Oleh:
Nurrahmat Hanif (Fakultas Teknik)
Tsabita Cahya Qur’ani (Fakultas Ilmu Budaya)
TIM CANVAS
UNIVERSITAS DIPONEGORO
1. Jiwakita
1. 1. Tentang Aplikasi
Jiwakita adalah aplikasi kesehatan mental dengan fitur all-rounder yang
mencakup kebutuhan layanan kesehatan mental bagi pengguna. Dengan menggunakan
fitur-fitur versatile dan pendekatan yang holistik, Jiwakita memberikan solusi yang
dapat diakses oleh semua orang untuk meningkatkan kesejahteraan mental mereka.
Aplikasi ini tidak hanya memberikan akses konsultasi tetapi juga menawarkan
dukungan sosial yang kuat melalui komunitas online yang aktif. Selain itu, Jiwakita
menyediakan berbagai panduan meditasi dan fitur relaksasi yang dapat membantu
pengguna menemukan ketenangan dalam diri mereka sendiri. Bersama Jiwakita, kita
dapat menjaga pentingnya kesehatan mental dan memberikan perhatian yang layak
untuk menjaga jiwa kita tetap sehat dan bahagia.
1. 2. Filosofi
Filosofi di balik nama aplikasi "Jiwakita" mencerminkan gagasan yang dalam
tentang kesehatan mental dan kesejahteraan individu. Jiwa adalah aspek paling dalam
dan esensial dari individu. Ini mencakup emosi, pemikiran, perasaan, dan kesadaran.
Dalam konteks kesehatan mental, jiwa merujuk pada kesejahteraan batin seseorang.
Nama "Jiwakita" menunjukkan pentingnya merawat dan memahami jiwa kita sendiri.
Kata "Kita" menekankan bahwa aplikasi ini berfokus pada masyarakat dan individu
secara bersama-sama. Ini menciptakan nuansa inklusif, menunjukkan bahwa kita semua
memiliki tanggung jawab bersama untuk merawat kesehatan mental kita sendiri dan
juga mendukung kesejahteraan mental orang lain.
2. Latar Belakang
Mental health atau kesehatan mental merupakan suatu kondisi mental dan
psikologis seseorang dalam keadaan yang baik. Dikutip dari World Health Organization
(WHO), bahwa kesehatan mental adalah “a state of mental well-being that enables
people to cope with the stresses of life, realize their abilities, learn well and work well,
and contribute to their community” atau merupakan suatu keadaan mental seseorang
dalam kondisi yang baik dimana ia dapat mengatasi tekanan hidup, mengetahui
kemampuannya, belajar dan bekerja dengan baik, serta berkontribusi pada
komunitasnya.
Menjaga kesehatan mental merupakan keharusan bagi setiap manusia.
Berbagai faktor dapat mempengaruhi keadaan mental seseorang, baik ke arah positif
maupun ke arah negatif. Faktor-faktor tersebut yaitu faktor biologis, faktor psikologis,
serta faktor lingkungan dan budaya. Faktor biologis dapat berupa faktor genetik. Faktor
psikologis berhubungan dengan proses-proses dalam fase kehidupan. Adapun faktor
lingkungan dan budaya merupakan faktor yang mempengaruhi seseorang melalui
orang-orang di sekitarnya dan melalui pergaulannya. Apabila faktor-faktor ini
kemudian memberikan dampak negatif, maka kesehatan mental seseorang akan
menjadi kurang baik, dan memungkinkan seseorang untuk memiliki gangguan mental.
Gangguan mental diantaranya adalah gangguan kecemasan, gangguan mood, gangguan
psikotik, gangguan makan, gangguan kepribadian, depresi, dan masih banyak yang
lainnya.
Kesehatan mental menjadi perhatian utama publik sejak beberapa tahun
kebelakang. Hal ini salah satunya dikarenakan terjadinya Pandemi COVID-19 yang
memperparah kesehatan mental masyarakat, terutama para remaja. Psikiater Dr. dr.
Hervita Diatri, Sp.KJ mengatakan bahwa survey menyebutkan 1 dari 5 orang di
Indonesia dari usia 15 sampai 29 tahun terpikir untuk mengakhiri hidup dan setelah 1
tahun pasca pandemi oleh survei yang berbeda didapatkan data 2 dari 5 orang
memikirkan untuk bunuh diri, kemudian pada awal 2022 itu sekitar 1 dari 2 orang yang
memikirkan untuk mengakhiri hidup. Hal ini menunjukkan bahwa pandemi ini
membuat tingkat bunuh diri meningkat. Sebuah survei yang dilakukan oleh Indonesia-
National Adolescent Mental Health pada tahun 2022 menunjukkan bahwa 34,5%
(sekitar 15,5 juta) remaja mengalami masalah mental dan 5,5% (sekitar 2,45 juta)
remaja lainnya mengalami gangguan mental, dan dari jumlah tersebut, hanya 2,6
persennya yang melakukan konseling.
Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) pada tahun 2018 mengungkapkan
bahwa di Indonesia, lebih dari 19 juta orang yang berusia di atas 15 tahun menderita
gangguan mental emosional dan lebih dari 12 juta orang yang berusia di atas 15 tahun
menderita depresi. Angka yang ditunjukkan oleh data-data ini tidak rendah. Jumlah
masyarakat yang mengalami gangguan mental didominasi oleh remaja. Oleh karena itu,
penting bagi masyarakat untuk menyadari dan meningkatkan kepedulian terhadap
kesehatan mental.
Kesadaran tentang kesehatan mental ini tentu sudah mengalami peningkatan
dari tahun ke tahun. Namun, kesadaran masyarakat ini masih tidak diikuti dengan
keinginan untuk menindaklanjutinya. Sebagaimana yang kita ketahui bahwa stigma
masyarakat Indonesia terhadap orang yang pergi ke psikolog atau psikiater, sehingga
ini menyebabkan ketidak inginan bagi mereka yang ingin memeriksakan diri mereka
karena mereka khawatir dengan tanggapan sekitarnya.
Sebuah artikel jurnal menunjukkan hasil survei terhadap mahasiswa dan
menyatakan bahwa sebanyak 83,3% responden menyatakan belum pernah
berkonsultasi dengan psikolog, namun sebanyak 20,8% responden menyatakan pernah
mengalami gangguan kesehatan mental. Di sisi lain, keinginan untuk memantau
masalah kesehatan jiwa cukup rendah yaitu sebesar 64,7%, berbanding terbalik dengan
pengetahuan mereka yang relatif tinggi. Maka dari itu, sosialisasi terkait pentingnya
mental health diperlukan. Pengenalan serta penjelasan tentang hal-hal yang
berhubungan dengan kesehatan mental harus dilakukan secara luas. Dengan adanya
perkembangan teknologi, penyebaran informasi semakin mudah dan memberikan
keleluasan bagi para masyarakat untuk mengaksesnya.
Oleh karena itu, pemanfaatan atas perkembangan teknologi ini harus dilakukan
dengan sebaik-baiknya. Salah satunya adalah dengan membuat media yang membantu
menyebarluaskan tentang kesehatan mental serta memberikan dan menyediakan
kemudahan akses terhadap layanan kesehatan mental. Media berupa aplikasi
merupakan media yang tepat untuk merealisasikan hal tersebut. Dengan adanya aplikasi
kesehatan yang terkhusus untuk kesehatan mental, diharapkan dapat
mengkampanyekan mental health dan memberikan kemudahan fasilitas yang
diperlukan oleh setiap orang sehingga semua masyarakat dapat mengakses dan
menggunakannya dimana saja dan kapan saja.
3. 2. Hasil
1. Terciptanya platform user friendly yang mampu menunjang kebutuhan pelayanan
kesehatan mental.
2. Kemudahan akses masyarakat dalam pelayanan kesehatan mental.
3. Terciptanya lingkungan yang sehat dengan masyarakat yang lebih terbuka dan
menyadari pentingnya kesehatan mental.
4. Program yang mengakomodasi pengguna untuk menebus obat secara online
4. Spesifikasi Tools
4. 1. Figma
Figma adalah alat desain interface pengguna kolaboratif berbasis browser yang
memungkinkan pengguna bekerja sama untuk membuat prototype yang dinamis dan
interaktif. Pada aplikasi ini, figma digunakan untuk wireframing dan membuat high-
fidelity prototype sebagai hasil akhir dari prototype.
4. 2. Maze
Maze adalah platform pengujian cepat terkemuka yang membantu tim agile
untuk menguji, belajar, dan bertindak dengan cepat. Platform ini memungkinkan
product team dan marketing team untuk menguji pengalaman pengguna dari jarak jauh
dan berkolaborasi dalam proyek melalui portal terpadu. Administrator dapat melihat
hasilnya diubah menjadi data yang dapat ditindaklanjuti dan diukur. Dengan Maze, tim
dapat menguji prototype, konsep, campaign, dan banyak lagi.
Maze digunakan dalam tahap usability testing quantitative untuk mengukur
parameter penting dalam testing seperti direct success, miss click rate, keberhasilan
path, dan lain-lain. Prototype figma di-embed ke dalam Maze untuk membuat path-
path testing dan kemudian data akan dikumpulkan untuk mempertimbangkan evaluasi
pada desain aplikasi.
5. User Centered Design
User Centered Design (UCD) adalah metode dalam suatu perancangan desain
yang berfokus pada kebutuhan user. Dalam kaitannya dengan Sistem Informasi, User
Centered Design merupakan bagian dari SDLC (System Development Life Cycle),
sehingga desain aplikasi yang dikembangkan melalui UCD akan dioptimalkan dan
fokus pada kebutuhan end-user sehingga diharapkan aplikasi yang akan mengikuti
kebutuhan user dan user tidak perlu mengubah perilaku untuk menggunakan aplikasi.
User Centered Design digunakan dalam pengembangan prototype aplikasi ini
karena aplikasi mengutamakan kenyamanan dan fitur yang efektif, interaktif, dan
ramah bagi pengguna. Proses iteratif dibutuhkan untuk testing prototype sesuai dengan
efektivitas dan utilitasnya bagi pengguna.
5. 1. Research
Mengidentifikasi orang yang akan menggunakan produk. Target dari produk
aplikasi ini adalah orang dari berbagai kalangan dan usia, inklusif untuk semua orang.
Aplikasi memiliki fitur-fitur untuk menunjang dan mendukung kebutuhan pelayanan
kesehatan mental.
5.1.1. User Research
6. User Flow
User flow adalah alur pengguna dalam menjalankan aplikasi. User flow dimulai dari
start yaitu saat program dimulai, kemudian mengakses fitur-fitur pada menu yang tersedia.
Medium. https://uxplanet.org/design-principles-root-of-the-problem-
3389991c9e50
Samuel, J. (2021, 12 Maret). Empathy Map : Tahap pertama memulai design thinking.
map-tahap-pertama-memulai-design-thinking/
https://sis.binus.ac.id/2019/05/31/user-centered-design/
kompas.id. https://www.kompas.id/baca/humaniora/2023/05/03/krisis-
kesehatan-mental-melonjak-di-kalangan-remaja
masyarakat-terhadap-mental-health/
https://doi.org/10.14710/jkm.v10i1.31611
https://sehatnegeriku.kemkes.go.id/baca/rilis-
media/20211007/1338675/kemenkes-beberkan-masalah-permasalahan-
kesehatan-jiwa-di-indonesia/
World Health Organization: WHO. (2022). Mental health. www.who.int.
https://www.who.int/news-room/fact-sheets/detail/mental-health-
strengthening-our-response
https://eprints.walisongo.ac.id/id/eprint/1761
http://eprints.undip.ac.id/38840/