Anda di halaman 1dari 5

Kejujuran, Moral dan Etika

09 Oct @Kolom

Minggu yang lalu, saya tersentak, begitu membaca sebuah


tulisan teman di salah satu media sosial. Saya berpendapat
bahwa tulisan ini wajib saya bagikan lagi, agar lebih banyak
lagi orang yang membaca dan mengetahuinya, sehingga
orang yang membacanya dapat memahaminya dan
menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari Tulisan ini
sangat penting untuk dibaca !!!!!

Pesan moral yang sangat berharga bisa kita petik dari kisah
nyata ini. Karena penyesalan selalu dating terlambat, ketika
nasi sudah menjadi bubur, atau kadang saat peristiwa buruk
telah terjadi, barulah kita menyadari.

Kutipan penying dari cerita ini, “Boleh Pintar, tapi Integritas


dan Kejujuran lebih penting”

Ceritanya begini:

Dua belas tahun silam, seorang wanita dari Asia (tak usah
sebut nama negaranya) datang ke Perancis untuk kuliah di
salah satu universitas terkenal di Paris. Dia memang cerdas,
dan bahasa Inggrisnya juga sangat baik, sehingga ia lulus
seleksi.

Sejak mulai kuliah hari pertama, dia memperhatikan bahwa


sistrem transportasi di Paris menggunakan system
otommatis. Artinya kita beli tiket sesuai dengan tujuan
melalui mesin.

Setiap perhentian kendaraan memakai cara *_self-service_*


dan jarang sekali diperiksa petugas. Bahkan pemeriksaan
insidentiloleh petugas pun hamper tidak ada, karena bukan
manajemennya buruk, tapi unsur *_trust*_ dan tertib social di
system transportasi kota Paris memang sudah baik.
Akhirnya lama-kelamaan dia menemukan kelemahan dari
system ini. Dan dengan kelihaiannya itu dia bisa naik
transportasi umum tanpa harus beli tiket dan dia sudah
memperhitungkan kemungkinan tertangkap petugas karena
tidak beli tiket sangat kecil. Sejak itu dia selalu naik
kendaraan umum dengan tidak membayat tiket

Ia justru menganggapnya sebagai salah satu cara


penghematan sebagai mahasiswa miskin yang dengan cara
apapun kalau bisa irit, ya diirit. Dia bahkan merasa bangga
karena dianggapnya itu sebagai sebuah kehebatan yang bisa
dilakuku oleh sembarang orang,

Empat tahun berlalu, perempuan muda itu pun tamat dengan


nilai _cum laude_ dari fakultas faforit dan universitas
ternama di Paris dengan angka indeks prestasi kumulatif
(IPK) yang sangat bagus.

Hal itu membuat dirinya penuh percaya diri.

Setelah di wisuda, gadis itupun mulai mengajukan aplikasi


surat lamaran kerja ke beberapa perusahaan ternama di
Paris. Pada mulanya, semua perusahaan yang dikirimi surat
lamaran via email merespon dengan sangat baik karena
IPKnya yang tinggi dan lulusan universitas top di Paris.

Tetapi beberapa hari kemudian, semua perusahaan


menolaknya dengan berbagai alas an. Hal ini terus terjadi
berulang kali sampai akhirnya membuatnya merasa jengkel
dan marah.

Dia bahkan sampai menuding perusahaan-perusahaan itu


rasis karena tidak mau menerima warga Negara asing meski
lulus _cum laude_ dari universitas ternama di Paris.

Akhirnya pada suatu hari, karena penasaran bercampur


dongkol ia memutuskan untuk mengadukannya ke
departemen tenaga kerja di paris Perancis.
Dia ingin melapor sekaligus ingin tahu kenapa perusahaan-
perusahaan tersebut menolaknya, tapi, ketika bertemu
dengan salah satu manager di kantor Depnaker Paris
tersebut ia mendapatkan penjelasan di luar perkiraannya.
Berikut adalah dialog mereka:

*manager*: nona, kami tidak rasis, sebaliknya kami sangat


mementingkan anda.

Pada saat anda mengajukan aplikasi pekerjaan di


perusahaan, kami sangat terkesan dengan nilai akademis
dan pencapaian anda.

Sesungguhnya, berdasarkan kemampuan, anda sebenarnya


adalah golongan pekerja yang kami cari-cari”.

*Nona*:

Kalau begitu kenapa perusahaan-perusahaan tersebut tidak


menerima saya bekerja?

*Manager*

Jadi begini, setelah kami periksa di *database* kami


menemukan data bahwa nona pernah tiga kali kena sanksi
tidak membaya tiket saat naik kendaraan umum.

*Nona*

(Kaget): ya saya mengakuinya, tapi apakah karena “perkara


kecil”tersebut semua perusahaan menolak saya?

*Manager*

Perkara kecil?

Kami tidak menganggap itu perkara kecil nona.

Kami lihat di database, anda pertama kali melanggar hukum,


terjadi di minggu pertama anda masuk Negara ini.
Saat itu petugas percaya dengan penjelasan anda, bahwa
anda masih

belum mengerti system transportasi umum di sini. Itu


sebabnya kesalahan tersebut diampuni. Namun anda
tertangkap dua kali setelah itu.

*Nona*

Oh, waktu itu karena tidak ada uang kecil saja.

*Manager*

Tidak, tidak. Kami tidak bisa menerima penjelasan anda.

Jangan anggap kami bodoh, kami yaki anda telah


melakukannya ratusan kali sebelum tertangkap.

Nona*

Well, baiklah, tapi itu kan “bukan kesalahan mematikan….?.


kenapa harus begitu serius lain kali saya perbaiki dan
berubah, kan masih bisa.

*Manager*

Maaf. Kami tidak menganggap demikian nona, perbuatan


anda membuktikan dua hal: pertama: “anda tidak mau
mengikuti peraturan yang ada. Anda pintar mencari
kelemahandalam memanfaatkannya bagi

diri sendiri.

Kedua “anda tidak bisa dipercaya

*Nona*

Banyak pekerjaan di berbagai perusahaan di Negara


Perancis, tergantung pada kepercayaan atau “trust”. Jika
anda diberikan tanggung jawab atau tugas di suatu wilayah,
maka anda akan diberikan kuasa yang besar, karena
efisiensi biaya, maka kami tidak akan memakai system
control untuk mengawasi pekerjaanmu.

Hampir semua perusahaan besar di Paris ini mirip dengan


system transportasi di negeri ini., oleh sebab itu. Kami tidak
bisa menerima anda, nona. Dan saya berani katakana, di
Negara kami, bahkan seluruh Eropa tidak aka nada
perusahaan yang mau menggunakan jasa anda.

Pada saat itu wanita ini seperti tertampar, dan terbangun


dari mimpinya dan merasa sangat menyesal. Tapi
penyesalan selalu dating terlambat ketika nai setelah
menjadi bubur dan peristiwa buruk telah terjadi.

Perkataan manager yang terakhir membuat hatinya bergetar


dan sangat menyesal. Ia akhirnya terdiam seribu bahasa
tidak bisa berkata apapun.

Semoga ini menjadi pelajaran bagi kita bersama

Sawahladuang, 09102020

Anda mungkin juga menyukai