UJI BIOASSAY
Disusun Oleh:
Kelas B
Siska Fiany
Ratna Juwita
Irfan Febiary
Shella Kartika Andira
Nurendah A. P.
Michika Adhisa Putri
Indri Nur Oktaviani
Doni Juliana
G1B011006
G1B011015
G1B011026
G1B011036
G1B011040
G1B011048
G1B011062
G1B011068
2014
A. PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
Penyakit zoonosis adalah penyakit yang ditularkan dari hewan ke
manusia atau sebaliknya. Salah satu cara penularan penyakit ini dapat
terjadi melalui vektor. Saat ini banyak penyakit zoonosis pada manusia
yang merupakan Kejadian Luar Biasa (KLB) muncul karenan peranan
vektor yang tak terkendali. Penyakit ini sebenarnya sudah lama diketahui
keberadaannya
dan
dianggap
umum,
tetapi
karena
kegagalan
awal
dengan
menurunkan
populasi
nyamuk,
dengan
B. METODE
1. Alat dan Bahan
a. Bioassay Kontak
1) Nyamuk uji
8) Handuk
2) Kerucut Plastik
3) Gelas plastic
4) Kapas
11) Thermometer
5) Kasa
6) Karet gelang
13) Senter
7) Larutan gula
14) Solasi
b. Bioassay Kelambu
1) Nyamuk uji
8) Handuk
2) Kerucut Plastik
3) Gelas plastic
4) Kapas
11) Thermometer
5) Kasa
6) Karet gelang
13) Senter
7) Larutan gula
c. Bioassay Fogging
1) Nyamuk uji jenis Aedes aegypti yang diambil dari hasil biakan
laboratorium sebanyak 200 ekor
2) Kerangka kubus terbuat dari besi berukuran 12 x 12 x 12 cm3
sebanyak 12 buah
3) Karet gelang
4) Benang kasur
5) Kasa plastik yang sudah didesain sesuai bentuk jarring-jaring
kubus sebanyak 12 buah
6) Kotak kardus untuk penempatan nyamuk saat holding yang diberi
pelepah batang isang dan selimut basah untuk menjaga
kelembapannya
7) Aspirator
8) Senter
2. Cara Kerja
a. Bioassay Kontak
1) Nyamuk uji disiapkan, diharapkan nyamuk vector dan berasal dari
hasil peliharaan/ penangkapan sekitar lokasi dapat blood feed
semua (standar program) atau unfeed semua (standar WHO)
2) Menuju ke lokasi, perkenalkan diri, sampaikan maksud dan tujuan
kepada petugas baik di DKK, Puskesmas (yang sebelumnya telah
dihubungi) maupun perangkat desa/ tokoh masyarakat
3) Rumah yang telah disemprot didatangi (menggunakan penduduk/
tenaga yang menangani penyemprotan sebagai petunjuk jalan).
Biasanya rumah yang telah disemprot ditempelkan stiker yang
telah menunjukkan rumah tersebut telah disemprot pada tanggal
tertentu, dengan insektisida tertentu dan terdapat nama kepala tim
penyemprot. Catat alamat/ lokasi, nama kepala keluarga dari rumah
b. Bioassay kelambu
1) Nyamuk uji disiapkan, diharapkan nyamuk vector dan berasal
darihasil penangkapan/ pemeliharaan sekitar lokasi
2) Kerucut ditempelkan pada kelambu, terdapat minimal 3 kelambu
yang diuji, pada tia kelambu terdapat sisi yang ditempel kerucut.
Kerucut
ditempelkan
posisi
kelambu
c. Bioassay Fogging
1) Kerangka
besi
dimasukkan
ke
dalam
kasa
hingga
kasa
C. HASIL
Praktikum bioassay dimulai dengan diberikannya pengarahan tentang
alat dan bahan, serta cara kerja dari uji bioassay yang disampaikan oleh
petugas Balai Penelitian dan Pengembangan vector dan reservoir penyakit
(BP2VRP) yaitu Bapak Sunaryo, S.KM., M.Sc. Alat dan bahan yang
dijelaskan diantaranya adalah nyamuk uji yang terdiri dari nyamuk dari genus
Aedes, Anopheles dan Culex, kerangka kubus, kelambu berinsekisida, gelas
plastik yang berisi nyamuk, kerucut plastik (cone), tempat holding nyamuk
dan aspirator bengkok. Setelah itu di demonstrasikan cara mengambil dan
memindahkan nyamuk degan menggunakan aspirator bengkok.
a
Selanjutnya
penutup
buka
kapas
gelas
plastik
dalam
kemudian
gelas
gelas
plastik
ditutup
3. Bioassay Fogging
Praktikum bioassay fogging, praktikan hanya melihat kubus yang
terbuat dari besi berlapis kasa yang diikat di bagian atasnya dengan ukuran
12x12x12 m3. Kubus besi tersebut akan dipasang di luar dan di dalam
rumah sebelum dilakukan fogging ketika uji bioassay fogging yang
sebenarnya dilakukan. Kasa kubus diikat dibagian atasnya dengan karet
gelang kemudian digantung menggunakan benang kasur.
D. PEMBAHASAN
Bioassay merupakan metode untuk mendeteksi dan mengetahui
karakter resistensi insektisida pada populasi vektor tertentu. Uji bioassay ini
memiliki prinsip yang sam denga kertas uji kerentanan WHO yaitu dengan
memaparkan insektisida dengan konsentrasi tertentu dalam beberapa waktu.
Selain itu, uji ini juga dapat dilakukan untuk mengukur efikasi formula
insektisida (Brogdon, 2014).
Berdasarkan metode, jenis uji bioassay terbagi menjadi dua yaitu uji
bioassay dengan metode WHO dan uji bioassay dengan metode botol
bioassay. namun yang paling banyak digunakan di berbagai negara adalah uji
bioassay dengan metode WHO (Aizoun et al, 2013). Namun berdasarkan
penerapan uji dalam program pada pemberantasan vektor khususnya nyamuk
terdiri dari uji terhadap kelambu yang diberi insektisida (Yahya, 2013), uji
terhadap fogging (Djati, 2005), dan uji terhadap IRS (Hariastuti, 2007).
konsentrasi
insektisida
yang
digunakan,
formulasi,
permukaan,
program-program
sehingga
dapat
menjadi
bahan
evaluasi
dalam
tidak
memerlukan
pelatihan
intensif
untuk
dapat
E. DAFTAR PUSTAKA
Azoun, N., Razaki O., Roseric A., Roland A., Olivier O., Virgile G., Rock A., Gil
G. P. dan Martin A. 2013. Comparison of the standard WHO susceptibility
tests and the CDC bottle bioassay for the determination of insecticide
susceptibility in malaria vectors and their correlation with biochemical and
molecular biology assays in Benin, West Africa. Parasites & Vectors. Vol.
6 (147): 1-10.
Beriajaya. 2006. Peranan Vektor Sebagai Penular Penyakit Zoonosis. Lokakarya
Nasional Penyakit Zoonosis. Balai Penelitian Veteriner. Bogor.
Brogdon W. G. dan Adeline Chan. 2014. Guideline for Evaluating Insecticide
Resistance in Vectors Using the CDC Bottle Bioassay.
http://www.cdc.gov/malaria/resources/
pdf/fsp/ir_manual/ir_cdc_bioassay_en.pdf. Diakses pada Rabu, 25 Juni
2014.
Djati, R. A. P. 2005. Bioassay Fogging di Desa Kalimendong Kecamatan
Purwonegoro Kabupaten Banjarnegara. Laporan Kegiatan Litbang P2B2
Banjarnegara.
Hadi, dkk. 2010. Efektifitas Pemanasan Kelambu Berinsektisida, Olyset Terhadap
Nyamuk Aedes Aegypti (Diptera: Culicidae). Jurnal Ekologi Kesehatan.
Vol. 9 (4): 1333-1339.
Hariastuti, N. Ika. 2007. Tinjauan Hasil Penyemprotan IRS Melalui Bioassay
yang Dilaksanakan Loka Litbang P2B2. Laporan Kegiatan. Balaba. Ed. 005
(2): 11 12.
Komariah, dkk. 2010. Pengendalian Vektor. Jurnal Kesehatan Bina Husada. Vol
6 (1): 34 43.
Suharyo., dkk. 2006. Dinamika A. Aegypti sebagai vektor penyakit. Jurnal
Kesehatan Masyarakat. Vol 2 (1).
Sucipto, CD. Vektor Penyakit Tropis. Gosyen Publishing. Yogjakarta: 2011.
Vatandoost H., M.R. Abai, M. Abbasi, M. Shaeghi, M. Abtahi & F. Rafie. 2009.
Designing of a laboratory model for evaluation of the residual effects of
deltamethrin (K-othrine WP 5%) on different surfaces against malaria
vector, Anopheles stephensi (Diptera: Culicidae). Journal Vector Borne
Disease. Vol. 46: 261267.
Yahya dan E. P. Astuti. 2013. Tingkat Kematian Anopheles vagus yang Terpapar
Isektisida Permethrin 2% (W/W) di Dalam Serat Benang Kelambu. Jurnal
Penelitian Penyakit Tular Vektor Aspirator. Vol 5 (1): 1 8.