Anda di halaman 1dari 12

\VAGINAL SMEAR

Oleh :
Nama
NIM
Rombongan
Kelompok
Asisten

: Siti Mimah Rohimah


: B1J014012
:V
:3
: Indri Muhati

LAPORAN PRAKTIKUM PERKEMBANGAN HEWAN

KEMENTERIAN PENDIDIKAN NASIONAL


UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN
FAKULTAS BIOLOGI
PURWOKERTO
2014

I.

PENDAHULUAN
A. Latar belakang

Vaginal smear merupakan metode yang digunakan untuk mengidentifikasi


fase siklus estrus yang sedang dialami oleh individu betina. Kegunaan vaginal smear
atau yang lebih dikenal dengan sebutan apus vagina adalah untuk membuat apusan
sel-sel vagina. Apusan ini digunakan untuk mengamati bentuk dan tipe sel yang
terdapat pada vagina saat hewan uji mengalami fase estrus, karena tipe sel pada suatu
fase berbeda dengan fase yang lain. Perbedaan tipe sel merupakan salah satu cara
untuk mengetahui suatu fase pada individu betina. Pengamatan mengenai proposi
masing-masing sel yang ditemukan pada apusan juga digunakan untuk menentukan
fase yang sedang dialami oleh hewan yang bersangkutan (Nalbandov, 1976).
Praktikum kali ini menggunakan tipe sel epitel dan leukosit untuk mengidentifikasi
fase dalam siklus estrus.
Metode apus vagina (vaginal smear) didasarkan pada kenyataan, bahwa pada
saat estrus sel-sel epitel vagina mengalami kornifikasi sebagai akibat dari kadar
estrogen tinggi. Metode ini dapat pula digunakan pada mamalia betina seperti marmut
atau rodentia. Hewan rodentia memiliki siklus estrus yang mudah diamati, siklus
estrusnya terdiri dari proestrus, estrus, metestrus, anestrus, dan diestrus. Fase-fase ini
mudah dikenal dengan mengamati sel-sel penyusun vagina yaitu mukosa vagina.
Siklus estrus terjadi karena pelepasan sebuah telur yang matang dari ovarium. Siklus
estrus hewan tertentu dapat diamati melalui pembuatan apus vagina, namun hewan
tersebut harus masak kelamin dan sedang tidak hamil. ada tiga karakteristik sel yang
dapat dinyatakan sebagai bagian dari fase estrus yaitu sel epitel berbentuk bulat dan
berinti, sel terkornifikasi yang terlihat tanpa inti karena selnya mengalami penebalan,
dan proporsi dari kedua jenis sel tersebut digunakan untuk menentukan siklus estrus
(Omar, 2007).
Mencit (Mus musculus) betina digunakan dalam praktikum ini karena mudah
didapat dan termasuk kelas mamalia bertubuh kecil, tetapi organ kelaminnya lengkap

seperti hewan kelas mammalia lainnya. Selain itu, Mus musculus termasuk hewan
yang menunjukan beberapa kali masa estrus dalam satu tahun.
Teknik preparat apus vagina sangat bermanfaat terutama pada spesies yang
memiliki siklus estrus pendek. Selama siklus estrus, terjadi perubahan histologi
vagina pada mamalia betina, sehingga bisa digunakan untuk menentukan fase estrus
hewan dalam membantu perkawinan hewan tersebut. Vaginal smear biasa diujikan
pada hewan mamalia, sedangkan Pap smear atau pap test diujikan pada manusia.
Pap smear adalah suatu metode ginekologi bertujuan untuk mendeteksi kanker mulut
rahim yang disebabkan oleh human papillomavirus atau HPV. Setiap saat, sel-sel
tubuh manusia akan mati dan mengelupas. Sekali pun sel-sel ini telah lepas dari
tubuh, tetapi sel tersebut merupakan "gudang informasi" yang sangat bermanfaat.
Lewat sel-sel ini dapat diketahui sesuatu proses yang tidak normal yang sedang
menggerogoti mulut rahim seseorang atau lebih dikenal sebagai kanker mulut rahim
(Ponmanickam, 2013).
B. Tujuan
Tujuan dari praktikum vaginal smear ini adalah dapat melakukan prosedur
pembuatan preparat apus vagina, dapat mengidentifikasi tipe-tipe sel dalam preparat
dan menentukan fase estrus pada hewan uji yaitu mencit (Mus musculus) betina.

II.

MATERI DAN METODE


A. Materi
Alat yang digunakan dalam praktikum vaginal smear ini adalah gelas obyek,
cover glass, pipet tetes, cotton bud, bak preparat dan mikroskop cahaya.
Bahan yang digunakan dalam praktikum ini adalah mencit (Mus musculus)
betina masak kelamin dan tidak sedang hamil sebagai hewan uji, larutan alcohol 70%,
larutan NaCl 0,9%, pewarna methylen blue 1 % akuades, tissue dan air kran.
B. Metode
Metode yang dilakukan pada praktikum kali ini adalah :
1. Mencit betina yang akan diperiksa dipegang dengan tangan kanan dengan cara
melentangkannya di atas telapak tangan sementara tengkuk dijepit oleh ibu
jari dan telunjuk.
2. Ujung cooton bud dibasahi dengan larutan NaCl 0,9% kemudian secara
perlahan dimasukan ke dalam vagina mencit sedalam 5 mm dan diputar
searah secara perlahan-lahan dua hingga tiga kali.
3. Gelas objek dibersihkan dengan alkohol 70% dan dikeringkan. Ujung cotton
bud yang sudah dioleskan pada vagina tersebut dioleskan memanjang dua atau
tiga baris olesan dengan arah yang sama pada gelas objek.
4. Olesan vagina tersebut ditetesi dengan larutan methylene blue 1% sambil
sesekali dimiringkan agar pewarna merata pada permukaan ulasan dan
ditunggu selama 5 menit. Pewarna yang berlebihan dibersihkan dengan
membilas gelas objek menggunakan akuades atau air mengalir kemudian
ditutup dengan gelas penutup.
5. Apusan diamati dengan mikroskop dengan perbesaran lemah kemudian
perbesaran kuat. Perhatikan tipe dan proporsi sel dalam preparat apusan.
6. Gambar sel-sel yang ditemukan dalam mikroskop cahaya tersebut dan
tentukan fasenya serta didokumentasikan.
III.

HASIL DAN PEMBAHASAN


A. Hasil
Pengamatan menunjukkan bahwa mencit (Mus musculus) mengalami siklus estrus.

(A)

(B)

Keterangan :
Gambar (A) : Mikroskopis Siklus Estrus Fase Metestrus Perbesaran : 40X10
Gambar (B) : Skematis Siklus Estrus Fase Mestrus
Keterangan Gambar :
1. Sel epitel terkornifikasi.
2. Sel leukosit

B. Pembahasan
Hasil yang diperoleh dari praktikum menunjukan bahwa sel yang didapat dari
apusan vagina adalah

adanya leukosit yang berada diantara sel epitel yang

terkornifikasi dengan proporsi sel leukosit lebih sedikit dibandingkan sel epitel yang
terkornifikasi. Hal ini menunjukkan bahwa pada saat pengambilan sel dari vagina,
hewan uji sedang berada pada fase metestrus. Sel epitel merupakan sel yang terletak
di permukaan vagina, sehingga apabila terjadi perubahan kadar estrogen maka sel
epitel merupakan sel yang paling awal terkena akibat dari perubahan tersebut. Sel

leukosit adalah sel antibodi yang terdapat di seluruh bagian individu. Sel leukosit di
vagina berfungsi membunuh bakteri dan kuman yang dapat merusak ovum (Febrina,
2013). Hal ini sesuai dengan pernyataan dari Isnaeni (2006), pada fase metestrus,
histologi dari vaginal smear menampakan suatu fenomena kehadiran sel-sel yang
bergeser dari sel-sel parabasal ke sel-sel superfisial, selain itu sel darah merah dan
neutrofil juga dapat diamati. Sel-sel parabasal adalah sel-sel termuda yang terdapat
pada siklus estrus.
Sediaan apus vagina mencit betina yang diperiksa sebagai hewan uji dalam
praktikum kali ini tampak gambaran sel berbentuk oval atau poligonal bulat yang
disebut dengan sel epitel. Sel epitel dalam apus vagina memiliki inti tetapi ketika
terjadi penandukan (kornifikasi), inti sel tersebut tidak telihat. Selain sel epitel,
terdapat juga sel leukosit pada preparat apus vagina yang diamati dalam praktikum
kali ini yang ditandai dengan warna hitam sebagai inti dengan ukuran lebih kecil
dibandingkan dengan sel epitel yang terkornifikasi. Letak sel epitel dan leukosit tidak
teratur dalam preparat dari vagina smear hewan uji (Widiyono, 2011).
Siklus estrus terdiri atas 4 fase diantaranya adalah proestrus, estrus, metestrus
dan diestrus (Febrina, 2013). Hasil dari praktikum apus vagina ini menunjukan bahwa
hewan uji yang digunakan sedang mengalami fase metestrus yang ditandai dengan sel
epitel yang terkornifikasi disertai sel leukosit yang jumlahnya lebih banyak. Hal ini
sesuai dengan pernyataan Karlina (2003) bahwa metestrus merupakan fase dalam
siklus estrus yang terjadi segera setelah estrus berakhir. Dalam ovarium terjadi
pembentukan korpus hemoragikum pada tempat folikel de graaf yang baru saja
melepaskan ovum sehingga terbentuk atau munculnya sel-sel leukosit diantara sel-sel
epitel yang terkornifikasi tersebut. Pap metestrus terdiri dari proporsi yang sama
antara leukosit, kornifikasi dan sel epitel berinti. Pap diestrus terutama terdiri dari
dominasi leukosit (Zinck, 2015).
Menurut Karlina (2003), fase-fase dalam siklus estrus, dapat dijabarkan
sebagai berikut :
1. Fase proestrus

Fase proestrus dicirikan dengan adanya jaringan berwarna merah muda dan
lembab. Ketika hewan betina berada pada fase proestrus, banyak sel epitel berinti dan
terkornifikasi muncul dan beberapa leukosit masih ada pada fase ini.
2. Fase estrus
Karakteristik sel pada saat estrus yaitu penampakan histologi dari smear
vagina didominasi oleh sel-sel superfisial, tetapi terdapat kornifikasi pada hasil
preparat, pengamatan yang berulang menampakkan sel-sel superfisialnya ada yang
bersifat tidak berinti. Sel-sel parabasal dan superfisial mudah untuk dibedakan,
sedangkan sel-sel intermediet adalah sel yang terletak diantara sel parabasal dan sel
superfisial. pada saat nukleus mengecil, membentuk piknotik maka sel ini dapat
diklasifikasikan pada sel superfisial.
3. Fase metestrus
Fase metestrus berdasarkan histologi dari vaginal smear memperlihatkan
adanya sel-sel yang bergeser dari sel-sel parabasal ke sel-sel superfisial dan sel darah
merah serta neutrofil juga dapat diamati. Sel-sel parabasal merupakan sel muda yang
terdapat pada siklus estrus. Karakteristik dari sel-sel parabasal adalah bentuknya
bundar atau oval, mempunyai bagian nukleus yang lebih besar daripada sitoplasma,
sitoplasmanya biasanya tampak tebal dan secara umum dengan pewarnaan berwarna
gelap.
Proses perubahan sel-sel parabasal menuju sel intermediet kemudian sel-sel
superfisial dan sel-sel tidak berinti dapat dijelaskan bahwa bentuk bundar atau oval
perlahan-perlahan akan berubah menjadi bentuk poligonal atau bentuk tidak
beraturan. Ukuran nuklei yang besar secara perlahan-lahan akan mengecil, pada
beberapa kasus nuklei mengalami kematian atau rusak secara bersamaan. Ukuran
sitoplasma akan lebih tipis daripada semula. Karena ukuran sitoplasma lebih kecil
dari semula maka sel-sel parabasal yang berwarna gelap akibat pewarnaan akan
berubah menjadi sel-sel yang bewarna lebih cerah akibat pewarnaan yang sama.
Proses perubahan di atas dapat ditengarai sebagai salah satu proses pada siklus estrus
(Karlina, 2013).
4. Fase diestrus
Fase diestrus ditandai dengan terjadi pengurangan jumlah sel superfisial dari
kira-kira 100% pada fase sebelumnya menjadi 20% pada fase diestrus. Selain itu,

jumlah sel parabasal dalam apusan preparat vagina menjadi meningkat. Ciri siklus
estrus tidak dapat dipisahkan dari proses perubahan yang terjadi pada sel-sel
epitelnya, beberapa hal yang berhubungan dengan histologi sel epitel vagina adalah
sel kornifikasi adalah tipe sel vagina yang paling tua dari sel parabasal, sel
intermediet, sel superfisial, dan mempunyai ciri nukleus yang tidak lengkap. Sel
epitel adalah sel yang menyusun jaringan epitelium, biasanya terletak pada bagian
tubu yang mempunyai lumen dan kantong misal vagina. Sel intermediet adalah tipe
sel epitel vagina yang lebih tua dari parabasal tetapi lebih muda dari sel superfisial
dan sel squamous tanpa nucleus. Inti sel piknotik adalah nukleus yang telah
degeneratif dan merupakan ciri dari sel superfisial.
Pengidentifikasian fase estrus menggunakan vaginal smear menjadi cara yang
paling akurat dalam penentuan seluruh tahapan siklus estrus. Metode sitologi vagina
baik digunakan untuk pengidentifikasian keempat tahap siklus estrus. Pengamatan
secara visual digunakan untuk mengamati proestrus dan estrus pada hewan uji,
dengan tujuan penentuan waktu perkawinan hewan uji, tetapi untuk pengamatan yang
lebih akurat harus menggunakan vaginal cytology karena vaginal smear memliki
bebrapa kekurangan yaitu lapang pandang pengamat berbeda-beda tingkat
keakuratannya, metode pengeringannya kurang dipahami oleh pengamat dan metode
ini tingkat keakuratannya masih rendah (Bayers et all., 2012).
Beberapa mamalia dapat mempunyai banyak keturunan secara musiman,
dapat pula bereproduksi hanya sekali dalam setahun, sedangkan yang lainnya
memiliki daur reproduksi yang singkat. Kebanyakan mamalia betina mengalami
kegelisahan disaat akan menerima pejantan untuk mengawininya serta ditandai
dengan mukosa vagina yang berwarna merah muda. Periode ini disebut fase estrus
dan daur reproduksinya disebut siklus estrus (Frandson, 1993).
Siklus estrus juga dapat memiliki masa metestrus dan anestrus yaitu
perpanjangan dari masa diestrus yang telah selesai satu siklus estrus tidak segera
dimulai proestrus baru dalam siklus berikutnya (Yatim, 1982). Menurut Frandson
(1993), dengan mengetahui fase estrusnya maka dapat pula diketahui kejadiankejadian yang terjadi dalam ovarium pada fase tersebut. Pada fase proestrus dan
estrus mencit, terdapat kompleks cumulus oophorus dan terdapat oosit pada oviduk

saat ovulasi. Mencit pada fase metestrus dan diestrus tidak memiliki oosit pada
oviduknya (Bayers et all., 2012).
Proses perubahan sel-sel parabasal menuju sel intermediet kemudian sel-sel
superfisial dan sel-sel tidak berinti dimulai dengan bentuk bundar atau oval perlahanperlahan akan berubah menjadi bentuk poligonal atau bentuk tidak beraturan. Ukuran
nuklei yang besar secara perlahan-lahan akan mengecil, pada beberapa kasus nuklei
mengalami kematian atau rusak secara bersamaan. Ukuran sitoplasma akan lebih tipis
daripada semula. Karena ukuran sitoplasma lebih kecil dari semula maka sel-sel
parabasal yang berwarna gelap akibat pewarnaan akan berubah menjadi sel-sel yang
bewarna lebih cerah akibat pewarnaan yang sama. Proses perubahan di atas dapat
ditengarai sebagai salah satu proses pada siklus estrus. Menurut McDonald (1976),
faktor-faktor yang mempengaruhi estrus adalah pengaruh keturunan dan genetik,
iklim, musim, dan nutrisi.
Terdapat dua jenis siklus yang berbeda ditemukan pada mamalia betina.
Manusia dan banyak primata lain mempunyai siklus menstruasi (menstrual cycle),
sementara mamalia lain mempunyai siklus estrus (estrous cycle). Kedua kasus ini
ovulasi terjadi pada suatu waktu dalam siklus setelah endometrium mulai menebal
dan terairi banyak darah, karena menyiapkan uterus untuk memungkinkan implantasi
embrio satu perbedaan antara siklus itu melibatkan nasib kedua lapisan uterus jika
kehamilan terjadi. Endometrium pada saat siklus estrus diserap kembali oleh estrus
dan tidak terjadi pendarahan yang banyak, sedangkan pada siklus menstruasi
endometrium akan meluruh dari uterus melalui serviks dan vagina dalam pendarahan
yang disebut dengan menstruasi (Campbell, 2004).
Menurut Isnaeni (2003), perbedaan siklus estrus dan menstruasi, diantaranya
terletak pada fase-fase yang tejadi yaitu:
1. Proestrus, folikel mengalami pemasakan akhir.
2. Estrus, terjadi ovulasi (mirip periode sexual receptivity pada sebagian besar hewan)
3. Metestrus, terjadi pembentukan corpus luteum
4. Diestrus, corpus luteum berfungsi optimal
Siklus menstruasi pada primata :
1. Fase mentruasi (destruktif), endometrium hancur, pembuluh darah pecah.
2. Fase proliferatif (follicular), endometrium mengalami pertumbuhan (proliferasi)
sehingga menjadi tebal.

3. Fase ovulasi, pembuluh darah pada endometrium tumbuh membesar dan terbentuk
kelenjar-kelenjar pada endometrium.
4. Fase sekretori (luteal), terjadi aktivitas sekresi dari kelenjar pada endometrium.

IV.

KESIMPULAN DAN SARAN


A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil pengamatan dan pembahasan di atas, dapat disimpulkan bahwa :


1. Pembuatan preparat apus vagina dilakukan dengan cara cotton bud dicelupkan
pada NaCl lalu diputar ke vagina mencit, dioleskan pada gelas objek dan diwarnai
dengan methylene blue lalu dibiarkan kering dan preparat diamati dibawah
mikroskop.
2. Tipe sel yang digunakan untuk mengidentifikasi fase estrus adalah sel epithel dan
sel leukosit,
3. Hasil percobaan vagina smear pada mencit betina yang dilakukan oleh kelompok
3 adalah fase metestrus.
B. Saran

Saran untuk praktikum kali ini adalah sebaiknya disediakan lebih banyak
hewan uji, karena apabila suatu hewan uji sudah diuji menggunakan vaginal smear,
untuk pengujian berikutnya dengan cara yang sama akan menghasilkan hasil yang
berbeda, akibatnya sel vagina tidak teridentifikasi.

DAFTAR REFERENSI
Bayers, Shannon. Wiles, Michael. Dunn, Sadie dan Taft, Robert. 2012. Mouse
Estrous Cycle Identification Tool and Images. Reproductive Sciences R&D,
The Jackson Laboratory, Bar Harbor, Maine, United States of
America.Technology Evaluation and Development, The Jackson Laboratory,
Bar Harbor. Maine: United States of America.
Campbell, N.A. 2004. Biologi Edisi ke 5 Jilid III. Erlangga: Jakarta.
Frandson, R. D. 1993. Anatomy and Phisiology of Farm Animal. Lea Febigur:
Philadelphia.
Irkham Widiyono., P. Purwono Putro, Sarmin., P. Astuti., dan Claude M. A. 2011.
Kadar Estradiol dan Progesteron Serum,Tampilan Vulva dan Sitologi Apus
Vagina Kambing Bligon Selama Siklus Birahi. Jurnal Veterine. Vol. 12 (4) :
263-268.
McDonald, L. E. 1976. Veterinary Endocrinology and Reproduction. Lea & Febiger:
Philadelphia.

M.M, Sahar Omar., & Abeer A. Abed El Samad. 2007. Modified Vaginal Smear
Cytology for The Determination of The Rat Estrous Cycle Phases, Versus
Ordinary Papanicolaou Technique, Verified By Light And Scanning Electron
Microscopic Examination of The Endometrium. The Egyptian Journal of
Histology. Vol. 30 (2) : 398 399.
Nalbandov, A.V. 1976. Reproductive Physiology of Mammals and Birds: The
Comparative Physiology of Domestic and Laboratory Animals and Man. W.H.
Freeman and Company: San Fransisco.
Ponmanickam, P., et al. 2013. Protein and Volatile Profiles of Mouse (Mus musculus)
Vaginal Mucus Across the Oestrous Cycle. World Journal of Zoology. Vol 8
(1): 67-74.
Rina Febrina, G. A. A., Ngurah Intan Wiratmini., dan Ni Wayan Suda tri. 2013.
Pengaruh Pemberian Rhodamin B TerhadapSiklus Estrus Mencit (Mus
Musculus L.) Betina. Jurnal Biologi. Vol 17 (1) : 21 23.
Yatim, W. 1982. Reproduksi dan Embriologi.Tarsito: Bandung.
Yeni Karlina. 2003. Siklus Estrus dan Struktur HistologiOvarium Tikus Putih (Rattus
norvegicus) Setelah Pemberian Alprazolam. Skripsi. Fakultas MIPA.
Universitas Sebelas Maret: Surakarta.
Zinck Lea and Susana Q. L. 2013. Mate Choice in Mus musculus Is Relative and
Dependent on the Estrous State. Vol. 8 : 3-4.

Anda mungkin juga menyukai