Anda di halaman 1dari 9

BAB II

EMBRIO PANCASILA

2.1 Embrio Pancasila

Realitas kehidupan berbangsa dan bernegara tidak dapat terlepas dari sejarah masa
lalu Negara Kesatuan Republik Indonesi (NKRI). Demikian pula, terbentuknya NKRI
dengan Pancasila sebagai dasar negara tidak terlepas dari proses panjang sejarah bangsa
Indonesia. Masa lalu, masa kini dan masa yang akan datang merupakan suatu keterkaitan
yang tidak bisa dipisahkan. Hal ini berarti bahwa realitas kehidupan saat ini merupakan
kelanjutan dari sejarah masa lalu, dan kehidupan yang akan datang merupakan kelanjutan
dari kehidupan masa kini.

Masa lalu bangsa Indonesia, khususnya pada masa penjajahan, Belanda dan Jepang
penuh dengan kesengsaraan, kesulitan, kepahitan yang memunculkan perjuangan disertai
dengan pengorbanan baik berupa harta benda maupun jiwa (nyawa). Hal tersebut
merupakan suatu kenyataan yang tidak bisa dipungkiri oleh siapapun. Untuk itu generasi
sekarang dan mendatang perlu memahami, menghayati dan mensyukuri apa yang telah
dilakukan oleh generasi terdahulu sehingga generasi muda tetap merdeka dan semakin
maju.

Pancasila sebagai Dasar Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) sebelum


disahkan pada tanggal 18 Agustus 1945 oleh Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia
(PPKI), telah memiliki nilai-nilai, telah melekat kuat serta telah diamalkan dalam
kehidupan sehari-hari sejak jaman nenek moyang bangsa. Bahkan sejak jaman nomaden,
embrio Pancasila sudah diterapkan. Misalnya dalam satu puak (dalam antropologi, puak
adalah suatu kelompok sosial manusia) mereka sudah meyakini adanya kekuatan lain di
luar kekuatan manusia. Ini merupakan awal dari 1) Ketuhanan YME. Mereka masih
hidup berpindah-pindah. Misalnya perpindahan tersebut terjadi karena tanaman sebagai
sumber makanan hampir habis, tanah cenderung tandus, oleh karena itu, mereka pertama
melakukan 2) musyawarah untuk mufakat, kemana kiranya akan berpindah. Misalkan
sudah disetujui ke arah barat menuju hulu sungai, maka selanjutnya dilakukan pembagian
kerja atau 3) gotong royong. Ada yang bertugas membuka jalan, ada yang mencari
perbekalan dengan berburu binatang, ada yang memasak untuk perbekalan agar awet
dengan dibakar atau diasap, ada yang mencari kayu bakar, ada yang menyiapkan buli-buli

8
untuk membawa air dan lain sebagainya. Selanjutnya adalah 4) kekeluargaan, dalam satu
kelompok seakan sebagai satu keluarga besar. Saling membantu menggendong anak-anak,
membantu membawa perbekalan, mengurus orang tua, berbagi makanan dan sebagainya.
Terakhir saat dalam perjalanan, tentunya dengan melihat kemampuan sesama dan
kekuatan sesama. Disini muncul apa yang dikenal sebagai 5) tenggang rasa. Apabila ada
yang kelelahan, maka perlu istirahat dulu, dan apabila ada yang sakit, maka perlu
dipulihkan dengan kompak istirahat beberapa hari dan sebagainya.

Nilai-nilai tersebut selanjutnya tampak dalam penerapan adat istiadat, kebudayaan


dan nilai religius yang dapat diamalkan lanjut dalam kehidupan sehari-hari
sebagaipandangan hidup mereka. Dengan demikian, (embrio) Pancasila merupakan nilai-
nilai yang digali dari bangsa Indonesia sendiri dan bukan nilai-nilai yang diadopsi dari
negara dan atau bangsa lain. Nilai-nilai tersebut selanjutnya diangkat oleh para pendiri
negara, untuk dijadikan sebagai dasar filsafat Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Pancasila secara budaya merupakan kristalisasi nilai-nilai kebaikan yang digali oleh para
pendahulu dan kelimanya merupakan satu kebulatan utuh.

Proses perumusan materi Pancasila secara formal dilakukan dalam sidang-sidang


BPUPKI (Badan Penyidik Usaha-Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia) yang diketuai
oleh dr. KRT. Radjiman Wedyodiningrat, pada sidang yang pertama, kemudian
dilanjutkan oleh Panitia 9. Pada sidang ke-dua akhirnya BPUPKI mengesahkan Pancasila
secara yuridis sebagai dasar filsafat bangsa dan negara Republik Indonesia.

Untuk lebih memahami Pancasila secara lengkap dan utuh terutama kaitannya
dengan jatidiri bangsa Indonesia, diperlukan adanya pemahaman tentang bagaimana
unsur-unsur Pancasila dalam tahapan-tahapan panjang. Tahap-tahap tersebut adalah :
tahap kebudayaan Indonesia asli, tahap perkembangan pengaruh Budaya Hindu, tahap
perkembangan pengaruh Budaya Islam dan tahap perkembangan pengaruh Budaya Barat
dan pengaruh-pengaruh budaya lainnya berdasarkan perjalanan sejarah panjang bangsa
Indonesia di masa lalu.

2.2 Unsur Pancasila Pada Tahap Kebudayaan Indonesia Asli

Sesudah rakyat hidup menetap (tidak hidup secara nomaden), berbagai suku bangsa di
Indonesia telah mengenal pengakuan dan pemujaan kepada sesuatu kekuatan yang lebih
tinggi dari kekuatan manusia. Suku bangsa Indonesia saat itu sudah mengenal, mengakui

9
adanya sesuatu yang berada diatas dirinya, bukan sekedar animisme. Hal tersebut tetap
berlangsung sebelum kebudayaan Hindu masuk dan berkembang di Indonesia.

Unsur inilah yang merupakan embrio (cikal bakal) kepercayaan adanya Tuhan
yang kemudian menjadi KeTuhanan. Hal ini telah dibuktikan oleh para ahli sejarah dan
Antropolog seperti di Kalimantan orang mengenal sebutan Tuh sebagai intisari
kepercayaan terhadap kekuatan yang berada di atas kekuasaan manusia dalam segala
aspeknya. Di Jawa orang mengenal sebutan Hyang Paring Gesang, di Tapanuli mengenal
dengan sebutan Ompu Debata.

Rasa kemanusiaan ditunjukkan dengan kesediaan untuk bergaul dengan berbagai


orang dari berbagai negeri, sehingga terbuka jalan untuk masuknya kebudayaan luar ke
Indonesia dan sebaliknya. Kebudayaan Hindu dengan mudah masuk ke Indonesia, karena
adanya sikap terbuka dari masyarakat Indonesia saat itu.

Pada masa awal peradaban, bangsa Indonesia hidup dalam kesatuan-kesatuan kecil
yang kemudian disebut suku. Ikatan suku ini dijiwai oleh semangat kekeluargaan yang
sangat tinggi. Di Jawa dikenal adanya kekuatan kekerabatan dengan istilah “mangan ora
mangan asal kumpul”.

Masyarakat suku menggunakan cara berunding, atau musyawarah dalam


menyelesaikan masalah. Semangat kekeluargaan juga tampak dalam segi pembangunan
dengan istilah gotong royong. Dengan cara ini, mereka melakukan dan melaksanakan
kesatuan karya untuk menciptakan kesejahteraan masyarakat sukunya.

Hal-hal tersebut di atas menunjukkan bahwa unsur-unsur budaya asli akan terus
berkembang sejalan dengan berkembangnya peradaban manusia Indonesia. Artinya,
manusia Indonesia adalah dinamis.

2.3 Unsur Pancasila Pada Tahap Perkembangan Pengaruh Budaya Hindu.

Di awal pengaruh Hindu agama di Indonesia mengalami perkembangan secara


lebih nyata dengan meyakini adanya kekuatan yang berada diatas kekuatan manusia. Hal
itu diwujudkan seperti adanya Dewa Brahma, Wisnu dan Syiwa yang dikenal dengan Tri
Murti. Pengaruh budaya Hindu menyentuh hampir ke berbagai aspek kehidupan manusia
Indonesia.

10
Pergaulan antar bangsa semakin intensif dilakukan oleh sejumlah kerajaan di tanah
air diantaranya dengan bangsa Cina dan India. Hal ini menunjukkan adanya
perkembangan dalam hal kemanusiaan. Bangsa Indonesia dapat menerima kehadiran
mereka untuk berkarya untuk kesejahteraan bersama.

Pengaruh Hindu juga menyebabkan timbulnya ikatan masyarakat baru yang disebut
Kerajaan. Batas wilayah kerajaan lebih nyata dibandingkan dengan batas wilayah
kesukuan. Mulai saat itulah timbul sikap mempertahankan wilayah/daerah yang kemudian
disebut tanah air dalam bentuk peperangan (sadumuk bathuk, sanyari bumi).

Meskipun kedudukan manusia di masa Agama Hindu dibatasi dengan adanya


peraturan sosial yang ketat yaitu kasta, prinsip musyawarah tetap berjalan. Raja
mempunyai Dewan Penasehat, sementara di kalangan masyarakat yang jauh dari istana
memiliki kebiasaan lama yang masih tetap hidup, yaitu bergotong royong dan saling
membantu mereka yang kesulitan.

Meskipun berkembang sikap mengabdi kepada Raja yang dianggap keturunan Dewa,
kesejahteraan umum tetap mendapat perhatian Raja. Semua itu menunjukan bahwa
meskipun dalam pengaruh budaya Hindu, nilai-nilai yang menjadi embrio Pancasila tetap
ada bahkan semakin berkembang dengan adanya rasa memiliki wilayah (tanah air).

Keberadaan bangsa Indonesia bersama dengan bangsa asing dan penganut agama
lainnya memperlihatkan sikap persaudaraan. Demikian pula, keberadaan pemeluk agama
Budha dan Hindu memperlihatkan adanya toleransi antara pemeluk agama yang berbeda.
Contohnya keberadaan candi Borobudur (bangunan dari agama Budha) dan candi Mendut
(bangunan dari agama Hindu) merupakan bukti adanya toleransi antar umat beragama
yang sangat tinggi. Empu Tantular dalam buku Sutasoma menyatakan bahwa pada jaman
Majapahit hidup dalam suasana Bhineka Tunggal Ika, Tan Hana Dharma Mangroa, yang
artinya meskipun berbeda tetapi tetap satu, tiada perpecahan konflik dalam agama.

2.4 Unsur Pancasila Pada Tahap Perkembangan Pengaruh Budaya Islam

Perkembangan Islam di Indonesia semakin meluas setelah runtuhnya kerajaan


Majapahit pada abad ke XV. Pengaruh Islam terhadap masyarakat Indonesia yang sangat
signifikan adalah dengan perubahan kepercayaan yang semula pemuja Dewa menjadi
memuja Tuhan Yang Maha Esa.

11
Namun demikian, hubungan dengan bangsa yang beragama lain tetap dilakukan
terutama di bidang perdagangan. Seiring dengan berkembangnya agama Islam,
berkembang juga kekuatan lain yaitu antara lain budaya Barat yang cenderung
mengancam kebebasan. Itulah sebabnya kecintaan pada kelompok sosial dan daerah
semakin bertambah. Islam mengajarkan Ukhuwah Islamiah (persaudaran Islam) dan Islam
mengajarkan perbuatan amal (kebaikan terhadap sesama terutama yang tidak berdaya) dan
zakat bagi mereka yang tidak mampu / kaum dhuafa.

2.5 Unsur Pancasila Pada Tahap Perkembangan Pengaruh Budaya Barat.

Bangsa Barat memasuki Indonesia pada awal abad ke XVI, meskipun pada abad-
abad sebelumnya secara sporadis telah ada orang Barat yang datang ke Indonesia seperti
Marco Polo. Abad ke XV dan XVI dikenal sebagai abad penjajahan, karena pada abad
tersebut dengan kecerdikan dan ambisi mereka menjelajah ke berbagai belahan dunia
untuk menemukan negeri baru. Penjajahan pada masa itu dilatar belakangi oleh berbagai
faktor seperti perdagangan, terbatasnya sumber daya alam sementara penduduk mereka
banyak sehingga perlu perluasan lahan, penyebaran agama maupun sekedar petualangan.

Sikap bersahabat dengan siapapun dari bangsa Indonesia selalu diperlihatkan,


demikian pula dengan kedatangan bangsa asing dari Barat. Namun karena kemudian
orang-orang asing tersebut melakukan tindakan-tindakan untuk menguasai Indonesia,
sikap bersahabat itu berubah menjadi sikap memusuhi dan melawan untuk
mempertahankan wilayah. Hal ini terbukti dengan adanya peperangan yang terjadi
melawan berbagai bangsa asing yang hendak menjajah Indonesia sejak abad ke XVI
sampai awal abad ke XX.

Situasi dan kondisi penjajahan memberi peluang juga bagi integrasi nasional bangsa
Indonesia. Secara bertahap dan pasti hal ini membuka jalan bagi perjuangan bangsa
Indonesia untuk merdeka meskipun melewati jalan panjang, penuh dengan perjuangan dan
pengorbanan baik harta maupun nyawa.

Bangsa Indonesia mulai menyadari bahwa perubahan status dari orang jajahan
menjadi orang merdeka hanya dapat dicapai dengan pembentukan satu kesatuan bangsa.
Hanya dengan perjuangan melawan penjajah lah bangsa Indonesia dapat lepas dari
belenggu penjajahan, sehingga nasib ekonomi rakyat dapat diperbaiki menuju ke
pembentukan masyarakat yang adil dan sejahtera.

12
Pergerakan kebangsaan bukan saja bertujuan merebut kemerdekaan tetapi juga
bertujuan untuk menciptakan suasana kehidupan baru yang demokratis. Meskipun
demikian pemerintah jajahan dengan berbagai cara selalu berusaha menindas pergerakan
kebangsaan secara kejam. Namun demikian pergerakan kebangsan terus tumbuh dan
berkembang dengan berbagai pemikiran positif dan ide-ide yang antara lain berasal juga
dari barat, yang masuk ke Indonesia lewat penjajah, seperti kesaman kedudukan,
kebebasan, demokrasi, nasionalisme dan sosialisme dalam konsep yang lebih modern.

2.6 Nilai-Nilai Pancasila Pada Masa Kejayaan Nasional.

Sekitar abad VII-XII di Indonesia telah berdiri kerajaan besar yaitu Sriwijaya di
Sumatera Selatan. Selanjutnya pada abad XIII-XVI berdiri pula kerajaan Majapahit di
Jawa Timur. Hal tersebut merupakan tonggak sejarah bangsa Indonesia, karena pada masa
itu bangsa Indonesia telah memenuhi syarat-syarat sebagai suatu bangsa yang memiliki
Wilayah. Kedua kerajaan tersebut merupakan Negara berdaulat, bersatu serta mempunyai
wilayah yang meliputi seluruh Nusantara, dan pada jaman kedua kerajaan itu pula telah
mengalami kehidupan masyarakat yang sejahtera.

Menurut Mr. Muhammad Yamin, berdirinya Negara Kebangsaan Indonesia tidak


terlepas atau tidak dapat dipisahkan dengan keberadaan kerajaan-kerajaan lama yang
merupakan warisan nenek moyang bangsa Indonesia.Negara Kebangsaan Indonesia
terbentuk melalui 3 (tiga) tahap, yaitu :

a. Jaman Sriwijaya di bawah Wangsa Syailendra ( 600-1400 ),


b. Jaman Majapahit (1293-1525). Kedua tahap Negara Kebangsaan tersebut disebut
sebagai : Negara Kebangsaan Lama, dan
c. Negara Kebangsaan Modern, yaitu Negara Indonesia Merdeka tgl 17 Agustus 1945.

2.7 Masa Kerajaan Sriwijaya

Pada abad ke VII, berdirilah kerajaan Sriwijaya di bawah kekuasaan Wangsa


Syailendra. Kerajaan yang berbahasa Melayu Kuno dan menggunakan huruf Palawa
tersebut dikenal juga sebagai kerajaan maritim, dan mengandalkan jalur perhubungan laut.
Kekuasaan Sriwijaya meliputi Selat Sunda dan Selat Malaka. Sistem perdagangan telah
diatur dengan baik. Pemerintah melalui pegawai kerajaan membentuk suatu badan yang
tugasnya mengumpulkan hasil kerajinan rakyat. Dalam sistem pemerintahan terdapat

13
pegawai pengurus pajak, selain itu ada pula pegawai yang mengurusi benda-benda
kerajaan yang digunakan untuk melaksanakan ritual keagamaan. Kerajaan Sriwijaya sudah
dapat menjalankan sistem negaranya berdasar nilai-nilai Ketuhanan.

Unsur-unsur semuanya telah ada dan dihayati serta dilaksanakan dalam kehidupan
sehari-hari. Hanya saja, belum dirumuskan secara konkret. Hal ini dapat dibuktikan dalam
dokumen tertulis dan prasasti antara lain di Talaga Batu, Kedukan Bukit, Karang Berahi,
Talang Tuo dan Kota Kapur.

Nilai-nilai Pancasila yang terdapat pada masa kerajaan Sriwijaya tersebut adalah :

a. Nilai sila pertama adalah terwujud dengan adanya umat Budha dan Hindu yang hidup
berdampingan secara damai. Di Kerajaan Sriwijaya terdapat pusat kegiatan pembinaan
dan pengembangan agama Budha, dan bahasa Sansekerta yaitu Universitas Nalanda.
b. Nilai sila kedua berupa terjalinnya hubungan antara Kerajaan Sriwijaya dengan India
(dinasti Harsha) untuk mengirimkan para pemuda untuk belajar ke India. Hal ini
menunjukkan telah ada pelaksanaan hubungan dengan luar negeri.
c. Nilai sila ketiga tersirat dalam kerajaan Sriwijaya sebagai Negara Maritim dengan
menerapkan konsep Negara Kepulauan.
d. Nilai sila keempat tercermin pada Kerajaan Sriwijaya yang telah memiliki kedaulatan
yang sangat luas, meliputi Nusantara, Siam dan Semenanjung Malaya.
e. Nilai sila kelima, kerajaan Sriwijaya menjadi pusat pelayanan dan perdagangan,
sehingga kehidupan rakyatnya makmur.

Kerajaan Sriwijaya berkembang menjadi suatu kerajaan besar. Berdasarkan prasasti-


prasasti yang ditemukan, disimpulkan adanya beberapa faktor penunjang, yaitu :

a. Letak Sriwijaya sangat strategis, berada di jalur lalulintas dagang India dengan Cina.
Pelabuhan sangat tenang karena terlindung pulau Bangka. Pusat Kerajaan Sriwijaya
adalah di Palembang.
b. Runtuhnya kerajaan Fuhan di Cina, yang merupakan kerajaan maritim. Hal ini sangat
menguntungkan karena Sriwijaya bisa mengambil alih perdagangan yang semula ke
Fuhan menjadi ke Palembang
c. Majunya pelayaran dan perdagangan antara India dan Cina memberikan kesempatan
bagi Sriwijaya untuk berkembang dalam pedagangan di wilayah Asia Tenggara

14
d. Kerajaan Sriwijaya memiliki armada laut yang kuat untuk mengamankan lalu lintas
pelayaran serta wilayah kekuasaannya luas.

Namun pada tahun 1023-1024, hubungan antara kerajaan Sriwijaya dan India retak karena
adanya pertikaian penguasaan jalur lalu lintas perdagangan di Selat Malaka. Dengan
meninggalnya Raja Balaputra Dewa, kerajaan Sriwijaya mengalami kemunduran, dan
akhirnya dilumpuhkan oleh kerajaan Majapahit yang saat itu berusaha untuk
mempersatukan Nusantara di bawah panji-panji Majapahit.

2.8 Masa Kerajaan Majapahit

Pada tahun 1293 berdirilah kerajaan Majapahit yang mencapai jaman keemasannya
pada masa pemerintahan Raja Hayam Wuruk dengan Mahapatih Gajah Mada yang dibantu
oleh Laksamana Nala untuk menguasai Nusantara. Wilayah kerajaan Majapahit
membentang dari Semenanjung Melayu sampai dengan Irian melalui Kalimantan Utara.
Pada jaman kerajaan Majapahit agama Hindu dan Budha hidup berdampingan dengan
damai di satu kerajaan.

Mpu Prapanca penulis Kitab Negarakertagama (1365) memunculkan istilah Pancasila


Krama yang mempunyai makna Lima Dasar Tingkah Laku atau Perintah Kesusilaan yang
lima, meliputi :

a. Tidak boleh melakukan kekerasan,


b. Tidak boleh mencuri,
c. Tidak boleh berjiwa dengki,
d. Tidak boleh berbohong, dan
e. Tidak boleh mabuk/minum minuman keras.

Selain itu dalam kitab Sutasoma yang ditulis oleh Mpu Tantular terdapat semboyan Bhineka
Tunggal Ika Tan Hana Dharma Mangroa yang mengandung arti, walaupun agama itu
berbeda-beda baik bentuk pelaksanaan ritualnya atau sifatnya, namun pada hakikatnya satu
darma juga, yaitu menyembah Tuhan yang Maha Esa. Hal ini menunjukkan realita bahwa
kehidupan beragama pada saat itu sangat dijunjung tinggi

Sumpah Palapa yang diucapkan oleh Mahapatih Gajah Mada pada tahun l33l, berisi cita-cita
mempersatukan seluruh Nusantara, menyatakan bahwa : Saya, baru akan berhenti berpuasa
makan palapa, kalau seluruh Nusantara telah berada di bawah kekuasaan Negara. Jika

15
Gurun, Seram, Tanjung Pura, Haru, Pahang, Dempo, Bali, Sunda, Sriwijaya dan Tumasik
telah dapat dikalahkan. Ket: Gurun = Nusa Penida, Haru = Sumatera Utara, Pahang = Pahang
di Semenanjung Malaysia, Dempo = daerah di Sumatera, Sriwijaya = Palembang, Tumasik =
Singapura

Secara harfiah kata Pancasila terdiri dari kata Panca yang berarti lima, dan Sila yang berarti
aturan yang harus diperhatikan dalam berperilaku, bertindak sopan santun,
berakhlak/bermoral dalam kehidupan sehari-hari.

Namun kejayaan Majapahit berangsur-angsur memudar karena adanya perselisihan dan


perang saudara dalam negeri sendiri dan akhirnya mengalami keruntuhan pada abad XVI
(1520). Dengan uraian di atas, dapat diketahui bahwa unsur-unsur Pancasila itu ada, hidup
dan berkembang serta dilaksanakan dalam kehidupan sehari-hari di masyarakat Indonesia
sejak jaman dahulu, namun belum dirumuskan secara konkret.

16

Anda mungkin juga menyukai