Anda di halaman 1dari 5

TUGAS BAHASA INDONESIA

MEMBUAT CERPEN

Nama : Muhamad Salman Al


Baehaqi
Kelas : XI MIPA 8
Ceritaku, Adalah Perjalananku

Pengenalan (Eksposisi)

Masa sekolah dasar adalah saat yang harusnya dipenuhi dengan keceriaan, teman-
teman, dan kenangan indah. Tetapi bagi seorang anak bernama Arif, masa
kecilnya diwarnai oleh pengalaman pahit perundungan. Ia adalah seorang anak
yang cerdas, penuh semangat, penuh harapan, dan suka menyebarkan kasih
sayang. Arif berasal dari keluarga berkecukupan tetapi, orang tuanya barang
sekali menyadari kondisi anaknya itu, apalagi di hadapannya, ada sekelompok
anak yang senang melakukan kejahatan.

Rising Action (Munculnya Konflik)

Setiap hari, saat Arif melangkah ke sekolah, empat anak nakal bernama Rizky,
Putra, Diana, dan Eva selalu menunggu untuk membullynya. Mereka tidak hanya
membully Arif secara verbal tetapi, mereka juga meminta uang darinya, dan sering
kali memukulinya secara membabi buta, tanpa pernah memikirkan bagaimana
nasib Arif. Perkataan mereka setiap harinya selalu penuh dengan ancaman dan
ketidakadilan.

Rizky: "Hei, buruk rupa! beri kami uang atau kau akan tau apa akibatnya!"

Putra: "Lihat dia Diana, dia benar-benar lemah tak pantas disebut seorang lelaki!"

Diana: "Kau pikir kau bisa kabur dari kami Arif? dasar manusia bodoh."

Arif: "Tolong, jangan lagi. Aku tidak punya uang lagi, ampun, aku mohon ampun,
luka yang kalian lakukan kemarin saja belum sembuh, aku mohon."

Dalam hati Arif berkata, “Tuhan, aku tak mampu, aku tak kuat lagi menghadapi
semua cobaan ini, aku ingin ketenangan, tenang selamanya.”

...

Tak pernah merasa aman, ketakutan terus menggantung dalam kepala Arif setiap
hari, tidur tak pernah tenang, makan tak nikmat. Pelajaran yang harusnya
menyenangkan menjadi momen yang menakutkan dan menyedihkan baginya.
Diusia sekecil itu, Arif harus menelan semua hal pahit dalam hidupnya, tak pernah
bisa berteriak, atau sekedar meminta tolong. Ia merasa terjebak dalam lingkaran
setan yang tak berujung. Baginya, setiap hari adalah neraka yang berat untuk
dijalani.
Di rumah, Arif berusaha menyembunyikan luka fisik dan mentalnya dari
orangtuanya yang jarang di rumah itu. Ibunya, Nyonya Lina, mencurigai bahwa
ada sesuatu yang salah dengan anak semata wayangnya itu. Ia mencoba mendekati
Arif, mencoba mencari tahu apa yang salah dengan anaknya.

Nyonya Lina: "Arif, apakah ada yang terjadi di sekolah? Kamu tak terlihat terlalu
baik, kamu berkelahi?"

Arif: "Tidak apa - apa, Ibu. Ini hanya masalah kecil di sekolah, bukan masalah
serius, aku tak apa."

Nyonya Lina: "Jangan pernah merasa harus menyembunyikan sesuatu dari kami,
sayang. Kami selalu ada untukmu."

Arif tahu bahwa dia harus memberi tahu orangtuanya tentang hal yang dia alami
yang dia alami, tetapi rasa malu dan ketakutan masih menghantuinya. Ia merasa
bahwa dengan berbicara tentang hal itu, ia akan menjadi lebih lemah di mata
orang lain, terlebih ia tahu orang tuanya selalu sibuk untuk mengurusnya, ia tidak
ingin memberatkan mereka lebih banyak lagi.

Beberapa tahun berlalu, selama itu Arif menyimpan segala rasa sakit itu sendirian
sampai akhirnya dia berhasil melanjutkan hidupnya sampai ke sekolah menengah.
Meskipun pengalaman perundungan di masa lalunya masih membayangi, ia
bertekad untuk menghadapinya dan menyembuhkan luka batinnya. Ia mulai
mencari cara untuk memahami dan berdamai dengan trauma masa kecilnya.

Dia memutuskan untuk mencari bantuan dari seorang konselor sekolah yang
bernama Nyonya Siti. Nyonya Siti mendengarkan dengan sabar cerita Arif tentang
perundungan yang telah dia alami sewaktu kecil. Arif merasa lega akhirnya bisa
membuka diri dan berbicara tentang pengalaman traumatis ini.

Nyonya Siti: "Arif, kamu adalah anak yang kuat. Perundungan yang kamu alami
tidak mencerminkan siapa dirimu sebenarnya. Mari kita bekerja bersama untuk
mengatasi rasa takut dan kecemasanmu ini, ibu akan membantumu."

Arif: "Saya ingin ketenangan dalam diri saya bu, saya lelah hidup seperti ini. Saya
juga ingin memaafkan mereka, meskipun itu sulit, karena meraka tak pernah
meminta maaf."

Seiring berjalannya waktu, Arif mulai merasakan perubahan dalam dirinya. Ia


merasa lebih percaya diri dan kuat. Ia bahkan mulai berbicara untuk dirinya
sendiri, membuktikan bahwa ia bisa, ia bisa bangkit dan menorehkan prestasi,
berkat mendapatkan dukungan dan bantuan yang tak ternilai dari teman – teman
barunya.
Klimaks

Salah satu malam, Arif merenung dan berharap ia bisa menghadapi masa lalunya
secara langsung. Ia ingin kembali ke masa kecilnya dan memberikan dukungan
yang sangat dibutuhkan pada jiwanya yang terluka, namun tak pernah diri
kecilnya terima. Tanpa sepengetahuannya, ketika ia hampir tertidur, ia tiba - tiba
terlempar kembali ke masa kecilnya, membuka memori yang selalu menghantui
Arif.

Di sana, di lorong sekolah dasarnya, dia melihat dirinya yang masih kecil, sedang
menangis setelah dirundung, dihancurkan mental dan fisiknya. Arif mendekati
dirinya yang kecil, rapuh, tak berdaya. Dia membungkuk, membuka tangannya
lebar – lebar, dan memeluk dirinya sendiri.

Arif dewasa: "Kenapa kamu menangis Arif? apakah kamu lelah, kamu sudah tidak
kuat?"

Arif kecil: "Ya, aku lelah, aku tak tahan, kapan semua ini berakhir? aku takut, aku
kesepian, apakah kamu malaikat dari surga? apakah ini akhirnya?”

Arif dewasa: "Tidak, tidak Rif, ini aku Arif, aku adalah dirimu yang telah tumbuh
dewasa. Kamu lihat kan? Kamu akan tumbuh dengan baik, kamu tak akan
kesepian, kamu akan memiliki banyak orang yang menyayangimu tanpa syarat,
kamu akan tumbuh kuat. Aku bangga padamu Rif, kamu harus tahu bahwa aku
selalu ada disini bersamamu. Kamu kuat, Kamu adalah anak yang hebat.
Bertahanlah sedikit lagi, aku mohon, untuk aku, untuk kita."

Setelah itu, Arif terbangun dengan tangis membasahi wajahnya, ia tak kuasa
menahan air mata, menyadari beratnya hidup yang ia jalani.

Momen tersebut akhirnya memberi Arif kekuatan dan ketenangan. Ia merasa


bahwa dirinya telah memberikan kasih sayang pada dirinya yang kecil, kasih
sayang yang tak pernah ia rasakan dimasa itu.

Ketika ia kembali ke masa sekarang, ia akhirya merasa lega dan kuat. Ia merasa
bahwa ia telah menemukan kedamaian dalam dirinya. Dengan dukungan dari
keluarga, teman-teman, dan bantuan dari konselor, ia memutuskan untuk
memaafkan pembullynya dan memulai lembaran hidup baru.
Falling Action (Penyelesaian Konflik)

Beberapa tahun kemudian, Arif bertemu dengan Rizky, Putra, Diana, dan Eva
lagi. Mereka semua telah tumbuh dewasa, dan tampaknya mereka juga telah
mengubah hidup mereka menjadi lebih baik. Mereka mendekati Arif dengan sikap
yang berbeda dari masa lalu.

Rizky: "Arif, kami ingin bicara denganmu."

Putra: "Kami ingin minta maaf atas semua yang kami lakukan padamu dulu. Kami
tahu itu salah."

Diana: "Kami telah belajar dari kesalahan kami, dan kami berharap bisa
mendapatkan maafmu."

Arif merasakan campuran emosi. Ia melihat bahwa pembullynya juga telah


berubah, dan ia merasa bahwa proses penyembuhan dan perdamaian dalam
dirinya telah membawa perubahan positif pada hidupnya dan orang lain.

Arif: "Saya memaafkan kalian. Saya ingin melupakan masa lalu dan memulai
yang baru."

Mereka semua tersenyum, dan mereka berbagi pelukan sebagai tanda damai. Arif
merasa bahwa ia telah menemukan kedamaian dalam dirinya dan dapat
melanjutkan hidupnya dengan penuh semangat. Ia belajar bahwa perdamaian dan
pengampunan adalah langkah pertama menuju masa depan yang lebih baik dan
penuh harapan.

Kesimpulan (Resolusi)

Cerita ini adalah pengingat bahwa kita semua memiliki kekuatan untuk
menyembuhkan luka batin dan memaafkan. Ini juga mengajarkan bahwa manusia
bisa berubah dan belajar dari kesalahan mereka. Perdamaian dan pengampunan
adalah langkah pertama menuju masa depan yang lebih baik dan penuh harapan.

Anda mungkin juga menyukai