Anda di halaman 1dari 26

“Lembar Kerja Praktikum Pengendalian Vektor dan Tikus”

Tugas ini diajukan untuk memenuhi salah satu mata kuliah yang diampu oleh:

Arif Widyanto, S. Pd, M.Si.

Disusun Oleh :

. Annisa Mareta Zahru (P1337433119095)

Agus Dwi Setiyawan (P1337433119097)

Ghalib Yudha Ascarya (P1337433119098)

Safinah Mar Atus Solichah (P1337433119100)

Mutiara Labibatul Hana (P1337433119101)

KEMENTRIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA


POLITEKNIK KESEHATAN KEMENTRIAN KESEHATAN SEMARANG
JURUSAN KESEHATAN LINGKUNGAN PURWOKERTO
PRODI SANITASI PROGAM DIPLOMA III
2021

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Vektor merupakan arthropoda yang dapat menularkan, memindahkan atau menjadi


sumber penularan penyakit pada manusia. vektor yang berperan sebagai penular penyakit
dikenal sebagai arthropoda borne diseases atau sering juga disebut sebagai vector borne
diseases yang merupakan penyakit yang penting dan seringkali bersifat endemis dan
menimbulkan bahaya bagi kesehatan sampai kematian (Permenkes R.I No. 374, 2010).

Penyakit menular bersumber vektor yang masih berjangkit di masyarakat diantaranya


penyakit yang ditularkan oleh nyamuk, lalat dan kecoa yang umumnya berkembang pada
lingkungan dengan sanitasi yang buruk (Amalia, 2010). “Penyakit yang ditularkan melalui
vektor masih menjadii penyakit endemis yang dapat menimbulkan wabah atau kejadian luar
biasa serta dapat menimbulkan gangguan kesehatan masyarakat sehingga perlu dilakukan
upaya pengendalian atas penyebaran vektor” (Permenkes R.I No. 374, 2010). Upaya
pemberantasan dan pengendalian penyakit menular seringkali mengalami kesulitan karena
banyak faktor yang mempengaruhi penyebaran penyakit menular tersebut. Lingkungan
hidup di daerah tropis yang lembab dan bersuhu hangat menjadi tempat hidup ideal bagi
serangga yang berkembangbiak.

Menurut Komairah, dkk (2010) sekitar 10 juta spesies serangga yang hidup di dunia
dan telah teridentifikasi sekitar 1 juta spesies. Satu juta spesies tersebut terdiri dari beberapa
spesies serangga yang juga merupakan vektor pembawa suatu penyakit.

Lalat merupakan vektor foodborne diseases5,6 antara lain, diare, disentri, muntaber,
typhus dan beberapa spesies dapat menyebabkan myiasis. 7 Aktivitas transmisi agen
patogen dari lalat ke manusia sangat ditentukan oleh kemampuan lalat dalam memindahkan
agen infeksius kepada inangnya atau yang biasa disebut dengan vector competence. 8 Lalat
memindahkan agen penyakit dengan mengkontaminasi makanan yang dihinggapinya,
melalui muntahan, kotoran, maupun hanya memindahkan kuman yang berada di permukaan
tubuhnya.9 Lalat penyebab myiasis meletakkan telur pada luka sehingga saat menetas larva
masuk ke dalam luka dan menimbulkan luka yang lebih besar (wound myiasis).10 Masih
tingginya kasus penyakit foodborne di Indonesia menjadi tugas berat bagi pemerintah dan
Kementerian Kesehatan sebagai leading sector dalam pengendalian penyakit ini. Sayangnya,
hingga saat ini masalah pengendalian vektor lalat masih belum menjadi prioritas bagi
program.
Penularan penyakit yang dibawa oleh tikus dapat ditularkan secara langsung maupun
secara tidak langsung melalui ektoparasit yang dibawa oleh tikus. . Ektoparasit tikus tersebut
berperan sebagai vektor biologis dalam penularan beberapa penyakit pada manusia Di
Indonesia penyakit pes pertama kali masuk pada tahun 1910 melalui Pelabuhan Surabaya
yang dibawa oleh tikus yang membawa pinjal dari Pelabuhan Rangoon di Myanmar.
Penyakit tersebut terus meluas ke daerah Yogyakarta pada tahun 1916 serta daerah
Surakarta pada tahun 1915. (Kemenkes RI, 2014).

Penyakit pes merupakan salah satu penyakit zoonosis, yaitu penyakit yang menyerang
hewan rodensia tetapi dapat menular ke manusia melalui gigitan pinjal. Xenopsylla cheopis
adalah pinjal tikus yang dikenal sebagai vektor biologi dari penyakit pes. Penyakit ini
pernah menjadi wabah di berbagai belahan dunia serta telah menelan banyak korban yang
meninggal akibat penyakit ini, dengan jumlah korban yang mencapai ribuan di setiap kasus
wabah (Azrul, 1990).

B. Rumusan Masalah
Mengetahui morfologi lalat dan tikus serta penularan penyakit yang disebabkan oleh vektor

C. Manfaat

Dapat mengetahui morfologi lalat dan tikus serta penularan penyakit yang
desebabkan oleh vektor
BAB II

HASIL DAN PEMBAHASAN

LEMBAR KERJA PRAKTIKUM LALAT


Praktikum : Praktikum pemeriksaan angka kuman pada kaki lalat

Tujuan : 1. Mahasiswa mampu memahami cara pengambilan sampel pada lalat

2. Mahasiswa mampu memahami dan menjelaskan cara pemeriksaan angka kuman pada sampel
kaki lalat

A. Alat dan Bahan


1. Alat
a. Bunsen
b. Rak Tabung Reaksi
c. Tabung Reaksi
d. Cawan Petri
e. Pipet Ukur
f. Pipet Filler
g. Colony Counter
h. Pinset
i. Karet
2. Bahan
a. Kapas
b. Alkohol
c. Chloroform
d. Plastik
e. Media Transport (NaCl Fisiologis)
f. Media PCA
g. Label
h. Lalat
i. Kertas payung

B. Prosedur Kerja
1. Siapkan alat dan bahan yang akan digunakan
2. Aseptiskan tangan dan meja kerja
3. Preparasi sampel lalat yang akan diperiksa angka kumannya, dengan cara memberikan memasukkan
kapas yang sudah diberikan Chloroform kedalam plastik berisi sampel lalat yang masih hidup
4. Setelah sampel lalat mati, sampel lalat siap digunakan
5. Pindahkan sampel lalat yang berada didalam plastik kedalam Media Transport dengan menggunakan
pinset, homogenkan
6. Ambil cairan/suspense dari Media Transport yang berisi sampel lalat sebanyak 1 ml dan 0,1ml
dengan menggunakan pipet tetes steril, masukkan kedalam masing-masing cawan petri steril
7. Tuangkan media PCA kedalam cawan petri (±40), homogenkan
8. Beri label pada cawan petri, kemudian bungkus dengan kertas paying
9. Inkubasi ±35°C selama 2x24 jam
10. Lakukan pengamatan koloni mikroba dalam cawan petri
11. dan lakukan perhitungan koloni dengan menggunakan colony counter
( Jumlah koloni cawan 0,1 x 10 ) +Jumlah koloni cawan1 ml
Jumlah koloni =
2
C. Hasil dan pembahasan
Bedasarkan praktikum yan telah kami lakukan mengenai angka kuman pada kaki lalat, kami
mengambil sampel lalat dikantin kampus 7 poltekkes semarang pada pukul 10.00 WIB. Kemudian
setelah itu kami membawanya ke laboratorium untuk dilakukan pemeriksan dengan cara memasukkan
kapas yang sudah diberikan Chloroform kedalam plastik berisi sampel lalat yang masih hidup, setelah
lalat mati, pindahkan lalat dengan menggunakan pinset kedalam media transport (homogenkan),
ambil suspense dari media transport sebanyak 1 ml dan 0,1 ml masukan kedalam cawan petri lalu
tangkan PCA kedalam cawan petri (homogenkan), kemudian inkubasi selama 2x24 jam. Setelah di
inkubasi lakukan pengamatan dan didapatkan hasil pada cawan petri 1 ml sebanyak 2 koloni dan 0,1
sebanyak 11 koloni.

( jumlah koloni cawan0,1 x 10 ) + jumlah koloni cawan 1ml


Jumlah koloni =
2
( 11 x 10 )+ 2
=
2
= 56 koloni.

D. Kesimpuan

Dari hasil praktikum yang telah kami lakukan dapat disimpulkan bahwa hasil pengukuran angka
kuman pada kaki lalat di kantin kampus 7 poltekkes semarang sebesar 56 koloni.

E. Lampiran
LEMBAR KERJA PRAKTIKUM TIKUS
Alat dan Bahan

● Kantong
● Perangkap + tikus
● Sarung tangan
● Masker
● Jangka sorong
● Penggaris
● Timbangan
● Arthopine
● Ketamine

Pembedahan Tikus
● Sampel tikus
● Nampan
● Gunting untuk membedah
● Pinset
● Sarung tangan
● Masker

Pemeriksaan Ektoparasit
● Sampel tikus
● Nampan
● Sikat untuk menyisir
● Botol vial
● Alkohol
● Pinset
● Masker
● Sarung tangan

Pengambilan Sampel Darah


● Sampel tikus
● Jarum suntik
● Kantong
● Tabung sampel darah
● Masker
● Sarung tangan
Cara kerja Identifikasi Tikus
1. Siapkan kantong untuk memasukan tikus.
2. Masukkan perangkap tikus ke dalam kantong, kemudian buka secara perlahan-lahan
penutup perangkap agar tikus keluar dari perangkap.
3. Gerakkan tikus ke ujung kantong, lalu pegang tikus dengan cara meletakkan kepala
tikus diantara jari telunjuk dan jari tengah. Pegang
secara perlahan agar tikus tidak shock.
4. Buka kantong dengan hati-hati kemudian bius tikus menggunakan ketamine yang
diinjeksikan ke dalam badan tikus (suntikkan di area paha atau bokong tikus). Suntikkan
juga arthopine ke dalam tubuh tikus untuk melemaskan otot tikus. Dosis ketamine dan
arthopine yaitu 0,1 ml/ 100 gr berat tikus.
5. Timbang berat tikus dengan menggunakan timbangan.
6. Lakukan pengukuran panjang total tikus menggunakan penggaris.
7. Lakukan pengukuran panjang mulut, panjang kaki dan panjang telinga menggunakan
jangka sorong.
8. Lihat jenis kelamin tikus tersebut, jika betina hitung jumlah puting susu.

Pembedahan Tikus
1. Siapkan kantong untuk memasukkan tikus.
2. Masukkan perangkap tikus kedalam kantong, kemudian buka secara perlahan-lahan
penutup perangkap agar tikus keluar dengan cara menggerak-gerakan perangkap
tersebut
3. Gerakkan tikus ke ujung kantong, lalu pegang tikus dengan cara meletakkan kepala
tikus diantara jari telunjuk dan jari tengah. Pegang secara perlahan agar tikus tidak
shock.
4. Buka kantong dengan hati-hati kemudian bius tikus menggunakan ketamine yang
diinjeksikan ke dalam badan tikus (suntikkan di area paha atau bokong tikus). Suntikkan
juga arthopine ke dalam tubuh tikus untuk melemaskan otot tikus. Dosis ketamine dan
arthopine yaitu 0,1 ml/ 100 gr berat tikus.
5. Letakkan tikus diatas nampan dengan posisi terlentang.
6. Gunting bagian bawah perut hingga bawah tulang rusuk, kemudian gunting ke kanan
dan ke kiri sampai terlihat organ tikus.
7. Ambil organ yang akan diperiksa.

Pengambilan Sampel Darah


1. Siapkan kantong untuk memasukan tikus.
2. Masukkan perangkap tikus kedalam kantong, kemudian buka secara perlahan-lahan
penutup perangkap agar tikus keluar dengan cara menggerak-gerakan perangkap
tersebut.
3. Gerakkan tikus ke ujung kantong, lalu pegang tikus dengan cara meletakkan kepala
tikus diantara jari telunjuk dan jari tengah. Pegang secara perlahan agar tikus tidak
shock.
4. Buka kantong dengan hati-hati kemudian bius tikus menggunakan ketamine yang
diinjeksikan ke dalam badan tikus (suntikkan di area paha atau bokong tikus). Suntikkan
juga arthopine ke dalam tubuh tikus untuk melemaskan otot tikus. Dosis ketamine dan
arthopine yaitu 0,1 ml/ 100 gr berat tikus.
5. Raba detak jantung pada tikus, apabila sudah menemukannya, tusukkan jarum suntik ke
arah bawah tulang rusuk dengan kemiringan 45o dan sedot darah tikus secara perlahan,
diusahakan tidak goyang.
6. Masukkan sampel darah kedalam tabung sampel darah.

Pemeriksaan Ektoparasit
1. Siapkan kantong untuk memasukan tikus.
2. Masukkan perangkap tikus kedalam kantong, kemudian buka secara perlahan-lahan
penutup perangkap agar tikus keluar dengan cara menggerak-gerakkan perangkap
tersebut.
3. Gerakkan tikus ke ujung kantong, lalu pegang tikus dengan cara meletakkan kepala
tikus diantara jari telunjuk dan jari tengah. Pegang secara perlahan agar tikus tidak
shock.
4. Buka kantong dengan hati-hati kemudian bius tikus menggunakan ketamine yang
diinjeksikan ke dalam badan tikus (suntikkan di area paha atau bokong tikus). Suntikkan
juga arthopine ke dalam tubuh tikus untuk melemaskan otot tikus. Dosis ketamine dan
arthopine yaitu 0,1 ml/ 100 gr berat tikus.
5. Letakkan tikus diatas nampan berwarna putih, kemudian lakukan penyisiran
dengan berlawanan arah menggunakan sikat.
6. Apabila ditemukan pinjal maka masukkan pinjal ke dalam tabung vial yang berisi
alcohol 70 %.
7. Identifikasi pinjal tersebut dengan menggunakan kunci identifikasi.

Hasil

Identifikasi Tikus
Hasil yang diperoleh dari kegiatan praktikum identifikasi tikus yaitu sebagai berikut
(diasumsikan) :
1. Rattus-ratus diardi
2. Rattus norvegicus
3. Mus musculus
4. Mus caroli

Tugas mahasiswa (cari di internet atau buku referensi):


1. Menjelaskan ciri-ciri morfologi, siklus hidup, habitat, bionomik dari masing-masing
spesies tikus tersebut di atas.
2. Menjelaskan peranan terhadap kesehatan manusia dari masing-masing spesies tikus
tersebut di atas.
3. Melampirkan gambar dari masing-masing spesies tikus tersebut di atas.

Pemeriksaan Ektoparasit
Hasil yang diperoleh dari kegiatan praktikum pemeriksaan ektoparasit pada tikus yaitu
sebagai berikut (diasumsikan) :
1. Pulex irritans
2. Xenopsylla cheopis
3. Ctenocephalides felis
Tugas mahasiswa (cari di internet atau buku referensi):
1. Menjelaskan ciri-ciri morfologi, siklus hidup, habitat, bionomik dari masing-masing
spesies pinjal tersebut di atas.
2. Menjelaskan peranan terhadap kesehatan manusia dari masing-masing spesies pinjal
tersebut di atas.
3. Melampirkan gambar dari masing-masing spesies pinjal tersebut di atas.

Untuk praktikum Pengambilan Sampel Darah dan pembedahan tikus, hasil praktikumnya
sementara diabaikan dahulu.
HASIL IDENTIFIKASI TIKUS

1. Rattus-rattus diardi
A. Ciri – ciri morfologi
Tikus rumah (R. rattus diardii) berdasarkan karakter ciri morfologinya digolongkan
ke dalam kelas Mamalia, Ordo Rodentia, Famili Muridae, Subfamili Murinae, Genus
Rattus, Spesies Rattus rattus (Suparjan, 1994).
Ciri morfologi tikus rumah adalah:
 Tekstur rambut agak kasar
 Bentuk badan silindris
 Bentuk hidung kerucut
 Telinga berukuran besar dan tidak berambut pada bagian dalam dan dapay menutup jika
ditekuk kedepan
 Warna badan bagian perut dan punggung cokelat hitam kelabu
 Warna ekor cokelat hitam
 Bobot tubuh sekitar 60-300 gram
 Ukuran ekor terhadap kepala dan baan bervariasi (Priyambodo, 2003).
 Dan tikus betina memiliki putting susu 2 pasang di dada dan 3 pasang di perut 10 buah
(Rochman, 1992).
B. Siklus Hidup
Tikus rumah mampu berkembangbiak dengan cepat dan melahirkan anak sepanjang
tahun tanpa mengenal musim, oleh sebab itu tikus disebut hewan poliestrus. Perkembangan
tersebut dipengaruhi oleh factor habitat, iklim, dan pakan.
C. Habitat
Tikus ini sering dijumpai di perumahan, pasar, dan membuat sarang di loteng, apabila
bahan makanan berkurang, tikus ini akan mencari makan di sawah sekitar rumah atau
Gudang maupun perkarangan sekitar kendang ternak.
D. Bionomik
Kehadiran tikus rumah seringkali menibulkan kerugian pada manusia pada habitat
perumahan dan gudang. Menurut Priyambodo (2003) kerugian yang ditimbulkan oleh
keberadaan tikus pada habitat tersebut dapat dibagi atas beberapa kategori yaitu:
a) kerusakan pada bangunan rumah, kantor, gudang, dan pabrik
b) Berkurangnya simpanan bahan makanan dirumah dan gudang makanan
c) Kontaminasi pada bahan makanan oleh rambut, feses, dan urine tikus
d) Terbawanya pathogen seperti salmonella sp dan leptospira sp
e) Menimbulkan bau yang tidak sedap
E. Peranan Terhadap Kesehatan Manusia
a) Menyebabkan penyakit Leptospirosis
b) Menimbulkan bau yang tidak sedap
c) Menyebkan gangguan telinga karena suaranya
d) Menyebabkan penyakit kulit
F. Gambar

2. Rattus Norvegicus
A. Ciri – ciri morfologi
 Memiliki berat yang agak besar yaitu 150-600 gram
 Hidung tumpul dan lebar
 Besar badan 18-25cm
 Panjang total 31-46cm
 Ekor dan kaki lebih pendek dari kepala dan badan,
bagian atas lebih tua dan warna muda pada bagian
bawahnya dengan rambut pendek
 Telinga relative kecil, separoh tertutup bulu jarang
lebih dari 20-23mm
 Bulu bagian punggung bewarna abu-abu kecokelatan
dan keabu-abuan pada bagian perut
 Mata kecil
B. Siklus Hidup
 Matang seksual cepat, yaitu antara 2-3 bulan
 Masa bunting singkat, yaitu 22-24 hari
 Terjadi post partum oestrus, yaitu timbulnya berahi
kembali segera (24-48 jam) setelah melahirkan
 Dapat melahirkan sepanjang tahun tanpa mengenal
musim, yaitu sebagai hewan poliestrus
 Melahirkan dalam jumlah banyak yaitu 3-12 ekor
dengan rata-rata 6 ekor per kelahiran
 Setelah lahir anak tikus belum bisa mencari makan
sendiri, sehingga tikus betina dewasa menyusui
anaknya. Setelah disapih tikus akan menjadi tikus
dewasa dalam waktu 35-63 hari.
C. Habitat
 Senang di tempat yang banyak makanan atau sisa-
sisanya
 Hidup dalam rumah, gudang, diluar rumah, gudang
bawah tanah, parit, dan saluran dalam tanah
 Keluar pada malam hari
 Dapat memanjat tali vertical atau meniti kawat yang
horizontal
 Dapat memanjat atau masuk kedalam pipa
berdiameter 2-10 cm
 Dapat meloncat dari ketinggian 15 meter tanpa cidera
 Jarak terjauh antara lubang atau sarang tikus dan
lokasi sasaran adalah sekitar 7,5 – 10 m
 Menggali lubang, berenang dan menyelam, menggigit
benda-benda keras seperti kayu bangunan,
alumunium, dsb
D. Bionomik
 Mengerat
Tikus dan mencit mengerat dengan bantuan bahan-
bahan yang keras. Bahan-bahan yang dikerat tersebut
termasuk kayu pada bangunan, lembaran alumunium,
beton berkualitas buruk dan aspal.
 Berenang
Tikus merupakan hewan yang pandai berenang. Di
dalam suatu percobaan untuk melihat kemampuan
tikus berenang dalam keadaan terpaksa, tikus dapat
berenang selama 50 – 72 jam pada suatu bak air
dengan sushu 35 celcius dengan kecepatan berenang
1,4 km/jam untuk tikus 0,7 km/jam untuk mencit.
Kemampuan menyelam yang dimiliki tikus,
maksimum mencapai 30 detik.
 Sarang
Tikus got tidak akan terlalu jauh meninggalkan
sarangnya. Jarak terjauh antara lubang atau sarang
tikus dan lokasi sasaran adalah sekitar 7,5 – 10 m.
Tikus got lebih suka bersarang di bawah tanah.
 Berbiak
Tikus got akan berkembanga biak dengan cepat dan
dalam jumlah besar apabila kondisi lingkungan
mendukung dan tersedia banyak makanan
 Sentuhan
Tikus got menggunakan lintasan baku, stimulasi
taktik dikombinasi stimulasi kinaestetik.
 Menggali
Tikus got adalah binatang penggali lubang. Lubang
digali untuk tempat perlindungan dan sarangnya.
Kemampuan menggali dapat mencapai 2-3 meter
tanpa kesulitan.
 Meloncat dan melompat
Tikus got dewasa dapat meloncat 77 cm lebih
(vertikal). Dari keadaan berhenti tikus got dapat
melompat sejauh 1,2 meter.
E. Peranan Terhadap Kesehatan Manusia
 Penyakit Pes (Plague)
Sebagai pembawa penyakit pes, yang merupakan
penyakit yang disebabkan oleh pinjal tikus dan dapat
ditularkan kepada manusia. Penyakit ini merupakan
penyakit zoonosa terutama pada tikus dan rodent lain
yang dapat ditularkan kepada manusia.
 Leptospirosis
Penyakit leptospirosis disebabkan oleh infeksi
Leptospira pada tubuh tikus yang berkembangbiak
pada ginjal tikus dan kemudian dikeluarkan melalui
urine. Leptospira dapat hidup untuk beberapa lama
pada tanah lembab, basah atau air. Penularan kepada
manusia terjadi melalui selaput lendir atau luka di
kulit.
 Scub typhus
Sama halnya pada pes, scrub sama halnya pada pes,
scrub tphus tidak hanya melibatkan tkus. Penyakit
scrub typhus disebabkan oleh Rickettsia yan hidup
pada salah satu vektor tungau yang bernama
Trombiculla akamishi.
 Murine typhus
Penyebab penyakit ini adalah Rickettsia mooseri,
merupakan penyakit yang dekat hubungannya dengan
penyakit pes sehingga kemungkinan infeksinya dapat
terjadi secara bersamaan, karena vektor maupun
hostnya juga sama dengan penyakit pes yaitu
Xenopshylla cheopis dan Rattus tanezumi.
 Rat Bite Fever
Termasuk jjenis demam yang disebabkan oleh
Spirillum minus yang masuk melalui gigitan tikus.
Penyakit demam tikus lainnya yang disebut sebagai
Haverhill fever yaitu disebabkan oleh Streptobacillus
moniliformis. Sumber infeksi berasal dari air ludah
atau cairan hidung tikus yang terinfeksi.
 Salmonellosis
Penyakit infeksi pada manusia atau binatang yang
disebabkan oleh bakteri Salmonella typhimurium, dan
dikenal sebagai infeksi keracunan makanan.
Salmonellosis pada manusia adalah khas dengan
gastroenteritis yang akut., sakit perut, diare, pusing,
muntah-muntah dan demam serta dehidrasi terutama
pada bayi. Tikus dapat menyebabkan infeksi pada
manusia melalui kotoran/ urine tikus yang
mengkontaminasi makanan.
 Limphocyric choriomeningitis
Penyakit virus pada binatang terutama tikus yang
dapat ditularkan pada manusia. Penyakit ini sering
dimulai dengan serangan seperti influenza. Penderita
dengan meningo-enchepalitis menjadi mengantuk,
reflek, terganggu, paralisis dan kulit sensitif.
 Rabies
Ditularkan melalui gigitan tikus yang terinfeksi virus
rabies.
F. Gambar

3. Muss Musculuss
A. Ciri – ciri morfologi
 Rambut bewarna putih atau keabu-abuan dengan
warna perut sedikit lebih pucat
 Berat ketika lahir 2-4 gram
 Berat ketika dewasa 20-40 gram untuk mencit jantan
dan 25-40 gram untuk mencit betina
 Memiliki gigi seri yang kuat dan terbuka
 Memiliki siklus estrus teratur yaitu 4-5 hari
 Lama hidupnys 1-3 tahun
B. Siklus Hidup
Mencit dapat bertahan hidup selama 1-2 tahun dan dapat juga
mencapai umur 3 tahun. Lama massa kehamilan 19-21 hari
sedangkan umur untuk siap dikawinkan 8 minggu.
Perkawinan mencit terjadi pada saat mencit betina
mengalami estrus. Saat induk dapat menghasilkan 6-15 ekor
anak.
C. Habitat
Tikus adalah binatang yang hidup bersama, tinggal di dalam
selama cuaca dingin dan bergerak di luar selama musim semi
dan musim panas, bentuk-bentuk liar, tinggal di luar
sepanjang hidup mereka, dan dikurung binatang, terus untuk
penelitian, pengujian, mengajar, hewan peliharaan dan
mewah. Meskipun tikus liar aktif di malam hari, mencit
peliharaan memiliki periode kegiatan selama siang dan
malam.
D. Bionomik
Mencit sering digunakan dalam penelitian dengan
pertimbangan hewan tersebut memiliki beberapa keuntungan
yaitu estrusnya teratur dan dapat dideteksi, periode
kebuntingannya relative singkat, dan mempunyai anak yang
banyak serta terdapat keselarasan pertumbuhan dengan
kondisi manusia.
E. Peranan Terhadap Kesehatan Manusia
 PES
PES yang juga biasa disebut dengan plague atau
sampar merupakan infeksi yang disebabkan oleh
bakteri yersinia pestis.
 HFRS
Kondisi demam yang muncul bersamaan pendarahan
(hemoragik) dan diiringi dengan sindrom ginjal.
 Leprtospirosis
Bakteri leptospira ini bisa disebarkan lewat urine atau
darah hewan khususnya tikus.
 Murine typhus
Penyebab penyakit ini adalah Rickettsia mooseri,
merupakan penyakit yang dekat hubungannya dengan
penyakit pes sehingga kemungkinan infeksinya dapat
terjadi secara bersamaan, karena vektor maupun
hostnya juga sama dengan penyakit pes yaitu
Xenopshylla cheopis dan Rattus tanezumi.
 Rat Bite Fever
Termasuk jjenis demam yang disebabkan oleh
Spirillum minus yang masuk melalui gigitan tikus.
Penyakit demam tikus lainnya yang disebut sebagai
Haverhill fever yaitu disebabkan oleh Streptobacillus
moniliformis. Sumber infeksi berasal dari air ludah
atau cairan hidung tikus yang terinfeksi.
F. Gambar

4. Muss Caroli
A. Ciri – ciri morfologi
 Telinga dan ekor lebih pendek dari spesies tikus rattus
diardi
 Panjang kepala-badan 170-208mm
 Panjang tungkai belakang 34-43mm
 Tubuh bagian atas bewarna cokelat kekuningan
dengan bercak hitam pada rambut sehingga berkesan
warna abu-abu
 Tikus betina mempunyai 12 putting susu
B. Siklus Hidup
Pada satu musim tanam, tikus betina dapat melahirkan 2-3
kali, sehingga satu induk mampu menghasilkan sampai 100
ekor tikus, sehingga populasi akan bertambah cepat
meningkatnya. Tikus betina terjadi cepat, yaitu pada umur 40
hari sudah siap kawin dan dapat bunting. Masa kehamilan
mencapai 19-23 hari, dengan rata-rata 21 hari. Tikus jantan
lebih lambat menjadi dewasa daripada betinanya, yaitu pada
umur 60 hari. Lama hidup tikus sekitar 8 bulan.
C. Habitat
Tikus sawah sebagian besar tinggal di persawahan dan
lingkungan sekitar sawah. Daya adaptasi tinggi, sehingga
mudah tersebar di dataran rendah dan dataran tinggi. Mereka
suka menggali liang untuk berlindung dan berkembangbiak,
membuat terowongan atau jalur sepanjang pematang dan
tanggul irigasi.
D. Bionomik
Sarang tikus pada pertanaman padi masa vegetatif cenderung
pendek dan dangkal, sedangkan pada masa generatif lebih
dalam, bercabang, dan luas karena mereka sudah mulai
bunting dan akan melahirkan anak. Selama awal musim
perkembangbiakan, tikus hidup masih soliter, yaitu satu
jantan dan satu betina, tetapi pada musim kopulasi banyak
dijumpai beberapa pasangan dalam satu liang/sarang. Dengan
menggunakan Radio Tracking System, pada fase vegetatif
dan
awal generatif tanaman, tikus bergerak mencapai 100-200 m
dari sarang, sedangkan pada fase generatif tikus bergerak
lebih pendek dan sempit, yaitu 50-125 m dari sarang.
E.Peranan Terhadap Kesehatan Manusia
 Demam lassa
Penyakit yang ditimbulkan dari virus yang dibawa
oleh tikus multi-mammate. Cara penularannya
melalui menghirup udara yang terkontaminasi debu
dari kotoran tikus, ada kontak langsung dengan tikus,
air seni dan kotorannya.
 PES
PES yang juga biasa disebut dengan plague atau
sampar merupakan infeksi yang disebabkan oleh
bakteri yersinia pestis.
 HFRS
Kondisi demam yang muncul bersamaan pendarahan
(hemoragik) dan diiringi dengan sindrom ginjal.
 Leprtospirosis
Bakteri leptospira ini bisa disebarkan lewat urine atau
darah hewan khususnya tikus.
F.Gambar
HASIL EKTOPARASIT

1. Pulex irritans
A. Ciri – ciri morfologi
Pinjal betina tidak memiliki rambut pendek di
belakang lekuk antenna. Kaki belakang dari sub spesies ini
terdiri dari enam ruas dorsal dan manubriumnya tidak
melebar di apical, sedangkan pinjal yang masuk ke dalam
sun spesies
C. felis formatipica memiliki dahi yang pendek dan melebar
serta membulat di anterior. Pinjal pada sub spesies ini
memiliki jajaran rambut satu sampai delapan yang pendek di
belakang lekuk anten. Kaki belakang dari pinjal ini terdiri
atas tujuh ruas dorsal dan manubrium melebar di apical.

Pinjal merupakan insekta yang tidak memiliki sayap


dengan tubuh berbentuk pipih bilateral dengan panjang 1,5-
4,0 mm, yang jantan biasanya lebih kecil dari yang betina.
Kedua jenis kelamin yang dewasa menghisap darah. Pinjal
mempunyai kritin yang tebal. Tiga segmen thoraks dikenal
sebagai pronotum, mesonotum dan metanotum
(metathoraks). Segmen yang terakhir tersebut berkembang,
baik untuk menunjang kaki belakang yang mendorong pinjal
tersebut saat meloncat. Di belakang pronotum pada beberapa
jenis terdapat sebaris duri yang kuat berbentuk sisir, yaitu
ktenedium pronotal. Sedangkan tepat diatas alat mulut pada
beberapa jenis terdapat sebaris duri kuat berbentuk sisir
lainnya, yaitu ktenedium genal. Duri-duri tersebut sangat
berguna untuk membedakan jenis pinjal.

Pinjal betina mempunyai sebuah spermateka seperti


kantung dekat ujung posterior abdomen sebagai tempat untuk
menyimpan sperma, dan yang jantan mempunyai alat seperti
per melengkung , yaitu aedagus atau penis berkitin di lokasi
yang sama. Kedua jenis kelamin mmiliki struktur seperti
jarum kasur yang terletak di sebelah dorsal , yaitu pigidium
pada tergit yang kesembilan. Fungsinya tidak diketahui,
tetapi barangkali sebagai alat sensorik.Mulut pinjal bertipe
penghisap dengan tiga silet penusuk (epifaring dan stilet
maksila). Pinjal memiliki antenna yang pendek, terdiri atas
tiga ruas yang tersembunyi ke dalam lekuk kepala (Susanti,
2001).

B. Siklus Hidup
 Siklus Hidup Metamorfosis sempurna, pinjal dewasa
dapat hidup 58 hari tanpa makan dan 234 hari bila
dapat makan. Pinjal betina bertelur berukurannya
kecil berbentuk ovoid
 Berwarna keputihan dengan panjang 0,5 mm
berjumlah 3 – 18 butir setiap hari (sejumlah 448
selama hidupnya, biasanya diletakkan dicelah
kandang atau tubuh hospes definitif (tetapi pada
umumnya sebelum menetas akan jatuh
 Dari dalam telur akan keluar larva berbentuk seperti
cacing bergerak aktif untuk mencari makan berupa
bahan-bahan organik atau darah yang mengering
 Larva terdiri dari 14 segmen yang ditutupi oleh bulu-
bulu Larva akan mengalami ekdisis (menyilih) selama
3 kali dan pergantian kulit yang terakhir terjadi di
dalam kokon
 Didalam kokon yang biasanya tertutup oleh partikel
kotoran, terbentuk pupa yang berwarna keputihan dan
akhirnya terbentuk pinjal dewasa.Sampai
terbentuknya kokon itu diperrlukan waktu 14-21 hari,
lalu menjadi dewasa.Pinjal bisa hidup selama 1 – 2
tahun dan tahan hidup tanpa menghisap darah selama
6 minggu.
C. Habitat
Habitat Pulex irritans mempunyai habitat di berbagai
jenis hewan, termasuk manusia.
D. Bionomik
kehidupan pinjal dipengaruhi oleh beberapa faktor,
diantaranya adalah :
 Suhu dan Kelembaban
Perkembangan setiap jenis pinjal mempunyai
variasi musiman yang berbeda-beda. Udara yang
kering mempunyai pengaruh yang tidak
menguntungkan bagi kelangsungan hidup pinjal.
 Cahaya
Beberapa jenis pinjal menghindari cahaya
(fototaksis negatif). Pinjal jenis ini bisaanya tidak
mempunyai mata. Pada sarang tikus yang
kedalamannya dangkal populasi tidak akan ditemukan
karena sinar matahari mampu menembus sampai
dasar liang.
 Parasit
Bakteri Yersinia pestis di dalam tubuh pinjal
merupakan parasit pinjal yang mempengaruhi umur
pinjal.
 Predator
Predator pinjal alami merupakan faktor
penting dalam menekan populasi pinjal di sarang
tikus. Beberapa predator seperti semut dan kumbang
kecil telah diketahui memakan pinjal pradewasa dan
pinjal dewasa.
E. Peranan Terhadap Kesehatan Manusia
Pinjal dapat mengganggu manusia dan hewan baik
secara langsung maupun tidak langsung. Secara langsung
biasanya berupa reaksi kegatalan pada kulit dan bentuk-
bentuk kelainan kulit lainnya. Infestasi pinjal merupakan
penyebab kelainan kulit atau dermatitis yang khas.
Selain gangguan langsung, pinjal juga berperan di
dalam proses penularan beberapa penyakit yang berbahaya
bagi manusia dan hewan. Contohnya adalah penyakit klasik
Bubonic plaque atau pes yang disebabkan oleh Pasteurella
pestis ditularkan oleh pinjal Xenopsylla cheopis. Pinjal juga
dapat menimbulkan alergi oleh karena reaksi
hipersensitivitas terhadap antigen ludah pinjal.
F. Gambar

2. Xenopsylla cheopis
A. Ciri – ciri morfologi
 Telur bewarna putih berkilat
 Dewasa betina mengeluarkan 600 biji telur sepanjang
hayat
 Telur menetas diantara 2hari-2minggu bergantung
pada persekitaran
 Larva memiliki 13 segmen
 Larva tidak berkaki
 Larva memiliki mulur untuk mengunyah
 Panjang larva sekitar 4,5 mm
 Kutu ini memiliki Panjang tubuh sekitar 1,5 – 4 mm
 Tidak bersayap
 Thorax terdiri dari 3 segmen termodifikasi
 Kaki Panjang
 Abdomen memiliki 10 segmen
B. Siklus Hidup
Metamorfosis yang dimiliki oleh Xenopsylla cheopis adalah
metamorfosis sempurna, yaitu: Telur – larva – pupa – dewasa.
Xenopsylla cheopis bertelur 300-400 butir selama hidupnya.
Kutu betina meletakkan telur diantara rambut maupun di sarang
tikus.
C. Habitat
Xenopsylla cheopis sering dijumpai di daerah tropis dan
dalam lingkungan yang hangat seluruh dunia. Host tetap dari
kutu tikus ini adalah hewan pengerat dan kadang-kadang
manusia. Kutu hanya menyerang host nya ketika kutu menghisap
darah, dilain waktu mereka akan hidup bebas di host nya, kutu
ini suka bersembunyi di celah-celah rambut, bulu hewan,
Kawasan berpasir, dan dicelah retakan dinding.
D. Bionomik

E. Peranan Terhadap Kesehatan Manusia


 PES
Penyakit itu dapat ditularkan langsung maupun tidak
langsung. Proses itu terjadi ketika tikus yang terinventasi
kutu (terinfeksi Yersinia pestis) mati, kemudian kutu
positif Yersinia pestis itu akan segera emninggalkan tikus
dan menggigit orang sehat.
 Murine Thypus
Selain sebagai vector penyakit pes mrupakan kutu
yang dapat bertindak sebagai vector penyakit yang
disebabkan oleh Rickettsia typhi masuk dan tumbuh di
dalam sel epitel usus dari kutu dan keluar Bersama
dengan tinja dari kutu tersebut menjangkiti tikus dan
manusia melalui inokulasi intrakutan dengan penggarutan
kulit, atau perpindahan oleh jari ke dalam membrane
lender.
F. Gambar

3. Ctenocephalides felis
A. Ciri – ciri morfologi
 Kutu kucing berukuran 1-2 mm
 Warna cokelat tua atau hitam
 Tubuh pipih
 Suka meloncat-lovat
 Sering terlihat disela rambut kucing
 Tidak bersayap
 Tungkai Panjang
 Koksa-koksa sangat besar
 Sungut pendek dan terletak dalam lekuk-lekuk didalam
kepala
 Bagaian mulut tipe penghisat 3 stilet penusuk
 Telur tidak berperekat
 Abdomen terdiri dari 10 ruas
 Larva tidak bertungkai kecil dan keputihan
 Memiliki 2 ktinidia baik genal maupun prenatal
B. Siklus Hidup
Telur akan menetas 2-10 hari menjadi larva yang
makan darah kering (yang dikeluarkan pinjal dewasa), feses,
bahan organic lainnya. larva juga membuat pupa dengan
menyilih 2 kali. Stadium larva berlangsung 1-24 minggu.
Pupa dapat hidup selama 1 minggu-1 tahun tergantung factor
lingkungan. Setelah melewati masa pupa, maka kutu dewasa
akan terlahir dengan tipe mulut penghisap yang dilengkapi
tiga stilet penusuk.
C. Habitat
Terrestrial Ektoparasit pada kulit kucing.
D. Bionomik
Pinjal kucing sering hidup pada bagian punggung
kucing, yaitu daerah pangkal ekor sampai leher. Selain
bagian tersebut, pinjal kucing juga terkadang ditemukan pada
paha bagian dalam.
E. Peranan Terhadap Kesehatan Manusia
Pinjal ini jarang berpengaruh langsung terhadap
manusia karena hidupnya yang berada pada kucing. Kucing
yang terinfeksi pinjal ini akan mengalami rasa gatal, warna
menjadi merah. Apabila manusia memegang kucing yang
terinfeksi pinjal ini maka akan ikut merasakan gatal.
F. Gambar
DAFTAR PUSTAKA

http://abdinstr.blogspot.com/2014/06/rattus-norvegicus.html

https://repository.ipb.ac.id/jspui/bitstream/123456789/44915/6/Bab%20II%20Tipus%20A
10pal-4.pdf

https://www.google.com/search?q=tikus+rattus+diardi&safe=strict&client=firefox-b-
d&sxsrf=ALeKk03friCaUBp3zkqwtXmdRabUFeeuZA:1586847286635&source=lnms
&tbm=isch&sa=X&ved=2ahUKEwjwkNTmqufoAhVt6nMBHcuOCjsQ_AUoAXoECB

MQAw&biw=772&bih=575#imgrc=aUIkXKjNeyKf8M

http://digilib.unila.ac.id/20300/2/after%202.pdf https://isroi.com/2009/12/05/biologi-

tikus-putih-mus-musculus/

http://portal.kopertis3.or.id/bitstream/123456789/1705/1/jurnal%20buku%201.pdf

http://cybex.pertanian.go.id/mobile/artikel/81369/BIOLOGI-DAN-MORFOLOGI-HAMA-
TIKUS-SAWAH/

https://evynurhidayah.wordpress.com/2012/03/28/pengendalian-pinjal-dalam-hubungan-
dengan-kesehatan-lingkungan/

Anda mungkin juga menyukai