I. PENDAHULUAN
Rasio Gini adalah ukuran yang dapat menggambarkan sejauh mana distribusi
pendapatan di dalam suatu negara atau wilayah itu merata atau tidak merata. Rasio Gini telah
lama digunakan sebagai indikator untuk mengukur tingkat ketimpangan distribusi pendapatan
dalam suatu negara. Semakin tinggi rasio Gini, semakin besar ketimpangan dalam distribusi
pendapatan. Rasio Gini biasanya berkisar antara 0 dan 1, di mana 0 menunjukkan distribusi
yang sempurna merata dan 1 menunjukkan ketidakmerataan yang sempurna (M.Anas dkk,
2019).
Selain Rasio Gini , tingkat pendapatan suatu negara merupakan faktor penting yang
mencerminkan kesejahteraan ekonomi masyarakatnya. Ketimpangan pendapatan yang tinggi
dapat menimbulkan dampak negatif yang luas bagi suatu negara. Hal ini dapat merusak
stabilitas sosial, meningkatkan ketegangan antar kelompok, dan menghambat pertumbuhan
ekonomi jangka panjang. Negara-negara dengan tingkat Rasio Gini yang tinggi mungkin
menghadapi tantangan dalam menyediakan akses yang adil terhadap pelayanan kesehatan,
pendidikan, dan peluang ekonomi bagi seluruh penduduknya. Sebaliknya, negara dengan
Rasio Gini yang lebih rendah cenderung memiliki distribusi pendapatan yang lebih merata.
Hal ini dapat mengurangi ketegangan sosial, meningkatkan stabilitas, dan mendukung
pertumbuhan ekonomi yang lebih berkelanjutan karena lebih banyak orang memiliki akses
terhadap peluang ekonomi dan sumber daya.
Pentingnya Rasio Gini, maka diperlukan adanya analisis hubungan Rasio Gini dengan
tingkat pendapatan suatu negara. Hal ini sangat penting dalam memahami kesenjangan
ekonomi dan pertumbuhan ekonomi suatu negara karena mencerminkan seberapa adil atau
tidak adil distribusi kekayaaan di antara penduduknya. Analisis ini mengkaji bagaimana
Rasio Gini sebagai indikator ketimpangan pendapatan dan mempengaruhi tingkat pendapatan
suatu negara. Analisis yang digunakan yaitu metode regresi multivariat data kualitatif guna
menyelidiki hubungan kompleks antara variabel dependen (tingkat pendapatan negara),
variabel independen (rasio Gini), dan variabel kontrol lain. Variabel lainnya digunakan untuk
menggambarkan dampak dan informasi tambahan yang mungkin menjadi penentu penting
dinamisme perekonomian suatu negara. Dengan begitu, analisis ini memberikan informasi
kepada pembuat kebijakan ekonomi, organisasi internasional, dan peneliti mengenai
faktor-faktor utama yang mempengaruhi kesenjangan ekonomi dalam mencapai pertumbuhan
ekonomi yang lebih besar serta keberlanjutan.
Dalam analisis regresi diatas, peneliti menggunakan metode tobit untuk memeriksa
hubungan antara variabel Gini sebagai variabel terikat yang memiliki rentang nilai antara 0
dan 100. Estimasi menggunakan model Tobit ini bertujuan untuk menjelaskan bagaimana
variabel-variabel seperti indeks harga konsumen, tingkat pengangguran, kepadatan penduduk,
dan nilai tukar riil efektif (Reer) mempengaruhi rasio Gini. Hasil dari analisis regresi tobit
yaitu:
1. Hasil uji signifikansi secara parsial menunjukkan bahwa variabel Indeks Harga
Konsumen (CPI) memiliki nilai p-value sebesar 0.120 (p-value > α), yang
menandakan bahwa secara parsial, variabel CPI tidak berpengaruh secara signifikan
terhadap variabel rasio Gini. Koefisien untuk variabel CPI adalah 0.13678, yang dapat
diinterpretasikan ketika variabel CPI meningkat satu satuan, dengan asumsi kondisi
lain tetap, rasio Gini akan mengalami peningkatan sebesar 0.13678.
2. Hasil pengujian secara parsial menunjukkan bahwa variabel pengangguran (Unemp)
memiliki nilai p-value sebesar 0.105 (p-value > α). Nilai ini menunjukan bahwa
secara parsial, variabel Pengangguran tidak memiliki pengaruh yang signifikan
terhadap variabel rasio Gini. Koefisien untuk variabel Pengangguran adalah
0.1515325, yang dapat diinterpretasikan ketika nilai variabel Pengangguran naik satu
satuan, dengan asumsi kondisi lain tetap, rasio Gini akan meningkat sebesar
0.1515325.
3. Hasil analisis menunjukkan bahwa variabel Kepadatan Penduduk (Density) memiliki
nilai p-value sebesar 0.003 (p-value < α). Nilai ini menunjukkan bahwa variabel
Density memiliki pengaruh yang signifikan secara parsial terhadap variabel rasio
Gini. Koefisien untuk variabel Density adalah -0.0053177, yang dapat
diinterpretasikan ketika nilai variabel Density naik satu satuan, dengan asumsi kondisi
lain tetap, rasio Gini akan mengalami penurunan sebesar 0.0053177.
4. Hasil analisis menunjukkan bahwa variabel Nilai Tukar Efektif Riil (Reer) memiliki
nilai p-value sebesar 0.376 (p-value > α), yang menandakan bahwa variabel Reer
tidak memiliki pengaruh yang signifikan secara parsial terhadap variabel rasio Gini.
Koefisien untuk variabel Reer adalah 0.0270034, yang dapat diinterpretasikan ketika
nilai variabel Reer naik satu satuan, dengan asumsi kondisi lain tetap, rasio Gini akan
mengalami kenaikan sebesar 0.0270034.
Dalam analisis regresi di atas, model probit digunakan karena variabel dependennya,
yaitu pendapatan, terdiri dari variabel dummy yang memetakan kategori pendapatan seperti:
1 = High income
2 = Low income
3 = Lower middle income
4 = Upper middle income
Regresi ini bertujuan untuk menguji pengaruh rasio Gini terhadap kategori-kategori tingkat
pendapatan negara. Dalam model regresi multinomial probit, kategori "High income" dipilih
sebagai kategori dasar untuk perbandingan dengan kategori lainnya dalam variabel dependen.
Oleh karena itu, koefisien variabel independen dalam model tersebut diinterpretasikan
sebagai perubahan dalam probabilitas berpindah ke kategori lain selain "High income" jika
nilai variabel independen tersebut naik satu satuan. Ini memungkinkan interpretasi yang lebih
spesifik terhadap pengaruh variabel independen terhadap pilihan kategori pendapatan yang
berbeda. Hasil dari analisis regresi probit yaitu:
1. Koefisien variabel Gini pada kategori "Low income" adalah positif dan memiliki
signifikansi statistik terhadap tingkat pendapatan negara. Ini mengindikasikan bahwa
semakin tinggi nilai Gini, semakin besar kemungkinan negara masuk dalam kategori
"Low income". Dengan demikian, setiap peningkatan satu satuan pada Gini rasio akan
meningkatkan probabilitas negara berada dalam kategori "Low income" sebesar
0.1346648.
2. Koefisien variabel Gini pada kategori "Lower middle income" adalah positif dan
secara statistik signifikan terhadap tingkat pendapatan negara. Ini menandakan bahwa
semakin tinggi nilai Gini, semakin besar kemungkinan negara masuk dalam kategori
"Lower middle income". Dengan demikian, setiap kenaikan satu satuan pada Gini
rasio akan meningkatkan probabilitas negara berada dalam kategori "Lower middle
income" sebesar 0.1035193.
3. Koefisien variabel Gini pada kategori "Upper middle income" adalah positif dan
memiliki signifikansi statistik terhadap tingkat pendapatan negara. Ini
mengindikasikan bahwa semakin tinggi nilai Gini, semakin besar kemungkinan
negara berada dalam kategori "Upper middle income". Dengan demikian, setiap
kenaikan satu satuan pada Gini rasio akan meningkatkan probabilitas negara berada
dalam kategori "Upper middle income" sebesar 0.17989.
IV. KESIMPULAN
Hasil analisis regresi tobit dan probit menunjukkan perbedaan dalam signifikansi
variabel independen terhadap gini rasio. Meskipun regresi tobit menunjukkan bahwa hanya
kepadatan penduduk yang signifikan secara parsial mempengaruhi gini rasio, probabilitas
chi-squared menunjukkan signifikansi secara keseluruhan dari variabel independen terhadap
gini rasio.
Dalam regresi tobit, koefisien positif dari variabel CPI, tingkat pengangguran
(unemp), dan nilai tukar riil efektif (Reer) menandakan bahwa peningkatan dalam variabel ini
akan meningkatkan gini rasio, kecuali pada kepadatan penduduk yang memiliki koefisien
negatif.
Sementara pada regresi probit, dengan memilih "high income" sebagai basis, fokus
interpretasi tertuju pada kategori lainnya, yaitu "Low income," "Lower middle income," dan
"Upper middle income." Semua kategori tersebut menunjukkan bahwa pengaruh gini rasio
terhadap pendapatan positif dan signifikan.
DAFTAR PUSTAKA
Anas, M., Lilia, P,R., Dian, L. 2019. Potret Ketimpangan Distribusi Pendapatan di Indonesia
Tahun 2018 Dengan Indikator Rasio Gini Kurva Lorentz, dan Ukuran Bank Dunia.
Manajemen Ekonomi dan Akuntansi. 3(1); 72-83.