Anda di halaman 1dari 1

Sikap Empati dan Ketrampilan Mendengarkan dalam Praktik Pendampingan dan Konseling

Pastoral

Buku “Pangantar Konseling Pastoral” yang saya baca, khususnya pada Bab 4 dan 5
memberikan saya pemahaman tambahan yang lebih dalam tentang sikap dalam praktik pendampingan
dan konseling pastoral. Sehinggga saya dapat memberikan pemahaman saya sendiri. Sikap empati
menurut pemahaman saya adalah salah suatu sikap sesorang yang turut serta bersama dengan orang
lain untuk melihat keadaan atau perasaan orang tersebut secara penuh dan utuh, tetapi tidak tenggelam
dan kehilangan dirinya untuk menjadi sama dengan orang tersebut. Sedangkan untuk mendengarkan,
menurut saya adalah suatu sikap memusatkan telinga serta perhatian yang sungguh-sungguh dengan
pikiran, perasaan, mata batin maupun hati untuk orang lain.

Melihat dari pengertian pemahaman saya sendiri saya, saya akan menghubungkan sikap
empati dan ketrampilan mendengarkan dalam praktik pendampingan dan konseling pastoral. Sudah
diketahui sebelumnya bahwa konseling pastoral terjadi dalam proses perjumpaan eksistensial atau
perjumpaan dari hati ke hati antara konselor dan konseli (59). Fungsi pendampingan adalah
membantu atau mendorong orang lain dalam menyelesaikan masalahnya sendiri. Melihat pengertian
dan fungsi tersebut maka, pantaslah dalam praktik pendampingan dan konseling pastoral sangat perlu
adanya sikap empati dan ketrampilan mendengarkan. Alasan yang paling tepat adalah sikap empati
dapat membantu seorang konselor dalam menghayati perasaan konseli, entah dia marah, sedih, dan
lain sebagainya. Konseli menggunakan sikap empati ini, untuk ikut serta masuk di dalam dunia
konseli tetapi tidak tenggelam dalam perasaan yang sama dengan konseli. Konselor tetap ada dalam
posisi netral, tidak kehilangan dirinya. Karena jika konselor sudah memilik perasaan yang sama
dengan konseli maka konselor akan sama saja dengan konseli yang memikirkan masalah yang berat
dan tidak dapat membantu konseli itu sendiri. Untuk masuk di dalam sikap empati ini, seorang
konselor perlu mempunyai ketrampilan mendengarkan dengan menjadikan konseli sebagai pusat
perhatian. Memberikan perhatian yang sungguh-sungguh kepada konseli agar dapat memahami semua
pesan verbal maupun non-verbal yang ditunjukan oleh konseli. Sehingga akhirnya nanti konselor dan
merespon konseli dengan tepat bukan hanya dengan kata-kata klise semata.

Dari sikap empati dan ketrampilan mendengarkan ini, seorang konselor harus menghindari
melakukan tindakan verbal atau non-verbal yang membuat konseli tidak nyaman. Sikap yang baik
adalah Konselor hanya perlu mendengarkan konseli dalam membicarakan masalahnya, tanpa
memotong sedikitpun pembicaraannya. Jika diperlukan hanya memberikan kode setuju dengan
menganggukan kepala, mengatakan iya, dan lain-lain. Pemberian solusi kepada konseli harus
dihindari oleh konselor. Solusi itu datangnya dari diri konseli sendiri, dan tugas dari konselor hanya
mendorong konseli untuk dapat melakukannya. Akhirnya dapat saya berikan kesimpulan bahwa sikap
empati dan ketrampilan mendengarkan perlu dimiliki dalam pendampingan dan konseling pastoral.

Page 1

Anda mungkin juga menyukai