Anda di halaman 1dari 2

ANALISIS HIKAYAT

Akhirnya beberapa orang penasihat kerajaan, yang menjadi kesayangan Sultan, menilai kemegahan dan
kekuasaan Pangeran Ahmed dari penampilannya, memanfaatkan kebebasan yang diberikan oleh Sultan
kepada mereka untuk berbicara kepadanya, agar ia merasa iri terhadap putranya. Mereka mengatakan
kepada Sultan bahwa sudah layak jika ia mengetahui ke mana sang Pangeran pergi, dan bagaimana ia
sanggup hidup dalam kemegahan seperti itu, mengingat ia tidak memiliki uang saku atau pemasukan.
Sepertinya ia datang ke istana untuk menantangnya dan ditakutkan ia akan mengalihkan rakyatnya dan
menjatuhkan sang Sultan dari kekuasaannya.

Sang Sutan India sama sekali tidak mempunyai pikiran bahwa Pangeran Ahmed dapat merencanakan
sesuatu yang buruk seperti yang dikatakan oleh para penasihatnya, sehingga ia berkata kepada mereka,
“Kalian salah, putraku mencintaiku, dan aku yakin pada kelembutan dan kebaikannya. Apa yang terjadi
terjadilah, aku tidak percaya putraku Ahmed sedemikian jahat seperti yang kau katakan, tetapi, aku
berterima kasih atas nasihat kalian, dan jangan meragukan aku, maksud baik kalian akan diproses.”

Sang Sultan mengatakan ini kepada para penasihatnya agar mereka tidak mengetahui apa yang ada di
dalam pikirannya mengenai prasangka itu. Bagaimana pun, ia menjadi waspada hingga ia berjanji untuk
lebih mengawasi Pangeran Ahmed, tanpa diketahui oleh para penasihatnya. Akhirnya, ia memanggil
seorang penyihir wanita, yang diantarkan melalui sebuah pintu rahasia menuju kamarnya. “Putraku,
Ahmed, datang ke istanaku setiap bulan, tetapi aku tidak dapat mengetahui di mana ia tinggal, dan aku
tidak ingin memaksanya untuk membuka rahasianya, tetapi aku percaya kau sanggup memenuhi rasa ingin
tahuku, tanpa sepengetahuannya, atau siapa pun di istana ini. Kau mengetahui bahwa saat ini ia sedang
bersamaku di sini, dan biasanya ia pergi tanpa berpamitan kepadaku, atau kepada siapa pun di istana ini.
Pergilah segera ke jalan yang dilaluinya, cari tahulah ke mana ia pergi, dan kembali ceritakan kepadaku.”

Penyihir itu pergi meninggalkan Sultan, dan segera mengetahui tempat di mana Pangeran Ahmed
menemukan panahnya. Kemudian ia pergi ke sana dan bersembunyi di balik bebatuan, agar tidak ada
yang melihatnya.

Pagi berikutnya, Pangeran Ahmed pergi saat fajar, tanpa berpamitan kepada Sultan atau pun orang lain di
istana, sesuai kebiasaannya. Sang penyihir, yang melihat kedatangannya, mengikuti gerak-gerik sang
Pangeran dengan matanya, sampai tiba-tiba ia kehilangan jejak sang Pangeran dan para pengawalnya.

Bebatuan yang curam itu membentuk semacam penghalang bagi manusia, baik yang mengendarai kuda
atau berjalan kaki, jadi si penyihir menilai bahwa hanya ada dua jalan, sang Pangeran masuk ke dalam
sebuah gua, atau ke sebuah tempat di bawah tanah, tempat tinggal para jin dan peri. Ketika ia berpikir
bahwa sang Pangeran dan para pengawalnya sudah hilang dari pandangan, ia keluar dari tempatnya
bersembunyi, dan langsung pergi menuju ke sebuah lubang di mana ia melihat mereka masuk ke
dalamnya. Ia masuk dan terus berjalan ke tempat di mana tidak ada jalan lagi, dan memperhatikan
dengan hati-hati ke seluruh bagian. Tetapi, dengan segala kemampuannya, ia tidak dapat melihat pintu
masuk atau pun pintu baja yang pernah ditemukan oleh Pangeran Ahmed. Pintu ini hanya dapat dilihat
dan dibuka oleh laki-laki, dan hanya oleh laki-laki yang kehadirannya direstui oleh Peri Pari Banou, dan
tidak untuk wanita mana pun.

Penyihir itu merasa terlalu lelah untuk mencari lebih jauh dan cukup puas dengan penemuan yang
didapatkannya, sehingga ia langsung kembali ke istana untuk menceritakannya kepada sang Sultan. Ketika
ia selesai menceritakan apa yang telah dilakukannya, ia menambahkan, “Yang Mulia memahami, setelah
apa yang telah kukatakan kepadamu, bahwa bukan masalah sulit untuk mencari tahu perihal Pangeran
Ahmed. Untuk melakukan ini, aku hanya meminta waktu dan kesabaran dari dirimu, dan izinkan aku untuk
melakukannya tanpa menanyakan rencana apa yang akan kulakukan.”

Sang Sultan sangat senang dengan rencana si penyihir, dan berkata kepadanya, “Lakukan sesuai dengan
rencanamu, aku akan menunggu dengan sabar,” dan untuk menyemangatinya, ia memberikan hadiah
sebuah berlian besar, seraya mengatakan kepadanya bahwa itu hanyalah imbalan kecil yang harus
diterimanya karena telah memberikan bantuan yang penting, yang diatur oleh penyihir itu.

Sementara Pangeran Ahmed, setelah memenuhi izin dari Peri Pari Banou untuk menemui sang Sultan dari
India di istananya, tidak pernah melewatkan satu bulan pun. Si penyihir sudah mengetahui saatnya, ia
pergi sehari, dua hari sebelumnya dengan berjalan kaki di batu-batu di mana ia kehilangan pandangan
atas sang Pangeran dan para pengawalnya, dan menunggu di sana dengan rencana yang telah
disiapkannya.

Pagi berikutnya, Pangeran Ahmed seperti biasa pergi menuju gerbang besi dengan pengawalnya dan
melewati si penyihir, yang belum pernah dikenalnya. Pangeran Ahmed melihat si penyihir terbaring
dengan kepala di atas batu, berkeluh kesah seakan-akan ia amat kesakitan, sehingga Pangeran merasa
kasihan. Ia kemudian memutar kudanya dan pergi menanyakan kepadanya apa yang terjadi, dan apa yang
dapat ia lakukan untuk menghiburnya.

Sang penyihir yang cerdik itu, tanpa mengangkat kepalanya, menatap ke arah sang Pangeran, dan
menjawab dengan terbata-bata sambil merintih, seakan ia kesulitan bernapas, bahwa ia sedang menuju
ke kota, tetapi di tengah jalan ke sana ia terkena demam yang sangat parah sampai membuatnya
kehilangan tenaga, sehingga ia terpaksa harus berhenti untuk berbaring, jauh dari mana pun, dan tidak
ada harapan akan adanya bantuan.

“Wanita yang baik,” jawab Pangeran Ahmed, “dirimu tidak jauh dari pertolongan seperti bayanganmu.
Aku siap untuk membantumu dan membawamu ke tempat di mana kau tidak hanya mendapatkan
perawatan yang baik, tetapi juga di mana mereka akan mencarikan obat yang paling mujarab. Tetapi,
cobalah untuk bangun, dan biarlah salah satu orangku membantu dirimu.”

Mendengar hal ini, si penyihir, yang berpura-pura sakit untuk mengetahui di mana sang Pangeran tinggal,
tidak menolak tawaran sang Pangeran. Ia pun lalu menunjukkan kepada Pangeran bahwa ia benar-benar
sakit dengan berpura-pura berusaha keras untuk berdiri. Pada saat yang bersamaan, dua orang pengawal
sang Pangeran turun dari kudanya masing-masing dan membantu wanita itu untuk dinaikkan di belakang
pengawal lain. Mereka kemudian kembali pada kuda masing-masing dan mengikuti sang Pangeran, yang
telah berbalik menuju ke gerbang besi yang sudah dibuka oleh pengawalnya yang berjalan di depan.
Ketika Pangeran Ahmed tiba di bagian luar dari istana sang Peri, sambil menunggang kuda ia mengirimkan
pesan untuk berbicara dengan sang Peri.

Bacalah Hiayat tersebut dengan cermat, kemudian kerjakan tugas berikut!

1. Analisislah unsur intrinsik hikayat tersebut!


2. Analisislah nilai-nilai yang terdapat dalam hikayat!

Anda mungkin juga menyukai