EMPATI
Disusun Oleh:
Rombel 1
JURUSAN PSIKOLOGI
2018
A. Pengertian Empati
Empati rasional meliputi empati terhadap diri sendiri, orang lain, dan
relasi konseling. Dalam menghadapi klien yang berbeda budaya, seorang
terapis harus mampu berpikiran terbuka dan menerima cara pandang baru
yang dimiliki kliennya sehingga akan muncul interaksi yang dapat
mengembangkan rasa empati klien. Terapis harus menanamkan rasa ingin
tau untuk mempelajari budaya klien, menghargai perbedaan budaya dengan
klien, dan memadukan perilaku mencari bantuan dan mendapatkan hasilnya
yang sesuai dengan budaya klien.
Rasa malu sering kali muncul dalam sebuah konseling, salah satunya
adalah rasa benci terhadap diri sendiri karena rasa malu tersebut ditekan,
disangkal atau tidak diakui. Bagi seseorang untuk menceritakan dirinya
pribadi didepan orang lain akan muncul rasa malu (Lewis, dalam Cormier,
2017). Rasa malu diduga muncul karena kurangnya sikap empati dari
orangtua, menurut Miller (1985) nilai harga diri seorang anak sebagian
besar dari kapasitas orangtua dalam menyelaraskan sikap empati dengan
anak. Selain dari hubungan orangtua, rasa malu juga muncul dari pengaruh
budaya. Hardy dan Laszloffy (1995) bependapat bahwa disetiap kelompok
budaya memiliki isu seputar rasa bangga dan rasa malu, maka dari itu
konselor atau terapis harus mampu mengidentifikasi kelompok budaya klien
karena terdapat informasi dalam menentukan perilaku apa yang pantas
untuk dilakukan agar dapat mengembangkan rasa empati bagi klien dan
konselor.
E. Empati Afektif Dan Empati Kognitif
Selain mempertahankannya agar tetap sederhana, kapan pun orang
berhenti dan berpikir tentang empati, mereka secara alami cenderung
memugar, memerinci dan menyempurnakan konsep tersebut. Pada
bentuknya yang paling dalam, empati dirasakan dalam badan. Kita secara
fisik merasakan kegembiraan, ketakutan atau kesedihan orang lain dan
karenanya mengetahui sebagian dari dunia mereka. Barangkali lebih dari
komponen empati yang lain, fakta bahwa kita memiliki fisik dan indra yang
sama membuat kita tahu pada level fisik bagaimana rasanya sedih atau
cemburu. Pada kontak yang pertama, kita muncul dan tampak di hadapan
orang lain melalui, tubuh- tubuh kita, melalui indra-indra kita. Lebih dari
dorongan ke arah pemikiran rasional, terdapat dorongan yang langsung dan
kuat untuk mengenali perasaan-perasaan orang Iain secara fisik. 'Pada
bentuknya yang paling dasar,' kata Mensch (2011: 21), 'empati bersifat
badaniah'.
Sensasi-sensasi fisik dapat dirasakan sebagai perasaan-perasaan
subjektif, dan perasaan-perasaan subjektif dapat dipikirkan, baik perasaan
subjektif kita sendiri maupun orang lain. Empati, karenanya, dapat
merupakan hasil dari pikiran maupun perasaan. Ia terdiri dari respon-respon
afektif dan kognitif, merasakan apa yang dirasakan orang lain dan
memahami mengapa orang Iain tersebut merasakannya.
Senada dengan itu, Feshbach (1987) melihat empati terdiri dari tiga proses:
kemampuan kognitif untuk melihat, memahami dan mendiskriminasikan
keadaan-keadaan emosional orang Iain; keterampilan kognitif yang lebih
matang untuk melihat hal-hal dari sudut pandang orang lain; dan sebuah
respons emosional terhadap keadaan emosional orang lain.
Definisi-denisi yang menarik dan, menurut saya, cukup membantu
untuk memahami adanya proses kognitif dan afektif dalam empati. Empati
afektif atau empati emosional dekat dengan apa yang umumnya kita pahami
sebagai respon empatik: saya merasakan kesusahan Anda, saya melihat dan
memahami kesedihan Anda, tetapi jelas bahwa Andalah yang mengalami
kesusahan dan kesedihan dan bukan saya, meskipun saya secara emosional
terpengaruh oleh hendaya Anda tersebut.
Empati kognitif didasarkan pada kemampuan melihat,
membayangkan dan memikirkan sebuah situasi dari su- dut pandang orang
lain. Ia melibatkan sebuah proses reflektif yang lebih berbasis kognitif untuk
memahami perspektif orang lain. Sebagian pengetahuan tentang riwayat,
kepribadian, keadaan dan situasi orang lain diperlukan sebelum kita dapat
menggerakkan otak kita untuk membayangkan bagaimana rasanya menjadi
orang lain tersebut. Ini melibatkan proses berpikir tentang pikiran orang lain
dipadu dengan kemampuan untuk merasakan perasaan orang lain.
Bagaimana saya dapat mengetahui dan merasakan apa yang Anda rasakan
ketika Anda melihat sebuah lampu obor yang menyala di kejauhan di tengah
hutan di malam hari bergantung pada seberapa banyak yang saya tahu
tentang keadaan-keadaan Anda. Anda akan merasa lega dan gembira jika
saya tahu bahwa Anda sedang tersesat dan kaki Anda terkilir. Anda akan
merasa ragu bercampur takut jika saya tahu bahwa Anda sedang lari dari
sebuah geng jahat yang mengejar-ngejar anda. Berkebalikan dengan empati
emosional komponen-komponen kognitif dari empati di mana kita berpikir
tentang sudut pandang emosional orang lain membutuhkan waktu bertahun-
tahun untuk berkembang, dan dalam konteks pergaulan masa kecil yang
sehat (lihat Bab 4). Ketika empati kita dalam keadaan yang paling luas,
maka baik empati afektif maupun kognitif akan terlibat. Saya dapat
memahami dan merasakan dunia Anda dan sekaligus, pada saat yang sama,
membedakan dengan jelas antara pernikiran saya dan pengalaman mental
Anda. Oleh karena itu, kita harus ingat bahwa empati melibatkan proses
membayangkan dunia psikologis orang lain sekaligus mempertahankan
pembedaan yang jelas antara diri sendiri dan orang lain (Coplan, 2011:5).
Terakhir, empati bukan hanya mengetahui apa yang sedang dirasakan orang
lain dan merasakan apa yang sedang dirasakan orang lain, tetapi juga
mengomunikasikan, dengan cara dan sikap yang baik, pengetahuan dan
pemahaman kita tentang pengalaman emosional orang lain tersebut. Maka,
sebagaimana para komentator menambahkan unsur komunikasi pada
perpaduan proses tersebut, kita dapat mendefinisikan empati sebagai sebuah
reaksi afektif terhadap emosi-emosi orang lain; aksi kognitif untuk
mengadopsi perspektif orang lain; sebuah pemahaman berbasis kognitif
tentang orang lain; dan komunikasi tentang pemahaman tersebut (Davis,
1994: 11).
F. Manfaat-Manfaat Empati
Klien memasuki ruang konseling, konselor menyambut klien dengan senang hati
Konselor : senang sekali ,saya bisa bertemu dengan anda pagi ini. (sambil menjabat
tangan dan tersenyum) mari silakan duduk.
Konselor: baiklah, sekarang apa yang ingin rumi bicarakan dengan saya?
Konselor : silakan utarakan saja apa yang saat ini sedang mengganjal dihati rumi?
Klien : jadi begini saya memiliki suami dan dia sibuk sekali sampai melupakan
keluarganya , berangkat pagi pulang larut malam. Anak-anak sering
complain ke ayah karena pulang malam terus dan gak pernah diajak main
dan saya sudah sering mengobrol akan hal ini, tapi suami saya tidak mau
mendegar apa yang saya katakana. Malah dia mengatakan saya tidak tahu
apa-apa tentang kariernya. Kata suami seperti ini”Kerjaanmu hanya
mengurus anak ,harusnya kamu lebih bisa mengatasi rewelnya anak-anak”.
Saya merasa selalu disalahkan oleh suami saya dan saya sudah tidak kuat
lagi dengan sikapnya dia pada saya. saya sering menangis pada malam hari
saat suami sudah terlelap tidur. Setiap hari saya selalu bersikap manis dan
biak pada suami saya tapi suami saya tetap cuek dengan saya.
Konselor : hemm (menganggukan kepala) saya dapat memahami apa yang sedang
rumi alami. Posisi seperti cukup sulit untuk rumi menerima hal baru dari
suaminya yang berubah. Lalu suami rumi berubah menjadi seperti itu
semenjak kapan?
Klien : awalnya setelah suami saya naik pangkat dikantor ,sehingga semua
berubah dan kejadian itu dua tahun yang lalu.
Klien : saya hanya menginginkan suami saya memiliki waktu bersama dengan saya
dan anak-anak saya paling tidak sebulan sekali dia membawa kami pergi
tamasya. Dan tidak ada hal yang perlu ditutup-tutupi lagi, saya sebagai istri
akan senang hati jika suami saya mengobrol banyak dengan saya.
Konselor : dengan kata lain rumi ingin kembali pada keadaan rumah tangga semula.
Klien :iyah
Konselor : cobalah rumi untuk melihat sisi lain dari suami, kemungkinan dia
memang seperti itu karena sebuah tuntutan pekerjaan yang berat dan dia
tidak bisa membagi waktunya dengan baik. Paling tidak cobalah untuk
mengobrol dalam suasana yang baru, santai dan mencoba untuk melupakan
masalah itu sejenak dan buatlah suamimu nyaman kembali padamu.
Bicarakan dengan baik-baik harapanmu dan berusahalah untuk tetap
menjadi istri yang menyenangkan.
Konseloe: cobalah untuk kali ini berikan kesan yang tidak seperti biasa, buatlah
lebih santai dan tidak kaku. Coba fikirkan ulang jika kamu tidak mau
bergerak dulu.
Klien : baiklah akan kucoba dan itu dengan cara yang santai.
Konselor : okey ada yang masih mengganjal lagi?( mengalihkan perhatian karena
jam sudah habis)
Konselor: okey, sesi kita kali ini sudah habis, jika msih ada keluhan silakan datang
sesi selanjutnya