Anda di halaman 1dari 17

LAPORAN KASUS

MANAJEMEN ANESTESI LAPAROSKOPI-


SALPONGOSTOMI PADA SALPINGITIS KRONIS

Diajukan untuk memenuhi persyaratan Program Pendidikan Dokter


Spesialis-1 (PPDS-1) Anestesiologi dan Terapi Intensif

dr. Ratna Setyaningsih


NIM 22041019310010

PROGRAM PENDIDIKAN DOKTER ANESTESIOLOGI DAN TERAPI INTENSIF


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS DIPONEGORO
SEMARANG
2022

1
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ...................................................................................i


DAFTAR ISI ..............................................................................................ii
BAB I ...........................................................................................................1
PENDAHULUAN ......................................................................................1
BAB II .........................................................................................................2
LAPORAN KASUS ...................................................................................2
2.1 Identitas ..................................................................................................2
2.2 Data Subjektif ........................................................................................2
2.3 Pemeriksaan Fisik ..................................................................................2
2.4 Pemeriksaan Penunjang .........................................................................3
2.5 Diagnosis ................................................................................................5
2.6 Tatalaksana Anestesi .............................................................................5
BAB III ........................................................................................................6
TINJAUAN PUSTAKA .............................................................................6
3.1.1 Perubahan Fisiologi Peritoneum pada Laparoskopi ...........................6
3.1.2 Perubahan Sistem Respirasi pada Laparoksopi ..................................6
3.1.3 Perubahan Sistem Kardiovaskular pada Laparoskopi .........................7
3.2 Manajemen Anestesi ..............................................................................7
3.2.1 Penilaian Pre operatif ....................................................................7
3.2.2 Teknik Anestesi Laparoskopi .......................................................8
Total Intravena Anesthesia (TIVA) .............................................................9
Anestesi Umum ............................................................................................9
Anestesi Regional .......................................................................................10
3.2.3 Manajemen post operatif ..............................................................11
BAB IV .......................................................................................................13
PENUTUP ..................................................................................................13
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................14

2
BAB I
PENDAHULUAN

Salpingitis merupakan keadaan inflamasi dari tuba fallopi yang umumnya


di akibatkan oleh infeksi bakteri termasuk infeksi menular seksual pada wanita
usia produktif. Salphingitis termasuk dalam pelvic inflammatory disease (PID)
yang menyebabkan infertilitas pada wanita.1
Laparoskopi dapat digunakan untuk mendiagnosis PID ataupun untuk
melakukan tindakan tatalaksana PID. Laparoskopi dapat menghilangkan adhesi
peritubal, mengangkat massa/ abses tubo-ovarium dan mendeteksi kasus
hydrosalphinx x yang tidak dapat diketahui secara klinis.2
Laparoksopi menjadi pilihan karena memliki beberapa keuntungan seperti
nyeri pasca operasi yang lebih kecil, perdarahan intraoperative yang minimal,
hasil kosmetik yang lebih baik, infeksi luka operasi lebih kecil, pemulihan yang
lebih cepat sehingga membuat lama rawat di rumah sakit berkurang.3
Berbagai macam teknik anestesi dapat digunakan pada laparoskopi seperti
anestesi umum, total intravenous antestesi (TIVA), anestesi regional. Saat ini
anestesi umum dengan intubasi endotrakea untuk mengontrol ventilasi merupakan
pilihan yang digunakan pada laparoskopi elektif. Intubasi endotrakeal dapat
melindungi jalan napas pasien dan mencegah pneumonia aspirasi. Anestesi
general tanapa intubasi endotrakeal juga daapt digunakan pada pasien non-obes
dengan menggunakan ProSeal masker laring.3
Makalah ini bertujuan untuk melaporkan manajemen anestesi pada
laparoskopi-salpingostomi untuk kasus PID terutama salphingitis kronis.
Pembedahan semacam ini membutuhkan perhatian khusus dan keterampilan
khusus dari ahli anestesi.

3
BAB II
LAPORAN KASUS

2.1 Identitas
Nama : Ny. SW
Usia : 31 tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Masuk RS : 05-01-2023
Ruangan : Kapodang lantai dasar.

2.2 Data Subjektif


Subjektif :
A : Alergi disangkal
M : (-)
P : Asma(-), HT (-), DM (-) , Penyakit jantung (-) Riw. sedasi/op (-)
L : 6 jam pre tindakan
E : demam (-), sesak napas (-), pilek (-), batuk (-), Nyeri perut sebelah kiri
saat menstruasi

2.3 Pemeriksaan Fisik


KU : tampak sakit sedang, composmentis
TD : 122/72 mmHg
HR : 75 x/m reguler, cukup
RR : 20 x/m
T : 36.9°C
SpO2 : 99% room air
BB : 50 kg
TB : 154 cm

4
Status generalis
Kepala : mesosefal
Mata : Conjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-)
Mulut : mallampati 2 buka mulut 3 jari, gigi palsu (-), gigi ompong (-)
Leher : benjolan (-), deviasi (-)
Paru : SD vesikuler (+/+) Rh (-/-), Wh (-/-)
Cor : BJ 1-2 reguler, bising (-), gallop (-)
Abd : supel, nyeri tekan (-), BU (+) normal
Ext : edema (-/-), akral hangat (+/+), CRT kurang dari 2 detik

2.4 Pemeriksaan Penunjang


Pemeriksaan Laboratorium 6/12/2022
Pemeriksaan Hasil Satuan Nilai Rujukan

Hematologi Paket
Hemoglobin 14.4 g/dL 11-13
Hematokrit 42.3 %
Leukosit 9.200 103/uL 5-14,5
Trombosit 282.000 103/uL 150-400

Pemeriksaan Hasil Satuan Nilai Rujukan

Kimia Klinis
GDS 77 mg/dL 80-160
SGOT 20 U/L 15-34
SGPT 14 U/L 14-60
Ureum 13 mg/dl 15-39
Creatinin 0.9 mg/dl 0,6-1,30

5
Pemeriksaan Kimia Klinik 6/12/2022
Elektrolit
Natrium 138 mmol/L 136-145
Kalium 3.6 mmol/L 3,5-5,1
Chlorida 107 mmol/L 98-107

Pemeriksaan Umunologi klinnik 6/12/2022


Imunologi klinik

HbSAg <0.20 (negative) Negative

Pemeriksaan Koagulasi 6/12/2022


Pemeriksaan Hasil Nilai Rujukan
Plasma Prothrombin
Time (PPT)
Waktu Prothrombin 14.4
PPT Kontrol 16.6
Partial Thromboplastin
Time (PTTK)

Waktu Thromboplastin 30.8


APTT Kontrol 32.0

Swab antigen Covid-19 05/01/2023


Hasil : Negatif

X Foto Thorax 6/12/2022


Kesan :
- Cor taak membesar
- Pulmo tak tampak kelainan

6
2.5 Diagnosis
- Salphingitis Kronis

2.7 Tatalaksana :
- Laparoskopi-salphingostomi
Problem
Hiperklorida
Status Anestesi
- GA ASA I

7
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA

Pendekatan laparoskopi membutuhkan insuflasi gas ke dalam rongga


peritoneum untuk mendukung visualisasi agar prosedur dapat dilakukan. Insuflasi
gas umumnya dilakukan melalui jarum Varres di subumbilikus. Tekanan
intraabdomen diatas 15 mmHg harus dihindari karena dapat menyebabkan
komplikasi dan instabilitas kardiopulmonal yang signifikan.4
Gas yang digunakan untuk insfluasi peritoneum dalam laparoskopi adalah
CO2, N2O, O2, helium, udara, nitrogen dan argon. Karbon dioksida merupakan gas
yang paling sering digunakan untuk insuflasi karena tidak dapat terbakar, tidak
menyebabkan difusi, dapat dikeluarkan dengan cepat, dan sangat larut dalam
darah. Namun kerugiannya adalah penyerapan CO2 ini dapat menyebabkan
hiperkapnea dan asidosis respiratoik.4
Anestesi TIVA, anestesi regional dan anestesi umum mengunakan teknik
anestesi seimbang termasuk agen intravena, agen inhalasi dan pelumpuh otot.
Asesmen pre operatif dan persiapan termasuk pemantauan yang tepat dapat
menjadi diagnosis dan penanganan komplikasi secara dini.

3.1.1 Perubahan Fisiologi Peritoneum pada Laparoskopi


Karbondiokasida berpengaruh dengan menaikan tekanan intraabdomen
diatas tekanan vena yang mencegah reabsorpsi CO2 yang menyebabkan
hiperkapnea. Hiperkapnea mengaktifkan saraf simpatik saraf simpatik yang
menyebabkan peningkatan tekanan darah, jantung, aritmia dan kontraktiliras
karena membuat miokardium lebih peka terhadap katekolamin. Peningkatan
tekanan intrabadomen dapat menekan pembuluh vena yang menyebebkan
peningkatan preload awal kan diikuti dengan penurunan bertahap preload. 5

3.1.2 Perubahan Sistem Respirasi pada Laparoksopi


Perubahan fungsi paru paru selama laparoskopi meliputi pengurangan
volume paru, penurunan kompliens paru dan peningkatan tekanan puncak jalan

8
napas. Peningkatan tekanan intra abdomen membuat pergesaran diafragma dan
mengurangi ekspansi diafragma, mengakibatkan penutupan awal jalan napas dan
menyebabkan atelectasis intraoperative dengan penrurunan kapasitas residu
fungsional. Pengaturan ventilator harus disesuaikan dengan kondisi pasien
intraoperative untuk mendapatkan ventilasi semenit adekuat dengan tekanan jalan
napas yang dapat ditoleransi.6

3.1.3 Perubahan Sistem Kardiovaskular pada Laparoskopi


Hiperkarbia menekan kontraktilitas mmiokardia dan laju kontraksi secara
langsung, selain itu juga dpat mengganggu konduksi elekrtrik jantung dan
mengakibatkan aritmia. Efek ini dapat diperparah oleh penurunan pH akibat
hiperkarbia. Hiperkarbia menyebabkan penurunan respons katekolamin terhadap
pembuluh darah dan vasodilatasi terutama vena sehinngga menyebabkan
pengumpulan darah di perifer, penurunan aliran balik vena dan curah jantung.
Namun hiperkarbia memliki efek sebaliknya terhadap pembuluh darah pulmonal
yang menyebabkan asidosis dan vasoknstriksi. Bradiarimia dapat teradi karena
stimulasi vagal akibat pemasangan jatum atau trocar, pereganagan peritoneum,
stimulasi tuba fallopi selama elektrokauterisasi bipolar, atau embolisasi
karbondiokasida.7

3.2 Manajemen Anestesi


3.2.1 Penilaian Pre operatif
Status Kesehatan secara menyeluruh pasien harus dievaluasi sebelum
dilakukan laparoskopi. Anamensis dan pemeriksaan fisik menyeluruh merupakan
salah satu teknik memadai yang dapat digunakan untuk penelian pre operatif.
Pada pasien dengan komorbid penyakit kardiorespirasi memerlukan pemeriksaan
tambahan untuk mengurangi terjadinya komplikas serta risiko ganggguan
hemodinamik intraoperative. Untuk membantu penlaian risisko American Society
of Anesthesiologists (ASA) telah mengembangkan system klasifikasi untuk pasien
yang mengkategorikan individu berdasarkan status Kesehatan umum. Pasien
dengan penurunan fungsi paru dan penurunan ventlasi seperti pasien penyakit

9
paru obstruktif kronik (PPOK) atau pasien seteleh reseksi paru termasuk dalam
pasien kategori risiko tinggi. Dalam penilaian pre operatif tidak da perubahan
signifikan antara laparoskopi maupun laparotomi.3
Premedikasi harus disesuaikan dengan durasi pembedahan dan kebutuhan
pemulihan yang cepat pada pembedahan rawat jalan. Pemberian obat anti
inflamasi non steroid (NSAID) berguna untuk mengurangi nyeri pasca bedah dan
kebutuhan opioid. Pemberian klonidin dan dexmetomidine pra bedah mengurangi
respons stress intra operatif dan membantu menjaga stabilitias hemodinamik.
Antagonis reseptot histamin-2 dan penghambat pompa proton (PPI) diberikan
untuk mengruangi risio aspirasi perioperative. 3
Obat premedikasi harus dipilih yang tidak menyebabkan kantuk pasca
operasi seperti benzodiazepine kerja pendek dimana midazolam adalah pilihan
terbaik. Dosis kecil midazolam intravena yang diberikan sesaat sebelum induksi
dapat membantu mencapai kedalaman anestesi yang ditargetkan.8
Posisi pasien mempengaruhi hemodinamik dan parameter pernapasan.
Pasien biasanya diposisikan sesuai gravitasi dan menyebabkan organ intra
abdomen menjauhi tempat operasi untuk memfasilitasi akses bedah. Untuk
operasi perut bagian atas seperti kolesistektomi atau gastrektomi pasien dalam
posisi terlentang dan head-upa. Untuk operasi perut bagian bawah seperti operasi
ginekologi dan appendiks posisi pasien dalam keadaan kepala menunduk,
sedangkan untuk operasi thorax pasien di tempatkan dalam posisi lateral
dekubiktus.3
Namun, tekanan intrakranial akan terus meningkat pada persalinan fase 2
seiring dengan peningkatan kontraksi persalinan. Sayangnya, tekanan intrakranial
akan semakin meningkat saat pasien mendorong persalinan. Pada kondisi ini,
tekanan intrakranial dapat mencapai lebih dari 70 cmH2O. Hal ini menjelaskan
mengapa peningkatan tekanan intrakranial merupakan salah satu kontraindikasi
relatif terhadap persalinan pervaginam. 3

3.2.2 Teknik Anestesi Laparoskopi

10
Berbagai teknik anestesi dapat digunakan pada operasi laparoskopi.
Namun anestesi umum dengan intubasi endotrakeal merupakan anestesi yang
paling umum digunakan, karena dapat mengontrol ventilasi. Intubasi endotrakeal
dapat melindungi jalan napas pasien dan mencegah terjadinya pneumonia aspirasi.
Dalam prosedur singkat ekstraperitoneal seperti repair hernia ventilasi dengan
supraglottic airway dapat menjadi alternative. Anestesi umum tanpa intubasi
endotrakeal dapat digunnakan secara aman dan efektif dengan ProSeal masker
laring pada pasien yang tidak obesitas. Penggunaan masker laring menghasilkan
nyeri tenggorakan yang lebih keccil dan memberikan refleks batuk yang lebih
sedikit pasca ekstubasi dibandingkan dengan intubasi endotrakeal. Tabung
endotrakeal lumen ganda harus digunakan untuk operasi thoracoscopic untuk
memfasilitasi kolaps paru-paru. Ini meningkatkan akses bedah, mempersingkat
waktu operasi dan meniadakan kebutuhan insuflasi gas dengan komplikasi yang
terkait.3
Agen anestesi yang optimal untuk operasi laparoskopi adalah salah satu
yang mengambil keuntungan dari makrokinetik obat seperti propofol, fentanyl,
desflurane, sevoflurane dan lainnnya dengan karakterisitk cepat on-off. Ini bisa
berupa teknik anestesi intravena total (TIVA) atau teknik anestesi seimbang
dengan opioid dan agen anestesi volatil, seperti serta obat pelemas otot. Banyak
anestesiologist leboh menyukai teknik TIVA dengan propofol sebagai hipnotis,
karena propofol efektif dalam pencegahan pasca operasi mual dan muntah.3

Total Intravena Anesthesia (TIVA)


Dalam definisinya Total Intravena Anestesi merupakan teknik anestesi
baik dari agen anestesi ataupun analgesia yang dicapai hanya dengan obat
intravena tanpa menggunakan agen inhalasi. Kombinasi opioid, propofol dan
midazolam umumnya digunakan untuk operasi laparoskopi. Umumnya, pasien
diberikan premedikasi oral. Intubasi difasilitasi dengan agen penghambat
neuromuscular. 3

Anestesi Umum

11
Anestesi umum menggunakan teknik anestesi seimbang termasuk agen
inhalasi, agen intrvena dan pelumpuh otot sebagai kombinasi digunakan pada
teknik ini. Kombinasi agen ini tidak hanya mengurangi waktu pemulihan tetapi
juga mengurangi efek merugikan yang terkait dengan penggunaan bahan volatil
konsentrasi tinggi. Penggunaan kerja cepat dan pendek anestesi volatile seperti
sevoflurane dan desflurane serta obat intravena kerja cepat dan pendek seperti
propofol, etomidate, remifentanil, fentanyl, atracurium, vecuronium dan
rocuronium yang umum digunakan memungkinkan ahli anestesi mencapai
kedalaman anestesi adekuat dan mencapai profil pemulihan. Propofol efektif dan
bahkan aman digunakan untuk anak dan pasien usia lanjut. 3
Ventilasi harus disesuaikan untuk menjaga ETCO2 dari 30-35 mmHg
dengan mengatur menit ventilasi. Pada pasien dengan PPOK dan riwayat
pneumothorax atau emfisema peningkatan laju pernapasan lebih disukai
dibandingkan dengan volume tidal untuk mencegah terjadinta inflasi alveolus dan
menurunkan risiko pneumothorax. Kombinasi local anestesi infiltrasi luka,
intraperitoneum local anestesi dan NSAID atau COX2 inhibitor memberikan
perbikan nyeri yang efektif. 3

Anestesi Regional
Laparoskopi juga dapat dilakukan dengan aestesi regional termasuk blok
saraf perifer, blok neruaksial dan infiltrasi anestesi local. Keunggulan anestesi
regional adalah pemulihan yang lebih cepat, penurunan kejadian mual muntah
pasca operasi (PONV), peningkatan kepuasan pasien, perubahan hemodinamik
yang lebih minimal, nyeri pasca operasi yang minimal, dan lama rawat pasca
operasi yang lebih singkat sehingga biaya lebih efektif. Namun teknik ini
membutuhkan pasien yang kooperatif dan tindakan bedah yang minimal. Aestesi
regional paling berguna untuk prosedur singkat dengan pneumoperitoneum
tekanan rendah seperti ligasi tuba laparoskopi, prosedur diagnostik dan perbaikan
hernia ekstraperitoneal. Umumnya, teknik anestesi regional tidak dianjurkan
untuk operasi perut bagian atas. Namun, anestesi epidural adalah metode pilihan

12
untuk kolesistektomi laparoskopik pada pasien dengan paru obstruktif kronik dan
kehamilan.3

Pemantauan intraoperatid yang tepat dapat mendektsi dan mengurangi


komplikasi harus dilakukan untuk memastikan pembreian anestesi yang optimal
selama laparoskopi. Pemantauan standar intra operatif termasuk tekanan darah
non invasive, elektrokardiogram, denyut nadi, oksimeter, tekanan saluran napas,
end tidal karbon dioaksida (ETCO2) dan stimulasi saraf perifer secara rutin
digunakan. Pemantauan suhu tubuh juga perlu dilakukan berkala, karena
hipotermia yang signifikan dapat terjadi selama laparkoskopi. Pemantauan
hemodinamik invasive dilakukan pada pasien dengan hemodinamik tidak stabil
atau pada pasien dengan komorbid penyakit kardiopulmonal dengan fungsi yang
tidak baik. ETCO2 sering digunakan sebagai indikator non invasig PaCO2 dalam
mengevaluasi kecukupan ventilasi. Analisis gas darah arteri dapat
dipertimbangkan untuk mendeteki hiperkarbia.umumnya monitor jalan napas
secara rutin digunakan selama ventilasi tekanan positif intermitten. Tekanan jalan
napas udara yang tinggi dapat membantu mendeteksi elevasi yang berlebihan
tekanan intra abdomen. 3
Laparoskopi memiliki komplikasi intraoperasi meskipun invasive
minimal. Beberapa komplikasi terkait kardiorespirasi laparoskopi adalalah
hipotensi, hipertensi, takikardia, bardikardia, disritmia, hiperkapnia, hipoksemia,
atelectasis dan barotrauma. Pneumothoraks dapat terjadi ketika tekanan jalan
napas tinggi. 3

3.2.3 Manajemen post operatif


Selama periode awal pasca operasi ETCO2 dari pernapasan spontan pasien
tinggi dan menyebabkan hiperkapnea, oleh karena itu penting untuk dilakuakn
erawatan pasca anestesi untuk kembali ke fungsi normal. Pasien dengan disfungsi
pernapasan dapat mengalami masalah dalam mengeluarkan CO2 yang berlebihan
dan mengakibatkan hiperkapnea yang lebih banyak. Pasien dengan masalah
kardiovaskular lebih rentan terhadap perubahan dan ketidakstabilan hemodinamik.

13
Dalam masa pemulihan sebaiknya pasien diberikan suplementasi oksigen untuk
menghindari efek pneumoperitoneum terhadap system respirasi lebih lanjut. 3
Masalah anestesi langsung termasuk manajemen nyeri akut, mual dan
muntah pasca operasi (PONV), dan komplikasi bedah. Analgesia pasca operasi
harus merupakan kelanjutan dari analgesia intraoperatif, dengan menggunakan
pendekatan multimodal jika memungkinkan. Beberapa obat digunakan
intraoperative untuk mencegahan dan pengobatan nyeri pasca operasi seperti
anestesi local, opioid, NSAID. Beberapa teknik anestesi local/ reginal yang dapat
digunakan untuk manajemen nyeri pascaoperasi adalah blok subdural, blok
epidural, TAP blok serta teknik infiltrasi luka dengan anestesi local. Pada pasien
berisiko rendah, direkomendasikan opioid kuat dan infiltrasi luka. Glukokortikoid
mengerahkan efek hemat opioid dengan bekerja pada jalur siklooksigenase, dan
ini tampaknya tergantung pada dosis. Deksametason dalam dosis tunggal 15 mg
sebelum operasi atau 10 mg setelah operasi mengurangi konsumsi opioid selama
24 jam pertama pasca histerektomi. Faktor risiko PONV harus diidentifikasi
sebelum operasi. Pembedahan ginekologi dikenal sebagai faktor risiko PONV.
Dosis kecil antiemetic droperidol efektif mengurangi PONV dan memperkuat
sedasi. Antiemetic lain (antagonis serotonin, ondansetron dan dolasetron) juga
dapat menjadi alternative terkait dengan PONV.9
Strategi pencegahan yang ditujukan untuk mengurangi risiko dasar seperti
penggunaan analgesia regional intraoperatif, menghindari agen volatil atau oksida
nitrat, dan penggunaan obat antiemetik harus diterapkan. Perawatan tambahan
pada periode pasca operasi harus mencakup antagonis serotonin, deksametason,
dan antagonis dopamine.9

14
BAB IV
PENUTUP

Laparoskopi menjadi kemajuan besar dalam pengobatan pasien dengan


berbagai penyakit bedah terutama dalam bidang ginekologi. Laparoskopi
memiliki beberapa keuntungan maupu kerugian. Oleh karena itu dibutuhkan
peningkatan pengetahuan mengenai perubahan patofisiologi selama laparoskopi
untuk keberhasilan anestesi. Untuk prosedur perut atas dan durasi lama teknik
anestesi umum dengan ventilasi terkontrol dapat menjadi perifer. Teknik anestesi
regional termasuk blok perifer dan neuraksial dapat digunakan untuk tindakan
laparoskopi panggul. Analgesik multimodal menggabungkan oipioid, NSAID, dan
teknik anestesi local adalah rejjimen efektif untuk manajemen nyeri pasca operasi.

15
Daftar Pustaka

1. Van der Putten ME, Engel M, van Well GT. Salpingitis. A rare cause of
acute abdomen in a sexually inactive girl: a case report. Cases J.
2008;1(1):1-4. doi:10.1186/1757-1626-1-326
2. Krishna UR, Sheth SS, Motashaw ND. Place of laparoscopy in pelvic
inflammatory disease. J Obstet Gynaecol India. 1979 Jun;29(3):505-10.
PMID: 12339215.)
3. Somchai Amornyotin, Anesthetic Consideration for Laparoscopic Surgery.
International Journal of Anesthesiology & Research 2013, 1:102
4. Gerges FJ, Kanazi GE, Jabbour-Khoury SI (2006) Anesthesia for
laparoscopy: a review. J Clin Anesth 18: 67-78. 2. Amornyotin S (2013)
5. Gutt CN, Oniu T, Mehrabi A, et al. (2004) Circulatory and respiratory
complications of carbon dioxide insufflations. Dig Surg 21: 95-105)
6. Rauh R, Hemmerling TM, Rist M, Jacobi KE (2001) Influence of
pneumoperitoneum and patient positioning on respiratory system
compliance. J Clin Anesth 13: 361-36)
7. (Cheong MA, Kim YC, Park HK, et al. (1999) Paroxysmal tachycardia and
hypertension with or without ventricular fibrillation during laparoscopic
adrenalectomy: two case reports in patients with noncatecholamine-
secreting adrenocortical adenomas. J Laparoendosc Adv Surg Tech A 9:
277-281.)
8. Djaiani G, Ribes-Pastor MP (1999) Propofol auto-co-induction as an
alternative to midazolam co-induction for ambulatory surgery. Anaesthesia

16
54: 63-67.
9. (Holderness MC. Anaesthesia for gynaecological surgery. Cambridge Core
terms. 2017;63(36):1195–7.)

17

Anda mungkin juga menyukai