Anda di halaman 1dari 24

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG


Menurut undang-undang nomor 22 tahun 2009, Jalan adalah
seluruh bagian jalan termasuk bangunan pelengkap dan
perlengkapannya yang diperuntukkan bagi Lalu Lintas umum yang
berada pada permukaan tanah, di atas permukaan tanah, di bawah
permukaan tanah serta di atas permukaan air, kecuali jalan rel dan
jalan kabel.
Perkerasan jalan merupakan salah satu struktur utama pada
suata konstruksi jalan dimana sistem manajemen perkerasan dituntut
untuk menentukan kondisi struktur perkerasan jalan tersebut. Faktor
yang mempengaruhi kinerja dari suatu perkerasan jalan seperti lalu
lintas, cuaca, desain perkerasan, pelaksanaan pembangunan dan
pemeliharaan. Untuk setiap lapis perkerasan jalan mempunyai umur
rencana sehingga ketika bertambah umur rencana perkerasan jalan
tersebut maka kondisi jalan akan berangsur-angsur menurun sampai
tingkat dimana rehabilitasi sudah harus dilaksanakan.
Pertumbuhan pembangunan dan perekonomian suatu daerah
tidak lepas dari pengembangan prasarana jalan. Hal ini akan
membawa perubahan kondisi angkutan barang dan jasa yang
meningkat pula, baik volume maupun berat muatannya. Karena
perubahan itu, prasarana jalan sering mengalami kerusakan-
kerusakan dari tingkat kerusakan kecil hingga tingkat kerusakan
besar. Sehingga perlu ada analisis mengenai perkerasan jalan untuk
menjadi bahan masukan suatu kualitas jalan di waktu yang akan
datang. Salah satu metode dalam menganalisis kerusakan
perkerasan jalan yaitu dengan menggunakan Metode Pavement
Condition Index (PCI).
Banyak perkerasan jalan kabupaten dan kota di indonesia
yang mengalami kerusakan diakibatkan terjadinya repetisi beban lalu
lintas, seiring dengan meningkatnya pertumbuhan perekonomian di
daerah-daerah termasuk salah satunya jalan Cipasung Kabupaten
Kuningan yang menghubungkan ke jalan Kutaagung Kabupaten
Cilacap. Arus lalu lintas yang melewati ruas jalan Cipasung Kabupaten
Kuningan yang menghubungkan ke jalan Kutaagung Kabupaten
Cilacap mengalami peningkatan dan sebagian besar adalah angkutan
barang dan kendaraan yang mengangkut hasil pertanian.
Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji kondisi perkerasan
ruas jalan Cipasung Kabupaten Kuningan yang menghubungkan ke
jalan Kutaagung Kabupaten Cilacap menggunakan metode Pavement
Condition Index (PCI).

1.2 FOKUS MASALAH


Berdasarkan uraian pada latar belakang, diperoleh rumusan
masalah adalah sebagai berikut :
1. Mengetahui layak tidaknya geometrik jalan cipasung – kutaagung
dengan menggunakan metode PKJI 2023.
2. Menganalisis kondisi perkerasan jalan dengan menggunakan
metode Pavement Condition Index (PCI).
3. Mengetahui Biaya Operasi Kendaraan (BOK) di ruas jalan cipasung
– kutaagung.

1.3 RUMUSAN MASALAH


Berdasarkan uraian dari latar belakang, maka yang menjadi
masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Bagaimana kondisi Geometrik menggunakan metode PKJI 2023
pada ruas jalan Cipasung – Kutaagung?
2. Bagaimana kondisi perkerasan jalan menggunakan metode
Pavement Condition Index (PCI) ?
3. Bagaimana merencanakan Biaya Operasi Kendaraan (BOK) pada
ruas jalan cipasung – kutaagung?

1.4 BATASAN MASALAH


Agar penelitian ini lebih terarah dan sesuai, maka diperlukan
batasan masalah yaitu sebagai berikut :
1. Dalam penelitian ini menggunakan metode Pavement Condition
Index (PCI) untuk mengkaji kondisi perkerasan pada ruas jalan
Cipasung – Kutaagung.
2. Penulis hanya melakukan penelitian dalam tiga aspek yaitu
geometrik jalan, analisis perkerasan jalan menggunakan PCI, Biaya
Operasi Kendaraan (BOK).

1.5 TUJUAN PENELITIAN


Adapun tujuan analisis perkerasan pada ruas jalan Cipasung
Kabupaten Kuningan yang menghubungkan ke jalan Kutaagung
Kabupaten Cilacap ini adalah sebagai berikut :
1. Untuk mengetahui kondisi geometrik jalan cipasung – kutaagung
menggunakan metode PKJI 2023.
2. Untuk mengetahui kondisi perkerasan jalan dengan menggunakan
metode Pavement Condition Index (PCI).
3. Untuk mengetahui biaya operasi kendaraan dengan jarak tempuh
yang dihitung.

1.6 MANFAAT PENELITIAN


1.6.1 Kegunaan Teoritis
1. Memberi referensi mengenai geometrik jalan dengan
menggunakan metode PKJI 2023.
2. Memberi referensi pengetahuan dan keilmuan mengenai
penilaian kondisi perkerasan jalan dengan nilai Pavement
Condition Index (PCI).
3. Memberi referensi pengetahuan dalam Biaya Operasi
Kendaraan (BOK).
1.6.2 Kegunaan praktis
Dalam melakukan analisis dari tiga aspek
tersebut, perencana dapat mengaplikasikan ilmu dan
teori Teknik Sipil yang sudah dipelajari selama
perkuliahan.

1.7 KERANGKA PEMIKIRAN

Gambar 3.1 Kerangka Pemikiran


BAB II
LANDASAN TEORI

2.1 PENGERTIAN GEOMETRIK JALAN


Geometrik merupakan membangun badan jalan diatas
permukaan tanah baik secara vertikal maupun horizontal dengan
asumsi bahwa permukaan tanah adalah tidak rata. Tujuannya untuk
menciptakan sesuatu hubungan yang baik antara waktu dan ruang
menurut kebutuhan kendaraan yang bersangkutan, menghasilkan
bagian-bagian jalan yang memenuhi persayaratan kenyamanan,
keamanan serta efisiensi yang optimal. Dalam lingkup perancangan
geometrik tidak termasuk perancangan tebal perkerasan jalan,
walaupun dimensi dari perkerasan merupakan bagian dari
perancangan geometrik sebagai bagian dari perancangan jalan
seutuhnya. Jadi tujuan dari perancangan geometrik jalan adalah
menghasilkan infrastruktur yang aman dan nyaman kepada pemakai
jalan.
Parameter – parameter yang menjadi dasar perancangan
geometrik adalah ukuran kendaraan, keceparan rencana, volume dan
kapasitas, dan tingkat pelayanan yang diberi oleh jalan tersebut. Hal-
hal tersebut haruslah menjadi bahan pertimbangan dalam
perancangan sehingga menghasilkan geometrik jalan memenuhi
tingkat kenyamanan dan keamanan yang diharapkan.

2.2 PEDOMAN KAPASITAS JALAN INDONESIA (PKJI) 2023


Dalam Pedoman Kapasitas Jalan Indonesia (PKJI) 2023
terdapat 6 (enam) kapasitas yakni :
1. Kapasitas Jalan Bebas Hambatan (JBH)
Bab ini menjelaskan ketentuan dan prosedur perhitungan
kapasitas jalan untuk desain dan evaluasi kinerja lalu lintas
operasional suatu segmen JBH, meliputi kapasitas jalan (C) dan
kinerja lalu lintas jalan yang diukur menggunakan nilai-nilai derajat
kejenuhan (DJ), kecepatan tempuh (VT) dan atau waktu tempuh
(wT). Pedoman ini dapat digunakan untuk segmen segmen JBH
dengan spesifikasi penyediaan prasarana jalan empat lajur dua
arah terbagi (4/2T), enam lajur dua arah terbagi (6/2T), dan delapan
lajur dua arah terbagi (8/2T).
2. Kapasitas Jalan Luar Kota (JLK)
Bab ini melingkupi ketentuan dan prosedur perhitungan
kapasitas jalan untuk perencanaan dan evaluasi kinerja lalu lintas
operasional segmen JLK, terdiri atas kapasitas jalan (C) dan kinerja
lalu lintas jalan yang diukur menggunakan derajat kejenuhan (DJ),
waktu tempuh (wT), kecepatan tempuh (V), dan derajat iringan (DI).
Bab ini dapat digunakan pada segmen JLK dengan spesifikasi
penyediaan prasarana jalan Jalan Kecil dan Jalan Sedang 2 lajur 2
arah Tak Terbagi (2/2-TT), serta Jalan Raya 4 lajur 2 arah Terbagi
(4/2-T), 6 lajur 2 arah Terbagi (6/2-T), dan 8 lajur 2 arah Terbagi
(8/2-T).
3. Kapasitas Jalan Perkotaan (JK)
Bab ini menetapkan ketentuan dan prosedur perhitungan
kapasitas jalan untuk desain dan evaluasi kinerja lalu lintas segmen
jalan perkotaan, meliputi kapasitas jalan (C) dan kinerja lalu lintas
jalan yang diukur oleh derajat kejenuhan (DJ), kecepatan tempuh
(VT), dan waktu tempuh (wT). Pedoman ini dapat digunakan pada
segmen-segmen umum yang berada di lingkungan perkotaan
dengan kelas Jalan Kecil dan Jalan Sedang bertipe 2/2TT, dan
Jalan Raya tipe 4/2T, 6/2T, dan 8/2T.
4. Kapasitas Simpang APILL
Bab ini menetapkan ketentuan perhitungan kapasitas
Simpang APILL untuk evaluasi kinerja lalu lintas dan perencanaan
pengaturan simpang menggunakan APILL, meliputi penetapan
waktu-waktu isyarat, kapasitas (C), dan kinerja lalu lintas yang
diukur oleh derajat kejenuhan (DJ), tundaan (T), panjang antrian
(PA), dan rasio kendaraan berhenti (RKH) untuk Simpang APILL 3
lengan dan Simpang APILL 4 lengan yang berada di wilayah
perkotaan dan semi perkotaan.
5. Kapasitas Simpang
Bab ini menetapkan ketentuan perhitungan kapasitas
Simpang untuk keperluan perencanaan dan evaluasi kinerja,
meliputi kapasitas Simpang (C) dan kinerja lalu lintas Simpang yang
diukur oleh derajat kejenuhan (DJ), tundaan (T), dan peluang
antrian (Pa), untuk Simpang-3 dan Simpang-4 yang berada di
wilayah perkotaan atau semi perkotaan.
6. Kapasitas Bagian Jalinan
Bab ini menetapkan ketentuan perhitungan kapasitas
Bagian Jalinan untuk keperluan perencanaan dan evaluasi kinerja,
meliputi kapasitas Bagian Jalinan (C) dan kinerja lalu lintas Bagian
Jalinan Tunggal yang diukur oleh derajat kejenuhan (DJ),
kecepatan tempuh (VT), dan waktu tempuh (wT) serta kinerja lalu
lintas Bundaran yang diukur oleh derajat kejenuhan (DJ), tundaan
(T), dan peluang antrian (Pa), untuk yang berada di wilayah
perkotaan atau semi perkotaan untuk Bagian Jalinan yang berada
di wilayah perkotaan atau semi perkotaan.

2.3 PENGERTIAN PERKERASAN JALAN


Menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 38 Tahun
2004 disebutkan bahwa jalan adalah suatu prasarana transportasi
yang meliputi segala bagian jalan termasuk bangunan pelengkap dan
perlengkapannya yang diperuntukkan bagi lalu lintas yang berada di
atas permukaan tanah dan di bawah permukaan tanah serta di atas
permukaan air. Jalan mempunyai peranan penting terutama yang
menyangkut perwujudan perkembangan antar wilayah yang seimbang
dimana pemerataan hasil pembangunan serta pemantapan
pertahanan dan keamanan dalam rangka mewujudkan pembangunan
nasional.
Menurut undang-undang nomor 22 tahun 2009, Jalan adalah
seluruh bagian jalan termasuk bangunan pelengkap dan
perlengkapannya yang diperuntukkan bagi Lalu Lintas umum yang
berada pada permukaan tanah, di atas permukaan tanah, di bawah
permukaan tanah serta di atas permukaan air, kecuali jalan rel dan
jalan kabel.
Perkerasan jalan merupakan salah satu struktur utama pada
suata konstruksi jalan dimana sistem manajemen perkerasan dituntut
untuk menentukan kondisi struktur perkerasan jalan tersebut. Faktor
yang mempengaruhi kinerja dari suatu perkerasan jalan seperti lalu
lintas, cuaca, desain perkerasan, pelaksanaan pembangunan dan
pemeliharaan. Untuk setiap lapis perkerasan jalan mempunyai umur
rencana sehingga ketika bertambah umur rencana perkerasan jalan
tersebut maka kondisi jalan akan berangsur-angsur menurun sampai
tingkat dimana rehabilitasi sudah harus dilaksanakan.
Pertumbuhan pembangunan dan perekonomian suatu daerah
tidak lepas dari pengembangan prasarana jalan. Hal ini akan
membawa perubahan kondisi angkutan barang dan jasa yang
meningkat pula, baik volume maupun berat muatannya. Karena
perubahan itu, prasarana jalan sering mengalami kerusakan-
kerusakan dari tingkat kerusakan kecil hingga tingkat kerusakan
besar. Sehingga perlu ada analisis mengenai perkerasan jalan untuk
menjadi bahan masukan suatu kualitas jalan di waktu yang akan
datang. Salah satu metode dalam menganalisis kerusakan
perkerasan jalan yaitu dengan menggunakan Metode Pavement
Condition Index (PCI).
2.4 KLASIFIKASI JALAN
2.4.1 Klasifikasi Jalan Berdasarkan Fungsi Jalan
Berdasarkan pada peraturan Pemerintah Nomor 34
Tahun 2006, Fungsi jalan dapat diklasifikasikan menjadi sebagai
berikut :
1. Jalan Arteri
Menurut Dirjen Bina Marga (1997), Jalan Arteri
merupakan jalan yang melayani angkutan utama dengan ciri
perjalanan jarak jauh, kecepatan rata-rata tinggi, jumlah jalan
masuk (akses) dibatasi secara efisien.
Jalan Arteri dibagi menjadi 2 yaitu jalan arteri primer dan
jalan artei sekunder :
a. Jalan Arteri Primer
Jalan Arteri Primer ini menghubungkan secara berdaya
guna antar pusat kegiatan nasional atau antara pusat
kegiatan wilayah.
b. Jalan Arteri Sekunder
Jalan Arteri Sekunder adalah jalan yang melayani angkutan
umum dengan perjalanan jarak jauh kecepatan rata-rata
tinggi dan jumlah jalan masuk dibatasi secara efisien
dengan peranan pelayanan jasa distribusi untuk
masyarakat di daerah perkotaan disebut juga sebagai jalan
protokol.
2. Jalan Kolektor
Menurut Dirjen Bina Marga (1997), Jalan Kolektor
merupakan jalan umum yang berfungsi melayani angkutan
pengumpul atau pembagi dengan perjalanan jarak sedang,
kecepatan rata-rata sedang dan jumlah jalan masuk dibatasi.
Jalan Kolektor dibagai menjadi 2 yaitu Jalan Kolektor
Primer dan Jalan Kolektor Sekunder :
a. Jalan Kolektor Primer
Jalan Kolektor Primer adalah jalan yang dikembangkan
untuk melayani dan menghubungkan kota-kota antar pusat
kegiatan wilayah dan pusat kegiatan lokal.
b. Jalan Kolekter Sekunder
Jalan Kolektor Sekunder adalah jalan yang melayani
angkutan pengumpulan atau pembagian dengan ciri-ciri
perjalanan menengah, kecepatan rata-rata sedang dan
jumlah masuk dibatasi dengan peranan pelayanan jasa
distribusi untuk masyarakat di perkotaan.
3. Jalan Lokal
Menurut Dirjen Bina Marga (1997), Jalan Lokal
merupakan jalan umum yang berfungsi melayani angkutan
setempat dengan ciri-ciri perjalanan dekat, kecepatan rata-
rata rendah dan jumlah jalan masuk tidak dibatasi.
Jalan lokal dibagi menjadi 2 yaitu Jalan Lokal Primer dan
Jalan Lokal Sekunder :
a. Jalan Lokal Primer
Jalan lokal primer adalah jalan yang menghubungkan
secara terpadu pusat kegiatan nasional dengan pusat
kegiatan lingkungan.
b. Jalan Lokal Sekunder
Jalan lokal sekunder adalah jalan yang menghubungkan
kawasan sekunder kesatu dengan perumahan dan
seterusnya sampai ke perumahan.

2.4.2 Klasifikasi Jalan Berdasarkan Kelas Jalan


Klasifikasi ini berkaitan dengan kemampuan jalan untuk
menerima beban lalu lintas yang dinyatakan dalam muatan
terberat (MTS) dalam satuan ton.
Tabel 2.1 Klasifikasi Menurut Kelas Jalan
Muatan Sumbu
Fungsi Kelas
Terberat (MST) ton
I >10
Arteri II 10
IIIA 8
IIIA 8
Kolektor IIIB 8
IIIC 8

2.5 JENIS PERKERASAN JALAN


Perkerasan Jalan adalah konstruksi yang dibangun di atas
lapisan tanah dasar (Sub Grade) yang berfungsi untuk menopang
beban lalu lintas. Jenis konstruksi perkerasan jalan pada umumnya
ada 2 jenis yaitu perkerasan lentur (Flexible Pavement) dan
pekerasan kaku (Rigid Pavement). Selain dari dua jenis tersebut,
sekarang telah banyak digunakan jenis gabungan (Composite
Pavement) yaitu perpaduan antar lentur dan kaku (Sukirman, 1999).
2.5.1 Perkerasan Lentur
Konstruksi perkerasan lentur (Flexible Pavement) adalah
perkerasan yang menggunakan aspal sebagai bahan pengikat.
Konstruksi perkerasan lentur terdiri dari lapisan-lapisan yang
diletakkan di atas tanah dasar yang telah dipadatkan. Lapisan-
lapisan tersebut berfungsi untuk menerima beban lalu lintas dan
menyebarkannya ke lapisan di bawahnya (Sukirman, 1999).
Pada umumnya struktur perkerasan lentur terdiri atas
lapis permukaan, lapis pondasi bawah, lapis pondasi atas, dan
tanah dasar seperti pada gambar di bawah.
Gambar 2.1 Susunan Lapis Perkerasan

2.5.2 Lendutan, Lendutan Balik, dan Lapis Tambahan


Lendutan merupakan pengukuran besarnya gerak turun
vertikal pada permukaan jalan akibat gaya di atasnya. Lendutan
balik adalah besarnya lendutan balik vertikal permukaan jalan
akibat dihilangkan bebas di atasnya. (Bina Marga 1983).
Pengukuran lendutan balik dengan menggunakan
Benkleman Beam dapat menunjukan kemungkinan perlunya
dilakukan overlay pada struktur lapis keras. Konstruksi jalan
yang mengalami penurunan nilai struktural perlu diberikan lapis
tambahan untuk dapat kembali mempunyai nilai kekuatan,
tingkat kenyamanan, tingkat kekedapan terhadap air, dan tingkat
kecepatannya mengalirkan air. (Sukirman, 1999).
Perancangan lapis tambahan adalah merencanakan tebal
lapisan yang ditambahkan pada perkerasan yang ada sehingga
menambah nilai struktural perkerasan dan memperpanjang umur
pelayanan (NAASRA, 1987).
Lendutan yang diakibatkan oleh peningkatan volume lalu
lintas dapat berkurang sampai lebih kecil dari lendutan yang di
izinkan dengan memberi lapis tambahan (Sukirman, 1999).
2.6 Metode Pavement Condition Index (PCI)
Penentuan strategi pemeliharaan jalan Cipasung –
Kutaagung/DayeuhLuhur dipilih metode PCI yaitu pemberian rating
untuk kondisi perkerasan dengan mengidentifikasi kondisi eksisting
berdasarkan jenis, tingkat dan luas kerusakan perkerasan yang terjadi
serta dapat digunakan untuk menjadi acuan dalam pemeliharaan.
Untuk menentukan nilai PCI, maka diperlukan survey langsung di
lokasi untuk penilaian kondisi perkerasan jalan tersebut.

2.7 Penilaian Kondisi Perkerasan Jalan Metode Pavement Condition


Index (PCI)
PCI dikembangkan oleh U.S Army Corp Of Engineer (Shahih
etal, 1976 – 1984) dipakai untuk mengukur tingkat perkerasan jalan
suatu perkerasan bandara, jalan, dan tempat parkir. Nilai PCI
diperoleh berdasarkan pengukuran yang seksama dan survey secara
visual. Nilai PCI ini mempunyai rentang 0 sampai 100 dengan kriteria
sempurna (excellent), sangat baik (verygood), baik (good), sedang
(fair), jelek (poor), sangat jelek (very poor) dan gagal (failed).

Gambar 2.2 Diagram Nilai Indeks Kondisi Perkerasan

1. Density (Kadar Kerusakan)


Density adalah persentase luasan dari suatu jenis kerusakan
terhadap luasan suatu unit segmen yang diukur dalam persegi. Nilai
density suatu jenis kerusakan dibedakan juga berdasarkan tingkat
kerusakannya. Rumus nilai Density adalah sebagai berikut :
𝐴𝑑 𝐿𝑑
Density = 𝑥 100% atau Density = 𝑥 100%
𝐴𝑠 𝐴𝑠

Dimana :
Ad : luas total jenis kerusakan untuk tiap tingkat kerusakan (m 2)
Ld : Panjang total jenis kerusakan untuk tiap angkat kerusakan (m)
As : Luas total unit segmen (m2)
2. Deduct Value (VD)
Deduct Value adalah nilai pengurangan untuk tiap jenis
kerusakan yang diperoleh dari kurva hubungan antara Density dan
Deduct Value. Deduct value juga dibedakan atas tingkat kerusakan
untuk tiap – tiap jenis kerusakan. Total Deduct Value (TDV) adalah
nilai total dari individual deduct value untuk setiap jenis kerusakan
dan tingkat kerusakan yang ada pada suatu unit penelitian.
Langkah – Langkah untuk menentukan deduct value adalah
sebagai berikut :
a. Jumlahkan total tiap tipe kerusakan pada masing – masing
tingkat keparahan.
b. Bagikan hasil perhitungan [a] dengan total ruas jalan dalam
persen.
c. Menentukan deduct value untuk masing – masing tipe kerusakan
dan kombinasi lanjut.
d. Jika hanya satu deduct value dengan nilai lebih besar dari dua
[2], maka total deduct value digunakan sebagai corrected deduct
value, jika tidak maka dilanjutkan pada tahap sebagai berikut ini.
e. Urutkan deduct value dari nilai terbesar. Menentukan nilai m
dengan menggunakan rumus :
m= 1 + (9/98) x (100 – HDV)
dimana :
m : Nilai izin deduct
HDV : Nilai tertinggi dari deduct
f. Masing – masing deduct value dikurangkan terhadap m. jika
jumlah nilai hasil pengurangan yang lebih kecil dari m ada, maka
semua deduct value dapat digunakan.
3. Total Deduct Value (TVD)
Total Deduct Value (TVD) adalah nilai total dari Individual
deduct value untuk tiap jenis kerusakan dan tingkat kerusakan yang
ada pada suatu unit penelitian.
4. Corrected Deduct Value (CVD)
a. Menentukan jumlah nilai deduct yang lebih besar dari q.
b. Menentukan nilai total deduct value dengan menjumlahkan tiap
nilai deduct.
c. Menentukan CDV dari perhitungan a dan b dengan
menggunakan kurva koreksi nilai deduct.
d. Nilai deduct terkecil dikurangkan terhadap [2] kemudian ulangi
Langkah [a] sampai [c] hingga memperoleh nilai q = 1.
e. CDV maksimum adalah CDV terbesar pada proses literasi
diatas.
5. Menghitung Nilai PCI
PCI = 100 – CDV
Kisaran nilai untuk metoda PCI bernomor diantara 0 untuk
kondisi perkerasan gagal (failed) sampai dengan angka 100 untuk
perkerasan yang sangat baik sekali (excellent). Rating penilaian
untuk PCI terdapat pada Guidelines and Procedures or Mintenance
of Airport Pavement (1982) seperti yang terlihat pada Gambar 2.36
perhitungan PCI berdasarkan atas hasil survey kondisi jalan secara
visual teridentifikasi dari tipe kerusakan dan kuantitasnya.
Gambar 2.3 Diagram Nilai Indeks Kondisi Perkerasan (PCI)

Setelah mendapatkan nilai kondisi, maka penelitian


dilanjutkan dengan menentukan strategi pemeliharaan berupa
peningkatan perkerasan jalan pada ruas jalan Cipasung –
Kutaagung/Dayeuhluhur.

2.8 Pemeliharaan Perkerasan Jalan


Asphalt Istitute MS-17 mengidentifikasi pemeliharaan sebagai
pekerjaan rutin untuk menjaga kondisi yang memadai perkerasan agar
sedikit mungkin masih dalam tingkat pelayanan yang memadai
sedangkan, rehabilitasi didefinisikan tidak lagi mampu memelihara
pelayanan lalu lintas yang memadai.

Pekerjaan pemeliharaan perkerasan jalan meliputi hal – hal


berikut (Hardiyanto, 2009)

1. Pemeliharaan permukaan perkerasan yang telah ada


2. Pelapisan tambahan yang dari tebal lapis tambahan (overlay)
nominal.
3. Penambahan dan perbaikan kerusakan kecil.
4. Pengisi rongga dibawah pelat beton (undersealing) dan
sebagainya.
Menurut Direktorat Jenderal Bina Marga (1995), kegiatan
pemeliharaan dibagi menjadi 2 kategori yaitu pemeliharaan rutin dan
pemeliharaan berkala.
1. Pemeliharaan rutin mencakup pekerjaan – pekerjaan perbaikan
kecil dan pekerjaan – pekerjaan rutin, yang umum dilaksanakan
pada jangka waktu yang teratur dalam satu tahun , seperti
penambalan permukaan, pemotongan rumput dan termasuk
pekerjaan – pekerjaan perbaikan untuk menjaga jalan tetap pada
kondisi yang baik
2. Pemeliharaan berkala merupakan pekerjaan yang mempunyai
frekuensi yang terencana lebih dari satu tahun pada salah satu
lokasi. Untuk jalan – jalan Kabupaten, pekerjaan ini terdiri dari
pembahasan lapis ulang pada jalan – jalan dengan lapis
permukaan dari aspal dan pemberian lapis ulang kerikil pada jalan
kerikil, termasuk pekerjaan menyiapkan permukaan.

2.9 PENGERTIAN BIAYA OPERASI KENDARAAN (BOK)


Biaya Operasi Kendaraan (BOK) merupakan salah satu
indikator penentuan tarif yang bisa digunakan sebagai dasar tarif
minimal, berdasarkan tarif minimal ini akan dianalisis lebih lanjut
sehingga bisa ditentukan layak tidaknya pengoperasian angkutan
kendaraan baik berupa angkot, truk, ojek dan yang lainnya.
2.9.1 Komponen Biaya Operasi Kendaraan
Biaya adalah sebagai dasar penentuan tarif jasa
transportasi, tingkat transportasi berdasarkan pada biaya
pelayanan yang terdiri dari biaya langsung dan biaya tidak
langsung.
Biaya Operasi Kendaraan adalah biaya yang dikeluarkan
untuk mengoperasikan kendaraan. Biaya operasi kendaraan
dipengaruhi oleh berbagai kondisi fisik jalan, geometrik, tipe
perkerasan, kecepatan operasi, dan berbagai jenis kendaraan.
Variabel penting yang mempengaruhi hasil perhitungan biaya
operasi kendaraan adalah biaya langsung dan biaya tidak
langsung. Oleh karena itu, untuk mendapatkan biaya yang
dikeluarkan dalam mengoperasikan kendaraan tersebut dengan
asumsi tertentu yang dianggap harus ada.
1. Biaya Langsung
Biaya langsung adalah jumlah biaya yang
diperhitungkan dalam produksi jasa angkutan secara garis
besar komponen biaya langsung sebagai berikut :
• Biaya penyusutan atau depresiasi
• Biaya bunga modal
• Biaya awak kendaraan
• Biaya BBM
• Biaya pemeliharaan atau reparasi kendaraan
• Biaya administrasi dan asuransi
2. Biaya Tidak Langsung
Biaya tidak langsung dapat dibagi menjadi beberapa
komponen sebagai berikut :
• Biaya administrasi kantor
• Biaya izin trayek
• Pajak bumi dan bangunan
• Biaya pegawai kantor
2.9.2 Metode Perhitungan Biaya Operasi Kendaraan
Ada beberapa metode Biaya Operasi Kendaraan (LPM-
IPB, 1997) sebagai berikut :
1. Biaya operasi kendaraan yang dihitung dengan menggunakan
metode dari Departemen Perhubungan, komponen-
komponennya lengkap dan sesuai dengan pengeluaran yang
dibutuhkan daam pengoperasian kendaraan.
2. Biaya operasi kendaraan yang dihitung dengan menggunakan
metode dari DLLAJ pada umumnya hampir sama dengan
metode Departemen Perhubungan namun ada komponen-
komponen biaya yang dimasukan hanya 50% dari biaya
sebenernya seperti : Biaya KIR kendaraan, Biaya retribusi
terminal dan Biaya izin trayek. Hal ini akan menyebabkan BOK
hasil perhitungan menjadi lebih kecil dari BOK yang
sebenernya.
3. Biaya operasi kendaraan yang dihitung dengan menggunakan
metode dari FSTPT (Forum Studi Transportasi Antar Perguruan
Tinggi) hampir sam dengan metode Departemen Perhubungan
namun komponen biayanya tidak selengkap pada metode
Departemen Perhubungan seperti : pada pemeliharaan
kendaraan tidak mencantumkan biaya untuk service besar dan
service kecil padahal pada kenyataannya kendaraan
memerlukan komponen biaya tersebut.
BAB III
METODE PENELITIAN

3.1 METODE PENELITIAN

Gambar 3.1 Kerangka Pemikiran


3.1.1 Desain Penelitian
Penelitian ini sebelumnya diawali dengan melakukan
study liberatur yang tujuannya untuk mendapatkan gambaran
seputar apa yang akan diteliti. Kemudian menetapkan ruas jalan
yang akan diteliti, melakukan survey penjagaan kondisi jalan
untuk mendapatkan data yang dibutuhkan. Dari data awal yang
terkumpul peneliti kemudian melakukan observasi ke lapangan
guna mendapatkan data akhir yang lebih falid untuk diolah
menggunakan penilaian indeks kondisi perkerasan.

3.1.2 Metode Penelitian Yang Digunakan


Survey ini menggunakan penilaian Pavement Condition
Index (PCI) untuk menilai kondisi perkerasan jalan berdasarkan
jenis, tingkat dan luas kerusakan perkerasan jalan.

3.1.3 Populasi dan Sampel


Populasi dan Sampel dalam penulisan skipsi ini meliputi
objek di lokasi penilaian perkerasan jalan ditinjau dari keadaan
ruas jalan. Sedangkan untuk sampel dilakukan dengan cara
penilaian Pavement Condition Index (PCI) pada setiap 200 meter
dan kemudian dikelompokan menurut jenis, tingkat kerusakan
perkerasan dan penanganannya dengan indeks kondisi
perkerasan Pavement Condition Index (PCI).

3.1.4 Jenis dan Sumber Data


Macam jenis dan sumber data sebagai berikut :
1. Pengumpulan Data Primer
Pada penelitian ini pengumpulan data primer yaitu
dengan melakukan survey lapangan yang dilakukan untuk
meninjau langsung ke tempat penelitian.
2. Pengumpulan Data Sekunder
- Metode Study Lentur
Proses pengumpulan data yang berasal dari referensi
buku, jurnal yang ada dalam internet yang ada
hubungannya dengan penilaian Pavement Condition Index
(PCI) dan instansi terkait seperti UPTD pengelolaan jalan
dan jembatan Wilayah Pelayanan V Dinas Bina Marga dan
Penataan Ruang.
- Metode Dokumentasi
Pengumpulan data meliputi dokumentasi yang
direncanakan oleh penulis pada objek yang diteliti,
dokumentasi tersebut didapatkan dari kamera yang
digunakan untuk membantu pengumpulan data.

3.1.5 Teknik Pengumpulan Data


Agar didapat data yang dapat diuji kebenarannya,
relevan, dan lengkap. Maka penulis menggunakan metode atau
teknik dalam pengumpulan data. Metode pengumpulan data
tersebut yang digunakan penulisan dalam penelitian ini adalah :
1. Studi Lapangan
Meninjau langsung di lapangan agar memperoleh data
dan informasi dengan cara :
a. Observasi yaitu melihat dan mengamati serta mencatat
secara langsung di lapangan untuk mendapatkan data dan
informasi yang akurat.
b. Mengajukan pertanyaan kepada pihak terkait mengenai
hal-hal yang berkaitan dengan pokok pembahasan.
2. Studi Perpustakaan
Pengumpulan data yang relevan secara teoritis melalui
sumber yang berkaitan dengan pokok pembahasan.
3. Analisi Data
Menganalisis data yang telah terkumpul kemudian
disusun dan disajikan kembali untuk memberikan gambaran
yang jelas mengenai pokok pembahasan.

3.1.6 Metode Analisa Data


Hasil survey yang berupa data jenis perkerasan jalan dan
tingkat kerusakan perkerasan jalan kemudian dianalisis
sehingga dapat ditentukan nilai Pavement Condition Index (PCI)
suatu ruas jalan dan kemudoian dapat dikategorikan
tingkatannya. Setelah itu dapat ditentukan jenis penanganan
permasalahan tersebut dan dapat diketahui penyebab
perkerasan jalan tersebut.

3.2 LOKASI DAN WAKTU PELAKSANAAN


3.2.1 Lokasi Penelitian
Lokasi penelitian adalah pada ruas jalan Cilebak –
Subang merupakan jalan provinsi dengan fungsi sebagai jalan
kolektor. Jalan Cilebak – Subang sepanjang 8.8 Km terletak di
Kabupaten Kuningan. Jalan Cilebak merupakan jalan yang
menghubungkan dengan jalan Subang.

Gambar 3.2 Lokasi Penelitian


3.2.2 Jadwal Penelitian
Survey dilakukan pada bulan juni sampai bulan juli
dengan penilaian Pavement Condition Index (PCI). Lokasi dan
Waktu pengambilan data sebagai berikut :
WAKTU PELAKSANAAN
NO URUTAN KEGIATAN
JUNI JULI
1 Pengumpulan Data
2 Survey Awal
3 Pengambilan Data
Tabel 3.1 Jadwal Pelaksanaan

Anda mungkin juga menyukai