Anda di halaman 1dari 2

“Sikap dan Ketrampilan Yang Saya Perlukan Untuk mendampingi Irene”

Sikap dan ketrampilan yang saya perlukan untuk mendampingi Irene dapat saya
ketahui, jika terlebih dahulu saya mengetahui apa yang dialami oleh Irene. Agar nantinya
sikap dan ketrampilan yang saya pilih, dapat membantu dan menolong Irene keluar dari
permasalahan yang dihadapi. Dari Buku “The Crying Tree” tergambar jelas bahwa Irene
merasakan kedukaan yang sangat mendalam berupa derita emosional karena kematian orang
yang dikasihi yaitu anaknya Sheep. Irene terus mengalami kesedihan yang dalam dan
menusuk, penderitaan dan kepedihan, suasana hati yang sedih dan sepi selama 19 tahun.
Selama itu Irene hanya menanti dijatuhkannya hukuman mati kepada Robben yang telah
membunuh anaknya. Masa demikian adalah masa yang sangat sulit bagi Irene. Irene pun
merasa bahwa tak seorang pun menanggung kehilangan seperti yang dideritanya. Melalui
beberapa waktu, tetapi Irene terus mengalami kedukaan berkepanjangan. Sehingga
mengabaikan semua yang ada disekitarnya, Nett suaminya, Bliss anaknya, bahkan sampai
dirinya sendiri. Irene tidak makan, hanya meminum minuman keras dan selalu duduk
termenung mengingat anaknya.
Untuk mendampingi Irene yang mengalami kedukaan mendalam terlebih dahulu yang
perlu saya ingat bahwa dukacita tidak teramalkan dan tak pula dapat diurut tahapannya.
Kadang-kadang tahap-tahap duka muncul bersama dan saling tumpang tindih. Ada kalanya
orang yang berduka merasa lepas sementara dari tahap sedih tertentu, untuk kemudian
kembali terulang. Kemudian, saya harus memiliki kepribadian dan ketrampilan berelasi
tertentu sehingga mampu bersikap tepat ketika berhadapan, berjumpa, dan menangani kasus
kedukaan tersebut.
Sikap dan ketrampilan yang saya gunakan untuk mendampingi Irene yang paling
terutama dan dasar adalah sikap empati dan ketrampilan mendengarkan. Saya menggunakan
sikap empati ini, untuk ikut serta masuk di dalam dunia Irene (apa yang dialami dan
dirasakan) tetapi tidak tenggelam dalam perasaan yang sama dengan Irene. Sehingga saya
tetap ada dalam posisi netral, tidak kehilangan diri saya. Karena jika saya sebagai konselor
sudah memiliki perasaan yang sama dengan Irene yang adalah konseli maka saya akan sama
saja dengan Irene, yang memikirkan masalah yang berat dan tidak dapat membantu Irene
dalam menyelesaiakan permasalahannya. Caranya saya mulai mencari tahu sendiri apa yang
dialami oleh Irene dengan data yang diberikan dan pertanyaan. Dimulai dari perkenalan
sampai pada pertanyaan yang mengarah kepada permasalahannya. Kemudian untuk masuk di
dalam sikap empati ini, saya sangat perlu mempunyai ketrampilan mendengarkan yang baik

ParamithaLeunupun. 712012079. KonselingPastoral. 236A.TTS. 2014 Page 1


dengan menjadikan Irene (konseli) sebagai pusat perhatian. Memberikan perhatian yang
sungguh-sungguh kepada Irene agar dapat memahami semua pesan verbal maupun non-
verbal yang ditunjukan olehnya. Sehingga akhirnya nanti saya dan merespon Irene dengan
tepat bukan hanya dengan kata-kata klise semata.

Sikap empati dan ketrampilan mendengarkan ini harus saya gabungkan dengan sikap
keikhlasan, kepekaan dan kelembutan khusus dalam mendampingi Irene dalam hal ini karena
kedukaannya. Ucapan-ucapan yang akan saya keluarkan harus tulus dan bermakna, peka dan
tepat dengan situasi tersebut, sebab hiburan sejati bagi orang yang berduka tergantung di
mana sesungguhnya dia berada dalam proses dukanya. Sikap yang baik adalah saya hanya
perlu mendengarkan Irene dalam membicarakan masalahnya, tanpa memotong sedikitpun
pembicaraannya. Jika diperlukan hanya memberikan kode setuju dengan menganggukan
kepala, mengatakan iya, dan lain-lain. Usahakan Irene hanya mengeluarkan semua kepedihan
yang ada di dalam dirinya agar ia dapat menjadi tenang sejenak dan rileks.

Yang perlu saya hindari adalah melakukan tindakan verbal atau non-verbal yang
membuat Irene tidak nyaman. Yang harus saya hindari juga adalah pemberiaan solusi kepada
Irene seperti, “kalau yang berduka lebih rohani atau lebih akrab dengan Allah, kedukaannya
akan lebih ringan”. Solusi itu datangnya dari diri konseli sendiri, dan tugas dari konselor
hanya mendorong konseli untuk dapat melakukannya. Terlalu gampang dan banyak bicara
menyatakan jawab, adalah bertindak lancang. Saya juga tidak boleh menganggap saya
memiliki jawaban untuk segala hal. Saya harus mengakui bahwa saya tidak mengerti
mengapa atau bagaimana sampai Allah melakukan itu. Menghindarkan ucapkan hal-hal klise
dan basi tentang kematian dan penderitaan itu juga penting untuk tidak menyinggung konseli.

Demikianlah penjelasan singkat sikap empati dan ketrampilan mendengarkan yang saya
perlukan untuk mendampingi Irene yang telah mengalami kedukaan mendalam.

Sumber Buku:

Wiryasaputra Totok S dan Handayani Rini. Pengantar Konseling Pastoral. Asosiasi Konselor
Pastoral Indonesia.

Rakha, Nasheem. The Crying Tree. New York: Random, 2009. Print. Diterjemahkan kedalam
bahasa Indonesia oleh Fransisca Indrawati Hadiprojo. Jakarta: Puspa Storia, 2009. Print.

ParamithaLeunupun. 712012079. KonselingPastoral. 236A.TTS. 2014 Page 2

Anda mungkin juga menyukai