Anda di halaman 1dari 21

GAMBARAN UMUM

MODUL PRAKTIKUM KEPERAWATAN GERONTIK

GAMBARAN UMUM :
Praktikum ini memuat 4 modul yang berisi tentang Prosedur Keperawatan pada Keperawatan
Gerontik :
1. Pengkajian Demensional
2. Pengkajian Fungsional Status Kognitif/Afektif dan Sosial
3. Latihan Otot Dasar Panggul
4. Latihan Kandung kemih
Sebagai aplikasi dasar yang harus di kuasai oleh mahasiswa, yang kemudian dapat
diaplikasikan dalam memberikan asuhan keperawatan khususnya pada Keperawatan Gerontik.

ALUR BAGI PESERTA PRAKTIKUM :


1. Praktikan menerima dan kemudian mempelajari modul praktikum.
2. Praktikan mengikuti pre test yang diberikan sebelum praktikan memulai praktikum
3. Praktikan mengikuti dan memperhatikan fasilitator yang mendemonstrasikan prosedur
keperawatan.
4. Praktikan mendemonstrasikan kembali prosedur keperawatan yang telah diberikan.
5. Praktikan mengikuti post test yang diberikan setelah praktikan melakukan praktikum

PERATURAN PRAKTIKUM :
1. Praktikan harus menghadiri setiap sesi praktikum, tidak dibenarkan praktikan tidak hadir
tanpa keterangan.
2. Praktikan wajib hadir praktikum tepat waktu.
3. Praktikan wajib memakai baju praktek selama sesi praktikum (Skort dan jam tangan
bersekon)
4. Setiap mahasiswa yang menggunakan laboratorium harap mengisi daftar hadir di buku
hadir yang telah disediakan.
5. Setiap kali selesai menggunakan peralatan harap dikembalikan ketempat dalam keadaan
rapi dan bersih seperti semula.
6. Bagi yang pinjam alat – alat laboratorium mohon dicatat dibuku pinjam alat.

1
GRADE PENILAIAN PRAKTIKUM :

NO RANAH KEMAMPUA BOBOT KRITERIA/ KETERANGA


N AKHIR INDIKATO N
R
1 KOGNITIF Pemahaman 30% Kebenaran Menjelaskan
konsep: konsep konsep dengan
1. Pre test benar
2. Post test
2 AFEKTIF Sikap dalam 30% Mampu Soft skills
pelaksanaan menjaga
prosedur emosi, minat,
keperawatan kedisiplinan
3 PSIKOMOTO Keterampilan 40% Persiapan Aplikasi
R dalam alat,
pelaksanaan persiapan
prosedur pasien,
keperawatan prosedur
tindakan

2
MODUL 1
PENGKAJIAN MULTIDEMENSIONAL

1. Pendahuluan
Tujuan perawatan lansia adalah untuk mengoptimalkan kesehatan mereka secara umum,
serta memperbaiki/mempertahankan kapasitas fungsional. Keduanya bertujuan agar:
1) Lansia dapat tetap dipertahankan dirumahnya untuk mengurangi biaya perawatan
2) Meningkatkan kualitas hidup sehari-hari
3) Mengoptimalkan kapasitas fungsionalnya

2. Anamnesa
Dalam melakukan anamnesa harus secara akurat dan “up to date”, termasuk pula
mengenai bagaimana persepsi lansia tentang kesehatan dirinya sendiri. Anamnesa harus
menjadi dasar bagi tindakan skrining yang akan diusulkan. Anamnesa menjadi dasar bagi
rencana manajemen keperawatannya.Format bagi keperaluan anamnesis ini berisi
evaluasi kesehatan komprehensif.Kebanyakan para lansia dapat menyuguhkan anamnesis
yang baik, tetapi tidak sedikit pula yang mengalami hambatan untuk
berkomunikasi.Sebaliknya, tak jarang pula keluhan mereka yang beraneka ragam bisa
membuat si perawat frustasi.Anamnesa dilakukan untuk mengkaji tentang identitas klien,
status kesehatan saat ini, riwayat kesehatan dahulu, riwayat kesehatan keluarga dan
tinjauan sistem.

3. Pemeriksaan Fisik pada Lansia


Pengkajian fisik pada lansia dilakukan dengan metode “ per system”. Metode ini
dilakukan dengan tujuan melihat status kesehatan pasien secara fisik. Adapun tinjauan
persistem meliputi sistem seperti dibawah ini:
1) Sistem Integumen
2) Sistem kardivaskuler
3) Sistem kardiovaskuler
4) Sistem genitourinarius
5) Sistem musculoskeletal
6) Sistem persarafan
3
7) Sistem endokrin
8) Sistem pernapasan
9) Sistem gastrointestinal
Selain pengkajian sistem pengkajian ini juga dilakukan untuk memeriksa tanda-tanda
vital, TB dan BB, Adanya ulkus dekubitus, kepala, rambut dan kuku, leher, payudara,
hidung, telinga, kekuatan otot dll.

4. Pengkajian Status Psikososial


Bertujuan untuk mengkaji personality, mood, emosi perasaan, pola koping, dan
kemampuan kognitif serta menentukan bagaimana berperan dalam lingkungan sosial.
Komponen Pengkajian Psikososial :
1) Kemampuan mental atau kognitif
2) Dukungan social
3) Fungsi afektif dan status emosi
4) Fungsi tertentu dan perubahan peran
5) Mekanisme koping yang biasa digunakan
6) Pola keluarga dan struktur
7) Sumber yang digunakan dilingkungan atau perkumpulan
8) Sumber keuangan

5. Pengkajian Aspek sosioekonomispiritual


Apabila klien harus menjalani rawat inap, apakah keadaan ini member dampak pada
status ekonomi klien karena biaya perawatan dan pengobatan memerlukan dana yang
tidak sedikit. Perawat juga memasukkan pengkajian terhadap fungsi neurologic dengan
dampak gangguan neurologic yang akan terjadi pada gaya hidup individu. Perspektif
keperawatan dalam mengkaji terdiri atas dua masalah yaitu keterbatasan yang
dikaibatkan oleh deficit neurologic yang ada hubungannya dengan peran social klien.
Pertanyaan yang bisa diberikan untuk mengkaji status spiritual lansia adalah :
1) Apakah lansia memiliki pengharapan, kenyamanan, atau kekuatan?
2) Ibadah spiritual apa yang penting menurut lansia?
3) Apakah klien melihat hubungan antara kepercayaan spiritualnya dengan
kesehatan atau situasi hidup saat ini?
4) Apakah klien membicarakan pentingnya hadir ketempat ibadah atau
melaksanakan acara ritual lain?
5) Adakah klien mempunyai kitap suci atau benda religious dalam ruangan klien?
4
6. Pengkajian fungsional klien
Pengkajian fungsional klien dapat berupa pengkajian kesehatan fisik, riwayat kesehatan,
pengkajian perawatan diri.

7. Pengkajian status mental lansia


Dilakukan dengan menggunakan SPSMQ dengan rentang pertanyaan 1-10.Kuesioner ini
dilakukan untuk melihat fungsi intelektual lansia dengan tingkat fungsi utuh, kerusakan
ringan, sedang dan berat.

8. Pengkajian keseimbangan lansia


Beri nilai 0 (nol) jika tidak menunjukkan kondisi dibawah ini atau beri nilai 1 (satu) jika
klien menunjukkan salah satu kondisi dibawah ini :
1. Perubahan posisi atau gerakan keseimbangan
2. Bangun dari kursi
3. Duduk ke kursi
4. Menahan dorongan pada sternum
5. Mata tertutup
6. Perputaran leher
7. Gerakan menggapai sesuatu
8. Membungkuk

9. Pengkajian terhadap komponen berjalan atau gerakan


Pengkajian terhadap komponen berjalan atau bergerak dapat dilakukan dengan cara
sebagai berikut;
1. Minta klien untuk berjalan ke tempat yang ditentukan
2. Ketinggian langkah kaki
3. Kontinuitas langkah kaki
4. Kesimetrisan langkah
5. Penyimpangan jalur pada saat berjalan
6. Berbalik
Rentang penilaian dari hasil penilaian terhadap komponen ini adalah :
1. 0-5 : pasien resiko jatuh rendah
2. 6-10 : resiko jatuh sedang
3. 11-15 : resiko jatuh tinggi
5
MODUL 2
PENGKAJIAN FUNGSIONAL
STATUS KOGNITIF/AFEKTIF DAN SOSIAL

A. PENILAIAN STATUS MENTAL LANSIA


2.1 Pengertian
Pengkajian status mental gerontik adalah suatu cara yang dilakukan dalam upaya
mengidentifikasi kerusakan intelektual lansia dengan menggunakan alat “Short Portable
Mental Status Quesioner (SPSMQ).
2.2 Tujuan
Mengetahui tingkat kerusakan intelektual lansia
2.3 Prosedur
1) SPMSQ terdiri dari 1-10 pertanyaan sebelum dilakukan, lansia perlu dijelaskan
maksud dan tujuan pemberian pertanyaan.
2) Kontrak waktu pelaksanaan (sesuai kebutuhan)
3) Jelaskan kepada lansia jawaban yang harus diberikan dengan dua alternative yaitu
benar dan salah.
4) Pertanyaan :
(Beri kode √ sesuai jawaban benar atau salah pada kolom yang tersedia)

6
Keterangan : bila tidak bisa membaca dan menulis dapat dilakukan wawancara
2.4 Penilaian
Penilaian pada kuesioer ini adalah berdasarkan pada jawaban salah dari lansia. Rentang
nilai yang diberikan yaitu sebagai berikut :
Salah 0 – 3 : Fungsi intelektual utuh
Salah 4 – 5 : Kerusakan intelektual ringan
Salah 6 – 8 : Kerusakan intelektual sedang
Salah 9 – 10 : Kerusakan intelektual berat
Bisa dimaklumi kurang dari 1 kesalahan bila subyek mempunyai pendidikan sekolah
dasar
Bisa dimaklumi kurang dari 1 kesalahan bila subyek mempunyai pendidikan sekolah
menengah atas
Bisa dimaklumi lebih dari satu kesalahan untuk subyek kulit hitam dengan criteria
pendidikan yang sama.

7
B. PENILAIAN STATUS KOGNITIF LANSIA
3.1 Pengertian
Penilaian status kognitif lansia dilakukan dengan menggunakan Kuesioner Mini
Mental State Examniation (MMSE) yang berisikan pertanyaan mengenai fungsi
kognitif
3.2 Tujuan
Kuesioner ini bertujuan untuk untuk mengukur dan melihat memori, berbahasa,
fungsi eksekutif dan kemampuan motorik, visuospatial, perhatian dan konsentrasi,
kalkulasi, pengambilan keputusan, pertimbangan dan kemampuan abstraksi .Pada
saat itu juga responden menjawab pertanyaan yang ada di dalam kuesioner dan
dikembalikan hari itu juga.
3.3 Prosedur
1) SPMSE terdiri dari pertanyaan yang harus dijawab oleh lansia. Sebelum
dilakukan, lansia perlu dijelaskan maksud dan tujuan pemberian pertanyaan.
2) Kontrak waktu pelaksanaan (sesuai kebutuhan)
3) Jelaskan kepada lansia jawaban yang harus diberikan dan ulangi pertanyaan
bila kurang dipahami oleh lansia.
Nilai Nilai Responden Pertanyaan
Maksima MMSE
l
Orientasi
5 Tahun, tanggal,hari, dan bulan apa sekarang?
5 Dimana kita: provisi, kotamadya, rumah sakit apa,
dilantai berapa?
registrasi
3 Minta klien untuk menyebutkan nama tiga obyek,
berikan waktu satu detik untuk mengatakan masing-
masing objek. Kemudian tanyakan ketiga objek
setelah anda telah mengatakannya. Beri 1 poin
untuk setiap jawaban yang benar. Kemudian ulangi
sampai ia mempelajari ketiganya. Jumlahkan
percobaan dan catat.
Percobaan :….
Perhatian dan Kalkulasi
5 Seri 7”s.1 poin untuk setiap kebenaran.
Berhenti setelah 5 jawaban. Bergantian mengeja
“kata” ke belakang.
Mengingat
3 Minta klien untuk mengulang ketiga objek diatas.
Berikan 1 poin untuk setiap jawaban benar.
Bahasa
9 Nama pensil dan melihat (2 poin)
Mengulang hal berikut : “tak ada jika, dan, atau
8
Nilai Nilai Responden Pertanyaan
Maksima MMSE
l
tetapi” (1 point)
Nilai Total

Ikuti perintah tiga langkah berikut : “ambil kertas ditangan kanan anda, lipat dua,
dan letakkan di lantai” (3 Poin)
Baca dan turuti hal berikut: “tutup mata anda” (1 poin)
Tulis satu kalimat (1 poin)
Menyalin gambar (1poin)

3.4 Penilaian
Nilai tertinggi dari MMSE adalah 30, nilai 21 atau kurang menunjukkan adanya
kerusakan kognitif yang memerlukan penyelidikan lebih lanjut.

C. PENGKAJIAN STATUS FUNGSIONAL

1. Pengertian
Pengkajian status fungsional adalah Indeks katz merupakan instrument sederhana yang
digunakan untuk menilai kemampuan fungsional AKS (Aktivitas Kehidupan Sehari-hari),

9
dapat juga untuk meramalkan prognosis dari berbagai macam penyakit pada lansia.
Adapun aktivitas yang dinilai adalah Bathing, Dressing, Toileting, transferring,
continence dan feeding.Index katz adalah pemeriksaan disimpulkan dengan system
penilaian yang didasarkan pada tingkat bantuan orang lain dalam melakukan aktifitas
fungsionalnya. Salah satu keuntungan dari alat ini adalah kemampuan untuk mengukur
perubahan fungsi aktivitas dan latihan setiap waktu, yang diakhiri evaluasi dan aktivitas
rehabilisasi.

2. Tujuan
Tujuan dari pemeriksaan fungsional ini adalah untuk mengetahui tingkat kemandirian
lansia dalam melakukan aktivitas sehari-hari.

3. Prosedur
1. Pengukuran pada kondisi ini meliputi Indeks Katz

1 Mandi Dapat mengerjakan Sebagaian/pada bagian Sebagian besar/


sendiri tertentu dibantu seluruhnya dibantu
2 Berpakaian Seluruhnya tanpa Sebagian/ pada bagian Seluruhnya dengan
bantuan tertentu dibantu bantuan
3 Pergi ke toilet Dapat mengerjakan Memerlukan bantuan Tidak dapat pergi ke
sendiri WC
4 Berpindah Tanpa bantuan Dengan bantuan Tidak dapat melakukan
(berjalan)
5 BAB dan BAK Dapat mengontrol Kadang-kadang ngompol / Dibantu seluruhnya
defekasi di tempat tidur
6 Makan Tanpa bantuan Dapat makan sendiri kecuali Seluruhnya dibantu
hal-hal tertentu

Keterangan :
1. Bathing
a. Mandiri: memerlukan bantuan hanya pada satu bagian tubuh atau dapat
melakukan seluruhnya sendiri.
b. Tergantung:memerlukan bantuan mandi lebih dari satu bagian tubuh atau tidak
dapat mandi sendiri

10
2. Dressing
a. Mandiri: menaruh, mengambil, memakai dan menanggalkan pakaian sendri serta
menalikan sepatu sendiri.
b. Tergantung: tidak dapat berpakaian sebagian.

3. Toileting
a. Mandiri: pergi ke toilet, duduk sendiri di kloset, memakai pakaian dalam,
membersihkan kotoran.
b. Tergantung: mendapat bantuan orang lain

4. Transferring
a. Mandiri: berpindah dari dan  ke tempat tidur, dari dank e tempat
duduk(memakai/tidak memakai alat Bantu)
b. Tergantung: tidak dapat melakuakan sendiri dengan /bantuan

5. Continence
a. Mandiri: dapat mengontrol BAB/BAK
b. Tergantung: tidak dapat mengontrol sebagian atau seluruhnya dengan bantuan
manual atau kateter

6. Feeding
a. Mandiri: mengambil makanan dari piring atau yang lainnya dan mmasukkan ke
dalam mulut (tidak termasuk kemampuan memotong daging dan menyiapkan
makanan seperti mengoleskan mentega pada roti)
b. Tergantung: memelukan bantuan untuk makan atau tidak dapat makan sendiri
secara parenteral.

1. Penilaian
Dari kemampuan melaksanakan 6 aktivitas dasar tersebut, kemudian di klasifikasikan
menjadi 7 tahapan, dan disebut sesuai dengan aktivitas yang bisa dikerjakan sendiri.
Tahapan aktivitas diatas kemudian disebut dengan Indeks Katz secara berurutan adalah
sbb:
Klasifikasi:
1. A : Mandiri, untuk 6 fungsi
11
2. B : Mandiri, untuk 5 fungsi
3. C : Mandiri, kecuali untuk mandi dan 1 fungsi lain.
4. D : Mandiri, kecuali untuk mandi, bepakaian dan 1 fungsi lain
5. E : Mandiri, kecuali untuk mandi, bepakaian, pergi ke toilet dan 1 fungsi lain
6. F : Mandiri, kecuali untuk mandi, bepakaian, pergi ke toilet dan 1 fungsi lain
7. G : Tergantung untuk 6 fungsi.
Keterangan:
Mandiri: berarti tanpa pengawasan, pengarahan, atau bantuan aktif dari orang lain.
Seseorang yang menolak melakukan suatu fungsi dianggap tidak melakukan fungsi,
meskipun dianggap mampu.

MODUL 3
LATIHAN OTOT DASAR PANGGUL

I. PENDAHULUAN

12
Inkontinensia Urin pada lansia wanita lazim terjadi. Dampak yang ditimbulkanpun
cenderung beragam mulai dari segi kesehatan, psikologis dan social. Inkontinensia urine
pada lansia wanita dapat diturunkan gejalanya dengan tindakan non farmakologis, salah
satunya adalah senam kegel. Senam kegel ini bertujuan untuk menguatkan otot dasar
panggul dan secara tidak langsung meningkatkan fungsi kandung kemih dalam mengatur
aliran urin.

II. TINJAUAN TEORI


1. Pengertian
Senam kegel adalah senam untuk menguatkan otot panggul atau senam yang
bertujuan untuk menguatkan dasar panggul terutama otot pubococcygeal sehingga
wanita dapat memperkuat saluran kemih. Senam kegel juga dapat menyembuhkan
ketidakmampuan menahan kencing (inkontenensia urine) dan dapat mengencangkan
dan memulihkan otot daerah alat genital dan anus. (Novera, 2017)
Senam kegel adalah suatu latihan otot dasar panggul merupakan terapi bagi wanita
yang tidak mampu mengontrol keluarnya urin. Bagi wanita yang tidak terlatih otot
panggulnya akan mengalami penurunan uterus akibat melemahnya atau menipisnya
otot panggul. Senam kegel adalah latihan kontraksi kecil yang terjadi di dalam otot
dasar panggul yang menguatkan uretra, kandung kemih, rahim, dan dubur.

2. Tujuan
a. Menguatkan otot-otot yang mengontrol aliran urine
b. Mencegah prolaps uteri atau turunnya rahim pada wanita
c. Untuk mengatasi inkontinensia urgensi (keinginan berkemih yang sangat kuat
sehingga tidak dapat mencapai toilet tepat pada waktunya)
d. Untuk meningkatkan kemampuan mengontrol dan mengatasi ejakulasi dini
serta ereksi lebih lama pada pria
e. Mengencangkan otot-otot vagina pada wanita

3. Hal Yang Perlu Dipersiapkan


a. Temukan otot yang tepat
b. Sempurnakan teknik yang digunakan
c. Pertahankan fokus, fokuskan hanya untuk melatih otot dasar panggul

4. Indikasi
13
a. Pria dan wanita yang memiliki masalah inkontinensia
b. Wanita yang sudah mengalami menopause untuk mempertahankan kekuatan
otot panggul
c. Wanita yang mengalami prolaps uteri (turunnya rahim) karena melemahnya
otot dasar panggul dan melebar pasca persalinan, juga untuk wanita yang
mengalami masalah seksual

5. Kontraindikasi
a. Penderita penyakit jantung
b. Penderita penyakit diabetes
c. Penderita penyakit hipertensi

6. Langkah-Langkah Senam Kegel


a. Langkah pertamanya adalah mencari sekumpulan otot yang terbentuk seperti
angka 8 pada bagian sekitaran vagina, uretra, atau bisa juga anus. Untuk
mendapatkannya Anda bisa menghentikan aliran urine terlebih dahulu
beberapa kali ketika membuang air kecil.
b. Setelah Anda menemukan otot tersebut saatnya melakukan gerakan dengan
mengencangkan otot selama 5 detik dan mereleksasikannya kembali. Awalnya
mungkin Anda akan sedikit kesulitan menahan tegangan selama waktu
tersebut, tetapi lama kelamaan akan terbiasa. Dan kemampuan otot dasar
panggul Anda akan lebih kuat dari pada biasanya.
c. Tahapan selanjutnya adalah mereleksasikan dan mengencangkan selama kurun
waktu sama tetapi 10 kali. Jika Anda berhasil melakukan pasti akan ada
getaran yang membuat Anda lebih mudah mengontrol otot.
d. Kemudian, kontraskikan bagian otot dalam waktu yang lebih lama tetapi tetap
stabil, seakan-akan mencoba untuk menarik kedalam vagina Anda. Untuk
proses kontraksi berlangsung bisa Anda tahan selama 5 detik.
e. Pada tahapan terakhir adalah mengosongkan bagian usus besar tetapi
mendorong melalui vagina dari pada menggunakan anus.
f. Untuk tahapan ini bisa Anda lakukan selama beberapa kali dalam 10 atau 15
kali percobaan

14
MODUL 4
LATIHAN KANDUNG KEMIH

I. Defisini

15
Bladder training merupakan latihan kandung kemih sebagai salah satu upaya
mengembalikan fungsi kandung kemih yang mengalami gangguan. (lutfie, 2008)
Bladder training merupakan upaya mengembalikan pola buang air kecil dengan
menghambat atau merangsang keinginan buang air kecil. Bladder training merupakan
tindakan yang bermanfaat dalam mengurangi frekuensi dari inkontinensia.
Bladder training banyak digunakan untuk menangani inkontinensia urin di komunitas.
Latihan ini sangat efektif dan memiliki efek samping yang minimal dalam menangani
masalah inkontinensia urin. Dengan bladder training diharapkan pola kebiasaan
disfungsional, memperbaiki kemampuan untuk menekan urgensi dapat diubah dan secara
bertahap akan meningkatkan kapasitas kandung kemih dan memperpanjang interval
berkemih (Glen, 2003)

II. Tujuan
Tujuan bladder training (melatih kembali kandung kemih) adalah mengembalikan pola
normal perkemihan dengan menghambat atau menstimulasi pengeluaran air kemih (Perry
dan potter, 2005). Bladder training bertujuan untuk mengembangkan tonus otot dan
spingter kandung kemih agar berfungsi optimal. Latihan ini dilakukan pada pasien setelah
kateter terpasang dalam jangka waktu yang lama (Suharyono, 2008)
Menurut Karon (2005) tujuan dari bladder training adalah:
1. Membantu klien mendapat pola berkemih rutin
2. Mengembangkan tonus otot kandung kemih sehingga dapat mencegah
inkontinensia
3. Memperpanjang interval waktu kemih
4. Meningkatkan kapasitas kandung kemih
5. Melatih kandung kemih untuk mengeluarkan urin secara periodic
6. Mengontrol factor-faktor yang mungkin meningkatkan jumlah episode
inkontinensia.

III. Indikasi
Bladder training dapat dilakukan pada pasien yang mengalami inkontinensia, pada pasien
yang terpasang kateter dalam waktu yang lama sehingga fungsi spingter kandung kemih
terganggu. Bladder training juga bisa dilakukan pada pasien store, bladder injury, dan
pasien dengan pemasangan kateter yang lama.

16
Bladder training efektif digunakan dalam menangani masalah inkontinensia dorongan,
inkontinensia stress atau gabungan keduanya yang sering disebut inkontinensia
campuran.

IV. Metode Bladder Training


1. Latihan Kandung Kemih (bladder training)
a. Dimulai dengan membuat catatan harian untuk berkemih. Catat kunjungan ke
kamar mandi dan kebocoran urin selama satu minggu. Sedapatnya ukur urin
yang keluar, ini dapat menggambarkan jumlah urin yang dapat ditahan
b. Pada minggu 1 gunakan kamar mandi ketat menurut jadwal..Bila datang
dorongan untuk berkemih, pakai cara tehnik menahan rangsang tersebut, dan
tunggu sampaijadwal berikutnya untuk berkemih. Bila dorongan terlalu kuat dan
tidak dapat ditahan, silahkan berkemih  tetapi peristiwa ini dicatat pada jadwal
berkemih.
c. Tiap minggu, tingkatkan jadwal berkemih 15 – 30 menit sesuai yang dapat
ditoleransi. Seiring dengan perbaikan inkontinensia, jadwal terus ditingkatkan.
Untuk kebanyakan orang, kunjungan ke kamar mandi tiap 3 – 6 jam sangat
diharapkan biarpun sekitar 3 jam sudah cukup baik
d.  Catat jumlah urin yang bocor, berapa jumlahnya, banyak atau beberapa tetes

2. Latihan kandung kemih ini mempunyai beberapa sasaran :


a. Memperpanjang waktu untuk ke kamar mandi
b. Meningkatkan jumlah urin yang ditahan oleh kandung kemih
c. Meningkatkan kontrol pada dorongan/ rangsang berkemih menurut jadwal
d. Mengurangi atau menghilangkan inkontinensia urin

3. Latihan menahan dorongan untuk berkemih


a. Berdiri tenang atau duduk diam, lebih baik jika kaki disilangkan. Tindakan ini
mencegah rangsang berlebihan dari kandung kemih
b. Tarik nafas teratur dan rileks
c. Kontraksikan otot otot dasar panggul beberapa kali. Ini akan membantu
menutup uretra dan menenangkan kandung kemih
d. Alihkan pikiran ke hal lain, untuk menjauhkan perhatian dari dorongan
berkemih

17
e. Bila rangsang berkemih sudah menurun, jangan ke toilet sebelum jadwal
berkemih

4. Latihan otot dasar panggul


a. Minta klien menghentikan aliran kencing saat berkemih, kemudian
melanjutkan kembali
b. Minta klien duduk atau berdiri, minta klien mengencangkan otot sekitar anus
c. Minta klien mengencangkan otot bag dpn dan belakang secara perlahan dalam
4 kali hitungan. Lanjutkan dengan relaksasi. Ulangi 4 x saat bangun tidur
d. Untuk identifikasi otot yang tepat, bayangkan kita sedang menahan untuk tidak
flatus. Otot yang dipakai untuk menahan flatus adalah otot yang ingin kita latih.
e. Lakukan latihan otot dasar panggul beberapa kali sehari sekitar sepuluh menit
f. Praktekkan setiap waktu dan tempat. Paling baik saat berbaring ditempat tidur.
Setelah menguasai metodenya, lakukan juga saat duduk dan berdiri
g. Jangan memakai otot otot perut, pada dan betis saat latihan dan bernafaslah
biasa saja.
h. Setelah 4 – 6 minggu melakukan latihan ini dengan teratur, akan terasa
berkurangnya kebocoran urin.
i. Semua latihan diatas akan memberikan kontrol yang baik terhadap kandung
kemih, biarpun memakan waktu dan kesabaran, hasilnya cukup memuaskan.

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN (STIKES)


RS. BAPTIS KEDIRI

Jenis Ketrampilan : Bladder Training


18
No. Revisi :0
Nama Mahasiswa : ______________________________
Prodi / NIM : _______________/_______________
Tingkat / Semester : _______________/_______________
Hari / Tanggal : _______________/_______________
Tempat Praktik : ______________________________

*Skala
NO KOMPONEN
(0,1,2,3)
I Persiapan alat :
1 Sarung tangan on
2 Klem
3 Spuit
4 Bengkok
5 Alkohol Swab
6 Aceton
II Tahap pra interaksi :
1 Verifikasi order
2 Persiapan diri perawat
3 Siapkan alat
4 Siapkan lingkungan : Jaga privacy klien tutup sketsel
III Tahap orientasi :
1 Membawa alat dan mengidentifikasi pasien (memanggil nama,
menanyakan nama, membaca kartu TT, membaca gelang pasien)
2 Berikan salam terapeutik
3 Klarifikasi kontrak waktu pemberian posisi
4 Jelaskan tujuan dan prosedur pemberian posisi
5 Beri kesempatan klien untuk bertanya
6 Persiapkan alat didekatkan klien
IV Tahap kerja :
1 Mencuci tangan dengan langkah yang benar
2 Pakai sarung tangan (prn)
3 Prosedur 1 jam :
Klien diberi minum setiap 1 jam sebanyak 200 cc dari jam 07.00
s.d. jam 19.00. Setiap kali habis diberi minum ,catheter di klem.
4 Kemudian setiap jam kandung kemih dikosongkan mulai jam
08.00 s.d. jam 20.00 dengan cara klem catheter dibuka.
5 Pada malam hari (setelah jam 20.00) catheter dibuka (tidak
diklem) dan klien boleh minum tanpa ketentuan seperti pada siang
hari.
6 Prosedur 2 jam :
Klien diberi minum setiap 2 jam sebanyak 200 cc dari jam 07.00
s.d. jam 19.00. Setiap kali habis diberi minum, catheter di klem.
7 Kemudian setiap jam kandung kemih dikosongkan mulai jam
09.00 s.d jam 21.00 dengan cara klem catheter dibuka.

19
*Skala
NO KOMPONEN
(0,1,2,3)
8 Pada malam hari (setelah jam 20.00) catheter dibuka (tidak
diklem) dan klien boleh minum tanpa ketentuan seperti pada siang
hari.
9 Prosedur tersebut diulang untuk hari berikutnya sampai program
tersebut berjalan lancar dan berhasil.
10 Pelepasan kateter dilaksanakan apabila prosedur 1 sudah
berjalan lancar:
Klien diberi minum setiap 1 jam sebanyak 200 cc dari jam 07.00
s.d. jam 19.00, lalu kandung kemih dikosongkan.
11 Kemudian catheter dilepas.
12 Atur posisi yang nyaman untuk klien, bantu klien untuk
konsentrasi BAK, kemudian lakukan penekanan pada area
kandung kemih dan lakukan pengosongan kandung kemih setiap 2
jam dengan menggunakan urinal.
13 Berikan minum terakhir jam 19.00, selanjutnya klien tidak boleh
diberi minum sampai jam 07.00 pagi untuk menghindari
klien dari basahnya urine pada malam hari.

14 Beritahu klien bahwa pengosongan kandung kemih


selanjutnya dijadwalkan setiap 2 jam sekali, apabila ada
rangsangan BAK sebelum 2 jam klien diharuskan
menahannya
15 Buatlah sebuah jadwal bagi pasien untuk mencoba
mengosongkan kandung kemih dengan menggunakan urinal.
16 Merapikan pakaian pasien dan lingkungannya
17 Lepas sarung tangan
18 Menjelaskan bahwa tindakan telah selesai dilakukan
19 Cuci tangan dengan benar
V Tahap terminasi :
1 Evaluasi respon klien
2 Simpulkan hasil kegiatan
3 Pemberian pesan
4 Kontrak waktu, tempat, topik / kegiatan selanjutnya
VI Dokumentasikan :
1 Input outpun urin
2 Waktu pelaksanaan pemindahan posisi
3 Respon klien
VII Sikap :
1 Komunikasi terapeutik
2 Mempertahankan prinsip kerja
3 Bekerja dengan hati-hati dan cermat
4 Bekerja secara sistematis
VIII Kognitif
1 Tujuan bladder training

20
*Skala
NO KOMPONEN
(0,1,2,3)
2 Komplikasi pemasangan kateter yang lama
3 Kewaspadaan perawat

1. Tabel Penilaian
Tahap Tahap Sub nilai Nilai akhir
Scor
Bobot (Bobot x Total nilai x 100
e
Score) Maksimal Score (.....)
I Persiapan alat dan
1
ligkungan
II Tahap Prainteraksi 1
III Tahap Orientasi 1
IV Tahap Kerja 3
V Tahap Terminasi 1
VI Dokumentasi 1
VII Sikap 1
VIII Kognitif 1
Total nilai

2. Konversi Nilai
A : > 80
AB : 75-79,9
B : 70-74,9
BC : 65-69,9
C : 55-64,9

Hasil : Lulus/Tidak lulus


* coret yang tidak perlu
Catatan pembimbing : Kediri, …………………….
Pembimbing/Penguji :

( ________________)

21

Anda mungkin juga menyukai