MODUL TELINGA
GANGGUAN NERVUS FASIALIS
EDISI I
KOLEGIUM
ILMU KESEHATAN TELINGA HIDUNG TENGGOROK BEDAH
KEPALA DAN LEHER
2008
Modul Telinga
Gangguan Nervus Fasialis
Hari :
2 X60 menit
2.X120 menit
4 X 1 minggu
PERSIAPAN SESI
Materi presentasi:
o LCD 1 : Definisi
o LCD 2 : Ruang Lingkup
o LCD 3 : Segmen Saraf Fasialis
o LCD 4 : Pemeriksaan Fungsi Motorik
o LCD 5 : House-Brackmann Facial Nerve Grading System
o LCD 6 : Pemeriksaan Penunjang Lain
o LCD 7 : Diagnosis of lesions from level of impairment
o LCD 8 : Penatalaksanaan Gangguan Nervus Fasialis
REFERENSI
1. Adam GL, Boies Lr and Higler Peter A. : Fundamentals of Otolaryngology, (Buku Ajar
Penyakit THT), Penerbit Buku Kedokteran EGC, 1997.
2. Efiaty Soepardy, Nurbaiti Iskandar : Buku Ajar Ilmu Kesehatan THT, Ed 5, Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia, 2000.
3. Ballenger JJ. Disease of the Ear, Nose, Throat and Head and Neck, 13 th ed.Lea and
Febiger, 1985
4. Lee K.J : Essential Otolaryngology Head and Neck Surgery, 8th ed, Mac GrawHill, 2003
5. Byron J Bailey : Head and Neck Surgery Otolaryngology, J P Lippincot, Philadelphia,
1998
6. Scott Brown : Otolaryngology, JP Lippincot, Sixth Ed. 1997
7. Lumbantobing SM: Neuorologi Klinik,Pemeriksaan fisik dan mental, Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta, 2004
KOMPETENSI
Mampu mendiagnosis dan menatalaksana gangguan nervus fasialis perifer
Keterampilan
Setelah mengikuti sesi ini peserta didik diharapkan terampil dalam :
1. Mengenali gejala dan tanda gangguan nervus fasialis perifer
2. Melakukan anamnesis dan pemeriksaan tentang gangguan nervus fasialis perifer
1
Modul Telinga
Gangguan Nervus Fasialis
3. Membuat keputusan untuk pemeriksaan penunjang seperti: foto mastoid, tes pengecapan,
gustometri, tes schirmer, refleks stapedius dan konsultasi pemeriksaan neurologik seperti
EMG
4. Membuat keputusan klinik untuk pemberian pengobatan yang tepat
GAMBARAN UMUM
Nervus fasialis merupakan nervus kranialis yang mengandung serabut motorik, somatosensorik,
sekretomotorik serta serabut nervus intermedius. Nervus ini sering mengalami gangguan karena
mempunyai perjalanan yang panjang dan berkelok-kelok, berada didalam saluran tulang yang
sempit dan kaku. Diperlukan diagnosis topografi dari setiap segmen saraf tersebut yang akan
digunakan sebagai dasar penatalaksanaan gangguan saraf fasial perifer.
CONTOH KASUS
Seorang wanita 23 tahun datang ke poliklinik THT-KL dengan keluhan mulut mencong kanan
sejak 1 hari lalu. Keluhan disertai mata kanan tidak bisa menutup dan air ludah mengalir dari
sudut mulut kanan tanpa bisa ditahan oleh penderita. Pemeriksaan fisik HB grade III. Audiogram
kedua telinga normal.
Diskusi :
Patogenesis terjadinya parese saraf fasialis
Tes Topognostik saraf fasialis
HB gading sistem
Jawaban :
TUJUAN PEMBELAJARAN
Tujuan Pembelajaran Umum
Setelah mengikuti sesi ini, setiap peserta didik diharapkan mampu untuk :
1. Mengenali gejala dan tanda gangguan nervus fasialis perifer
2. Melakukan anamnesis dan pemeriksaan tentang gangguan nervus fasialis perifer
3. Membuat keputusan untuk pemeriksaan penunjang seperti: foto mastoid, tes pengecapan,
gustometri, tes schirmer, refleks stapedius dan konsultasi pemeriksaan neurologik seperti
EMG
4. Membuat keputusan klinik untuk pemberian pengobatan
Tujuan Pembelajaran Khusus
Setelah mengikuti sesi ini peserta didik akan memiliki kemampuan untuk :
1. Menjelaskan anatomi, topografi, histologi, fisiologi nervus fasialis(K3,A3)
2. Menjelaskan etiologi dan macam gangguan nervus fasialis perifer (K3,A3)
3. Menjelaskan patofisiologi dan gambaran klinis gangguan nervus fasialis perifer (K3,A3)
4. Menjelaskan pemeriksaan penunjang diagnosis seperti: foto mastoid, tes pengecapan,
gustometri, tes schirmer, refleks stapedius (K3,A3)
5. Menjelaskan derajat kerusakan nervus fasialis perifer melalui konsultasi pemeriksaan
neurologik seperti EMG (K3,A3)
6. Melakukan dan menginterpretasikan hasil pemeriksaan penunjang diagnosis seperti: foto
mastoid, tes pengecapan, gustometri, tes schirmer, refleks stapedius (K3,P4,A3)
7. Menetapkan diagnosis dan diferensial diagnosis gangguan nervus fasialis perifer (K3,A3)
8. Menjelaskan dan melakukan penatalaksanaan pengobatan medikamentosa / konservatif
gangguan nervus fasialis perifer (K3,P4,A3)
9. Menjelaskan dan melakukan penatalaksanaan pembedahan gangguan nervus fasialis perifer
(K3,P2,A3)
10. Melakukan konsultasi penatalaksanaan ke disiplin ilmu lain (rehabilitasi medik, neurologi)
(K3,A3)
11. Menentukan prognosis gangguan nervus fasialis perifer (K3,A3)
2
Modul Telinga
Gangguan Nervus Fasialis
METODE PEMBELAJARAN
Tujuan 1. Menjelaskan anatomi, topografi, histologi, fisiologi nervus fasialis
Untuk mencapai tujuan ini maka dipilih metode pembelajaran berikut ini:
1) Small group discussion
2) Peer assisted learning (PAL)
3) Bedside teaching
4) Task-based medical education
Harus diketahui : (khususnya untuk level Sp1)
Peserta didik paling tidak sudah harus mempelajari :
1) Bahan acuan (references)
2) Ilmu dasar yang berkaitan dengan topik pembelajaran
3) Ilmu klinis dasar
Tujuan 2. Menjelaskan etiologi dan macam gangguan nervus fasialis perifer
Untuk mencapai tujuan ini maka dipilih metode pembelajaran berikut ini:
1. Workshop/ pelatihan
2. Belajar mandiri
3. Kuliah
4. Grup diskusi
Harus diketahui :
Deskripsi penyebab parese saraf fasialis perifer
Tipe kerusakan jaringan saraf
Tujuan 3. Menjelaskan patofisiologi dan gambaran klinis gangguan nervus fasialis perifer
Untuk mencapai tujuan ini maka dipilih metode pembelajaran berikut ini:
Peer assisted learning
Book reading
Case simulation and investigation exercise.
Harus diketahui :
Perjalanan saraf fasialis
Tujuan 4. Menjelaskan pemeriksaan penunjang diagnosis seperti: foto mastoid, tes pengecapan,
gustometri, tes schirmer, refleks stapedius
Untuk mencapai tujuan ini maka dipilih metode pembelajaran berikut ini:
Interactive lecture
Journal reading and review.
Case study
Simulation and Real Examination Exercises (Physical and Device).
Demonstration and Coaching
Practice with Real Clients.
Harus diketahui :
Evaluasi setiap metode pemeriksaan yang dipilih
Interpretasi letak kerusakan saraf fasialis perifer
Tujuan 5. Menetapkan diagnosis dan diferensial diagnosis gangguan nervus fasialis perifer
Untuk mencapai tujuan ini maka dipilih metode pembelajaran berikut ini:
Interactive lecture
Journal reading and review.
Morbidity and Mortality Case study
Simulation and Real Examination Exercises (Physical and Device).
Practice with Real Clients.
3
Modul Telinga
Gangguan Nervus Fasialis
Harus diketahui :
Evaluasi setiap metode pemeriksaan yang dipilih
Interpretasi letak kerusakan saraf fasialis
Tujuan 6. Menjelaskan dan melakukan penatalaksanaan pengobatan medikamentosa /konservatif
atau pembedahan pada gangguan nervus fasialis perifer
Untuk mencapai tujuan ini maka dipilih metode pembelajaran berikut ini:
Interactive lecture
Journal reading and review.
Morbidity and Mortality Case study
Simulation and Real Examination Exercises (Physical and Device).
Operative Procedure Demonstration and Coaching
Practice with Real Clients.
Continuing Professional Development
Harus diketahui :
Menentukan dan evaluasi tatalaksana yang tepat sesuai derajat kerusakan
Pemilihan jenis medikamentosa
Prosedur dekompresi saraf fasialis
EVALUASI
1. Pada awal pertemuan dilaksanakan pre-tes dalam bentuk essay dan oral sesuai dengan tingkat
masa pendidikan, yang bertujuan untuk menilai kinerja awal yang dimiliki peserta didik dan
untuk mengidentifikasi kekurangan yang ada. Materi pre-tes terdiri atas:
Anatomi, fisiologi dan patologi nervus fasialis
Pemeriksaan klinis dan pemeriksaan penunjang
Penegakan diagnosis
Penatalaksanaan
Prognosis
2. Selanjutnya dilakukan small group discussion bersama dengan fasilitator untuk membahas
kekurangan yang teridentifikasi, membahas isi dan hal-hal yang berkenaan dengan penuntun
belajar, kesempatan yang akan diperoleh pada saat bedside teaching dan proses penilaian
3. Setelah mempelajari penuntun belajar ini, mahasiswa diwajibkan untuk mengaplikasikan
langkah-langkah yang tertera dalam penuntun belajar dalam bentuk role-play dengan temantemannya (peer assisted learning) atau kepada SP (standardized patient). Pada saat tersebut,
yang bersangkutan tidak diperkenankan : membawa penuntun belajar, penuntun belajar
dipegang oleh teman-temannya untuk melakukan evaluasi (peer assisted evaluation). Setelah
dianggap memadai melalui metoda bedside teaching di bawah pengawasan fasilitator, peserta
didik mengaplikasikan penuntun belajar kepada model anatomik dan setelah kompetensi
tercapai peserta didik akan diberikan kesempatan untuk melakukannya pada pasien
sesungguhnya. Pada saat pelaksanaan, evaluator melakukan pengawasan langsung (direct
observation), dan mengisi formulir penilaian sebagai berikut :
Perlu perbaikan : pelaksanaan belum benar atau sebagian langkah tidak dilaksanakan
Cukup : Pelaksanaan sudah benar tetapi tidak efisien, misal: pemeriksaan pendahuilu
lama atau kurang memberi kenyamanan kepada pasien
Baik : Pelaksanaan benar dan baik (efisien)
4. Setelah selesai bedside teaching, dilakukan kembali diskusi untuk mendapatkan penjelasan
dari berbagai hal yang tidak memungkinkan dibicarakan didepan pasien dan memberi
masukan untuk memperbaiki kekurangan yang ditemukan
5. Self assesment dan peer assisted evaluation dengan mempergunakan penuntun belajar
6. Pendidik / fasilitas :
Modul Telinga
Gangguan Nervus Fasialis
Ujian OSCE dilakukan pada tahapan dasar oleh kolegium Ilmu Kesehatan THTKL (K,P,A)
INSTRUMEN PENILAIAN KOMPETENSI KOGNITIF
Kuesioner meliputi :
1. Sebelum pembelajaran
Soal :
Jawaban :
2. Tengah pembelajaran
Soal :
Jawaban :
3. Akhir pembelajaran
Soal :
Jawaban :
Modul Telinga
Gangguan Nervus Fasialis
TANGGAL: .................................
KEGIATAN
I.
KAJI ULANG DIAGNOSIS & PROSEDUR TOPOGNOSTIK
Informed Choice & Informed Consent
Rencana Tindakan
Persiapan Sebelum Tindakan
II. PERSIAPAN PROSEDUR TOPOGNOSTIK SEDERHANA
Pastikan kelengkapan peralatan, bahan untuk prosedur sederhana
topognostik saraf fasial perifer
III. PROSEDUR TOPOGNOSTIK SEDERANA
1. Pemeriksaan Fungsi Motorik
Perhatikan muka penderita simetris atau tidak
Perhatikan kerutan pada dahi, pejaman mata, plika nasolabialis
dan sudut mulut
Evaluasi fungsi motorik nervus fasialis dengan kriteria HouseBrackmann
KASUS
2. Tes Schirmer
Kertas strip ditempatkan pada fornix konjungtiva kedua mata
Setelah 5 menit panjang kedua kertas strip yang basah
dibandingkan
Hasil tes dievaluasi :
Abnormalitas signifikan : reduksi unilateral lebih besar dari 30%
jumlah total lakrimasi pada kedua mata atau reduksi lakrimasi
total minimal 25 mm setelah 5 menit.
3. Tes Uji Pengecapan
Penderita disuruh menjulurkan lidah
Kemudian letakkan pada lidah penderita berturut-turut bubuk gula,
kina, sitrat atau garam begiliran dan diselingi istirahat
Lalu penderita disuruh menyatakan pengecapan yang dirasakan
dengan isyarat. Misalnya 1. untuk rasa manis; 2. untuk rasa pahit;
3. untuk rasa asin; 4. untuk rasa asam
Modul Telinga
Gangguan Nervus Fasialis
Modul Telinga
Gangguan Nervus Fasialis
I.
II.
TANGGAL :______________
KEGIATAN
PERSIAPAN PROSEDUR TOPOGNOSTIK
Informed Choice & Informed Consent
Rencana Tindakan
Persiapan Sebelum Tindakan
Pastikan kelengkapan alat dan bahan
NILAI
PROSEDUR TOPOGNOSTIK
Modul Telinga
Gangguan Nervus Fasialis
MATERI PRESENTASI
LCD 1 : Definisi
MATERI BAKU
Gangguan Nervus Fasialis
Nervus fasialis merupakan nervus kranialis yang mengandung serabut motorik,
somatosensorik, sekretomotorik serta serabut nervus intermedius. Nervus ini sering mengalami
gangguan karena mempunyai perjalanan yang panjang dan berkelok-kelok, berada didalam
saluran tulang yang sempit dan kaku.
Perjalanan nervus fasialis dan hubungannya ke susunan saraf pusat dapat dibagi menjadi 7
segmen:
1. Supranuklear
2. Batak otak
3. Segmen meatal
4. Segmen labirin
5. Segmen timpani
6. Segmen mastoid
7. Segmen ekstratemporal
Modul Telinga
Gangguan Nervus Fasialis
10
Modul Telinga
Gangguan Nervus Fasialis
Pemeriksaan nervus fasialis penting dilakukan untuk membedakan lesi perifer atau
sentral. Pemeriksaan penunjang yang perlu dilakukan seperti: foto mastoid, tes pengecapan,
gustometri, tes schirmer dan refleks stapedius. Konsultasi pemeriksaan neurologik seperti EMG
dilakukan untuk menentukan derajat kerusakan nervus fasialis perifer.
Neuropraxia : fungsi saraf hilang, namun axon masih utuh. Tahap ini reversibel
Axonotmesis : terjadi putus axon namun jaringan penunjang saraf (endo,peri dan
epineuron) masih utuh. Kesembuhan parsial
Characteristics
Normal facial function in all areas
Gross
Slight weakness noticeable on close inspection.
May have very slight synkinesis. At rest, normal
symetry and tone
Motion
Forehead: moderate to good function
Eye : complete closure with minimal effort
Mouth: slight asymetry
Gross
Obvious but not disfiguring difference between
the two sides. Noticeable but not severe
synkinesis, contracture or hemyfacial spasm. At
rest, normal symmetry and tone
Motion
Forehead : slight to moderate movement
Eye : complete closure with effort
Mouth: slight weak with maximum effort
Gross
Obvious weakness and/or
disfiguring
asymmetry. At rest, normal symmetry and tone
Motion
Forehead : none
Eye : incomplete closure
Mouth : asymmetric with maximum effort
V. Severe dysfunction
Gross
Only barely percepible
asymmetry
Motion
Forehead : none
Eye : incomplete closure
Mouth : slight movement
motion.
At
rest,
No movement
(dikutip dari Essential otolaryngology, K.J.Lee)
11
Modul Telinga
Gangguan Nervus Fasialis
Pemeriksaan Penunjang
Tes Schirmer
Tes ini menilai fungsi saraf petrosal superficialis mayor yaitu produksi air mata. Kertas strip
ditempatkan pada fornix konjungtiva pada kedua mata. Setelah 5 menit panjang kedua kertas
strip yang basah dibandingkan. Abnormalitas yang signifikan ialah reduksi unilateral lebih besar
dari 30% jumlah total lakrimasi pada kedua mata atau reduksi lakrimasi total minimal 25 mm
setelah 5 menit.
Tes schirmer II merupakan modifikasi dari tes ini dengan penambahan stimulasi mukosa cavum
nasi dengan menghirup uap amonia. Hasil tes ini tidak memberikan informasi topografi, tetapi
menunjukkan evaluasi mekanisme protektif mata.
Tes Stapedius
Refleks kontraksi otot stapedius terjadi ketika telinga kontralateral dirangsang dengan bunyi yang
keras akibatnya akan mengubah compliance telinga tengah. Kejadian ini dapat diukur melalui
audiometri impedans. Jika lesi melibatkan cabang saraf proksimal yang mengarah ke otot
stapedius, otot tersebut tidak akan berkontraksi dan tidak ada perubahan impedans.
Tes Uji Pengecapan
Pemeriksaan pengecapan merupakan suatu indikator yang dapat diandalkan dalam mendeteksi
terganggunya fungsi saraf korda timpani. Hilangnya pengecapan akibat cedera saraf korda
timpani, terbatas pada duapertiga anterior lidah dan berakhir pada garis tengah.
Caranya dengan menyuruh penderita menjulurkan lidah, kemudian meletakkan pada lidah
penderita bubuk gula, kina, sitrat atau garam begiliran dan diselingi istirahat. Lalu penderita
disuruh menyatakan pengecapan yang dirasakan dengan isyarat., misalnya 1. untuk rasa manis; 2.
untuk rasa pahit; 3. untuk rasa asin; 4. untuk rasa asam.
Electrogustometry
Lidah dirangsang secara elektrik untuk memproduksi rasa metalik dan kedua sisi lidah
dibandingkan.
Diagnosis of lesions from level of impairment
Level of impairment
Supranuclear
Nuclear
Angle
Geniculate ganglion
Tympanomastoid
Extracranial
Signs
Good tone, intact upper face, presence
of spontaneous smile, neurologic
deficits
Involvement of the VI and VII cranial
nerves, corticospinal tract signs
Involment of vestibular and cochlear
portions of the VIII cranial nerve
(facial nerve, particularly taste,
lacrimation and salivation may be
altered); the V and later IX, X and XI
cranial nerves may become impaired
Facial paralysis, hypercusis alteration
of lacrimal,salivation and taste
Fasial paralysis, alternation in
salivation and taste, lacrimation intact
Facial paralysis (usually a branch is
spared), salivation and taste intact,
deviation of jaw to normal side
Diagnosis
Cerebrovascular
trauma
accident,
Vascular
or
neoplastic,
poliomyelitis,
multiple
sclerosis, enchepalitis
Neurinoma,
meningioma,
fracture,
cholesteatoma,
arachnoid cyst
12
Modul Telinga
Gangguan Nervus Fasialis
Modul Telinga
Gangguan Nervus Fasialis
14