Editor
dr. Mirna Marhami Iskandar, Sp.S
dr. Attiya Istarini, Sp.N
KATA PENGANTAR
Proses pembelajaran pada Blok 6.3 (Neuro Behaviour) ini merupakan integrasi dari
ilmu neuro dan prilaku/behavior. Dalam blok ini, mahasiswa akan mempelajari
mengenai Neuro dan Behavior. Untuk mendukung kemampuan tersebut, dalam blok ini
mahasiswa akan dibekali dengan keterampilan klinis yang akan bermanfaat dalam
praktik di lapangan. Keterampilan klinis yang akan dipelajari dalam Blok 6.3 terintergrasi
dengan keterampilan Blok 1.2 yang telah dipelajari sebelumnya, terdiri atas
keterampilan komunikasi: menyampaikan berita buruk, memberi nasehat dan motivasi,
rehabilitasi medik-motorik (post stroke), pemeriksaan status mental, pemeriksaan
refleks nervi kranialis dan refleks patologis, pemeriksaan penilaian kesadaran dan
menigeal sign. Target blok ini adalah tercapainya kompetensi dasar terutama kompetensi
level 3 dan 4.
Untuk masing-masing materi skill lab akan dilakukan dalam 3 sesi, yang pertama
merupakan sesi terbimbing dimana mahasiswa akan didampingi oleh seorang tutor
untuk masing-masing kelompok, sesi kedua adalah feedback (proses evaluasi), dan sesi
ketiga adalah ujian OSCE yang akan diadakan pada akhir semester. Untuk mendapatkan
hasil yang maksimal, mahasiswa diharapkan dapat membaca panduan skill lab terlebih
dahulu sebelum mengikuti skill lab dan mengikuti skill lab dengan sebaik-baiknya.
Tim Penyusun
2
Modul Skills Lab Blok 6.3- Neurobehaviour FKIK Universitas Jambi
DAFTAR KOMPETENSI
3
Modul Skills Lab Blok 6.3- Neurobehaviour FKIK Universitas Jambi
4
Modul Skills Lab Blok 6.3- Neurobehaviour FKIK Universitas Jambi
5
Modul Skills Lab Blok 6.3- Neurobehaviour FKIK Universitas Jambi
6
Modul Skills Lab Blok 6.3- Neurobehaviour FKIK Universitas Jambi
A. TUJUAN PEMBELAJARAN
Sesi pembelajaran keterampilan klinik meliputi refreshing pola dasar anamnesis dan
mengasah anamnesis terkait keluhan dibidang Neurologi. Fasilitator pembelajaran klinik
diharapkan menstimulasi kemampuan anamnesis mahasiswa berdasarkan simulasi
kasus atau skenario klinis yang sesuai dengan kompetensi dokter umum (4A) yang
diberikan pada panduan.
Tujuan Umum
1. Mahasiswa memahami kerangka anamnesis dan mampu melakukan anamnesis
terkait kelainan Neurologi.
Tujuan Khusus
1. Mampu menanyakan keluhan utama sebagai penyebab pasien datang ke pelayanan
kesehatan
2. Mampu menggali riwayat penyakit pasien sekarang secara komplit dan akurat yang
bisa mengarahkan pada diagnosis kelainan Neurologi.
3. Mampu menanyakan riwayat penyakit dahulu dan penyakit keluarga yang
berhubungan dengan keluhan utama atau penyakit yang menjadi faktor resiko
penyakit pasien secara komplet dan akurat.
4. Mampu menayakan riwayat kebiasaan, riwayat pengobatan, serta faktor sosial,
ekonomi, pekerjaan yang berhubungan dengan penyakit pasien sekarang.
5. Mampu menyusun suatu wawancara medis yang efektif dan efisien dalam segi
waktu tetapi tetap dapat meningkatkan proses ”Diagnostic Reasoning”.
6. Mampu mengikutsertakan pasien dalam suatu proses interaktif, meningkatkan
pemahaman
pasien, serta menjaga hubungan baik dengan pasien.
7. Mampu melatih cara-cara menggali informasi yang didapatkan dari anamnesis
secara profesional.
B. RENCANA PEMBELAJARAN
Sesi skills lab dilakukan 1 kali pertemuan, dengan langkah sbb:
1. Sesi skills lab dilakukan secara tatap muka/daring.
2. Dosen pengampu dan mahasiswa melakukan simulasi mengenai kasus-kasus
kelainan neurologi berdasarkan contoh-contoh anamnesis pada panduan SL
3. Dosen pengampu memberikan feedback anamnesis yang dilakukan oleh
mahasiswa.
C. SKENARIO KLINIS
1. Seorang laki-laki 50 tahun dibawa ke IGD RSU dengan keluhan utama penurunan
kesadaran sejak 1 jam SMRS, yang terjadi saat bekerja. Pasien tidak bisa dibangunkan,
hanya bisa membuka mata jika diberikan rangsangan nyeri. Menurut keluarga
7
Modul Skills Lab Blok 6.3- Neurobehaviour FKIK Universitas Jambi
sebelum tidak sadar pasien mengeluh nyeri kepala, muntah dan merasa anggota gerak
kanan sulit diangkat. Kemudian pasien tidak sadarkan diri. Pasien sebelumnya
memiliki riwayat hipertensi selama 5 tahun. Tekanan darah berkisar 180/100 namun
minum obat antihipertensi tidak teratur. Lakukan Alloanamnesis.
2. Seorang wanita 26 tahun datang ke poliklinik Saraf dengan keluhan nyeri kepala di
sebelah kanan seperti berdenyut sejak 1 hari ini. Keluhan bertambah berat dengan
aktivitas fisik dan suara bising. Nyeri kepala sudah berulang sejak 1 tahun terakhir
frekuensi > 2x sebulan. Biasanya nyeri berkurang dengan obat paracetamol yang dibeli
di warung. Namun nyeri sekarang tidak berkurang. Ibu pasien memiliki riwayat
penyakit yang sama. Lakukan autoananmnesis.
3. Seorang pria 35 tahun datang ke IGD RSU dengan keluhan pusing berputar sejak 1 hari
ini. Keluhan hilang timbul, timbul bila miring ke kanan, durasi pusing < 5 menit
kemudian hilang kembali. Keluhan berawal saat pasien hendak bangun tidur, saat
berubah posisi terasa lingkungan sekitar berputar. Keluhan bertambah saat buka mata
dan disertai muntah, mual dan keringat dingin. Lakukan Autoanamnesis.
4. Seorang laki-laki 45 tahun dibawa ke IGD RSU dengan keluhan utama kejang 1 jam
yang lalu yang disertai penurunan kesadaran. Menurut saksi mata, kejang berupa
bangkitan kaku dan kelonjotan seluruh tubuh, durasi kejang > 30 menit, frekuensi 1
kali, disertai mulut berbusa dan mengompol. Saat di IGD kejang sudah berhenti.
Kronologis kejadian diawali penurunan kesadaran terjadi secara bertahap sejak 3 hari
terakhir, dan tidak bisa dibangunkan lagi setelah kejang 1 jam yll. Sebelumnya pasien
mengeluh nyeri kepala sejak 2 minggu dan demam. Kemudian secara bertahap pasien
tidak sadarkan diri. Pasien sebelumnya memiliki riwayat TBC namun putus obat. Dari
pemeriksaan tanda rangsang meningeal ditemukan kaku kuduk (+). Lengkapi
Alloanamnesis terkait penyakit pasien.
D. TINJAUAN TEORI
Dalam ilmu kedokteran, pendekatan klinis kelainan Neurologi hampir sama dengan
penyakit lain. Pendekatan klinis gangguan neurologi sangat ditentukan dari anamnesis
dan pemeriksaan fisik. Anamnesis bertujuan untuk mendapatkan informasi ada atau
tidak nya defisit neurologi baik dari pasien atau keluarga yang kemudian dikonfirmasi
dengan pemeriksaan fisik secara objektif. Selain itu anamnesis juga berkontribusi dalam
penentuan kemungkinan diagnosis topis dari lesi sistem saraf. Anamnesis dapat
dilakukan secara autoanamnesis dan alloanamnesis.
Dalam anamnesis, alur pikir yang perlu diperhatikan adalah sebagai berikut :
1. Pendekatan sistematis, perlu diingat : Fundamental Four & Basic Seven.
2. Pemahaman neruoanatomi dan neurofisiologi harus dikuasai dengan baik.
3. Anamnesis menggunakan keterampilan interpersonal sehingga dibutuhkan
pengetahuan sosiologi, psikologi dan antropologi.
8
Modul Skills Lab Blok 6.3- Neurobehaviour FKIK Universitas Jambi
b. Defisit Fokal
1. Gangguan motorik: Hemiparesis, paraparesis, tetraparesis
2. Gangguan sensorik: kebas, kesemutan, gangguan sensasi suhu, getar dan posisi
3. Gangguan otonom: gangguan berkemih, defekasi, gangguan ereksi
4. Gerakan involunter: Parkinsonisme, tremor, chorea, tic, balismus dsb
5. Kejang fokal
6. Gangguan nervus kranialis (Diplopia, ganguan lapangan pandang, buta kortikal,
gangguan menelan, gangguan bicara, gangguan pendengaran, kelemahan ekspresi
wajah)
7. Nyeri kepala
8. Vertigo dan gangguan keseimbangan
9. Nyeri leher dan punggung bawah
10. Gangguan fungsi luhur : gangguan berbahasa/afasia, memori, atensi, visuospasial,
eksekutif
11. Gangguan neuropsikiatrik : demensia, depresi, dsb
9
Modul Skills Lab Blok 6.3- Neurobehaviour FKIK Universitas Jambi
10
Modul Skills Lab Blok 6.3- Neurobehaviour FKIK Universitas Jambi
11
Modul Skills Lab Blok 6.3- Neurobehaviour FKIK Universitas Jambi
2. Nyeri Kepala
DD/ Nyeri kepala primer : TTH, Migrain, Cluster headache
Nyeri kepala sekunder : Infeksi Intrakranial, Tumor, Stroke Perdarahan,
Ensefalopati
• Autoanamnesis
• Onset : Mendadak, bertahap
• Lokasi nyeri kepala (misalnya hemicranial, holocranial, occipitonichal, bandlike)
• Intensitas nyeri kepala dan skala nyeri : ringan (masih mampu bekerja), sedang
(mengganggu konsentrasi bekerja), berat (tak masuk kerja),
• Kualitas nyeri ( steady, throbbing, stabbing)
• Waktu (pagi / bangun tidur, setiap saat), durasi dan frekuensi nyeri kepala
• Faktor-faktor presipitasi/ memperberat (alkohol, gangguan tidur, terlalu lama
tidur, makanan, cahaya terang)
• Faktor-faktor yang meringankan gejala nyeri (misalnya istirahat, ruang gelap,
aktivitas, obat-obatan)
• Keluhan-keluhan neurologik yang menyertai (misalnya photophobia, phonophobia,
tearing, nasalstuffiness, Aura visual, hemihipestesi, kelemahan, gangguan
ingatan/berbahasa)
• Keluhan sistemik yang menyertai (demam: infeksi intrakranial, toxoplasmosis,
abses serebri)
• Riwayat penyakit dahulu : Riwayat nyeri kepala sebelumnya (kronis/akut), Riwayat
trauma kepala, riwayat penyakit yang berhubungan (ex: hipertensi emergensi, HIV-
AIDS, infeksi telinga, sinusitis, infeksi gigi, TBC), pengobatan dan respon terapi
• Riwayat penyakit keluarga (ex: migrain pada ibu)
• Riwayat pekerjaan, sosial dan kebiasaan : minum kopi, NAPZA, Analgetik rutin dsb.
12
Modul Skills Lab Blok 6.3- Neurobehaviour FKIK Universitas Jambi
• Lokasi nyeri dan penjalaran nyeri (tidak menjalar: kelainan otot atau sendi tulang
belakang, bila menjalar ke paha atau tungkai bawah sesuai dermatom
sensorik: radikulopati lumbal )
• Kualitas nyeri : seperti ditusuk, mendenyut, terbakar dsb
• Intensitas nyeri dan skala nyeri: ringan, sedang, berat
• Durasi dan frekuensi nyeri (setiap saat atau hilang timbul)
• Faktor-faktor pencetus nyeri pinggang atau memperberat nyeri : duduk, jongkok,
berjalan, bersin, mengedan.
• Faktor-faktor yang meringankan ( istirahat, duduk, baring)
• Keluhan neurologik lainnya (misalnya kesemutan, kebas, kelemahan angota gerak,
inkontinensia urine dan alvi)
• Riwayat penyakit dahulu : HNP, operasi vertebra, riwayat nyeri leher dan nyeri
pinggang, riwayat infeksi tulang (spondylitis TBC), riwayat malignancy (metastasis
tulang), riwayat trauma punggung
• Riwayat pengobatan
• Riwayat kebiasaan, pekerjaan angkat beban, olahraga, pola hidup, kebisaan duduk
dsb.
4. Kejang
DD/ Epilepsi; bangkitan simtomatik akut, Status epileptikus ec. Ensefalopati,
Infeksi Intrakranial, Tumor, Stroke.
• Alloanamnesa
• Onset kejang sejak berapa lama sebelum masuk RS, apakah kejang masih
berlangsung atau sudah berhenti
• Kesadaran saat kejang: sadar atau tidak sadar
• Bentuk kejang: kaku/kelojotan/tanpak bengong/gerakan otomatisme : mengecap,
mata berkedip
• Lokasi: Apakah kelonjotan/kaku seluruh tubuh, satu sisi anggota gerak, atau
setempat / fokal
• Durasi kejang : < 5 menit, > 30 menit (status epileptikus)
• Kronologis kejang:
- Gejala preiktal: apakah dimulai dengan aura /gejala yang mendahului: mencium bau
busuk, nyeri perut dsb.
- Gejala iktal : kejang kaku kelonjotan, bengong, drop attack, apakah disertai gejala
otonom: hipersekresi saliva, mulut berbusa, mengompol, muka memerah, sesah
nafas, keluar suara jeritan dsb
- Gejala post iktal : setelah kejang apakah pasien bingung, amnesia, atau langsung sadar
• Frekuensi kejang dalam 1 hari atau minggu/bulan
• Gejala neurologi lain yang menyertai dan gejala peningkatan TIK (penurunan
kesadaran sebelumnya, hemiparese, nyeri kepala)
• Apakah ada gejala sistemik seperti : perubahan suhu tubuh / demam, mencret,
muntah dsb
• Riwayat kejang sebelumnya : kejang demam saat anak-anak, epilepsi
13
Modul Skills Lab Blok 6.3- Neurobehaviour FKIK Universitas Jambi
• Riwayat penyakit sebelumnya: nyeri kepala, stroke, tumor otak, trauma kepala dsb
• Riwayat pengobatan antikonvulsan
• Riwayat keluarga, riwayat sosial, kebiasaan, pekerjaan yang berhubungan dengan
penyakit
14
Modul Skills Lab Blok 6.3- Neurobehaviour FKIK Universitas Jambi
E. RUBRIK PENILAIAN
Keterangan
0 tidak dilakukan
1 dilakukan dengan kurang lengkap atau lengkap namun kurang tepat
2 dilakukan dengan lengkap dan tepat
F. REFERENSI
Aninditha, T., Prawiroharjo, P. 2017. Penurunan kesadaran dalam Buku Ajar
Neurologi Jilid 1 Departemen Neurologi FKUI. Penerbit Kedokteran Indonesia. Hal: 16-
25
Zairinal, RA. Et al. 2018. Pemeriksaan kesadaran dalam Pemeriksaan Klinis
Neurologi Praktis. Penerbit Kedokteran Indonesia. Hal 8-15
15
Modul Skills Lab Blok 6.3- Neurobehaviour FKIK Universitas Jambi
PEMERIKSAAN KESADARAN
A. TUJUAN
Umum
Mengetahui dan dapat melakukan pemeriksaan untuk menilai kesadaran.
Khusus
1. Mahasiswa mengetahui definisi Glasgow Coma Scale (GCS)
2. Mahasiswa mengetahui indikasi pemeriksaan GCS dan
3. Melakukan prosedur pemeriksaan GCS dengan baik dan benar.
4. Menjelaskan parameter normal hasil pemeriksaan GCS
5. Menginterpretasikan hasil pemeriksaan GCS
B. RENCANA PEMBELAJARAN
Pertemuan 1- Pra sesi
1. Dosen pengampu dan mahasiswa menonton contoh video pemeriksaan neurologi
berdasarkan video yang telah disepakati. Link video:
https://youtu.be/4VsXUpP_z6U. Evaluasi penilaian berdasarkan pada langkah-
langkah pemeriksaan neurologi yang terdapat pada panduan ini.
2. Mahasiswa membuat video berdasarkan langkah-langkah pemeriksaan neurologi
boleh
dengan probandus keluarga dekat (adik, kakak, dll) atau alat bantu lain seperti
boneka, dll.
3. Video yang telah dibuat dikumpulkan kepada dosen pengampu dengan mekanisme
dan deadline sesuai kesepakatan.
C. SKENARIO KLINIS
Tn. R, laki-laki 55 tahun, di bawa oleh keluarganya ke IGD RS Raden Mattaher dalam
keadaan tidak sadarkan. Lakukan pemeriksaan kesadaran pada pasien.
16
Modul Skills Lab Blok 6.3- Neurobehaviour FKIK Universitas Jambi
D. TINJAUAN TEORI
FISIOLOGI KESADARAN
Kesadaran adalah keadaan awas dan waspada seseorang dari stimuli eksternal.
Struktur anatomi di otak yang berperan dalam mengatur kesadaran meliputi Ascending
reticular activating system (ARAS), talamus dan korteks serebri. Struktu ARAS
merupakan kumpulan serabut saraf yang berasal dari formasio retikularis batang otak
terutama mesensefalon dan pons bagian atas. Serabut ini menerima input jaras sensorik
umum dan pamcaindera untuk diproteksikan ke nukleus di talamus kemudian di
hantarkan ke seluruh bagian korteks serebri. Korteks serebri kemudian memproses
seluruh input sensorik sehingga pada akhirnya tercipta suati kesadaran yang penuh.
Glasgow Coma Scale adalah salah satu cara pemeriksaan kesadaran. Pada
pemeriksaan GCS terdiri atas penilaian Eye, Motor, dan Verbal. Selain itu juga ada sistem
Full outline of responsive (FOUR) score jiks tidak memungkinkan menilai GCS akibat
kecacatan wajah/ ekstremitas atau kesulitan dalam komunikasi. FOUR score menilai
respon mata, motorik, refleks batang otak, dan pernafasan. Pediatric Coma Scale adalah
pemeriksaan untuk anak-anak. Pemeriksaan diawali pemberian rangsangan yang
merupakan input sensorik kemudian terjadi pengolahan input sehingga menghasilkan
pola-pola output susunan saraf pusat yang menentukan kualitas kesadaran.
Input susunan saraf pusat dapat dibedakan jadi 2 yaitu:
a. Spesifik : berasal dari semua lintasan aferen impuls protopatik, propioseptif, dan
perasaan panca indera. Lintasan ini menghubungkan satu titik pada tubuh dengan
suatu titik pada kortek perseptif primer.
b. Non spesifik : merupakan sebagian dari impuls aferen spesifik yang disalurkan
melalui aferen nonspesifik, menghantarkan setiap impuls dari titik manapun dalam
tubuh ke titik-titik pada seluruh kedua kortek serebri.
17
Modul Skills Lab Blok 6.3- Neurobehaviour FKIK Universitas Jambi
Indikasi
Apabila terjadi perubahan tingkat kesadaran dari berbagai faktor, termasuk
perubahan kimia otak seperti keracunan, kekurangan oksigen dan tekanan
intrakranial.
Syarat pemeriksaan
1.Kondisi Mata:
a. Pasien dengan kondisi mata bengkak
b. Ptosis: kelopak mata selalu jatuh, biasanya karena stroke
c. Exoptalmus: kelopak mata terbuka terus
d. Enoptalmus: kelopak mata menyempit
2.Adanya kelumpuhan
3.Fraktur
4.Ada sesuatu yang mengganggu verbalnya misalnya sedang dipasang NGT, OPA, ETT,
fraktur mandibula, afasia (tidak bisa bicara), difagia dll
Metode Pemeriksaan
1. Glasgow Coma Scale
Tingkat kesadaran sangat penting pada pasien cedera kepala atau gangguan neurologi.
Glasgow Coma Scale sudah digunakan secara luas untuk menentukan tingkat kesadaran
penderita. GCS terdiri dari penilaian membuka mata (E), Respon motorik (M), dan Verbal
(V). Metode pemeriksaan berdasarkan revisi pemeriksaan GCS tahun 2014 adalah sebagai
berikut:
Komponen E: untuk komponen E4 bila pasien membuka mata spontan. Jika pasien tidak
membuka mata bisa diberikan rangsangan suara dengan memanggil identitas pasien
dengan suara keras. Jika pasien buka mata dinilai dengan E3. Bila pasien juga tidak respon
bisa diberikan rangsangan nyeri di kuku jari tangan (nail tip) selama 10 detik. Bila
membuka mata dinilai E2. E1 jika pasien tidak respon sama sekali. Jika pasien mengalami
cedera wajah berat sehingga sulit dinilai E maka dinilai dengan NT (not testable).
18
Modul Skills Lab Blok 6.3- Neurobehaviour FKIK Universitas Jambi
19
Modul Skills Lab Blok 6.3- Neurobehaviour FKIK Universitas Jambi
E. RUBRIK PENILAIAN
Nilai
No. Aspek yang dinilai 0 1 2
A. Pemeriksaan Eye/mata
1. Pemeriksa mendekati pasien dan pasien spontan membuka mata dan
memandang pemeriksa
Jika ada respon skor E 4, jika tidak lanjut ke point 2.
2. Pemeriksa memanggil nama pasien/memerintahkan pasien untuk
membuka mata (rangsangan suara)
Jika ada respon buka mata skor E 3, jika tidak lanjut ke point 3.
3. Pemeriksa memberi rangsang nyeri berupa penekanan pada kuku jari atau
otot tapezius, atau sternum. Apabila pasien membuka mata skor E2, jika
tidak lanjut ke point 4
4. Pemeriksa memberi rangsang apapun (suara keras/cubitan) pasien tidak
membuka mata: skor E 1.
B. Pemeriksaan Verbal
5. Pemeriksa menanyakan orientasi pasien (tempat, orang, waktu)
Jika pasien menjawab dengan jelas,benar dan cepat: skor V 5, jika tidak
lanjut ke point 6.
6. Pemeriksa menanyakan orientasi pada pasien,
Pasien dapat menjawab namun salah atau disorientasi: skor V 4, jika tidak
lanjut ke point 7.
20
Modul Skills Lab Blok 6.3- Neurobehaviour FKIK Universitas Jambi
12. Pemeriksa memberi rangsang nyeri, jika kedua lengan flexi abnormal
(kedua lengan flexi, kedua tungkai ekstensi= posisi dekortikasi)
Berikan skor M 3, apabila tidak lanjut ke point 13.
13. Pemeriksa memberi rangsang nyeri ,pasien meletakkan kedua tangannya
secara lurus dan kaku di kedua sisi tubuh (posisi deserebrasi) berikan
skor M 2, apabila tidak lanjut point 14.
14. Pemeriksa memberi rangsang apapun pasien tidak
bergerak/tidak berespon : skor M 1.
15 Mahasiswa mampu melaporkan hasil pemeriksaan GCS dan
interpretasinya.
TOTAL NILAI 30
F. REFERENSI
Aninditha, T., Prawiroharjo, P. 2017. Penurunan kesadaran dalam Buku Ajar
Neurologi Jilid 1 Departemen Neurologi FKUI. Penerbit Kedokteran Indonesia. Hal: 16-
25
Mackreth B. Glasgow coma scale training exercise. Matanuska-Susitna Borough
Deptof Public Safety. Available from URL: www.chems.alaska.gov/EMS/documents/
GCS_ Activity_2003.
Mardjono M, Sidharta P. 2008. Gangguan kesadaran dalam Neurologi klinis dasar
Edisi ke 6. Hal: 183-5
Zairinal, RA. Et al. 2018. Pemeriksaan kesadaran dalam Pemeriksaan Klinis
Neurologi Praktis. Penerbit Kedokteran Indonesia. Hal 8-15
Posner, JB et al. 2007. Plum and Posner’s Diagnosis Stupor and Coma. Oxford
University Press. Hal: 11-29
21
Modul Skills Lab Blok 6.3- Neurobehaviour FKIK Universitas Jambi
A. TUJUAN
Umum
Mahasiswa mampu mengetahui dan melakukan Tanda rangsang meningen
Khusus
1. Mahasiswa mengetahui definisi dan indikasi tanda meningeal .
2. Mengetahui dan dapat melakukan pemeriksaan tanda meningeal.
3. Mengetahui dan mampu menginterpretasikan hasil pemeriksaan TRM
B. RENCANA PEMBELAJARAN
Pertemuan 1- Pra sesi
1. Dosen pengampu dan mahasiswa menonton contoh video pemeriksaan neurologi
berdasarkan video yang telah disepakati. Link video sebagai sumber referensi:
https://youtu.be/4VsXUpP_z6U. Evaluasi penilaian berdasarkan pada langkah-
langkah pemeriksaan neurologi yang terdapat pada panduan ini.
2. Mahasiswa membuat video berdasarkan langkah-langkah pemeriksaan neurologi
boleh
dengan probandus keluarga dekat (adik, kakak, dll) atau alat bantu lain seperti
boneka, dll.
3. Video yang telah dibuat dikumpulkan kepada dosen pengampu dengan mekanisme
dan deadline sesuai kesepakatan.
4. Jadwal pertemuan 2 dilakukan sesuai kesepakatan dosen-mahasiswa
C. SKENARIO KLINIS
Tn C, laki-laki 36 tahun, dibawa ke IGD rumah sakit degan penurunan kesadaran secara
bertahap sejak 1 minggu. Keluhan disertai nyeri kepala, demam, dan cenderung
mengantuk sulit dibangunkan sejak seminggu yang lalu. Lakukan pemeriksaan tanda
meningeal pada pasien.
D. TINJAUAN TEORI
Tanda-tanda meningeal timbul karena tertariknya radiks-radiks saraf tepi yang
hipersensitif karena adanya perangsangan atau peradangan pada selaput otak meninges
(meningitis) akibat infeksi, kimiawi ataupun karsinomatosis. Perangsangan meningeal
bisa terjadi juga akibat perdarahan subarachnoid.
22
Modul Skills Lab Blok 6.3- Neurobehaviour FKIK Universitas Jambi
Pemeriksaan untuk menilai tanda meningeal banyak sekali, namun pada dasarnya
adalah variasi test pertama yang dikenalkan oleh Vladimir kering pada tahun 1884.
Dokter akhli penyakit dalam dari Rusia ini memperhatikan adanya keterbatasan ekstensi
pasif sendi lutut pada pasien meningitis dalam posisi duduk maupun berbaring. Sampai
sekarang masih sering digunakan untuk tanda meningeal.
Selanjutnya Josep Brudzinski seorang ilmuan Polandia pada tahun 1909
mengenalkan tanda lain dalam mendeteksi adanya tanda meningeal. Tanda yang
diperkenalkan adalah gerakan fleksi bilateral di sensi lutut dan panggul yang timbul
secara reflektorik akibat difleksikannya kepala pasien ke depan sampai menyentuh dada.
Tanda ini dikenal sebagai tanda Brudzinski I.
Sebelumnya Brudzinski juga telah memperkenalkan adanya tanda tungkai
kontralateral sebagai tanda perangsangan meningeal, yaitu gerakan fleksi di sendi
panggul dengan tungkai pada posisi lurus disendi lutut akan membangkitkan secara
reflektorik gerakan fleksi sendi lutut dan panggul kontralateral. Tanda ini dikenal sebagai
Tanda Brudzinski II. Urutan I dan II hanya menunjukkan urutan pemeriksaannya saja,
bukan urutan penemuannya.
Selain tanda-tanda yang sudah diseskripsikan di atas masih ada beberapa tanda
meningeal yang lain namun ada satu tanda lagi yang cukup penting yaitu kaku kuduk.
Pada pasien meningitis akan di dapatkan kekakuan atau tahanan pada kuduk nila
difleksikan dan diekstensikan.
23
Modul Skills Lab Blok 6.3- Neurobehaviour FKIK Universitas Jambi
Interpretasi
Kaku kuduk dinyatakan positif jika sewaktu dilakukan gerakan flexi leher, dagu penderita
tidak dapat menyentuh dua jari yang diletakkan di incisura jugularis, dan terdapat suatu
tahanan
2. Tanda Kernig
Pasien berbaring terlentang
Pemeriksa melakukan fleksi pada sendi panggul dan sendi lutut dari pasien
Kemudian dilakukan ekstensi pada sendi lutut
Interpretasi
Tanda kernig positif jika waktu dilakukan ekstensi sendi lutut < 135°, timbul rasa nyeri,
sehingga ekstensi sendi lutut tidak bisa maksimal
2
3. Tanda Lesegue
Pasien berbaring telentang
Pemeriksa mengangkat salah satu tungkai hingga terjadi bengkokan (fleksi pada
persendian panggul
24
Modul Skills Lab Blok 6.3- Neurobehaviour FKIK Universitas Jambi
Interpretasi
Tanda lasegue (+) jika timbul rasa sakit dan tahanan sebelum tungkai mencapai sudut
70°, normalnya tungkai dapat mencapai 70° tanpa rasa sakit dan tahanan, kecuali pada
usia lanjut hanya dapat mencapai 60°
4. Tanda Brudzinski I
Pasien berbaring terlentang
Tangan kiri pemeriksa diletakkan di bawah kepala pasien
Kemudian dilakukan gerakan fleksi pada kepala pasien dengan cepat, gerakan fleksi
ini dilakukan semaksimal mungkin
Interpretasi
Tanda Brudzinksi positif jika sewaktu dilakukan gerakan fleksi kepala pasien timbul
fleksi involunter pada kedua tungkai
5. Tanda Brudzinski II
Pasien berbaring terlentang
Tungkai bawah pasien dilakukan fleksi secara pasif pada sendi panggul dan sendi
lutut (seperti Tanda Kernig)
Interpretasi
Tanda Brudzinski II positif jika sewaktu dilakukan gerakan di atas tadi, tungkai yang
kontralateral secara involunter ikut fleksi
25
Modul Skills Lab Blok 6.3- Neurobehaviour FKIK Universitas Jambi
E. RUBRIK PENILAIAN
Kaku kuduk (rigiditas Nuchae)
Skor
No Aspek Yang Dinilai
0 1 2
1 Menjelaskan tujuan dan prosedur pemeriksaan
2 Mempersiapkan penderita berbaring terlentang di atas tempat tidur
Secara pasif memfleksikan leher hingga dagu mencapai incisura
3
jugularis dan mengekstensikan kembali kepala penderita
Merasakan dan melaporkan ada tidaknya tahanan pada
4
leher/kuduk
5 Membuat kesimpulan terhadap hasil pemeriksaan kaku kuduk
JUMLAH SKOR 10
Tanda Brudzinski I
Skor
No Aspek Yang Dinilai
0 1 2
1 Menjelaskan tujuan dan prosedur pemeriksaan
2 Mempersiapkan penderita berbaring terlentang di atas tempat tidur
Mempersiapkan tangan kiri pemeriksa diletakkan di bawah kepala
3
pasien
Melakukan gerakan fleksi pada kepala pasien dengan cepat dan
4
gerakan fleksi ini dilakukan semaksimal mungkin
Memperhatikan dan melaporkan ada tidaknya refleks fleksi
5
bilateral pada sendi panggul dan sendi lutut
6 Membuat kesimpulan terhadap hasil pemeriksaan Brudzinski I 12
JUMLAH SKOR
26
Modul Skills Lab Blok 6.3- Neurobehaviour FKIK Universitas Jambi
Tanda Kernig
Skor
No Aspek Yang Dinilai
0 1 2
1 Menjelaskan tujuan dan prosedur pemeriksaan
2 Mempersiapkan penderita berbaring terlentang di atas tempat tidur
3 Pemeriksa melakukan fleksi pada sendi panggul dan sendi lutut
4 Melakukan ekstensi pada sendi lutut
Memperhatikan dan melaporkan apakah pasien merasa nyeri atau
5 ada tahana sehingga ekstensi tidak bisa maksimal atau tidak bisa
dilakukan sama sekali
6 Membuat kesimpulan terhadap hasil pemeriksaan tanda kernig 12
JUMLAH SKOR
Tanda Lasegue
Skor
No Aspek Yang Dinilai
0 1 2
1 Menjelaskan tujuan dan prosedur pemeriksaan
Mempersiapkan penderita berbaring terlentang di atas tempat
2
tidur
Angkat salah satu tungkai hingga terjadi bengkokan (fleksi) pada
3
persendian panggul
Memperhatikan dan melaporkan apakah pasien merasa sakit dan
4
ada tahanan sehingga tungkai tidak dapat mencapai 70°
5 Membuat kesimpulan terhadap hasil pemeriksaan tanda kernig
JUMLAH SKOR 10
Tanda Budzinski II
Skor
No Aspek Yang Dinilai
0 1 2
1 Menjelaskan tujuan dan prosedur pemeriksaan
Mempersiapkan penderita berbaring terlentang di atas tempat
2
tidur
Pada salah satu tungkai bawah pasien dilakukan fleksi secara
3
pasif pada sendi panggul dan sendi lutut
Memperhatikan dan melaporkan ada tidaknya refleks fleksi pada
4
sendi lutut kontralateral
5 Membuat kesimpulan terhadap hasil pemeriksaan Brudzinski II
JUMLAH SKOR 10
Penjelasan :
0 Tidak dilakukan mahasiswa
1 dilakukan, tapi belum sempurna
2 dilakukan dengan sempurna
27
Modul Skills Lab Blok 6.3- Neurobehaviour FKIK Universitas Jambi
F. REFERENSI
1. Lumbantobing S, Neurologi Klinik, Balai Penerbit FKUI, Jakarta, 2007.
2. Mahar Marjono, Neurologi Klinis Dasar, Penerbit Dian Rakyat, Jakarta, 2008.
3. KNI Indonesia. Pemeriksaan Klinis Neurologi Praktis. Penerbit Kedokteran
Indonesia. Jakarta. 2018
28
Modul Skills Lab Blok 6.3- Neurobehaviour FKIK Universitas Jambi
A. TUJUAN
Umum
Mengetahui dan dapat melakukan pemeriksaan Nervus kranialis
Khusus
1. Mahasiswa mengetahui neuroanatomi Nervus kranialis
2. Mahasiswa mengetahui indikasi pemeriksaan Nervus kranialis
3. Mahasiswa mampu mengetahui dan melakukan prosedur pemeriksaan Nervus
kranialis dengan baik dan benar.
4. Menjelaskan parameter normal hasil pemeriksaan Nervus kranialis
5. Menginterpretasikan hasil pemeriksaan Nervus kranialis
B. RENCANA PEMBELAJARAN
1. Dosen pengampu dan mahasiswa menonton contoh video pemeriksaan
neurologi berdasarkan video yang telah disepakati. Link video sebagai sumber
referensi: https://youtu.be/4VsXUpP_z6U. Evaluasi penilaian berdasarkan pada
langkah-langkah pemeriksaan neurologi yang terdapat pada panduan ini.
2. Mahasiswa membuat video berdasarkan langkah-langkah pemeriksaan
neurologi boleh dengan probandus keluarga dekat (adik, kakak, dll) atau alat
bantu lain seperti boneka, dll.
3. Video yang telah dibuat dikumpulkan kepada dosen pengampu dengan
mekanisme dan deadline sesuai kesepakatan.
C. SKENARIO KLINIS
1. Tn Abdul, laki-laki 50 tahun, dibawa ke IGD rumah sakit karena pandangan
ganda, pusing berputar, mual muntah yang disertai sulit menelan dan bicara pelo onset 1
jam yang lalu. Pasien memiliki riwayat hipertensi dan DM. Lakukan pemeriksaan nervus
kranialis pada pasien.
2. Seorang wanita 25 tahun datang ke klinik UNJA SMART dengan keluhan kelopak
mata kiri sulit menutup saat bangun tidur pagi. Keluhan juga disertai wajah dan mulut
sisi kiri tampak mencong ke kiri sehingga sulit berbicara. Pasien ada riwayat demam
seminggu sebelumnya. Lakukan pemeriksaan nervus kranialis pada pasien.
29
Modul Skills Lab Blok 6.3- Neurobehaviour FKIK Universitas Jambi
D. TINJAUAN TEORI
Nervus kranialis termasuk dalam saraf perifer yang terdiri atas 12 pasang nervus
kranialis. Inti nervus kranial. Kecuali nervus I (N. olfaktorius) dan nervus II (N. optikus),
sepuluh nervus kranialis keluar dari batang otak dan bertanggung jawab untuk
persarafan area kepala dan leher. Nukleus N. III dan IV keluar dari batang otak tepatnya
area Mesensefalon. Inti N. V, VI, VII, keluar dari Pons dan N. VIII,IX,X,XI,XII keluar dari inti
yang berada di Medulla oblongata. Batang otak banyak mengandung jaras asenden dan
desenden yang menghubungkan sistem saraf pusat dan perifer. Beberapa jaras
menyilang atau membentuk sinaps di batang otak sebelum menuju ke efektor di area
wajah, leher atau menuju ke medulla spinalis.
Defisit nervus kranialis dapat disebabkan banyak hal seperti gangguan vaskular:
stroke atau aneurisma di batang otak; tumor; trauma kepala; infeksi seperti meningitis;
penyakit autoimun seperti Miastenia Gravis dan Multipel Sklerosis.
Secara umum gangguan nervus kranialis dapat diklasifikasikan menjadi :
1. lesi supranuklear akibat lesi di jaras desenden dari pusat yang lebih tinggi,
seperti korteks serebri yang berakhir di nukleus nervus kranialis yang sesuai di
batang otak
2. Lesi Nuklear jika lesi berada di batang otak tepat pada nukleus nervus kranialis
itu sendiri
3. Lesi infranuklear jika lesi terjadi di radiks atau di nervus kranialis yang berjalan
keluar dari batang otak.
Gambar 8. Nuklei saraf kranialis sisi dorsal (Baehr & Frotscher, 2005)
30
Modul Skills Lab Blok 6.3- Neurobehaviour FKIK Universitas Jambi
Cara Pemeriksaan :
1. Kedua mata ditutup dan salah satu lubang hidung ditutup
2. Kemudian bahan satu persatu didekatkan pada lubang hidung yang terbuka
dimulai dari hidung yang normal selanjutnya penderita diminta menarik nafas
panjang. Kemudian pasien diminta mengidentifikasi bahan tersebut.
3. Kemudian interpretasikan hasil
Hasil dapat berupa hiposmia, anosmia, kakosmia, parosmia
31
Modul Skills Lab Blok 6.3- Neurobehaviour FKIK Universitas Jambi
Gerakan bola mata diinervasi oleh nervus III, IV dan VI yang mempersarafi otot-otot
ekstraokuler mata. Dimana N III menginervasi m. Obliq inferior (yang menarik bala mata
32
Modul Skills Lab Blok 6.3- Neurobehaviour FKIK Universitas Jambi
Pemeriksaan sensibilitas menggunakan bahan yag halus seperti kapas, kita goreskan
dengan lembut pada ketiga divisi tadi dan dibandingkan kanan dengan kiri. Kemudian
interpretasi hasil berupa sensibilitas terganggu atau tidak (hipoestesi/Anastesi)
2. Motorik
Penderita disuruh menggigit yang keras dan kedua tangan pemeriksa ditruh kira-kira
didaerah otot maseter. Jika kedua otot masseter berkontraksi maka akan terasa pada
tangan pemeriksa. Kalau ada parese maka dirasakan salah satu otot lebih keras.
3. Refleks kornea
Refleks kornea dilakukan dengan menyentuh kornea pasien dengan menggunakan kapas
yang halus dai arah medial ke lateral korne kemudian diamati responnya berupa kedipan
pada kedua mata. Refleks ini diperantai N. V cabang oftalmikus sebagai jalur aferen dan
N. VII sebagai jalur eferen. Refleks korne yang normal menandakan N. V dan VII yang
berada di Pons masih berfungsi dengan baik.
33
Modul Skills Lab Blok 6.3- Neurobehaviour FKIK Universitas Jambi
sentakan dagu/ mandibula ke arah atas yang menyebabkan mulut tertutup. Pada orang
normal tidak terjadi gerakan mandibula ke atas atau hanya bergerak sedikit.
Cara pemeriksaan:
1. Penderita diminta untuk duduk atau beraring dengan rileks
2. Kemudian inspeksi wajah penderita, melihat apakah tampak simetris kiri dan
kanan atau asimetris pada salah satu sisi wajah. Tertama pada daerah kerutan dahi,
tinggi alis, lebar celah mata, lipatan nasolabialis dan sudut mulut
3. Pemeriksa selanjutnya meminta penderita untuk :
Mengerutkan dahi, kemudian melihat apakah simetris kerutan dahi atau tidak.
Jika tidak sama, lipatan yang lebih datar merupakan bagian yang lumpuh
Mengangkat alis, kemudian memperhatikan apakah sama tinggi atau tidak. Jika
tidak sama, bagian yang lebih rendah adalah bagian yang lumpuh
Menutup mata dengan rapat, lalu pemeriksa mencoba membuka keduanya
dengan tangan. Bagian kelopak mata yang terbuka lebih lebar merupakan
bagian yang lumpuh
Memperlihatkan gigi atau tesenyum kemudian melihat apakah mulut terbuka
atau lipatan/plika nasolabialis simetris. Jika tidak simetris, bagian gigi yang
sedikit membuka atau plikanasolabialis yang lebih datar adalah bagian yang
lumpuh.
Menggembungkan pipi, lalu pemeriksa menekan pipi kiri dan kanan untuk
mengamati apakah kekuatannya sama. Bila terdapat kelumpuhan maka angin
akan keluar dari sudut mulut bagian yang lumpuh.
Pada interpretasi hasil pemeriksaan N VII, terdapat dua kesimpulan, yaitu kelumpuhan
saraf fasialis tipe sentral dan tipe perifer. Pada kelumpuhan saraf fasialis tipe sentral,
kelumpuhan hanya didapatkan pada sesisi wajah di bawah mata saja, sedangkan wajah
bagian atas tidak mengalami kelumpuhan. Sedangkan pada kelumpuhan saraf fasialis tipe
perifer terjadi kelumpuhan sesisi wajah, atas dan bawah. Contoh penyakit dengan
manifestasi kelumpuhan saraf fasialis tipe sentral adalah lesi kortikal pada stroke dan
tumor otak. Sedangkan contoh penyakit dengan manifestasi kelumpuhan saraf fasialis
tipe perifer adalah Bell’s palsy.
34
Modul Skills Lab Blok 6.3- Neurobehaviour FKIK Universitas Jambi
35
Modul Skills Lab Blok 6.3- Neurobehaviour FKIK Universitas Jambi
Inspeksi palatum mole, uvula serta faring. Pasien disuruh buka mulut dan
mengeluarkan suara “ aaa” kemudian nilai apakah terdapat kelemahan faring
unilateral dimana area yang lemah akan lebih turun dan nilai pergeseran garis tegah
dari uvula yaitu tampak tertarik ke arah sehat.
2. Refleks muntah (Gag reflex)
Pemeriksaan refleks muntah juga dilakukan dengan menggoreskan spatel lidah di
dinding faring posterior kanan dan kiri atau palatum mole, kemudian nilai pakah
muncul reflks muntah. Refleks ini diatur oleh serabut aferen N. IX dan serabut efren
N. IX dan X. Pusat refleks ini ada di batang otak.
36
Modul Skills Lab Blok 6.3- Neurobehaviour FKIK Universitas Jambi
E. RUBRIK PENILAIAN
Skor
No Aspek Yang Dinilai
0 1 2
1 Menjelaskan tujuan dan prosedur pemeriksaan
Mempersiapkan penderita berbaring atau duduk di atas tempat
2
tidur
Peserta didik melakukan pemeriksaan nervus III, IV, VI
3 Inspeksi mata (ptosis, bleparospasme, eksoftalmus)
Pemeriksaan pupil : diameter, isokor atau tidak, reflekx pupil
4
langsung tak langsung,
5 Gerak bola mata (huruf H)
Peserta melakukan pemeriksaan nervus VII
6 Mengerutkan dahi/ mengangkat alis
7 Menutup mata kuat-kuat
8 Menggembungkan pipi
9 Memperlihatkan gigi untuk menilai plika nasolabialis
Peserta melakukan pemeriksaan nervus VII
10 Menilai apakah ada tremor lidah, fasikulasi lidah, papil lidah atrofi
11 Menilai deviasi lidah saat lidah didalam rongga mulut
12 Menilai deviasi lidah saat menjulurkan lidah
13 Menilai kekuatan lidah saat mendorong mukosa mulut
14 Menilai artikulasi ( apakah bicara pelo)
15 Melaporkan hasil pemeriksaan N II, IV, VI, VII, XII
JUMLAH SKOR
F. REFERENSI
KNI Indonesia. Pemeriksaan Klinis Neurologi Praktis. Penerbit Kedokteran Indonesia.
Jakarta. 2018
37
Modul Skills Lab Blok 6.3- Neurobehaviour FKIK Universitas Jambi
A. TUJUAN
Tujuan umum
Mahasiswa mampu melakukan pemeriksaan refleks patologi dan refleks regresi
Tujuan khusus
1. Mahasiswa mampu melakukan refleks Hoffman Tromner, refleks Babinsky grup,
Rossolimo dan Mendel-Bechterew
2. Mahasiswa mampu melakukan pemeriksaan refleks Glabella, Grasping reflex, Snout
reflex, Sucking reflex, refleks korneomandibular, dan refleks palmomental.
3. Mahasiswa mampu mneginterpretasikan pemeriksaan
B. RENCANA PEMBELAJARAN
Pertemuan 1- Pra sesi
1. Dosen pengampu dan mahasiswa menonton contoh video pemeriksaan neurologi
berdasarkan video yang telah disepakati. Link video sebagai sumber referensi:
https://youtu.be/4VsXUpP_z6U . Evaluasi penilaian berdasarkan pada langkah-
langkah pemeriksaan neurologi yang terdapat pada panduan ini.
2. Mahasiswa membuat video berdasarkan langkah-langkah pemeriksaan neurologi
boleh dengan probandus keluarga dekat (adik, kakak, dll) atau alat bantu lain
seperti boneka, dll.
3. Video yang telah dibuat dikumpulkan kepada dosen pengampu dengan mekanisme
dan deadline sesuai kesepakatan.
C. SKENARIO KLINIS
Pasien wanita 66 tahun kontrol ke poli Saraf dengan keluhan mudah lupa yang terjadi
perlahan sejak 1 tahun terakhir. Pasien mulai melupakan kejadian yang baru saja di
lakukan seperti meletakkan kunci rumah, kaca mata, dan jam tangan. Pasien memiliki
riawayat stroke 1,5 tahun yang lalu dan memiliki riwayat hipertensi sejak 10 tahun
terakhir. Pada pemeriksaan refleks patologis ditemukan refleks babinsky di tungkai
kanan dan palmomental reflex (+).
38
Modul Skills Lab Blok 6.3- Neurobehaviour FKIK Universitas Jambi
D. TINJAUAN TEORI
1.REFLEKS PATOLOGIS
Refleks patologis adalah refleks-refleks yang tidak dapat dibangkitkan pada
orang- orang sehat, kecuali pada bayi dan anak kecil. Kebanyakan merupakan
gerakan reflektorik defensif atau postural yang pada orang dewasa yang sehat
terkelola dan ditekan oleh aktivitas susunan piramidal. Anak kecil umur antara 4-6
tahun masih belum memiliki susunan piramidal yang sudah bermyelinisasi penuh,
sehingga aktivitas susunan piramidalnya masih belum sempurna. Maka dari itu
gerakan reflektorik yang dinilai sebagai refleks patologis pada orang dewasa tidak
selamanya patologis jika dijumpai pada anak kecil. Tetapi pada orang dewasa refleks
patologis selalu merupakan tanda lesi Upper Motor Neuron (UMN). Manifestasi lesi
pada UMN biasanya berupa kelemahan atau kelumpuhan anggota gerak yang bersifat
spastik.
Refleks-refleks patologis itu sebagian besar bersifat refleks dalam dan
sebagian lainnya bersifat refleks superfisial. Reaksi yang diperlihatkan oleh refleks
patologis itu sebagian besar adalah sama akan tetapi mempunyai nama yang
bermacam-macam karena dibangkitkan dengan cara yang berbeda. Misalnya refleks
plantaris dengan respon ekstensor dahulu dikenal dengan nama tanda Babinski.
Kemudian ditemukan metode lain untuk membangkitkannya yang dikenal sebagai
modifikasi Babinski, yaitu refleks Chaddock, Oppenheim, Schaefer, dan Gordon.
Refleks Babinski dan modifikasi Babinski yang positif menunjukkan adanya lesi di
traktus piramidalis. Refleks Babinski tidak ditemukan pada orang sehat kecuali pada
bayi kurang dari 1 tahun karena myelinisasi pada traktus tersebut belum sempurna.
Refleks Rossolimo-Mendel Bechterew jika positif menunjukkan adanya lesi di traktus
piramidalis medula spinalis maupun kapsula interna.
Kelainan motoris akibat lesi di UMN selain ditandai dengan adanya refleks
patologis juga dapat ditandai dengan hiperrefleksiia dari refleks-refleks fisiologis.
Hiperrrefleksia seringkali diiringi dengan klonus yaitu kontraksi otot yang berulang-
ulang setelah dilakukan perangsangan tertentu.
39
Modul Skills Lab Blok 6.3- Neurobehaviour FKIK Universitas Jambi
2. Refleks Babinski
Goreskan ujung palu refleks pada telapak kaki pasien. Goresan dimulai pada tumit
menuju ke atas dengan menyusuri bagian lateral telapak kaki, kemudian setelah
sampai pada pangkal kelingking, goresan dibelokkan ke medial sampai akhir pada
pangkal jempol kaki. Refleks Babinski positif jika ada respon dorsofleksi ibu jari yang
disertai pemekaran jari-jari yang lain.
40
Modul Skills Lab Blok 6.3- Neurobehaviour FKIK Universitas Jambi
3. Refleks Chaddock
Dilakukan goresan dengan ujung palu refleks pada kulit dibawah maleolus
eksternus. Goresan dilakukan dari atas ke bawah (dari proksimal ke distal). Refleks
Chaddock positif jika ada respon dorsofleksi ibu jari kaki yang disertai pemekaran
jari-jari yang lain.
4. Refleks Oppenheim
Dengan menggunakan jempol dan jari telunjuk pemeriksa, tulang tibia pasien diurut
dari atas ke bawah. Refleks Oppenheim positif jika ada respon dorsofleksi ibu jari
kaki yang disertai pemekaran jari-jari yang lain.
5. Refleks Gordon
Dilakukan pemijatan pada otot betis pasien. Refleks Gordon positif jika ada respon
dorsofleksi ibu jari yang disertai pemekaran dari jari-jari yang lain.
41
Modul Skills Lab Blok 6.3- Neurobehaviour FKIK Universitas Jambi
6. Refleks Schaefer
Dilakukan pemijatan pada tendo Achilles penderita. Refleks Schaefer positif jika ada
respon dorsofleksi ibu jari yang disertai pemekaran jari-jari yang lain.
2.REFLEKS REGRESI
Refleks regresi disebut juga refleks demensia yang muncul akibat terjadinya
kerusakan sel saraf pusat di otak, baik yang bersifat terlokalisir maupun difus.
Penyebab kerusakan tersebut bisa berasal dari kelainan vaskuler, trauma, gangguan
metabolik, infeksi, dan sebagainya. Selain itu, refleks regeresi juga merupakan tanda
proses degeneratif di otak. Beberapa penyakit yang berhubungan dengan proses
degeneratif adalah demensia vaskuler dan demensia alzeimer, pasca hipoksia
serebri, pasca meningitis, dll. Pemeriksaan refleks regresi ini bisa dilakukan pada
posisi penderita duduk atau berbaring.
42
Modul Skills Lab Blok 6.3- Neurobehaviour FKIK Universitas Jambi
2. Grasping Reflex
- Letakkan jari pemeriksa pada telapak tangan pasien dan tariklah tangan anda
secara tiba - tiba
- Mintalah pasien untuk melepaskan tangan anda
- Reflex positif jika pasien secara involunter menggenggam tangan anda
3. Palmomental Reflex
- Goreslah telapak tangan pasien secara cepat melewati bagian tengahnya
kemudian amati dagu pasien
- Refleks positif jika terjadi kontraksi otot dagu pada sisi yang sama
4. Glabellar Reflex
- Ketuk glabella ( pertengahan dahi diantara kedua alis mata ) pasien dengan ujung
jari atau palu refleks
- Pada orang normal, respon berkedip hanya timbul dua sampai tiga kali saja
- Pada penderita demensia, kedipan mata akan timbul setiap kali glabella diketuk
5. Snout Reflex
- Minta pasien untuk menutup kedua matanya
- Ketuklah mulut dengan palu refleks secara halus
- Reaksi positif jika pasien mengerutkan bibir
6. Corneomandibular Reflex
- Gores kornea dengan kapas halus
- Refleks positif jika terjadi pemejaman mata ipsilateral disertai gerakan
mandibula ke sisi kontralateral.
E. RUBRIK PENILAIAN
Hoffman Tromner reflex
Skor
No Aspek Yang Dinilai
0 1 2
1 Menjelaskan tujuan dan prosedur pemeriksaan
Mempersiapkan penderita duduk atau berbaring terlentang di
2
atas tempat tidur
3 Peserta didik melakukan Refleks Hoffman tangan kanan dan kiri
4. Peserta didik melakukan Refleks Tromner tangan kanan dan kiri
5 Melaporkan hasil pemeriksaan refleks patologi
JUMLAH SKOR 10
43
Modul Skills Lab Blok 6.3- Neurobehaviour FKIK Universitas Jambi
Skor
No Aspek Yang Dinilai
0 1 2
1 Menjelaskan tujuan dan prosedur pemeriksaan
Mempersiapkan penderita berbaring terlentang di atas tempat
2
tidur
3 Peserta didik melakukan Refleks Babinsky tungkai kanan dan kiri
Peserta didik melakukan Refleks Chaddock tungkai kanan dan
4.
kiri
Peserta didik melakukan Refleks Oppenheim tungkai kanan dan
5
kiri
6 Peserta didik melakukan Refleks Gordon tungkai kanan dan kiri
7 Peserta didik melakukan Refleks Schaefer tungkai kanan dan kiri
8 Melaporkan hasil pemeriksaan refleks patologi
JUMLAH SKOR 16
Refleks regresi
Skor
No Aspek Yang Dinilai
0 1 2
1 Menjelaskan tujuan dan prosedur pemeriksaan
Mempersiapkan penderita berbaring terlentang di atas tempat
2
tidur
3 Peserta didik melakukan Refleks korneomandibular
4. Peserta didik melakukan Refleks Glabella
5 Peserta didik melakukan Sucking Reflex
6 Peserta didik melakukan Snout Reflex
7 Peserta didik melakukan Grasping reflex
8 Peserta didik melakukan Palmomental reflex
9 Melaporkan hasil pemeriksaan refleks regresi
JUMLAH SKOR 18
F. REFERENSI
KNI Indonesia. Pemeriksaan Klinis Neurologi Praktis. Penerbit Kedokteran Indonesia.
Jakarta. 2018
44
Modul Skills Lab Blok 6.3- Neurobehaviour FKIK Universitas Jambi
A. TUJUAN
Tujuan umum
Mahasiswa mampu melakukan pemeriksaan fungsi keseimbangan dan koordinasi
Tujuan khusus
1. Mahasiswa mampu melakukan tes keseimbangan: test Romberg, tes Romberg
dipertajam, Fukuda Stepping test, Past Pointing test , tandem walking
2. Mahasiswa mampu melakukan pemeriksaan koordinasi : tes telunjuk-hidung, tes
disdiadokinesia (rapid alternating movement), tes tumit-lutut.
3. Mahasiswa mampu menginterpretasikan pemeriksaan
B. RENCANA PEMBELAJARAN
Pertemuan 1- Pra sesi
1) Dosen pengampu dan mahasiswa menonton contoh video pemeriksaan neurologi
berdasarkan video yang telah disepakati. Link video sebagai sumber referensi:
https://youtu.be/jvwAGd1cQh4 . Evaluasi penilaian berdasarkan pada langkah-
langkah pemeriksaan neurologi yang terdapat pada panduan ini.
2) Mahasiswa membuat video berdasarkan langkah-langkah pemeriksaan neurologi
bolehdengan probandus keluarga dekat (adik, kakak, dll)
3) Video yang telah dibuat dikumpulkan kepada dosen pengampu dengan mekanisme
dan deadline sesuai kesepakatan.
C. SKENARIO KLINIS
1. Tn Abdul, laki-laki 50 tahun, dibawa ke IGD rumah sakit karena pandangan ganda,
pusing berputar, mual muntah yang disertai sulit menelan dan bicara pelo onset 1
jam yang lalu. Pasien memiliki riwayat hipertensi dan DM. Lakukan pemeriksaan
koordinasi pada pasien.
2. Ny. Vina 30 tahun mengeluh pusing berputar sejak 3 jam yang lalu, pusing
bertambah jika pasien membuka mata dan menoleh ke kiri durasi sekitar 1 menit
kemudian hilang. Tidak ada suara berdenging dan penuh ditelinga. Keluhan
disertai dengan mual dan muntah. Lakukan pemeriksaan keseimbangan dan
koordinasi pada pasien.
45
Modul Skills Lab Blok 6.3- Neurobehaviour FKIK Universitas Jambi
D. TINJAUAN TEORI
Fungsi keseimbangan dinilai pada penyakit gangguan keseimbangan. Salah
satunya yang paling sering adalah vertigo. Secara umum, vertigo dikenal sebagai
ilusi bergerak atau halusinasi gerakan. Vertigo ditemukan dalam bentuk keluhan
berupa rasa berputar atau rasa bergerak dari lingkungan sekitar (vertigo sirkuler)
namun kadang ditemukan sensasi rasa didorong atau ditarik menjauhi bidang
vertikal (vertikal linier). Vertigo bukan merupakan suatu penyakit, tetapi
merupakan kumpulan gejala atau sindrom yang terjadi akibat gangguan
keseimbangan pada sistem vestibular perifer ataupun gangguan pada sistem saraf
pusat. Rasa pusing disebabkan oleh gangguan alat keseimbangan tubuh yang
mengakibatkan ketidakcocokan antara posisi tubuh yang sebenarnya dengan apa
yang dipersepsi oleh susunan saraf pusat. Selain itu, vertigo dapat pula terjadi
akibat gangguan sistem visual yaitu reseptor pada visual (retina), dan
proprioseptif (tendon, sendi dan sensibilitas dalam).
Pendekatan klinis terhadap keluhan vertigo ditujukan untuk membedakan
vertigo sentral yang kelainannya berkaitan dengan susunan sistem saraf pusat atau
vertigo perifer yang berkaitan dengan sistem vestibuler. Selain itu juga harus
dibedakan dengan dizziness atau disequilibrium. Pada pemeriksaan fisik dapat
dilakukan pemeriksaan keseimbangan dan koordinasi untuk membedakan vertigo
bersifat sentral atau perifer.
46
Modul Skills Lab Blok 6.3- Neurobehaviour FKIK Universitas Jambi
tandem (tumit besentuhan dengan ibu jari kaki lainnya). Pemeriksaan juga
dilakukan buka mata dan tutup mata selama 30 detik. Nilai apakah pasien terjatuh
saat mata terbuka atau tertutup. Apabila pasien terjatuh saat buka/tutup mata
kemungkinan gangguan keseimbangan terjadi akibat masalah sentral/ serebellum.
Sedangkan apabila saat tutup mata, kemungkinan terdapat lesi perifer atau
gangguan propioseptif.
2. Pemeriksaan koordinasi
a. Test telunjuk hidung/ test jari-jari (finger to nose/ finger to finger)
Gangguan pada serebelum atau saraf – saraf propioseptif dapat juga menyebabkan
ataxia tipe dismetria. Dismetria berarti hilangnya kemampuan untuk memulai atau
menghentikan suatu gerak motorik halus. Untuk menguji adanya suatu dismetria
bisa dilakukan beberapa pemeriksaan, salah satunya adalah test telunjuk hidung
atau jari-jari. Pemeriksaan ini bisa dilakukan dengan pasien dalam kondisi
berbaring, duduk atau berdiri.
dan dibuka.
E. RUBRIK PENILAIAN
Skor
No Aspek Yang Dinilai
0 1 2
1 Menjelaskan tujuan dan prosedur pemeriksaan
Mempersiapkan penderita berbaring atau duduk di atas tempat
2
tidur
Peserta didik melakukan tes keseimbangan
3 Tes Romberg
4 Tes Romberg dipertajam
5 Fukuda Stepping Test
6 Tandem Walking
Peserta didik melakukan tes koordinasi
7 Finger to finger
8 Finger to nose
9 Past pointing test
10 Knee to heel test
11 Rapid alternating movement (disdiadokinesia)
12 Melaporkan hasil pemeriksaan keseimbangan dan koordinasi
JUMLAH SKOR
F. REFERENSI
48