Anda di halaman 1dari 8

Jurnal An nasher e-ISSN: 2684-9577

p-ISSN: 2684-9143
Vol.1 No.1 Jan-Juni 2019

PEMERIKSAAN TELUR CACING NEMATODAUSUS PADA KUKU


PEMULUNG DI TPA PECUK KABUPATEN INDRAMAYU

Misika Alam
Akademi Analis Kesehatan An Nasher Cirebon

Abstrak

Kehidupan zaman sekarang masih banyak ditemukan masyarakat yang bekerja sebagai pemulung.
Kegiatan yang mereka lakukan sangat beresiko terjadinya penyakit infeksi terutama yang
ditularkan melalui sampah seperti penyakit perut, sistem pencernaan dan pernafasan dan atau
penyakit kulit. Pekerjaan mereka berhubungan dengan keadaan yang kotor, bau dan jauh dari
keadaan yang bersih. Salah satu sampah yang berada di TPA tersebut seperti sampah sayuran yang
mudah terkontaminasi telur cacing yang nantinya akan menempel di tanah. Kuku adalah salah satu
media penularan telur cacing Nematoda Usus. Kebersihan kuku para pemulung dikategorikan
sangat kotor sehingga memungkinkan sekali kuku pemulung tersebut terkontaminasi telur atau
larva cacing. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui telur nematoda usus pada kuku pemulung di
TPA Pecuk Kecamatan Sindang Kabupaten Indramayu dan presentase pemulung di TPA Pecuk
Kecamatan Sindang Kabupaten Indramayu yang positif telur nematoda usus. Nemathelminthes
berasal dari kata yunani, Nematos yang berarti benang dan helminthes yang artinya cacing atau
cacing benang. Nematoda adalah cacing tidak bersegmen, bilateral simetris, mempunyai saluran
cerna yang berfungsi penuh, biasanya berbentuk silindris serta panjangnya bervariasi dari beberapa
milimeter hingga lebih dari satu meter. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah
metode deksriptif dan metode pemeriksaannya menggunakan metode sedimentasi. Berdasarkan
hasil analisis data menggunakan descriptive statistik didapatkan nilai mean 100% negatif sehingga
H0 diterima dan H1 ditolak yang menunjukan tidak ada kontaminasi telur cacing Nematoda Usus
pada kuku pemulung di TPA Pecuk Kecamatan Sindang Kabupaten Indramayu. Dapat
disimpulkan bahwa tidak adanya kontaminasi telur cacing Nematoda Usus pada kuku pemulung di
TPA Pecuk Kecamatan Sindang Kabupaten Indramayu karena tidak diperoleh telur cacing
Nematoda Usus pada saat penelitian.

Kata Kunci : Telur Cacing Nematoda Usus, Kuku, Pemulung


Pendahuluan

Kehidupan zaman sekarang masih banyak ditemukan masyarakat yang bekerja


sebagai pemulung. Pada umumnya, kegiatan mereka di tempat yang kotor, seperti
jalanan, selokan, dan tempat pembuangan sampah. Kondisi tersebut secara personal
hygiene sangat memprihatinkan, tetapi mereka lakukan karena alasan ekonomi. Kegiatan
yang mereka lakukan sangat beresiko terjadinya penyakit infeksi terutama yang
ditularkan melalui sampah seperti penyakit perut, sistem pencernaan dan pernafasan dan
atau penyakit kulit. Khusus untuk penyakit cacing ini dimana penularannya melalui
media tanah dengan tertelannya telur atau larva kepada seseorang. Maka para pemulung
tersebut termasuk orang – orang yang bekerja dengan memiliki resiko tinggi kecacingan.

Tempat pembuangan akhir di daerah sindang ini terdapat pemulung yang setiap hari
bekerja dari pagi hingga sore dengan mengambil barang bekas atau sampah yang bisa di
daur ulang. Pekerjaan mereka berhubungan dengan keadaan yang kotor, bau dan jauh dari
keadaan yang bersih. Salah satu sampah yang berada di TPA tersebut seperti sampah
sayuran yang terkontaminasi telur cacing yang nantinya akan menempel di tanah. Selain
itu, di zaman yang modern ini masyarakat lebih memilih cara yang praktis seperti
penggunaan pampers pada bayi. Hal ini cukup simpel untuk digunakan sehari – hari
karena cukup dibuang tanpa harus di cuci setelah dipakai. Pampers yang berisi tinja ini
yang di dalamnya terdapat telur cacing bisa berada di tanah. Tanah merupakan tempat
perkembangbiakan telur cacing. Nematoda usus golongan Soil Transmitted helminths ini
memerlukan media tanah unuk perkembangan telurnya.

Nematoda usus sebagian besar menyebabkan masalah kesehatan di Indonesia.


Diantara nematoda usus terdapat beberapa spesies yang di tularkan melalui tanah disebut
Soil Transmitted Helminths. Cacing yang terpenting bagi manusia adalah Ascaris
lumbricoides, Necator americanus, Ancylostoma duoedenale, Trichuris trichiura dan
Strongyloides stercoralis (Oktapyani, 2016).

Menurut Natadisastra dan Agoes (2009), faktor yang menunjang berkembang serta
tertularnya kelompok cacing nematoda usus di Indonesia antara lain karena iklim tropis
yang lembab, hygiene, dan sanitasi yang kurang baik serta kebiasaan hidup yang kurang
baik. Cacing ini dalam siklus hidupnya membutuhkan tanah untuk pematangan telur atau
larva yang tidak infektif menjadi telur atau larva yang infektif.
Nemathelminthes berasal dari kata yunani, Nematos yang berarti benang dan
helminthes yang artinya cacing atau cacing benang. Cacing yang termasuk dalam filum
ini sangat banyak, sehingga dalam tanan terdapat jutaan jumlahnya, ukurannya dari 2 mm
sampai 1 meter. Alat kelaminnya sudah terpisah, yang jantan lebih kecil dari pada yang
betina, ujung posterior yang jantan melengkung. Tubuhnya berbentuk memanjang dan
simetris bilateral, bagian ujung depan dilengkapi dengan kaitan, gigi, lempang, seta dan
papilla (Oktapyani, 2016).

Metode Penelitian

Penelitian ini menggunakan metode deskriptif. Metode deskriptif merupakan metode


statistik yang kegiatannya hanya mendeskripsikan atau menggambarkan data yang
disurvei tanpa atau belum melakukan generalisasi ke populasi (Riyanto, 2013. Objek
penelitian ini adalah kuku tangan dari pemulung di TPA Pecuk Kecamatan Sindang
Kabupaten Indramayu.Data primer berasal dari hasil pemeriksaan sampel kuku di
laboratorium dan data sekunder berasal dari hasil observasi langsung ke TPA dengan
memberikan quisioner. Populasi dalam penelitian ini adalah kuku pemulung di TPA
Pecuk Kecamatan Sindang Kabupaten Indramayu sebanyak 32 orang.Sampel dalam
penelitian ini menggunakan total sampling yaitu sebanyak 32 sampel.Penelitian ini
dilakukan di Laboratorium Mikrobiologi AAK An nasher Cirebon pada bulan Desember
2017-Mei 2018 .

Alat

1. Centrifuge : 1 buah
2. Cover glass : 160 buah
3. Mikroskop : 1 buah
4. Objek glass : 160 buah
5. Rak tabung : 1 buah
6. Pipet tetes : 1 buah
7. Tabung centrifuge : 1 buah
8. Parafilm : Secukupnya
9. Botol reagen : 1 buah
10. Gelas ukur 100 ml : 1 buah
Bahan

1. KOH10% : 35 gram
2. Aquadest : 350 ml

Cara Pengambilan Sampel

1. Menyiapkan plastik bertutup dan memberikan keterangan label berupa nama.


2. Memotong kuku menggunakan gunting kuku yang sudah di sterilkan dengan
kapas alkohol.
3. Kuku di potong dengan hati – hati.
4. Pemotongan kuku dilakukan diatas selembar tisu dan potongan kuku
dikumpulkan di tisu tersebut dan memasukannya kedalam wadah plastik yang
sudah diberi label.

Prosedur Penelitian

Pemeriksaan telur cacing dari kotoran kuku pemulung dilakukan dengan metode
sedimentasi, dengan cara kerja sebagai berikut:

1. Memberi etiket pada tabung sesuai dengan sampel yang akan di periksa.
2. Memasukkan potongan kuku tersebut ke dalam tabung sesuai dengan etiket.
3. Menambahkan larutan KOH 10% sebanyak 10 ml kedalam tabung.
4. Mendiamkan spesimen dengan larutannya selama 24 jam.
5. Memasukkan kedalam tabung sentrifuge kemudian di sentrifuge pada kecepatan
2500 rpm selama 5 menit.
6. Mengambil sedimen dengan menggunakan pipet, kemudian letakkan pada objek
glass dan ditutup dengan deck glass.
7. Memeriksa sedimen di bawah mikroskop dengan perbesaran objektif 10X dan
40X (Jamaludin, 2017).
Data hasil analisis persentase telur cacing Nematoda Usus pada kuku pemulung di
TPA Pecuk Kecamatan Sindang Kabupaten Indramayu dapat dilihat pada tabel 4.2 dan
diagram pie (Gambar 4.1).

Tabel 4.2 Persentase Telur Cacing Nematoda Usus


No Telur Nematoda Usus Jumlah Prosentase Hasil
1 Ascaris lumbricoides 0 0/32 x 100 = 0%
2 Trichuris trichiura 0 0/32 x 100 = 0%
3 Necator americanus 0 0/32 x 100 = 0%
4 Ancylostoma duodenale 0 0/32 x 100 = 0%
5 Strongyloides stercoralis 0 0/32 x 100 = 0%
Jumlah 0%
(Sumber : Hasil Penelitian 2018)

Persentase
0%

100%

Positif Negatif

Gambar 4.1 Diagram Persentase Telur Cacing Nematoda Usus

Berdasarkan hasil pemeriksaan telur cacing Nematoda Usus pada kuku pemulung
di TPA Pecuk Kecamatan Sindang Kabupaten Indramayu, dengan sampel sebanyak 32
orang tidak ditemukan telur cacing Nematoda Usus dengan persentase 100%.
Data hasil statistik dapat dilihat pada tabel dibawah ini:

Tabel 4.3 Tabel hasil Descriptive Statistics

N Minimum Maximum Mean Std. Deviation

KukuPemulung 32 1.00 1.00 1.0000 .00000

Valid N 32
(listwise)

Keterangan:

Value 1 = Negatif

Value 2 = Positif

Nilai Mean = 1.0000 Negatif data 100% Negatif

Analisis data menggunakan metode descriptive statistics diperoleh mean 100%


sehingga H0 diterima dan H1 ditolak yang menunjukan tidak terdapat telur cacing
Nematoda Usus pada kuku pemulung di TPA Pecuk Kecamatan Sindang Kabupaten
Indramayu.

Hasil pemeriksaan telur cacing Nematoda Usus pada sampel kuku pemulung di TPA
Pecuk Kecamatan Sindang Kabupaten Indramayu yang diperiksa sebanyak 32 sampel.
Tidak ditemukan telur cacing Nematoda Usus pada semua sampel dengan presentase
100% sampel negatif.

Sesuai penelitian yang telah dilakukan hasil tersebut memberikan keterangan bahwa
tidak adanya kontaminasi telur cacing Nematoda Usus pada kuku pemulung di TPA
Pecuk Kecamatan Sindang Kabupaten Indramayu. Tidak adanya kontaminasi telur cacing
tersebut terjadi karena kesadaran para pemulung yang menjaga kebersihan diri.
Berdasarkan data quisioner mereka selalu mencuci tangan sebelum makan, memotong
kuku rutin setiap seminggu sekali, dan sebagian besar mereka menggunakan sarung
tangan pada saat bekerja. Pemulung yang menggunakan sarung tangan dengan presentase
sebesar 60%. Rata-rata mereka bekerja sebagai pemulung sudah lebih dari 3 tahun. Dan
mereka tidak mengalami keluhan seperti diare, mual muntah, berat badan turun, lemas
dan tidak nafsu makan.
Kejadian kecacingan dapat dipengaruhi oleh kebiasaan-kebiasaan yang kurang
hygienis. Penularan cacingan diantaranya melalui tangan dan kuku jari tangan yang kotor.
Hasil berbagai penelitian menunjukkan bahwa pertumbuhan kuku jari tangan dalam satu
minggu 0,5-1,5 mm. Kuku yang panjang tentu menjadi tempat melekatnya berbagai
kotoran maupun telur cacing yang kemudian dapat masuk kedalam tubuh sewaktu
mengkonsumsi makanan tanpa mencuci tangan terlebih dahulu.

Nematoda usus golongan Soil Transmitted helminths ini memerlukan media tanah
unuk perkembangan telurnya. Perkembangan dan tertularnya telur cacing golongan
Nematoda Usus salah satunya karena sanitasi yang kurang baik. Tempat Pembuangan
Akhir (TPA) bisa dikategorikan sebagai tempat yang sanitasinya kurang baik. Tetapi
mereka selalu menjaga kebersihan diri, sehingga mereka terhindar dari berbagai penyakit
terutama penyakit yang disebabkan oleh telur cacing Nematoda Usus.

Berdasarkan pengolahan data menggunakan descriptive statistik diperoleh nilai mean


100% negatif sehingga H0 diterima H1 ditolak yang menunjukkan tidak terdapat telur
cacing Nematoda Usus pada kuku pemulung di TPA Pecuk Kecamatan Sindang
Kabupaten Indramayu.

Kesimpulan

Berdasarkan hasil pengolahan data dan pembahasan, maka dapat disimpulkan sebagai
berikut:
1. Tidak terdapat telur cacing Nematoda Usus pada kuku pemulung di TPA Pecuk
Kecamatan Sindang Kabupaten Indramayu. Berdasarkan uji statistik
menggunakan metode descriptive statistik diperoleh nilai mean 100% negatif
sehingga H0 diterima H1 ditolak.
2. Presentase pemulung di TPA Pecuk Kecamatan Sindang Kabupaten Indramayu
yang positif telur Nematoda Usus sebanyak 0%.
Daftar Pustaka

Gandahusada, S. Et al. (1998). Parasitologi Kedokteran Edisi 3. Jakarta : FKUI

Hadidjaja, P., Margono, S, S. (2011). Dasar Parasitologi Klinik Edisi 1. Jakarta : Badan
Penerbit FKUI.

Irianto, K. (2013). Parasitologi Medis. Bandung : Alfabeta.

Jamaludin, F. (2017). Pemeriksaan Telur Cacing Nematoda Usus Pada Kotoran Kuku Siswa
Kelas 1-3 Di Sd Negeri 1 Weru Lor Kabupaten Cirebon.Tidak Diterbitkan.

Natadisastra, D., Agoes, R. (2009). Parasitologi Kedokteran Ditinjau Dari Organ Tubuh
Yang Diserang. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC.

Oktapyani, R. R. (2016). Identifikasi Telur Nematoda Usus Pada Pemulung Sampah Di


Tempat Pembuangan Akhir Handapherang Kecamatan Cijeungjing Kabupaten
Ciamis.Tersedia : http//repo.stikesmucis.ac.id/ejournal/file. [1 Desember 2017].

Prasetyo, H. R. (2013). Buku Ajar Parasitologi Kedokteran. Jakarta : Sagung Seto

Riyanto, A. (2013). Statistik Deskriptif Untuk Kesehatan. Yogyakarta : Nuha Medika.

Safar, R. (2009). Protozoologi, Helmintologi, Entomologi. Bandung : Yrama Widya

Sandjaja, B. (2007). Helminthologi Kedokteran. Jakarta : Prestasi Pustaka.

Soedarto. (2009). Pengobatan Penyakit Parasit. Jakarta : Sagung Seto

Sunyoto, D. (2013).Statistik Untuk Paramedis. Bandung : Alfabeta

Widodo, H. (2013). Parasitologi Kedokteran, Jogjakarta: D-MEDIKA.

Wiraprutanto. Et al. (2015). Perubahan Warna Kuku. Vol 42. Tersedia :


http://www.kalbemed.com/portals/6/11_227Perubahan%2520Warna%2520Kuku.pdf[
10 Desember 2017].

Zulkoni, A. (2011). Parasitologi Untuk Keperawatan, Kesehatan Masyarakat Dan Teknik


Lingkungan. Yogyakarta : Nuha Medika.

Anda mungkin juga menyukai