Anda di halaman 1dari 9

Bhineka Tunggal Ika

Bhinneka Tunggal Ika : Pengertian, Fungsi, Dan Makna Beserta Sejarahnya Secara
Lengkap – Jika kamu orang indonesia pasti anda tahu semboyan dari Bhinneka Tunggal Ika ??
Semboyan dari Bhinneka Tunggal Ika yaitu “berbeda-beda tapi tetap satu jua”. Tapi apakah
anda tahu dari pengertian, fungsi, sejarah, dan makna Bhinneka Tunggal Ika. Jika anda belum
mengetahuinya anda tepat sekali karena disini akan mengulas secara lengkap.

Pengertian Bhineka Tunggal Ika


Secara etimologi atau asal-usul bahasa, kata-kata Bhinneka Tunggal Ika berasal dari bahasa
Jawa Kuno yang bila dipisahkan menjadi Bhinneka = beragam atau beraneka, Tunggal = satu,
dan Ika = itu. Artinya, secara harfiah, jika diartikan menjadi beraneka satu itu. Maknanya,
bisa dikatakan bahwa beraneka ragam tetapi masih satu jua. Semoboyan ini diambil dari kitab
atau kakawin Sutasoma karangan Empu Tantular, yang hidup pada masa Kerajaan majapahit
sekitar abad ke-14 M.

Hal ini menunjukkan persatuan dan kesatuan yang terjadi diwilayah Indonesia, dengan
keberagaman penduduk Indonesia yang terdiri dari bermacam-macam suku, bahasa daerah, ras,
agama, dan kepercayaan, lantas tidak membuat Indonesia menjadi terpecah-belah. Melalui
semboyan ini, Indonesia bisa dipersatukan dan semua keberagaman tersebut menjadi satu bagian
dari Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).
Sejarah Bhineka Tunggal Ika
Sebelumnya semboyan yang dijadikan semboyan resmi Negara Indonesia sangat panjang yaitu
Bhineka Tunggal Ika Tan Hana Dharma Mangrwa. Semboyan Bhineka Tunggal Ika dikenal
untuk pertama kalinya pada masa Majapahit era kepemimpinan Wisnuwardhana. Perumusan
semboyan Bhineka Tunggl Ika ini dilakukan oleh Mpu Tantular dalam kitab Sutasoma.
Perumuan semboyan ini pada dasarnya merupakan pernyataan kreatif dalam usaha mengatasi
keanekaragaman kepercayaan dan keagamaan. Hal itu dilakukan sehubungan usaha bina Negara
kerajaan Majapahit saat itu.

Semboyan Negara Indonesia ini telah memberikan nilai-nilai inspiratif terhadap system
pemerintahan pada masa kemerdekaan. Bhineka Tunggal Ika pun telah menumbuhkan semangat
persatuan dan kesatuan Negara Kesatuan Republik Indoesia. Dalam kitab Sutosoma, definisi
Bhineka Tunggal Ika lebih ditekankan pada perbedaan dalam hal kepercayaan dan
keaneragaman agama yang ada di kalangan masyarakat Majapahit.

Namun, sebagai semboyan Negara Kesatuan Republik Indonesia, konsep Bhineka Tunggal Ika
bukan hanya perbedaan agama dan kepercayaan menjadi fokus, tetapi pengertiannya lebih luas.
Bhineka Tunggal Ika sebagai semboyan Negara memiliki cakupan lebih luas, seperti perbedaan
suku, bangsa, budaya (adat-istiadat), beda pulau, dan tentunya agama dan kepercayaan yang
menuju persatuan dan kesatuan Negara.

Seluruh perbedaan yang ada di Indonesia menuju tujuan yang satu atau sama, yaitu bangsa dan
Negara Indonesia. Berbicara mengenai Lambang Negara Kesatuan Republik Indonesia, lambang
Garuda Pancasila dengan semboyan Bhineka Tunggal Ika ditetapkan secara resmi menjadi
bagian dari Negara Indonesia melalui Peraturan Pemerintahan Nomor 66 Tahun 1951 pada 17
Oktober 1951 dan di undang – undangkan pada 28 Oktober 1951 sebagai Lambang Negara.
Usaha pada masa Majapahit maupun pada masa pemerintahan Indonesia berlandaskan pada
pandangan yang sama, yaitu pandangan mengenai semangat rasa persatuan, kesatuan, dan
kebersamaan sebagai modal dasar untuk menegakkan Negara. Sementara itu, semboyan “Tan
Hana Darma Mangrwa” dipakai sebagai motto lambang Lembaga Pertahanan Nasional. Makna
dari semboyan itu adalah “tidak ada kebenaran yang bermuka dua”.

Namun, Lemhanas kemudian mengubah semboyan tersebut menjadi yang lebih praktis dan
ringkas yaitu “bertahan karena benar”. Makna “tidak ada kebenaran yang bermuka dua”
sebenarnya memiliki pengertian agar hendaknya manusia senantiasa berpegang dan
berlandaskan pada kebenaran yang satu. Semboyan “Bhineka Tunggal Ika Tan Hana Darma
Mangrwa” adalah ungkapan yang memaknai kebenaran aneka unsur kepercayaan pada
Majapahit. Tdak hanya Siwa dan Budha, tetapi sejumlah aliran yang sejak awal telah dikenal
terlebih dulu sebagian besar anggota masyarakat Majapahit yang memiliki sifat majemuk.

Sehubungan dengan semboyan Bhineka Tunggal Ika, cikal bakal dari Singasari, yakni pada
masa Wisnuwardhana sang dhinarmeng ring Jajaghu (Candi Jago), semboyan tersebut dan candi
Jago disempurnakan pada masa Kerajaan Majapahit. Oleh karena itu, kedua simbol tersebut
lebih dikenal sebagai hasil perdaban masa Kerajaan Majapahit. Dari segi agama dan
kepercayaan, masyarakat Majapahit merupakan masyarakat yang majemuk.

Selain adanya beberapa aliran agama dan kepercayaan yang berdiri sendiri, muncul juga gejala
sinkretisme yang sangat menonjol antara Siwa dan Budha serta pemujaan terhadap roh leluhur.
Namun, kepercayaan pribumi tetap bertahan. Bahkan, kepercayaan pribumi memiliki peranan
tertinggi dan terbanyak di kalangan mayoritas masyarakat. Pada saat itu, masyarakat Majapahit
terbagi menjadi beberapa golongan. Pertama, golongan orang-orang islam yang datang dari barat
dan menetap di Majapahit. Kedua, golongan orang-orang China yang mayoritas berasal dari
Canton, Chang-chou, dan Fukien yang kemudian bermukim di daerah Majapahit. Namun,
banyak dari mereka masuk agama Islam dan ikut menyiarkan agama Islam.\\
 Pembentuk jati diri bangsa
Sejak Negara Republik Indonesia ini merdeka, para pendiri bangsa mencantumkan kalimat
Bhinneka Tunggal Ika sebagai semboyan pada lambang negara Garuda Pancasila. Kalimat itu
sendiri diambil dari falsafah Nusantara yang sejak jaman Kerajaan Majapahit yang juga sudah
dipakai sebagai motto pemersatu Nusantara, yang diikrarkan oleh Patih Gajah

Mada dalam Kakawin Sutasoma, karya Mpu Tantular:

Rwāneka dhātu winuwus wara Buddha Wiśwa,

bhinnêki rakwa ring apan kěna parwanosěn,

mangka ng Jinatwa kalawan Śiwatatwa tunggal,

bhinnêka tunggal ika tan hana dharmma mangrwa (Pupuh 139: 5).

Terjemahan:

Konon dikatakan bahwa Wujud Buddha dan Siwa itu berbeda. Mereka memang

berbeda. Namun, bagaimana kita bisa mengenali perbedaannya dalam selintas

pandang? Karena kebenaran yang diajarkan Buddha dan Siwa itu sesungguhnya satu jua.
Mereka memang berbeda-beda, namun hakikatnya sama. Karena tidak ada kebenaran yang
mendua. (Bhineka Tunggal ika tan Hana Dharma Mangrwa).

Frasa tersebut berasal dari bahasa Jawa Kuna dan diterjemahkan dengan kalimat berbeda-beda
tetapi tetap satu. Kemudian terbentuklah Bhineka Tunggal Ika menjadi jati diri bangsa
Indonesia. Ini artinya, bahwa sudah sejak dulu hingga saat ini kesadaran akan hidup bersama di
dalam keberagaman sudah tumbuh dan menjadi jiwa serta semangat bangsa di negeri ini.
Munandar (2004:24) dalam Tjahjopurnomo S.J. mengungkapkan bahwa sumpah palapa secara
esensial, isinya mengandung makna tentang upaya untuk mempersatukan nusantara. Sumpah
Palapa Gajah Mada hingga kini tetap menjadi acuan, sebab Sumpah Palapa itu bukan hanya
berkenaan dengan diri seseorang, namun berkenaan dengan kejayaan eksistensi suatu kerajaan.
Oleh karena itu, sumpah palapa merupakan aspek penting dalam pembentukan Jati Diri Bangsa
Indonesia.

Menurut Pradipta (2009), pentingnya Sumpah Palapa karena di dalamnya terdapat pernyataan
suci yang diucapkan oleh Gajah Mada yang berisi ungkapan “lamun huwus kalah nusantara isun
amukti palapa” (kalau telah menguasai Nusantara, saya melepaskan puasa/tirakatnya). Naskah
Nusantara yang mendukung cita-cita tersebut di atas adalah Serat Pararaton. Kitab tersebut
mempunyai peran yang strategis, karena di dalamnya terdapat teks Sumpah Palapa. Kata
sumpah itu sendiri tidak terdapat di dalam kitab Pararaton, hanya secara tradisional dan
konvensional para ahli Jawa Kuno menyebutnya sebagai Sumpah Palapa. Bunyi selengkapnya
teks Sumpah Palapa menurut Pararaton edisi Brandes (1897 : 36) adalah sebagai berikut:

Sira Gajah Mada Patih Amangkubhumi tan ayun amuktia palapa,

sira Gajah Mada: “Lamun huwus kalah nusantara isun amukti

palapa, lamun kalah ring Gurun, ring Seran, Tanjung Pura, ring

Haru, ring Pahang, Dompo, ring Bali, Sunda, Palembang,


Tumasik, samana isun amukti palapa”.

Terjemahan:

Beliau Gajah Mada Patih Amangkubumi tidak ingin melepaskan

puasa (nya). Beliau Gajah Mada: Jika telah mengalahkan

nusantara, saya (baru) melepaskan puasa, jika (berhasil)

mengalahkan Gurun, Seram, Tanjung Pura, Haru, Pahang, Dompo,

Bali, Sunda, Palembang, Tumasik, demikianlah saya (baru)

melepaskan puasa (saya)

Kemudian dilanjutkan dengan adanya Sumpah Pemuda yang tidak kalah penting dalam sejarah
perkembangan pembentukan Jati Diri Bangsa ini. Tjahjopurnomo (2004) menyatakan bahwa
Sumpah Pemuda yang diikrarkan pada 28 Oktober 1928 secara historis merupakan rangkaian
kesinambungan dari Sumpah Palapa yang terkenal itu, karena pada intinya berkenaan dengan
persatuan, dan hal ini disadari oleh para pemuda yang mengucapkan ikrar tersebut, yakni
terdapatnya kata sejarah dalam isi putusan Kongres Pemuda Kedua. Sumpah Pemuda
merupakan peristiwa yang maha penting bagi bangsa

Indonesia, setelah Sumpah Palapa. Para pemuda pada waktu itu dengan tidak memperhatikan
latar kesukuannya dan budaya sukunya berkemauan dan berkesungguhan hati merasa memiliki
bangsa yang satu, bangsa Indonesia. Ini menandakan bukti tentang kearifan para pemuda pada
waktu itu. Dengan dikumandangkannya Sumpah Pemuda, maka sudah tidak ada lagi ide
kesukuan atau ide kepulauan, atau ide propinsialisme atau ide federaslisme. Daerah-daerah
adalah bagian yang tidak bisa dipisah-pisahkan dari satu tubuh, yaitu tanah Air Indonesia,
bangsa Indonesia, dan bahasa Indonesia. Sumpah Pemuda adalah ide kebangsaan Indonesia yang
bulat dan bersatu, serta telah mengantarkan kita ke alam kemerdekaan, yang pada intinya
didorong oleh kekuatan persatuan Indonesia yang bulat dan bersatu itu.

Pada saat kemerdekaan diproklamirkan, 17 Agustus 1945 yang didengungkan oleh Soekarno-
Hatta, kebutuhan akan kesatuan dan persatuan bangsa Indonesia tampil mengemuka dengan
Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945 sebagai dasar Negara RI. Sejak waktu itu, Sumpah
Palapa dirasakan eksistensi dan perannya untuk menjaga kesinambungan sejarah bangsa
Indonesia yang utuh dan menyeluruh. Seandainya tidak ada Sumpah Palapa, NKRI (Negara
Kesatuan Republik Indonesia) akan dikoyak-koyak sendiri oleh suku-suku bangsa Nusantara
yang merasa dirinya bisa memisahkan diri dengan pemahaman federalisme dan otonomi daerah
yang berlebihan.

Gagasan-gagasan memisahkan diri sungguh merupakan gagasan dari orang-orang yang tidak
tahu diri dan tidak mengerti sejarah bangsanya, bahkan tidak tahu tentang “jantraning alam”
(putaran zaman) Indonesia, yang harus kita lakukan adalah, dengan kesadaran baru yang ada
pada tingkat kecerdasan, keintelektualan, serta kemajuan kita sekarang ini, bahwa bangsa ini
dibangun dengan pilar bernama Bhinneka Tunggal Ika yang telah mengantarkan kita sampai hari
ini menjadi sebuah bangsa yang terus semakin besar di antara bangsa-bangsa lain di atas bumi
ini, yaitu bangsa Indonesia, meskipun berbeda-beda (suku bangsa) tetapi satu (bangsa
Indonesia).

Dan dikuatkan dengan pilar Sumpah Palapa diikuti oleh Sumpah Pemuda yang mengikrarkan
persatuan dan kesatuan Nusantara / bangsa Indonesia, serta proklamasi kemerdekaan dalam
kesatuan dan persatuan bangsa Indonesia yang utuh dan menyeluruh. Hal itu tidak terlepas dari
pembentukan jati diri daerah sebagai dasar pembentuk jati diri bangsa.
Fungsi Bhinneka Tunggal Ika
Bangsa Indonesai sudah lama hidup di dalam keaneka ragaman, tetapi hal ini tidak pernah
menampilkan perseteruan antar rakyat Indonesia. Keberagaman yang ada dipakai untuk
membentuk suatu Negara yang besar. Keberagaman yang terjadi baik itu di dalam segi
kepercayaan, warna kulit, suku bangsa, agama, bahasa, menjadikan Bangsa Indonesia
merupakan suatu bangsa yang besar dan berdaulat. Sejarah mencatat bahwasanya semua anak
bangsa yang tergabung dalam berbagai macam suku turut serta memperjuangkan kemerdekaan
bangsa Indonesia dengan mengambil peran masing-masing.

Para tokoh bangsa yang bergerak dalam memperjuangkan kemerdekaan Indonesia


sudah menyadari tantangan yang harus dihadapi oleh karena kemajemukan yang ada di dalam
bangsa ini. Keberagaman menjadi sebuah realitas yang tidak bisa dihindari di dalam negeri ini.
Pemikiran dan tindakan yang diperbuat tidak lain dan tidak bukan hanya untuk menunjukkan
pada dunia bahwa cita-cita bangsa akan terwujud dengan keanekaragaman itu. Ke-bhinneka-an
adalah sebuah hakikat realitas yang sudah ada dalam bangsa Indonesia, sedangkan ke-Tunggal-
Ika-an adalah sebuah cita-cita kebangsaan. Semboyan inilah yang menjadi jembatan emas
penghubung menuju pembentukan Negara berdaulat serta menunjukkan kebesarannya di mata
dunia.

Konsep Bhinneka Tunggal Ika adalah sebuah semboyan yang dijadikan dasar Negara Indonesia.
Oleh sebab itu, Bhinneka Tunggal Ika patut dijadikan sebagai landasan untuk mewujudkan
persatuan dan kesatuan di dalam bangsa Indonesia. Kita sebagai generasi selanjutnya yang bisa
menikmati kemerdekaan dengan mudah, haruslah bersungguh-sungguh dalam menerapkannya
dalam kehidupan sehari-hari. Kita dapat saling menghargai dengan masyarakat tanpa saling
memikirkan percampuran suku bangsa, ras, agama, bahasa, dan keaneka ragaman lainnya.
Tanpa adanya kesadaran di dalam diri rakyat Indonesia, maka pantaslah Indonesia akan hancur
dan terpecah belah.

Prinsip Bhinneka Tunggal Ika


1. Common Denominator

Di Indonesia, berbagai macam keaneka ragaman yang ada tidaklah membuat bangsa ini menjadi
pecah. Terdapat 5 agama yang ada di Indonesia, dan hal tersebut tidak membuat agama-agama
tersebut untuk saling mencela. Maka sesuai dengan prinsip pertama dari Bhinneka Tunggal Ika,
maka perbedaan-perbedaan di dalam agama tersebut haruslah dicari common denominatornya,
atau dengan kata lain kita haruslah mencari sebuah persamaan dalam perbedaan itu, sehingga
semua rakyat yang hidup di Indonesia dapat hidup di dalam keanekaragaman dan kedamaian
dengan adanya kesamaan di dalam perbedaan tersebut.

Begitu juga halnya dengan dengan aspek lain yang mempunyai perbedaan di Indonesia, seperti
adat dan kebudayaan yang terdapat di setiap daerah. Semua macam adat dan budaya itu tetap
diakui konsistensinya sebagai adat dan budaya yang sah di Indonesia, tapi segala macam
perbedaan tersebut tetap bersatu di dalam bingkai Negara kesatuan republik Indonesia.

2. Tidak Bersifat Sektarian dan Enklusif

Makna yang terkandung di dalam prinsip ini yakni semua rakyat Indonesia dalam kehidupan
berbangsa dan bernegara tidak dibenarkan menganggap bahwa dirinya atau kelompoknya adalah
yang paling benar, paling hebat, atau paling diakui oleh yang lain. Pandangan-pandangan
sectarian dan enklusif haruslah dihilangkan pada segenap tumpah darah Indonesia, karena ketika
sifat sectarian dan enklusif sudah terbentuk, maka akan banyak suatu konflik yang terjadi
dikarenakan kecemburuan, kecurigaan, sikap yang berlebihan, dan kurang memperhitungkan
keberadaan kelompok atau pribadi lain.

Bhinneka Tunggal Ika sifatnya inklusif, dengan kata lain segala kelompok yang ada haruslah
saling memupuk rasa persaudaraan, kelompok mayoritas tidak memperlakukan sebuah
kelompok minoritas ke dalam posisi terbawah, tetapi haruslah hidup berdampingan satu sama
lain. Kelompok mayoritas juga tidak harus memaksakan kehendaknya kepada kelompok lain.

3. Tidak Bersifat Formalistis

Bhinneka Tunggal Ika tidak bersifat formalistis, yang hanya menunjukkan sebuah perilaku semu
dan kaku. Tetapi, Bhinneka Tunggal Ika sifatnya universal dan menyeluruh. Hal ini dliandasi
oleh adanya rasa cinta mencintai, rasa hormat menghormati, saling percaya mempercayai, dan
saling rukun antar sesame. Karena dengan cara inilah, keanekaragaman bisa disatukan dalam
bingkai ke-Indonesiaan.

4. Bersifat Konvergen

Bhinneka Tunggal Ika sifatnya konvergen dan tidak divergen. Segala macam keaneka ragaman
yang ada bila terjadi masalah, bukan untuk dibesar-besarkan, tetapi haruslah dicari satu titik
temu yang bisa membuat segala macam kepentingan menjadi satu. Hal ini bisa dicapai
bila terdapatnya sikap toleran, saling percaya, rukun, non sectarian, dan inklusif.

Implementasi Bhinneka Tunggal Ika


Implementasi terhadap Bhinneka Tunggal Ika bisa tercapai bila rakyat dan seluruh komponen
mematuhi prinsip-prinsip yang sudah disebutkankan di atas. Yakni :

1. Perilaku Inklusif

Seseorang haruslah menganggap bahwa dirinya sedang berada di dalam suatu populasi yang
luas, sehingga dia tidak melihat dirinya melebihi dari yang lain. Begitu juga dengan kelompok.
Kepentingan bersama lebih diutamakan daripada sebuah keuntungan pribadi atau kelompoknya.
Kepentingan bersama bisa membuat segala komponen merasa puas dan senang. Masing-masing
kelompok mempunyai peranan masing-masing di dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.

2. Mengakomodasi Sifat Prulalistik

Ditinjau dari keanekaragaman yang ada di dalam negeri ini, maka sepantasnyalah bila Indonesia
adalah bangsa dengan tinglat prulalistik terbesar di dunia. Hal inilah yang membuat bangsa kita
disegani oleh bangsa lain. Tapi, bila hal ini tidak bisa dipergunakan dengan baik, maka sangat
mungkin akan terjadi disintegrasi di dalam bangsa.

Agama, ras, suku bangsa, bahasa, adat dan budaya yang ada di Indonesia mempunyai jumlah
yang tidak sedikit. Sikap saling toleran, saling menghormati, saling mencintai, dan saling
menyayangi menjadi hal mutlak yang dibutuhkan oleh segenap rakyat Indonesia, supaya
terciptanya masyarakat yang tenteram dan damai.

3. Tidak Mencari Menangnya Sendiri

Perbedaan pendapat adalah hal yang lumrah terjadi pada zaman sekarang. Apalagi ditambah
dengan diberlakukannya sistem demokrasi yang menuntut segenap rakyat bebas untuk
mengungkapkan pendapatnya masing-masing. Oleh sebab itu, untuk mencapai prinsip ke-
Bhinneka-an, maka seseorang haruslah saling menghormati antar satu pendapat dengan pendapat
yang lain. Perbedaan ini tidak untuk dibesar-besarkan, tetapi untuk dicari suatu titik temu
dengan mementingkan suatu kepentingan bersama. Sifatnya konvergen haruslah benar-benar
dinyatakan di dalam hidup berbangsa dan bernegara, jauhkan sifat divergen.

4. Musyawarah untuk Mufakat

Perbedaan pendapat antar kelompok dan pribadi haruslah dicari solusi bersama dengan
diberlakukannya musyawarah. Segala macam perbedaan direntangkan untuk mencapai satu
kepentingan. Prinsip common denominator atau mencari inti kesamaan haruslah diterapkan di
dalam musyawarah. Dalam musyawarah, segala macam gagasan yang timbul akan
diakomodasikan dalam kesepakatan. Sehingga kesepakatan itu yang mencapai mufakat antar
pribadi atau kelompok.

5. Dilandasi Rasa Kasih Sayang dan Rela Berkorban

Sesuai dengan pedoman sebaik-baik manusia yaitu yang bermanfaat bagi manusia lainnya, rasa
rela berkorban haruslah diterapkan di dalam kehidupan sehari-hari. Rasa rela berkorban ini akan
terbentuk dengan dilandasi oleh rasa salin kasih mangasihi, dan sayang menyayangi. Jauhilah
rasa benci karena hanya akan menimbulkan konflik di dalam kehidupan.
Pembahasan Mengenai Pengertian Pemilihan Umum,
Tujuan Pemilihan Umum dan Fungsi Pemilihan Umum

Pengertian Pemilihan Umum adalah suatu proses untuk memilih orang-orang yang akan
menduduki kursi pemerintahan. Pemilihan umum ini diadakan untuk mewujudkan negara yang
demokrasi, di mana para pemimpinnya dipilih berdasarkan suara mayoritas terbanyak.

Walaupun setiap warga negara Indonesia (laki-laki dan wanita) mempunyai hak untuk memilih, namun
UU Pemilu mengadakan pembatasan umur untuk dapat ikut serta di dalam pemilihan umum. Batas
waktu untuk menetapkan batas umum ialah waktu pendaftaran pemilih untuk pemilihan umum :

1. Sudah genap berumur 17 tahun.

2. Belum mencapai usia 17 tahun, akan tetapi sudah kawin terlebih dahulu.

Adapun ketetapan batas umur 17 tahun yaitu berdasarkan perkembangan kehidupan politik di
Indonesia, bahwa warga negara Republik Indonesia yang telah mencapai umur 17 tahun, ternyata
sudah mempunyai pertanggung jawaban politik terhadap negara dan masyarakat, sehingga sewajarnya
diberikan hak untuk memilih wakil-wakilnya dalam pemilihan anggota badan-badan perwakilan rakyat.

Pemilihan umum dilakukan secara rahasia. Rahasia yang dimaksud ialah para pemilih dijamin oleh
peraturan, bahwa tidak akan diketahui oleh pihak siapa pun dan dengan jalan apa pun, siapa yang
dipilihnya. Pemilih memberikan suaranya pada suara-suara dengan tidak dapat diketahui oleh orang
lain kepada siapa suaranya diberikan.

Pemilihan umum diadakan secara bebas. Maksudnya bahwa tiap-tiap warga negara yang berhak
memilih dalam menggunakan haknya dijamin keamanannya untuk melakukan pemilihan menurut hati
nuraninya tanpa adanya pengaruh, tekanan maupun paksaan dari siapa pun atau apa pun juga.

| Tujuan Pemilihan Umum |

Tujuan Pemilihan Umum yang utama ialah :

1. Memilih wakil-wakil rakyat untuk duduk di dalam Lembaga Permusyawaratan atau Perwakilan.

2. Memilih wakil-wakil rakyat yang akan mempertahankan tegak berdirinya NKRI (Negara Kesatuan
Republik Indonesia).
3. Memilih wakil-wakil rakyat yang akan mempertahankan dasar falsafah negara Republik Indonesia
yaitu pancasila.

4. Memilih wakil-wakil rakyat yang benar-benar membawakan isi hati nurani rakyat dalam melanjutkan
perjuangan mempertahankan dan mengembangkan kemerdekaan negara kesatuan RI.

| Fungsi Pemilihan Umum |

Fungsi Pemilihan Umum sebagai alat demokrasi yang digunakan untuk :

1. Mempertahankan dan mengembangkan sendi-sendi demokrasi di Indonesia.

2. Mencapai suatu masyarakat yang adil dan makmur berdasarkan Pancasila (Keadilan sosial bagi
seluruh rakyat Indonesia).

3. Menjamin suksesnya perjuangan orde baru, yaitu tetap tegaknya Pancasila dan dipertahankannya
UUD 1945.

Sekian dari informasi ahli mengenai pengertian pemilihan umum, tujuan pemilihan umum dan fungsi
pemilihan umum, semoga tulisan informasi ahli mengenai pengertian pemilihan umum, tujuan
pemilihan umum dan fungsi pemilihan umum dapat bermanfaat.

Anda mungkin juga menyukai