ARTIKEL
ARTIKEL
DIGITAL
Diantaranya penggunaan bukti digital dalam perkara pidana. KUHAP saat ini
belum mengatur secara khusus tentang prosedur penanganannya. Padahal
berdasarkan UU No. 11 Tahun 2008 tentang ITE, bukti digital sudah diakui dan
dapat digunakan di persidangan dengan syarat sebagaimana diatur di dalam
Pasal 6 UU ITE, bahwa “bukti digital sah apabila dapat diakses, ditampilkan,
dijamin keutuhannya dan dapat dipertanggungjawabkan”. Oleh karena itu
aturan mengenai prosedur penanganan bukti digital sangatlah penting guna
memenuhi syarat tersebut. Dalam lingkup internasional, telah ada beberapa
instrumen seperti ACPO/NPCC Good Practice Guide for Computer-Based
Electronic Evidence, NIST 800-86 Guide to Integrating Forensic Techniques
into Incident Response, NCJ 199408 dan ISO 27037:2012-Guidelines for
Identification, Collection, Acquisition and Preservation of Digital Evidence,
yang memberikan prinsip-prinsip dasar penanganan bukti digital yaitu
Personil yang Kompeten, Chain of Custody (CoC) dan Kepatuhan Hukum yang
menjadi syarat demi terpenuhinya prinsip Integritas dari bukti digital.
Salah satu prinsip yang penting tersebut adalah CoC, yang didefinisikan
sebagai dokumen yang dapat mengidentifikasi perpindahan dan penangangan
bukti secara kronologis. Artinya segala tindakan yang dilakukan atas bukti
digital harus terdokumentasi lengkap, sehingga dapat dipastikan bahwa bukti
digital tidak mengalami perubahan sejak pertama kali diakuisisi hingga
dipresentasi di persidangan. Karena itu diperlukan suatu instrumen agar CoC
tersedia dengan baik dan benar. Saat ini terdapat teknologi yang dinilai
mampu mendukungnya yaitu Blockchain.
BLOCKCHAIN
Apabila ada pihak lain (stranger/hacker) yang mencoba mengubah isi data
pada salah satu blok, maka blok-blok lain yang terhubung akan mendeteksi
dan memvalidasinya dengan konsep konsensus, hasilnya data yang akan
digunakan (valid) adalah data mayoritas yang ada dari seluruh blok yang
terhubung.
BLOCKCHAIN-BASED CoC