Anda di halaman 1dari 2

Nama : Cressensia Tasya Nana Ella

NIM : A1012211069

Kelas : C PPAPK

Mata Kuliah : Hukum Pidana di Luar Kodifikasi

Dosen Pengampu : Parulian Siagian , SH, M.Hum

Mega Fitri Hertini , SH.,MH

Judul : UU Nomor 21 Tahun 2007 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang

Permasalahan : Bagaimana perlindungan hukum bagi korban dari tindak pidana human
trafficking ?

Pembahasan : Dengan di sahnya UU No. 21 Tahun 2007 Tentang Pemberantasan Tindak


Pidana Perdagangan Orang di Indonesia menjadi secercah harapan bagi korban tindak
perdagangan manusia untuk mendapatkan hak-haknya sebagai korban menurut hukum. Pasal
43 sampai dengan pasal 45 menerangkan mengenai hak korban dan saksi perdagangan orang.
Hak yang diberikan oleh Undang-Undang kepada korban meliputi:

1. Hak memakai segala upaya hukum yang berlaku


2. Hak memperoleh kompensasi atas segala perlakuan yang telah membuatnya menderita
3. Hak memperoleh penasihat hukum
4. Hak menolak kompensasi jika tidak membutuhkannya
5. Hak memperoleh perlindungan hukum apabila diancam oleh pelaku
6. Hak kompensasi yang diberikan kepada ahli waris apabila korban tindak pidana
perdagangan orang meninggal
7. Hak menolak untuk memberikan kesaksian apabila hal tersebut dirasa membahayakan
nyawanya
8. Hak memperoleh rehabilitasi dan pembinaan
9. Hak untuk memperoleh kembali apa yang seharusnya menjadi miliknya

Perlindungan hukum bagi korban juga meliputi hak-hak seperti: Hak memperoleh restitusi;
dan Hak terjaganya identitas korban.
Nama : Cressensia Tasya Nana Ella

NIM : A1012211069

Kelas : C PPAPK

Mata Kuliah : Hukum Pidana di Luar Kodifikasi

Dosen Pengampu : Parulian Siagian , SH, M.Hum

Mega Fitri Hertini , SH.,MH

Judul : UU No. 19 Tahun 2016 Tentang ITE

Permasalahan : Pasal apa saja yang ada dalam UU ITE dan perbuatan apa yang dilarang dalam
UU ITE ?

Pembahasan : Pasal-Pasal yang ada Dalam UU ITE : Menurut laporan dari Institute for
Criminal Justice Reform, ada sebuah problematika di dalam pasal 27 ayat 3 dan pasal 45 ayat
1 UU ITE . Sebab, sejumlah istilah yang ada di dalam pasal itu, seperti halnya tentang
mendistribusikan dan transmisi, adalah beberapa istilah teknis yang di dalam praktiknya tidak
sama dengan yang ada di dalam dunia teknologi informasi ataupun dunia nyata. Adapun model
rumusan delik di dalam pasal 27 ayat 3 dan pasal 45 ayat 1 UU ITE memberikan konsekuensi
sendiri karena pada praktiknya juga pengadilan akan memutuskan secara berbeda-beda pada
rumusan delik tersebut. Sementara menurut gagasan dari Southeast Asia Freedom of
Expression Network, ada beberapa persoalan yang ada di dalam UU ITE yaitu pada pasal 27
sampai pasal 29 UU ITE di dalam bab kejahatan siber dan juga pada pasal 26, pasal 36, pasal
40, dan pasal 45. Persoalan yang ada di dalam pasal tersebut diantaranya yaitu tentang
penafsiran hukum. Yang mana rumusan pasal-pasal di dalam UU ITE tersebut tidak ketat atau
karet. Serta di dalamnya juga menimbulkan ketidakpastian hukum atau multitafsir dan tidak
tepat. Tak hanya itu saja, di dalam penerapannya, aparat penegak hukum yang ada di lapangan
banyak yang kurang pemahaman. Kemudian yang terakhir adalah tentang dampak sosial yang
diberikan. Dimana pasal tersebut bisa menimbulkan konsekuensi negatif seperti barter kasus,
ajang balas dendam, alat shock therapy dan juga memberikan chilling effect. Perbuatan yang
Dilarang dalam UU ITE : Menyebarkan Video Asusila; Judi Online; Pencemaran Nama
Baik; Pengancaman dan Pemerasan; Ujaran Kebencian; Teror Online; Meretas Akun Media
Sosial Orang Lain; dan Menyebarkan Berita Bohong atau Hoax.

Anda mungkin juga menyukai