"kriiiing, kriiiiiing,", suara yang tak asing lagi bagi telinga Zahra, ya jam beker
berbentuk hati berwarna ungu yang berada di meja kecil di sebelah ranjang Zahra.
Jarum pada jam itu sudah menunjukkan jam 03.30 dini hari. Waktu yang tepat untuk
ber-taqorub kepada Allah, seperti yang biasa dilakukan zahra. Dia selalu dibangunkan
oleh jam beker kesayangannya. Dengan mata yang sedikit terpejam dia meraih jam
yang dari tadi tak mau berhenti berdering. "Masya Allah, udah jam setengah empat,
hampir subuh", ucap zahra kaget dan langsung berdiri dari ranjangnya. Mata yang tadi
masih malas untuk melihat dunia langsung terbuka lebar dan bulat seperti mata
Latifa Zahra Ar-rahmah kerap di panggil Zahra adalah seorang gadis berjilbab berasal dari
Yogyakarta yang merantau mencari ilmu dan mencoba mengadu nasib di jakarta. Sudah 4
tahun dia berada di jakarta semenjak dia menjadi mahasiswi di Universitas Indonesia dan
mengambil jurusan ekonomi, pelajaran yang menjadi favoritnya. Dia juga mendapat beasiswa
berkat ketajaman otaknya. Selain kuliah dia juga bekerja part time untuk mencukupi
kebutuhannya selama di jakarta. Setiap pulang kuliah dia langsung menuju tempat kerjanya
di sebuah toko buku, dia bekerja sebagai penjaga toko. Dia sangat menikmati pekerjaannya
ini, tak lain karena dia bisa membaca berbagai buku gratis tanpa harus membeli.
Gadis ini memang hobi sekali dengan membaca, sudah banyak buku yang dia baca. Saat
ini zahra sedang menyusun skripsinya, jadi dia harus pandai membagi waktu untuk bekerja
dan menyusun skripsinya, agar dia dapat menyelesaikan kuliahnya tepat waktu. Namun
kemarin dia mendapat jadwal jaga di tokonya malam hari, jadi dia baru pulang ketika hari
sudah menujukkan larut malam. Imbasnya hari ini dia terlambat bangun biasanyanya jam
03.00 dia sudah bangun dan langsung sholat tahajud, namun hari ini dia terlambat 30 menit.
Setelah selesai menunaikan sholat tahajud dan witir, zahra melanjutkan membaca Al-Qur'an
sambil menunggu adzan subuh. Hanya waktu itu yang bisa dia luangkan untuk mengaji,
mushola yang dekat dengan kos-kosannya untuk sholat berjama'ah. Zahra memang gadis
yang berbeda dengan gadis-gadis sebayanya, di saat para gadis lain tidur dengan nyenyak
di kamar mereka, zahra sudah bangun dan melakukan ritual shalat tahajudnya. 'ojo sampe
lali shalat ya nduk, shalat tahajud e ojo sampe ora,' pesan itulah yang selalu di ingat zahra,
Sepulang dari mushola zahra langsung membuka laptopnya dan mulai mengerjakan
skripsinya yang semalam tertunda, karena dia pulang sudah larut malam dan terlalu capek.
Saking seriusnya zahra tak menghiraukan waktu, sampai matahari menyapanya pun tak dia
hiraukan. Jam sudah menunjukkan pukul tujuh, zahra segera pergi mandi dan menyiapkan
sarapan seadanya. Hari ini dia ada janji bertemu dosennya untuk konsultasi masalah
skripsinya. Selesai sarapan zahra langsung pergi menuju kampusnya. Dia berhenti di depan
jalan menunggu kopaja yang akan menjemputnya dan mengantarkannya menuju kampus
terbaiknya. Sesaat kemudian tangannya melambai mengisyaratkan pada sebuah kopaja yang
lewat di depannya. Seakan sudah memahami apa yang diisyaratkan zahra, sopir kopaja pun
menghentikan laju kopanyanya dan membiarkan zahra naik. "silahkan neng," seru kenek
kopaja itu mengiringi langkah zahra memasuki kopaja. Zahra memilih duduk di dekat jendela.
Zahra duduk santai sambil menikmati musik yang dia dengarkan lewat earphone dan suasana
macet di jalanan jakarta yang sudah menjadi pemandangan biasa bagi zahra. Tak beberapa
lama kemudian "bang, berhenti di depan situ ya," ucap zahra pada kenek kemudian di
lanjutkan teriakan kenek pada sang sopir. Dan kopaja pun berhenti di depan kampus zahra.
Zahra mengeluarkan uang 5 ribu rupiah dari sakunya untuk membayar kopaja. Setiap hari,
setiap akan pergi ke kampus ataupun ke tempat bekerjanya, zahra selalu naik kopaja, kalau
tidak dia selalu menggunakan busway, karena menurutnya itu akan lebih hemat, dari pada
naik taksi mahal. Maklum zahra kan mahasiswi fakultas ekonomi jadi setiap perbuatannya
yang berbau uang selalu menggunakan prinsip ekonomi, bukan pelit, tapi hanya perhitungan.
masalah skripsi yang dia buat, yang sudah mencapai 80%. karena zahra tergolong berotak
emas, tak banyak yang dikoreksi dari hasil skripsinya itu. Sejam kemudian zahra keluar dari
ruangan dosennya, dia menuju kantin kampusnya untuk sekedar minum atau menemui
teman-temannya. "Assalamu'alaikum,", ucapnya pada dua gadis berjilbab yang sudah ada di
sebuah meja di sudut kantin. "Wa'alaikum salam, zahra? baru datang ya?", ucap salah satu
gadis di meja itu, sebut saja dewi, dia adalah sahabat zahra yang paling dekat, setiap ada
masalah zahra selalu berbagi cerita padanya. "hehe iya, tadi baru aja dari ruangan Bu Yanti,
biasa masalah skripsi,", ucap zahra sambil nyengir dan mengambil tempat duduk sebelah
dewi. "ow, udah selesai skripsimu zah?" tanya gadis yang satu lagi, namanya ayu. Dia juga
sahabat zahra namun tak terlalu dekat. "belum baru 80% ay, mungkin seminggu ini udah
selesai", ucapa zahra santai sambil mengangkat tangan pada pelayan hendak memesan
minuman. "wah cepat juga ya kerjamu zah, aku aja baru 50%", ucap ayu sedikit kagum. "iya,
sebenernya itu otak apa mesin sih zah,", sahut dewi. "apa sih kalian ini biasa aja dong," elak
Kemudian pelayan menghampiri meja zahra dan teman-temannya. "permisi, ini mbak
minumnya", ucapnya. "oh iya, terima kasih mbak," ucap zahra lembut. Mereka pun
berbincang-bincang berbagai topik pembicaraan. Obrolan itu tiba-tiba terhenti karena lagu
mariah carey-hero dari ponsel zahra. Segera zahra mengangkat ponsel yang ada di atas
meja. "oh, iya bu, segera saya kesana. iya, terima kasih", ucap zahra pada seseorang di ujung
sana. "siapa zah? bos kamu ya?" tanya dewi penasaran. Zahra mengangguk. "iya, aku
disuruh segera ke toko, katanya ada banyak pelanggan, jadi aku pergi dulu ya", ucap zahra
Zahra langsung beranjak pergi meninggalkan kedua temannya. "eh zah, minuman mu?" teriak
ayu berharap masih bisa di dengar zahra. "kamu yang bayar dulu ya ay," balas zahra sambil
tetap pergi tanpa menoleh. "ih, dasar itu anak, kebiasaan lama deh", gerutu ayu, sedikit kesal
pada tingkah temannya itu. Dewi hanya tersenyum melihat ayu dan zahra.
Sesampainya di toko, zahra langsung di sambut oleh Ibu Sita pemilik toko tempat zahra
bekerja. Langsung saja zahra ditugaskan melayani pelanggan yang lumayan banyak. Hari ini
pelanggan di tokonya lumayan banyak berbeda dengan hari biasanya. Menjelang istirahat
makan siang toko kembali normal, dan zahra meminta izin untuk pergi makan siang dulu. Dia
langsung menuju gerai tukang gado-gado yang ada di depan tokonya. Tempat favoritnya
untuk makan siang. Zahra memesan satu gado-gado dan dengan setia menunggu
makanannya datang. Tak sengaja dia melirik sebuah kalender yang terpajang rapi di dinding.
Dia melihat ke sebuah angka dan baru menyadari hari ini adalah tanggal 07 juni. Ya, hari ini
adalah hari bersejarah yang selalu di ingatnya. Zahra tersenyum dan mulai mengingat
Zahra dulu waktu SMA bersekolah di SMAN 1 Yogyakarta. Dulu dia duduk di kelas XA,
kemudian mengambil jurusan IPS di kelas XI IPS 4 dan XII IPS 4. Ceritanya berawal di kelas
XA, dulu zahra adalah gadis yang culun dan pendiam. Sampai-sampai dia selalu menjadi
bahan ejekan teman-temannya di kelas. Hingga suatu hari saat dia diganggu teman-
temannya, sampai membuat dia menangis tersedu-sedu di bangkunya. Tiba-tiba ada seorang
cowok menghampiri zahra dan mengulurkan sapu tangannya untuk mengusap air mata di pipi
zahra. Laki-laki itu bernama fahri, dia juga teman sekelas zahra tapi dia berbeda dengan
teman-temannya yang lain. Dia tidak pernah mengejek zahra dan termasuk cowok pendiam.
Zahra kemudian menerima uluran sapu tangan fahri. "makasih ya," ucap zahra dengan suara
terisak. "udah, mereka itu gak usah dipikir, jangan nangis lagi ya", ucap fahri lembut dengan
menyunggingkan senyum mautnya. Seketika itu jantung zahra seakan berhenti berdetak, tiba-
tiba dia berharap waktu berhenti saat itu juga, agar saat itu tak cepat berlalu. Baru kali ini
fahri. Semenjak kejadian itu, zahra sering memerhatikan fahri, dan jantungnya selalu berdebar
lebih kencang jika berada lebih dekat dengan fahri. Zahra tidak mengerti apa yang sebenarnya
dia rasakan, apa mungkin ini yang dinamakan cinta?. pertanyaan itu yang selalu terngiang di
pikiran zahra. Namun dia hanya bisa memerhatikan fahri dari jauh, karena fahri merupakan
salah satu siswa yang jadi pedoman di sekolah, karena rupanya yang lumayan mempesona.
Zahra hanya bisa tersenyum saat fahri di kemuruni cewek-cewek centil. Saat fahri
menapatnya, zahra langsung mengalihkan pandangannya, karena dia tidak mau tatapan fahri
semakin menyihirnya.
Ternyata tanpa zahra ketahui sejak mereka satu kelas fahri juga sering memerhatikan
zahra, dia juga tertarik pada kepolosan dan senyum manis dengan lesung pipit zahra. Namun
diantara mereka tak ada yang berani mengungkapkan perasaan, bahkan meminta nomor
telepon tak berani. Sebenarnya sudah lama farhi ingin meminta nomor hp zahra tapi selalu
saja diurungkan niatnya. Sampai akhirnya ketika kelas XI mereka terpisah, tidak satu kelas
lagi, zahra mengambil jurusan IPS sedangkan fahri mengambil jurusan IPA. Mereka jadi
jarang bertemu, bahkan tidak pernah. Karena mereka mulai aktif dan sibuk dalam kegiatan
ekstrakuriluler mereka masing-masing, zahra sibuk dengan OSIS nya, sedangkan fahri
dengan SBQ nya. Fahri salah satu siswa SMAN 1 Yogyakarta yang memiliki suara merdu
saat berqiro'ah. Setiap acara keagamaan yang diadakan sekolah, selalu fahri yang di beri
tanggung jawab berqiro'ah. Hingga pada saat acara purnawiyata kelas XII di SMAN 1
Yogyakarta, fahri yang ditunjuk untuk berqiro'ah, dan zahra yang bertugas sebagai sie acara.
Karena acara itulah akhirnya mereka berani ngobrol dan meminta nomor telepon. "oh ya,
untuk memudahkan kita berkomunikasi, bagaimana kalau aku minta nomor kamu, boleh
tidak", ucap farhi ragu. "tentu saja, ide yang bagus itu", ucap zahra sambil menuliskan nomor
teleponnya pada selembar kertas dan mengulurkannya pada fahri. Tetap dengan menahan
rasa groginya, serta tetap menjaga jarak, supaya fahri tidak mendengar genderang perang
yang ada dalam jantungnya. "makasih, nanti kalau ada yang penting aku sms kamu", ucap
fahri yang ternyata juga menahan rasa groginya. Zahra tersenyum dan meminta izin untuk
pergi, karena dia sudah ditunggu teman-temannya di ruang osis untuk koordinasi terakhir
Malam harinya fahri ragu ingin menghubungi zahra atau tidak, namun dia ingin sekali
menghubungi zahra, meskipun hanya sms saja. Dan dengan segenap keyakinan dia
beranikan diri sms zahra, 'hay ara, masih ingat aku?' sedikit ragu, fahri kemudian mengirim
pesan itu ke nomor yang diberikan zahra tadi di sekolah. Dengan setia fahri menunggu,
berharap mendapatkan respon baik dari zahra. 'hemm, ini sinten?' perlahan fahri membuka
dan membaca pesan dari zahra, ada perasaan lega dalam hatinya, ternyata ditanggapi positif,
kemudian dengan semangat dia membalas sms zahra lagi, 'ini aku fahri, aku cuma mau tanya
besok itu aku perform jam berapa ya kira-kira', sedikit pertanyaan basa-basi sebagai modus
agar fahri tetap bisa sms zahra. Kemudian zahra membalas 'ow kamu al, besok kamu perform
jam setengah 8 kan kamu pembuka acaranya :-)'. Dengan riang fahri membaca sms dari
zahra. Ada smile di akhir pesannya, semakin membuat fahri terbang, kemudian mereka pun
asyik ber-smsan. Panggilan 'ara' untuk zahra memang sangat spesial, karena hanya fahri
yang memanggilnya 'ara', 'ara' diambil dari nama belakang zahra, Ar-rahmah. Dan 'al' juga
spesial untuk fahri, memang nama lengkap fahri adalah Muhammad Al-fahri, dan baru zahra
yang memanggilnya 'al'. Semenjak saat itu mereka sering sms-an. Zahra merasa senang
sekali bisa berhubungan lebih dekat dengan fahri, baru kali ini impiannya sejak kelas X
terwujud. Zahra juga masih menyimpan sapu tangan fahri dengan rapi.
Waktu yang akhirnya membawa mereka naik ke kelas XII, dan mereka harus mati-matian
menyiapkan diri untuk UN. Namun mereka tetap berhubungan lewat sms, dan hubungan
mereka menjadi semakin dekat. Dan perasaan mereka masing-masing menjadi semakin
mengakar dan tumbuh semakin besar. Puncaknya pada saat purnawiyata mereka, mereka
menyempatkan diri untuk mengobrol langsung setelah acara usai. "Al, kamu terlihat keren
pake jas" ucap zahra membuka pembicaraan. "kamu juga Ara, tambah cantik," balas fahri.
Zahra tersenyum dan kembali bertanya "setelah ini kamu mau melanjutkan kemana Al?".
"habis ini aku mau ke jombang, mau ke ponpes Tebu Ireng", jawab fahri dengan nada rendah,
dengan perasaan sedikit sedih. Fahri tahu hari ini adalah pertemuan terakhirnya dengan
zahra, karena minggu depan dia akan ke jombang. "ha? ke ponpes Tebu Ireng, jadi kamu
mau mondok di sana?", ucap zahra sedikit kaget, dan raut mukanya berubah sedih. Fahri
mengangguk. Sunyi menyelinap diantara mereka, sejenak mereka terdiam dalam pikiran
masing-masing. "oh ya, Al, ini sapu tangan mu yang waktu di kelas X dulu, masih ingat?" ucap
zahra memecah keheningan. Sontak fahri menatap satu tangan yang ada di tangan zahra.
"Ara, tentu saja aku masih ingat sekali waktu itu, sebenarnya ada yang ingin aku bicarakan
padamu", ucap farhi ragu. "apa?" tanya zahra penasaran. "te amo amor", ucap fahri terbata-
bata. Mendengar kata-kata itu jantung zahra serasa berhenti berdetak. Zahra mengerti
maksud dari kata itu, karena memang fahri dan zahra memiliki ketertarikan yang sama dengan
negara spanyol dan bahasa spanyol. Zahra langsung menatap fahri. "maksud kamu apa Al?,
apa mungkin kita bersama, kamu mau ke jombang sedangkan aku mau ke jakarta
meneruskan sekolahku", ucap zahra dengan suara rendah sambil menitihkan air mata, tak
bisa lagi menahannya. "sebenernya aku juga punya perasaan sama ke kamu Al, tapi," tambah
zahra. "aku kan udah bilang Ara, jangan menangis lagi, usap air matamu itu. Jika memang
kita di takdirkan untuk bersama, suatu saat nanti kita pasti akan dipertemukan lagi, tulang
rusuk tidak akan tertukar Ara," ucap fahri sambil mengulurkan sapu tangannya yang tadi
diberikan zahra. Zahra mengusap air matanya, dan menatap fahri. Fahri tak berani menyentuh
gadis yang sedang menangis di depannya itu, karena dia sangat menghargai wanita. "Ara,
mungkin ini pertemuan terakhir kita, minggu depan aku akan berangkat, aku harap kamu baik-
baik ya di jakarta nanti, jaga diri baik-baik. Selamat tinggat Ara", ucap fahri sambil
meninggalkan zahra dan menitihkan air mata yang sedari tadi sudah berusaha ia tahan.
Sangat berat keputusan yang diambil fahri saat ini, namun dia harus memutuskan, dan dia
telah mengutamakan kepentingan agama, keinginannya untuk menghafal Al-qur'an. Dia yakin
Allah sudah merencanakan hal indah di luar sana. Dan fahri pun pergi dengan membawa cinta
lalunya tentang cinta pertamnya, fahri. Bahkan sampai sekarang pun zahra masih menyimpan
perasaan untuk fahri. Yang selalu dia ingat dari fahri adalah kata-katanya 'Jika memang kita
di takdirkan untuk bersama, suatu saat nanti kita pasti akan di pertemukan lagi, tulang rusuk
tidak akan tertukar Ara'. Tanpa sadar Zahra tersenyum sendiri, sampai pelayan menegurnya
setelah ucapannya yang pertama tadi tak di hiraukan, "mbak Zahra, kenapa?". "oh, tidak apa-
apa mbak, makasih ya", ucap zahra sedikit salting. Kemudian dia memutuskan untuk
terdengar lagu mariah carey-hero dari ponsel zahra. Zahra langsung mengobok-obok isi
tasnya mencari dimana letak ponselnya. Dan kemudian meletakkan ponselnya di telinga
kanannya. "wa'alaikum salam, Alhamdulillah sehat buk, enggeh besok minggu depan
wisudanya, ibuk datang kan?" ucap zahra pada sesorang di ujung telponnya. Kemudian zahra
menutup teleponnya dan melanjutkan makan siangnya. Minggu depan zahra akan wisuda,
dan ibunya akan datang menyaksikan zahra, sekaligus menjemput zahra untuk diajak pulang
Seminggu berlalu, hari-hari zahra dia lalui seperti biasa, namun hari ini dia harus
menjemput orangtuanya di bandara Soekarno-Hatta, karena besok dia harus wisuda. Zahra
merasa lega karena study nya sudah berakhir, skripsinya juga sudah selesai tepat waktu,
meski harus ekstra kerja keras karena ia juga harus membagi waktunya untuk bekerja. Yang
patut dibanggakan lagi zahra lulus dengan IPK sempurna. Selesai mandi dan sarapan, Zahra
mencari ponselnya dan mulai menekan beberapa nomor dan mulai tersambung dengan
seseorang, "Ibu, sampun dugi? saya jemput ya bu,". Zahra langsung berangkat menuju
bandara menjemput orangtuanya. Mereka bertemu dan langsung berpelukan, melepas rindu.
Sudah lama mereka tidak bertemu. Kemudian mereka menuju ke kos- an zahra, namun kali
ini zahra tidak naik kopaja lagi, kasihan orang tuanya sudah capek, harus naik kopaja pula.
Dia meminta sebuah taksi mengantarkan mereka pulang. Sesampainya di kos-an mereka
kembali melepas rindu, dan berbincang-bincang santai. "nduk, tidak di sangka ya, sekarang
kamu sudah mau sarjana", ucap ayah zahra. "enggeh yah," jawab zahra dengan senyuman.
"oalah nduk, ternyata di jakarta itu panas ya," ucap ibu zahra sambil kipas-kipas. "kok betah
lo kamu tinggal di sini?" tambah ibunya. Zahra hanya tersenyum manis, mendengar ucapan
ibunya yang baru menyadari jakarta itu panas. "pokoknya setelah wisuda kamu harus kembali
ke Yogyakarta nduk, ibuk mu mau menjodohkan kamu dengan anak temannya, dulu mereka
sudah pernah janji akan berbesanan jika anak mereka laki-laki dan perempuan", ucap ayah
zahra santai.
Sontak zahra kaget mendengar ucapan ayahnya. Jodoh? dijodohkan?, ini kan bukan
zaman siti nurbaya lagi, kenapa harus dijodohkan sih, gimana dengan fahri?. Zahra berusaha
memberontak dalam hati, dia tak berani melawan orang tuanya. Namun semenjak itu, pikiran
zahra serasa penuh dengan beban, dia masih mencintai fahri, tapi dia tidak bisa melawan
orang tuanya. Imbasnya saat wisuda zahra sering melamun, sampai dia tidak menyadari
namanya di panggil untuk memberikan sambutan, karena IPK nya sempurna. "zah, kamu di
panggil, ayo maju" bisik dewi sambil menyikut tangan kanan zahra. Sontak zahra pun kaget
dan tersadar dari lamunannya. Kemudian dia melangkah ke depan dengan langkah yang
sedikit gontai, dan mulai berpidato, namun dengan wajah yang datar, tak mengisyaratkan
kebahagiaan mendapat IPK sempurna. Malah dewi dan ayu lah yang justru terlihat lebih
Setelah kurang lebih 5 menit zahra berpidato, riuh rendah suara tepuk tangan mengiringi
langkah zahra kembali ke tempat duduknya. Menyadari ada yang berbeda dari temannya,
dewi langsung menanyakan sebenarnya apa yang terjadi pada zahra. "eh zah, kamu kenapa
sih? kok lesu banget? ada masalah? cerita dong!?" bisik dewi pada zahra, yang baru saja
duduk. "hemm, nanti ya aku critain, setelah acara ini" jawab zahra. Dewi mengangguk pasrah,
dan mencoba menahan rasa penasarannya. Acara wisuda pun berakhir, dan berjalan dengan
meriah. Tibalah sesi foto-foto, semua larut dalam suasana kebahagiaan, namun tidak untuk
zahra, masih ada masalah yang mengganjal pikirannya. Setelah beberapa kali jepretan untuk
zahra dan orangtuanya, zahra meminta izin untuk pergi bersama dewi sebentar. "yah, buk,
zahra, mau pergi sama dewi dulu, ayah sama ibu pulang dulu aja", ucap zahra dengan penuh
rasa hormat. Ayah dan ibu zahra mengangguk, dan membiarkan putri kebanggaannya pergi,
bersama temannya. Mungkin untuk pertemuan terakhir, karena besok siang mereka akan
kembali ke Yogyakarta. "ati-ati nduk", ucap ibu zahra. Zahra kemudian melangkah pergi
Zahra menceritakan semua yang terjadi padanya, masalah fahri, dan masalah perjodohan
yang direncanakan orangtuanya. "udah lah zah, diterima saja keputusan orangtua mu,
mereka kan lebih tahu siapa yang pantas dengan mu, lagi pula anggap ini sebagai rasa
baktimu terhadap mereka", ucap dewi menasehati zahra. "perjodohan itu tak selamanya
menyeramkan lho zah, siapa tahu dia memang tempatmu sesungguhnya, kamu bagian dari
rusuknya", tambah dewi semakin menguatkan zahra. "iya dew, kamu benar, ini salah satu
baktiku pada ayah dan ibu, aku harus bisa merelakan fahri, mungkin kita memang tidak
berjodoh", ucap zahra dengan nada rendah. "gitu dong zah, terus kapan rencananya kamu
akan kembali ke Yogyakarta?", tanya dewi lagi. "besok siang dew jam", ucap zahra santai.
"what? berarti ini pertemuan terakhir kita dong", ucap dewi mulai sedih. "iya dew, makasih ya
selama ini kamu teman terbaikku, selalu mendengarkan curahan hatiku", ucap zahra mulai
menitihkan air mata. Dewi langsung memeluk zahra dengan erat. "sama-sama zah, aku pasti
akan sangat merindukanmu, jangan putus tali silaturahim antara kita ya?" pinta dwi dengan
air mata yang membanjiri pipinya. "pasti dew, oh ya, titip salam buat ayu ya!?, maaf utangnya
gak aku bayar, biar dia shodaqoh", ucap zahra dengan sedikit tertawa. Dewi mengangguk
dan mulai melepaskan pelukannya. Mereka hanyut dalam suasana perpisahan. "selamat jalan
dew, jaga dirimu baik-baik ya, ayu juga, Assalamu'alaikum", ucap zahra sambil melangkah
Keesokan harinya, zahra bersiap untuk kembali ke kota kelahirannya Yogyakarta. Dan
mulai mengucapkan selamat tinggal untuk jakarta. Dan zahra akhirnya tiba di Yogyakarta
tepat pukul 3 sore. Dia dan orangtuanya langsung istirahat melepas lelah. Zahra kembali
mengingat masa-masa indahnya di Yogyakarta, termasuk masa indahnya bersama fahri di
SMA, namun dia harus segera menyiapkan lubang untuk segera mengubur masa lalunya itu,
Sementara itu di Yogyakarta, fahri juga baru saja tiba. Hari ini memang saatnya dia
kembali, dia sudah berhasil mengejar mimpinya menghafal Al-Qur'an. Dia sudah qatam 30
juz. Sesampainya di rumah, dia disambut hangat oleh keluarganya. Fahri merasa lega,
akhirnya bisa kembali setelah 4 tahun dia meninggalkan kota tercintanya ini. Termasuk
meninggalkan cintanya di SMA. Hal yang selalu dinantikannya ketika dia sudah kembali
adalah dia ingin melihat zahra, masihkah dia mengingat fahri?, masih adakah cintanya untuk
fahri?. Hanya pertanyaan itu yang memenuhi benak fahri. Tapi satu yang dia tahu pasti,
Setelah puas melepas lelah setelah perjalan jauh dari Jombang ke Yogyakarta fahri
memutuskan untuk berbincang-bincang bersama ayah dan ibunya. Semua larut dalam
perasaan rindu, "le, ternyata awakmu sudah besar, ayah gak menyangka waktu cepat berlalu,
sudah cocok jadi manten", ucap ayah fahri, sedikit dengan nada bergurau. "enggeh yah,tapi
belum ada calonnya", jawab fahri sambil tersenyum menanggapi gurauan ayahnya. "kalau itu
gak usah khawatir le, ibu wes ada calon buat kamu cantik, kemarin baru saja wisuda dia
sarjana ekonomi UI lho le, dan pastinya sholehah, kamu pasti demen tur tresno", ucap ibu
fahri dengan semangat. "iya le, besok rencananya ayah sama ibu mau kerumahnya, kamu
Fahri langsung terdiam, tak bisa berkata apa-apa. Dia menyesali perkataannya tadi,
kenapa dia mengucapkan belum ada calon, padahal dalam hatinya sudah dipenuhi dengan
zahra, tak ada lagi tempat untuk yang lainnya. "le, mau kan?", tanya ibunya mengagetkan
fahri yang sedang asyik dengan penyesalan atas apa yang diucapkannya. Fahri tak bisa
mengelak lagi, dia tak berani melawan orangtuanya, dia selalu menuruti semua keinginan
orangtuanya. "enggeh, terserah ibu", ucapnya pasrah. Fahri masih saja mengutuk dirinya
sendiri, apa tadi yang dia bicarakan, kenapa tidak dipikir dulu. Namun nasi sudah menjadi
bubur, dia harus bertanggung jawab atas segala yang telah diucapkannya, meskipun akhirnya
dia harus segera mengubur dalam-dalam cintanya pada zahra. Dia yakin pasti ini memang
yang terbaik untuk dia, orangtuanya tidak mungkin salah dengan pilihannya, mereka pasti
lebih tahu segalanya. Fahri pasrah menghadapi hari esok yang akan tiba, hari dimana dia
"nduk, cepetan siap-siapnya, tamunya sebentar lagi datang", teriak ibu zahra pada zahra yang
sedang bersiap-siap bertemu dengan jodoh pilihan orangtuanya. Dia juga telah bersiap
mengubur fahri dalam masa lalunya, dia harus menerima semua ini. "enggeh, buk, sebentar
lagi zahra selesai", ucap zahra pasrah. Beberapa menit kemudian terdengar bel pintu
gugup itu lah satu-satunya yang dia rasakan. Lekat-lekat dia mendengarkan semuanya
melalui dapur, pasti ini yang di maksud orangtuanya. Kemudian terdengar ibunya membalas
suara itu. "Wa'alaikumsalam, wah Jeng, silahkan masuk, ini pasti fahri itu ya?", ucap ibu zahra
dengan semangat. Fahri? mendengar ibunya menyebutkan nama itu, sontak jantung zahra
berhenti. Kenapa namanya sama dengan fahri? apa mungkin ini kebetulan. Namun segera
orangtuanya mengobrol santai dengan tamu mereka. Tiba-tiba ibu zahra menghampirinya di
dapur, dan meminta zahra untuk mengantarkan minuman. Dalam hati zahra berkata 'yah, ini
waktunya, aku harus mengubur fahri, pasti dia lebih baik'. Ibu zahra kembali keruang tamu.
"mana putrinya yang baru wisuda kemarin Pak?" tanya ayah fahri pada ayah zahra. Hati fahri
langsung berdebar kencang, pasti ini yang dimaksud orangtuanya. Gugup itu yang
dirasakannya, dia juga harus segera bersiap mengubur zahra. "oh, sebentar lagi dia kemari",
ucap ayah zahra. "zahra, mana minumnya nduk?", ucap ibu zahra memanggil. Fahri sontak
kaget, zahra?, kenapa namanya sama? Atau mungkin?. belum selesai fahri berpikir, zahra
masuk dengan membawa nampan yang berisi minuman dan makanan ringan. Mata fahri tak
berpaling memandang zahra yang tertunduk malu. Dalam hati fahri ingin meloncat
mengangkat wajah, di hadapannya ada wajah yang sangat dikenalnya, yaitu fahri.
Zahra tidak percaya dengan apa yang dilihatnya, dia berpikiran ini mungkin hanya
halusinasinya berakhir. Ternyata setelah dia membuka mata lagi, wajah fahri tetap ada di
hadapannya. Berarti ini semua nyata. Dalam hati zahra begitu bahagia, ternyata lelaki pilihan
orangtuanya adalah fahri orang dia cintai selama ini. "Ara?" spontan fahri memanggil zahra
menyadarkan zahra untuk segera kembali kepada kesadarannya. "Al? ternyata," jawab zahra
dengan nada semangat. Sejenak mata fahri dan zahra bertemu, seakan mereka bercerita
tentang perasaan lega mereka. "lho, kalian sudah kenal?" tanya ibu fahri semangat.
Pertanyaan ibu fahri membubarkan acara saling bertatapan zahra dan fahri. "enggeh bu,dia
teman SMA saya", ucap fahri sampil tersenyum bahagia. "wah, ternyata kalian memang jodoh,
tanpa harus mengenalkan kalian, kalian sudah saling mengenal satu sama lain", ucap ibu
zahra senang. Fahri dan zahra tersenyum dan tertunduk malu. "iya bu, kita ndak usah repot-
repot mengenalkan mereka, tinggal menentukan tanggalnya saja ini", gurauan ayah zahra
membuat suasana mencair tanpa ada ketegangan lagi. "iya betul Pak, sudah tidak sabar saya
melihat fahri menikah", tambah ayah fahri semakin membuat suasana penuh dengan
kekeluargaan. Sedangkan fahri dan zahra tertunduk malu mendapat ejekan dari orangtua
mereka. Namun hati mereka tak kalah bahagianya, ternyata yang mereka khawatirkan selama
ini tidak terjadi, mereka tak perlu susah-susah mengubur kenangan mereka di masa SMA.
Sementara orangtua fahri dan zahra berbincang-bincang di ruang makan. Fahri dan zahra
melepaskan kerinduan mereka sendiri, dengan mengobrol di ruang tamu. "Ara, aku gak
menyangka ternyata kita dipertemukan lagi dengan cara seperti ini", ucap fahri memulai
pembicaraan. "Iya Al, awalnya aku gak mau dengan acara perjodohan ini", ucap zahra. "jadi
sebenernya kamu ndak mau dengan ku?", tanya fahri sedikit menggoda zahra. "bukan gitu
Al, aku ndak mau, karena aku ndak tahu kalau yang dimaksud ayah dan ibuku itu kamu", ucap
zahra mencoba menjelaskan pada fahri. "karena aku masih menunggumu Al," tambah zahra
memperjelas alasannya. Fahri tersenyum, damai rasanya mendengar kata-kata itu dari zahra.
"Ara, te amo", ucap fahri singkat sambil memandang zahra dengan rasa sayang yang tulus.
Zahra tersenyum dan membalas tatapan fahri dengan penuh cinta "te amo juga Al,".
Tanpa sadar tangan fahri hendak memegang tangan zahra. "eits, tunggu dulu belum halal
Al, sabar dulu" ucap zahra menghentikan pergerakan tangan fahri. "hehe, maaf lupa, hampir
saja khilaf Astaghfirullah haladzim", ucap fahri sambil menyunggingkan senyum mautnya.
Zahra pun tersenyum melihat tingkah fahri yang sedikit salting. "Ara, benarkan ucapakanku,
tulang rusuk gak akan tertukar, dan ternyata kamu lah salah satu rusukku yang hilang, dan tak
akan pernah ada penggantinya, Allah juga yang telah mempertemukan kita lagi dengan cara-
Nya sendiri ", ucapan fahri menyejukkan hati zahra. "oh ya, ini aku kembalikan sapu tangan
kamu Al, aku sudah tidak membutuhnya lagi untuk menghapus air mataku, karena aku sudah
punya tanganmu yang akan selalu menghapus air mataku yang jatuh kelak", ucap zahra
sambil mengulurkan sapu tangan. Fahri memandang zahra penuh cinta, di ikuti zahra. Dan
mereka saling berpandangan. "hayo, ndak boleh terlalu sering berpandangan, belum halal,
sebentar lagi le, seng sabar", ucap ibu fahri sambil melangkah mendekati fahri dan zahra
diikuti oleh ayah fahri dan orangtua zahra. "haduh, pak hasan, putra mu sudah tidak sabar
kayaknya", gurau ayah zahra. Diiringi gelak tawa penuh kebahagian diantara dua keluarga
besaritu.
TAMAT