : diameter, isokor atau tidak, reflekx pupil
4
langsung tak langsung,
5 Gerak bola mata (huruf H)
Peserta melakukan pemeriksaan nervus VII
6 Mengerutkan dahi/ mengangkat alis
7 Menutup mata kuat-kuat
8 Menggembungkan pipi
9 Memperlihatkan gigi untuk menilai plika nasolabialis
Peserta melakukan pemeriksaan nervus VII
10 Menilai apakah ada tremor lidah, fasikulasi lidah, papil lidah atrofi
11 Menilai deviasi lidah saat lidah didalam rongga mulut
12 Menilai deviasi lidah saat menjulurkan lidah
13 Menilai kekuatan lidah saat mendorong mukosa mulut
14 Menilai artikulasi ( apakah bicara pelo)
15 Melaporkan hasil pemeriksaan N II, IV, VI, VII, XII
JUMLAH SKOR

F. REFERENSI
KNI Indonesia. Pemeriksaan Klinis Neurologi Praktis. Penerbit Kedokteran Indonesia.
Jakarta. 2018

37
Modul Skills Lab Blok 6.3- Neurobehaviour FKIK Universitas Jambi

PEMERIKSAAN REFLEKS PATOLOGI DAN REFLEKS REGRESI

A. TUJUAN
Tujuan umum
Mahasiswa mampu melakukan pemeriksaan refleks patologi dan refleks regresi
Tujuan khusus
1. Mahasiswa mampu melakukan refleks Hoffman Tromner, refleks Babinsky grup,
Rossolimo dan Mendel-Bechterew
2. Mahasiswa mampu melakukan pemeriksaan refleks Glabella, Grasping reflex, Snout
reflex, Sucking reflex, refleks korneomandibular, dan refleks palmomental.
3. Mahasiswa mampu mneginterpretasikan pemeriksaan

B. RENCANA PEMBELAJARAN
Pertemuan 1- Pra sesi
1. Dosen pengampu dan mahasiswa menonton contoh video pemeriksaan neurologi
berdasarkan video yang telah disepakati. Link video sebagai sumber referensi:
https://youtu.be/4VsXUpP_z6U . Evaluasi penilaian berdasarkan pada langkah-
langkah pemeriksaan neurologi yang terdapat pada panduan ini.
2. Mahasiswa membuat video berdasarkan langkah-langkah pemeriksaan neurologi
boleh dengan probandus keluarga dekat (adik, kakak, dll) atau alat bantu lain
seperti boneka, dll.
3. Video yang telah dibuat dikumpulkan kepada dosen pengampu dengan mekanisme
dan deadline sesuai kesepakatan.

Pertemuan 2 - Sesi skills lab


1. Sesi skills lab dilakukan secara daring.
2. Dosen pengampu dan mahasiswa berdiskusi mengenai video yang telah dibuat
sebelumnya.
3. Dosen pengampu memberikan feedback dan penilaian terhadap video yang telah
dikumpulkan oleh mahasiswa.

C. SKENARIO KLINIS
Pasien wanita 66 tahun kontrol ke poli Saraf dengan keluhan mudah lupa yang terjadi
perlahan sejak 1 tahun terakhir. Pasien mulai melupakan kejadian yang baru saja di
lakukan seperti meletakkan kunci rumah, kaca mata, dan jam tangan. Pasien memiliki
riawayat stroke 1,5 tahun yang lalu dan memiliki riwayat hipertensi sejak 10 tahun
terakhir. Pada pemeriksaan refleks patologis ditemukan refleks babinsky di tungkai
kanan dan palmomental reflex (+).

38
Modul Skills Lab Blok 6.3- Neurobehaviour FKIK Universitas Jambi

D. TINJAUAN TEORI

1.REFLEKS PATOLOGIS
Refleks patologis adalah refleks-refleks yang tidak dapat dibangkitkan pada
orang- orang sehat, kecuali pada bayi dan anak kecil. Kebanyakan merupakan
gerakan reflektorik defensif atau postural yang pada orang dewasa yang sehat
terkelola dan ditekan oleh aktivitas susunan piramidal. Anak kecil umur antara 4-6
tahun masih belum memiliki susunan piramidal yang sudah bermyelinisasi penuh,
sehingga aktivitas susunan piramidalnya masih belum sempurna. Maka dari itu
gerakan reflektorik yang dinilai sebagai refleks patologis pada orang dewasa tidak
selamanya patologis jika dijumpai pada anak kecil. Tetapi pada orang dewasa refleks
patologis selalu merupakan tanda lesi Upper Motor Neuron (UMN). Manifestasi lesi
pada UMN biasanya berupa kelemahan atau kelumpuhan anggota gerak yang bersifat
spastik.
Refleks-refleks patologis itu sebagian besar bersifat refleks dalam dan
sebagian lainnya bersifat refleks superfisial. Reaksi yang diperlihatkan oleh refleks
patologis itu sebagian besar adalah sama akan tetapi mempunyai nama yang
bermacam-macam karena dibangkitkan dengan cara yang berbeda. Misalnya refleks
plantaris dengan respon ekstensor dahulu dikenal dengan nama tanda Babinski.
Kemudian ditemukan metode lain untuk membangkitkannya yang dikenal sebagai
modifikasi Babinski, yaitu refleks Chaddock, Oppenheim, Schaefer, dan Gordon.
Refleks Babinski dan modifikasi Babinski yang positif menunjukkan adanya lesi di
traktus piramidalis. Refleks Babinski tidak ditemukan pada orang sehat kecuali pada
bayi kurang dari 1 tahun karena myelinisasi pada traktus tersebut belum sempurna.
Refleks Rossolimo-Mendel Bechterew jika positif menunjukkan adanya lesi di traktus
piramidalis medula spinalis maupun kapsula interna.
Kelainan motoris akibat lesi di UMN selain ditandai dengan adanya refleks
patologis juga dapat ditandai dengan hiperrefleksiia dari refleks-refleks fisiologis.
Hiperrrefleksia seringkali diiringi dengan klonus yaitu kontraksi otot yang berulang-
ulang setelah dilakukan perangsangan tertentu.

Prosedur Pemeriksaan Refleks Patologis


1. Refleks Hoffman dan Tromner
Dilakukan dengan ekstensi jari tengah pasien. Refleks Hoffmann diperiksa dengan
cara melakukan petikan/goresan pada kuku jari tengah. Refleks Tromner diperiksa
dengan cara mencolek ujung jari tengah. Refleks Hoffmann-Tromner positif jika
timbul gerakan fleksi pada ibu jari, jari telunjuk, dan jari-jari lainnya.

39
Modul Skills Lab Blok 6.3- Neurobehaviour FKIK Universitas Jambi

Gambar 1a. Pemeriksaan Refleks Hoffman

Gambar 1b. Pemeriksaan Refleks Trommner

2. Refleks Babinski
Goreskan ujung palu refleks pada telapak kaki pasien. Goresan dimulai pada tumit
menuju ke atas dengan menyusuri bagian lateral telapak kaki, kemudian setelah
sampai pada pangkal kelingking, goresan dibelokkan ke medial sampai akhir pada
pangkal jempol kaki. Refleks Babinski positif jika ada respon dorsofleksi ibu jari yang
disertai pemekaran jari-jari yang lain.

Gambar 2. Pemeriksaan Refleks Babinski

40
Modul Skills Lab Blok 6.3- Neurobehaviour FKIK Universitas Jambi

3. Refleks Chaddock
Dilakukan goresan dengan ujung palu refleks pada kulit dibawah maleolus
eksternus. Goresan dilakukan dari atas ke bawah (dari proksimal ke distal). Refleks
Chaddock positif jika ada respon dorsofleksi ibu jari kaki yang disertai pemekaran
jari-jari yang lain.

Gambar 3. Pemeriksaan Refleks Chaddock

4. Refleks Oppenheim
Dengan menggunakan jempol dan jari telunjuk pemeriksa, tulang tibia pasien diurut
dari atas ke bawah. Refleks Oppenheim positif jika ada respon dorsofleksi ibu jari
kaki yang disertai pemekaran jari-jari yang lain.

Gambar 4. Pemeriksaan Refleks Oppenheim

5. Refleks Gordon
Dilakukan pemijatan pada otot betis pasien. Refleks Gordon positif jika ada respon
dorsofleksi ibu jari yang disertai pemekaran dari jari-jari yang lain.

Gambar 5. Pemeriksaan Refleks Gordon

41
Modul Skills Lab Blok 6.3- Neurobehaviour FKIK Universitas Jambi

6. Refleks Schaefer
Dilakukan pemijatan pada tendo Achilles penderita. Refleks Schaefer positif jika ada
respon dorsofleksi ibu jari yang disertai pemekaran jari-jari yang lain.

7. Refleks Rossolimo-Mendel Bechterew


Refleks Rossolimo diperiksa dengan cara melakukan ketukan palu refleks pada
telapak kaki di daerah basis jari-jari kaki pasien. Sedangkan refleks Mendel-Bechterew
diperiksa dengan melakukan ketukan palu refleks pada dorsum pedis di daerah basis jari-
jari kaki pasien. Refleks Rossolimo-Mendel Bechterew positif jika timbul fleksi plantar
jari-jari kaki ke-2 sampai ke-5 .

Gambar 6. Pemeriksaan Refleks Rosolimo

2.REFLEKS REGRESI
Refleks regresi disebut juga refleks demensia yang muncul akibat terjadinya
kerusakan sel saraf pusat di otak, baik yang bersifat terlokalisir maupun difus.
Penyebab kerusakan tersebut bisa berasal dari kelainan vaskuler, trauma, gangguan
metabolik, infeksi, dan sebagainya. Selain itu, refleks regeresi juga merupakan tanda
proses degeneratif di otak. Beberapa penyakit yang berhubungan dengan proses
degeneratif adalah demensia vaskuler dan demensia alzeimer, pasca hipoksia
serebri, pasca meningitis, dll. Pemeriksaan refleks regresi ini bisa dilakukan pada
posisi penderita duduk atau berbaring.

Beberapa pemeriksaan refleks regresi yang penting :


1. Sucking Reflex
- Sentuhkan benda seperti ujung pena, palu refleks, atau jari pemeriksa secara
ringan dan lembut pada bibir penderita
- Refleks positif jika terjadi gerakan bibir seolah - olah akan menetek atau
menyusui.

42
Modul Skills Lab Blok 6.3- Neurobehaviour FKIK Universitas Jambi

2. Grasping Reflex
- Letakkan jari pemeriksa pada telapak tangan pasien dan tariklah tangan anda
secara tiba - tiba
- Mintalah pasien untuk melepaskan tangan anda
- Reflex positif jika pasien secara involunter menggenggam tangan anda

3. Palmomental Reflex
- Goreslah telapak tangan pasien secara cepat melewati bagian tengahnya
kemudian amati dagu pasien
- Refleks positif jika terjadi kontraksi otot dagu pada sisi yang sama

4. Glabellar Reflex
- Ketuk glabella ( pertengahan dahi diantara kedua alis mata ) pasien dengan ujung
jari atau palu refleks
- Pada orang normal, respon berkedip hanya timbul dua sampai tiga kali saja
- Pada penderita demensia, kedipan mata akan timbul setiap kali glabella diketuk

5. Snout Reflex
- Minta pasien untuk menutup kedua matanya
- Ketuklah mulut dengan palu refleks secara halus
- Reaksi positif jika pasien mengerutkan bibir

6. Corneomandibular Reflex
- Gores kornea dengan kapas halus
- Refleks positif jika terjadi pemejaman mata ipsilateral disertai gerakan
mandibula ke sisi kontralateral.

E. RUBRIK PENILAIAN
Hoffman Tromner reflex
Skor
No Aspek Yang Dinilai
0 1 2
1 Menjelaskan tujuan dan prosedur pemeriksaan
Mempersiapkan penderita duduk atau berbaring terlentang di
2
atas tempat tidur
3 Peserta didik melakukan Refleks Hoffman tangan kanan dan kiri
4. Peserta didik melakukan Refleks Tromner tangan kanan dan kiri
5 Melaporkan hasil pemeriksaan refleks patologi
JUMLAH SKOR 10

Babinsky Group Reflex

43
Modul Skills Lab Blok 6.3- Neurobehaviour FKIK Universitas Jambi

Skor
No Aspek Yang Dinilai
0 1 2
1 Menjelaskan tujuan dan prosedur pemeriksaan
Mempersiapkan penderita berbaring terlentang di atas tempat
2
tidur
3 Peserta didik melakukan Refleks Babinsky tungkai kanan dan kiri
Peserta didik melakukan Refleks Chaddock tungkai kanan dan
4.
kiri
Peserta didik melakukan Refleks Oppenheim tungkai kanan dan
5
kiri
6 Peserta didik melakukan Refleks Gordon tungkai kanan dan kiri
7 Peserta didik melakukan Refleks Schaefer tungkai kanan dan kiri
8 Melaporkan hasil pemeriksaan refleks patologi
JUMLAH SKOR 16

Refleks regresi
Skor
No Aspek Yang Dinilai
0 1 2
1 Menjelaskan tujuan dan prosedur pemeriksaan
Mempersiapkan penderita berbaring terlentang di atas tempat
2
tidur
3 Peserta didik melakukan Refleks korneomandibular
4. Peserta didik melakukan Refleks Glabella
5 Peserta didik melakukan Sucking Reflex
6 Peserta didik melakukan Snout Reflex
7 Peserta didik melakukan Grasping reflex
8 Peserta didik melakukan Palmomental reflex
9 Melaporkan hasil pemeriksaan refleks regresi
JUMLAH SKOR 18

F. REFERENSI
KNI Indonesia. Pemeriksaan Klinis Neurologi Praktis. Penerbit Kedokteran Indonesia.
Jakarta. 2018

44
Modul Skills Lab Blok 6.3- Neurobehaviour FKIK Universitas Jambi

PEMERIKSAAN FUNGSI KESEIMBANGAN DAN KOORDINASI

A. TUJUAN
Tujuan umum
Mahasiswa mampu melakukan pemeriksaan fungsi keseimbangan dan koordinasi
Tujuan khusus
1. Mahasiswa mampu melakukan tes keseimbangan: test Romberg, tes Romberg
dipertajam, Fukuda Stepping test, Past Pointing test , tandem walking
2. Mahasiswa mampu melakukan pemeriksaan koordinasi : tes telunjuk-hidung, tes
disdiadokinesia (rapid alternating movement), tes tumit-lutut.
3. Mahasiswa mampu menginterpretasikan pemeriksaan

B. RENCANA PEMBELAJARAN
Pertemuan 1- Pra sesi
1) Dosen pengampu dan mahasiswa menonton contoh video pemeriksaan neurologi
berdasarkan video yang telah disepakati. Link video sebagai sumber referensi:
https://youtu.be/jvwAGd1cQh4 . Evaluasi penilaian berdasarkan pada langkah-
langkah pemeriksaan neurologi yang terdapat pada panduan ini.
2) Mahasiswa membuat video berdasarkan langkah-langkah pemeriksaan neurologi
bolehdengan probandus keluarga dekat (adik, kakak, dll)
3) Video yang telah dibuat dikumpulkan kepada dosen pengampu dengan mekanisme
dan deadline sesuai kesepakatan.

Pertemuan 2 - Sesi skills lab


1) Sesi skills lab dilakukan secara daring.
2) Dosen pengampu dan mahasiswa berdiskusi mengenai video yang telah dibuat
sebelumnya.
3) Dosen pengampu memberikan feedback dan penilaian terhadap video yang telah
dikumpulkan oleh mahasiswa.

C. SKENARIO KLINIS
1. Tn Abdul, laki-laki 50 tahun, dibawa ke IGD rumah sakit karena pandangan ganda,
pusing berputar, mual muntah yang disertai sulit menelan dan bicara pelo onset 1
jam yang lalu. Pasien memiliki riwayat hipertensi dan DM. Lakukan pemeriksaan
koordinasi pada pasien.

2. Ny. Vina 30 tahun mengeluh pusing berputar sejak 3 jam yang lalu, pusing
bertambah jika pasien membuka mata dan menoleh ke kiri durasi sekitar 1 menit
kemudian hilang. Tidak ada suara berdenging dan penuh ditelinga. Keluhan
disertai dengan mual dan muntah. Lakukan pemeriksaan keseimbangan dan
koordinasi pada pasien.

45
Modul Skills Lab Blok 6.3- Neurobehaviour FKIK Universitas Jambi

D. TINJAUAN TEORI
Fungsi keseimbangan dinilai pada penyakit gangguan keseimbangan. Salah
satunya yang paling sering adalah vertigo. Secara umum, vertigo dikenal sebagai
ilusi bergerak atau halusinasi gerakan. Vertigo ditemukan dalam bentuk keluhan
berupa rasa berputar atau rasa bergerak dari lingkungan sekitar (vertigo sirkuler)
namun kadang ditemukan sensasi rasa didorong atau ditarik menjauhi bidang
vertikal (vertikal linier). Vertigo bukan merupakan suatu penyakit, tetapi
merupakan kumpulan gejala atau sindrom yang terjadi akibat gangguan
keseimbangan pada sistem vestibular perifer ataupun gangguan pada sistem saraf
pusat. Rasa pusing disebabkan oleh gangguan alat keseimbangan tubuh yang
mengakibatkan ketidakcocokan antara posisi tubuh yang sebenarnya dengan apa
yang dipersepsi oleh susunan saraf pusat. Selain itu, vertigo dapat pula terjadi
akibat gangguan sistem visual yaitu reseptor pada visual (retina), dan
proprioseptif (tendon, sendi dan sensibilitas dalam).
Pendekatan klinis terhadap keluhan vertigo ditujukan untuk membedakan
vertigo sentral yang kelainannya berkaitan dengan susunan sistem saraf pusat atau
vertigo perifer yang berkaitan dengan sistem vestibuler. Selain itu juga harus
dibedakan dengan dizziness atau disequilibrium. Pada pemeriksaan fisik dapat
dilakukan pemeriksaan keseimbangan dan koordinasi untuk membedakan vertigo
bersifat sentral atau perifer.

Beberapa pemeriksaan yang dapat dilakukan untuk menilai gangguan keseimbangan


sebagai berikut:
1. Pemeriksaan keseimbangan
a. Test Romberg
Tes romberg digunakan untuk menilai propioseptif yang menggambarkan sehat
tidaknya fungsi kolumna dorsalis pada medula spinalis. Pasien yang memiliki
gangguan propioseptif masih dapat mempertahankan keseimbangan
menggunakan kemampuan sistem vestibular dan penglihatan. Pada tes romberg,
pasien diminta membuka mata dengan tangan menyilang di dada dan kaki
dirapatkan selama 30 detik. Pemeriksa harus berada di samping atau belakang
pasien. Hasil tes positif bila pasien kehilangan keseimbangan atau terjatuh.
Selanjutnya nilai saat menutup mata dengan posisi tubuh yang sama, apakah
pasien terjatuh. Apabila pasien terjatuh saat buka/tutup mata kemungkinan
gangguan keseimbangan terjadi akibat masalah sentral/ serebellum. Sedangkan
apabila hanya saat tutup mata, kemungkinan terdapat lesi perifer atau gangguan
propioseptif.

b. Tes Romberg dipertajam (Sharpened Romberg test)


Cara pemeriksaan dan interpretasi test Romberg dipertajam hampir sama dengan
tes Romberg biasa, namun perbedaannya pada test Romberg dipertajam pasien
diminta untuk menyilangkan kedua lengan di dada dan kedua kaki dalam posisi

46
Modul Skills Lab Blok 6.3- Neurobehaviour FKIK Universitas Jambi

tandem (tumit besentuhan dengan ibu jari kaki lainnya). Pemeriksaan juga
dilakukan buka mata dan tutup mata selama 30 detik. Nilai apakah pasien terjatuh
saat mata terbuka atau tertutup. Apabila pasien terjatuh saat buka/tutup mata
kemungkinan gangguan keseimbangan terjadi akibat masalah sentral/ serebellum.
Sedangkan apabila saat tutup mata, kemungkinan terdapat lesi perifer atau
gangguan propioseptif.

c. Fukuda Stepping test


Penderita yang memiliki gangguan keseimbangan diminta untuk berdiri tegak,
selanjutnya berjalan di tempat sebanyak 50 langkah dengan stabil dan berirama
sesuai ketukan dari pemeriksa dengan mata tertutup. Setelah berjalan sebanyak
50 langkah, penderita berhenti sambil tetap berdiri tegak. Pemeriksa
memperhatikan apakah posisi penderita bergeser dari posisi asalnya, atau arah
penderita bergeser dari arah awalannya. Hasil tes ini bermakna bila posisi
penderita bergeser sejauh 50 – 100 cm dari posisi awal atau bergeser sebesar 30 °
dari posisi awal.

d. Tes berjalan tandem (tandem walking)


Tes lain yang bisa digunakan untuk menentukan gangguan koordinasi motorik
adalah tes tandem walking. Pasien diminta untuk berjalan pada satu garis lurus di
atas lantai dengan cara menempatkan satu tumit langsung di antara ujung jari kaki
yang berlawanan, baik dengan mata terbuka atau mata tertutup.

2. Pemeriksaan koordinasi
a. Test telunjuk hidung/ test jari-jari (finger to nose/ finger to finger)
Gangguan pada serebelum atau saraf – saraf propioseptif dapat juga menyebabkan
ataxia tipe dismetria. Dismetria berarti hilangnya kemampuan untuk memulai atau
menghentikan suatu gerak motorik halus. Untuk menguji adanya suatu dismetria
bisa dilakukan beberapa pemeriksaan, salah satunya adalah test telunjuk hidung
atau jari-jari. Pemeriksaan ini bisa dilakukan dengan pasien dalam kondisi
berbaring, duduk atau berdiri.

Cara pemeriksaan test telunjuk hidung diawali pasien mengabduksikan lengan


serta posisi ekstensi total, lalu pasien diminta untuk menyentuh ujung hidungnya
sendiri dengan ujung jari telunjuknya. Mula – mula dengan gerakan perlahan
kemudian dengan gerakan cepat, baik dengan mata terbuka dan tertutup. Nilai
bagaimana gerakan pasien saat melakukan pemeriksaan, apakah tampak tremor,
gerakan tersendat-sendat atau bahkan tidak tepat sasaran (dismetria) atau terlalu
jauh.

Pemeriksaan jari-jari hampir sama. Pasien diminta mengabduksikan lengan pada


bidang horisontal dan diminta untuk menggerakkan kedua ujung jari telunjuknya
saling bertemu tepat di tengah – tengah bidang horisontal tersebut. Pertama
dengan gerakan perlahan kemudian dengan gerakan cepat, dengan mata ditutup
47
Modul Skills Lab Blok 6.3- Neurobehaviour FKIK Universitas Jambi

dan dibuka.

b. Past pointing test ( tunjuk Barany)


Cara pemeriksaan dengan jari telunjuk ekstensi dan lengan lurus ke depan,
penderita disuruh mengangkat lengannya ke atas, kemudian diturunkan sampai
menyentuh telunjuk tangan pemeriksa. Hal ini dilakukan berulang-ulang dengan
mata terbuka dan tertutup.
c. Rapid alterating movement (Disdiadokinesia)
Pasien diminta untuk menggerakkan kedua tangannya bergantian pronasi dan
supinasi dalam posisi siku diam dengan cepat. Pemeriksaan ini dilakukan baik
dengan mata terbuka maupun tertutup. Pada pasien dengan gangguan serebelum
atau lobus frontalis, gerakan pasien akan melambat atau menjadi kikuk.
d. Tes tumit-lutut (Heel to knee to toe test)
Pemeriksaan ini lebih mudah dilakukan bila pasien dalam keadaan berbaring.
Pasien diminta untuk menggerakkan tumit kakinya ke arah lutut kontralateral,
kemudian tumit digerakkan atau didorong ke arah jari kaki kontralateral.

E. RUBRIK PENILAIAN

Skor
No Aspek Yang Dinilai
0 1 2
1 Menjelaskan tujuan dan prosedur pemeriksaan
Mempersiapkan penderita berbaring atau duduk di atas tempat
2
tidur
Peserta didik melakukan tes keseimbangan
3 Tes Romberg
4 Tes Romberg dipertajam
5 Fukuda Stepping Test
6 Tandem Walking
Peserta didik melakukan tes koordinasi
7 Finger to finger
8 Finger to nose
9 Past pointing test
10 Knee to heel test
11 Rapid alternating movement (disdiadokinesia)
12 Melaporkan hasil pemeriksaan keseimbangan dan koordinasi
JUMLAH SKOR

F. REFERENSI

KNI Indonesia. Pemeriksaan Klinis Neurologi Praktis. Penerbit Kedokteran Indonesia.


Jakarta. 2018
Thursina C, Dewati E. Pedoman tatalaksana vertigo Perdossi. Pustaka Cendikia. 2018

48

Anda mungkin juga menyukai