Anda di halaman 1dari 21

MODUL 10 ANESTESI REGIONAL - II

INFORMASI UMUM

1. Nama Program Studi/Jenjang : Anestesiologi dan Terapi Intensif / Spesialis-1

2. Nama Modul : Anestesi Regional - II

3. Mata Kuliah : Sesuai SNP KATI

4. Tahap : II (Semester 5 s/d 6)

5. Metode Pembelajaran : Kuliah dan Curah Pendapat, Presentasi Kasus, Bedside


Teaching.

6. Deskripsi Modul : Capaian pembelajaran modul ini adalah peserta Program


Pendidikan Spesialis - 1 (Residen) Anestesiologi dan
Terapi Intensif tahap II mampu melakukan pengelolaan
perioperatif yang benar dan bertanggung jawab pada
tindakan anestesi neuraksial tingkat menengah pada
orang dewasa dan pediatrik, serta blok saraf tepi tingkat
dasar untuk berbagai prosedur dengan status fisis ASA 1-
2, sesuai kaidah dalam referensi dan standar prosedur
operasional yang berlaku, mampu mengantisipasi dan
menanggulangi komplikasi yang terjadi, mampu
berkomunikasi efektif dengan pasien dan keluarga
maupun mitra kerja serta bersikap profesional.

A. TUJUAN PEMBELAJARAN

Tujuan Umum
Setelah menyelesaikan modul ini, peserta Program Pendidikan Spesialis-1 (Residen) Anestesiologi dan
Terapi Intensif tahap magang mampu melakukan pengelolaan perioperatif yang benar dan
bertanggungjawab pada tindakan anestesi neuraksial tingkat menengah (blok epidural torakal, blok
kaudal pada pediatrik) dan tindakan blok saraf tepi tingkat dasar pada dewasa untuk berbagai prosedur
dengan status fisis ASA 1-3, sesuai standar prosedur operasional (SPO) yang berlaku. Selain itu
Residen juga mampu menjelaskan prinsip manajemen nyeri berbasiskan anestesi regional.

Tujuan Khusus
Setelah menyelesaikan modul ini peserta didik diharapkan mampu :
1. Menjelaskan anatomi tulang belakang dan susunan saraf pusat, jaras nyeri, fisiologi LCS pada
pediatrik;
2. Mempertimbangkan pemilihan obat anestetika lokal beserta ajuvan berdasarkan farmakologinya;
3. Memberi informasi dan edukasi yang baik kepada pasien dan keluarganya tentang prosedur
anestesi regional yang akan dijalani, risiko, komplikasi dan penanggulangannya, untuk kasus pada
pasien populasi khusus (pediatrik, lansia, gangguan ginjal, gangguan hormonal, gangguan jantung
dan paru);
4. Melakukan pengelolaan perioperatif untuk pasien ASA 1-3 yang menjalani anestesi neuraksial
tingkat menengah (blok epidural torakal pada dewasa dan blok kaudal pada pediatrik) termasuk
melakukan pemantauan dan membuat rekam medis yang baik;
5. Melakukan pengelolaan perioperatif untuk pasien ASA 1-3 yang menjalani blok saraf tepi tingkat
dasar untuk ekstremitas atas (blok interskalenus, blok supraklavikular, blok aksilar, blok
pergelangan tangan dan jari-jari), untuk ekstremitas bawah (blok femoralis, blok sciatik, blok
popliteal, blok pergelangan kaki dan jari-jari kaki), termasuk melakukan pemantauan dan membuat
rekam medis yang baik;
6. Mendeteksi komplikasi blok neuraksial dan blok saraf tepi yang terjadi dan melakukan
penanggulangan secara cepat dan tepat;
7. Mampu menyimpulkan dampak gangguan koagulasi atau efek obat antikoagulan/antiplatelet
terhadap pelaksanaan anestesi blok saraf tepi;
8. Melakukan pengelolaan pasca-anestesi regional yang baik termasuk mencegah dan menanggulangi
efek samping yang mungkin terjadi di ruang rawat;
9. Berkomunikasi dengan efektif dengan semua anggota tim kerja atas dasar saling menghargai;
10. Bersikap professional yang mengacu pada prinsip patient safety.

B. CAPAIAN PEMBELAJARAN
a. Keilmuan ( Kognitif )
1. Mampu menggambarkan anatomi tulang belakang, medula spinal dan struktur sekitarnya pada
pediatrik;
2. Mampu menggambarkan secara skematik pleksus brakhialis dan pleksus lumbosakralis pada
dewasa;
3. Mampu menjelaskan persarafan dinding toraks dan dinding abdomen, serta persarafan kepala
dan leher;
4. Mampu menjelaskan fisiologi konduksi saraf perifer, prinsip kerja nerve stimulator dan
ultrasonografi dalam identifikasi saraf perifer;
5. Mampu menjelaskan fisiologi blok epidural torakal dan blok perifer dalam menghilangkan
nyeri;
6. Mampu menjelaskan alasan pemilihan obat anestesi lokal dan ajuvannya pada blok epidural
torakal dan blok perifer dalam menghilangkan nyeri;
7. Mampu menganalisis pemilihan pasien, prosedur dan jenis operasi yang tepat untuk tiap jenis
blok saraf tepi;
8. Mampu menyebutkan langkah-langkah blok epidural torakal dan blok perifer dasar dengan
bantuan stimulator saraf;
9. Mampu menjelaskan cara mengantisipasi, mengenal, dan mengatasi komplikasi blok epidural
torakal dan blok saraf perifer dasar;
10. Mampu menganalisis dampak gangguan koagulasi atau efek obat antikoagulan/antiplatelet
terhadap pelaksanaan anestesi blok saraf tepi;
11. Memahami prinsip dasar manajemen nyeri berbasiskan anestesi regional;
12. Mampu menyebutkan pilihan anestesi regional yang tepat untuk mengatasi nyeri kronik dan
nyeri kanker.

b. Keterampilan Klinik (Psikomotor)


1. Mampu mendemonstrasikan blok epidural torakal pada dewasa dan blok kaudal pada pediatrik
termasuk melakukan pemantauan dan membuat rekam medis yang baik, sesuai standar
operasional yang berlaku;
2. Mampu mendemonstrasikan blok saraf tepi tingkat dasar untuk ekstremitas atas (blok
interskalenus, blok supraklavikular, blok aksilar, blok pergelangan tangan dan jari-jari), untuk
ekstremitas bawah (blok femoralis, blok sciatik, blok popliteal, blok pergelangan kaki dan jari-
jari kaki) dengan alat bantu identifikasi saraf yang tersedia (nerve stimulator dan/atau
ultrasound);
3. Mampu mensimulasikan cara mengantisipasi, mengenal, dan mengatasi komplikasi blok
epidural torakal dan blok saraf perifer;
4. Mensimulasikan cara mengatasi blok yang tidak berjalan sempurna dan membangun
komunikasi tentang hal ini dengan sejawat bedah dan pasien;
5. Mampu melakukan pemantauan dengan baik dan benar selama prosedur anestesi regioanal
serta membuat rekam medis anesthesia dengan baik;
6. Mampu mengidentifikasi dan melakukan tatalaksana komplikasi anestesi neuraksial.

c. Komunikasi, Etika dan Profesionalisme terkait


1. Mampu memberikan informasi yang adekuat mengenai risiko dan tatalaksana pasien dengan
anestesi spinal serta mendiskusikannya dengan mitra kerja;
2. Mampu menjelaskan kepada pasien atau keluarga pasien tentang manfaat dan risiko tindakan
anetesia spinal untuk memperoleh persetujuan setelah menerima informasi yang adekuat
(informed consent);
3. Menunjukkan perilaku profesional didasari atas prinsip patient safety;
4. Hadir tepat waktu serta bekerja efektif dan efisien;
5. Berinteraksi dengan sejawat lain maupun paramedik dan tenaga kesehatan lain atas dasar
saling menghormati kompetensi masing-masing;
6. Berpartisipasi aktif menunjang perubahan keputusan dari rencana invasif minimal ke prosedur
operasi terbuka;
7. Menjaga kerahasiaan pasien.
C. POKOK BAHASAN DAN SUBPOKOK BAHASAN
1. Anatomi saraf tulang belakang pada pediatrik
 Anatomi tulang belakang anak;

 Anatomi dan pertumbuhan medula spinal pada anak;

 Anatomi dan fisiologi cairan serebrospinal.

2. Anatomi ruang epidural torakal dan struktur sekitarnya, pleksus brakhialis dan pleksus
lumbosakralis, persarafan dinding toraks dan dinding abdomen, serta persarafan kepala dan
leher pada dewasa
 Anatomi ruang epidural torakal;

 Anatomi pleksus brakhialis;

 Anatomi pleksus lumbosakralis;

 Anatomi persarafan dinding toraks;

 Anatomi persarafan dinding abdomen;

 Anatomi persarafan kepala dan leher.


3. Fisiologi konduksi saraf perifer, cara kerja nerve stimulator dan ultrasonografi dalam
identifikasi saraf perifer
 Fisiologi konduksi saraf perifer;

 Cara kerja nerve stimulator;

 Prinsip kerja ultrasonografi;

 Identifikasi saraf dengan nerve stimulator dan ultrasonografi.


4. Fisiologi blok epidural torakal dan blok perifer dalam menghilangkan nyeri
 Fisiologi blok epidural torakal;

 Fisiologi blok saraf perifer (blok interskalenus, blok supraklavikular, blok aksilaris, blok
femoralis, blok sciatik, blok popliteal, blok pergelangan tangan dan kaki, blok jari-jari
tangan dan kaki).
5. Farmakologi dan pemilihan obat anestesi lokal dan ajuvannya pada blok epidural torakal dan
blok perifer dalam menghilangkan nyeri
 Farmakologi obat anestesi lokal pada blok epidural torakal dan blok saraf perifer;

 Farmakologi obat ajuvan pada blok epidural torakal dan blok saraf perifer.
6. Pemilihan pasien, prosedur dan jenis operasi yang tepat untuk tiap jenis blok saraf
 Indikasi dan kontraindikasi blok epidural torakal;

 Indikasi dan kontraindikasi blok saraf perifer dasar;

 Pemeriksaan pra anestesi dan pemilihan jenis blok saraf sesuai faktor pasien, jenis operasi,
dan teknik operasi.
7. Teknik blok epidural torakal dan blok perifer dasar (blok interskalenus, blok supraklavikular,
blok aksilaris, blok femoralis, blok sciatik, blok popliteal, blok pergelangan tangan dan kaki,
blok jari-jari tangan dan kaki)
 Teknik blok epidural torakal: Loss of resistance, hanging drop;

 Teknik blok ekstremitas atas dipandu stimulator saraf dan USG;

 Teknik blok ekstremitas bawah dipandu stimulator saraf dan USG.

8. Komplikasi blok epidural torakal dan blok saraf tepi


 Komplikasi blok epidural torakal : segera, pasca operasi;

 Komplikasi blok interskalenus dan blok supraklavikular;

 Komplikasi blok aksilaris;

 Komplikasi blok femoralis;

 Komplikasi blok sciatik dan popliteal;

 Komplikasi blok pergelangan tangan dan kaki;

 Komplikasi blok jari-jari tangan dan kaki.


9. Obat pengencer darah dan anestesi blok saraf tepi
 Obat antikoagulan oral;

 Obat antiplatelet;

 Obat heparin standard (unfractioned);

 Obat “Low-molecular-weight heparin”.

D. METODE PEMBELAJARAN
1. Kuliah dan Curah Pendapat
Diberikan kuliah pengantar dan curah pendapat mengenai hal-hal yang tercantum dalam pokok
bahasan dan subpokok bahasan.
2. Simulasi
Sebelum menerapkan pada pasien atau melakukan demonstrasi pada pasien, peserta didik
diharapkan telah mahir melakukan prosedur anestesi regional tersebut pada manikin.
3. Demonstrasi
Pada awal rotasi dilakukan demonstrasi anestesi regional pada pasien oleh konsulen. Peserta
didik kemudian melakukan praktek/demonstrasi pada pasien dalam supervisi konsulen. Mahir
melakukan simulasi pada manikin menjadi prasyarat sebelum peserta didik melakukan
praktek/demonstrasi pada pasien.
4. Studi kasus (presentasi kasus, bedside teaching, case based discussion)
Studi kasus dapat dilakukan dengan teknik presentasi kasus, case based discussion maupun
bedside teaching, baik dalam kelas maupun kelompok kecil. Kasus dipilih dari kasus yang telah
dilakukan. Titik berat diskusi sesuai dengan pokok bahasan dan sub pokok bahasan yang
tercantum dalam modul.
5. Role play
Metode role play digunakan untuk melatih kompetensi di ranah komunikasi/hubungan
interpersonal dan profesionalisme.
6. Tugas mandiri kelompok dan perorangan
Tugas mandiri diberikan untuk membahas materi sesuai pokok bahasan dan sub pokok bahasan.
Bentuk keluaran yang dihasilkan dapat berupa makalah singkat, tinjauan pustaka, presentasi,
dan rekam kasus kecil (mini case report) baik dalam kelompok maupun perorangan.

E. EVALUASI PEMBELAJARAN
Model evaluasi berikut disarankan, namun tidak membatasi hanya pada model evaluasi tersebut.
Pemilihan model evaluasi diserahkan menurut kemampuan masing-masing pusat pendidikan.
1. Pre tes dan post test
Pada awal pertemuan dilaksanakan pretest dalam bentuk tes tertulis (MCQ) untuk menilai
pengetahuan awal peserta didik dan mengidentifikasi kekurangan yang ada. Di akhir rotasi
dilakukan post test dengan soal yang sama dengan pretest, untuk mengetahui tingkat penyerapan
oleh peserta didik dan keberhasilan modul.
2. DOPS (Direct Observation of Procedural Skills)
DOPS berisi daftar tilik yang merupakan panduan bagi peserta didik untuk melakukan prosedur
ketrampilan., baik pada manikin maupun pada pasien. Daftar tilik harus sesuai dengan ketentuan
dan SPO yang berlaku di masing-masing pusat pendidikan. Evaluator/konsulen bertugas menilai
kelayakan keterampilan peserta didik berdasarkan lengkap tidaknya tindakan yang dilakukan
berdasarkan daftar tilik yang ada. Di akhir sesi, evaluator menetapkan kinerja peserta didik
sebagai: layak atau tidak layak.
3. Evaluasi Tindakan Klinik dengan Mini CEX (Mini - Clinical Evaluation Exercise)
Mini CEX dilakukan untuk mengevaluasi kinerja klinis peserta didik yang meliputi keterampilan
klinis, sikap dan perilaku, dalam menghadapi kasus klinis yang sesuai untuk level
pembelajarannya. Mini CEX harus dilakukan beberapa kali untuk satu jenis kasus atau satu jenis
keterampilan klinis yang dimaksud dalam pembelajaran, untuk melihat perkembangan peserta
didik. Di setiap akhir sesi Mini CEX harus dilakukan tilikan oleh evaluator dan peserta didik
sebagai bahan perbaikan di sesi berikutnya. Target Mini CEX adalah peserta didik dapat
melakukan kinerja klinis dengan level memuaskan atau diatas rata-rata.
4. Ujian Sumatif / Ujian Modul
Di akhir modul, peserta didik menjalani ujian sumatif. Ujian dapat berupa ujian lisan, tertulis
maupun keduanya.

F. ALAT BANTU PEMBELAJARAN


1. LCD Projector dan layar;
2. Laptop;
3. Papan tulis atau flip chart;
4. Gambar atlas anatomi;
5. Manikin tulang belakang;
6. Manikin anestesi spinal/epidural;
7. Manikin;
8. Stimulator saraf;
9. Ultrasonograf dengan probe yang sesuai (linear dan curve);
10. Koneksi internet;
11. File pembelajaran baik berupa slide presentasi maupun video.

G. DAFTAR TILIK CAPAIAN PEMBELAJARAN

ANESTESI BLOK EPIDURAL

Evaluator/ Penguji : ………………………….. Tanggal Tindakan : ………………

Peserta PPDS1 : ………………………….. TIndakan blok ke : ……………………

Problem Pasien/ Diagnosis : ………………………….

Tempat : ………………………….

Pasien : …….…………………… Usia: ……… Jenis Kelamin L/P

Tindakan operasi : …………………………

Lokasi punksi epidural : Lumbar / Torakal segmen ………….

Prosedur Anestesi
Sudah Belum Tidak
No catatan
Blok Subarachnoid Dikerjakan Dikerjakan terobservasi

Persiapan Pra Anestesi

1 Perkenalan dan membuka hubungan dokter-


pasien

2 Melakukan anamnesis dan pemeriksaan


fisik

3 Interpretasi hasil pemeriksaan penunjang

4 Meminta pemeriksaan tambahan jika


diperlukan
5 Menyimpulkan kondisi pasien dan faktor
risiko serta status fisik ASA

6 Menjelaskan dan edukasi tindakan yang


akan dilakukan, dan meminta persetujuan
pasien (informed consent)

7 Pemberian obat premedikasi bila


diperlukan, dapat diberikan sebelum pasien
masuk kamar operasi atau saat berada dalam
kamar operasi. Setelah obat premedikasi
diberikan diperlukan monitoring untuk
mengidentifikasi kemungkinan efek
samping yang dapat terjadi.

Prosedur Anestesi Epidural

8 Periksa kesiapan alat dan obat yang


diperlukan, menentukan jenis dan ukuran
jarum yang akan digunakan.

9 Periksa kesiapan alat emergensi

10 Pasang monitor standar dan akses intravena

11 Interpretasi kondisi pasien berdasar hasil


monitor.

12 Memposisikan pasien sesuai untuk tindakan


blok (duduk / miring)

13 Identifikasi celah intervertebra dengan


menggunakan garis Tuffier atau teknik lain,
kemudian menentukan titik punksi
(pendekatan midline atau paramedian)

14 Lakukan tindakan asepsis dan antisepsis


pada landmark yang ditentukan.

15 Injeksi anestetika lokal pada titik punksi.

16 Melakukan penusukan jarum epidural pada


titik punksi, dengan arah jarum sesuai
pendekatan yang dipilih (midline atau
paramedian) menuju perkiraan letak celah
interlaminar vertebra.

17 Mencabut mandren/stylet jarum lalu


menyambung jarum epidural dengan spuit
dan dorong jarum menembus ligamentum
flavum sambil melakukan identifikasi ruang
epidural dengan teknik “Loss of Resistance”
atau “hanging drop”.
18 Memastikan letak ujung jarum tidak pada
ruang subaraknoid (tidak ada cairan
serebrospinal yang mengalir keluar dari
jarum dengan deras) dan memperhatikan
kedalaman jarum.

19 Memasang kateter epidural sesuai


kedalaman yang diinginkan (3-5 cm di
dalam ruang epidural), dan mampu menilai
apakah ujung kateter telah masuk melewati
ujung jarum.
Jika kateter sukar didorong masuk padahal
ujung kateter telah melewati ujung jarum,
JANGAN MENARIK KATETER
KELUAR TANPA MENARIK JARUM
EPIDURAL, lalu ulangi langkah no.15-18.
Jika kateter dapat masuk ke ruang epidural
dengan mudah, cabut jarum epidural tanpa
mencabut kateternya, lalu perhatikan
kedalaman kateter sampai ke permukaan
kulit.

20 Menyesuaian panjang kateter dalam ruang


epidural sesuai keinginan dengan cara
menarik kateter jika diperlukan. Perhatikan
penanda kedalaman pada kateter epidural.

21 Menghubungkan kateter epidural dengan


alat pengunci dan filter epidural.

22 Membalut area punksi dan fiksasi kateter


epidural dengan tepat.

23 Mengembalikan posisi pasien sesuai dengan


yang diinginkan.

Pemeliharaan Anestesi Epidural

24 Memastikan ujung kateter epidural pada


posisi yang tepat, dengan melakukan
aspirasi dan pemberian test dose

25 Jika saat aspirasi didapatkan darah maupun


cairan bening diduga cairan serebrospinal,
jangan memberikan obat melalui kateter
(termasuk test dose), cabut kateter dan
ulangi langkah 16-23.
26 Jika saat aspirasi tidak didapatkan apapun
keluar dari kateter, injeksikan obat test dose
perlahan ke dalam kateter.
Catatan : setiap kali memasukkan obat ke
dalam kateter epidural harus disertai
kewaspadaan perubahan kondisi pasien
yang mungkin terjadi, antara lain ditandai
dengan perubahan tanda vital pada monitor
dan adanya keluhan pasien.

27 Menilai kecukupan dan ketinggian blok


spinal, menggunakan teknik “pin prick”,
suhu, maupun teknik lain.

28 Identifikasi dan penatalaksanaan bila blok


tidak adekuat

29 Memberikan tambahan obat epidural,


sambil terus memonitor tanda vital pasien
secara berkala dan identifikasi perubahan
yang terjadi selama operasi.

30 Mengidentifikasi komplikasi hipotensi dan


melakukan terapinya. Dapat pula dilakukan
tindakan pencegahan hipotensi sejak awal.

Pasca Bedah

31 Memonitor tanda vital pasien berkala di


ruang pemulihan.

32 Menilai kesiapan pasien untuk dipindahkan


ke ruang rawat

33 Melakukan serah terima pasien alih rawat


ke ruangan

34 Edukasi kepada tim ruang rawat


kemungkinan komplikasi yang dapat terjadi,
pencegahan dan penatalaksanaannya

Kesimpulan : LAYAK ☐ TIDAK LAYAK ☐

catatan penguji:
………………………………………………………………………………………………………………
……………………………………………………………………………………………………
tilikan peserta didik :

………………………………………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………………………………

PESERTA DIDIK : EVALUATOR/PENGUJI:

(..........................................................................) (..........................................................................)

PENANGGUNGJAWAB MODUL :

(..........................................................................)

ANESTESI BLOK SARAF TEPI

Evaluator/ Penguji : ………………………….. Tanggal Tindakan : ………………

Peserta PPDS1 : ………………………….. TIndakan blok ke :


…………………………

Problem Pasien/ Diagnosis : ………………………….

Tempat : ………………………….

Pasien : …….…………………… Usia: … Jenis Kelamin L/P

Tindakan operasi : ………………………….


Blok saraf tepi yang akan dilakukan : ……………………………..………….

Prosedur Anestesi
Sudah Belum Tidak
No catatan
Blok Subarachnoid Dikerjakan Dikerjakan terobservasi

Persiapan Pra Anestesi

1 Perkenalan dan membuka hubungan dokter-


pasien

2 Melakukan anamnesis dan pemeriksaan fisik

3 Interpretasi hasil pemeriksaan penunjang

4 Meminta pemeriksaan tambahan jika


diperlukan

5 Menyimpulkan kondisi pasien dan faktor


risiko serta status fisik ASA

6 Menjelaskan dan edukasi tindakan yang akan


dilakukan, dan meminta persetujuan pasien
(informed consent)

7 Pemberian obat premedikasi bila diperlukan,


dapat diberikan sebelum pasien masuk kamar
operasi atau saat berada dalam kamar
operasi. Setelah obat premedikasi diberikan
diperlukan monitoring untuk
mengidentifikasi kemungkinan efek samping
yang dapat terjadi.

Prosedur Anestesi Epidural

8 Periksa kesiapan alat dan obat yang


diperlukan, menentukan jenis dan ukuran
jarum yang akan digunakan. Termasuk alat
pemandu (ultrasound dan/atau stimulator
saraf)

9 Periksa kesiapan alat emergensi


10 Pasang monitor standar dan akses intravena

11 Interpretasi kondisi pasien berdasar hasil


monitor.

12 Memposisikan pasien sesuai untuk tindakan


blok yang akan dilakukan

13 Identifikasi landmark sesuai blok, dan


membuat penanda pada kulit pasien.

14 Lakukan tindakan asepsis dan antisepsis pada


landmark yang ditentukan.

15 Injeksi anestetika lokal pada titik punksi.

16 Melakukan penusukan jarum blok pada titik


punksi, dengan arah jarum sesuai pendekatan
dan metode yang dipilih menuju target saraf.

18 Memastikan letak ujung jarum tepat dan


sedekat mungkin pada target saraf.
Bila dipandu dengan stimulator saraf:
didapatkan gerakan twitching sesuai otot
yang dipersarafi target saraf pada kuat arus
antara 0,3-0,5 mA dengan durasi rangsangan
0,1-0,3 ms.
Bila dipandu dengan ultrasound : didapatkan
gambaran/image ujung jarum tepat pada tepi
saraf target.

20 Hubungkan jarum dengan spuit, lakukan


aspirasi. Jika didapatkan darah, jangan
suntikkan obat anestetika lokal. Jika hasil
aspirasi negatif, suntikkan obat anestetik
lokal dengan konsentrasi dan volume yang
tepat secara perlahan-lahan, diselingi
tindakan aspirasi berulang setiap
menyuntikan 5 mL obat.
Hentikan penyuntikan jika pasien mengeluh
nyeri saat penyuntikan obat anestetik lokal.

21 Memonitor tanda vital pasien berkala dan


identifikasi komplikasi terutama tanda-tanda
intoksikasi obat anestetika lokal.
22 Membalut area punksi.

23 Mengembalikan posisi pasien sesuai dengan


yang diinginkan.

Pemeliharaan Anestesi Blok Sarat Tepi

27 Menilai kecukupan blok yang adekuat untuk


operasi dengan menggunakan teknik “pin
prick”, suhu, maupun penilaian kekuatan
motorik pada area yang terblokade.

28 Identifikasi dan penatalaksanaan bila blok


tidak adekuat

30 Memperhatikan anggota tubuh pasien yang


diblok selama operasi agar tidak terjadi
penekanan atau malposisi.

Pasca Bedah

31 Memonitor tanda vital pasien berkala di


ruang pemulihan.

32 Menilai kesiapan pasien untuk dipindahkan


ke ruang rawat

33 Melakukan serah terima pasien alih rawat ke


ruangan

34 Edukasi kepada tim ruang rawat


kemungkinan komplikasi yang dapat terjadi,
pencegahan dan penatalaksanaannya,
termasuk memperhatikan anggota tubuh
pasien yang diblok selama agar tidak terjadi
penekanan atau malposisi.

Kesimpulan : LAYAK ☐ TIDAK LAYAK ☐

catatan penguji:
………………………………………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………………………………
tilikan peserta didik :

………………………………………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………………………………

PESERTA DIDIK : EVALUATOR/PENGUJI:

(..........................................................................) (..........................................................................)

PENANGGUNGJAWAB MODUL :

(..........................................................................)
H. DAFTAR EVALUASI PENUNTUN TINDAKAN KLINIK

DAFTAR EVALUASI PENUNTUN ANESTESI BLOK EPIDURAL

Lulus-pada
No Kegiatan / langkah klinik Kesempatan ke
1 2 3 4 5
1. PERSIAPAN PRAANESTESI
1. Mampu melakukan perkenalan dan membuka hubungan
dokter-pasien.
2. Mampu melakukan anamnesis dan pemeriksaan fisik.
3. Mampu melakukan interpretasi hasil pemeriksaan penunjang.
4. Mampu meminta pemeriksaan tambahan jika diperlukan.
5. Mampu menyimpulkan kondisi pasien dan faktor risiko serta
status fisik ASA.
6. Mampu menjelaskan dan edukasi tindakan yang akan
dilakukan, dan meminta persetujuan pasien (informed
consent).
7. Mampu melakukan pemberian obat premedikasi bila
diperlukan, dapat diberikan sebelum pasien masuk kamar
operasi atau saat berada dalam kamar operasi. setelah obat
premedikasi diberikan diperlukan monitoring untuk
mengidentifikasi kemungkinan efek samping yang dapat
terjadi.

2. PROSEDUR ANESTESI EPIDURAL


1. Mampu memeriksa kesiapan alat dan obat yang diperlukan,
menentukan jenis dan ukuran jarum yang akan digunakan.
2. Mampu memeriksa kesiapan alat emergensi.
3. Mampu memasang monitor standar dan akses intravena.
4. Mampu melakukan interpretasi kondisi pasien berdasar hasil
monitor.
5. Mampu memposisikan pasien sesuai untuk tindakan blok
(duduk / miring).
6. Mampu melakukan identifikasi celah intervertebra dengan
menggunakan garis tuffier atau teknik lain, kemudian
menentukan titik punksi (pendekatan midline atau
paramedian)
7. Mampu melakukan tindakan asepsis dan antisepsis pada
landmark yang ditentukan.
8. Mampu melakukan injeksi anestetika lokal pada titik punksi.
9. Mampu melakukan melakukan penusukan jarum epidural
pada titik punksi, dengan arah jarum sesuai pendekatan yang
dipilih (midline atau paramedian) menuju perkiraan letak
celah interlaminar vertebra.
10. Mampu mencabut mandren/stylet jarum lalu menyambung
jarum epidural dengan spuit dan dorong jarum menembus
ligamentum flavum sambil melakukan identifikasi ruang
epidural dengan teknik “loss of resistance” atau “hanging
drop”.
11. Mampu memastikan letak ujung jarum tidak pada ruang
subaraknoid (tidak ada cairan serebrospinal yang mengalir
keluar dari jarum dengan deras) dan memperhatikan
kedalaman jarum.
12. Mampu memasang kateter epidural sesuai kedalaman yang
diinginkan (3-5 cm di dalam ruang epidural), dan mampu
menilai apakah ujung kateter telah masuk melewati ujung
jarum. Jika kateter sukar didorong masuk padahal ujung
kateter telah melewati ujung jarum, jangan menarik kateter
keluar tanpa menarik jarum epidural, lalu ulangi langkah
no.15-18. Jika kateter dapat masuk ke ruang epidural dengan
mudah, cabut jarum epidural tanpa mencabut kateternya, lalu
perhatikan kedalaman kateter sampai ke permukaan kulit.
13. Mampu menyesuaian panjang kateter dalam ruang epidural
sesuai keinginan dengan cara menarik kateter jika diperlukan.
perhatikan penanda kedalaman pada kateter epidural.
14. Mampu menghubungkan kateter epidural dengan alat
pengunci dan filter epidural.
15. Mampu membalut area punksi dan fiksasi kateter epidural
dengan tepat.
16. Mampu mengembalikan posisi pasien sesuai dengan yang
diinginkan.

3. PEMELIHARAAN ANESTESI EPIDURAL


1. Mampu memastikan ujung kateter epidural pada posisi yang
tepat, dengan melakukan aspirasi dan pemberian test dose.
2. Mampu menilai kecukupan dan ketinggian blok epidural,
menggunakan teknik “pin prick”, suhu, maupun teknik lain.
3. Mampu mengidentifikasi dan penatalaksanaan bila blok tidak
adekuat.
4. Mampu memberikan tambahan obat epidural, sambil terus
memonitor tanda vital pasien secara berkala dan identifikasi
perubahan yang terjadi selama operasi.
5. Mampu mengidentifikasi komplikasi hipotensi dan
melakukan terapinya. dapat pula dilakukan tindakan
pencegahan hipotensi sejak awal.

4 PASCA BEDAH
1. Mampu memonitor tanda vital pasien berkala di ruang
pemulihan.
2. Mampu menilai kesiapan pasien untuk dipindahkan ke ruang
rawat.
3. Mampu melakukan serah terima pasien alih rawat ke ruangan.
4. Mampu edukasi kepada tim ruang rawat kemungkinan
komplikasi yang dapat terjadi, pencegahan dan
penatalaksanaannya.

DAFTAR EVALUASI PENUNTUN BLOK SARAF TEPI

Lulus-pada
No Kegiatan / langkah klinik Kesempatan ke
1 2 3 4 5
1. PERSIAPAN PRAANESTESI
1. Mampu melakukan perkenalan dan membuka hubungan
dokter-pasien.
2. Mampu melakukan anamnesis dan pemeriksaan fisik.
3. Mampu melakukan interpretasi hasil pemeriksaan penunjang.
4. Mampu meminta pemeriksaan tambahan jika diperlukan.
5. Mampu menyimpulkan kondisi pasien dan faktor risiko serta
status fisik ASA.
6. Mampu menjelaskan dan edukasi tindakan yang akan
dilakukan, dan meminta persetujuan pasien (informed
consent).
7. Mampu melakukan pemberian obat premedikasi bila
diperlukan, dapat diberikan sebelum pasien masuk kamar
operasi atau saat berada dalam kamar operasi. setelah obat
premedikasi diberikan diperlukan monitoring untuk
mengidentifikasi kemungkinan efek samping yang dapat
terjadi.
2. PROSEDUR BLOK SARAF TEPI
1. Mampu memeriksa kesiapan alat dan obat yang diperlukan,
menentukan jenis dan ukuran jarum yang akan digunakan.
termasuk alat pemandu (ultrasound dan/atau stimulator saraf).
2. Mampu memeriksa kesiapan alat emergensi.
3. Mampu memasang monitor standar dan akses intravena.
4. Mampu melakukan interpretasi kondisi pasien berdasar hasil
monitor.
5. Mampu memposisikan pasien sesuai untuk tindakan blok
(duduk / miring).
6. Mampu melakukan identifikasi landmark sesuai blok, dan
membuat penanda pada kulit pasien.
7. Mampu melakukan tindakan asepsis dan antisepsis pada
landmark yang ditentukan.
8. Mampu melakukan injeksi anestetika lokal pada titik punksi.
9. Mampu melakukan penusukan jarum blok pada titik punksi,
dengan arah jarum sesuai pendekatan dan metode yang dipilih
menuju target saraf.
10. Mampu memastikan letak ujung jarum tepat dan sedekat
mungkin pada target saraf.
11. Mampu menghubungkan jarum dengan spuit, lakukan aspirasi
12. Mampu memonitor tanda vital pasien berkala dan identifikasi
komplikasi terutama tanda-tanda intoksikasi obat anestetika
lokal.
13. Mampu membalut area punksi.
14. Mampu mengembalikan posisi pasien sesuai dengan yang
diinginkan.

3. PEMELIHARAAN ANESTESI BLOK SARAF TEPI


1. Mampu menilai kecukupan blok yang adekuat untuk operasi
dengan menggunakan teknik “pin prick”, suhu, maupun
penilaian kekuatan motorik pada area yang terblokade.
2. Mampu melakukan identifikasi dan penatalaksanaan bila blok
tidak adekuat.
3. Mampu memperhatikan anggota tubuh pasien yang diblok
selama operasi agar tidak terjadi penekanan atau malposisi.
4 PASCA BEDAH
5. Mampu memonitor tanda vital pasien berkala di ruang
pemulihan.
6. Mampu menilai kesiapan pasien untuk dipindahkan ke ruang
rawat.
7. Mampu melakukan serah terima pasien alih rawat ke ruangan.
8. Mampu edukasi kepada tim ruang rawat kemungkinan
komplikasi yang dapat terjadi, pencegahan dan
penatalaksanaannya, termasuk memperhatikan anggota tubuh
pasien yang diblok selama agar tidak terjadi penekanan atau
malposisi.

Sistim Penilaian (Sesuai IPDS)


Kisaran angka Huruf mutu Bobot
> 75 – 100 A 4
> 70 – 75 B+ 3,5
> 65 – 70 B 3
> 60 – 65 C+ 2,5
Catatan:

Pembobotan Nilai
No Penilaian Bobot
1. Sikap 40%
2. Pengetahuan 30%
3. Keterampilan 30%
Total 100%

Nilai Peserta
 Pretest :
 Posttest :
 DOPS :
 CbD :
 OSCE :

Peserta dinyatakan : Tanda tangan pelatih

 Layak

 Tidak layak

melakukan prosedur
DAFTAR PUSTAKA
1. Barash PG, Cullen BF, Stoelting RK, Cahalan MK, Stock MC, Ortega R, Sharar SR, Holt NF.
Clinical Anesthesia. 8th ed. Philadelphia: Wolters Kluwer; 2017.
2. Butterworth JF, Mackey DC, Wasnick JD. Morgan & Mikhail’s Clinical Anesthesiology. 5th ed. New
York: McGraw Hill; 2013.
3. Flood P, Rathmell JP, Shafer S. Stoelting’s Pharmacology and Physiology in Anesthetic Practice. 5th
ed. Philadelphia: Wolters Kluwer; 2015.
4. Hadzic A. NYSORA Textbook of Regional Anesthesia and Acute Pain Management. United States:
Mc Graw-Hill; 2007.
5. Hadzic A. Hadzic’s Peripheral Nerve Block and Anatomy for Ultrasound-Guided Regional
Anaesthesia. 2nd ed. United States: Mc Graw-Hill; 2012.
6. Marhofer P. Ultrasound Guidance in Regional Anesthesia: Principles and Pratical Implementation. 2 nd
ed. U.K: Oxford University Press; 2010.
7. Miller RD, Cohen NH, erikson LI, Fleisher LA, Wiener-Kronish JP, Young WL. Miller’s Anaethesia.
8th ed. Philadelphia: Elsevier Sauders; 2015.

Anda mungkin juga menyukai