Anda di halaman 1dari 17

KONSEP BHINEKKA TUNGGAL IKA DAN IMPLEMENTASINYA

Oleh
Dafa Andara Putra, Fikriyanto, Fitriyaningrum, Lia Syukriyah Sa’roni
Fakultas Tarbiyah
Institut Agama Islam Depok (IAID) Al-Karimiyah
Email: dafaandaraputra06@gmail.com, fikrihizaz76@gmail.com,
fitriyaningrum02@gmail.com, syukriyahlia@gmail.com

ABSTRAK
Semboyan bangsa Indonesia Bhinekka Tunggal Ika yang seharusnya teraplikasi
nyata dalam kehidupan seluruh masyarakat Indonesia, namun nyatanya belum maksimal
terealisasikan. Maka jurnal ini bertujuan untuk membahas arti sejarah bhinekka tunggal
ika, prinsip bhinekka tunggal ika, implementasi dan tantangan bhinekka tunggal ika serta
toleransi di Indonesia. Diketahui dalam jurnal bahwa lahirnya istilah Tunggal Ika
merupakan refleksi dari realitas yang ada, sekaligus cita-cita untuk masa depan bangsa
Indonesia. Prinsip Bhinekka Tunggal Ika diantaranya; common denominator Indonesia,
tidak bersifat sektarian dan eksklusif, bersifat universal dan menyeluruh, konvergen,
pluralistik dan multikultural serta semangat gotong royong. Bhinekka tunggal ika dapat
diimplementasikan dalam kehidupan sehari-hari, baik di lingkungan keluarga, masyarakat
bahkan negara. Toleransi merupakan cara terbaik untuk mewujudkan konsep bhinekka
tunggal ika, dan Islam dengan jelas dalam Al Qur’an mengajarkan prilaku toleransi.
Kata Kunci: Bhineka Tunggal Ika, Toleransi

PENDAHULUAN
Bhinekka Tunggal Ika merupakan semboyan bangsa Indonesia. Semboyan
tersebut berasal dari Bahasa Jawa kuno. Semboyan ini memiliki arti “Berbeda-beda
tetapi tetap satu jua”. Semboyan ini sangat cocok untuk keadaan Indonesia yang
dihuni oleh beragam suku, ras, agama, dan kebudayaan.
Nilai kesatuan sangat dijunjung tinggi oleh leluhur bangsa Indonesia.
Namun ironisnya, nilai tersebut semakin luntur dari kehidupan bermasyarakat,
masyarakat Indonesia tidak menerapkan dengan baik semboyan yang dimiliki
bangsanya. Tindakan yang dilakukan pun cenderung berlawanan dengan semboyan
tersebut.

Di beberapa daerah di Indonesia, kita dapat menemukan perilaku


diskriminatif terhadap suku, ras, ataupun agama tertentu. Salah satu contoh yang
paling terlihat jelas adalah pembakaran gereja. Perilaku diskriminatif ini tentu
sangat bertolak belakang dengan semboyan yang dianut bangsa Indonesia.

IAID Al-Karimiyah | 1
Sementara, masih banyak contoh-contoh lain yang tidak diangkat media namun ada
terjadi. Tindakan rakyat Indonesia tidak mencerminkan sama sekali semboyan yang
dianutnya. Maka menjadi suatu keharusan bagi kita untuk memahami konsep
bhinekka tunggal ika dan implementasinya.

PEMBAHASAN
A. Arti dan Sejarah Bhinekka Tunggal Ika
1. Pengertian Secara Umum
Bhinekka Tunggal Ika adalah pusaka yang berhasil ditemukan
pendiri bangsa dalam khazanah filsafat kebudayaan Nusantara.
Ditetapkannya sebagai semboyan negara menggambarkan adanya
kesadaran historis akan realitas kultural masyarakat Indonesia. Di dalamnya
terkandung nilai, mitologi beserta harapan yang berguna dalam
mewujudkan persatuan bangsa. Sementara, persatuan bangsa merupakan
prasyarat utama bagi terwujudnya tujuan-tujuan lebih luhur, seperti
terciptanya keadilan sosial dan kesejahteraan umum.
2. Sejarah Pengantar
Kitab Sutasoma terdiri dari bait-bait atau sloka yang berisi ajaran
moral dan etika sosial. Semula ungkapan Bhinneka Tunggal Ika dalam kitab
tersebut ditujukan untuk semangat toleransi keagamaan, khususnya antara
Buddha (Jina) dan Hindu (Siwa), pada masa kerajaan Majapahit di bawah
kekuasaan Raja Rajasanagara (Hayam Wuruk). Namun setelah dijadikan
lambang negara, konteks cakupannya menjadi lebih luas meliputi suku, ras,
agama, budaya, dan antar golongan. Semua perbedaan dalam masyarakat,
selama tidak bertentangan dengan dasar negara, dirangkum dalam
semboyan singkat itu tanpa pengecualian sedikit pun.
Dalam kalimat Bhinneka Tunggal Ika ada dua unsur yang saling
terkait satu sama lain, yakni keragaman dan kesatuan. Keberagaman
menunjuk pada realitas sosio-kultural masyarakat Indonesia yang terdiri
dari aneka macam suku, ras, agama, bahasa, budaya dan lain-lain. Realitas
itu tak dapat ditolak atau diingkari karena merupakan anugerah Tuhan. Ia
hanya bisa diterima, diakui serta disyukuri sebagai suatu pemberian, berkah
(given). Siapa pun tak akan bisa lari dari kenyataan tersebut. Ia merupakan
sunnatullah (keniscayaan) yang berlaku bagi semua mahluk hidup di bumi.
Sementara itu, unsur kesatuan merujuk pada cita-cita kehidupan.
Disebut cita-cita karena pada dasarnya manusia berbeda-beda, terpecah ke
dalam individu-individu, komunitas-komunitas beserta suku-suku dengan
kehendak masing-masing. Namun, karena kehendak itu tak dapat
diwujudkan tanpa individu atau komunitas lain, maka kerja sama dalam

IAID Al-Karimiyah | 2
bingkai kesatuan dan persatuan dibutuhkan. Kesatuan dan persatuan mesti
dibangun untuk merealisasikan tujuan yang lebih mendasar. Dan dalam
konteks negara, kesatuan itu menjelma dalam persatuan nasional Negara
Republik Indonesia (NKRI).
3. Sejarah Inti
Dalam beberapa literatur disebutkan bahwa Tantular merupakan
seorang pujangga sastra Jawa yang hidup pada abad ke-14. Ia hidup pada
pemerintahan raja Rajasanagara dan masih ada hubungan darah dengan sang
raja, yaitu sebagai keponakan dari Rajasanagara yang dalam bahasa Kawi
atau bahasa Sansekerta disebut Bhratratmaja. Selain sebagai keponakan, ia
juga menjadi menantu dari adik wanita sang raja.
Disebutkan juga bahwa Tantular adalah seorang penganut agama
Buddha. Hal ini bisa terlihat pada dua kakawin atau syairnya yang ternama
yaitu kakawin Arjunawiwaha dan terutama kakawin Sutasoma. Walaupun
demikian, Tantular adalah orang yang inklusif terhadap agama lain dan
keterbukaan tersebut tampak dalam salah satu bait dari kakawin Sutasoma
ini diambil menjadi motto atau semboyan Republik Indonesia: “Bhinneka
Tunggal Ika” atau berbeda-beda namun satu jua.
a. Bhinekka Tunggal Ika masa Majapahit
Semboyan Bhinneka Tunggal Ika merupakan bentuk dari
keprihatinan Mpu Tantular terhadap situasi yang tejadi di Majapahit.
Oleh karena itu, menurutnya, adanya kelompok-kelompok yang
menguat ini membahayakan bagi kelangsungan Majaphit. Sehingga, ia
menghimbau kepada pihak-pihak yang berbeda pedapat dan bertikai
untuk bersatu. Walaupun masyarakat majapahit berbeda-berbeda, tetapi
merupakan satu kesatuan jua. Istilah inilah yang dalam bahasa jawa
dikenal dengan sebutan Bhinneka Tunggal Ika, Tan Hanna Dharma
Mangrwa,12 yang kemudian dibadikan dan menjadi prinsip Negara
Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).
Kata Bhinneka Tunggal Ika itu sendiri berasal dari bahasa Jawa
Kuno yang diterjemahkan dalam bahasa Indnesia (Melayu) menjadi
“berbeda-beda tetapi satu juga.” Kalimat Bhinekka Tunggal Ika mula-
mula ditemukan di dalam kitab Sutasoma karangan Empu Tantular,
yang hidup pada masa kerajaan majapahit. Judul resmi dari Kitab
Sutasoma ini sebenarnya adalah Purusadha. Kitab Sutasoma digubah
oleh Mpu Tantular dalam bentuk kakawin (syair) pada masa puncak
kejayaan Majapahit di bawah pemerintahan Hayam Wuruk (1350 –
1389). Kitab yang berupa lembaran-lembaran lontar ini demikian
masyhur dalam khazanah sejarah negeri ini karena pada pupuh ke-139
(bait V) terdapat sebaris kalimat yang kemudian disunting oleh para

IAID Al-Karimiyah | 3
‘founding Fathir’ republik ini untuk dijadikan motto dalam Garuda
Pancasila lambang Negara RI.
4. Inti Sejarah
Kalimat Bhinneka Tunggal Ika yang merupakan bagian kecil dari
buah karya Mpu Tantular, Sutasoma, dalam kerangka negara Republik
Indonesia yang terdiri dari ribuan pulau dari Sabang sampai Meraoke dan
dihuni oleh ribuan bahasa, ras, dan suku, maka kalimat tersebut memiliki
arti yang sangat penting terkait dengan persatuan dan kesatuan republik
Indonesia. Kalimat tersebut, memiliki akar yang sama dengan nilai- nilai
agama baik Islam maupun agama-agama yang lain.
Dalam Islam terdapat ayat yang senada dengan kalimat tersebut,
seperti, “wahai orang-orang yang beriman, kami ciptakan laki-laki dan
perempuan, dan kami ciptakan kalia semua berbangsa-bangsa dan bersuku-
suku, agar kalian saling mengenal.” Istilah Bhinneka Tunggal Ika tidak lahir
dari ruang hampa, tetapi sebagai ekspresi dari pluralitas masyarakat yang
berada di bawah kerajaan Majapahit dan sekaligus gambaran dari harmoni
dan toleransi yang dibangun oleh masyarakat pada saat itu, yang mayoritas
masyarakatnya adalah Hindu dan Budha. Lahirnya istilah Tunggal Ika
merupakan refleksi dari realitas yang ada pada saat itu dan sekaligus cita-
cita untuk masa depan bangsa Indonesia.
Berdasarkan pada kenyataan di atas, tidak salah kiranya jika bangsa
Indonesia setelah merdeka menggunakan motto Bhinekka Tunggal Ika yang
diintrodusir oleh Empu Tantular dan kemudian disematkan pada pita burang
Garuda Pancasila serta diabadikan dalam UUD 1945. Lambang Negara
Kesatuan Republik Indonesia, Garuda Pancasila dengan semboyan
Bhinneka Tunggal Ika ditetapkan oleh Peraturan Pemerintah nomor 66
Tahun 1951, pada tanggal 17 Oktober dan diundangkan pada tanggal 28
Oktober 1951 tentang Lambang Negara.

B. Prinsip Bhinekka Tunggal Ika


Jika pada mulanya Bhinneka Tunggal Ika dipakai untuk menyatakan
semangat toleransi keagaaman antara agama Hindu dan Budha. Setelah
dijadikan semboyan bangsa Indonesia, konteks “Bhinneka” atau perbedaannya
menjadi lebih luas, tidak hanya berbeda agama saja tapi juga suku, bahasa, ras,
golongan, budaya, adat istiadat bahkan bisa ditarik kedalam perbedaan dalam
lingkup yang lebih kecil seperti perbedaan pendapat, pikiran/ide, kesukaan,
hobi.

IAID Al-Karimiyah | 4
Bhinekka Tunggal Ika sebagai salah satu dari empat pilar kebangsaan, selain
Pancasila. UUD 1945, NKRI merupakan sebuah nilai yang harus ditanam dalam
setiap warga negara Indonesia yang dibahas pada buku Pancasila.1
Bhinneka Tunggal Ika merupakan semboyan negara Indonesia dan menjadi
identitas jati diri setiap warganya. Semboyan yang diusulkan oleh Mohammad
Yamin ini menjadi prinsip persatuan dan kesatuan Bangsa Indonesia. Sudah
seharusnya prinsip Bhinneka Tunggal Ika diterapkan dalam kehidupan sehari-
hari. Dengan menerapkannya, maka persatuan dan kesatuan Bangsa Indonesia
tetap terjaga.
Semboyan ini menggambarkan persatuan dan kesatuan bangsa Indonesia
yang memiliki keberagaman suku bangsa, budaya, bahasa daerah, agama dan
kepercayaan, ras maupun antar golongan. Negara Republik Indonesia
merupakan negara dengan wilayah yang sangat luas dan berbentuk pulau-pulau
dari Sabang sampai Merauke. Banyaknya pulau tersebut tentu memunculkan
keragaman budaya, bahasa, maupun tradisi. Sehingga diperlukan wadah yang
dapat merangkul semua perbedaan yang ada.
Berikut prinsip-prinsip Bhinneka Tunggal Ika, yaitu:
1. Common denominator Indonesia
Memiliki keberagaman agama dan aliran kepercayaan. Common
denominator artinya mencari prinsip yang sama atau bersifat umum dalam
setiap agama dan aliran kepercayaan. Prinsip ini dijadikan pegangan untuk
menyatukan Bangsa Indonesia.
2. Tidak bersifat sektarian dan eksklusif
Tidak ada suatu hal yang dianggap paling benar atau memiliki
martabat yang lebih tinggi. Paham sektarian dan eksklusif hanya
menimbulkan rasa cemburu curiga, dan persaingan tidak sehat. Serta dapat
memecah persatuan dan kesatuan Bangsa Indonesia.
3. Sifatnya universal dan menyeluruh
Penerapan prinsip Bhinneka Tunggal Ika antarmasyarakat harus
saling menghormati, mencintai, menjaga toleransi, menjaga kerukunan dan
saling mempercayai. Sifat universal dan menyeluruh ini dapat menjaga
persatuan dan keanekaragaman.
4. Bersifat konvergen
Perbedaan di masyarakat seharusnya tidak menjadi masalah yang
dibesar-besarkan. Perbedaan yang ada, harus dicari titik temunya dan dibuat
kesepakatan bersama.
5. Pluralistik dan multicultural

1
Achmad Fauzi, Pancasila Konteks Sejarah, Filsafat dan Ideologi Nasional, (Bandung: Madani
Media, 2021).

IAID Al-Karimiyah | 5
Terdapat nilai di dalam Bhinneka Tunggal Ika, seperti inklusif,
toleransi, damai, dan kebersamaan. Nilai-nilai ini tidak bersifat tertutup,
sehingga dapat mengakomodasi keanekaragaman budaya bangsa dalam
menghadapi arus globalisasi. Saling menghormati antar agama, suku
bangsa, menghargai hasil karya orang lain, bergotong royong membangun
bangsa tanpa memandang perbedaan suku, budaya dan agama, tidak saling
membedakan bahkan mencaci karena hal ini dapat menimbulkan konflik
serta menjadi sumber awal pemecah persatuan dan kesatuan bangsa.
6. Semangat Gotong-Royong
Semangat gotong-royong tidak melulu tentang bahu-membahu
membersihkan lingkungan, atau menjaga keamanan lingkungan sekitar
rumahmu. Tapi juga pada semangat gotong-royong dalam melawan hoax
atau berita bohong yang kini tersebar dimana-mana atas nama clickbait.
Biasakan untuk memverifikasi data atau berita yang diterima dan ingin
disebarkan. Karena jejak digital sangat sulit untuk dihilangkan, pasalanya,
setiap harinya, ada ribuan hoax yang menyebar dan siap merusak generasi
dan keBhinnekaan negara ini.2

Berikut beberapa contoh sikap penerapan semboyan Bhinneka Tunggal Ika


dalam sehari-hari, yaitu:

1. Jika ada teman yang memiliki perbedaan pendapat, tidak boleh memaksa
kehendaknya harus sama dengan pendapat kita.
2. Bersikap baik dengan sesama, tidak saling mengejek jika terdapat
perbedaan.
3. Saling menghormati dan menghargai agama atau kepercayaan orang lain.
4. Memberikan kesempatan orang lain untuk beribadah sesuai dengan agama
dan kepercayaannya.
5. Saling membantu antarsesama tanpa memandang perbedaan satu sama lain.
6. Bekerja sama dengan baik dalam menyelesaikan suatu permasalahan.

C. Implementasi dan Tantangan Bhinekka Tunggal Ika


1. Implementasi Bhinekka Tunggal Ika dalam Kehidupan Sehari-hari3
Penerapan Bhinekka Tunggal Ika dalam kehidupan sehari-hari
melalui saling toleransi dan gotong royong. Pemahaman Bhinekka Tunggal
Ika membuat kita menjalankan sikap saling menghargai, memahami

2
Serafica Gischa, “Makna Bhineka Tunggal Ika, Prinsip, dan Contoh Sikap”,
https://www.kompas.com/skola/read/2022/06/07/160000369/makna-bhinneka-tunggal-ika-
prinsip-dan-contoh-sikap?page=all.
3
Oktaria Andani, Implementasi Nilai-Nilai Bhineka Tunggal Ika Pada Pemuda di Masyarakat,
(Surakarta: Universitas Muhammadiyah Surakarta, 2017).

IAID Al-Karimiyah | 6
perbedaan, tenggang rasa, dan tidak melakukan diskriminasi atau membeda-
bedakan seseorang berdasarkan status, ras, suku, agama dalam keseharian.
Karena hal ini dapat mempererat tali persaudaraan.
Bhinekka Tunggal Ika merupakan prinsip hidup bangsa Indonesia.
Semboyan tersebut mendeskripsikan tentang kesatuan dan keutuhan bangsa
yang diciptakan dari sikap persatuan.
Sebagai contoh, di lingkungan sekitar suatu daerah tidak ada
perbedaan yang sangat menonjol antara pemeluk agama Islam ataupun
pemeluk agama lain, mereka tetap menjalin persaudaraan dan saling
bertoleransi. Misalnya, pada saat menyambut bulan suci Ramadhan
biasanya pemeluk agama Islam ada yang mengadakan ruwahan dan uniknya
pemeluk agama lain pun ikut serta di undang atau di beri bingkisan yang
disiapkan oleh pemeluk agama Islam untuk dibagikan. Sebagai timbal balik
dari pemeluk agama lain, mereka beberapa kali juga ikut membagikan
makanan sebagai bentuk menghargai sesama dan menjalin tali persaudaraan
antar tetangga.
2. Implementasi Bhinekka Tunggal Ika di Lingkungan Sekolah4
Dalam upaya bentuk implementasi Bhinekka Tunggal Ika di
lingkungan sekolah ialah sekolah bersifat terbuka dalam penerimaan siswa
baru, memberikan peluang dan kesempatan yang sama untuk siswa yang
berasal dari luar daerah dalam penerimaan siswa baru, membangun sikap
toleransi diantara sesama siswa, perlakuan yang adil terhadap siswa yang
berbeda latar belakang, membangun kesadaran sensitifitas gender,
membangun keberagaman inklusif, dan membangun kesadaran multikultur
di kalangan siswa.
Nilai-nilai Bhinekka Tunggal Ika juga telah diimplementasikan
dalam proses pembelajaran. Dalam pembelajaran, guru membangun
keberagaman inklusif di kelas, rasa toleransi, tidak membeda-bedakan latar
belakang siswanya, berusaha merangkul semua paham keagamaan supaya
terjalin hubungan yang demokrasi dan menyenangkan saat proses
pembelajaran.
Selain itu, nilai-nilai Bhinekka Tunggal Ika juga sudah
diimplementasikan oleh siswa dalam perilaku keseharian di sekolah.
Mereka dapat berinteraksi dengan siswa tanpa membedakan suku, agama,
dan ras mereka. Sekalipun muncul konflik, konflik itu dilatar belakangi ileh
ego mereka sendiri, bukan karena perbedaan etnis, budaya, gender, maupun
pemahaman agama. Mereka juga dapat membangun sikap toleransi antar
teman dan saling menghargai satu sama lain.

4
Rianny Puspita dan Dikdik Baehaqi Arif, “Implementasi Nilai-Nilai Bhineka Tunggal Ika di SMA
Muhammadiyah 5 Yogyakarta”, Jurnal Citizenship, Vol. 4 No. 1, (Juli, 2014), 83-84.

IAID Al-Karimiyah | 7
3. Implementasi Bhinekka Tunggal Ika dalam Kehidupan Bernegara
Setelah kita pahami konsep, prinsip, dan nilai yang terkandung
dalam Bhinekka Tunggal Ika, selanjutnya adalah mengimplementasikannya
dalam kehidupan bernegara, yang akan diuraikan sebagai berikut:
a. Perilaku Inklusif
Dalam kehidupan bersama yang menerapkan semboyan Bhinekka
Tunggal Ika memandang bahwa seseorang baik sebagai individu
ataupun kelompok masyarakat merasa dirinya merupakan bagian dari
kesatuan masyarakat yang lebih luas. Betapa besar dan penting
kelompoknya dalam kehidupan bersama tetapi tidak memandang rendah
dan menyepelekan kelompok yang lain. Masing-masing memiliki peran
yang bermakna dan tidak dapat diabaikan dalam kehidupan bersama.
b. Mengakomodasi Sifat Pluralistik
Bangsa Indonesia sangat pluralistic ditinjau dari keragaman agama
yang dipeluk oleh masyarakat, aneka adat budaya yang berkembang di
daerah, suku bangsa dengan bahasanya masing-masing, dan menempati
ribuan pulau yang terpisah-pisah. Tanpa memahami makna pluralistic
dan bagaimana cara mewujudkan persatuan dalam keanekaragaman
secara tepat, akan dapat dengan mudah terjadi disintegrasi bangsa.
c. Tidak Mencari Menangnya Sendiri
Menghormati pendapat pihak lain, dengan tidak beranggapan bahwa
pendapatnya sendiri yang paling benar, dirinya atau kelompoknya yang
paling hebat perlu diatur dalam menerapkan Bhinekka Tunggal Ika.
Dapat menerima dan memberi pendapat merupakan hal yang harus
berkembang dalam kehidupan yang beragam. Perbedaan ini tidak untuk
dibesar-besarkan, tetapi dicari titik temu. Bukan dikembangkan
divergensi, tetapi yang harus diusahakan adalah terwujudnya
konvergensi dari berbagai keanekaragaman.
d. Musyawarah untuk Mencapai Mufakat
Dalam rangka membentuk kesatuan dalam keanekaragaman
diterapkan “musyawarah untuk mencapai mufakat”. Bukan pendapat
sendiri yang harus dijadikan kesepakatan bersama, tetapi common
denominator, yaitu inti kesamaan yang dipilih sebagai kesepakatan
bersama. Hal ini hanya akan tercapai dengan proses musyawarah untuk
mencapai mufakat. Dengan cara ini, segala gagasan yang timbul
diakomodasi dalam kesepakatan bersama. Tidak ada yang menang,
tidak ada yang kalah.
e. Dilandasi Rasa Kasih Sayang dan Rela Berkorban
Dalam menerapkan Bhinekka Tunggal Ika dalam kehidupan
berbangsa dan bernegara perlu dilandasi oleh rasa kasih sayang. Tidak

IAID Al-Karimiyah | 8
boleh saling mencurigai, harus saling percaya. Hal ini akan berlangsung
apabila pelaksanaan Bhinekka Tunggal Ika diterapkan dengan ungkapan
“leladi sesaiming dumadi, sepi ing pamrih, rame ing gawe.” Artinya
ialah “eksistensi kita di dunia adalah untuk memberikan pelayanan
kepada sesama, bekerja keras tanpa kepentingan pribadi atau golongan”.
4. Tantangan Bhinekka Tunggal Ika
Tantangan Bhinekka Tunggal Ika itu salah satunya ialah tantangan
pada keragaman beragama, penjelasannya sebagai berikut:5
a. Perbedaan Doktrin dan Ketidakdewasaan Menyikapi Keberagaman
Beragama
Setiap pemeluk agama sudah pasti akan meyakini apa yang ia anut.
Keyakinan tersebut membuatnya percaya bahwa agamanyalah yang
paling benar. Kemudian hal ini menjadi doktrin bahwa agama lain selain
agamanya adalah salah. Doktrin inilah yang akhirnya membuat
seseorang mudah tersulut jika terjadi sedikit saja perselisihan.
b. Fanatisme Dalam Beragama
Pengahayatan agama sebagai doktrin dapat menciptakan fanatisme
beragama. Fanatisme sendiri merupakan sebuah fenomena yang penuh
dengan konflik serta memicu kekerasan. Keyakinan yang kuat bukanlah
sesuatu yang salah, tapi kenyataannya keyakinan itu dapat berubah
menjadi tidak baik saat orang mulai meyakini bahwa di luar kelompok
agamanya sebagai musuh.
Sikap fanatisme berkeinginan menjadikan agamanya sebagai
satusatunya pranata publik yang memiliki ketegasan imperatif bagi
kehidupan politis sekaligus keberagamaan sebagai bentuk ekspresi
kehidupan, baik di ruang privat maupun publik. fanatisme lebih
merupakan aspek manipulatif dari kepercayaan dalam beragama melalui
sistem ideologi.
c. Pengaruh Kaum Mayoritas dan Minoritas
Negara Indonesia, Islam merupakan agama mayoritas. Sementara
umat
beragama lain dianggap minoritas. Dalam berbagai aspek, termasuk
pada hukum misalnya, mayoritas kerap dipandang sebagai sebuah
keistimewaan. Sedangkan minoritas sering sekali dipandang
diskriminatif. Menjadi minoritas tentu menjadi sebuah tantangan
tersendiri. Seperti kenyaatan yang kerap terjadi, kaum mayoritas terlihat
lebih berkuasa sementara minoritas menjadi lebih sulit dalam berbagai
hal. Sebenarnya ini bukan perkara mayoritas dan minoritas. Namun,

5
Ahmad Mubarok, dkk, “Tantangan Keberagaman Beragama dalam Ikatan Bhineka
Tunggal Ika di Era Milenial”, Jurnal Penelitian Agama, Vol. VI No. 1, (2020), 4-5.

IAID Al-Karimiyah | 9
oknum-oknum tertentu yang fanatic dan kurang dewasa dalam berpikir
dan bersikap, sehingga merasa berkuasa dan berbuat sewenang-wenang.

D. Toleransi di Indonesia
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia diterangkan bahwa toleransi adalah
bersifat atau bersikap menenggang (menghargai, membiarkan, membolehkan)
pendirian (pendapat, pandangan, kepercayaan, kebiasaan dan kelakuan) yang
berbeda atau bertentangan dengan pendiriannya sendiri.6
Dalam bahasa Arab toleransi sering disebut dengan tasamuh (saling
memudahkan, saling mengizinkan). Tasamuh berasal dari kata samaha yang
memiliki makna asal “kehalusan” atau “kemudahan”.7 Kata ini juga berarti al-
jud (kemuliaan).8 Kemudian perubahan katanya yaitu samahah yang diartikan
sebagai toleransi, kelapangan dada dan kedermawanan.9
Adapun yang dimaksud dengan toleransi beragama adalah toleransi yang
mencakup masalah-masalah keyakinan dalam diri manusia yang berhubungan
dengan akidah atau ketuhanan yang diyakininya. Seseorang harus diberikan
kebebasan untuk meyakini dan memeluk agama (mempunyai akidah) yang
dipilihnya masing-masing serta memberikan penghormatan atas pelaksanaan
ajaran-ajaran yang dianut atau diyakininya.10
Macam-macam Toleransi diantaranya adalah:11
1. Toleransi beragama
Toleransi beragama adalah sikap saling menghormati dan
menghargai perbedaan agama yang ada dalam kehidupan. Dalam beragama,
contoh toleransi adalah dengan menghormati hak setiap orang untuk
memilih agamanya serta memberikan ruang bagi mereka untuk
menjalankan ibadah sesuai dengan agamanya masing-masing.
2. Toleransi budaya
Di Indonesia yang memiliki ragam budaya, toleransi adalah kunci
untuk hidup rukun satu sama lain. Dengan toleransi, tidak ada sikap

6
Tim Penyusun Kamus Pusat Bahasa, Kamus Besar Bahasa Indonesia (Jakarta: Balai
Pustaka, 2001), hal. 1204.
7
Abi Husayn Ahmad bin Faris bin Zakariya, Mu’jam Maqayis al-Lughah (t.t.: Dar al-Fikr,
t.th.), hal. 99.
8
Abi al-Fadhl Hambal ad-Din Muhammad bin Mukram Ibnu Manzhur, Lisan al-‘Arab
(Beirut: Dar Shadir, t.th.), hal. 489.
9
Salma Mursyid, Konsep Toleransi (al-Samahah) Antar Umat Beragama Perspektif Islam,
Jurnal Aqlam, Vol. 2, No. 1, Desember 2016, hal. 39.
10
Casram. Membangun Sikap Toleransi Beragama dalam Masyarakat Plural. Jurnal
Ilmiah Agama dan Sosial Budaya. Vol. 1. No. 2. Juli 2016, hal. 188
11
Husnul Abdi. Pengertian Toleransi, Jenis, dan Manfaatnya untuk Kehidupan. 05 April
2023. https://www.liputan6.com/hot/read/4455454/pengertian-toleransi-jenis-dan-manfaatnya-
untuk-kehidupan

IAID Al-Karimiyah | 10
merendahkan atau superioritas antar budaya. Karena itu, setiap orang harus
mampu untuk memandang sama rata terhadap budaya yang lain.
3. Toleransi berpolitik
Toleransi ini lebih mengarah pada bagaimana setiap orang dapat
menghargai dan menghormati pendapat politik yang dimiliki oleh orang
lain. Dengan toleransi, setiap orang dapat sama-sama menjaga hak politik
orang lain.

Analisis Studi Kasus Masalah Toleransi di Indonesia


Membangun toleransi umat beragama di Indonesia tentu saja memiliki
berbagai tantangan untuk dapat mewujudkannya. Apalagi dengan berbagai kasus
yang ada, seolah pemerintah menutup mata dan lambat dalam mengambil
keputusan untuk menyikapi sikap intoleransi beragama yang semakin marak di
Indonesia. Apalagi, pasca Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) DKI Jakarta tahun
2017 dilanjutkan Pemilihan Presiden (Pilpres) tahun 2019 yang membenturkan
isu agama dengan politik yang membuat masyarakat Indonesia hampir terseret
ke persoalan isu agama. Sebelumnya menurut survei yang dikeluarkan oleh
Lembaga Survei Indonesia (LSI) pada tahun 2010 kasus intoleransi di Indonesia
cenderung menurun namun kembali meningkat pasca 2017 dengan intoleransi
religious-cultural cenderung meningkat terutama dalam hal pembangunan
rumah ibadah.12
Tak hanya itu semakin kencang sikap intoleransi agama yang berkaitan erat
dengan politik membuat masyarakat Indonesia hampir terpecah belah. Perlu
adanya kesadaran dalam masyarakat bahwa sikap toleransi perlu dipupuk dan
dijaga untuk membangun rasa persatuan dan kesatuan bangsa agar tidak terjadi
bentrokan massa. Adanya saling curiga antara satu kelompok yang satu dengan
yang lainnya. Bahkan tidak sedikit para pendukung salah satu paslon menarik
persoalan Pilkada DKI ke ranah isu agama.13
Untuk menghindari suatu bentrokkan antar kelompok agama, sekte agama
ataupun pandangan lain yang berkaitan dengan agama tentu saja perlu adanya
kesadaran antar umat beragama yang dapat menekan atau meminimalisir adanya
bentrokan. Agar menghindari suatu bentrokan atau sikap saling curiga antara
satu dengan yang lainnya perlu adanya interaksi sosial yang lebih intens.
Kesadaran sikap toleransi tidak begitu saja dapat dipahami oleh sebagaian

12
CNN Indonesia, “LSI: Intoleransi Di Era Jokowi Masih Tinggi,” last modified 2019,
accessed June 4, 2020, https://www.cnnindonesia.com/nasional/20191103183341-32-445250/lsi-
intoleransi-di-era-jokowi-masih-tinggi.
13
Merdeka.com, “Mobilisasi Isu Agama Di Pilgub DKI Tak Sehat Buat Demokrasi,” 24
Maret 2017, https://www.merdeka.com/jakarta/mobilisasi-isu-agama-di-pilgub-dki-tak-sehat-
buat-demokrasi.html.

IAID Al-Karimiyah | 11
masyarakat Indonesia yang sangat multikultural. Bentuk interaksi sosial yang
diakomodasi tentunya akan membentuk suatu toleransi.14

Jika mengacu hasil penelitian dari Setara Institute pada tahun 2018 merilis
tentang indeks kota toleran, terdapat 10 kota yang dianggap memiliki toleransi
terendah yang sesuai dengan kriteria serta indikator yang terdiri dari regulasi
pemerintah, regulasi sosial, regulasi tindakan pemerintah, demografi agama
tentunya dari indikator tersebut terdapat sepuluh kota yang memiliki indeks
toleransi yang sangat rendah, meliputi Sabang, Medan, Makassar, Bogor,
Depok, Padang, Cilegon, Jakarta, Banda Aceh dan Tanjung Balai.15
Dari hasil kajian tersebut tentu saja perlu adanya evaluasi terkait penanaman
sikap toleransi yang perlu ditingkatkan lagi. Apalagi yang menjadi salah satu
indikatornya yakni regulasi pemerintah yang juga menjadi banyak sorotan yang
pada akhirnya memunculkan sikap intoleran ditengah-tengah masyarakat.
Seharusnya toleransi yang selama ini dipupuk dan dijaga oleh bangsa
Indonesia harus dipertahankan agar menjadi syarat kerukunan dan kedamaian
sosial akan lebih mudah jika dapat dijaga dengan baik. Permasalahannya masih
ada berbagai kendala dalam memelihara toleransi antarumat beragama, berbagai
kendala tersebut antara lain; fanatisme dan radikalisme, penyebaran suatu
Agama kepada umat agama lain, dan sinkretisme.16

Indonesia yang merupakan negara multikultural, banyaknya etnis, suku,


budaya, agama yang berbeda menjadikan Indonesia menjadi salah satu bangsa
yang unik dan sangat beraneka ragam tidak dipungkiri percikan persoalan antar
agama yang satu dengan yang lain sering muncul. Pada hakikatnya Indonesia
terbangun dari struktur negara bangsa (nation state) tidak dapat menghindari
bahwa Indonesia merupakan negara majemuk (pluralisme).17

Menurut Rumadi menjelaskan bahwa terdapat beberapa syarat untuk dapat


melakukan penghapusan diskriminasi untuk dapat menuju suatu kemerdekaan
termasuk dalam kebebasan beragama, antara lain: 1) pengakuan dan
penghormatan atas pluralisme; 2) stabilitas ekono-mi; 3) pemerintahan dengan
legitimasi yang kuat; 4) kelompok-kelompok masyarakat mempunyai cara
pandang yang positif atas perbedaan satu sama lain.18 Dengan berbagai prasyarat

14
Casram Casram, “Membangun Sikap Toleransi Beragama Dalam Masyarakat Plural”,
Wawasan: Jurnal Ilmiah Agama dan Sosial Budaya 1, no. 2 (August 23, 2016), hal. 187-198
15
Setara Institute, “Indeks Kinerja HAM 2019 | Setara Institute”, 5 Juni 2020,
https://setara-institute.org/indeks-kinerja-ham-2019/.
16
Suryan A. Jamrah, “Toleransi Antarumat Beragama: Perspektif Islam”, hal.194
17
Ismardi, “Meredam Konflik Dalam Upaya Harmonisasi Antar Umat Beragama”, hal.201
18
Sartini, “Etika Kebebasan Beragama”, hal.251

IAID Al-Karimiyah | 12
tersebut bagaimana peran pemerintah dapat mewujudkannya agar diskriminasi
dapat berkurang.

Pada masa pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi) dan Jusuf Kalla
pada tahun 2014-2018 berdasarkan data Komisi untuk Orang Hilang (Kontras)
mencatat terjadi 488 kasus yang berkaitan dengan pelanggaran kebabasan
beribadah dan berkeyakinan. Beberapa daftar kasus pelanggaran kebebasan
beragama di era Jokowi-JK yakni; (1) Penyerangan Gereja St. Lidwina,
Yogyakarta, (2) Pembubaran Gafatar, Kalimantan, (3) Penyerangan, perusakan
dan pengusiran penganut Ahmadiyah, Lombok Timur, (4) Perusakan dua wihara
dan lima kelenteng, Medan. Dianggap tidak sesuai dengan janjinya soal
pemenehunan Hak Asasi Manusia.19

Intoleransi juga nampak dari hasil survei oleh LSI mengenai tentang
nonmuslim yang mengadakan acara keagamaan atau kebaktian disekitar rumah
mereka yang mayoritas warganya beragama muslim, yang keberatan hanya 36,4
persen dan yang merasa tidak keberatan 54 persen, hasil survei tersebut
menandakan bahwa sebetulnya masyarakat yang mayoritas beragama muslim
tidak terlalu keberatan jika ada pemeluk agama lain melakukan ibadah disekitar
tempat tinggalnya.
Ada hal yang menarik terkait hasil survei yang dikeluarkan oleh LSI yang
justru terdapat 37,2 persen responden muslim setuju bahwa umat agama
minoritas di Indonesia harus mengikuti kemauan muslim mayoritas, dengan kata
lain 37,2 persen responden berpandangan bahwa dengan mayoritas agama Islam
harus memiliki hak istimewa dibandingkan dengan kaum minoritas. Akan tetapi,
ketika pertanyaan tersebut dikenakan untuk muslim ketika menjadi minoritas di
negara lain, mayoritas 69,8 persen tidak setuju.20

Dari hasil survei tersebut menunjukkan adanya keinginan hak istimewa


yang diperoleh bagi kelompok mayoritas umat muslim dalam menentukan suatu
kebijakan. Sedangkan jika umat muslim yang menjadi minoritas di negara lain
hal demikian tidak dapat diterima atau disetujui oleh 69,8 persen responden,
dengan kata lain umat muslim di Indonesia tidak setuju jika pemberlakuan ini
berlaku di negara lain dimana umat muslim menjadi minoritas di negara-negara
barat atau lainnya.
Sebagai muslim kita harus memahami bahwa toleransi antar umat beragama
merupakan jalan untuk mewujudkan kehidupan yang saling berdampingan, hal

19
Victorio H. Situmorang, “Kebebasan Beragama Sebagai Bagian Dari Hak Asasi
Manusia”, Jurnal HAM 10, no. 1 (July 19, 2019): hal. 57–68.
20
CNN Indonesia, “LSI: Intoleransi Di Era Jokowi Masih Tinggi”.

IAID Al-Karimiyah | 13
ini sesuai dengan Konstitusi Madinah Pasal 45 tentang ajakan damai yang harus
diterima, asal pihak lainnya betul-betul memenuhi serta melaksanakan isi
perdamaian kecuali dengan orang-orang yang memerangi Islam.21
Selain itu, dalam Deklarasi Kairo di jabarkan dalam Pasal 1, Pasal 24 dan
Pasal 25 tentang landasan Hak Asasi Manusia (HAM). Sedangkan tentang Hak
Kebebasan beragama dijabarkan dalam Pasal 10 yakni berbunyi:
“Islam is the religion of unspoiled nature It is prohibited to exercise any form of
compulsion on man or to exploit his poverty or ignorance in order to convert
him to another religion or to atheism”.22
Kebebasan untuk memeluk suatu agama sudah terakomodir dalam Al-
Quran Surat Al-Baqarah Ayat 256 yang artinya :23
“Tidak ada paksaan untuk (memasuki) agama (Islam); sesungguhnya telah jelas
jalan yang benar dari jalan yang sesat. Karena itu barang siapa yang ingkar
kepada Thaghut dan beriman kepada Allah, maka sesunguhnya ia telah ber-
pegang kepada buhul tali yang amat kuat yang tidak akan putus. Dan Allah
Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui”.
Negara-negara Islam memasukkan Surat Al-Baqarah Ayat 256 dan
menjabarkan terkait Hak Asasi Manusia dalam Islam sesungguhnya dalam Islam
tidak ada satu paksaan bagi pemeluk agama non muslim untuk memeluk Islam.
Dan Islam sangat memberikan ruang untuk agama lain untuk beribadah sesuai
dengan keyakinannya.
Untuk itu, dalam menjalankan toleransi umat beragama perlu adanya
pemahaman dari masyarakat Indonesia bukan hanya melihat minoritas dan
mayoritas namun dari semua elemen bangsa Indonesia khususnya dapat benar-
benar menjalankan nilai-nilai Pancasila dalam kehidupan sehari-hari sehingga
intoleransi dapat diminimalisir atau berkurang karena adanya kesadaran dari
berbagai pihak dari penerapan toleransi dari segi bidang apapun.

PENUTUP
Istilah Tunggal Ika merupakan refleksi dari realitas yang ada, sekaligus cita-
cita untuk masa depan bangsa Indonesia. Bhinekka Tunggal Ika memiliki prinsip-
prinsip yang menjadikannya memiliki nilai sebagai semboyan negara. Prinsip-

21
Ismardi, “Meredam Konflik Dalam Upaya Harmonisasi Antar Umat Beragama.”
22
The Organisation of the Islamic Conference, The Cairo Declaration On Human Rights In
Islam (Cairo, 1990).
23
RI Kementerian Agama, “Al-Quran Dan Tafsirnya”. Jakarta: PT. Sinergi Pustaka, 2012.

IAID Al-Karimiyah | 14
prinsip tersebut diantaranya; common denominator Indonesia, tidak bersifat
sektarian dan eksklusif, bersifat universal dan menyeluruh, konvergen, pluralistik
dan multikultural serta semangat gotong royong. Setelah memahami dengan baik
konsep bhinekka tunggal ika tentu kita akan dapat mengimplementasikan dalam
kehidupan sehari-hari. Dan toleransi merupakan cara terbaik untuk mewujudkan
konsep bhinekka tunggal ika ini, sejalan dengan Al Qur’an yang mengajarkan
muslim untuk berprilaku toleransi.

IAID Al-Karimiyah | 15
DAFTAR PUSTAKA
Abdi, Husnul. Pengertian Toleransi, Jenis, dan Manfaatnya untuk Kehidupan. 05
April 2023. https://www.liputan6.com/hot/read/4455454/pengertian-
toleransi-jenis-dan-manfaatnya-untuk-kehidupan
Ahmad, Abi Husayn bin Faris bin Zakariya. Mu’jam Maqayis al-Lughah. Dar al-
Fikr, t.th.
Andani, Oktaria. 2017. Implementasi Nilai-Nilai Bhinekka Tunggal Ika Pada
Pemuda di Masyarakat. Surakarta: Universitas Muhammadiyah
Surakarta.
Cahyono, Ma’ruf. 2014. Bhinekka Tunggal Ika dan Integrasi Nasional. Jakarta:
Pusat Pengkajian MPR RI.
Casram. Membangun Sikap Toleransi Beragama dalam Masyarakat Plural. Jurnal
Ilmiah Agama dan Sosial Budaya. Vol. 1. No. 2. Juli 2016.
CNN Indonesia. “LSI: Intoleransi Di Era Jokowi Masih Tinggi”. 4 Juni 2020.
https://www.cnnindonesia.com/nasional/20191103183341-32-
445250/lsi-intoleransi-di-era-jokowi-masih-tinggi.
Fauzi, Achmad. 2021. Pancasila Konteks Sejarah, Filsafat, Ideologi Nasional.
Bandung: Madani Media.
Gischa, Serafica. “Makna Bhinekka Tunggal Ika, Prinsip, dan Contoh Sikap”.
Kompas.com,
https://www.kompas.com/skola/read/2022/06/07/160000369/makna-
bhinneka-tunggal-ika-prinsip-dan-contoh-sikap?page=all.

Ismardi. “Meredam Konflik Dalam Upaya Harmonisasi Antar Umat Beragama”.


Toleransi: Media Komunikasi Umat Bergama Vol.6, no. 2 Juli-
Desember (2014).

Jamrah, Suryan A. “Toleransi Antarumat Beragama: Perspektif Islam”. Jurnal


Ushuluddin 23, no. 2 (2015).
Merdeka.com. “Mobilisasi Isu Agama Di Pilgub DKI Tak Sehat Buat
Demokrasi”. 24 Maret 2017.
https://www.merdeka.com/jakarta/mobilisasi-isu-agama-di-pilgub-
dki-tak-sehat-buat-demokrasi.html.

Mubarok, Ahmad, dkk. 2020. “Tantangan Keberagaman Beragama dalam Ikatan


Bhinekka Tunggal Ika di Era Milenial”. Jurnal Penelitian Agama Vol.
VI No.1.

IAID Al-Karimiyah | 16
Muhammad, Abi al-Fadhl Hambal ad-Din bin Mukram Ibnu Manzhur. Lisan al-
‘Arab. Beirut: Dar Shadir, t.th.

Mursyid, Salma. Konsep Toleransi (al-Samahah) Antar Umat Beragama Perspektif


Islam. Jurnal Aqlam, Vol. 2, No. 1, Desember 2016.
Puspita, Rianny dan Dikdik Baehaqi Arif. 2014. “Implementasi Nilai-Nilai
Bhinekka Tunggal Ika di SMA Muhammadiyah 5 Yogyakarta”. Jurnal
Citizenship Vol. 4 No. 1.
RI Kementerian Agama. “Al-Quran Dan Tafsirnya”. Jakarta: PT. Sinergi Pustaka,
2012.
Sartini. “Etika Kebebasan Beragama”. Jurnal Filsafat 18, no. 3 (2016).
Setara Institute, “Indeks Kinerja HAM 2019 | Setara Institute”, 5 Juni 2020,
https://setara-institute.org/indeks-kinerja-ham-2019/.
Situmorang, Victorio H. “Kebebasan Beragama Sebagai Bagian Dari Hak Asasi
Manusia”. Jurnal HAM 10, no. 1 (July 19, 2019).

The Organisation of the Islamic Conference. The Cairo Declaration On Human


Rights In Islam. Cairo, 1990.
Tim Penyusun Kamus Pusat Bahasa. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta:
Balai Pustaka, 2001.

IAID Al-Karimiyah | 17

Anda mungkin juga menyukai