Anda di halaman 1dari 14

LAPORAN PRAKTIKUM HISTOLOGI DAN EMBRIOLOGI HEWAN

ACARA KE-1
“PENGAMATAN SIKLUS ESTRUS MENCIT”

Nama : Marseli
NIM : F1071211047
Kelas : 4-A2

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BIOLOGI


JURUSAN PENDIDIKAN MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS TANJUNGPURA
PONTIANAK
2023
A. Waktu dan Tempat Pelaksanaan
Praktikum dilaksanakan pada tanggal 17 Maret 2023 di Laboratorium IPA Terpadu
(Laboratorium Atas) Laboratorium Pendidikan Biologi, Fakultas Keguruan dan Ilmu
Pendidikan Universitas Tanjungpura.
B. Tujuan
Untuk mengamati apusan vagina mencit
C. Dasar Teori
Histologi adalah cabang ilmu biologi yang mempelajari gambaran mikronatomi dari
organ tubuh, sedangkan embriologi merupakan ilmu biologi yang mempelajari tentang
perkembangan manusia mulai dari zigot hingga terbentuknya suatu individu baru.
Organisasi tubuh manusia tersusun atas sel, jaringan, organ, dan sistem organ. Organ
tubuh mempunyai bentuk makroskopis yang berbeda satu dengan yang lain, demikian
juga dengan bentuk mikroskopisnya, dan bentuk/ gambaran tersebut berkaitan dengan
fungsi dari organ tersebut. Organ-organ dengan fungsi yang saling berkaitan akan
membentuk sistem organ, dan beragam sistem organ ini yang saling berkerjasama dalam
melaksanakan tubuh suatu individu. Terbentuknya individu diawali dari yang tahapan
fertilisasi, dan fertilisasi ini dapat terjadi dengan adanya pertemua antara sel kelamin
jantan dan betina.
Sistem reproduksi memiliki empat dasar untuk menghasilkan sel telur yang membawa
setengah dari sifat genetik keturunan, untuk menyediakan tempat pembuahan selama
pemberian nutrisi dan perkembangan fetus dan untuk mekanisme kelahiran. Lokasi
sistem reproduksi terletak paralel diatas rektum. Sistem reproduksi dalam terdiri dari
ovari, oviduk, dan uterus. (Yatim, 1994)
Ovari merupakan organ reproduksi yang penting. Terdapat dua ovari yaitu sebelah
kanan dan kiri. Besarnya sekitar 1,5 inci dengan tebal sekitar 1 inci dan terletak di dalam
suatu membran seperti kantungan ovarian bursa. Ovari bertanggung jawab pada sekresi
hormon estrogen dan progesteron dan produksi telur yang baik untuk dibuahi. Telur-telur
mulai matang di ovari dalam suatu cairan berisi folikel. Pertumbuhan folikel diatur oleh
hormon pituitary, yaitu Follicle Stimulating Hormone (FSH). Selanjutnya sel yang
dibatasi oleh folikel dan dikelilingi sel telur akan mensekresikan estrogen untuk
merespon jumlah hormon pituitary. Hormon lainnya meningkat yaitu Luteinizing
Hormone (LH). Jumlah estrogen mencapai maksimum pada saat fase standing heat.
Diikuti dengan meningginya LH pada telur yang dilepaskan dari folikel dan ovulasi
terjadi. (Yatim, 1994)
Oviduk merupakan tabung panjang yang menghubungkan ovari dengan uterus. Di
ujung terdekat ovari, oviduk dilebarkan ke dalam infundibulum. Selama fase estrus,
posisi infundibulum mengelilingi ovari untuk menjaga sel telur yang terovulasi di dalam
oviduk. Oleh karena itu, di dalam oviduk, sel telur berjalan ke arah uterus. Uterus
berbentuk Y terdiri dari kanan dan kiri yang terhubung pada oviduk. Jalan dari kedua
tanduknya membentuk tubuh uterus. Uterus berfungsi untuk membawa sel sperma
menuju oviduk, membawa nutrisi dan menyediakan tempat untuk perkembangan janin.
(Yatim, 1994)
Siklus reproduksi pada hewan primata umumnya dan manusia khususnya, dikenal
dengan siklus menstruasi. Siklus ini erat hubungannya dengan perkembangan folikel telur
dan endometrium uterus. Siklus ini dikendalikan oleh hormon-hormon reproduksi yang
dihasilkan oleh hipotalamus, hipofisis dan ovarium . Siklus reproduksi yang lain dan
identik dengan hewan mamalia primata juga terjadi pada hewan mamalia nonprimata
yang dikenal dengan siklus estrus. Fase estrus pada mencit berulang dan kembali lagi
membentuk siklus yang kontinyu atau dikenal dengan siklus estrus. Siklus estrus pada
mencit terdiri dari 4 fase utama, yaitu proestrus, estrus, metestrus dan diestrus. Siklus ini
dapat dengan mudah diamati dengan melihat perubahan sel-sel penyusun lapisan epitel
vagina yang dapat dideteksi dengan metode apus vagina. Hasil apus vagina menunjukkan
hasil yang bervariasi sepanjang siklus estrus, terdiri dari sel epitel berinti, sel epitel yang
mengalami kornifikasi, leukosit serta adanya lendir. (Isnaeni, 2006., Sulastri et al, 2014)
Salah satu fase pada siklus estrus mencit adalah fase estrus yang identik dengan masa
subur pada manusia. Pada fase estrus inilah akan terjadi pembuahan dan kehamilan.
Dalam siklus normal peluang untuk terjadinya kehamilan adalah 1 kali dalam 5 hari.
(Huda N.K., Ramadhan Sumarmin., Yuni Ahda, 2017)
Panjang siklus estrus mencit adalah 4-5 hari, yang mana siklus ini dapat diamati dengan
beberapa metode yaitu evaluasi sitologi vagina, pengukuran impedance electrical,
analisis biokimiawi urin dan pengamatan visual pada bagian genitalia eksternal. Metode
evaluasi sitologi paling efektif untuk mengamati fase dalam siklus estrus. Metode ini
dilakukan dengan mengulas sel-sel pada vagina (swab), menempelkan hasil ulasan ke
objek gelas, fiksasi, staining dan pengamatan pada mikroskop. Larutan yang digunakan
dalam tahap fiksasi adalah alkohol 70%, sedangkan metylen blue dapat dijadikan sebagai
larutan staining. (Haryanto, Wulan Pertiwi dan Nisa Ihsani, 2019)
D. Metodologi
1. Alat dan Bahan
 Mencit Betina
 Cooton bud
 Kaca objek dan kaca penutup
 NaCl 0,9%
 Metilen blue 1%
 Alkohol 70%
 Akuades

2. Cara Kerja
Untuk cara kerja pembuatan apusan vagina mencit mengacu pada Febrina et al,
(2013). Yaitu sebagai berikut :
1. Ambil mencit betina, kemudian pegang dengan tangan kiri, ibu jari dan
telunjuk jari memegang tengkuknya atau leher dorsal.
2. Dengan jari tengah, jari manis, dan kelingking memegang badan dan ekor.
3. Cotton bud dicelupkan ke dalam NaCl 0,9%, kemudian ujungnya
dimasukkan ke dalam lubang vagina mencit dan diputar perlahan-lahan.
4. Ujung cotton bud kemudian dioleskan pada kaca objek yang telah ditetesi
larutan NaCl 0,9%, lalu dibuat apusan tipis merata.
5. Preparat difiksasi dengan alcohol 70% selama 5 menit.
6. Tetesi dengan larutan pewarna metilen blue 1%. Biarkan 5 sampai 10 menit.
7. Amati di bawah mikroskop. Bila zat warna berlebih, bilas dengan akuades
dengan cara mengalirkan akuades dan dibiarkan kering.
8. Tutup dengan kaca penutup.
9. Apabila mencit sedang dalam keadaan estrus, maka pada apusan vagina akan
terlihat sel epitel kornifikasi.
E. Hasil dan Pembahasan
1. Hasil
Percobaan ini dilaksanakan pada 17 maret 2023 di Laboratorium Pendidikan Biologi
FKIP UNTAN menggunakan mencit betina (Mus musculus L.) dengan tujuan untuk
mengamati apusan vagina mencit. Adapun alat yang digunakan pada percobaan ini adalah
mikroskop, kaca objek dan kaca penutup. Sedangkan bahan yang digunakan yaitu cotton
bud, tissue, NaCl 0,9%, metilen blue 1%, alkohol 70%, dan akuades.
Adapun hasil dari pengamatan dari kelompok kami yaitu :
Gambar Keterangan
A = Sel epitel berinti atau sel epitel
A
terkornifikasi
B = Sel Leukosit
Untuk melihat sel leukosit, sel epitel
berinti dan sel epiter terkornifikasi susah
B dibedakan. Sebab digambar kurang jelas,
hal ini dikarekan pengamatan
menggunakan lensa mikroskop yang
kurang jelas dengan perbesaran 10x0,25

Dari hasil pengamatan siklus estrus mencit yang dilakukan, didapatkan hasil dimana
terdapat sel epitel berinti. Dalam pengamatan menggunakan mikroskop dengan
perbesaran 10x0,25, hal ini membuat pengamatan kurang maksimal. Hasil pengamatan
yang terlihat kurang jelas mengakibatkan sulit dideteksi adanya sel leukosit sehingga
hanya terlihat sedikit leukosit pada hasil pengamatan. Hasil yang didapat tersebut
menunjukkan bahwa mencit yang diamati sedang mengalami fase Proestrus, yaitu fase
sebelum terjadinya fase estrus. Hal ini disebabkan objek berupa mencit yang digunakan
pada pengamatan masih muda dan belum siap untuk melakukan perkawinan.
Berikut penjelasan dari literatur lain:

Fase proestrus ditandai dengan vagina mulai membuka dan ditandai dengan
jaringan bengkak, lembab, dan berwarna merah muda (Gambar 1A). Vagina terbuka
lebar, sehingga ada kerutan disekitar vagina, fase estrus ditandai dengan bukaan vagina
yang lebar dengan jaringan yang sedikit bengkak, sedikit lembab, dan internsitas warna
merah mudah memudar dibandingkan fase proestrus (Gambar 1B). Fase metestrus
ditandai dengan pembukaan vagina yang tidak terbuka lebar, tidak bengkak, tidak lembab
dan dijumpai dengan debris seluler putih (Gambar 1C). Fase diestrus ditandai dengan
pembukaan vagina kecil dan tertutup dan tanpa jaringan yang bengkak (Gambar 1D).
Karakteristik proestrus, alat kelamin betina luar mulai memperlihatkan tanda-tanda
bahwa terjadi peningkatan peredaran darah di daerah itu. Meskipun telah ada perubahan
yang menimbulkan gairah sex, namun hewan betina ini masih menolak pejantan yang
datang karena tertarik oleh perubahan tingkah laku tersebut. Fase estrus merupakan fase
yang tepat dan terjadi kopulasi. Pada fase metestrus, serviks telah menutup, kelenjar-
kelenjar serviks merubah sifat hasil sekresinya dari cair menjadi kental. Lendir kental ini
berfungsi sebagai sumbat lumen serviks. Diestrus adalah fase dalam siklus berahi yang
ditandai dengan tidak adanya kebuntingan, tidak adanya aktivitas kelamin dan hewan
menjadi tenang.
(Huda et al., 2017)
Berdasarkan hasil pengamatan mikroskopik preparat apus vagina dijumpai dua
tipe sel yaitu sel leukosit dan sel epitel. Sel leukosit memiliki struktur bulat dengan inti
yang bersegmen-segmen ditengah. Inti leukosit menyerap warna yang lebih kontras
dibadandingkan dengan sitoplasma. Ada dua tipe perkembangan sel epitel vagina yaitu
epitel berinti dan epitel terkornifikasi. Epitel berinti memiliki struktur bulat dan atau
lonjong dengan inti bulat ditengah. Intesitas penyerapan warna inti sel epitel lebih kontras
jika dibandingkan dengan sitoplasmanya. Epitel kornifikasi adalah epitel berinti akan
mengalami diferensiasi perkembangan karena epitel megalami keratinisasi protein dan sel
nampak menanduk atau menebal sehingga inti sel tidak tampak. sel leukosit memiliki
ukuran yang relatif kecil dibandingkan sel epitel berinti. Sel epitel terkornifikasi memiliki
intensitas penyerapan warna yang lebih kontras dibandingkan sel epitel berinti. Fase
proestrus ditandai dengan keberadaan sel epitel berinti dan epitel terkornifikasi (Gambar
2A). Fase estrus ditandai dengan dominansi sel epitel terkornifikasi (Gambar 2B). Fase
metestrus ditandai dengan kehadiran proporsi sel leukosit diantara epitel terkornifikasi
(Gambar 2C). Fase diestrus ditandai dengan proporsi sel leukosit yang lebih banyak
dibandingkan dengan sel epitel inti dan epitel terkornifikasi (Gambar 2D). Pada fase
proestrus dan estrus hanya dijumpai satu tipe sel yaitu sel epitel. Kopulasi hanya terjadi
saat estrus, mencit betina dalam fase ini siap menerima pejantan dikarenakan epitel sudah
dilapisi epitel kornifikasi atau sel epitel yang menebal atau menanduk. Kehadiran sel
leukosit pada fase metestrus dan diestrus adalah sebagai sel imunitas.
(Haryanto., Wulan Pertiwi., Nisa Ihsani, 2019)
Pada fase diestrus endometrium berada pada tahap awal persiapan siklus
sehingga kondisi endometriumnya masih tipis lebih tipis dari pada fase yang lain. Siklus
estrus sebenarnya mirip dengan siklus menstruasi dimana ovulasi terjadi pada suatu
waktu dalam siklus itu setelah endometrium mulai menebal dan teraliri banyak darah,
karena menyiapkan uterus untuk kemungkinan implantasi embrio. Satu perbedaan antara
kedua jenis siklus itu melibatkan nasib lapisan uterus jika kehamilan tidak terjadi. Pada
siklus menstruasi, endometrium akan meluruh dari uterus melalui serviks dan vagina
dalam pendarahan yang disebut sebagai menstruasi. Pada siklus estrus, endometrium
diserap kembali oleh uterus dan tidak terjadi pendarahan yang banyak. Pada masa
diestrus terjadi regresi fungsional korpus luteum. Uterus kecil, anemic dan hanya agak
kontraktil. Mukosa vagina tipis dan leukosit bermigrasi melinasinya, memberikan
preparat apusan vagina hamper semata-mata terdiri atas sel-sel ini. Uterus menjadi sangat
kecil dan anemic selama diestrus, menunjukkan bahwa sementara korpus luteum tetap
ada, organ ini mensekresikan progesteron hanya sebentar saja selama siklus reproduksi.
Fase estrus pada perlakuan progesteron memiliki rerata tebal endometrium paling tinggi
sedangkan fase diestrus pada perlakuan kontrol memiliki rerata tebal endometrium
terendah. Hal ini dapat disebabkan karena pada fase estrus endometrium berada pada
kondisi siap implantasi dengan lapisan endometrium yang paling tebal dan pada fase ini
betina siap menerima jantan untuk melakukan perkawinan. Pada saat progesteron beraksi
terhadap uterus, endometrium bertambah tebal secara mencolok. Diameter dan panjang
kelenjar meningkat secara cepat, menjadi bercabang dan berkelok-kelok sehingga kondisi
ini dapat digunakan untuk mempersiapkan implantasi jika terjadi fertilisasi. Maka
endometrium mempertebal lapisan fungsionalnya mengakibatkan kondisinya menjadi
lebih tebal dibandingkan fase yang lain. Tebal endometrium meningkat dari 3-5 mm pada
fase proliferasi menjadi 10 mm pada periovulasi dan mencapai 13 mm pada fase sekresi.
(Narulita, E., dkk, 2017)
2. Pembahasan
Pemberian hormon eksogenous pada wanita sangat erat kaitannya dengan perubahan
fisiologi reproduksinya. Perubahan tersebut dapat dilihat pada pola siklus menstruasi.
Pada mamalia selain primata tidak mengalami haid, dan daur seksual mereka disebut
siklus estrosa. Daur ini diberi nama demikian karena adanya periode “panas” (estrus)
yang mencolok pada saat ovulasi, yang biasanya merupakan satu-satunya waktu dimana
terjadi peningkatan keinginan seksual pada hewan betina. Pada spesies-spesies yang
mengalami ovulasi spontan dengan siklus estrosa, misalnya tikus, tidak terdapat
perdarahan vagina episodik tetapi proses-proses endokrin yang mendasari pada
prinsipnya sama seperti proses pada daur haid (Ganong, 2003)
Siklus estrus dapat diamati dengan melihat perubahan sel-sel penyusun lapisan epitel
vagina yang dapat dideteksi dengan metode apus vagina pewarnaan giemsa. Periode
estrus pada hewan terjadi secara berulang dan membentuk suatu siklus yang disebut
siklus estrus. Siklus estrus merupakan salah satu aspek reproduksi yang menggambarkan
perubahan kandungan hormon reproduksi yang disebabkan oleh aktivitas ovarium
dibawah pengaruh hormon gonadotrophin. Perubahan kandungan hormon reproduksi
selanjutnya menyebabkan perubahan struktur pada jaringan penyusun saluran reproduksi.
(Narulita, E., dkk, 2017)
Pada fase estrus terjadi ovulasi dan pada fase ini juga terjadi puncak birahi pada
hewan betina dan siap menerima hewan jantan untuk kopulasi. Selain fase estrus, hewan
betina tidak mau melayani hewan jantan untuk kopulasi (Rugh, 1968).
Siklus estrus mencit setara dengan siklus menstruasi pada hewan primata dan manusia.
Fase dalam siklus estrus dapat digolongkan berdasarkan tipe dan proporsi sel yang
terdapat pada hasil apusan. Setiap fase estrus memiliki karakteristik spesifik, saat fase
estrus terjadi ovulasi. Fase estrus ditandai dengan tingkah laku aneh, gelisah dan tidak
menolak bila didekati pejantan. Selain fase estrus, hewan betina tidak mau melayani
hewan jantan untuk kopulasi. (Haryanto., Wulan Pertiwi., Nisa Ihsani, 2019)

Dalam satu siklus berahi terjadi perubahan-perubahan fisiologik dari alat kelamin
betina. Perubahan ini bersifat sambung menyambung satu sama lain, hingga akhirnya
bertemu kembali pada permulaanya. Pada umumnya yang disebut permulaan adalah
timbulnya gejala berahi itu sendiri. Untuk memperoleh dasar yang lebih baik dalam
menerangkan fisiologi kelamin, sering pula peristiwa ovulasi yang mengikuti kejadian
berahi digunakan sebagai titik permulaan dari siklus berahi, sedangkan untuk dapat
menerangkan siklus berahi berdasarkan gejala yang terlihat dari luar tubuh, satu siklus
berahi terbagi menjadi 4 fase, yaitu: proestrus, estrus, metetrus dan diestrus (Partodiharjo,
1982)
1. Proestrus adalah fase persiapan. Fase ini biasanya pendek, gejala yang terlihat berupa
perubahan-perubahan tingkah laku dan perubahan alat kelamin bagian luar. Tingkah
laku betina agak lain dengan kebiasaannya, misalnya menjadi sedikit gelisah,
memperdengarkan suara yang tidak biasa terdengar atau malah diam saja. Alat
kelamin betina luar mulai memperlihatkan tanda-tanda bahwa terjadi peningkatan
peredaran darah di daerah itu. Meskipun telah ada perubahan yang menimbulkan
gairah sex, namun hewan betina ini masih menolak pejantan yang datang karena
tertarik oleh perubahan tingkah laku tersebut.
2. Estrus adalah fase yang terpenting dalam siklus berahi, karena dalam fase ini hewan
betina memperlihatkan gejala yang khusus untuk tiap-tiap jenis hewan dan dalam
fase ini pula hewan betina mau menerima pejantan untuk kopulasi. Ciri khas dari
estrus adalah terjadinya kopulasi.
3. Metestrus adalah fase dalam siklus berahi yang terjadi segera setelah estrus selesai.
Gejala yang dapat dilihat dari luar tidak terlihat nyata, namun pada umumnya masih
didapatkan sisa-sisa gejala estrus. Bedanya dengan estrus ialah bahwa meskipun
gejala estrus masih dapat dilihat tetapi hewan betina telah menolak pejantan untuk
aktivitas kopulasi. Serviks telah menutup, kelenjar- kelenjar serviks merubah sifat
hasil sekresinya dari cair menjadi kental. Lendir kental ini berfungsi sebagai sumbat
lumen serviks.
4. Diestrus adalah fase dalam siklus berahi yang ditandai dengan tidak adanya
kebuntingan, tidak adanya aktivitas kelamin dan hewan menjadi tenang. Dari periode
permulaan diestrus, endometrium masih mempelihatkan kegiatan, yaitu pertumbuhan
kelenjar-kelenjar endometrium dari panjang menjadi berkelok-kelok dan banyak
diantaranya yang berkelok hingga membentuk spiral. Tetapi pada pertengahan fase
diestrus kegiatan-kegiatan endometrium ini berdegenerasi yang akhirnya hanya
tinggal kelenjar-kelenjar permukaan yang cetek. Dalam periode permulaan diestrus,
corpus hemorrhagicum mengkerut karena di bawah lapisan hemorhagik ini tumbuh
sel-sel kuning yang disebut luteum. Diestrus adalah fase yang terlama diantara fase-
fase yang terdapat dalam siklus berahi.
Teknik pembuatan apusan vagina yaitu cotton bud terlebih dahulu dicelupkan ke
dalam NaCl 0,9% kemudian ujungnya dimasukkan ke dalam lubang vagina mencit dan
kemudian diputar perlahan-lahan. Lalu ujung cotton bud dioleskan pada kaca objek yang
telah ditetesi larutan NaCl 0,9% dan dibuat apusan merata. Selanjutnya preparate
difiksasi (direndam) dengan alcohol 70% selama 5 menit, setelah itu tetesi dengan larutan
pewarna metilen blue 1% dan biarkan 5-10 menit. Bila Langkah tersebut sudah
dilakukan, maka amati dibawah mikroskop. Jika mencit sedang dalam keadaan estrus,
maka pada apusan vagina akan terlihat sel epitel kornifikasi. (Febrina et al, 2013)
Berdasarkan pengamatan yang telah dilakukan, dapat diketahui sel yang terlihat pada
mikroskop adalah sel epithel yang terkomifikasi atau mengalami penandukan, hal ini
menunjukkan bahwa mencit sedang mengalami fase estrus. (Baker et al. 1980)
Fase estrus dapat diketahui dengan adanya sel-sel tanduk yang banyak pada lumen vagina
yang biasanya terlihat pada preparate ulas vagina dan berlangsung selama 12 jam.
Pembelahan dan proses penandukan (kornifikasi) epitel vagina tergantung dari
meningkatnya kadar estrogen dalam tubuh sehubungan dengan akhir periode
pertumbuhan folikel. Proses estrus sangat erat kaitannya dengan mekanisme sistem
hormonal. Hewan yang sedang berada dalam fase estrus juga mau menerima rangsangan
dari hewan jantan, bahkan kadang-kadang merekalah yang mencari pejantan-pejantan
tersebut. Perkembangan dan kemampuan ovarium untuk menghasilkan hormon estrogen
dapat dilihat secara tidak langsung melalui efek estrogen yang dihasilkan terhadap
perubahan sitologi epitel vagina. Estrogen menyebabkan peningkatan mitosis dan
proliferasi sel-sel epitel dan proses pertandukan pada sel-sel epitel permukaan. (Astirin &
Mutmainah, 2002).
Fase estrus dipengaruhi mekanisme hormonal yaitu hubungan antara hormon-
hormon hipotalamus-hipofisis (GnRH, LH, FSH), hormon-hormon ovarial (estradiol dan
progesterone) dan hormon uterus (prostaglandin).
Siklus estrus hewan dapat dibagi menjadi fase folkier dan fase luteal dengan masing-
masing memiliki periode perkembangan yang berkaitan dengan periode fungsional
ovarium.
Fase folikuler merupakan fase siklus yang singkat dimulai dari awal pembentukan folikel
sampai pecahnya 9 folikel de Graaf saat ovulasi sedangkan fase luteal yang terjadi setelah
ovulasi merupakan periode sekresi progesterone oleh korpus luteum meliputi lebih dari
dua pertiga siklus estrus. Pada fase estrus, estrogen meningkatan sensitivitas sel-sel
penghasil gonadotropin pada hopofisa sehingga menghasilkan LH yang dapat
menyebabkan ovulasi Ketika kadar LH mencapai puncak. Pada saat estrus konsentrasi
estrogen meningkat sesuai dengan pertumbuhan folikel de Graaf, dan selanjutnya
dibawah pengaruh serta peran LH yang disekresikan dari hipofisis anterior terjadilah
ovulasi dan pembentukan corpus luteum (CL). Ovulasi terjadi pada akhir estrus dalam
waktu yang sangat singkat. Setelah ovulasi terjadi pada ovarium akan mengalami fase
luteal, fase luteal adalah fase pembentukan CL yang dapat menghasilkan progesterone,
sedangkan pada vagina terjadi fase maetestrus dan diestrus. Pada waktu CL telah
mencapai ukuran maksimal dan fungsional akan terjadi peningkatan konsentrasi
progesterone.
(Narulita, E., dkk, 2017)

F. Kesimpulan
Berdasarkan hasil dan pembahasan di atas maka dapat diambil kesimpulan
sebagai berikut :
1. Siklus dan fase estrus dapat dilakukan dengan pengamatan visual langsung pada
genitalia eksternal dan melalui metode sitologi dengan cara apus vagina.
2. Prosedur pembuatan preparat apus vagina yaitu cotton bud yang telah dibasahi
larutan NaCl 0,9% ke dalam vagina mencit kemudian putar searah secara
perlahan-lahan, lalu cotton bud dioleskan secara memanjang dua atau tiga baris
olesan dengan arah yang sama pada preparate yang sudah dibersihkan dengan
alkohol 70% kemudian olesan yang ada di preparate diberi pewarna methylene
blue 1%, diamkan selama 5 menit lalu metylen blue 1% kemudian diamati di
bawah mikroskop.
3. Pada fase proestrus dan estrus hanya dijumpai satu tipe sel yaitu sel epitel.
Kopulasi hanya terjadi saat estrus, mencit betina dalam fase ini siap menerima
pejantan dikarenakan epitel sudah dilapisi epitel kornifikasi atau sel epitel yang
menebal atau menanduk. Kehadiran sel leukosit pada fase metestrus dan diestrus
adalah sebagai sel imunitas.
4. Sel epithel memiliki bentuk oval atau polygonal sedangkan sel leukosit memiliki
bentuk bulat atau berinti. Bila diamati di bawah mikroskop setelah diadakan
pewarnaan maka akan terlihat sel leukosit yang lebih terang dibandingkan
dengan sel epithel.
5. Fase dalam siklus estrus berdasarkan hasil pengamatan preparate apus vagina
kelompok kami mendapatkan hasil yaitu fase proestrus. Yaitu fase sebelum
terjadinya fase estrus. Hal ini disebabkan objek berupa mencit yang digunakan
pada pengamatan masih muda dan belum siap untuk melakukan perkawinan.

G. Saran
Sebaiknya dalam pemilihan cotton bud sebagai alat praktikum lebih diperhatikan
lagi. Sebab cotton bud yang digunakan terlalu besar untuk masuk ke dalam
vagina mencit. Dan saat melaksanakan percobaan harap dikondisikan lagi sikap
(prilaku) agar praktikum yang dilaksanakan aman, tertib dan berjalan lancar serta
tidak terjadi hal-hal yang tidak diinginkan.

H. Daftar Pustaka

Febrina, G.A.A.R., Wiratmini, N.I dan Sudatri, N.W. 2013. Pengaruh Pemberian
Rhodamin B terhadap Siklus Mencit (Mus musculus L.) Betina. Jurnal Biologi. 17 (1):
21-23
Ganong, W. F. 2003. Review of Medical Physiology. International Edition. San
Fransisco: Mc Graw Hill Book.
Haryanto., Wulan Pertiwi., Nisa Ihsani. 2019. “Siklus Estrus Mencit Betina Virgin (Mus
musculus) Strain BALB/c setelah Terpapar Berbagai Jenis Sound”. Journal of Science,
Technology and Enterpreneurship. 1 (2)
Huda, N.K., Sumarmin, R dan Ahda, Y. 2017. “Pengaruh Ekstrak Sambiloto
(Andrographis paniculata Nees.) terhadap Siklus Estrus Mencit (Mus musculus L. Swiss
Webster)”. Eksakta. vol. 18, no. 2, pp. 69-76.
Isnaeni, W. 2006. Fisiologi Hewan. Yogyakarta: Penerbit Kanisius.
Narulita, E., dkk. 2017. “Perubahan Kadar Estradiol dan Histologi Uterus Mencit (Mus
musculus) Betina dengan Induksi Progesteron Sintetik”. Biosfera. vol.34, no. 3, pp. 117-
122.
Partodiharjo, Soebadi. 1982. Ilmu Reproduksi Hewan. Jakarta: Mutiara
Rugh, R. 1968. Experimental Embryology. Third Ed.Burgers Publishing Co.,
Minneapolis, Minn.
Sulastri, S., Wiratmini, N.I dan Suriani, N.L. 2014. “Panjang Siklus Estrus Mencit (Mus
musculus L.) yang Diberi Pemanis Buatan Aspartam secara Oral”. Jurnal Biologi.
Vol.18, no.2, pp. 69–72.
Yatim, Wildan. 1994. Embriologi. Bandung: Tarsito

Anda mungkin juga menyukai