Anda di halaman 1dari 13

PEMBUATAN DAN EVALUASI SEDIAAN APUS VAGINA MENCIT

Oleh:
Nama : Sekar Tyas Pertiwi
NIM : B1A016080
Rombongan : B2
Kelompok :1
Asisten : Nur Hidayati

LAPORAN PRAKTIKUM PERKEMBANGAN HEWAN

KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI, DAN PENDIDIKAN TINGGI


UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN
FAKULTAS BIOLOGI
PURWOKERTO
2017
I. PENDAHULUAN
A. Tujuan
Tujuan praktikum pembuatan dan evaluasi sediaan apus vagina mencit
adalah praktikan diharapkan dapat melakukan posedur pembuatan preparat apus
vagina, dapat mengidentifikasi tipe-tipe sel dalam preparat tersebut dan menentukan
fase estrus pada hewan uji.

B. Manfaat
Manfaat praktikum pembuatan dan evaluasi sediaan apus vagina mencit
adalah dapat mengetahui, membedakan dan menentukan fase estrus yang terjadi pada
hewan uji.
II. MATERI DAN METODE

A. Materi
Alat-alat yang digunakan dalam praktikum pembuatan dan evaluasi sediaan
apus vagina mencit adalah cotton bud, kertas tissue, gelas objek beserta penutupnya,
mikroskop cahaya, dan pipet tetes.
Bahan-bahan yang diperlukan dalam praktikum pembuatan dan evaluasi
sediaan apus vagina mencit adalah mencit betina matang kelamin yang sedang tidak
hamil, larutan NaCl 0,9 %, larutan alcohol 70 %, dan pewarna methylen blue 1 %
akuosa.

B. Metode

Metode yang dilakukan dalam praktikum ini adalah:


1. Mencit betina yang akan diperiksa dipegang menggunakan tangan kanan dengan
melentangkannya diatas telapak tangan sementara tengkuk mencit dijepit oleh
ibu jari dan telunjuk. Ekor dijepit diantara telapak tangan dan jari kelingking.
2. Ujung cotton bud dibasahi dengan larutan NaCl 0,9 % kemudian secara perlahan
dimasukkan kedalam mencit kira-kira 5 mm dan diputar searah jarum jam secara
perlahan-lahan dua hingga tiga kali.
3. Gelas objek dibersihkan dengan kertas tissue yang telah dibasahi alcohol 70 %
lalu dikering udarakan.
4. Ujung cotton bud yang sudah dioleskan pada vagina mencit dioleskan
memanjang dua atau tiga baris olesan dengan arah yang sama pada gelas objek.
5. Olesan vagina tersebut ditetesi dengan larutan methylen blue 1 % sambil
sesekali dimiringkan agar pewarna merata pada permukaan ulasan dan ditunggu
selama 5 menit.
6. Apabila pewarna berlebihan pada gelas objek, dibersihkan menggunakan
akuades atau air yang mengalir.
7. Gelas objek dikeringanginkan kemudian ditutup dengan gelas penutup.
8. Preparat diamati dibawah mikroskop dengan perbesaran lemah kemudian
perbesaran kuat.
9. Tipe dan proporsi sel yang ditemukan dalam preparat apusan diperhatikan,
kemudian fasenya ditentukan.
10. Bentuk sel epithel dan leucocyte yang tampak pada preparat apus vagina yang
dibuat digambar.
III. HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil

1
2

(
(A) (B)
Keterangan:
Gambar (A): Mikroskopis Siklus Estrus Fase Metestrus Perbesaran 40 x 10 kali
Gambar (B): Skematis Siklus Estrus Fase Metestrus
Keterangan Gambar:
1. Sel epithel terkornifikasi
2. Sel leucocyte
B. Pembahasan

Pada dasarnya dua jenis siklus yang berbeda ditemukan pada mamalia betina. Manusia dan
banyak primata lain mempunyai siklus menstruasi (menstrual cycle), sementara mamalia lain
mempunya siklus estrus (estrous cycle). Pada kedua kasus ini ovulasi terjadi pada suatu waktu
dalam siklus ini setelah endometrium mulai menebal dan teraliri banyak darah, karena menyiapkan
uterus untuk kemungkinan implantsi embrio. Satu perbedaan antara kedua siklus itu melibatkan
nasib kedua lapisan uterus jika kehamilan tidak terjadi. Pada siklus menstruasi endometrium akan
meluruh dari uterus melalui serviks dan vagina dalam pendarahan yang disebut sebagai menstruasi.
Pada siklus estrus endometrium diserap kembali oleh uterus, dan tidak terjadi pendarahan yang
banyak (Campbell, 2004).
Estrus merupakan fase terpenting dalam siklus birahi, karena dalam fase ini
hewan memperlihatkan gejala yang khusus untuk tiap-tiap jenis hewan dan alam fase
ini pula hewan betina mau menerima pejantan untuk kopulasi, ciri khas dari estrus
adalah terjadinya kopulasi, jika hewan menolak kopulasi, meskipun tanda-tanda
estrusnya sangat terlihat jelas, maka penolakan tersebut memberi pertanda bahwa
betina masih dalam fase estrus yang terlewat. Tanda lain dari fase estrus untuk tiap
jenis ternak berlainan, tetapo pada umumnya mereka memperlihatkan tanda-tanda
gelisah, nafsu makan berkurang atau hilang sama sekali, menghampiri pejantan dan
tidak lari jika pejantan mendekati (Partodiharjo, 1992).
Mencit yang akan diamati siklus estrusnya melalui pembuatan preparat apus
vagina adalah mencit yang telah masak kelamin dan tidak sedang hamil.Vaginal
smear menggunakan daerah vagina sebagai daerah identifikasi. Mukosa vagina
diambil untuk bahan identifikasi. Sel epitel dan leukosit terdapat dalam mukosa
vagina. Identifikasi bentuk sel epitel dan leukosit dapat menunjukkan fase dalam
siklus estrus (Storer, 1961).
Ada beberapa metode yang dapat dilakukan untuk mengetahui fase estrus
pada mencit. Salah satunya dengan metode vaginal smear. Metode vaginal smear
lebih banyak digunakan karena bisa menunjukkan hasil yang lebih akurat. Metode ini
menggunakan sel epitel dan leukosit sebagai bahan identifikasi. Sel epitel merupakan
sel yang terletak di permukaan vagina, sehingga apabila terjadi perubahan kadar
estrogen maka sel epitel merupakan sel yang paling awal terkena akibat dari
perubahan tersebut. Leukosit merupakan sel antibodi yang terdapat di seluruh bagian
individu. Leukosit di vagina berfungsi membunuh bakteri dan kuman yang dapat
merusak ovum. Sel epitel berbentuk oval atau polygonal, sedangkan leukosit
berbentuk bulat berinti (Nalbandov, 1990).
Berdasarkan referensi dan hasil praktikum yang diperoleh tipe sel yang
digunakan untuk mengidentifikasi fase-fase dalam siklus estrus adalah sel epithel dan
leukosit. Sel epithel ditandai dengan bentuknya yang oval atau poligonal sedangkan
leukosit berbentuk bulat dan berinti.
Menstruasi merupakan peristiwa pemancaran suatu cairan dari uterus, yang
terdiri dari darah, mukosa uterus dan hancuran sel-sel uterus yang secara periodik
terjadi pada wanita-wanita yang telah masak kelamin dan tidak sedang hamil.
Biasanya terjadi dengan interval 4 minggu atau 28 hari. Apabila tidak terjadi
kehamilan sesudah periode estrus pada mamalia tingkat rendah, terjadi juga reduksi
tebalnya lapisan mukosa uterus, mengurangnya suplai darah kedalamnya, diikuti juga
oleh proses pemancaran cairan sebentar sesudahnya (Le Ah, 2014).
Siklus estrus merupakan karakteristik penting dari sistem reproduksi wanita
mamalia. Diketahui bahwa siklus estrus pada hewan pengerat betina berada di bawah
kendali kunci sirkadian dan perubahan hormonal. GnRH yang dilepaskan dari
hipotalamus sebelum estrus diperlukan untuk menginduksi kelenjar di bawah otak
untuk melepaskan hormon luteinizing (LH) dan hormon perangsang FSH, yang
kemudian mempengaruhi siklus estrus. Mengkoordinasikan pelepasan GnRH pada
sore hari proestrus memerlukan sinyal waktu harian yang berasal dari nukleus
suprachiasmatik (SCN) dan kadar permisif estrogen progesteron. Selama fase
folikuler siklus ovarium, estrogen secara bertahap meningkat. Sebagai folikel
dominan terus tumbuh dan berkembang, ada perubahan dari penghambatan sekresi
GnRH yang relatif terhadap rangsangan terpadu positif, yang mengakibatkan
pelepasan LH dari hipofisis dan ovulasi oosit matur berikutnya. Pada tikus dan tikus,
lonjakan LH dimulai pada sore hari dimana ovulasi terjadi di tengah malam. Lesi
SCN menyebabkan hilangnya respons gating terhadap estrogen tinggi pada tikus
(Xiao, 2014).
Jika kandungan FSH lebih rendah dibandingkan kandungan luteinizing
hormone (LH) dan terjadi coitus, maka dapat dipastikan mencit akan mengalami
kehamilan. Pada tahap estrus vagina pada mencit betinapun membengkak dan
berwarna merah. Tahap estrus pada mencit terjadi dua tahap yaitu tahap estrus awal
dimana folikel sudah matang, sel-sel epitel sudah tidak berinti, dan ukuran uterus
pada tahap ini adalah ukuran uterus maksimal, tahap ini terjadi selama 12 jam. Lalu
tahap estrus akhir dimana terjadi ovulasi yang hanya berlangsung selama 18 jam.
Jika pada tahap estrus tidak terjadi kopulasi maka tahap tersebut akan berpindah pada
tahap metesterus (Soeminto, 2000).
Kelebihan metode vaginal smear adalah dapat menunjukkan hasil yang akurat
terkait kondisi sitology vagina pada mencit dalam siklus estrus. Kekurangannya
adalah masih sukarnya membedakan perbedaan sitology tahap yang sedang dialami
oleh mencit. Terkadang sering terjadi kesalahpahaman antara beberapa tahapan.
Perlu diketahui bahwa disetiap tahap pasti ada sel epitel yang terkornifikasi. Tahap
estrus sulit dibedakan dengan tahap metestus karena jika dibawah mikroskop, kedua
tahapan itu semuanya terdapat sel epitel terkornifikasi yang tersebar banyak.
Terkadang lapang pandang mikroskop juga mempengaruhi hasil pengamatan
terhadap siklus estrus. Jika dilihat dari gambar yang didapat dari hasil praktikum dan
membandingkannya dengan referensi maka akan didapatkan sedikit perbedaan. Hasil
pengamatan menunjukkan sel epitel yang terkornifikasi namun masih ada seperti
bintik-bintik sel yang lain di sekitranya. Kemungkinanan besar itu tahapan estrus
atau metestrus. Oleh karena itu, metode vaginal smear sangat efektif dan cukup
akurat, namun masih sulit membedakan beberapa tahapan dalam siklus estrus (Byers,
2012).
Metode yang digunakan dalam pembuatan asupan vagina adalah metode oles
dengan cotton bud. Cotton bud dicelupkan kedalam NaCl 0,9 % kemudian ujungnya
dimasukkan ke dalam lubang vagina mencit dan diputar perlahan-lahan. Ujung
cotton bud kemudian dioleskan pada object glass yang telah ditetesi larutan NaCl
0,9% lalu dibuat apusan tipis dan merata. Selanjutnya preparat difiksasi
menggunakan alkohol 70 % selama 5 menit, setelah itu ditetesi dengan pewarna
giemsa 1% dan dibiarkan selama dua menit agar apusan dapat terwarnai. Preparat
selanjutnya dicuci dengan aquades yang mengalir dan dikeringanginkan. Setelah
kering, preparat diamati dibawah mikroskop stereo dengan perbesaran 400x
(Sulastri, 2014).
Siklus estrus merupakan waktu antara periode estrus. Betina memiliki waktu
sekitar 25-40 hari pada estrus pertama. Mencit merupakan poliestrus dan ovulasi
terjadi secara spontan. Durasi siklus estrus 4-5 hari dan fase estrus sendiri
membutuhkan waktu. Tahapan pada siklus estrus dapat dilihat pada vulva. Fase-fase
pada siklus estrus diantaranya adalah estrus, metestrus, diestrus, dan proestrus.
Periode-periode tersebut terjadi dalam satu siklus dan serangkaian, kecuali pada saat
fase anestrus yang terjadi pada saat musim kawin (Marcondes, 2002).
Parameter yang diamati adalah bentuk sel epitel vagina dan lama waktu
(panjang) siklus estrus masa subur fase proestrus dan estrus mencit betina. Fase
proestrus ditandai dengan adanya sel-sel epitel biasa dan leukosit pada preparat
histologi, sedangkan fase estrus ditandai dengan sel-sel epitel bertanduk. Perhitungan
panjang lama waktu siklus estrus dengan cara mengamati berapa lama waktu siklus
estrus mencit setelah pemberian perlakuan dikurangi dengan lama waktu siklus
estrus sebelum pemberian perlakuan (Hendri, 2013).
Siklus estrus merupakan jarak antara estrus yang satu sampai pada estrus
yang berikutnya. Setiap hewan mempunyai siklus estrus yang berbeda-beda, ada
golongan hewan monoestrus (estrus sekali dalam satu tahun), golongan hewan
poliestrus (estrus beberapa kali dalam satu tahun), dan golongan hewan poliestrus
bermusim (estrus hanya selama musim tertentu dalam setahun). Daur atau siklus
estrus terdiri dari empat fase, yaitu proestrus, estrus, metestrus, dan diestrus. Fase
estrus berbeda dengan siklus estrus. Fase estrus merupakan fase dimana telur
diovulasikan dari ovarium ke saluran telur. Fase ini menandakan bahwa individu
bahwa individu betina telah masak kelamin. Fase estrus setiap spesies berbeda-beda
dan dapat diamati dengan metode vaginal smear, tetapi tidak dapat diamati jika
hewan betina tersebut belum masak kelamin dan sedang hamil (Hafez, 1968).
Gambar mikroskopis hasil ulasan vagina pada berbagai fase estrus
(Nalbandov, 1990).
Fase Sel yang tampak

Proestrus Sel epitel berinti

Estrus Sel berkornifikasi

Metestrus Leukosit diantara sel berkornifikasi

Diestrus Epitel berinti dan leukosit

Saat memasuki fase metestrus (setelah ovulasi), hasrat kawin menurun. Pada
fase ini korpus luteum mulai tumbuh. Korpus luteum merupakan perubahan bentuk
dari folikel de Graaf yang berubah fungsi setelah mengalami ovulasi. Uterus yang
sudah berkembang mengalami oeema akibat pengaruh estrogen. Selanjutnya oleh
pengaruh progesterone, kalenjar uterus aktif mensekresikan zat yang berguna untuk
makanan dan proteksi terhadap embrio yang akan berimplantasi. Pembuluh darah
bertambah panjang dan lebar. Apabila terjadi implantasi, mukosa endometrium
makin menggelembung akibat pengaruh hormone estrogen dan progesterone.
Mukosa endometrium menggelembung dan tempat implantasi zigot diketahui
sebagai desidua. Pada akhir fase metestrus degenerasi epitel meningkat bahkan
menghilang dan leukosit banyak terdapat pada dinding uterus (Wilson, 1985).
Hasil praktikum vaginal smear (apus vagina) yang diperoleh yaitu fase
metestrus. Berdasarkan referensi, fase metestrus terjadi setelah ovulasi dan korpus
luteum mulai tumbuh. Sel yang tampak pada fase metestrus adalah leukosit diantara
sel terkornifikasi. Pada akhir fase metestrus degenerasi epitel meningkat bahkan
menghilang dan leukosit banyak terdapat pada dinding uterus. Berdasarkan hasil
pengamatan pada saat praktikum, terlihat di mikroskop cahaya dengan perbesaran
40x10 kali terdapat sel leukosit berada diantara sel epitel terkornifikasi yang berarti
sedang terjadi fase metestrus.
IV. KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil dan pembahasan di atas maka dapat diambil kesimpulan


sebagai berikut:
1. Metode vaginal smear digunakan untuk mengidentifikasi tipe-tipe sel dalam
sediaan apus vagina dan menentukan fase estrus yang sedang dialami hewan
yang diperiksa.
2. Tipe sel yang digunakan dalam metode vaginal smear yaitu sel epithel dan
leukosit.
3. Hasil praktikum vaginal smear didapatkan fase metestrus yang ditandai dengan
leukosit diantara sel epitel terkornifikasi.

B. Saran

Praktikan harus lebih berhati-hati saat melakukan praktikum dan


mendengarkan arahan yang diberikan oleh asisten agar tidak terjadi hal yang tak
diinginkan.
DAFTAR REFERENSI

Byers S. L., Wiles M. V., Dunn S. L., & Taft R. A., 2012. Mouse Estrous Cycle
Identification Tools and Image. PLos ONE 7(4). E35538.
doi:10.1371/journal.pone.0035538.

Campbell, N., J. Reece, & L. Mitchael. 2004. Biologi Jilid Ketiga Edisi Kelima.
Jakarta: Erlangga.

Hafez, ed. 1968. Adaption of Domestic Animal. Philadelphia: Lea and Fibiger, Pa.
Hendri, Busman, 2013. Histologi Ulas Vagina dan Waktu Siklus Estrus Masa Subur
Mencit Betina Setelah Pemberian Ekstrak Rimpang Rumput Teki. Jurnal
Biologi FMIPA Unila, pp. 371-375.

Le AH, B. L, Cargill S. L., 2014. Meloxicam and Buprenorphine Treatment after


Ovarian Transplantation Does Not Affect Estrous Cyclicity and Follicular
Integrity in Aged CBA/J Mice. PLoS ONE 9(8): e106013. doi:
10.1371/journal.pone.0106013.

Marcondes, F. K., Bianchi, F. J. & Tanno, A. P. 2002. Determination Of The Estrous Cycle
Phases Of Rats: Some Helpful Considerations. Brazil: Universidade Estadual De
Campinas, Av.Limeira.

Nalbandov, A. V. 1990. Reproductive Physiology of Mammals and Birds. San


Fransisco: W. H. Freeman and Company.

Partodiharjo, S. 1992. Ilmu Reproduksi Hewan. Jakarta: PT. Mutiara Sumber Widya.

Soeminto. 2000. Embriologi Vertebrata. Purwokerto: Universitas Jenderal


Soedirman.

Storer, T.I. 1961. Element of Zoology. New York: Mc Graw-Hill Book Company Inc.

Sulastri, S., Wiratmini, N. I. & Suriani, N. L., 2014. Panjang Siklus Estrus Mencit
(Mus musculus L) yang Diberi Pemanis Buatan Aspartam Secara Oral.
Jurnal Biologi, 18(2), pp. 69-72.

Wilson, M., Daly, M., Behrends, P., 1985. The Estrous Cycle of Two Species of
Kangaroo Rats (Dipodomys microps and D. merriami). Journal of
Mammalogy. Volume 4, pp. 726-732.

Wilson, M., Daly, M., Behrends, P., 1985. The Estrous Cycle of Two Species of
Kangaroo Rats (Dipodomys microps and D. merriami). Available at:
https://academic.oup.com/jmammal/article-abstract/66/4/726/848094/The-
Estrous-Cycle- of-Two-Species-of-Kangaroo-Rats?
redirectedFrom=fulltext. [Accesed 9 Juni 201].

Xiao L., Zhang C., Li X., Gong S., Hu R., 2014. Signaling Role of Prokineticin 2 on
the Estrous Cycle of Female Mice. PLoS ONE 9(3): e90860.
doi:10.1371/journal.pone.0090860.

Anda mungkin juga menyukai