Anda di halaman 1dari 15

ANALISIS KUALITAS SPERMA IKAN

Oleh:
Nama
: Maria
Pricilia Gita
Permana
Putri
NIM
:
B1A015068
Rombongan
:I

Kelompok
Asisten

:4
: Novita Umi Kulsum

LAPORAN PRAKTIKUM PERKEMBANGAN HEWAN

KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI, DAN PENDIDIKAN TINGGI


UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN
FAKULTAS BIOLOGI
PURWOKERTO
2016
I.

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Sperma merupakan suatu agen pembawa materi genetik (DNA). Secara
umum, dikenal sebagai gamet jantan (spermatozoon) yang berukuran relatif kecil,
tanpa atau dengan sedikit cadangan makanan, aktif bergerak (motil), dan dibentuk
dalam jumlah besar. Secara morfologi, gamet jantan tersusun dari bagian kepala,
leher, dan ekor. Bagian kepala berisi inti dan sedikit material protoplasma. Pada
beberapa hewan, ujung anterior bagian kepala dilapisi oleh suatu bangunan seperti
tudung (kapsul) yang memiliki bentuk-bentuk karakteristik untuk setiap spesies yang
disebut akrosoma. Bagian leher berisi sentriola. Mitokondria terdapat di bagian
middle piece flagella/ekor. Bagian ekor, yang merupakan flagella, sebagai alat gerak
spermatozoon, tersusun dari komponen penggerak berupa filamen-filamen aksial
yang dapat bekerja seperti aktin dan miosin pada otot (Soeminto dan Gratiana, 2007).
Standar kualitas sperma penting dalam reproduksi. Pengujian standar kualitas
sperma dinamakan analisis sperma. Analisis sperma ini meliputi pemeriksaan
sejumlah milt yang didapatkan dari hasil stripping ikan jantan yang telah masak
kelamin, kekentalan sperma, warna, bau, jumlah spermatozoa yang diamati, motilitas
yang berarti kemampuan gerak per menit spermatozoa dan morfologi yang meliputi
ukuran dan bentuk kepala, ukuran ekor, berbagai penyimpangan, dan ada tidaknya
akrosoma (Yatim, 1992).
Analisis sperma adalah pemeriksaan tentang sifat-sifat, kualitas, dan kuantitas
sperma. Analisa sperma biasanya dilakukan pada pria pasangan suami-istri yang
telah lebih sekurang-kurangnya 3 tahun setelah menikah belum memiliki keturunan,
lebih-lebih bagi pasangan yang istrinya belum pernah hamil sama sekali selama
waktu itu. Pemeriksaan ini untuk menentukan tindakan apa yang perlu dilakukan
untuk menolong pasangan tersebut agar dapat memperoleh keturunan. Analisis
sperma berfungsi sebagai penentu kualitas perkembangan embrio yang akan
dihasilkan. Pemeriksaan sperma tidak hanya dapat dilakukan pada spesies Ikan
Nilem saja, tetapi dapat juga diaplikasikan pada spesies lain, misalnya Ikan Mas atau
Ikan Tawes. Pemeriksaan sperma bahkan sering dilakukan pada manusia untuk
keberhasilan memperoleh individu baru. Sperma manusia tidak digunakan sebagai
sampel karena harga bahan pewarnanya sangat mahal (Sistina, 2000).

Sperma Ikan Nilem (Osteochilus vittatus) dijadikan sebagai bahan praktikum


analisis sperma. Hal ini dikarenakan sperma ikan lebih mudah didapat dan harga
pewarnanya yang relatif lebih murah. Selain itu, analisis sperma ikan dapat dilakukan
menggunakan prosedur sebagaimana pemeriksaan sperma manusia (Soeminto dan
Gratiana, 2007).
B. Tujuan
Tujuan praktikum analisis kualitas sperma ikan adalah mahasiswa dapat
melakukan analisis sperma dan menentukan kualitas spermatozoa hewan uji.

II.

MATERI DAN METODE


A. Materi

Alat-alat yang digunakan dalam praktikum analisis kualitas sperma ikan


adalah object glass dan cover glass, cavity slide, pipet tetes, mikroskop, tissue, tusuk
gigi, pengukur waktu, haemocytometer, mikrometer, spuit 1 mL, beaker glass 50
mL, well plate, dan hand counter.
Bahan-bahan yang diperlukan dalam praktikum analisis kualitas sperma ikan
adalah milt Ikan Nilem, larutan NaCl fisiologis atau larutan Ringer, pewarna Giemsa
atau Eosin, dan akuades.

B. Metode
Metode yang dilakukan dalam praktikum analisis kualitas sperma ikan adalah
:
a. Metode striping:
1. Persiapkan alat dan bahan
2. Ikan dipegang dengan bagian dorsal ada di bawah dan bagian ventral
menghadap ke atas dengan tangan kanan menutupi kepala, sedangkan tangan
kiri menyangga ekor.
3. Bagian lubang urogenital dilap dengan tissue.
4. Abdomen ikan diurut secara halus dari anterior ke arah posterior menuju
lubang urogenital hingga pada lubang tersebut keluar cairan berwarna putih
kental seperti santan (milt).
5. Milt yang keluar langsung disedot dengan menggunakan spuit injeksi tanpa
jarum.
b. Metode pengukuran volume:
1. Cairan milt yang keluar ditampung pada spuit tanpa jarum.
2. Spuit tanpa jarum juga digunakan sebagai alat pengukur volume milt.
3. Milt diukur volumenya.
c. Metode pengujian bau, warna dan viskositas
1. Milt diteteskan sekali pada object glass.
2. Tangan dikibaskan diatas milt sambil dicium baunya.
3. Amati warna milt tersebut, bandingkan dengan kertas berwarna putih.
4. Pengujian viskositas dilakukan dengan pengujian kekentalan milt dengan
menggunakan tusuk gigi.
5. Tusuk gigi digerakkan keatas seperti menarik atau menyendok hingga milt
berubah. kekentalannya dan tertarik seperti benang sambil diukur waktunya.
6. Catat waktu yang dibutuhkan untuk milt menjadi kental dan tertarik seperti
benang.
d. Metode pengukuran pH:
1. Derajat keasaman (pH) diukur dengan menggunakan pH universal.
2. Kertas pH dicelupkan kedalam milt.
3. Diamkan beberapa saat kemudian cocokan perubahan warna kertas pH
dengan indikator.
e. Metode pengenceran:
1. Sampel sperma diambil 0,05 ml dimasukkan di dalam cawan.
2. Larutan NaCl fisiologis sebanyak 0,45 ml dicampurkan ke dalam cawan
(perbandingan antara sampel dengan larutan pengenceran harus selalu 1:9).
3. Dihomogenkan dengan dipipetkan beberapa kali hingga didapatkan
pengenceran 10x.

4. Sperma yang sudah diencerkan ini merupakan sperma dengan pengenceran


10x.
5. Sperma pengenceran 10x diambil dengan menggunakan spuit yang lain
sebanyak 0,05 ml dimasukkan ke dalam cawan yang berbeda.
6. Larutan NaCl fisiologis 0,045 ml dicampurkan ke dalam sperma tersebut.
7. Sperma dengan pengenceran dua kali ini, merupakan sperma dengan
pengenceran 100x.
8. Pengenceran dilakukan kembali dengan cara yang sama untuk mendapatkan
sperma dengan pengenceran 1000x dan 10.000x.
f. Metode pengukuran motilitas spermatozoa
1. Milt yang sudah diencerkan 100x diambil dengan menggunakan spuit tanpa
2.
3.
4.
5.

jarum.
Milt diletakkan diatas cavity slide lalu ditutup dengan cover glass.
Letakkan pada meja objek mikroskop.
Milt ditetesi dengan akuades secukupnya.
Pergerakan spermatozoa diamati menggunakan mikroskop dan dicatat

persentase yang bergerak (motil) dan yang tidak bergerak (non-motil).


g. Metode perhitungan jumlah spermatozoa:
1. Haemocytometer dipersiapkan dan dibersihkan menggunakan tissue.
2. Letakkan dibawah mikroskop dan fokuskan pada bilik hitung yang akan
digunakan kemudian ditutup dengan cover glass.
3. Milt yang sudah diencerkan 10.000x diambil dengan menggunakan spuit.
4. Milt diteteskan pada bilik hitung haemocytometer yang sudah ditutup cover
glass melalui sela-sela paritnya.
5. Hitung jumlah sperma menggunakan lima kotak sedang didalam kotak besar
yang berada dibagian tengah.
6. Jumlah total spermatozoa dihitung dengan menggunakn rumus:
spermatozoa = Rata-rata 5 kotak x 2,5 . 105 x pengenceran.
h. Metode pengamatan morfologi spermatozoa:
1. Milt yang diencerkan diteteskan pada ujung object glass.
2. Milt ditetesi oleh larutan eosin atau giemsa tepat diatasnya.
3. Cover glass lain diletakkan vertikal membentuk sudut runcing dan milt
4.
5.
6.
7.
8.

berada pada sudut runcing.


Cover glass diapuskan pada permukaan object glass.
Letakkan diatas hot plate hangat hingga menggering.
Kelebihan warna dicuci dengan akuades dan dikeringkan.
Amati morfologi spermatozoa dibawah mikroskop cahaya.

III.

HASIL DAN PEMBAHASAN


A. Hasil

a. Paramater Makroskopis
1. Volume

: 0,6 mL

2. Warna

: Putih susu

3. Bau

: Amis

4. pH

:7

5. Viskositas :
Tabel 1. Akumulasi Data Pengamatan Viskositas Spermatozoa
Kelompok
1
2
3
4
5

Viskositas (menit)
6 menit 40 detik
2 menit 15 detik
1 menit 40 detik
6 menit 32 detik
5 menit 22 detik

b. Parameter Mikroskopis
1. Motilitas :
Tabel 2. Akumulasi Data Pengamatan Motilitas Spermatozoa
Persentase sperma
motil (%)
Persentase sperma non
motil (%)

K1

K2

K3

K4

K5

Rata-rata

100%

90%

3%

90%

80%

72,6%

0%

10%

97%

10%

20%

27,4%

2. Jumlah total spermatozoa :


Tabel 3. Akumulasi Data Pengamatan Jumlah Total Spermatozoa
K1

K2

K3

K4

K5

Rata-rata

4 x 108

2,5 x 1010

14 x 109

30 x 109

38 x 109

22,22 x 109

total
spermatozoa
(sel/mL)
Perhitungan :

total sperma = rata-rata 5 kotak x 2,5 x 105 x faktor pengenceran


= 12 x 2,5 x 105 x 10.000
= 300.000 x 105
= 30 x 109

Bilik Hitung Haemocytometer


3. Morfologi spermatozoa :

1
2
3
(A)

(B)

Keterangan :
Gambar (A) : Mikroskopis Morfologi Spermatozoa Perbesaran 400x
Gambar (B) : Skematis Morfologi Spermatozoa
Keterangan Gambar :
1.

Kepala

2.

Leher

3.

Ekor

Kesimpulan/diagnosa :
Berdasarkan pengamatan kualitas sperma yang telah dilakukan dalam 0,6 mL
sperma, dipeoleh warna putih susu dengan bau anyir atau amis, dan pH 7, serta
viskositas 6 menit 32 detik. Persentase sperma motil sebesar 90%, sedangkan
persentase sperma non motil sebesar 10%. Total sperma yang diperoleh setelah
perhitungan sebesar 30 x 109. Jadi, sperma ikan yang diamati termasuk kategori
highly fertile.

B. Pembahasan
Kualitas sperma dapat dievaluasi dari berbagai cara, salah satunya dengan analisis
DNA, RNA, dan status epigenetik sel germinal. Faktor molekuler memberikan pengaruh
yang besar pada kualitas sperma akhir (Robles et. al., 2016). Pada ikan, persentase
spermatozoa dan durasi motilitas mereka dapat dilihat dengan menggunakan berbagai
macam metode. Seperti pengamatan menggunakan mikroskop fase kontras dan dark-field,
serta menggunakan sistem computer-assisted sperm analysis (CASA) (Anaya et. al., 2015).
Metabolisme sperma biasanya menunjukkan penyimpanan minimal cairan nitrogen
(Fabbrocini et. al., 2015). Penelitian baru menunjukkan bahwa adanya manipulasi hormon
gonadotropin dan GnRHa, telah berhasil mengubah produksi sperma pada ikan (Mylonas et.
al., 2016). Hal menarik lainnya, bahwa ada penelitian yang menggunakan air kelapa muda
sebagai ekstender alternatif alami pada fertilisasi Ikan Nilem. Awalnya, fertilisasi tertinggi
dan tingkat penetasan ditemukan dalam larutan NaCl fisiologis. Kemudian dibandingkan lagi
dengan air kelapa muda dan air kelapa tua. Namun, hasil yang lebih baik didapatkan ketika
menggunakan air kelapa muda (Adami et. al., 2016).
Analisis kualitas sperma dapat diamati dari dua aspek, yaitu paramater makroskopis
dan mikroskopis. Paramater makroskopis meliputi pengukuran volume milt, pH (derajat
keasaman), bau, warna, viskositas, dan liquifikasi milt. Sperma yang normal (normospermia)
volumenya antara 1-6 mL (Condro, 2012).
pH semen ikan berkisar antara 7,58,5 (Arifiantini, 2012) dan menurut Setyono
(2009) semen ikan yang baik memiliki nilai lebih kearah asam. Menurut Yatim (1992), bau
sperma yang normal adalah khas, tajam, dan tidak busuk. Bau itu berasal dari oksidasi
spermin yang dihasilkan prostat. Bau yang tidak khas mani, prostat tidak aktif atau ada
gangguan. Gangguan itu pada saluran atau kelenjar sendiri. Bau busuk oleh adanya infeksi.
Warna semen secara umum adalah putih keruh, putih susu, krem, krem kekuningan,
sampai warna putih keabu-abuan (Arifiantini, 2012). Untuk konsistensi atau viskositas
semen dilihat apakah semen bersifat kental, sedang, atau cair. Menurut Arifiantini (2012)
kriteria nilai konsistensi semen sebagai berikut :
a. Konsistensi encer : semen akan segera kembali ke dasar tabung,
b. Konsistensi sedang : semen akan kembali ke dasar tabung dengan kecepatan yang lebih
lambat dibandingkan yang pertama, sebagian semen masih menempel di dinding,
c. Konsistensi kental : semen kembali ke dasar tabung secara perlahan dan menyisakan
sebagian semen di pinggiran tabung.

Penilaian motilitas harus dilakukan pengenceran terlebih dahulu yaitu satu tetes
semen diambil dan diletakkan pada gelas objek, kemudian ditambahkan larutan pengencer
(air) ditambahkan dan kedua larutan tersebut dihomogenkan. Satu tetes campuran larutan
diambil dan ditutup dengan gelas penutup. Penilaian dilakukan di bawah mikroskop dengan
perbesaran 100 kali, jika fokus sudah didapatkan lensa objektif dapat dipindahkan ke
perbesaran 400 kali atau 450 kali. Penilaian dilakukan dengan melihat berapa persen
proporsi spermatozoa yang bergerak, penilaian dilakukan dari beberapa lapang pandang
minimal 5 sampai dengan 10 lapang pandan (Arifiantini, 2012).
Parameter mikroskopis meliputi jumlah spermatozoa/mL milt, viabilitas spermatozoa,
dan morfologi spermatozoa. Hora dan Pillay (1962), menyatakan bahwa rata-rata volume
milt yang dihasilkan satu ekor ikan nilem 0,5 mL dengan jumlah spermatozoa permililiter
adalah 3,33 x 1011.
Motilitas dan viabilitas sperma merupakan parameter yang penting untuk
keberhasilan proses fertilisasi. Motilitas sperma menggambarkan kemampuan spermatozoa
untuk membuahi sel telur, semakin tinggi nilai motilitas maka semakin tinggi pula persentase
hidup (viabilitas) spermatozoa tersebut (Junior et. al., 2005).
Secara morfologi, gamet jantan tersusun dari bagian kepala, leher, dan ekor. Bagian
kepala berisi inti dan sedikit material protoplasma. Pada beberapa hewan, ujung anterior
bagian kepala dilapisi oleh suatu bangunan seperti tudung (kapsul) yang memiliki bentukbentuk karakteristik untuk setiap spesies yang disebut akrosoma. Bagian leher berisi
sentriola. Mitokondria terdapat di bagian middle piece flagella/ekor. Bagian ekor, yang
merupakan flagella, sebagai alat gerak spermatozoon, tersusun dari komponen penggerak
berupa filamen-filamen aksial yang dapat bekerja seperti aktin dan miosin pada otot
(Soeminto, 2007).
Hasil dari praktikum analisis kualitas sperma ikan kali ini menunjukkan volume milt
yang didapatkan 0,6 mL, berwarna putih susu, berbau amis, memiliki pH 7, viskositas yang
didapatkan 6 menit 32 detik, persentase spermatozoa motilnya 90%, jumlah total
spermatozoa sel/mL milt 30 x 109, morfologi spermatozoanya yang terdiri dari kepala,

leher, dan ekor. Volume milt yang diperoleh tidak sesuai dengan referensi yang
menunjukkan bahwa volume milt normal yaitu 1-6 mL. Sehingga sperma yang dihasilkan
Ikan Nilem tergolong hypospermia karena volumenya kurang dari 1 mL. Konsentrasi sperma
sangat dipengaruhi oleh asupan nutrisi dan frekuensi pengambilan sperma. menyatakan
bahwa protein yang tinggi dalam pakan dapat meningkatkan volume, konsentrasi, dan
jumlah spermatozoa yang hidup. Konsentrasi sperma yang rendah disebabkan kebutuhan

nutrisi dalam sel sperma belum mencukupi karena nutrisi yang tersedia lebih banyak dipakai
untuk

kebutuhan pertumbuhan

dan

perkembangan

tubuh.

Frekuensi

pengambilan

spermamempengaruhi konsentrasi sperma, karena spermatozoa memiliki waktu tertentu


untuk

proses

spermatogenesis

sehingga

jumlah

spermatozoa

berkurang

jika

frekuensi pengambilan sperma terlalu dekat (Condro, 2012).


pH yang diukur pada milt Ikan Nilem menunjukkan angka 7. Menurut Arifiantini
(2012), pH pada milt ikan berkisar antara 7,5-8,5. Referensi lain menyebutkan jika pH
kurang dari 7,2 menunjukkan adanya penyakit kronis pada kelenjar atau epididymis. pH
rendah sekali menunjukkan adanya gangguan atau aplasia pada vesicular seminalis atau
ductus ejaculatorius. pH dapat berubah satu jam sesudah ejakulasi (Meirnawati et. al., 2011).
Bau milt yang dihasilkan pada saat praktikum adalah amis. Hal ini tidak sesuai
dengan referensi yang menunjukkan bahwa bau sperma yang normal adalah khas, tajam, dan
tidak busuk. Kemungkinan, bau amis tersebut disebabkan karena adanya gangguan atau
infeksi pada saluran atau kelenjar (Yamin, 1992).
Warna yang ditunjukkan milt Ikan Nilem adalah putih susu. Hal tersebut sesuai
dengan referensi yang menyebutkan bahwa warna sperma normal adalah putih susu
(Arifiantini, 2012). Derajat keputihnya atau kekeruhannya sebagian besar tergantung pada
konsentrasi spermanya. Semakin keruh biasanya jumlah sperma per mL semen itu semakin
banyak. Semen yang berwarna hijau kekuningkuningan biasanya banyak mengandung
kuman Pseudomonas auroginosa yang menandakan adanya peradanganyang kronis dalam
saluran reproduksinya. Semen yang berwarna merah atau kemerah-merahan menandakan
bahwa semen itu mengandung sedikit atau banyak darah (Partodiharjo, 1987).
Viskositas yang didapatkan pada kelompok kami adalah 6 menit 32 detik. Menurut
Arifiantini (2012), milt ini masuk dalam kategori konsistensi encer karena membutuhkan
waktu lama untuk mengental. Menurut referensi, durasi motilitas terjadi dalam periode yang
sangat pendek pada ikan air tawar. Pergerakan aktif spermatozoa ikans ekitar 1-2 menit dan
tak ada lagi pergerakan setelah 5 menit. Semakin kental sperma tersebut, semakin besar
viskositasnya. Hal ini mungkin disebabkan karena sperma terlalu banyak, cairannya sedikit,
gangguan liquedaction, perubahan komposisi plasma sperma, dan pengaruh obat-obatan
(Condro, 2012).

Pada paramater mikroskopis didapatkan bahwa jumlah spermatozoa sel/mL


milt adalah 30 x 109. Menurut Yatim (1992), konsentrasi spermatozoa tersebut
termasuk dalam golongan polyzoospermia karena jumlah spermanya lebih dari 250
juta/mL. Jumlah spermatozoa normal (normozoospermia) berada pada rentang antara

40 sampai 200 juta/mL. Menurut Maria et. al. (2006), proses lingkungan yang dingin
dan bahan-bahan kimia juga mempengaruhi motilitas spermatozoa. Sperma pada
ikan kemungkinan tidak hidup pada plasma. Sperma dilepaskan pada lingkungan
akuatik, osmosis menurun (pada spesies air tawar) dan motilitas sperma dimulai.
Persentase sperma motil pada saat pengamatan adalah 90% dan sperma non
motil 10%. Hasil tersebut menunjukkan bahwa tinggi pula persentase hidup
(viabilitas) sperma (Junior et. al., 2005). Sperma motil menunjukkan pergerakan,
sedangkan non motil tidak menunjukkan pergerakan. Sperma yang motil umumnya
bersifat aktif berenang , sperma yang tidak motil biasanya hanya bergetar saja
(Golpour et. al., 2011). Menurut Guest et. al. in Ernawati (1999), kriteria motilitas
spermatozoa yang didapatkan dari hasil pengamatan memiliki skor 5 (rata-rata 85%)
karena pergerakannya cepat dan bergerak maju (progressively) dengan pergerakan
ekor bervariasi.
Struktur spermatozoa ikan pada umumnya memiliki morfologi yang terdiri
dari kepala yang mempunyai bentuk agak bulat dan ekor yang panjang. Affandi dan
Tang (2004) memberikan gambaran bentuk sperma secara garis besar struktur
spermatozoa ikan yang sudah matang terdiri dari kepala, leher, dan ekor flagelata.
Pada hasil pengamatan terlihat jelas kepala dan ekor, tetapi bagian leher tidak terlalu
kelihatan. Morfologi sperma memiliki hubungan dengan kemampuan pergerakan
spermatozoa dalam membuahi sel telur, yaitu terkait bentuk kepala serta panjang atau
pendeknya ekor (Tuset et. al., 2008 in Fauvel et. al., 2010). Bart dan Oko (1989) in
Kartini (2012) memberikan informasi bahwa morfologi spermatozoa memiliki
korelasi dengan fertilitas sehingga keberadaan spermatozoa abnormal akan
berpengaruh terhadap kemampuan sel spermatozoa untuk membuahi sel telur. Selain
itu, Bart dan Oko (1989) in Kartini (2012) juga menjelaskan permukaan spermatozoa
dibungkus oleh suatu membran lipoprotein yang dijadikan dasar untuk pewarnaan
spermatozoa untuk membedakan spermatozoa hidup dan spermatozoa mati
berdasarkan kemampuan zat warna untuk menembus membran sel yang rusak.

IV.

KESIMPULAN DAN SARAN


A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil dan pembahasan di atas maka dapat diambil kesimpulan


sebagai berikut :
1.

Analisis kualitas sperma ikan dilihat dari 2 aspek, yaitu parameter makroskopis
dan paramater mikroskopis.

2.

Parameter makroskopis yang dikur dalam praktikum ini meliputi pengukuran


volume milt, warna, bau, pH, dan viskositas.

3.

Paramater mikroskopis yang diamati dalam praktikum ini meliputi pengamatan


motilitas, jumlah total spermatozoa, dan morfologi spermatozoa.

4.

Hasil yang didapatkan dari praktikum ini adalah volume milt sebanyak 0,6 mL,
berwarna putih susu, berbau amis, memiliki pH 7, viskositasmya 6 menit 32
detik, persentase sperma motilnya 90%, jumlah total spermatozoa 30 x 109
sel/mL, dan morfologinya yang terdiri dari kepala, leher, dan ekor.

5.

Pengamatan menunjukkan bahwa Ikan Nilem mempunyai kualitas sperma yang


cukup baik dan motilitasnya tinggi, sehingga tingkat hidup (viabilitas) nya pun
tinggi.
B. Saran

1.

Pengukuran dan penagamatah setiap paramater harus lebih teliti lagi untuk
memperoleh hasil yang maksimal.

2.

Praktikan harus lebih sabar dan berhati-hati lagi dalam mengambil sampel
milt Ikan Nilem.

DAFTAR REFERENSI

Adami,Yusran, Nur Fadli, Nurfadillah, Kartini Eriani, Zulkarnain Jalil, dan Zainal A.
Muchlisin. 2016. A preliminary observation on the effect of sperm extenders on the
fertilization and hatching rates of seurukan fish (Osteochilus vittatus) eggs. AACL
Bioflux, 9 : 300-304.
Affandi R dan Tang U. 2002. Fisiologi Hewan Air. Riau : Uni Press.
Anaya, M. C. Gil , F. Calle, C. J. Perez, D. Martin-Hidalgo, C. Fallola, M. J.
Bragado, L. J. Garcia-Marin, dan A. L. Oropesa. 2015. A new Bayesian networkbased approach to the analysis of sperm motility: application in the study of tench
(Tinca tinca) semen. Andrology, 3 : 956966.
Arifiantini RI. 2012. Teknik Koleksi dan Evaluasi Semen Pada Hewan. Bogor : IPB
Press.
Condro, Herdianto Sapto. 2012. Pengaruh Penambahan Madu Pada Media
Pengencer NaCl Fisiologis Dalam Proses Penyimpanan Sperma Terhadap Kualitas
Sperma Ikan Komet (Carassius auratus). Surabaya : Fakultas Perikanan dan
Kelautan Universitas Airlangga.
Ernawati, Y. 1999. Efisiensi Implantasi Analog LH-RH dan 17-Metil Testosteron
Serta Pembekuan Semen Dalam Upaya Peningkatan Produksi Benih Ikan Jambal
Siam (Pangasius hypophthalamus). [Disertasi]. Program Pascasarjana. Bogor : IPB.
Fabbrocini A., R. DAdamo1, S. Pelosi, L. F. J. Oliveira, F. Del Prete, F. Silvestri, V.
Vitiello, dan G. Sansone. 2015. Sperm motility evaluation following long-term
storage (5 years) of cryopreserved sea bream (Sparus aurata L., 1758) semen.
Journal of Applied Ichthyol, 31:104107.
Fauvel C, Suquet M, dan Cosson J. 2010. Evaluation Of Fish Sperm Quality. Journal
of Apllied Ichthyology, 25 : 633-643.
Golpour, A, MR Imanpoor, dan SA Hosseini. 2011. Changes in Ionic Ratios of
Seminal Plasma and its Effect on Sperm Characteristics in Caspian Roach (Rutilus
rutilus caspicus) During Spawning Migration. Fisheries and Aquaculture Journal,
17.
Hora, S. L. dan T. V. R. Pillay. 1962. Handbook and Fishescultur in Indonesian
Pasific Region. Roma : FAO Fisheries Biology Technical Paper.
Junior, M.Z., S. Handayani dan I. Supriatna. 2005. Kualitas Sperma Ikan Batak
(Torsoro) Hasil Kriopreservasi Semen Menggunakan Dimetilsulfoksida (DMSO) dan
Gliserol 5, 10 dan 15%. Jurnal Akuakultur Indonesia, 4 : 145-15.
Kartini N. 2012. Kajian Aspek Reproduksi Ikan Lele Sangkuriang (Clarias
gariepinus) Jantan yang Dipelihara Pada Kondisi Lingkungan Berbeda. [Skripsi].
MSP. Bogor : FPIK IPB.
Maria et. al. 2006. Effects of cooling and freezing on sperm motility of
theendangered fish piracanjuba Brycon orbignyanus (Characiformes, Characidae).
Brazil.

Meirnawati, Setyana, dkk. 2011. Daya Fertilisasi Sperma Beku Ikan Tawes
(Puntius javanicus) Setelah Disimpan Dengan Fruktosa Dan Tris Aminomethan.
Surabaya : Fakultas Perikanan dan Kelautan Universitas Airlangga.
Mylonas, C. Constantino, Neil J. Dunan, dan Juan F Asturiano. 2016. Hormonal
manipulations for the enhancement of sperm production in cultured fish and
evaluation of sperm quality. Aquaculture, 33 : 1-24.
Partodiharjo S. 1987. Ilmu Reproduksi Hewan. Jakarta : Mutiara Sumber Widya
Robles, Vanesa. Paz Herraez, Catherine Labbe, Elsa Cabrita, Martin Psenicla, David
G. Valcarce, dan Marta F. Riesco. 2016. Molecular basis of spermatogenesis and
sperm quality. General and Comparative Endocrinology, 33 : 1-5.
Setyono B. 2009. Pengaruh Perbedaan Konsentrasi Bahan Pada Pengencer Sperma
Ikan Skim Kuning Telur Terhadap Laju Fertilisasi, Laju Penetasan dan Sintasan
Ikan Mas (Cyprinus carpio L.). GAMMA, 5 : 1-12 .
Sistina, Y. 2000. Biologi Reproduksi. Purwokerto : Fakultas Biologi Unsoed.
Soeminto dan Gratiana E. 2007. Buku dan Petunjuk Praktikum Struktur dan
Perkembangan Hewan. Purwokerto : Fakultas Biologi Unsoed.
Yatim, W. 1992. Reproduksi dan Embriologi. Bandung : Tarsito Press.

Anda mungkin juga menyukai