Anda di halaman 1dari 13

Kisah Andi Depu Bertarung Demi Republik

Di tanah Mandar pada 1923, Andi Depu menikah dengan seorang


bangsawan bernama Andi Baso Pabiseang. Setelah menikah, Andi Depu diangkat
menjadi Raja ke-51 Kerajaan Balanipa. Dengan statusnya itu, ia gigih melawan
dan mengusir penjajahan Belanda dari tanah Mandar. Demi mempertahankan
kemerdekaan dari tangan Belanda, Andi Depu rela meninggalkan kerajaan dan
turun bersama rakyat melawan Belanda. Andi Depu bisa leluasa pergi berjuang
ke mana-mana tanpa dicurigai sebagai pejuang karena dia adalah perempuan.
Namun, suaminya ternyata tidak menyetujui langkah perjuangan Andi Depu.
Sebab, ada perbedaan sikap di antara keduanya soal Pemerintah Hindia Belanda.

Andi Baso Pabiseang berpikiran pendek dan menganggap bahwa kaum


penjajah itu tidak mungkin dapat dilawan dan dikalahkan hanya dengan semangat
yang berkobar-kobar.

“Sudahlah kita tidak akan bisa mengalahkan Belanda hanya dengan menggunakan
bambu runcing dan semangatmu yang berkoar-koar itu, mereka menggunakan
peralatan yang canggih dan tidak sebanding dengan peralatan kita” kata
Pabiseang.

"Saya tidak bisa hanya tinggal di kerajaan, sedangkan rakyat sedang berjuang
demi tanah yang selama ini menjadi tempat tinggal nenek moyang kami. Kami
yakin kami bisa mengalahkan Belanda." ucap Andi Depu.

"Apa yang bisa kamu dapat dan kamu andalkan dari semangatmu itu” kata
Pabiseang.

“Kamu seorang perempuan yang punya keluarga, saya sebagai suami tidak akan
mengijinkan hal itu" lanjutnya.

Perdebatan itu membuat Andi depu dan suaminya tidak bisa bersama lagi.
Akhirnya, Andi Depu dan suaminya memutuskan berpisah. Selepas bercerai
dengan suaminya, Andi bersama putranya bergabung dengan pergerakan rakyat
Mandar dalam memerangi penjajahan. Lulusan Volschool (sekolah rakyat atau
desa) ini aktif di berbagai organisasi.

Pada tahun 1940, Andi Depu menjadi penyokong utama berdirinya


perkumpulan JIB (Jong Islamiten Bond) di daerah Mandar. Aktivitas dalam
perkumpulan kepemudaan saat itu, mewarnai cara berpikir dan cara pandang Andi
Depu muda melihat pergolakan kebangsaan.

Andi Depu bergegas ke Tinambung untuk memperingati hari Sumpah


Pemuda tahun 1942. Setelah tiba di Tinambung diadakan rapat Raksasa yang
dihadiri oleh semua Raja dan para Pemangku Adat dan Hadat di Pitu Ba’bana
Binanga, serta ribuan rakyat Mandar lainnya. Dalam rapat tersebut ia
memperkenalkan bendera nasional merah putih, sehingga rakyatnya yang hanya
mengerti bendera kerajaan dapat mengetahui bendera nasional.

“Bendera merah putih adalah bendera indonesia" ucap Andi Depu.

"Warna merah melambangkan perjuangan dan putih melambangkan kesucian,


sebagaimn kita berjuang untk tanah air kita ini" jelas Andi Depu

’’ Mua’ sawa Namardekai tau anna iyya Namewawa tama diNaraka oh Puang
Mala’biu, Buayyimmi Naraka batuammu, anna iyaupa
Puang Meondong Mettama dinarakamu. E.. luluare iyya nasangna iyyamo tu’u
dio pendiriannu’o “ (kalau pun berjuang untuk kemerdekaan ini yang akan
membawa kita kedalam neraka, wahai Tuhanku yang maha mulia, tolong buka
kan neraka-Mu untukku. Biar aku sendiri yang akan melompat kedalamnya.
Wahai saudaraku sekalian itulah pendirianku) ucapnya sambil menutup pidatonya.

Saat persediaan makan bagi tentara Jepang menipis, Jepang memaksa


rakyat untuk memberi sumbangan berupa hasil panen serta harta benda secara
paksa. Di sinilah Andi Depu mulai menentang perlakuan Jepang yang sewenang-
wenang. Karena besarnya pengaruh Hj Andi Depu, semangat dan kesadaran
rakyat semakin meningkat. Sementara itu, Belanda menganggap Andi Depu
sebagai musuh besar di Sulawesi Barat. Hal ini terbukti Belanda susah
menaklukkan Mandar dan daerah kekuasaan Kerajaan Balanipa.

Andi Depu kembali mendirikan sebuah organisasi bernama Fujinkai (


tentara perempuan Jepang ).

“ Organiasi ini merupakan suatu wadah gerakan yang melibatkan wanita, sebagai
tempat pelatihan dan penggodokan semangat juang wanita Mandar untuk ikut
berperan dalam merebut kemerdekaan dari pendudukan militer Jepang” kata Andi
Depu.

Saat terdengar kabar Jepang mulai terdesak oleh Sekutu dalam Perang
Asia Timur Raya, Andi Depu kembali turut menggagas pembentukan organisasi
bernama Islam Muda pada April 1945.

“Tujuan dibentuknya perhimpunan ini untuk mencapai kemerdekaan” jelas Andi


Depu.

Kabar bahagia tentang kemerdekaan Indonesia telah sampai di Tanah


Mandar. Di Balanipa, berita proklamasi diterima oleh H. Andi Depu dan Riri
Amin Daud pada hari minggu 19 Agustus 1945 melalui Mysta taico, kapten AD
Jepang untuk daerah Afdeling mandar.

“Mari kita menyebarkan berita bahagia ini diseluruh tanah Mandar. Proklamasi
merupakan tonggak sejarah bagi bangsa Indonesia yang ingin lepas dari belenggu
penjajahan” ucap Andi Depu ke pada rekan rekan seperjuannya.

Andi Depu dan rekan-rekan seperjuangan segera bergerak menyebarkan


berita gembira ini ke seluruh pelosok Mandar dan sekitarnya . Serentak,
masyarakat di Tinambung, Polewali, Pambusuang dan seluruh wilayah Kabupaten
Polewali Mandar mengibarkan bendera merah putih di halaman rumah mereka.

Para pemuda dan rakyat secara spontan menyambut proklamasi dan


berusaha untuk merebut kekuasaan serta merebut senjata tentara Jepang.

“Mari kita rebut kekuasaan dan senjata para tentara Jepang” sahut para pemuda.
Di beberapa daerah termasuk Mandar, terjadi pertempuran dan bentrokan
antara pemuda melawan pasukan Jepang yang telah kalah tapi masih bersenjata
lengkap. Perampasan senjata Jepang terjadi di Matangnga dan Tompotora,
Mamuju. Sementara di Pambusuang terjadi peristiwa pembunuhan tentara Jepang
yang tidak mau menyerahkan senjatanya.

Namun, suka-cita tidak berlangsung lama. Hanya beberapa pekan usai


proklamasi, Sekutu datang lagi, diboncengi Belanda (NICA). Muncul garis
pemisah antara siapa-siapa yang berdiri di pihak Belanda dan pengikutnya,
dengan siapa berjuang bersama Hj. Andi Depu dan pengikutnya. Keadaan itu
tergambar pada rumah-rumah yang mengibarkan bendera Merah dan yang tidak
mengibarkan bendera Merah Putih di seluruh kawasan Mandar.

“Kedaulatan rakyat Mandar kembali terancam, mari menyusun kekuatan demi


menjaga kemerdekaan. Istana ini akan dijadikan sebagai markas para pejuang”
kata Andi Depu setelah mengetahui kedatangan Sekutu dan NICA.

Pada 21 Agustus 1945, dia dan para pengikutnya mendirikan laskar


'Kebangkitan Rahasia Islam Muda Mandar'. Organisasi ini adalah lanjutan dari
organisasi Islam Muda yang berdiri di Campalagian menjelang berakhirnya
kekuasaan Nippon (Jepang) di Indonesia. Fungsinya adalah mempertahankan
kemerdekaan Indonesia. Andi Depu tampil sebagai pemimpin laskar.

Melalui kelaskaran Kris Muda Mandar yang dipimpin Andi Depu, maka
gerakan perjuangan semakin terarah dan terkoordinir dengan rapi, baik dari aspek
perencanaan maupun eksekusi hingga para pemuda yang tergabung dalam
kelaskaran ini ikut berjuang mendampingi Andi Depu.

Gelora perjuangan yang dikomandoi Andi Depu itu membuat semangat


para pemuda semakin berkobar dan berani melakukan pengibaran Bendera Merah
Putih di beberapa tempat di Mandar, seperti di Tinambung, Pamboang serta
Tomadio. Atas semangat perjuangan dalam merebut kemerdekaan yang begitu
gigih, organisasi Kris Muda ini semakin berkembang dan mendapat dukungan dan
simpati dari rakyat Mandar mulai Binuang, Banggae, Pamboang, sendana dan
Tappalang hingga di Mamuju.

Perlawanan para pemuda Mandar dibawah komando perempuan


pemberani itu, membuat Belanda bergedik dan menetapkan Andi Depu sebagai
musuh besar di Tanah Mandar. Selama masa perjuangannya, Andi Depu hidup
berpindah-pindah dan melakukan penyamaran menggunakan baju biasa,
berdandan seperti orang kebanyakan memakai baju laki-laki lagaknya seorang
tukang kebun untuk mengelabui agar ia lolos dari pegamatan dan perhatian mata-
mata Belanda.

Pengibaran bendera mulai diupacarakan di Mandar, setelah Letnan Satu


Lanakka bersama M. Amin Daeng Situru dan Abd.Zamad Hanafi mengantarkan
bendera dari Pare-pare kepada H. Andi Depu di lstana Kerajaan Balanipa (Markas
Pejuangan Mandar). Peristiwa ini disambut gembira oleh semua rakyat Mandar.

Pada 19 September dengan sangat sederhana tanpa iringan lagu Indonesia


Raya, pengibaran bendera Merah Putih dilakukan Bau Parenrengi Depu, dan
dihadiri para pimpinan kelaskaran Kris Muda Mandar, dan sejumlah pejuang,
serta beberapa komando pasukan dari Pare-pare. Rakyat yang hadir dalam
pengibaran bendera tersebut diperkirakan berjumlah sekitar kurang lebih 300
orang. Adapun yang digunakan sebagai tiang bendera adalah tiang perahu Sandeq
setinggi sembilan meter dengan menggunakan karra-arrang (tali yang terbuat dari
daun pandang)

Ibu Agung H.A. Depu bersama Putra Mara’dia Tomadzio, Hamzi Majid,
bergegas menuju Tomadzio (Campalagian) untuk memimpin pengibaran bendera
merah putih , tepatnya di halaman rumah Mara’dia (markas pejuang sektor
Tomadzio). Pengibaran bendera yang dijahit sendiri oleh Putri Mara’dia, A.Lies
Madjid ini, berlangsung secara sederhana tanpa diiringi lagu Indonesia Raya.
Itupun hanya dihadiri beberapa orang pejuang Mandar saja. pada waktu itu pula
dibentuk panitia yang bertugas menyelidiki lagu kebangsaan serta arti dan ukuran
bendera merah-putih.
“Mari kita mengambil kesempatan untuk mengetahui arti lagu kebangsaan dan
ukuran bendera yang sebenarnya, karena Jepang sedang terdesak oleh sekutu”
ucap Andi Depu.

“Bagaimana jika membentuk panitia untuk melakukan tugas tersebut?” jawab


salah satu rekannya.

“Baiklah, aku mempercayakannya kepadamu” seru Andi Depu.

Namun, pengibaran bendera ini tidak berlangsung lama, pada hari itu juga
diturunkan oleh Pasukan Belanda, kemudian bendera itu dibawa ke Majene.
Setelah A. Mappeawa Majid, bersama para pejuang lainnya melakukan negosiasi
dengan pihak Belanda, akhirnya bendera tersebut dapat dikibarkan keesokan
harinya .

Pada tanggal 22 Oktober 1945, secara serentak di semua sektor Kelaskaran


Kris Muda Mandar mengibarkan bendera merah putih diantaranya ; di Banggae
(Majene) Andi TOnra, Andi Gatie, Tambaru Aco Benya, M. Yusuf dan Adnan. Di
Pamboang dikibarkan dikibarkan di Tinambung ibu kota Kerajaan Pamboang,
yang dihadiri oleh para pejuang seperti Juhaeni dan Hammasa, serta beberapa
orang pejuang lainnya. Dan di Sendana untuk pertama kalinya bendera dikibarkan
di depan kantor Khadi Sendana.

Selanjutnya, di Somba bendera dikibarkan oleh seorang pejuang bernama


Koni, yang hanya dihadiri oleh beberapa orang pejuang di Sendana. Di Tappalang
pengibaran bendera dilakukan oleh seorang pejuang bernama Abd. Ahad, dan
dihadiri beberapa orang pejuang yang ada di Tappalang. Kemudian di Mamuju
dikibarkan di Budong-budang.

Serta di Binuang pengibaran bendera dilakukan oleh Andi Aco bersama


beberapa orang pejuang yang ada di Binuang. Adapun di Matangnga bendera
dikibarkan di rumah Je’ne, salah seorang kepala distrik di Matangng.
Setelah melihat Merah Putih sudah berkibar di mana-mana dalam kawasan
Afdelling Mandar. Pihak Belanda menghendaki agar semua bendera tersebut
diturunkan.

“Turunkan semua bendera Merah Pputih itu” teriak tentara Belanda.

“kami tidak akan menurunkan bendera kamu” jawab para pemuda Mandar.

“bagaimana jika disamping bendera Merah Putih dikibarkan bendera Merah Putih
Biru?” negosiasi tentara Belanda.

“kami tidak mau melakukan itu” tolak para pemuda.

Namun keinginan pihak Belanda tersebut ditantang keras oleh para tokoh
pejuang dan tokoh pemuda di Mandar. Sehingga Belanda memberikan tawaran
agar bendera Merah Putih dikibarkan berdampingan dengan bendera Merah Putih
Biru (bendera Belanda), tetapi hal inipun tidak dapat diterima oleh para pejuang di
Mandar.

“jika kalian tidak ingin melakukan hal itu, kami akan menurunkan secara paksa”
tegas tentara Belanda.

Akhirnya pihak pasukan Belanda menurunkan dengan paksa semua


bendera yang di1ewati, sejak berangkat dari Makassar ke Majene. Kemudian
sampai di Tinambung berniat untuk menurunkan bendera Merah Putih dengan
membawa kendaraan dua mobil truk lengkap dengan persenjataan.

Tentara Belanda dengan kendaraan militer berhenti di depan Istana Raja


Balanipa di Tinambung kemudian memaksa menurunkan Bendera Merah Putih
yang sedang berkibar.

“Mari turunkan bendera itu” ucap tentara Belanda

Para prajurit Belanda itu kemudian bergegas menuju ke tiang bendera dan
bermaksud menurunkan Sang Saka Merah Putih. Namun, sebelum prajurit
Belanda menyentuh tiang bendera itu, para pengawal istana dan masyarakat
sekitar yang hanya bersenjatakan keris dan tombak berupaya dengan sekuat
tenaga menghalang-halangi prajurit tersebut. Sebelumnya, para pengawal istana
itu diberi titah oleh Andi Depu bahwa tidak seorang pun yang boleh menurunkan
bendera Merah Putih itu.

Bersamaan dengan itu, salah seorang pengawal setia istana bergegas


menemui Andi Depu yang saat itu baru selesai melaksanakan shalat dhuha. Ia
menyampaikan bahwa prajurit Belanda ingin menurunkan Bendera Merah Putih.

“Andi,di depan ada tentara Belanda yang ingin menurunkan bendera secara
paksa” lapor pengawal tersebut.

“berani-beraninya mereka, mari kita ke depan” balasnya.

Mendengar laporan tersebut Andi Depu beranjak dari tempatnya dengan


sarung yang diikat erat dan berkebaya yang sederhana langsung berlari dan
memeluk tiang bendera sambil berseru Allahu Akbar seraya mendekap erat tiang
bendera. Dengan Bahasa Mandar Andi Depu menyeru "Lumbangpai Batangngu,
Muliai Pai Bakkeu Anna Lumbango Bandera" yang artinya: "Biarlah Saya Gugur,
Mayatku Terlangkahi Baru Bendera Kau Tumbangkan".

Teriakan itu kemudian didengar oleh rakyat.

“bukankah itu suara teriakan Andi Depu? Apakah yang terjadi?” kata salah satu
rakyat

“marilah kita ke halaman istana” jawab rakyat lainnya.

Rakyat yang kebanyakan kaum wanita dan anak-anak kemudian ikut


mengelilingi tiang bendera itu. H.A. Depu bersama para pejuang lainnya lebih
memilih mati dari pada hidup, jika merah putih harus turun dari tiangnya.
Semakin lama semakin banyak masyarakat yang berdatangan dari berbagai arah
lengkap dengan senjata yang beragam, keris, tombak serta badik yang akhirnya
membalikkan keadaan, dimana pasukan Belanda yang terkepung oleh masyarakat
Balanipa.
"Naposiri Maraqdia Napomaste Batua" atau "Setetes Darah Yang Keluar Dari
Kulit Ibu Depu, Maka Apapun Resikonya Pasukan Belanda Harus Pulang
Dengan Bangkai Yang Tercabik-cabik" ancam masyarakat Mandar.

Tekad bulat masyarakat Balanipa ini, menciutkan nyali pasukan Belanda


untuk menurunkan bendera tersebut, dan dengan penuh kekesalan mereka
meninggalkan tempat itu, sambil tetap menyaksikan Bendera Merah Putih masih
berkibar di halaman Istana Kerajaan Balanipa.

Setelah itu, dia menjadi buron Belanda. Hari-harinya adalah langkah


gerilya. Dia sempat tertangkap dan disiksa penjajah. Markas besarnya ketika itu
dipindahkan ke Timbu. Cara ini amat merepotkan Belanda. Beberapa kali pecah
bentrokan bersenjata, namun Andi Depu selalu dapat meloloskan diri. Andi Depu
memang menjadi incaran utama Belanda .Ia dianggap sebagai kunci pergerakan
rakyat Mandar, khususnya gerakan KRIS MUDA. Maka, Belanda dengan segala
upaya berusaha menangkap Andi Depu.

Misi Belanda itu akhirnya membuahkan hasil pada Desember 1946. Andi
Depu kala itu dalam perjalanan pulang dari Makassar usai melakukan koordinasi
dengan pejuang Republik di sana. Pasukan Belanda sudah siap menyergap dan
terjadilah pertempuran sengit selama beberapa jam. Banyak korban berjatuhan.
Andi Depu yang berada dalam situasi terdesak pun ditangkap. Dia ditangkap
Belanda bersama 16 orang pimpinan dan anggota Laskar Kris Muda, kemudian
dibawa dan dijebloskan ke penjara Layang Makassar.

Mula-mula, Andi Depu dipenjara di Makassar. Namun, dengan maksud


agar semangat perjuangan rakyat Mandar melemah dan untuk menyulitkan upaya
para pejuang yang ingin membebaskannya, lokasi penahanan Andi Depu sering
dipindahkan, tidak kurang dari 28 kali. Selama menjadi tahanan, Andi Depu kerap
disiksa serdadu-serdadu Belanda.

Waktu terus bergulir. Belanda pada perkembangannya mampu memecah-


belah Indonesia dengan membentuk sejumlah negara boneka. Salah satunya
adalah Negara Indonesia Timur (NIT). Sementara itu, Andi Depu masih
meringkuk di bui.

Andi Depu dan para pemimpin perjuangan rakyat Mandar akhirnya bebas
menjelang penyerahan kedaulatan Indonesia secara penuh pada akhir 1949 sesuai
hasil Konferensi Meja Bundar (KMB). Selepas dari penjara, Andi Depu turut
mendukung pembubaran NIT. Akibatnya, ia sempat ditahan lagi oleh sisa-sisa
orang-orang NIT selama sebulan.

Setelah bebas untuk keduakalinya, Andi Depu kembali ke Mandar lantaran


diminta untuk memimpin bekas wilayah Kerajaan Balanipa yang saat itu sudah
beralih wujud menjadi swapraja. Amanah ini diembannya hingga 1956 sebelum
Andi Depu undur diri karena masalah kesehatan.

Sejak saat itu, Andi Depu kerap bolak-balik ke Makassar untuk


memeriksakan kesehatannya. Namun, ia tetap beraktivitas untuk kepentingan
rakyat dengan terlibat di berbagai kegiatan sosial.

Tanggal 18 Juni 1985, setelah beberapa hari dirawat di Rumah Sakit


Pelamonia Makassar, Ibu Agung Hajjah Andi Depu Maraqdia Balanipa meninggal
dunia dalam usia 78. Jenazah sang ratu-pejuang dikebumikan di Taman Makam
Pahlawan Panaikang Makassar, Sulawesi Selatan. upacara pemakaman tersebut
dipimpin langsung Mayor Jenderal TNI Pur H Andi Mattalatta yang juga sahabat
seperjuangan Andi Depu.

Atas perjuangannya, Presiden Soekarno memberikan penghargaan Bintang


Mahaputra IV dan gelar Ibu Agung. Selain itu, pemerintah juga membentuk
Monumen Merah Putih Andi Depu di Tinambung. Kemudian Bintang Gerilya
sebagai Panglima Keris Muda Mandar pada 1958, Satya Lencana peristiwa perang
kemerdekaan ke satu, Satya Lencana Gerakan Operasi Militer III, Satya Lencana
Gerakan Operasi Militer IV, Satya Lencana Peringatan Perjuanagan
Kemerdekaaan, Surat Penghargaan Panglima Kelaskaran Keris Muda, Satya
Lencana Bhakti serta Warga Kehormatan Kota Makassar.
Pada 8 November 2018, Agung Hajjah Andi Depu dianugerahi gelar
pahlawan nasional oleh Presiden Jokowi. Kepada wanita khususnya, agar
meneladani semangat yang dimiliki oleh pejuang kita di atas demi melaksanakan
tugas pembangunan yang dibebankan Negara kepadamu.
DAFTAR HADIR KATEKISASI

GKSB JEMAAT BUKIT SION MAMUJU

Tanggal : 29 September 2019

No Nama Tanda Kehadiran


1 Emelia Dian Malino
2 Falimadelin. NT
3 Grace Octaviana M
4 Hidriana
5 Lulu Natasya
6 Marsela Indriani
7 Rischard Sada
8 Nadila Samuel

Pelayan

Anda mungkin juga menyukai