Disusun Oleh:
TEKNIK SIPIL
UNIVERSITAS SOERJO
2018
I. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Menurut kamus besar bahasa Indonesia (KBBI) energi adalah suatu kuantitas
fisik yang digunakan untuk melakukan suatu pekerjaan, sehingga energi juga dapat
dianalogikan sebagai tingkat konsumsi listrik oleh manusia. Energi terutama energi
listrik sendiri tidak dapat lepas dari kehidupan manusia, hal itu pun yang membuat
tingkat konsumsi energi terus menigkat setiap tahunnya bahkan Menurut situs
eia.gov tingkat konsumsi listrik di Indonesia dari tahun 2008-2012 mengalami
peningkatan dari 5,771905 EJ (ExaJoules) menjadi 6,585310 EJ.
Sampai saat ini pembakit listrik masih menggunakan bahan bakar fosil dan
batu bara untuk pengoperasiannya, padahal cadangan dan produksi bahan bakar
minyak bumi (fosil) di Indonesia mengalami penurunan 10% setiap tahunnya
(Bambang. 2006) sedangkan tingkat konsumsi minyak rata-rata naik 6% per tahun
(Suroso.2005) karna kebutuhan energi yang terus meningkat menyebabkan Indonesia
harus melakukan impor minyak untuk memenuhi kebutuhan energi bahan bakar
minyak setiap harinya. Hal ini dikarenakan tidak adanya perkembangan produksi
pada kilang minyak dan tidak ditemukannya sumur minyak baru (Kuncahyo.2013).
Hal inilah yang membuat negara Indonesia kemudian tertarik untuk
mengembangkan sumber energi terbarukan dan tidak akan habis yang dapat
digunakan untuk memunuhi kebutuhan energi listrik yang ada di Indonesia. Salah
satu solusi dari permasalahan ini adalah dengan menngunakan energi air sebagai
sumber untuk mengoperasikan pembangkit listrik atau yang biasa disebut sebagai
PLTA (Pembangkit Listrik Tenaga Air).
P=ρgHQη
Keterangan :
P = daya pembangkit, (kW)
ρ = massa jenis air, (m3/s)
g = konstanta gravitasi, (m/s2)
H = head efektif, (m)
Q = debit (m3/s)
η = efisiensi pembangkit
E=P.t
Dimana nantinya nilai swc dihitung berdasarkan debit yang dibutuhkan oleh
pembangkit untuk memperoleh energi sebsear 1 KWh. Perhitungan nilai swc ini
diasumsikan bahwa performa alat yang digunakan seperti turbin dan generator
mempunyai kondisi yangtg optimum, dengan efesiensi masing-masing 0,89 dan 0,95.
Dengan demikian nilai swc pada PLTA ini berdasarkan kondisi optimumnya sekitar
1,849 m3/kW.
Nilai swc sendiri dapat menjadi berbeda ketika daya yang dikeluarkan oleh
suatu pembangkit tidak ada nilai optimalnya. Karna nilai swc sangat berpengaruh
pada efesiensi turbin dan generator, dan ketika efesiensi dari gnerator atau turbin
menurun maka nilai swc pun tidak akan sama dengan nilai standart yang telah
ditetapkan, dimana nilai swc akan semakin bertambah jika debit air dan efisiensi
berkurang. Tentu saja hal ini dapat menyulitkan perhitungan debit air keluaran dari
PLTA karna variabel perhitungan semakin banyak. Hal ini dapat diatasi dengan cara
menambahkan unit pada PLTA sehingga dapat memudahkan pemeliharan dan
perwatan turbin serta generator sehingga efesiensi dari turbin atau generator nantinya
tidak akan menurun secara signifikan. Pada gambar 1 ditunjukan bahwa bahwa
dengan berkurangnya debit untuk turbin Francis, efisiensi juga akan berkurang.
Dengan demikian jika pembangkit tidak dioperasikan pada kondisi optimalnya, maka
nilai swc juga akan berbeda.
Jika nilai debit yang dikoreksi dianggap sebagai nilai yang mewakili dari debit yang
sebenarnya, maka dapat dilihat perbedaan nilai pengukuran yang ditampilkan pada Tabel-5.
Tabel-6 di bawah memperlihatkan prosentase kesalahan pengukuran.
IV. KESIMPULAN
Berdasarkan hasil yang sudah diperoleh tampak bahwa prosentase kesalahan
pengukuran maupun perhitungan termasuk kecil, yaitu berkisar pada 1, 8 %. Tampak
bahwa hasil perhitungan debit koreksi selalu berada di bawah nilai perhitungan
dengan menggunakan swc standard, hal ini disebabkan adanya faktor pengurangan
efisiensi terutama untuk debit diluar debit disain. Dengan demikian penentuan debit
dengan menggunakan metoda swc cukup untuk merepresentasikan debit keluaran
PLTA. Metoda ini hanya memerlukan perhitungan biasa, dan mudah dilakukan jika
tersedia data operasi PLTA (hanya butuh kalkulator sederhana atau komputer). Jika
diinginkan penentuan debit yang lebih teliti, maka metoda koreksi dapat digunakan.
Cara ini lebih sulit karena dibutuhkan data efisiensi turbin maupun generator pada
berbagai macam kondisi operasi.
V. DAFTAR PUSTAKA
1. Jurnal utama
Mursanto, Wahyu Budi. 2010. PENENTUAN DEBIT AIR KELUARAN
(OUTLET) PLTA MANINJAU. Jurnal Refrigerasi, Tata Udara, dan
Energi. RACE- Vol. 4, Juli 2010. ISSN 1978 – 1709.
http://documents.tips/documents/jurnal-race-pdf-wahyu-vol-4no-2-penentuan-
debit-air-outlet-plta-maninjau-by.html
2. Bambang. 2006. Biodiesel Sumber Energi Alternatif Pengganti Solar Yang Terbuat
Dari Ekstraksi Minyak Jarak Pagar. Surabaya : Trubus Agrisarana.
3. Bodiono, Chayun. Tantangan dan Peluang Usaha Pengembangan Sistem
Energi terbarukan di Indonesia.
4. Kuncahyo, Priyohadi. 2013. ANALISA PREDIKSI POTENSI BAHAN BAKU
BIODIESEL SEBAGAI SUPLEMEN BAHAN BAKAR MOTOR DIESEL DI
INDONESIA. JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 2, No. 1, (2013) ISSN: 2337-3539
(2301-9271 Print). http://ejurnal.its.ac.id/index.php/teknik/article/view/3156
5. Lasabuda, Ridwan. Januari, 2013. Pembangunan wilayah pesisir dan lautan
dalam prespektif negara kepulauan Republik Indonesia. Jurnal Ilmiah Platax.
Volume 1-2. http://ejurnal.itats.ac.id/index.php/iptek/article/download/12/12
6. Marsudi, Djiteng. 2005. Pembangkitan Energi Listrik. Jakarta:Erlangga
7. Nelson, Vaughn. 2011. Introduction to Renewable Energy. United Kingdom:
CRC Press
8. Richards, Julie. 2009. Water Energy. Australia : Macmilan Education
Australia PTYLTD.
9. Suroso.2005.Kilang Pengolahan BBM Dioptimalkan, Harian Pagi Jawa Pos 11 Maret
2005.