Rukn 2023-2060
Rukn 2023-2060
DRAFT
RENCANA UMUM
KETENAGALISTRIKAN
NASIONAL
2023-2060
RENCANA UMUM
KETENAGALISTRIKAN NASIONAL
2023 - 2060
SAMBUTAN
MENTERI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL
Jakarta,
Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral
Republik Indonesia,
Arifin Tasrif
- iv -
-v-
EXECUTIVE SUMMARY
Arah pengembangan listrik perdesaan dan smart grid adalah perluasan akses
listrik di daerah terpencil dan tersebar. Sasaran program listrik perdesaan adalah
pencapaian rasio elektrifikasi 100% dan meningkatkan rasio desa berlistrik
mencapai 100% pada tahun 2024
Asumsi dan target yang digunakan dalam RUKN 2023-2060 antara lain rata-rata
pertumbuhan ekonomi nasional sekitar 6% sampai dengan 2045 dalam rangka
mendukung visi Indonesia Emas 2045 dimana ditargetkan Indonesia telah
menjadi negara maju dan keluar dari middle income trap. Selain itu asumsi yang
digunakan adalah rata-rata pertumbuhan penduduk sekitar 0,5%, target rasio
elektrifikasi sekitar 100% di tahun 2024, serta mengakomodasi semua potensi
demand untuk KEK, KI, SKPT, DPP, smelter, dan Kendaraan Bermotor Listrik
Berbasis Baterai (KBLBB).
1. proyeksi kebutuhan tenaga listrik tahun 2023 sebesar 379 TWh meningkat
menjadi 1.849 TWh pada tahun 2060 (rata-rata pertumbuhan sekitar 4,8% per
tahun);
Pada tahun 2025, bauran EBET diperkirakan dapat mencapai 22% yang ditopang
oleh cofiring biomasa dengan porsi rata-rata 5% pada seluruh PLTU kecuali IPP
yang bekerjasama dengan PLN. Bauran EBET akan terus meningkat setelah 2025
dengan adanya pengembangan pembangkit EBET secara masif dan diperkirakan
dapat mencapai 100% pada tahun 2060. Emisi CO2 tahun 2023 mencapai sekitar
290 juta ton CO2 dan mendekati tahun 2030 terjadi puncak emisi CO2 sebesar
478 juta ton CO2 kemudian akan terus turun pada tahun berikutnya. Pada tahun
2055, emisi pada pembangkitan tenaga listrik akan mendekati nol.
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN............................................................................1
BAB III KONDISI PENYEDIAAN TENAGA LISTRIK SAAT INI ............... 118
DAFTAR GAMBAR
Gambar II.4. Peta Wilayah Usaha Penyediaan Tenaga Listrik Tahun 2021 ... 49
Gambar II.7. Skema Proses UPTLSK Di Wilayah Usaha Tanpa Subsidi ........ 51
Gambar II.12. Lingkup SLO untuk Stasiun Pengisian Listrik Umum ........... 95
Gambar III.4. Konsumsi Tenaga Listrik Nasional Tahun 2022 Per Sektor Per
Wilayah Usaha (dalam TWh) ....................................................................... 131
Gambar III.6. Kapasitas Terpasang Pembangkit Nasional Tahun 2022 per Jenis
................................................................................................................... 132
Gambar III.13. Perkembangan Kapasitas Gardu Induk (MVA) per Pemilik .. 138
Gambar III.16. Sebaran Rasio Elektrifikasi per Provinsi Tahun 2022 ......... 140
Gambar III.17. Sebaran Rasio Desa Berlistrik per Provinsi Tahun 2022...... 140
Gambar IV.6. Rencana kebutuhan tenaga listrik KI, KEK, smelter, SKPT, DPP
................................................................................................................... 146
Gambar IV.8. Proyeksi kebutuhan tenaga listrik skenario BaU per golongan
pelanggan 2023 – 2060 ............................................................................... 148
- xiii -
Gambar IV.9. Proyeksi kebutuhan tenaga listrik skenario IEA per golongan
pelanggan 2023 – 2060 ............................................................................... 149
Gambar IV.11. Proyeksi kebutuhan tenaga listrik skenario tinggi per golongan
pelanggan 2023 – 2060 ............................................................................... 151
Gambar IV.19. Proyeksi Bauran Energi Pembangkitan Skenario BaU ........ 161
Gambar IV.20. Proyeksi Emisi CO2 Pembangkitan Skenario BaU ............... 161
Gambar IV.42. Hasil Analisis Sensitivitas Demand tehadap Emisi ............. 175
Gambar IV.43. Hasil Analisis Sensitivitas Demand tehadap BPP ................ 175
Gambar V.8. Proyeksi kebutuhan tenaga listrik Regional Jawa Bali tahun
2023 s.d. 2060 ........................................................................................... 185
Gambar V.12. Proyeksi Emisi CO2 Pembangkitan Regional Jawa Jawa Bali
2023-2060 .................................................................................................. 187
DAFTAR TABEL
Tabel II.3. Ambang Batas Medan Listrik Maksimum yang Diizinkan pada
Frekuensi 50/60 Hz ................................................................................... 105
Tabel II.4. Tabel b. Ambang Batas Medan Magnet Maksimum yang Diizinkan
pada Frekuensi 50/60 Hz ........................................................................... 105
Tabel II.5. Jenis Usaha Jasa Penunjang Tenaga Listrik .............................. 107
DAFTAR LAMPIRAN
BAB I
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Sesuai dengan Pasal 23 ayat (1) dan (2) serta Pasal 24 ayat (1) Peraturan
Pemerintah Nomor 25 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Bidang Energi dan
Sumber Daya Mineral, pelaksanaan usaha penyediaan tenaga listrik untuk
kepentingan umum harus sesuai dengan RUKN dan Rencana Usaha Penyediaan
Tenaga Listrik (RUPTL). RUKN ditetapkan dengan Keputusan Menteri dan
berfungsi sebagai rujukan dan pedoman dalam penyusunan dokumen RUKD
dan RUPTL.
a. pencapaian puncak emisi karbon antara tahun 2035 sampai 2045; dan
b. pencapaian tingkat emisi karbon sektor energi sekitar 129 juta ton CO2
tahun 2060 yang akan diserap oleh sektor kehutanan agar terwujud
emisi karbon nol bersih pada tahun 2060.
8. Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Nomor 8 Tahun 2021
tentang Tata Cara Penyusunan Rencana Umum Ketenagalistrikan Nasional
dan Rencana Umum Ketenagalistrikan Daerah;
BAB II
KEBIJAKAN KETENAGALISTRIKAN NASIONAL
Kebutuhan tenaga listrik sudah menjadi bagian dari hajat hidup orang banyak
dan menjadi modal pembangunan nasional yang berkelanjutan sehingga
pembangunan infrastruktur ketenagalistrikan harus menganut asas manfaat,
efisiensi, berkeadilan, berkelanjutan, optimalisasi ekonomi dalam pemanfaatan
sumber daya energi, mengandalkan pada kemampuan sendiri, kaidah usaha
yang sehat, keamanan dan keselamatan, kelestarian fungsi lingkungan, dan
otonomi daerah.
Peran sektor pembangkitan tenaga listrik dalam transisi energi adalah melalui
pemanfaatan energi baru dan energi terbarukan (EBET) sebagai sumber energi
yang andal, ekonomis, beroperasi secara berkesinambungan dalam jangka
menengah dan panjang secara bertahap, rasional dan terukur. Strategi transisi
energi sektor pembangkitan dilakukan dengan:
2. penyediaan energi listrik bagi masyarakat yang belum memiliki akses tenaga
listrik terutama wilayah Terluar, Terdepan, dan Tertinggal (3T) dengan
mengutamakan pengembangan energi setempat;
Dalam rangka transisi energi menuju NZE tahun 2060 atau lebih cepat
diperlukan kebijakan pengembangan teknologi pembangkitan tenaga listrik
antara lain:
Walaupun PLT Gas memiliki emisi lebih rendah dari PLTU namun tetap
harus dikurangi untuk mencapai NZE tahun 2060 atau lebih cepat.
Teknologi pembangkit berbahan bakar gas terdiri dari PLTG, PLTGU,
PLTMG, PLTMGU. Bahan bakar gas dapat berasal dari gas alam maupun
gas hasil hilirisasi/gasifikasi batubara. Jika menggunakan gas dari hasil
gasifikasi batubara biasanya dikenal dengan Integrated coal Gasification
Combined Cycle (IGCC).
Sama seperti PLTU batubara, bahan bakar PLT Gas dapat diganti menjadi
bahan bakar yang bersumber dari EBET seperti hidrogen (fuel switching)
melalui retrofitting pada PLT Gas. Dengan pilihan retrofitting, umur teknis
dan ekonomis PLT Gas dapat diperpanjang apabila nilai buku pembangkit
tersebut telah mencapai nol. Fuel switching dan/atau retrofitting PLT Gas
akan meningkatkan bauran EBET, menjaga BPP pembangkitan tenaga
listrik dan memenuhi kebutuhan inersia, peaker dan follower pada sistem
tenaga listrik;
- 11 -
Teknologi PLTP mencangkup large system (flash dan dry) dan small system
(binary dan condensing). Pengembangan PLTP dilakukan secara bertahap
dan dimaksimalkan potensinya sesuai dengan kebutuhan sistem tenaga
listrik melalui pengembangan Advance Geothermal System dan sistem panas
bumi non konvensional lainnya;
Teknologi PLTA mencangkup PLTA reservoir dan PLTA run of river yang
terdiri dari PLTA skala besar, Pembangkit Listrik Tenaga Minihidro (PLTM),
Pembangkit Listrik Mikro Hidro (PLTMH). Selain itu terdapat PLTA yang
berfungsi sebagai penyimpan energi listrik yaitu PLTA Pump Storage (PS).
tenaga listrik yang aman dan andal sehingga dibutuhkan fleksibilitas grid
dan sistem kontrol teknologi tinggi. Untuk mengatasi intermiten PLTS dapat
dilakukan dengan:
a. peningkatan kualitas forecasting cuaca dan produksi PLTS;
b. teknologi storage;
c. kombinasi dengan PLTA (Pump Storage, PLTA Peaker); dan
d. smart grid.
Dengan keterbatasan potensi EBET yang lain, maka pengembangan PLTS
dimasa depan akan semakin masif terutama pengembangan PLTS atap di
perumahan, fasilitas umum, perkantoran Pemerintah, bangunan komersil
dan Kawasan Industri. Industri PLTS dalam negeri perlu terus didukung
agar agar keekonomian biaya investasi PLTS semakin murah.
8. Pembangkit Listrik Tenaga Bayu (PLTB)
Teknologi PLTB mencangkup PLTB onshore, PLTB offshore dan PLTB small
onshore. PLTB juga memiliki karakter intermiten sehingga dibutuhkan
fleksibilitas grid dan sistem kontrol dengan teknologi tinggi. Untuk
mengatasi intermiten PLTB dapat dilakukan hal yang sama seperti PLTS.
Lokasi pengembangan PLTB perlu mendapat perhatian karena untuk
adanya dampak lingkungan berupa polusi suara akibat putaran turbin
angin.
9. Pembangkit Listrik Tenaga Laut
Teknologi Pembangkit Listrik Tenaga Laut mencangkup Pembangkit Listrik
Tenaga Arus Laut, Pembangkit Listrik Tenaga Gelombang Laut dan Thermal.
Energi laut juga memiliki sifat intermiten sehingga dibutuhkan fleksibilitas
grid dan sistem kontrol teknologi tinggi.
Kedepan diharapkan biaya investasi teknologi konversi energi laut dapat
kompetitif sehingga opsi pengembangan EBET di Indonesia semakin
banyak.
Teknologi Storage antara lain mencangkup pump storage (PS) dan battery
energy storage system (BESS) atau teknologi storage lainnya yang terus
berkembang seiring kebutuhan transisi energi. Pada tahapan awal, biaya
investasi storage diperkirakan masih tinggi sehingga storage digunakan
sebagai balancing intermiten dari pembangkit VRE. Pada tahapan
selanjutnya, storage digunakan untuk menyimpan energi dari pembangkit
VRE dan sebagai pembangkit peaker.
1. Kapasitas
Jaringan transmisi tenaga listrik dan gardu induk harus memiliki
kapasitas yang memadai untuk memenuhi kebutuhan tenaga listrik di
wilayah yang akan terhubung. Kapasitas harus dapat mempertimbangkan
pertumbuhan beban dimasa depan sehingga dapat memenuhi kebutuhan
semua jenis pelanggan seperti rumah tangga, bisnis, industri, sosial, dan
kawasan khusus lainnya;
2. Keandalan
Sistem jaringan transmisi harus dirancang dengan tingkat keandalan yang
tinggi (N-1) agar pasokan listrik tetap terjamin dan memperbaiki kualitas
penyediaan tenaga listrik (perbaikan tegangan pada sisi konsumen). Hal
ini dapat dicapai dengan melakukan perencanaan dan pengelolaan yang
baik serta menggunakan peralatan yang andal.
3. Efisiensi
4. Keselamatan
5. Skalabilitas
Jaringan transmisi dan gardu induk harus dirancang agar dapat dengan
mudah diperluas dan disesuaikan dengan pertumbuhan kebutuhan listrik
di masa depan.
- 15 -
6. Fleksibilitas
7. Ketersediaan lahan:
1. untuk evakuasi daya dari pembangkit tenaga listrik atau dari gardu induk
ke pusat beban yang tidak layak secara teknis dan ekonomis untuk
disalurkan melalui jaringan distribusi;
2. dalam rangka mengurangi susut jaringan tenaga listrik dan drop tegangan
sistem penyaluran karena jauhnya jarak antara pusat pembangkitan
tenaga listrik dengan pusat beban;
3. untuk interkoneksi antar pembangkit dalam satu sistem tenaga listrik
atau interkoneksi antar sistem tenaga listrik sehingga menghasilkan
penyediaan tenaga listrik yang lebih efisien dan energy mix pembangkitan
tenaga listrik yang mengoptimalkan pemanfaatan sumber energi primer
setempat terutama sumber EBET;
4. jaringan transmisi antar pulau dapat dipertimbangkan untuk
dikembangkan dengan pertimbangan antara lain agar optimalnya
pemanfaatan sumber energi primer setempat pada suatu pulau dimana
sumber energi primer tersebut tidak dapat atau tidak ekonomis untuk
dipindah ke pulau lain, atau berdasarkan hasil kajian dinyatakan lebih
- 16 -
2. Kawasan Perdesaan
3. Wilayah Terpencil
Pusat data dan server membutuhkan pasokan listrik yang stabil dan andal
untuk menjalankan operasinya. Oleh karena itu, pengembangan jaringan
transmisi dan gardu induk yang efisien dan andal sangat penting.
Interkoneksi antar sistem tenaga secara teknis memiliki dampak positif antara
lain evakuasi daya, transfer tenaga listrik antar daerah, meningkatkan
efisiensi, meningkatkan keandalan, optimasi cadangan sistem, penurunan
biaya operasi dan dampak positif lainnya. Interkoneksi jaringan transmisi dan
pemilihan level tegangan sangat ditentukan oleh kapasitas daya yang akan
disalurkan sesuai dengan proyeksi pertumbuhan demand.
2. Meningkatkan transparansi
tenaga surya dan angin. Hal ini akan membantu meningkatkan efisiensi
dan keberlanjutan sistem energi.
Smart Grid adalah suatu sistem grid tenaga listrik yang modern dan canggih
dalam melakukan monitoring dan kontrol dari supply dan demand pada
sistem tenaga listrik. Smart grid juga dapat berfungsi untuk mengintegrasikan
sumber EBET, energy storage dan membentuk komunikasi cerdas pada
jaringan sehingga dapat meningkatkan efisiensi, keandalan dan
keberlanjutan pada jaringan sistem tenaga listrik.
Smart grid perlu dikembangkan pda sistem tenaga listrik karena memberikan
manfaat dibandingkan sistem konvensional antara lain:
Investasi cenderung tertarik pada bidang maupun negara yang secara mutlak
memiliki risiko (risk) yang lebih rendah dan berpeluang memperoleh return
yang tinggi. Investasi dengan risk yang tinggi umumnya berkaitan dengan
peluang return yang tinggi pula. Kebijakan investasi dilakukan dengan
menyempurnakan produk regulasi yang mendorong investasi, pemberian
insentif baik fiskal maupun non fiskal, dan memanfaatkan semaksimal
mungkin pendanaan yang bersumber dari dalam negeri dan luar negeri.
penerapan energi yang lebih bersih, maupun dukungan dalam hal pembuatan
kebijakan terkait ketenagalistrikan di Indonesia.
Untuk mendukung target porsi EBET tersebut, diharapkan bauran EBET dalam
pembangkitan tenaga listrik pada tahun 2025 dapat lebih tinggi dari 23%,
sementara itu porsi gas sekitar 22%, BBM paling besar 0,4%, dan sisanya
batubara paling besar 55%. Kemudian pada tahun 2060 dapat terwujud emisi
karbon nol bersih (NZE) dengan tetap mengutamakan ketahanan energi dan
kemandirian energi nasional. Target bauran energi tersebut berlaku baik bagi
PT PLN (Persero) maupun pemegang Wilayah Usaha lainnya dimana dalam
upaya pencapaiannya dapat dilakukan kerjasama antar pemegang Wilayah
Usaha. Dalam hal Wilayah Usaha mempunyai porsi bauran EBET lebih tinggi
dari target Nasional maka kelebihan porsi tersebut dapat menjadi pengurang
porsi bauran energi fosil. Sedangkan bagi Wilayah Usaha yang mempunyai porsi
bauran EBET100% maka tidak perlu memenuhi target bauran energi fosil.
Secara teknis, untuk mendukung peningkatan porsi EBET yang yang bersifat
intermiten (variable renewable energy), fleksibilitas grid menjadi syarat penting
agar keandalan sistem tenaga listrik tetap terjaga, dengan demikian perlu
didorong agar thermal powerplant seperti PLTU batubara menjadi lebih flexible.
Dalam upaya mendorong pemanfaatan sumber EBET yang lebih besar untuk
penyediaan tenaga listrik, penelitian dan kajian kelayakan merupakan salah
satu faktor penting yang harus diperhatikan untuk dilaksanakan agar
pengembangannya dapat dilakukan secara maksimal. Dengan demikian tidak
tertutup kemungkinan untuk dilakukannya kajian ataupun studi pemanfaatan
energi nuklir dalam penyediaan tenaga listrik.
- 30 -
Dengan meningkatnya porsi EBT pada bauran energi, maka dapat mendukung
komitmen Pemerintah Indonesia dalam penurunan emisi Gas Rumah Kaca
(GRK). Komitmen tersebut tercantum dalam dokumen Updated Nationally
Determined Contribution (NDC) Indonesia, dimana pada sektor energi memiliki
kewajiban untuk menurunkan emisi sebesar 314 juta ton CO2e atau sebesar
11% dari total target nasional pada tahun 2030 yang dibandingkan dengan
kondisi Business as Usual (BaU) dengan upaya sendiri dan 446 juta ton CO2e
atau sebesar 15,5% dengan dukungan dari internasional. Selain itu juga,
meningkatnya porsi EBT dapat mendukung rencana Pemerintah Indonesia
untuk Net Zero Emission (NZE) di tahun 2060 atau lebih cepat.
Untuk optimalisasi penyediaan dan pemanfaatan tenaga listrik baik dari sisi
teknis maupun ekonomis maka diperlukan Demand Side Management (DSM)
dan Supply Side Management (SSM). Program DSM dilakukan untuk
mengendalikan pertumbuhan permintaan tenaga listrik sehingga
pembangunan pembangkit khususnya pembangkit beban puncak bisa
dialokasikan untuk pemenuhan kebutuhan tenaga listrik bagi masyarakat yang
belum mendapatkan akses tenaga listrik.
Pemerintah Indonesia telah menyusun rencana peta jalan NZE dimana salah
satu kegiatan yang dilakukan adalah retirement PLTU dan tidak lagi
menggunakan pembangkit listrik dengan bahan bakar fosil. Dengan
pelaksanaan kedua hal tersebut, maka emisi GRK yang dihasilkan dari sub
sektor ketenagalistrikan akan berkurang secara drastis.
- 33 -
Manajemen Energi
Label Hemat Energi (LHE) merupakan solusi cerdas bagi masyarakat dalam
melakukan penggunaan energi, produk berlabel hemat energi tidak hanya
menghemat biaya listrik per bulan, tetapi juga bersifat ramah pada
lingkungan.
Kebijakan penerapan SKEM dan label ini sangat diperlukan karena kualitas
peralatan listrik yang dijual di pasar baik produk dalam negeri maupun impor
sangat beragam dan terkadang kualitasnya tidak sesuai dengan yang
dijanjikan. Dengan pembubuhan label tersebut, konsumen dapat terlindungi
dari produk-produk yang boros energi. Kebijakan ini dapat menjadi sarana
- 36 -
1. Tahap Pertama
2. Tahap Kedua
3. Tahap Ketiga
4. Tahap Keempat
Sektor Komersil
Penggunaan listrik sektor komersial mencapai kurang lebih 90% dari total
seluruh konsumsi sektor tersebut. Secara rata-rata, konsumsi energi spesifik
di bangunan gedung masih boros (setelah dilakukan benchmarking dan masih
banyaknya bangunan gedung yang belum menerapkan manajemen energi).
Secara garis besar, kegiatan efisiensi energi dan rencana ke depan di sektor
bangunan komersial dilakukan melalui cara:
Selain itu, pada bangunan hijau juga dapat diterapkan smart building/smart
system dan pengintegrasian implementasi energi terbarukan seperti PV
rooftop. Dalam hal teknologi, kegiatan konservasi energi juga dapat dilakukan
dengan penerapan peralatan yang high-eficient (green chiller dan green AC),
smart system, pola operasi dan awaraness.
- 38 -
Sektor Publik
Roadmap sektor publik mencakup penggunaan dan retrofit lampu jalan (PJU)
hemat energi. Pada umumnya konsumsi listrik PJU masih belum hemat energi
karena menggunakan lampu HPS (konvensional) dan belum bermeter. Saat
ini sudah banyak tersedia lampu PJU yang hemat energi. Beberapa kota
melalui bantuan/hibah luar negeri maupun inisiatif sendiri telah memasang
meter listrik, menerapkan lampu hemat energi menggunakan LED dan
menerapkan smart street lighting, diantaranya Surakarta, Makasar, Batang
dan Semarang. Harga lampu PJU hemat energi relatif lebih mahal dibanding
lampu PJU konvensional, tetapi secara total biaya jangka panjang,
penggunaannya masih menguntungkan karena terjadinya penghematan
pembayaran pemakaian listrik. Pada jalur tertentu ketika kondisi lalu lintas
di malam hari sepi, cahaya (efikasi) lampu dapat dikurangi sehingga
mengurangi konsumsi listrik. Pengurangan cahaya ini dilakukan dengan
menggunakan sensor kepadatan lalu lintas. Kualitas lampu PJU hemat energi
yang tersedia di pasar juga beragam sehingga diperlukan penerapan SKEM
pada lampu PJU hemat energi tersebut.
Sektor Industri
Pemerintah mewajibkan seluruh pengguna energi di atas 6.000 TOE per tahun
untuk melaksanakan manajemen energi, termasuk melaporkan konsumsi
energi dan implementasi manajemen energi ke Pemerintah. Manajemen Energi
dapat menjabarkan upaya yang dapat dilakukan untuk menghemat energi di
sektor industri yaitu:
Suatu paket kebijakan yang tepat yang dilengkapi dengan insentif dan
disinsentif serta informasi perlu disusun untuk membuka peluang
penghematan energi di sektor industri. Insentif dan disinsentif dapat
mendorong kepatuhan industri untuk melakukan implementasi manajemen
energi dan melakukan pelaporan. Sedangkan penyediaan informasi yang
mutakhir terkait teknologi, best practices, langkah-langkah efisiensi serta
sumber pembiayaan efisiensi energi akan memudahkan industri untuk
menyusun langkah-langkah efisiensi energi di fasilitas produksinya.
Survei industri spesifik juga perlu dilakukan untuk mendapatkan level data
yang lebih detail. Survei tersebut dapat diprioritaskan untuk industri lahap
energi yang data dan indikatornya belum memadai atau kurang lengkap.
Kegiatan ini dapat dilakukan dengan melakukan koordinasi dengan lembaga
pemerintah terkait dan organisasi internasional.
Selain itu, untuk pabrik industri yang baru akan dibangun dapat
dimandatkan untuk mengimplementasikan teknologi yang energi efisien atau
bahkan mengimplementasikan teknologi terbaik di kelasnya sebagai salah
satu syarat mendapatkan insentif pajak atau subsidi harga bahan bakar
tertentu.
lebih rendah. Penggunaan produk hemat energi juga mengurangi emisi gas
rumah kaca.
Saat ini regulasi SKEM dan labelling hanya diimplementasikan untuk lima
peralatan rumah tangga, sedangkan SKEM untuk peralatan industri seperti
boiler, chiller dan motor listrik belum disusun dan diberlakukan. Untuk
jangka pendek, perlu dilakukan penyusunan SKEM untuk motor listrik
sebagai salah satu pengguna energi listrik terbesar di sektor industri. Di
Indonesia, lebih dari 60% penggunaan energi di sektor industri dipakai untuk
sistem penggerak motor listrik dan total konsumsi diperkirakan akan
meningkat sejalan dengan pertumbuhan aktifitas industri.
Sektor Transportasi
Untuk jenis usaha yang menjual listrik kepada konsumen akhir, harus
mendapatkan penetapan Wilayah Usaha penyediaan tenaga listrik, meliputi:
Izin usaha penyediaan tenaga listrik bagi pelaku usaha yang hendak
melakukan usaha penyediaan tenaga listrik baik untuk kepentingan sendiri
maupun untuk kepentingan umum diberikan oleh Menteri Energi dan Sumber
Daya Mineral atau Gubernur sesuai dengan kewenangannya. Izin tersebut
meliputi: pembangkitan tenaga listrik, transmisi tenaga listrik, distribusi
tenaga listrik, dan/atau penjualan tenaga listrik.
Usaha penyediaan tenaga listrik untuk kepentingan umum meliputi jenis usaha
pembangkitan tenaga listrik, transmisi tenaga listrik, distribusi tenaga listrik
dan/atau penjualan tenaga listrik. Di samping itu usaha penyediaan tenaga
listrik untuk kepentingan umum dapat dilakukan secara terintegrasi. Usaha
penyediaan tenaga listrik untuk kepentingan umum secara terintegrasi
dilakukan oleh satu badan usaha dalam satu Wilayah Usaha. Pembatasan
Wilayah Usaha juga berlaku untuk usaha penyediaan tenaga listrik untuk
kepentingan umum yang hanya meliputi distribusi tenaga listrik dan/atau
- 48 -
2. Pemegang Wilayah Usaha yang sudah ada tidak mampu memenuhi tingkat
mutu dan keandalan;
4. Wilayah Usaha yang diusulkan oleh pelaku usaha belum terjangkau oleh
pemegang Wilayah Usaha yang sudah ada; dan/atau
- 49 -
Gambar II.4. Peta Wilayah Usaha Penyediaan Tenaga Listrik Tahun 2021
Jual beli tenaga listrik lintas negara hanya dapat dilakukan oleh Pemegang
IUPTLU terintegrasi dan memiliki Wilayah Usaha setelah memperoleh izin
penjualan atau pembelian tenaga listrik lintas negara dari Menteri Energi dan
Sumber Daya Mineral. Walaupun Pemegang IUPTL dapat melakukan
penjualan atau pembelian tenaga listrik lintas negara, namun untuk
melakukan hal tersebut harus memenuhi persyaratan antara lain:
Adapun syarat pembelian tenaga listrik lintas negara yang harus dipenuhi
adalah:
1. belum terpenuhinya kebutuhan tenaga listrik setempat;
2. hanya sebagai penunjang pemenuhan kebutuhan tenaga listrik setempat;
3. tidak merugikan kepentingan negara dan bangsa yang terkait dengan
kedaulatan, keamanan, dan pembangunan ekonomi;
4. untuk meningkatkan mutu dan keandalan penyediaan tenaga listrik
setempat;
- 52 -
Aturan jaringan sistem tenaga listrik (grid code) disusun berdasarkan kondisi
struktur sistem tenaga listrik untuk diberlakukan kepada pelaku usaha
penyediaan tenaga listrik, atau pemakai jaringan sistem tenaga listrik, dan
konsumen tenaga listrik yang terdiri atas:
1. laporan Tahunan
Pelaku usaha atau pemakai jaringan dan konsumen tenaga listrik harus
melaporkan kejadian penting seperti gangguan besar dalam sistem.
3. laporan khusus
Selain itu, monitoring harian terhadap kondisi sistem tenaga listrik dilakukan
melalui aplikasi online untuk memperoleh informasi terkait parameter operasi
sistem tenaga listrik.
Parameter subsidi listrik antara lain meliputi bauran energi, harga energi
primer, tarif tenaga listrik, volume bahan bakar, Specific Fuel Consumption
(SFC) dan susut jaringan. Dalam rangka pengendalian subsidi listrik yang
diberikan kepada Pemegang Izin Usaha Tenaga Listrik, maka pemegang izin
usaha tenaga listrik melaksanakan efisiensi penyediaan tenaga listrik pada
pembangkit tenaga listrik berdasarkan target besaran SFC pembangkit tenaga
listrik dan susut pada jaringan tenaga listrik berdasarkan target besaran
susut jaringan tenaga listrik.
Strategi pencapaian target SFC pembangkit tenaga listrik dan target susut
jaringan tenaga listrik disusun oleh Pemegang Izin Usaha Tenaga Listrik
dalam dokumen workplan dan action plan.
Tarif tenaga listrik adalah tarif yang dikenakan kepada konsumen atas
penyediaan tenaga listrik oleh pemegang IUPTLU yang memiliki Wilayah
Usaha. Kebijakan Pemerintah mengenai tarif tenaga listrik bahwa penerapan
tarif tenaga listrik yang mengkompensasi Biaya Pokok Penyediaan (BPP)
tenaga listrik dan margin yang wajar atau disebut tarif keekonomian
dilakukan secara bertahap dan terencana dengan mempertimbangkan kondisi
sosial dan ekonomi masyarakat.
Untuk dapat memperoleh penetapan tarif tenaga listrik oleh Menteri ESDM,
Pemegang IUPTLU yang memiliki Wilayah Usaha mengajukan permohonan
penetapan tarif tenaga listrik kepada Menteri dengan melengkapi RUPTL, BPP
tenaga listrik, susunan struktur dan golongan tarif tenaga listrik. Dengan
kelengkapan tersebut, akan dilakukan evaluasi antara lain meliputi besaran
BPP tenaga listrik, komposisi bauran energi, tingkat efisiensi penyediaan
tenaga listrik, susunan struktur dan golongan tarif tenaga listrik, dan
keuntungan usaha yang wajar.
Tarif tenaga listrik yang ditetapkan untuk diterapkan pemegang IUPTLU yang
memiliki Wilayah Usaha dapat berdasarkan struktur dan golongan tarif
tenaga listrik. Struktur tarif tenaga listrik dapat dibedakan berdasarkan
tegangannya yaitu tegangan tinggi, tegangan menengah, tegangan rendah.
Golongan tarif tenaga listrik dapat dibedakan sesuai dengan peruntukannya
antara lain: layanan sosial, rumah tangga, bisnis, industri, kantor
pemerintah, penerangan jalan umum, traksi, penjualan curah, layanan
dengan kualitas khusus, dan/atau peruntukan lain yang ditetapkan oleh
Menteri. Namun demikian, Pemerintah mendorong kepada badan usaha agar
pengaturan tarif dapat dibuat sederhana dan mudah dipahami konsumen
atau masyarakat.
- 57 -
Penggolongan tarif tenaga listrik khususnya untuk PT PLN (Persero) saat ini
terdiri dari 38 golongan tarif yang terdiri dari golongan tarif subsidi sebanyak
25 golongan dan golongan tarif nonsubsidi sebanyak 13 golongan. Terhadap
13 golongan tarif non subsidi, diterapkan penyesuaian tarif tenaga listrik
(tariff adjustment) setiap 3 bulan apabila terjadi perubahan terhadap realisasi
indikator makro ekonomi (kurs, Indonesian Crude Price/ICP, inflasi, dan
Harga Patokan Batubara/HPB).
Pemerintah tetap berupaya agar tarif tenaga listrik tetap kompetitif khususnya
bagi golongan tarif nonsubsidi untuk dapat mendorong tumbuhnya investasi
di sektor ketenagalistrikan. Namun demikian, dengan memperhatikan kondisi
masyarakat dan industri terkini, serta untuk menjaga daya beli masyarakat,
Pemerintah dapat memutuskan untuk tidak diberlakukannya tariff
adjustment. Dampak dari kebijakan tersebut, Pemerintah harus menyediakan
kompensasi tarif tenaga listrik.
Penerapan faktor pengali N untuk tarif tenaga listrik untuk pengisian listrik
dari Badan Usaha SPKLU kepada pemilik KBL Berbasis Baterai ditetapkan
oleh Badan Usaha SPKLU. Selain dikenai tarif tenaga listrik untuk keperluan
layanan khusus, pemilik KBL Berbasis Baterai dapat dikenai biaya layanan
pengisian listrik untuk setiap 1 (satu) kali pengisian listrik pada SPKLU
dengan Teknologi Pengisian Cepat (Fast Charging) atau Teknologi Pengisian
Sangat Cepat (Ultrafast Charging). Hal tersebut meurpakan salah satu upaya
untuk menarik minat investor, khususnya yang menyediakan layanan Fast
Charging dan Ultrafast Charging karena perlu investasi lebih mahal.
Kebijakan penetapan harga jual dan sewa jaringan tenaga listrik merupakan
instrumen pengaturan untuk menjaga keseimbangan (fairness) para pihak
yang bertransaksi. Pemerintah mempunyai kewenangan untuk memberikan
persetujuan atas harga jual tenaga listrik dan sewa jaringan tenaga listrik dari
pemegang izin usaha penyediaan tenaga listrik yang ditetapkan oleh
Pemerintah. Persetujuan harga jual tenaga listrik dapat berupa harga
patokan. Untuk mendorong minat investor dan menjaga iklim usaha yang
baik, harga jual tenaga listrik dan sewa jaringan tenaga listrik ditetapkan
berdasarkan prinsip usaha yang sehat.
1. Komponen A (CAPEX)
merupakan biaya investasi, antara lain biaya dari: tanah, pekerjaan sipil
dan gedung, peralatan mekanikal dan elektrikal, biaya konstruksi.
Komponen A ini dihitung pengembaliannya selama masa kontrak.
2. Komponen B
3. Komponen C
4. Komponen D
- 61 -
5. Komponen E
Komponen harga jual yang paling dominan pada umumnya adalah biaya
bahan bakar kecuali excess power dari PLTA/M. Biaya bahan bakar sangat
dipengaruhi dari jenis dan harga energi primer yang digunakan, serta lokasi
pembangkit.
Harga jual tenaga listrik dan sewa jaringan tenaga listrik ditetapkan
berdasarkan prinsip usaha yang sehat. Pemerintah Pusat atau Pemerintah
Daerah sesuai dengan kewenangannya memberikan persetujuan atas harga
jual tenaga listrik dan sewa jaringan tenaga listrik berdasarkan norma,
standar, prosedur, dan kriteria yang ditetapkan oleh Pemerintah Pusat.
Untuk pembangkit EBT, harga pembelian tenaga listrik dari pembangkit EBT
akan dievaluasi setiap tahun dengan mempertimbangkan rata-rata harga
kontrak PT PLN (Persero). Jika evaluasi mengakibatkan perubahan harga,
ketentuan perubahan harga diatur dengan Peraturan Menteri.
Dalam hal pembelian tenaga listrik dari pembangkit tenaga listrik yang
memanfaatkan sumber Energi Terbarukan menyebabkan peningkatan biaya
pokok pembangkit tenaga listrik PT PLN (Persero), PT PLN (Persero) harus
diberikan kompensasi atas semua biaya yang telah dikeluarkan dan
pembayaran dilaksanakan sesuai kemampuan keuangan negara berdasarkan
ketentuan peraturan perundang-undangan.
Sementara itu, Gas Bumi dan minyak bumi yang dilihat sebagai sumber daya
alam strategis, pasokan dan harga diatur oleh pemerintah. Harga energi
lainnya seperti uap panas bumi maupun bioenergi secara umum berdasarkan
kesepakatan bisnis yang dipengaruhi oleh pasar energi tersebut.
Standar mutu dan keandalan sistem tenaga listrik harus diberlakukan sesuai
dengan aturan jaringan pada sistem setempat yang meliputi:
Indikator mutu layanan pada suatu Wilayah Usaha ditetapkan oleh Menteri
atau gubernur sesuai dengan kewenangannya. Dalam hal Konsumen pada
golongan tarif tertentu menginginkan mutu pelayanan yang lebih baik,
indikator mutu layanan dituangkan dalam perjanjian jual beli tenaga listrik.
20% untuk konsumen dengan tarif subsidi dan sebesar 35% untuk konsumen
dengan tarif non-subsidi..
1. Konsumen wajib:
a. melaksanakan pengamanan terhadap bahaya yang mungkin timbul
akibat pemanfaatan tenaga listrik;
b. menjaga keamanan instalasi tenaga listrik milik konsumen;
c. memanfaatkan tenaga listrik sesuai dengan peruntukannya;
d. membayar tagihan pemakaian tenaga listrik; dan
e. menaati persyaratan teknis di bidang ketenagalistrikan.
2. Konsumen bertanggung jawab terhadap kerugian pemegang Perizinan
Berusaha untuk kegiatan Usaha Penyediaan Tenaga Listrik untuk
kepentingan umum jika tidak melaksanakan kewajiban. Tanggung jawab
Konsumen antara lain:
a. membayar denda atas keterlambatan pembayaran pemakaian tenaga
listrik;
b. membayar tagihan susulan pemakaian tenaga listrik;
c. membayar ganti kerugian atas kerusakan/kehilangan instalasi tenaga
listrik yang dimiliki oleh pemegang Perizinan Berusaha untuk kegiatan
Usaha Penyediaan Tenaga Listrik untuk kepentingan umum; dan/atau
d. tanggung jawab lain sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan;
e. Dalam hal Konsumen berkeberatan dalam melaksanakan tanggung
jawabnya maka akan dilakukan investigasi ketenagalistrikan.
lainnya, BUMD, koperasi), pihak ketiga adalah pihak investor (dalam negeri
dan luar negeri) yang terkait dalam aspek permodalan, dan pihak keempat
adalah pihak konsumen sebagai pengguna tenaga listrik.
1. aspek hukum;
2. aspek teknik; dan
3. aspek finansial.
Pada dasarnya para pihak dapat dan berhak untuk menyelesaikan sendiri
perselisihan yang timbul diantara mereka. Kesepakatan mengenai
penyelesaian harus dituangkan dalam bentuk tertulis yang disetujui oleh
para pihak. Adapun prosesnya adalah sebagai berikut:
- 69 -
5. Penyelesaian Arbitrase
Tenaga listrik memiliki potensi bahaya yang cukup besar bagi manusia
maupun makhluk hidup lainnya serta dapat mengganggu/merusak daya
dukung lingkungan. Untuk itu, diperlukan pengaturan dan pengawasan yang
komprehensif terhadap pengusahaan dan pemanfaatan tenaga listrik, serta
penindakan yang tegas terhadap pengusahaan dan pemanfaatan yang tidak
sesuai dengan ketentuan perundang-undangan. Ketentuan pidana dapat
dikenakan kepada setiap orang yang melakukan pelanggaran terhadap hal-
hal yang diatur dalam peraturan perundang-undangan.
Pemakaian listrik secara melawan hukum adalah pidana yang paling banyak
terjadi di bidang ketenagalistrikan, walaupun sudah dikenakan denda perdata
dengan membayar tagihan susulan akibat pemakaian listrik secara tidak sah
tetapi masih banyak ditemukan konsumen ataupun bukan konsumen yang
memakai listrik secara illegal. Terhadap yang telah membayar tagihan
susulan karena operasi Penertiban Pemakaian Tenaga Listrik (P2TL), PPNS
tetap dapat menuntut secara pidana. akibat perbuatannya tersebut.
Target tim P2TL adalah semua pelanggan atau pun bukan pelanggan yang
melakukan tindakan/perbuatan yang menyebabkan bertambahnya
- 74 -
pemakaian tenaga listrik sehingga lebih besar dari yang semestinya atau dari
daya resmi yang terpasang. Pencurian aliran listrik seperti pencantolan ke
jaringan milik PT PLN dan merubah atau mengutak-atik alat pembatas dan
pengukur (kWh atau kVARh meter) sehingga mengurangi rekening
pembayaran atau menambah daya tanpa seijin PT PLN, merupakan tindakan
kejahatan yang menyebabkan bertambahnya pemakaian tenaga listrik lebih
besar dari yang semestinya.
1. pemutusan sementara;
2. pembongkaran rampung;
3. pembayaran tagihan susulan;
4. pembayaran P2TL lainnya.
Bagi non pelanggan atau bukan pelanggan yang melakukan pelanggaran atau
terdapat temuan pelanggaran pada persil pelanggan, maka dikenakan sanksi
sebagai berikut :
1. pemutusan rampung;
2. pembayaran ganti rugi pemakaian tenaga listrik;
3. pembayaran biaya P2TL lainnya.
Pemakaian listrik yang bukan haknya adalah bila mana ada pelanggan atau
konsumen yang telah melakukan pemakaian listrik tanpa alas hak yang sah,
sebagaimana telah memenuhi unsur-unsur tindak pidana ketenagalistrikan
atas perbuatan melawan hukum atau peristiwa pidana karena suatu
kejahatan yang dapat dipidana karena mengandung suatu makna yang terkait
di dalamnya. Sedangkan tindak pidana atau merupakan aplikasi daripada
tindak pidana beserta barang atau alat yang diperuntukan guna meniru atau
memalsukan, jadi tindak pidana secara umum dinyatakan secara tegas
adalah dilarang karena melanggar Undang-Undang yang berlaku.
Dalam pengertian benda, tenaga listrik adalah suatu bentuk energi sekunder
yang dibangkitkan, ditransmisikan, dan didistribusikan untuk segala macam
keperluan, tetapi, tidak meliputi listrik yang dipakai untuk komunikasi,
elektronika, atau isyarat. walaupun secara jelas bahan tenaga listrik itu
bukan merupakan benda yang terwujud.
Jadi tenaga listrik dan gas sebagai jenis benda yang dapat dijadikan obyek
kejahatan pencurian sebagaimana yang dimaksud pada Peraturan Direksi
PLN Nomor 088.Z.P/DIR/2016 tentang Penertiban Pemakaian Tenaga Listrik,
yang menyangkut pelanggaran dan atau non pelanggaran dan tagihan
- 76 -
peruntukannya, hal ini sudah diatur dalam Undang undang Nomor. 30 tahun
2009 tentang Ketenagalistrikan dalam pasal 51 ayat (3) maka dapat
dikategorikan sebagai tindak pidana pencurian tenaga listrik.
Selain hal tersebut di atas, dalam setiap kegiatan usaha ketenagalistrikan wajib
memenuhi ketentuan di bidang perlindungan dan pengelolaan lingkungan
hidup.
- 78 -
SNI pada prinsipnya diterapkan secara sukarela, namun dalam hal SNI
berkaitan dengan kepentingan keselamatan, keamanan, kesehatan
masyarakat atau pelestarian fungsi lingkungan hidup dan atau pertimbangan
ekonomis, instansi teknis (Kementerian ESDM) dapat memberlakukan SNI
secara wajib. Pemerintah telah memberlakukan SNI wajib untuk sejumlah
produk peralatan dan pemanfaat tenaga listrik yang terkait dengan
keselamatan khususnya untuk keperluan penggunaan rumah tangga, dengan
pertimbangan bahwa peralatan tersebut dioperasikan oleh masyarakat umum
dan tidak ahli di bidang listrik. Lingkup peralatan tenaga listrik dan
pemanfaat tenaga listrik yang SNI nya telah diberlakukan wajib yaitu sesuai
dengan Peraturan Menteri ESDM.
1. pastikan jenis produk apa yang ingin disertifikasi, ingat objek utama
sertifikasi produk adalah produknya bukan perusahaan, hal ini berbeda
dengan sertifikasi sistem manajemen yang menjadikan perusahaan objek
sertifikasinya.
2. cek apakah Produk yang anda ingin sertifikasi sudah ada Standar nya,
dalam hal ini apakah SNI nya sudah ditetapkan, jika SNI nya belum ada,
maka produk anda tidak dapat disertifikasi.
3. setelah memastikan SNI nya, cek apakah ada Lembaga Sertifikasi Produk
(LSPro) yang sudah terakreditasi oleh KAN untuk SNI tersebut, jika tidak
ada LSPro yang terakreditasi berarti produk belum dapat disertifikasi,
namun anda bisa meminta LSPro untuk menambah ruang lingkup
akreditasinya kepada KAN sehingga produk anda bisa disertifikasi.
Khusus untuk SNI yang sudah diwajibkan, beberapa kementerian
mengatur tentang penunjukan sementara LSPro yang belum diakreditasi
untuk melakukan sertifikasi, namun dipersyaratkan dalam jangka waktu
tertentu harus sudah terakreditasi.
4. anda dapat menghubungi langsung LSPro terkait untuk detail
persyaratannya.
- Luminer Portabel
dan pemanfaat tenaga listrik harus memenuhi ketentuan SNI yang telah
diberlakukan wajib oleh Pemerintah. Seiring dengan berjalannya waktu
peralatan listrik pun semakin canggih dan beragam jenis serta variannya.
Untuk itu, pemerintah berkewajiban menyediakan SNI yang terbaru seiring
dengan perkembangan peralatan yang ada di pasar sebagai acuan.
Kewajiban penggunaan barang dan atau jasa produksi dalam negeri tersebut
harus dicantumkan dalam dokumen lelang/penawaran pembangunan
infrastruktur ketenagalistrikan dan dalam kontrak pelaksanaan
pembangunan. Pemerintah melakukan monitoring dan evaluasi atas besaran
TKDN pada setiap pembangunan infrastruktur ketenagalistrikan. Penyedia
barang/jasa pada pembangunan infrastruktur ketenagalistrikan dapat
dikenakan sanksi apabila nilai TKDN pada akhir proyek yang diverifikasi tidak
mencapai besaran TKDN yang ditetapkan atau tidak melaksanakan sama
sekali penggunaan produksi dalam negeri.
Namun, ada beberapa kendala dan dampak negatif yang mungkin terjadi.
Peningkatan penggunaan komponen dalam negeri dapat meningkatkan biaya
produksi, yang dapat mengurangi daya saing produk dalam negeri di pasar
internasional dan membatasi pilihan konsumen dalam memilih produk
dengan kualitas yang lebih baik dari luar negeri. Selain itu, jika persyaratan
TKDN (Tingkat Komponen Dalam Negeri) terlalu tinggi, produsen mungkin
kesulitan untuk memenuhinya dan hal ini dapat menghambat pertumbuhan
industri.
Target TKDN sebesar 100% merupakan target jangka panjang yang akan
memerlukan waktu dan upaya yang signifikan untuk mencapainya,
tergantung pada banyak faktor, seperti kondisi industri dalam negeri, pasokan
bahan baku dan komponen dalam negeri, dan persaingan global.
Namun demikian, perlu diingat bahwa tidak semua komponen dalam negeri
sudah tersedia dan memiliki kualitas yang memadai untuk digunakan di
industri ketenagalistrikan. Oleh karena itu, diperlukan upaya untuk terus
meningkatkan kualitas dan ketersediaan komponen dalam negeri agar dapat
digunakan secara optimal dalam industri ketenagalistrikan.
- 91 -
Setiap instalasi tenaga listrik yang beroperasi wajib memiliki Sertifikat Laik
Operasi (SLO). Ketentuan yang mengatur terkait kewajiban memiliki SLO telah
diuji oleh Mahkamah Konstitusi terhadap Undang-Undang Dasar Republik
Indonesia tahun 1945 melalui Putusan Perkara No. 58/PUU-XII/2014 yang
pada intinya memperkuat kewajiban memiliki SLO. Hal tersebut selaras
dengan ketentuan Pasal 54 Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang
(PERPU) Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja bahwa dalam hal instalasi
listrik rumah tangga masyarakat dioperasikan tanpa sertifikat laik operasi,
dampak yang timbul akibat ketiadaan sertifikat laik operasi menjadi tanggung
jawab penyedia tenaga listrik.
dan/atau diagram satu garis dan peralatan yang dipasang ke LIT tegangan
rendah.
LIT kemudian akan menguji dan membuat laporan hasil pemeriksaan dan
pengujian berdasarkan ketentuan peraturan perundangan-undangan untuk
selanjutnya diajukan permohonan registrasi secara daring kepada
Pemerintah. Penerbitan nomor register SLO dilakukan setelah hasil evaluasi
dinyatakan sesuai dengan ketentuan dalam waktu paling lama 4 (empat) hari
kerja.
Melalui penerapan SLO ini, diharapkan dapat terwujud instalasi tenaga listrik
yang andal sehingga dapat beroperasi secara berkesinambungan sesuai
spesifikasi yang telah ditentukan. Selain itu juga untuk menciptakan kondisi
instalasi tenaga listrik yang aman sehingga bahaya yang mungkin timbul bagi
manusia dan makhluk hidup lainnya yang dapat berupa kecelakaan dan
kebakaran akibat listrik dapat diantisipasi. Hal yang tidak kalah penting juga
adalah instalasi tenaga listrik yang ramah lingkungan sehingga tidak
menimbulkan kerusakan pada lingkungan hidup saat instalasi tenaga listrik
dioperasikan.
Penerapan SMK2 yang harus dipenuhi oleh pemilik instalasi meliputi hal-hal
sebagai berikut:
Penerapan SMK2 harus diaudit paling sedikit 1 (satu) kali dalam setahun oleh
internal badan usaha maupun pihak lain yang memiliki kompetensi audit
- 98 -
Perkembangan teknologi digital seperti yang ada pada saat ini sangat
berdampak pada seluruh aspek bisnis yang ada, termasuk di industri
ketenagalistrikan sehingga mengharuskan adanya transformasi yang mau
tidak mau perlu diikuti juga oleh kesiapan Sumber Daya Manusia (SDM)
dalam menghadapi era Digitalisasi. Peningkatan skill atau transformasi SDM
dengan merancang sebuah strategi guna menghasilkan pekerjaan yang sesuai
dengan kebutuhan harus dapat dipersiapkan secara dini mengingat adanya
penggunaan sistem otomatisasi dan robot mengakibatkan penggunaan tenaga
kerja pada suatu industri atau perusahaan/bisnis akan mengalami
penyesuaian.
Pada kegiatan pembangkit tenaga listrik khususnya bahan bakar fosil, perlu
diperhatikan juga mengenai dampak lainnya yang timbul, yaitu emisi Gas
Rumah Kaca (GRK). Pemerintah Indonesia telah melakukan ratifikasi
Persetujuan Paris dan berkomitmen untuk mengurangi pengurangan emisi
GRK sesuai yang tercantum pada dokumen Enhanced-Nationally Determined
Contribution (e-NDC) sebesar 31,89% dengan kemampuan sendiri dan 43,20%
dengan dukungan internasional di tahun 2030 dari Business as Usual.
Berdasarkan dokumen tersebut, target sektor energi meningkat dari yang
semula 314 juta ton CO2e menjadi sebesar 358 juta ton CO2e atau 12,5%
dengan kemampuan sendiri, dan 446 juta ton CO2e atau 15,5% dengan
bantuan internasional dari skenario Business as Usual (BAU). Untuk
mencapai target pengurangan emisi GRK tersebut, upaya yang dilakukan
antara lain adalah pengoperasian pembangkit EBT, dan penggunaan energi
bersih seperti teknologi High Efficiency, Low Emission (HELE) pada PLTU
batubara dan pemanfaatan gas pada pembangkit tenaga listrik.
Ruang Bebas adalah ruang yang dibatasi oleh bidang vertikal dan horizontal
di sekeliling dan di sepanjang konduktor Jaringan Transmisi Tenaga Listrik di
mana tidak boleh ada benda di dalamnya demi keselamatan manusia,
makhluk hidup, dan benda lainnya serta keamanan operasi Jaringan
Transmisi Tenaga Listrik. Batasan Ruang Bebas bervariasi tergantung jenis
tower jaringan transmisi dan level tegangan yang digunakan. Ruang Bebas
wajib dipenuhi oleh pemilik instalasi dan masyarakat yang berada di sekitar
jaringan transmisi. Pemilik instalasi wajib memenuhi ketentuan Ruang Bebas
dalam rangka melaksanakan pembangunan, pengoperasian, dan
pemeliharaan jaringan transmisi, sedangkan masyarakat wajib memenuhi
ketentuan Ruang Bebas untuk beraktifitas di sekitar jaringan transmisi.
a. Penampang Memanjang
Ruang Bebas
Isu yang tidak kalah penting dalam pembangunan jaringan transmisi tenaga
listrik adalah paparan atau radiasi medan elektromeganetik yang dihasilkan
saat jaringan transmisi telah beroperasi. Medan elektromagnetik terdiri dari 2
(dua) parameter yaitu medan listrik dan medan magnet. Kedua parameter
tersebut seringkali memunculkan kekhawatiran di masyarakat karena
berkaitan dengan kesehatan tubuh manusia. Namun demikian berdasarkan
penelitian yang dilakukan oleh beberapa ahli, belum ada efek samping dari
paparan medan listrik dan medan magnet yang dihasilkan oleh SUTT dan
SUTET terhadap kondisi kesehatan.
Tabel II.3. Ambang Batas Medan Listrik Maksimum yang Diizinkan pada
Frekuensi 50/60 Hz
Kuat Medan Listrik kV/m
Karakteristik Pemaparan
(efektif)
Yang berhubungan dengan pekerjaan
- sepanjang hari kerja 10
- jangka pendek 30 *
- hanya pada lengan -
Yang berhubungan dengan masyarakat umum
- sampai dengan 24 jam/hari ** 5
- beberapa jam/hari *** 10
catatan:
* durasi paparan medan antara 10 kV/m dan 30 kV/m dapat dihitung dari
rumus t≤80/E, dengan t adalah durasi dalam jam/hari kerja dan E adalah
kuat Medan Listrik dalam kV/m
*** nilai kuat Medan Listrik dapat dilampaui untuk durasi beberapa
menit/hari, asalkan diambil tindakan pencegahan untuk mencegah efek
kopling tak langsung
Tabel II.4. Tabel b. Ambang Batas Medan Magnet Maksimum yang Diizinkan
pada Frekuensi 50/60 Hz
Medan Magnet (Rapat
Karakteristik Pemaparan Fluks Magnet) mT
(Efektif)
Yang berhubungan dengan pekerjaan
- sepanjang hari kerja 0,5
- jangka pendek 5*
- hanya pada lengan 25
- 106 -
catatan:
* durasi paparan paling lama adalah 2 (dua) jam per hari kerja
*** nilai kuat Medan Magnet dapat dilampaui untuk durasi beberapa
menit/hari, sepanjang diambil tindakan pencegahan untuk mencegah efek
kopling tak langsung
Badan usaha juga wajib mengacu pada Klasifikasi Baku Lapangan Usaha
Indonesia (KBLI) dalam menentukan cakupan kegiatan usahanya. Jenis
usaha jasa penunjang tenaga listrik beserta KBLI dan kategori tingkat risiko
kegiatan usaha serta kewenangan penerbit perizinan berusahanya dapat
dilihat pada tabel berikut:
Usaha jasa penunjang tenaga listrik dapat dilaksanakan oleh badan usaha
milik negara, badan usaha milik daerah, badan usaha swasta, badan layanan
umum, dan koperasi yang berusaha di bidang usaha jasa penunjang tenaga
listrik sesuai dengan klasifikasi, kualifikasi, dan/atau sertifikat badan usaha
jasa penunjang tenaga listrik. Terkait dengan badan usaha swasta dapat
berbentuk:
wajib memiliki Sertifikat Badan Usaha (SBU). Sertifikat Badan Usaha adalah
pengakuan formal terhadap klasifikasi dan kualifikasi atas kemampuan
- 109 -
pelaku usaha di bidang usaha jasa penunjang tenaga listrik. SBU merupakan
salah satu persyaratan dalam standar perizinan berusaha. Pelaksanaan
sertifikasi badan usaha jasa penunjang tenaga listrik dapat dilaksanakan oleh
Pemerintah atau Lembaga Sertifikasi Badan Usaha yang telah diakreditasi
oleh Pemerintah. Sebagai upaya peningkatan pelayanan sertifikasi badan
usaha, Pemerintah telah membangun Sistem Informasi Usaha Jasa
Penunjang Tenaga Listrik (SI UJANG GATRIK) yang dapat diakses melalui
www.siujang.esdm.go.id. Dalam rangka peningkatan pembinaan dan
pengawasan badan usaha penunjang tenaga listrik, Sertifikat Badan Usaha
(SBU) wajib mendapatkan registrasi dari Pemerintah melalui SI UJANG
GATRIK. Selain itu, SI UJANG GATRIK juga menyediakan fasilitas
pengunggahan laporan tahunan untuk memfasilitasi badan usaha pemegang
SBU dalam melaksanakan kewajibannya. SI UJANG GATRIK tidak hanya
memberikan kemudahan bagi pelaku usaha, namun juga memberikan
kemudahan bagi masyarakat dalam mendapatkan informasi terkait
ketersediaan badan usaha penunjang tenaga listrik berdasarkan klasifikasi,
kualifikasi, maupun lokasinya.
Badan usaha untuk kegiatan usaha jasa penunjang tenaga listrik wajib
mendapat perizinan berusaha. Perizinan berusaha dapat diperoleh badan
usaha melalui Sistem Perizinan Berusaha Terintegrasi Secara Elektronik
(Online Single Submission) yang dikelola oleh Badan Koordinasi Penanaman
Modal. Permohonan perizinan berusaha yang masuk melalui OSS akan
diproses sesuai dengan tingkat risiko kegiatan usahanya. Untuk kegiatan
usaha yang memiliki tingkat risiko tinggi dan menengah tinggi, akan
dilakukan verifikasi pemenuhan standar usaha oleh pemerintah atau
pemerintah daerah sesuai dengan kewenangannya. Sedangkan untuk
kegiatan usaha dengan tingkat risiko menengah rendah, OSS dapat
menerbitkan perizinan berusaha berupa sertifikat standar setelah badan
usaha menyampaikan self declare atas pemenuhan standar usaha. Dalam
rangka meningkatkan kepatuhan badan usaha penunjang tenaga listrik
terhadap ketentuan peraturan perundang-undangan, pemerintah dan
pemerintah daerah melaksanakan pembinaan dan pengawasan sesuai dengan
kewenangannya berdasarkan standar dan tingkat risiko kegiatan usahanya.
Informasi terkait dengan persyaratan perizinan berusaha jasa penunjang
tenaga listrik dan informasi lain terkait usaha jasa penunjang tenaga listrik
dapat diperoleh melalui beberapa kanal, yaitu website www.gatrik.esdm.go.id,
- 110 -
Badan usaha jasa penunjang tenaga listrik dengan jenis usaha pemeriksaan
dan pengujian instalasi tenaga listrik, sertifikasi kompetensi tenaga teknik
ketenagalistrikan, sertifikasi badan usaha jasa penunjang tenaga listrik dan
sertifikasi peralatan dan pemanfaat tenaga listrik merupakan badan usaha
yang diberikan kewenangan untuk dapat melaksanakan kegiatan sertifikasi
pada subsektor ketenagalistrikan atau biasa disebut sebagai Lembaga
Sertifikasi Ketenagalistrikan. Selain perizinan berusaha, lembaga sertifikasi
ketenagalistrikan tersebut juga memiliki kewajiban untuk mendapatkan
akreditasi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Lembaga sertifikasi ketenagalistrikan yang kewenangan akreditasinya
dilaksanakan oleh Menteri ESDM melalui Direktur Jenderal Ketenagalistrikan
adalah Lembaga Sertifikasi Badan Usaha (LSBU), Lembaga Sertifikasi Tenaga
Teknik Ketenagalistrikan (LSK), Lembaga Inspeksi Teknik Tenaga Listrik (LIT)
dan Lembaga Inspeksi Teknik Tegangan Rendah (LIT TR). Sedangkan untuk
Lembaga Sertifikasi Produk (LSPro) akreditasinya dilaksanakan oleh Komite
Akreditasi Nasional (KAN). Dalam rangka pembinaan terhadap lembaga
sertifikasi ketenagalistrikan, Direktorat Jenderal Ketenagalistrikan
melaksanakan penilaian kinerja minimal satu tahun sekali dengan kriteria
dan pedoman yang telah ditetapkan. Hasil penilaian kinerja lembaga
sertifikasi ketenagalistrikan akan dipublikasikan sebagai bentuk apresiasi
bagi lembaga sertifikasi ketenagalistrikan dan informasi bagi masyarakat
pengguna jasa lembaga sertifikasi ketenagalistrikan.
BAB III
KONDISI PENYEDIAAN TENAGA LISTRIK SAAT INI
Usaha penyediaan tenaga listrik yang telah dilakukan oleh BUMD, swasta,
koperasi, dan swadaya masyarakat tersebut diantaranya adalah membangun
dan mengoperasikan sendiri pembangkit tenaga listrik yang kemudian tenaga
listriknya di jual kepada PT PLN (Persero) atau lebih dikenal Independent Power
Producer (IPP) ataupun membangun dan mengoperasikan sendiri pembangkit,
transmisi dan/atau distribusi tenaga listrik secara terintegrasi yang kemudian
tenaga listriknya dijual langsung kepada konsumen di suatu wilayah usaha
khusus yang dikenal dengan istilah usaha penyediaan tenaga listrik terintegrasi
atau Private Power Utility (PPU).
Kondisi penyediaan tenaga listrik yang disajikan dalam bab ini mencakup
potensi energi primer Indonesia dan kondisi sistem tenaga listrik berdasarkan
data pengusahaan pemegang IUPTLU baik dalam Wilayah Usaha PT PLN
(Persero) maupun dalam wilayah usaha pemegang IUPTLU lainnya (PPU),
beserta data IUPTLS yang memiliki pembangkit yang memanfaatkan sumber
energi primer selain BBM.
Indonesia memiliki beraneka ragam potensi sumber energi primer yang dapat
dimanfaatkan untuk pembangkitan tenaga listrik diantaranya adalah batubara,
minyak dan gas bumi, panas bumi, air, surya, bioenergi, bayu, arus laut dan
nuklir.
- 119 -
Sumber:
1) Roadmap Pengembangan dan Pemanfaatan Batubara, Direktorat Jenderal Mineral dan Batubara – KESDM, 2021
2) Buku Statistik Minyak dan Gas Bumi Semester I 2022, Direktorat Jenderal Minyak dan Gas Bumi – KESDM, 2022
3) Peta Distribusi Potensi Panas Bumi Indonesia, Badan Geologi, Desember 2020
4) Pemutakhiran Data Potensi Energi Terbarukan, Puslitbang Teknologi Ketenagalistrikan, Energi Baru Terbarukan, dan
Batubara
Gas Bumi
Indonesia memiliki cadangan gas bumi sekitar 54,83 TCF dengan rincian
cadangan terbukti sekitar 36,34 TCF dan cadangan potensial sekitar
18,49 TCF. Cadangan tersebut sebagian besar tersebar di Wilayah
Maluku sekitar 29% dari total cadangan nasional dan Wilayah Papua
sekitar 22% dari total cadangan nasional.
Minyak Bumi
Panas Bumi
potensi panas bumi yang cukup besar, mencapai 5% dari total potensi
panas bumi nasional yang tersebar di 31 lokasi.
Air
Surya
Bioenergi
Angin
Wilayah Jawa juga memiliki potensi angin yang cukup besar yaitu
sebesar 26% dari total potensi angin nasional. Potensi angin tersebut
tersebar di Provinsi Jawa Barat sebesar 31% dari total potensi angin di
Wilayah Jawa, Provinsi Jawa Timur sebesar 25% dari total potensi angin
di Wilayah Jawa, dan Provinsi Jawa Tengah dengan potensi angin
sebesar 21% dari total potensi angin di Wilayah Jawa.
Arus Laut
Nuklir
dilaksanakan oleh BUMN, BUMD, badan usaha swasta, koperasi dan swadaya
masyarakat yang berusaha di bidang penyediaan tenaga listrik. BUMN dalam
hal ini PT PLN (Persero), diberikan prioritas pertama untuk melakukan usaha
penyediaan tenaga listrik untuk kepentingan umum.
Pemegang Wilayah
No Lokasi Wilayah Usaha Jenis Usaha
Usaha
PT Riau Perkasa Kawasan Industri Pelindo, Kawasan
7 Terintegrasi
Energi Pengembangan Pelabuhan Terpadu, Prov. Riau
Pulau Batam dan sekitarnya, kecuali yang
ditetapkan Pemerintah sebagai Wilayah Usaha
8 PT PLN Batam Terintegrasi
bagi badan usaha lainnya atau koperasi, Prov.
Kep. Riau
PT Batamindo
Kawasan Industri Batamindo Kota Batam,
9 Investment Terintegrasi
Prov. Kep. Riau
Cakrawala
Kawasan Industri Tunas, Kota Batam, Prov.
10 PT Tunas Energi Terintegrasi
Kep. Riau
PT Panbil Utilitas Kawasan Industri Panbil, Kota Batam, Prov.
11 Terintegrasi
Sentosa Kep. Riau
PT Soma Daya Kawasan Pulau Karimun Zona I Kabupaten
12 Terintegrasi
Utama Karimun, Prov. Kep. Riau
PT Karimun Power Kawasan Pulau Karimun Zona II Kabupaten
13 Terintegrasi
Plant Karimun, Prov. Kep. Riau
Kawasan Pariwisata Terpadu Bintan Resort,
PT Bintan Resort Distribusi dan
14 Kec. Teluk Sebong, Kab. Bintan, Prov. Kep.
Cakrawala Penjualan
Riau
Kawasan Industri Bintan, Desa Teluk Lobam,
PT Bintan Inti Distribusi dan
15 Kec. Seri Kuala Lobam, Kab. Bintan, Prov. Kep.
Industrial Estate Penjualan
Riau
PT Bintan Alumina KEK Galang Batang, Kab. Bintan, Prov. Kep.
16 Terintegrasi
Indonesia Riau.
PT Energi Kawasan Pelabuhan Tanjung Priok,
Distribusi dan
17 Pelabuhan Kecamatan Tanjung Priok, Kota Jakarta Utara,
Penjualan
Indonesia Prov. DKI Jakarta
Pemegang Wilayah
No Lokasi Wilayah Usaha Jenis Usaha
Usaha
33 PT Krakatau Posco Area Pabrik Baja Terpadu PTKP, Prov. Banten Terintegrasi
Pemegang Wilayah
No Lokasi Wilayah Usaha Jenis Usaha
Usaha
Kawasan Pemukiman Penduduk Desa Long
PT Long Beliu Tau
47 Beliu, Kecamatan Kelay, Kab. Berau, Prov. Terintegrasi
Energi
Kalimantan Timur
Kab. Bulungan, Prov. Kalimantan Utara dan
PT Kayan Hydro
48 Kawasan Industri Sangkulirang, Kab. Kutai Terintegrasi
Energi
Timur, Prov. Kalimantan Timur
Area Pertambangan PT Pesona Khatulistiwa
PT Sumber Alam Nusantara, Desa Tengkapak dan Desa Apung,
49 Terintegrasi
Sekurau Kec. Tanjung Selor, Kab. Bulungan, Prov.
Kalimantan Utara
PT Kalimantan Kawasan Industri PT KIKI di Tanah Kuning
50 Energi Lestari dan PT KIPI di Mangkupadi, Prov. Kalimantan Terintegrasi
Indonesia Utara
PT Indonesia Kawasan Industri Indonesia Morowali Transmisi,
51 Morowali Industrial Park (IMIP), Kec. Bahodopi, Kab. Distribusi dan
Industrial Park Morowali, Prov. Sulawesi Tengah Penjualan
Kawasan Industri PT Kendari Industrial
PT Sultra Energi
52 Pratama, Kec. Moramo Utara, Kab. Konawe Terintegrasi
Indonesia
Selatan, Prov. Sulawesi Tenggara
PT Karampuang Desa Karampuang, Kecamatan Mamuju, Kab.
53 Terintegrasi
Multi Daya Mamuju, Prov. Sulawesi Barat
PT Weda Bay Kawasan Industri PT IWIP (PT WBN) Kab.
54 Terintegrasi
Energi Halmahera Tengah, Prov. Maluku Utara
Kawasan Industri Pulau Obi di Halmahera,
55 PT Obi Sinar Timur Terintegrasi
Prov. Maluku Utara
PT Biogreen Power Kawasan PT Tunas Sawa Erma, Kab. Boven
56 Terintegrasi
Jayapura Digoel, Prov. Papua
PT Puncakjaya Kawasan Pertambangan PT FI, Kab. Mimika,
57 Terintegrasi
Power Prov. Papua
Pada tahun 2022, konsumsi tenaga listrik nasional didominasi oleh konsumsi
tenaga listrik di Wilayah Usaha PT PLN (Persero), diikuti dengan konsumsi
tenaga listrik di Wilayah Usaha non PT PLN (Persero) dan terakhir di IUPTLS.
Di Wilayah Usaha PT PLN (Persero), konsumsi tenaga listrik didominasi oleh
sektor rumah tangga (sekitar 33% dari konsumsi tenaga listrik nasional) dan
sektor industri (24% dari konsumsi tenaga listrik nasional). Sedangkan di
Wilayah Usaha non PT PLN (Persero), konsumsi tenaga listrik di dominasi
hanya pada sektor industri (18% dari konsumsi tenaga listrik nasional).
Wilayah Usaha dengan konsumsi tenaga listrik terbesar adalah PT Indonesia
- 131 -
Gambar III.4. Konsumsi Tenaga Listrik Nasional Tahun 2022 Per Sektor Per
Wilayah Usaha (dalam TWh)
Pada tahun 2022, total kapasitas terpasang pembangkit tenaga listrik nasional
mencapai sekitar 83,8 GW yang terdiri dari pembangkit di Wilayah Usaha PT
PLN (Persero) sekitar 82% dari total kapasitas terpasang pembangkit nasional,
PPU sekitar 11% dari total kapasitas terpasang pembangkit nasional, IUPTLS
sekitar 7% dari total kapasitas terpasang pembangkit nasional dan Pemerintah
sekitar 0,1% dari total kapasitas terpasang pembangkit nasional.
Gambar III.5. Kapasitas terpasang pembangkit nasional tahun 2022 per pemilik
Gambar III.6. Kapasitas Terpasang Pembangkit Nasional Tahun 2022 per Jenis
- 133 -
Sistem Transmisi
Sistem Distribusi
69.967
68.834
65.971
63.319
60.602
Rasio elektrifikasi atau jumlah rumah tangga di seluruh Indonesia yang sudah
menikmati tenaga listrik untuk mendukung kehidupan masyarakat baru
mencapai sekitar 99,63% dari seluruh jumlah rumah tangga yang berjumlah
sekitar 80 juta rumah tangga. Ini berarti masih ada sekitar 0,40% jumlah
rumah tangga atau sekitar 293 ribu penduduk di Indonesia yang belum dapat
menikmati tenaga listrik.
Adapun rasio elektrifikasi dan rasio desa berlistrik tahun 2022 per provinsi
adalah sebagaimana berikut:
Gambar III.17. Sebaran Rasio Desa Berlistrik per Provinsi Tahun 2022
- 141 -
BAB IV
PROYEKSI KEBUTUHAN DAN PENYEDIAAN TENAGA LISTRIK
NASIONAL
Kebutuhan energi listrik akan terus meningkat di masa depan sehingga harus
diantisipasi agar energi listrik dapat tersedia dalam jumlah yang cukup dengan
kualitas yang baik dan harga yang wajar. Upaya penyediaan energi listrik di
masa depan harus dapat memenuhi tuntutan masyarakat dan global terkait
perlindungan lingkungan hidup dan penurunan emisi GRK untuk mencapai
target NZE pada tahun 2060 atau lebih cepat. Bab ini akan menguraikan
proyeksi kebutuhan tenaga listrik nasional dan rencana penyediaan tenaga
listrik pada pembangkitan dan transmisi.
Metodologi
1. Top-Down
2. Bottom-Up
Periode proyeksi kebutuhan tenaga listrik mulai tahun 2023 sampai 2060
menyesuaikan dengan perencanaan KEN. Hasil proyeksi dikelompokkan
menjadi 6 sektor pelanggan yaitu Rumah Tangga, Bisnis, Publik, Industri,
Kendaraan Bermotor Listrik, dan produksi hidrogen. Proyeksi kebutuhan
tenaga listrik nasional adalah kumulatif penjumlahan proyeksi kebutuhan 34
provinsi. Hasil proyeksi kebutuhan tenaga listrik tersebut selanjutnya diolah
dalam pemodelan optimasi penyediaan tenaga listrik (pembangkit dan
transmisi) menggunakan software Balmorel dengan prinsip least cost investment
dan least cost dispacth.
- 144 -
Data Historis
berbanding terbalik dengan tarif tenaga listrik. Dalam dua puluh tahun
terakhir, terjadi kenaikan konsumsi tenaga listrik dengan rata-rata
pertumbuhan sekitar 8,1% per-tahun. Kenaikan konsumsi tersebut disebabkan
peningkatan pertumbuhan ekonomi yang didorong sektor industri dan bisnis.
Proyeksi kebutuhan tenaga listrik menggunakan asumsi dan target antara lain
pertumbuhan ekonomi, pertumbuhan penduduk, rencana pengembangan KI,
KEK, SKPT, DPP, Kendaraan Bermotor Listrik, dan produksi hidrogen.
Pertumbuhan Ekonomi
Pertumbuhan Penduduk
Tambahan kebutuhan tenaga listrik untuk KI, KEK, smelter, SKPT, DPP dan
Kendaraan Bermotor Listrik menggunakan data dari Kemenerian ESDM,
Kementerian Perindustrian, Dewan Nasional KEK, Kementerian Kelautan
Perikanan, Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif, Pemerintah Daerah
dan Badan Usaha pemegang IUPTLU serta IUPTLS. Total tambahan kebutuhan
tenaga listrik mencapai 15,7 GW terdiri dari KI sebesar 10,9 GW, KEK 2 GW,
smelter 2,5 GW, SKPT 0,2 GW dan DPP 0,1 GW. Tambahan kebutuhan tenaga
listrik terbesar adalah di Pulau Sulawesi, diikuti Sumatera, Kalimantan, Jawa
Madura Bali, dan Maluku Papua serta Nusa Tenggara.
Gambar IV.6. Rencana kebutuhan tenaga listrik KI, KEK, smelter, SKPT, DPP
- 147 -
Hidrogen
Proyeksi kebutuhan tenaga listrik dibagi menjadi tiga skenario yaitu skenario
Business as Usual (BaU), skenario International Energy Agency (IEA), Skenario
Rendah dan Skenario Tinggi. Penjelasan masing-masing skenario adalah
sebagai berikut.
Skenario BaU
Hasil proyeksi kebutuhan tenaga listrik tahun 2023 sebesar 337 TWh
meningkat menjadi 1.347 TWh pada tahun 2060. Rata-rata pertumbuhan
tenaga listrik sekitar 3,9% per-tahun. Proyeksi kebutuhan tenaga listrik tahun
2060 untuk pelanggan Rumah Tangga sekitar 281 TWh, Bisnis sekitar 238 TWh,
Publik sekitar 87 TWh, Industri sekitar 701 TWh, dan Kendaraan Bermotor
Listrik sekitar 39 TWh. Hasil proyeksi kebutuhan tenaga listrik skenario BaU
dijelaskan dalam Gambar dibawah ini.
Gambar IV.8. Proyeksi kebutuhan tenaga listrik skenario BaU per golongan
pelanggan 2023 – 2060
- 149 -
Skenario IEA+
Hasil proyeksi kebutuhan tenaga listrik tahun 2023 sebesar 376 TWh
meningkat menjadi 1.744 TWh pada tahun 2060. Rata-rata pertumbuhan
tenaga listrik sekitar 4,2% per-tahun. Proyeksi kebutuhan tenaga listrik tahun
2060 untuk pelanggan Rumah Tangga sekitar 247 TWh, Bisnis sekitar 170 TWh,
Publik sekitar 62 TWh, Industri sekitar 678 TWh, dan Kendaraan Bermotor
Listrik sekitar 365 TWh dan Hidrogen 222 TWh. Hasil proyeksi kebutuhan
tenaga listrik skenario IEA+ dijelaskan dalam Gambar dibawah ini..
Gambar IV.9. Proyeksi kebutuhan tenaga listrik skenario IEA per golongan
pelanggan 2023 – 2060
Skenario Rendah
tenaga listrik untuk KI, KEK, smelter, DPP dan SKPT yang direncanakan akan
dibangun berdasarkan masukan pada FGD penyusunan RUKN.
Hasil proyeksi kebutuhan tenaga listrik tahun 2023 sebesar 363 TWh
meningkat menjadi 1.846 TWh pada tahun 2060. Rata-rata pertumbuhan
tenaga listrik sekitar 4,8% per-tahun. Proyeksi kebutuhan tenaga listrik tahun
2060 untuk pelanggan Rumah Tangga sekitar 316 TWh, Bisnis sekitar 218 TWh,
Publik sekitar 80 TWh, Industri sekitar 734 TWh, Kendaraan Bermotor Listrik
sekitar 321 TWh dan Hidrogen 178 TWh. Hasil proyeksi kebutuhan tenaga
listrik skenario rendah dijelaskan dalam Gambar dibawah ini.
Skenario Tinggi
Hasil proyeksi kebutuhan tenaga listrik tahun 2023 sebesar 377 TWh
meningkat menjadi 2.152 TWh pada tahun 2060. Rata-rata pertumbuhan
tenaga listrik sekitar 5,2% per-tahun. Proyeksi kebutuhan tenaga listrik tahun
2060 untuk pelanggan Rumah Tangga sekitar 390 TWh, Bisnis sekitar 268 TWh,
Publik sekitar 99 TWh, Industri sekitar 845 TWh, Kendaraan Bermotor Listrik
sekitar 336 TWh dan Hidrogen 215 TWh. Hasil proyeksi kebutuhan tenaga
listrik skenario tinggi dijelaskan dalam Gambar dibawah ini.
Gambar IV.11. Proyeksi kebutuhan tenaga listrik skenario tinggi per golongan
pelanggan 2023 – 2060
Konsumsi listrik per kapita merupakan suatu indikator kemajuan suatu negara.
Konsumsi listrik per kapita merupakan jumlah energi listrik yang digunakan
atau dimanfaatkan baik secara langsung ataupun tidak langsung dibagi jumlah
penduduk dalam periode satu tahun. Dalam skenario rendah, konsumsi listrik
per kapita tahun 2023 sebesar 1.366 kWh meningkat menjadi 5.580 kWh tahun
2060 lebih tinggi dari skenario BaU namun lebih rendah dari skenario tinggi.
- 152 -
Metodologi
Pemodelan meliputi 244 sistem tenaga listrik dengan periode waktu dimulai
tahun 2023 sampai 2060 dengan objective function menghasilkan rencana
penyediaan tenaga listrik pembangkit dan transmisi yang least-cost, unit
commitment dan economic dispatch. Hasil pemodelan akan mendapatkan
rencana pembangkit, produksi energi listrik, bauran energi, emisi CO2, BPP,
dan interkoneksi jaringan transmisi.
Asumsi discount rate yang digunakan sebesar 10%. Resolusi waktu untuk
optimasi investasi adalah 208 time slices dalam setahun dan hourly dispatch
adalah 8.736 time slices dalam setahun. Teknologi pembangkit untuk opsi
pembangkitan lebih dari 1.000 (800 existing dan 200 opsi investasi). Teknologi
pembangkit untuk opsi investasi terdiri dari pembangkit Variable Renewable
Energy (VRE) mencakup PLTS, PLTB on shore dan off shore dan PLTAL.
Teknologi energi terbarukan mencakup PLTA, PLTP, PLTBm, PLTBg, dan PLTSa.
Teknologi nuklir mencakup Small Modular Reactor (SMR) dan PLTN. Teknologi
Carbon Capture Storage (CCS) mencakup IGCC CCS, PLTGU CCS dan PLTU CCS
yang digunakan dalam skenario Low Emission dan teknologi cofiring biomasa
- 154 -
PLTU. Opsi investasi pembangkit mulai tahun 2026-2030 terdiri dari teknologi
EBET, teknologi gas, dan IGCC. Setelah tahun 2030, opsi investasi hanya
berasal dari teknologi EBET.
1. Model Nasional
Mencakup sistem besar dalam Wilayah Usaha PLN yang terkoneksi dalam
grid, Wilayah Usaha yang bekerja sama dengan PLN, dan opsi interkoneksi
antar sistem maupun antar pulau.
2. Model PPU
Mencakup seluruh sistem tenaga listrik Wilayah Usaha Non-PLN dan
IUPTLS.
3. Model Remote
Mencakup sistem tenaga listrik skala kecil di PLN yang berada di daerah 3T
dan opsi interkoneksi terbatas dalam Pulau Papua.
2. Pemanfaatan PLTS
3. Fleksibilitas Demand
Rumah Tangga, Bisnis, Komersial, Industri, dan Electric Vehicle (EV) smart
charging.
4. Biaya Teknologi
Terdapat dua skema tren penurunan biaya teknologi yaitu trend penurunan
sesuai teknologi katalog (semua teknologi pembangkit) dan trend penurunan
hanya teknologi PLTS dan PLTB. Penurunan biaya teknologi diproyeksikan
setiap 5 atau 10 tahun sesuai tren teknologi katalog.
Kapasitas pembangkit terpasang dan rencana merupakan salah satu input yang
menentukan hasil pemodelan. Kapasitas pembangkit menggunakan angka
Daya Mampu Netto (DMN) yaitu kapasitas terpasang pembangkit dikurangi
dengan pemakaian sendiri atau house load. DMN digunakan karena kebutuhan
tenaga listrik sebagai input model merupakan kebutuhan tenaga listrik di sisi
pengguna. Data kapasitas terpasang pembangkit dan rencana yang digunakan
adalah data RUPTL Pemegang Wilayah Usaha dan rencana IUPTLS yang sedang
proses pengajuan izin.
PLTU diproyeksikan akan terus naik dan mencapai puncak kapasitas pada
tahun 2030 sekitar 65 GW atau naik sebesar 22 GW dari tahun 2022. Kenaikan
ini disebabkan oleh PLTU yang telah tercantum dalam RUPTL pemegang
Wilayah Usaha dan PLTU yang masuk kriteria Perpres 112/2022. PLTU dalam
Wilayah Usaha PLN diproyeksikan mencapai sekitar 75% dari total kapasitas
PLTU Nasional. Kapasitas PLTU diproyeksikan akan semakin turun sesuai
dengan masa operasi atau masa kontraknya. Grafik kapasitas PLTU
berdasarkan pemilik disajikan pada Gambar dibawah ini.
Hasil Skenario
Hasil optimasi penyediaan tenaga listrik dibagi menjadi empat skenario yaitu
skenario Business as Usual (BaU), ZE Decommisioning, ZE Retrofitting, dan Low
Emission. Penjelasan masing-masing skenario adalah sebagai berikut.
a. BaU
PLTBio, PLTA, dan PLTP. Sisanya 22% berasal dari pembangkit fosil terdiri dari
PLTU sekitar 21% dan PLT Gas sekitar 1%.
Bauran energi merupakan porsi produksi berdasarkan jenis bahan bakar terdiri
dari batubara, gas, BBM, dan EBET. Pada tahun 2025, bauran EBET mencapai
25% dan akan terus meningkat setelah 2025 dengan adanya pengembangan
pembangkit EBET. Bauran EBET akan mencapai 51% pada tahun 2060.
- 161 -
Emisi CO2 tahun 2023 mencapai sekitar 274 juta ton CO2 dan mendekati tahun
2060 terjadi puncak emisi CO2 sebesar 642 juta ton CO2.
Pulau Jawa akan membutuhkan transfer energi listrik dari pulau Sumatera
sehingga Interkoneksi Sumatera-Jawa akan mulai tahun 2045 untuk
- 162 -
memenuhi kebutuhan tenaga listrik di pulau Jawa yang akan meningkat setiap
tahun.
b. ZE Decommissioning
Pada tahun 2025, bauran EBET mencapai 23% dan akan terus meningkat
setelah 2025 dengan adanya pengembangan pembangkit EBET. Bauran EBET
akan mencapai 100% pada tahun 2060.
Emisi CO2 tahun 2023 mencapai sekitar 283 juta ton CO2 dan mendekati tahun
2030 terjadi puncak emisi CO2 sebesar 473 juta ton CO2 kemudian akan terus
turun pada tahun berikutnya. Emisi menurun tajam pada tahun 2045 dan 2050
seiring besarnya retirement PLTU dan berkurang signifikan setelah tahun 2055
karena seluruh pembangkit fosil (PLTU dan PLT Gas) memasuki masa
retirement. Pada tahun 2059, emisi pada pembangkitan tenaga listrik akan
mendekati nol.
c. ZE Retrofitting
Pada tahun 2025, bauran EBET mencapai 22% dan akan terus meningkat
setelah 2025 dengan adanya pengembangan pembangkit EBET. Bauran EBET
akan mencapai 100% pada tahun 2060.
- 168 -
Emisi CO2 tahun 2023 mencapai sekitar 290 juta ton CO2 dan mendekati tahun
2030 terjadi puncak emisi CO2 sebesar 478 juta ton CO2 kemudian akan terus
turun pada tahun berikutnya. Emisi menurun tajam pada tahun 2045 dan 2050
seiring besarnya retrofitting PLTU dan berkurang signifikan setelah tahun 2055
karena seluruh pembangkit fosil memasuki masa retrofitting. Pada tahun 2059,
emisi pada pembangkitan tenaga listrik akan mendekati nol.
mulai tahun 2044 diperlukan untuk memenuhi kebutuhan tenaga listrik Pulau
Jawa.
Pada tahun 2025, bauran EBET mencapai 23% dan akan terus meningkat
setelah 2025 dengan adanya pengembangan pembangkit EBET. Bauran EBET
akan mencapai 100% pada tahun 2060.
Emisi CO2 tahun 2023 mencapai sekitar 285 juta ton CO2 dan mendekati tahun
2030 terjadi puncak emisi CO2 sebesar 474 juta ton CO2 kemudian akan terus
turun pada tahun berikutnya. Emisi menurun tajam pada tahun 2045 dan 2050
Pada tahun 2059, emisi pada pembangkitan tenaga listrik akan mendekati nol.
Pada skenario ZE CCS, pengembangan transmisi antar pulau dan antar provinsi
akan berkembang disebabkan sistem tenaga listrik yang memiliki keterbatasan
potensi EBET akan membutuhkan transfer energi listrik dari provinsi lain atau
pulau lain. Pulau Jawa yang memiliki keterbatasan potensi EBET akan
membutuhkan transfer energi listrik dari pulau lain seperti, Sumatera,
Kalimantan, Lombok, dan Sumba. Interkoneksi Sumatera-Jawa akan mulai
tahun 2035, Interkoneksi Jawa-Kalimantan mulai tahun 2036, Interkoneksi
Jawa-Lombok mulai tahun 2027, dan Interkoneksi Jawa-Sumba mulai tahun
2042 diperlukan untuk memenuhi kebutuhan tenaga listrik Pulau Jawa.
Analisis Sensitivitas
a. Demand
Skenario tinggi akan memproduksi tenaga listrik sekitar 2.242 TWh pada
tahun 2060 sedangkan skenario rendah memproduksi sekitar 1.944 TWh
atau turun sekitar 298 TWh dan skenario IEA+ memproduksi sekitar
1.790 TWh atau turun sekitar 452 TWh.
- 175 -
b. Solar PV
Pemanfaatan PLTS untuk RUKN dipilih pada kisaran 450 GW, pemilihan
ini mempertimbangkan proyeksi ketersediaan lahan untuk PLTS,
kesiapan industri lokal, teknologi balancing VRE yang semakin tersedia
dan kapasitas pembangunan setiap tahunnya. Sebagai analisis
sensitivitas, angka sekitar 200 GW (low PV) dan 700 GW (high PV) dipilih
untuk perbandingan opsi pemanfaatan PLTS yang lebih moderat dan
optimis.
Emisi CO2 dari RUKN cenderung lebih tinggi dibandingkan Low PV dan
high PV mengingat peningkatan produksi tenaga listrik yang berasal dari
pembangkit fosil. Ketiga analisis senstivitas ini menghasilkan emisi CO2
nol sebelum tahun 2060.
c. Fleksibilitas Demand
d. Biaya teknologi
Kedua analisis senstivitas ini menghasilkan emisi CO2 nol sebelum tahun
2060. Perbandingan Biaya Pokok Penyediaan (BPP) tenaga listrik
pembangkitan dan transmisi diproyeksikan sebesar 8,3 cUSD/kWh
untuk RUKN dengan tren penurunan biaya pembangkitan pada tahun
2060 dan 8,7 cUSD/kWh untuk technology price atau naik sebesar 0,4
cUSD/kWh.
- 180 -
BAB V
RENCANA PENGEMBANGAN SISTEM PENYEDIAAN TENAGA
LISTRIK NASIONAL
Hal yang perlu menjadi perhatian dalam peningkatan rasio elektrifikasi tidak
hanya penyambungan listrik ke rumah, namun juga perlu memperhatikan
keandalan dan mutu sistem tenaga listrik, sehingga tidak menimbulkan
permasalahan lain seperti seringnya terjadi pemadaman. Dengan kata lain
penyambungan listrik harus diimbangi dengan penambahan pasokan di sisi
hulu dan perkuatan sistem penyaluran di sisi hilir.
Regional Sumatera
Hasil proyeksi kebutuhan tenaga listrik tahun 2023 sebesar 62 TWh meningkat
menjadi 357 TWh pada tahun 2060. Rata-rata pertumbuhan tenaga listrik
sekitar 5% per-tahun. Proyeksi kebutuhan tenaga listrik tahun 2060 untuk
pelanggan Rumah Tangga sekitar 60 TWh, Bisnis sekitar 31 TWh, Publik sekitar
17 TWh, Industri sekitar 126 TWh, Kendaraan Bermotor Listrik sekitar 65 TWh
dan Hidrogen 58 TWh. Hasil proyeksi kebutuhan tenaga listrik dijelaskan dalam
Gambar dibawah ini.
Pada tahun 2025, bauran EBET mencapai 43% dan akan terus meningkat
setelah 2025 dengan adanya pengembangan pembangkit EBET. Bauran EBET
akan mencapai 100% pada tahun 2060.
Emisi CO2 tahun 2023 mencapai sekitar 31 juta ton CO2 dan mendekati tahun
2038 terjadi puncak emisi CO2 sebesar 63 juta ton CO2 kemudian akan terus
turun pada tahun berikutnya. Emisi menurun tajam pada tahun 2045 dan 2050
seiring besarnya retrofitting PLTU dan berkurang signifikan setelah tahun 2055
karena seluruh pembangkit fosil memasuki masa retrofitting. Pada tahun 2056,
emisi pada pembangkitan tenaga listrik akan mendekati nol.
Regional Jawa-Bali
Hasil proyeksi kebutuhan tenaga listrik tahun 2023 sebesar 205 TWh
meningkat menjadi 1.002 TWh pada tahun 2060. Rata-rata pertumbuhan
tenaga listrik sekitar 4,5% per-tahun. Proyeksi kebutuhan tenaga listrik tahun
2060 untuk pelanggan Rumah Tangga sekitar 205 TWh, Bisnis sekitar 158 TWh,
Publik sekitar 49 TWh, Industri sekitar 349 TWh, Kendaraan Bermotor Listrik
sekitar 205 TWh dan Hidrogen 37 TWh. Hasil proyeksi kebutuhan tenaga listrik
dijelaskan dalam Gambar dibawah ini.
Gambar V.8. Proyeksi kebutuhan tenaga listrik Regional Jawa Bali tahun
2023 s.d. 2060
Pada tahun 2025, bauran EBET mencapai 17% dan akan terus meningkat
setelah 2025 dengan adanya pengembangan pembangkit EBET. Bauran EBET
akan mencapai 100% pada tahun 2060.
- 187 -
Emisi CO2 tahun 2023 mencapai sekitar 169 juta ton CO2 dan mendekati tahun
2035 terjadi puncak emisi CO2 sebesar 232 juta ton CO2 kemudian akan terus
turun pada tahun berikutnya. Emisi menurun tajam pada tahun 2045 dan 2050
seiring besarnya retrofitting PLTU dan berkurang signifikan setelah tahun 2055
karena seluruh pembangkit fosil memasuki masa retrofitting. Pada tahun 2056,
emisi pada pembangkitan tenaga listrik akan mendekati nol.
Gambar V.12. Proyeksi Emisi CO2 Pembangkitan Regional Jawa Jawa Bali
2023-2060
- 188 -
Regional Kalimantan
Hasil proyeksi kebutuhan tenaga listrik tahun 2023 sebesar 19 TWh meningkat
menjadi 192 TWh pada tahun 2060. Rata-rata pertumbuhan tenaga listrik
sekitar 7,8% per-tahun. Proyeksi kebutuhan tenaga listrik tahun 2060 untuk
pelanggan Rumah Tangga sekitar 20 TWh, Bisnis sekitar 12 TWh, Publik sekitar
5 TWh, Industri sekitar 104 TWh, Kendaraan Bermotor Listrik sekitar 23 TWh
dan Hidrogen 27 TWh. Hasil proyeksi kebutuhan tenaga listrik dijelaskan dalam
Gambar dibawah ini.
Pada tahun 2025, bauran EBET mencapai 17% dan akan terus meningkat
setelah 2025 dengan adanya pengembangan pembangkit EBET. Bauran EBET
akan mencapai 100% pada tahun 2060.
- 190 -
Emisi CO2 tahun 2023 mencapai sekitar 23 juta ton CO2 dan mendekati tahun
2030 terjadi puncak emisi CO2 sebesar 92 juta ton CO2 kemudian akan terus
turun pada tahun berikutnya. Emisi menurun tajam pada tahun 2034 dan 2040
seiring besarnya retrofitting PLTU dan berkurang signifikan setelah tahun 2055
karena seluruh pembangkit fosil memasuki masa retrofitting. Pada tahun 2059,
emisi pada pembangkitan tenaga listrik akan mendekati nol.
Regional Sulawesi
Hasil proyeksi kebutuhan tenaga listrik tahun 2023 sebesar 48 TWh meningkat
menjadi 153 TWh pada tahun 2060. Rata-rata pertumbuhan tenaga listrik
sekitar 3,4% per-tahun. Proyeksi kebutuhan tenaga listrik tahun 2060 untuk
pelanggan Rumah Tangga sekitar 18 TWh, Bisnis sekitar 10 TWh, Publik sekitar
5 TWh, Industri sekitar 89 TWh, Kendaraan Bermotor Listrik sekitar 19 TWh
dan Hidrogen 12 TWh. Hasil proyeksi kebutuhan tenaga listrik dijelaskan dalam
Gambar dibawah ini.
2023-2060
Pada tahun 2025, bauran EBET mencapai 21% dan akan terus meningkat
setelah 2025 dengan adanya pengembangan pembangkit EBET. Bauran EBET
akan mencapai 100% pada tahun 2060.
- 193 -
Emisi CO2 tahun 2023 mencapai sekitar 42 juta ton CO2 dan mendekati tahun
2036 terjadi puncak emisi CO2 sebesar 55 juta ton CO2 kemudian akan terus
turun pada tahun berikutnya. Emisi menurun tajam pada tahun 2045 dan 2050
seiring besarnya retrofitting PLTU dan berkurang signifikan setelah tahun 2054
karena seluruh pembangkit fosil memasuki masa retrofitting. Pada tahun 2055,
emisi pada pembangkitan tenaga listrik akan mendekati nol.
Hasil proyeksi kebutuhan tenaga listrik tahun 2023 sebesar 29 TWh meningkat
menjadi 142 TWh pada tahun 2060. Rata-rata pertumbuhan tenaga listrik
sekitar 7,4% per-tahun. Proyeksi kebutuhan tenaga listrik tahun 2060 untuk
pelanggan Rumah Tangga sekitar 12 TWh, Bisnis sekitar 6 TWh, Publik sekitar
4 TWh, Industri sekitar 66 TWh, Kendaraan Bermotor Listrik sekitar 10 TWh
dan Hidrogen 44 TWh. Hasil proyeksi kebutuhan tenaga listrik dijelaskan dalam
Gambar dibawah ini.
Pada tahun 2025, bauran EBET mencapai 18% dan akan terus meningkat
setelah 2025 dengan adanya pengembangan pembangkit EBET. Bauran EBET
akan mencapai 100% pada tahun 2060.
- 196 -
Emisi CO2 tahun 2023 mencapai sekitar 25 juta ton CO2 dan mendekati tahun
2036 terjadi puncak emisi CO2 sebesar 46 juta ton CO2 kemudian akan terus
turun pada tahun berikutnya. Emisi menurun tajam pada tahun 2045 dan 2050
seiring besarnya retrofitting PLTU dan berkurang signifikan setelah tahun 2055
karena seluruh pembangkit fosil memasuki masa retrofitting. Pada tahun 2055,
emisi pada pembangkitan tenaga listrik akan mendekati nol.
Pada saat ini, sistem tenaga listrik yang telah terhubung melalui jaringan
transmisi antara lain:
3. Sistem Bintan melalui jaringan transmisi 150 kV yang meliputi Pulau Bintan
dan terinterkoneksi dengan Sistem Batam;
5. Sistem Jawa – Bali melalui jaringan transmisi 500 kV dan 150 kV yang
meliputi Provinsi DKI Jakarta, Jawa Barat, Jawa Tengah, D.I. Yogyakarta,
Jawa Timur, Banten dan Bali;
10. Sistem Lombok melalui jaringan transmisi 150 kV yang meliputi Pulau
Lombok Provinsi Nusa Tenggara Barat;
Direct Current (DC) dalam rangka transfer energi skala besar, karena sistem
tersebut lebih baik dari sisi kestabilan sistem serta mengurangi efek negatif
transfer energi skala besar jika menggunakan sistem AC.
Distribusi tenaga listrik adalah penyaluran tenaga listrik dari sistem transmisi
atau dari pembangkitan ke konsumen. Usaha distribusi tenaga listrik dapat
dilakukan oleh badan usaha baik sebagai IUPTL di bidang distribusi tenaga
listrik atau Pemegang IUPTL terintegrasi yang memiliki distribusi tenaga listrik.
Selain BUMN, kesempatan untuk melakukan usaha distribusi tenaga listrik
juga diberikan kepada BUMD, badan usaha swasta yang berbadan hukum
Indonesia, koperasi, dan swadaya masyarakat.
LAMPIRAN
- 206 -
Proyeksi Kapasitas, Bauran Energi dan Transmisi Antar Provinsi Tahun 2023
2023
0%
Nasional
0% 0% 0% 0% 89,6 GW
1,1 GW 0%
5% 0%
8%
3,6 GW 6% EBT
20%
0,3 GW 1% BBM
1,1%
19% 59%
BATUBARA
59%
0,3 GW GAS
19%
2,9 GW 1,2 GW 4 GW
0,3
0,8 GW 1,4 GW 0,6 GW
0,4 GW 0,7 GW
0,1 GW
3,7 GW
4,3 GW
1,2 GW
1 GW
1 GW 2,2 GW Kebutuhan Tenaga Listrik (TWh)
Kapasitas Minimum Transmisi (GW)
14,0 9,5 GW 70.000,0
9,4 45.000,0
4,7 12,6 GW 10 GW
0,1 0 GW 25.000,0
0,7 GW
550,0
Proyeksi Kapasitas, Bauran Energi dan Transmisi Antar Provinsi Tahun 2024
2024
0%
Nasional
0% 0% 0% 95,6 GW
1,3 GW 1% 0%
5% 0%
8% EBT
3,7 GW 6% 20%
0,7 GW 1% BBM
1,0%
17% 62%
BATUBARA
GAS 62%
0,3 GW 17%
2,9 GW 1,5 GW 5 GW
1,5 GW 2 GW 0,4 GW
0,3
0,9 GW 1,4 GW 0,7 GW
0,4 GW 0,8 GW
0,1 GW
4 GW
5,8 GW
1,2 GW
1,2 GW
1 GW 2,3 GW Kebutuhan Tenaga Listrik (TWh)
Kapasitas Minimum Transmisi (GW)
14,0 9,6 GW 70.000,0
9,4 50.000,0
4,7 13,1 GW 10,3 GW
0,1 0 GW 25.000,0
0,8 GW
550,0
Proyeksi Kapasitas, Bauran Energi dan Transmisi Antar Provinsi Tahun 2025
2025
1% 0%
Nasional
1% 0% 0% 103,7 GW
1,5 GW 0%
5% 0%
8% EBT
3,8 GW
22%
1,2 GW 6%
1% BBM
0,9%
15% 62%
BATUBARA
0,3 GW GAS 62%
15%
3,1 GW 2,3 GW 5,8 GW
0,3
1 GW 1,4 GW 0,9 GW
0,4 GW 0,8 GW
0,1 GW
4,5 GW
5,9 GW
1,4 GW
1,4 GW
1,1 GW 2,4 GW Kebutuhan Tenaga Listrik (TWh)
Kapasitas Minimum Transmisi (GW)
14,0 11,1 GW 80.000,0
9,4 50.000,0
4,8 13,7 GW 10,7 GW
0,2 0 GW 25.000,0
0,9 GW
600,0
Proyeksi Kapasitas, Bauran Energi dan Transmisi Antar Provinsi Tahun 2026
2026
1%
Nasional
2% 0% 0% 134,2 GW
1,8 GW 6% 0%
0%
6,3 GW 7% EBT
4,3 GW 5% 29%
7% 57%
BATUBARA
0% BBM 57%
13% 0,2%
0,3 GW
3,9 GW 6,7 GW 9,3 GW GAS
13%
0,3
1,2 GW 1,8 GW 0,9 GW
0,4 GW 0,8 GW
0,1 GW
4,4 GW
6,9 GW
2,2 GW
2 GW
1,3 GW 3,5 GW Kebutuhan Tenaga Listrik (TWh)
Kapasitas Minimum Transmisi (GW)
16,0 12,4 GW 80.000,0
11,0 55.000,0
5,5 15 GW 12,9 GW
0,2 0 GW 25.000,0
1 GW
600,0
Proyeksi Kapasitas, Bauran Energi dan Transmisi Antar Provinsi Tahun 2027
2027
1%
Nasional
3% 0% 0% 142,5 GW
6% 0%
2 GW
0%
6,6 GW 7% EBT
7,4 GW 5% 29%
7% 57%
BATUBARA
0% BBM 57%
13%
0,3 GW 0,0%
0,8
1,3 GW 1,8 GW 0,9 GW
0,4 GW 0,7 GW
0,1 GW
4,4 GW
0
6,9 GW
2,2 GW
2 GW
1,3 GW 3,9 GW Kebutuhan Tenaga Listrik (TWh)
Kapasitas Minimum Transmisi (GW)
16,0 12,4 GW 80.000,0
11,0 55.000,0
5,3 15,1 GW 13,7 GW
0,0 0 GW 25.000,0
0,9 GW
600,0
Proyeksi Kapasitas, Bauran Energi dan Transmisi Antar Provinsi Tahun 2028
2028
1%
Nasional
0% 0% 148,9 GW
3% 0%
2 GW 6% 0%
7,1 GW 7% EBT
9,9 GW 5% 29%
6% 57%
BATUBARA
0% BBM 57%
13%
0,3 GW 0,0%
4 GW 8 GW 10,7 GW GAS
13%
0,8
1,3 GW 1,8 GW 1 GW
0,4 GW 0,7 GW
0,1 GW
4,4 GW
0
7 GW
2,3 GW
2 GW
1,3 GW 4,2 GW Kebutuhan Tenaga Listrik (TWh)
Kapasitas Minimum Transmisi (GW)
16,0 12,5 GW 85.000,0
11,0 60.000,0
5,3 15,1 GW 13,9 GW
0,0 0 GW 30.000,0
0,9 GW
650,0
Proyeksi Kapasitas, Bauran Energi dan Transmisi Antar Provinsi Tahun 2029
2029
1%
Nasional
3%
2 GW 0% 0% 0% 163,6 GW
0%
7%
7,4 GW EBT
7%
11,3 GW 5% 30%
7% 57%
BATUBARA
0% 57%
13% BBM
0,3 GW 0,0%
0,8
1,3 GW 1,8 GW 1 GW
0,4 GW 0,7 GW
0,1 GW
4,3 GW
0
9,5 GW
2,4 GW
2,2 GW
1,4 GW 4,2 GW Kebutuhan Tenaga Listrik (TWh)
Kapasitas Minimum Transmisi (GW)
16,0 12,6 GW 95.000,0
11,0 60.000,0
5,3 16,4 GW 14,5 GW
0,0 0 GW 30.000,0
1 GW
700,0
Proyeksi Kapasitas, Bauran Energi dan Transmisi Antar Provinsi Tahun 2030
2030
1%
Nasional
3% 0% 0%
0% 183,7 GW
2,2 GW
0%
9,1 GW 8%
EBT
7%
13,4 GW 32%
6%
55%
7% BATUBARA
55%
0,8
7,1 GW 1,8 GW 1,1 GW
0,4 GW 0,9 GW
0,2 GW
4,4 GW
0
9,5 GW
2,5 GW
2,6 GW
1,4 GW 4,4 GW Kebutuhan Tenaga Listrik (TWh)
Kapasitas Minimum Transmisi (GW)
16,0 12,7 GW 100.000,0
11,0 70.000,0
5,3 17,2 GW 15,8 GW
0,0 0 GW 35.000,0
1,1 GW
800,0
Proyeksi Kapasitas, Bauran Energi dan Transmisi Antar Provinsi Tahun 2031
2031
1%
Nasional
4% 0% 0% 194 GW
2,4 GW 0%
0%
9,7 GW 8%
EBT
15,8 GW 8% 36%
51%
7% BATUBARA
51%
8%
0,3 GW 13%
0% BBM
8,5 GW 11,7 GW 13,1 GW 0,0%
GAS
13%
2,4 GW 9 GW 1 GW
0,8
7,3 GW 1,9 GW 1,1 GW
0,4 GW 1,2 GW
0,2 GW
4,4 GW
0
9,7 GW
7,1 GW 0,3 2 GW
5,2 GW
2,1 GW
0,8 GW
13,9 GW 1,3 GW
2,7 GW
2,6 GW
2,5 GW 5 GW Kebutuhan Tenaga Listrik (TWh)
Kapasitas Minimum Transmisi (GW)
16,0 12,7 GW 100.000,0
11,0 70.000,0
5,3 17,9 GW 17 GW
0,0 0 GW 35.000,0
1,1 GW
850,0
Proyeksi Kapasitas, Bauran Energi dan Transmisi Antar Provinsi Tahun 2032
2032
1% 0%
Nasional
4% 0% 203,9 GW
2,4 GW 0%
0%
10,2 GW 9%
EBT
16,2 GW 8% 49% 38%
BATUBARA
8% 49%
8%
0,4 GW
12%
9 GW 12,1 GW 14,1 GW 0%
BBM
0,0% GAS
12%
2,5 GW 9,3 GW 1,1 GW
0,8
7,4 GW 1,9 GW 1,1 GW
0,8 GW 1,5 GW
0,2 GW
4,4 GW
0
9,8 GW
7,6 GW 0,3 2 GW
5,7 GW
2,8 GW
0,8 GW
13,9 GW 1,3 GW
2,8 GW
2,7 GW
3,3 GW 5 GW Kebutuhan Tenaga Listrik (TWh)
Kapasitas Minimum Transmisi (GW)
16,0 12,7 GW 100.000,0
11,0 75.000,0
5,3 19,7 GW 17,9 GW
0,0 0 GW 40.000,0
1,2 GW
900,0
Proyeksi Kapasitas, Bauran Energi dan Transmisi Antar Provinsi Tahun 2033
2033
1% 0%
Nasional
0% 217,8 GW
3,6 GW 5% 0%
0%
10,3 GW 9%
17,5 GW 45% EBT BATUBARA
12% 44% 45%
8%
0,4 GW 8%
11%
9,2 GW 12,3 GW 14,2 GW
0% BBM GAS
0,0% 11%
3,1 GW 10,6 GW 1,1 GW
0,8
7,9 GW 2,2 GW 1,2 GW
0,9 GW 2,2 GW
0,4 GW
4,4 GW
0
10,6 GW
3 GW
2,9 GW
3,6 GW 5,7 GW Kebutuhan Tenaga Listrik (TWh)
Kapasitas Minimum Transmisi (GW)
16,0 12,8 GW 100.000,0
11,0 80.000,0
5,3 21,8 GW 18,7 GW
0,0 0,1 GW 40.000,0
1,2 GW
950,0
Proyeksi Kapasitas, Bauran Energi dan Transmisi Antar Provinsi Tahun 2034
2034
1% 0%
Nasional
1% 232,7 GW
3,6 GW 6% 0%
0%
11 GW 9% 41% BATUBARA
18,4 GW EBT 41%
14% 48%
9%
0,4 GW
8% 10%
9,6 GW 12,4 GW 14,2 GW
0% BBM GAS
0,0% 10%
4,7 GW 12,1 GW 1,1 GW
0,8
8,5 GW 2,2 GW 1,2 GW
1,9 GW 3,1 GW
0,7 GW
5,2 GW
0,1
10,6 GW
9 GW 0,3 2,2 GW
6,6 GW
3,6 GW
0,8 GW
14,3 GW 1,4 GW
3,4 GW
2,9 GW
4,5 GW 5,7 GW Kebutuhan Tenaga Listrik (TWh)
Kapasitas Minimum Transmisi (GW)
16,0 13,1 GW 150.000,0
11,0 85.000,0
5,3 22,6 GW 19,8 GW
0,0 0,6 GW 45.000,0
1,3 GW
1.000,0
Proyeksi Kapasitas, Bauran Energi dan Transmisi Antar Provinsi Tahun 2035
2035
1% 0%
Nasional
1%
0%
242,3 GW
3,7 GW
0%
7%
12 GW 9% 40% BATUBARA
19,1 GW EBT
40%
14% 49%
0,4 GW 9%
8% 11%
10 GW 12,8 GW 14,2 GW
0% BBM GAS
0,0% 11%
4,7 GW 12,1 GW 1,1 GW
0,8
8,5 GW 2,2 GW 1,2 GW
1,9 GW 3,1 GW
0,7 GW
5,2 GW
0,1
10,6 GW
3,4 GW
3,2 GW
5,1 GW 6 GW Kebutuhan Tenaga Listrik (TWh)
Kapasitas Minimum Transmisi (GW)
16,0 13,3 GW 150.000,0
11,0 90.000,0
5,3 23,6 GW 21,7 GW
0,0 0,9 GW 45.000,0
1,4 GW
1.000,0
Proyeksi Kapasitas, Bauran Energi dan Transmisi Antar Provinsi Tahun 2036
2036
1% 0%
Nasional
2% 256,3 GW
4 GW 0%
0%
7% 37%
12,8 GW BATUBARA
10% 37%
19,6 GW
EBT
15% 53%
0,4 GW 9% 10%
8%
10,6 GW 13 GW 14,3 GW
0% BBM GAS
0,0% 10%
8,6 GW 13,4 GW 1,2 GW
0,8
8,6 GW 2,2 GW 1,3 GW
1,9 GW 3,6 GW
0,7 GW
5,3 GW
0,1
10,7 GW
4,3 GW
3,4 GW
5,4 GW 6,2 GW Kebutuhan Tenaga Listrik (TWh)
Kapasitas Minimum Transmisi (GW)
16,0 13,9 GW 150.000,0
11,0 95.000,0
5,3 25,6 GW 21,8 GW
0,0 1,2 GW 50.000,0
1,5 GW
1.000,0
Proyeksi Kapasitas, Bauran Energi dan Transmisi Antar Provinsi Tahun 2037
2037
1% 0%
Nasional
2% 275,6 GW
4,4 GW 0%
0%
8% 34% BATUBARA
13,7 GW 34%
20,4 GW 10%
18% EBT
56%
0,6 GW 10%
9% 8%
11,1 GW 14,1 GW 14,3 GW
0% BBM GAS
0,0% 10%
8,6 GW 14,9 GW 1,2 GW
0,8
9 GW 2,8 GW 1,7 GW
1,9 GW 11,2 GW
0,7 GW
5,3 GW
0,1
11 GW
4,4 GW
3,8 GW
6,1 GW 7,2 GW Kebutuhan Tenaga Listrik (TWh)
Kapasitas Minimum Transmisi (GW)
16,0 14,8 GW 150.000,0
11,0 100.000,0
5,3 25,7 GW 21,8 GW
0,0 1,2 GW 50.000,0
1,6 GW
1.500,0
Proyeksi Kapasitas, Bauran Energi dan Transmisi Antar Provinsi Tahun 2038
2038
1% 0%
Nasional
4% 295,2 GW
4,6 GW 0%
0%
14,6 GW 9%
BATUBARA
21,5 GW 10% 32% 32%
EBT
20%
8% 60%
0,7 GW
8% 8%
11,7 GW 14,7 GW 14,4 GW 0% GAS
BBM8%
0,0%
0,8
9,4 GW 2,8 GW 1,9 GW
1,9 GW 13,8 GW
0,7 GW
5,3 GW
0,1
11 GW
4,8 GW
4 GW
6,5 GW 8,1 GW Kebutuhan Tenaga Listrik (TWh)
Kapasitas Minimum Transmisi (GW)
16,0 14,8 GW 150.000,0
11,0 100.000,0
5,3 25,6 GW 21,8 GW
0,0 1,2 GW 55.000,0
1,7 GW
1.500,0
Proyeksi Kapasitas, Bauran Energi dan Transmisi Antar Provinsi Tahun 2039
2039
1% 0%
Nasional
5%
0%
310,9 GW
4,8 GW
0%
15,4 GW 9%
BATUBARA
29%
24,8 GW 29%
10%
21% EBT
6% 65%
0,7 GW 7% GAS
12% 0% BBM6%
11,7 GW 14,7 GW 14,4 GW 0,0%
0,8
10,9 GW 3,6 GW 2,1 GW
1,9 GW 13,8 GW
0,7 GW
5,3 GW
0,1
11,5 GW
14 GW 0,3 2,7 GW
7,7 GW
4 GW
0,8 GW
19,8 GW 1,4 GW
5,1 GW
4,3 GW
7,9 GW 8,6 GW Kebutuhan Tenaga Listrik (TWh)
Kapasitas Minimum Transmisi (GW)
16,0 14,8 GW 150.000,0
11,0 100.000,0
5,3 25,4 GW 21,8 GW
0,0 1,2 GW 60.000,0
1,8 GW
1.500,0
Proyeksi Kapasitas, Bauran Energi dan Transmisi Antar Provinsi Tahun 2040
2040
1% 0%
Nasional
5%
0%
330 GW
5 GW
0%
15,6 GW 9% BATUBARA
27% 27%
34,3 GW
10%
8% EBT
21%
0,7 GW 7% 65%
GAS
12% 0% BBM8%
12,3 GW 15,4 GW 14,6 GW 0,0%
0,8
10,9 GW 3,6 GW 2,1 GW
1,9 GW 13,8 GW
0,7 GW
5,3 GW
0,1
11,5 GW
6,2 GW
4,4 GW
8,8 GW 8,6 GW Kebutuhan Tenaga Listrik (TWh)
Kapasitas Minimum Transmisi (GW)
16,0 14,8 GW 200.000,0
11,0 100.000,0
5,3 25,4 GW 21,8 GW
0,0 1,2 GW 60.000,0
2 GW
1.500,0
Proyeksi Kapasitas, Bauran Energi dan Transmisi Antar Provinsi Tahun 2041
2041
1% 0%
Nasional
5%
0%
351,5 GW
5,2 GW
0%
16,8 GW 9% BATUBARA
26% 26%
34,3 GW
12%
9%
EBT
20% 65%
0,8 GW 7% GAS
11% 0% BBM9%
13,1 GW 15,8 GW 14,7 GW 0,0%
0,8
10,9 GW 3,6 GW 2,3 GW
1,9 GW 13,8 GW
0,7 GW
5,3 GW
0,1
11,5 GW
6,2 GW
4,7 GW
14,7 GW 9,6 GW Kebutuhan Tenaga Listrik (TWh)
Kapasitas Minimum Transmisi (GW)
16,0 14,7 GW 200.000,0
11,0 150.000,0
5,3 25,4 GW 21,8 GW
0,0 1,2 GW 65.000,0
2,9 GW
1.500,0
Proyeksi Kapasitas, Bauran Energi dan Transmisi Antar Provinsi Tahun 2042
2042
1% 0%
Nasional
0%
370,9 GW
5,8 GW
0%
6%
BATUBARA
17,9 GW 9% 24% 24%
34,2 GW
14%
9%
EBT GAS
0,8 GW 19% 8% 67% 9%
0% BBM
11% 0,0%
14,2 GW 17 GW 14,7 GW
0,8
10,9 GW 4 GW 2,5 GW
1,9 GW 13,8 GW
0,7 GW
5,3 GW
0,1
11,5 GW
6,3 GW
4,9 GW
18,2 GW 10,2 GW Kebutuhan Tenaga Listrik (TWh)
Kapasitas Minimum Transmisi (GW)
16,0 14,7 GW 200.000,0
11,0 150.000,0
5,3 25,4 GW 21,7 GW
0,0 1,2 GW 65.000,0
4,2 GW
1.500,0
Proyeksi Kapasitas, Bauran Energi dan Transmisi Antar Provinsi Tahun 2043
2043
1% 0%
Nasional
5% 393,1 GW
6,1 GW 0%
0%
BATUBARA
18,9 GW 9% 24% 24%
34,2 GW
15%
9%
EBT GAS
18% 8% 0% 9%
0,8 GW 67%
BBM
10% 0,0%
15,1 GW 17,2 GW 14,8 GW
0,8
10,9 GW 4,6 GW 2,7 GW
1,9 GW 13,8 GW
0,7 GW
5,3 GW
0,1
11,5 GW
6,3 GW
5,2 GW
29,5 GW 10,6 GW Kebutuhan Tenaga Listrik (TWh)
Kapasitas Minimum Transmisi (GW)
16,0 14,7 GW 200.000,0
11,0 150.000,0
5,3 25,4 GW 23,5 GW
0,0 1,2 GW 70.000,0
5,5 GW
2.000,0
Proyeksi Kapasitas, Bauran Energi dan Transmisi Antar Provinsi Tahun 2044
2044
1% 0%
Nasional
0%
409,4 GW
6,2 GW
0%
6% BATUBARA
20 GW 9% 23% 23%
34,2 GW
16%
9%
GAS
EBT
9% 9%
0,9 GW 18% 0% 68% BBM
10% 0,0%
15,7 GW 17,4 GW 14,9 GW
0,8
11,2 GW 5 GW 2,8 GW
1,9 GW 13,8 GW
0,7 GW
5,4 GW
0,1
11,4 GW
6,3 GW
5,5 GW
33,3 GW 11 GW Kebutuhan Tenaga Listrik (TWh)
Kapasitas Minimum Transmisi (GW)
16,0 14,7 GW 200.000,0
11,0 150.000,0
5,3 25,4 GW 26 GW
0,0 1,2 GW 70.000,0
7 GW
2.000,0
Proyeksi Kapasitas, Bauran Energi dan Transmisi Antar Provinsi Tahun 2045
2045
1%
Nasional
1% 431,5 GW
6,2 GW 6% 0%
0%
20,4 GW 11% 17% BATUBARA
17%
34,2 GW
10% GAS
17% 10%
0% BBM
11% 0,0%
EBT
0,9 GW 17% 10% 73%
15,7 GW 17,4 GW 15 GW
28 GW 19,6 GW 1,8 GW
0,8
11,3 GW 5 GW 3 GW
2 GW 15,6 GW
0,7 GW
8,2 GW
0,1
11,4 GW
6,3 GW
5,9 GW
35,2 GW 11,7 GW Kebutuhan Tenaga Listrik (TWh)
Kapasitas Minimum Transmisi (GW)
16,0 14,7 GW 200.000,0
11,0 150.000,0
5,3 29,4 GW 27,4 GW
0,0 1,2 GW 75.000,0
11,6 GW
2.000,0
Proyeksi Kapasitas, Bauran Energi dan Transmisi Antar Provinsi Tahun 2046
2046
1% 2%
Nasional
446,7 GW
6,2 GW 5% 0%
0%
21,4 GW 15% BATUBARA
11% 15%
34,2 GW 9% GAS
0% 9%
BBM
18% 13% 0,0%
EBT
1 GW 9% 76%
17%
15,4 GW 17,4 GW 15,1 GW
0,8
11,3 GW 5,7 GW 3,2 GW
2 GW 16,3 GW
0,7 GW
8,4 GW
0,1
11,4 GW
6,3 GW
6,4 GW
38,5 GW 12,5 GW Kebutuhan Tenaga Listrik (TWh)
Kapasitas Minimum Transmisi (GW)
16,0 14,7 GW 200.000,0
11,0 150.000,0
5,3 29,1 GW 27,4 GW
0,0 2,3 GW 75.000,0
14,6 GW
2.000,0
Proyeksi Kapasitas, Bauran Energi dan Transmisi Antar Provinsi Tahun 2047
2047
1% 3%
Nasional
462,6 GW
6,7 GW 5% 0%
0%
22,3 GW 13% BATUBARA
11% 13% GAS
34,2 GW 9% 9%
0% BBM
0,0%
19% 14%
1,1 GW EBT
9% 78%
16%
15,4 GW 17,3 GW 15,1 GW
0,8
11,3 GW 5,9 GW 3,3 GW
2,1 GW 18,9 GW
0,8 GW
8,6 GW
0,1
11,4 GW
6,3 GW
6,8 GW
42,5 GW 13,4 GW Kebutuhan Tenaga Listrik (TWh)
Kapasitas Minimum Transmisi (GW)
16,0 14,7 GW 250.000,0
11,0 150.000,0
5,3 28,6 GW 27,4 GW
0,0 2,5 GW 80.000,0
17,2 GW
2.000,0
Proyeksi Kapasitas, Bauran Energi dan Transmisi Antar Provinsi Tahun 2048
2048
1% 3%
Nasional
478,5 GW
6,7 GW 0%
0%
5% 13% BATUBARA
22,3 GW GAS
12% 13%
34,2 GW 9% 9%
0% BBM
0,0%
20% 14%
1,1 GW EBT
9% 78%
16%
15,1 GW 17,2 GW 15,2 GW
30 GW 19,5 GW 1,9 GW
0,8
11,3 GW 6 GW 3,4 GW
2,3 GW 21,5 GW
1 GW
8,6 GW
0,1
11,4 GW
5,9 GW
9,3 GW
42,5 GW 14,3 GW Kebutuhan Tenaga Listrik (TWh)
Kapasitas Minimum Transmisi (GW)
16,0 16,2 GW 250.000,0
11,0 150.000,0
5,3 28,6 GW 26,5 GW
0,0 4,6 GW 80.000,0
21,9 GW
2.000,0
Proyeksi Kapasitas, Bauran Energi dan Transmisi Antar Provinsi Tahun 2049
2049
Nasional
1% 4% 499 GW
7,4 GW 0%
5% 0%
24,6 GW 11% BATUBARA
11% GAS
34,2 GW 12% 9%
0% 9% BBM
0,0%
14%
21%
1,1 GW 9% EBT
15% 80%
15,1 GW 17,2 GW 15,2 GW
0,8
11,3 GW 6 GW 3,5 GW
2,8 GW 24 GW
1,1 GW
8,6 GW
0,1
11,5 GW
5,9 GW
9,3 GW
43,6 GW 15 GW Kebutuhan Tenaga Listrik (TWh)
Kapasitas Minimum Transmisi (GW)
16,0 18 GW 250.000,0
11,0 150.000,0
5,3 28 GW 26,5 GW
0,0 5 GW 80.000,0
27,7 GW
2.000,0
Proyeksi Kapasitas, Bauran Energi dan Transmisi Antar Provinsi Tahun 2050
2050
Nasional
1% 4% 522,6 GW
7,7 GW 0%
5% 0%
25,7 GW 10% BATUBARA
GAS
12% 8% 10%
8% BBM
34,2 GW 0% 0,0%
14%
22%
1,2 GW 9% EBT
15% 81%
15,3 GW 17,8 GW 15,5 GW
31,7 GW 19,3 GW 2 GW
0,8
11,3 GW 6 GW 3,5 GW
3,1 GW 25,7 GW
1,2 GW
9,5 GW
0,1
11,5 GW
5,8 GW
9,8 GW
48,3 GW 15,6 GW Kebutuhan Tenaga Listrik (TWh)
Kapasitas Minimum Transmisi (GW)
16,0 18 GW 250.000,0
11,0 150.000,0
5,3 28 GW 26,6 GW
0,0 5,4 GW 80.000,0
35 GW
2.000,0
Proyeksi Kapasitas, Bauran Energi dan Transmisi Antar Provinsi Tahun 2051
2051
Nasional
1% 547,2 GW
7,9 GW
0% 0% GAS BBM
5% 0% 8%
5% BATUBARA 8%
26,4 GW 8% 0,0%
5%
34,2 GW
11% 13%
9%
24%
1,2 GW 15% EBT
87%
17,9 GW 17,9 GW 19,3 GW
0,8
11,3 GW 5,9 GW 3,6 GW
3,1 GW 27,2 GW
1,2 GW
9,5 GW
0,1
11,3 GW
33 GW 0,3 6,2 GW
12,3 GW
14,3 GW
4 GW
18,5 GW 4,3 GW
5,8 GW
10,5 GW
51,9 GW 16,2 GW Kebutuhan Tenaga Listrik (TWh)
Kapasitas Minimum Transmisi (GW)
16,0 18 GW 250.000,0
11,0 150.000,0
5,3 27,9 GW 26,5 GW
0,0 5,7 GW 85.000,0
40,1 GW
2.000,0
Proyeksi Kapasitas, Bauran Energi dan Transmisi Antar Provinsi Tahun 2052
2052
Nasional
1% 568,4 GW
7,9 GW
0% 0% GAS BBM
5% 0% 9%
5% 8% BATUBARA 8% 0,0%
27,2 GW 5%
34,2 GW 13%
11%
9%
1,2 GW 25% EBT
14%
88%
18,1 GW 17,9 GW 19,3 GW
35,1 GW 19 GW 2,1 GW
0,8
11,6 GW 5,9 GW 3,6 GW
3,2 GW 27,7 GW
1,2 GW
10,5 GW
0,1
11,4 GW
5,8 GW
10,7 GW
56,4 GW 16,8 GW Kebutuhan Tenaga Listrik (TWh)
Kapasitas Minimum Transmisi (GW)
16,0 18 GW 250.000,0
11,0 150.000,0
5,3 29,1 GW 26,6 GW
0,0 6 GW 85.000,0
47 GW
2.000,0
Proyeksi Kapasitas, Bauran Energi dan Transmisi Antar Provinsi Tahun 2053
2053
Nasional
1% 588,9 GW
8,3 GW BBM
0% 0% BATUBARA
5% 0% 9%
4% 8% 4% GAS 0,0%
28,6 GW 8%
34,2 GW 13%
11%
9%
0,8
11,8 GW 5,9 GW 3,8 GW
3,2 GW 28,6 GW
1,2 GW
11,8 GW
0,1
11,6 GW
5,9 GW
11,1 GW
60 GW 17 GW Kebutuhan Tenaga Listrik (TWh)
Kapasitas Minimum Transmisi (GW)
16,0 18 GW 250.000,0
11,0 150.000,0
5,3 32 GW 26,5 GW
0,0 6,5 GW 85.000,0
51,2 GW
2.500,0
Proyeksi Kapasitas, Bauran Energi dan Transmisi Antar Provinsi Tahun 2054
2054
Nasional
0% 604,7 GW
9,2 GW 0% BBM
0% BATUBARA
0,0%
6% 1% 9%
4% 6% 4% GAS
28,5 GW 6%
34,1 GW 13%
11%
9%
0,8
12,4 GW 6 GW 4 GW
3,3 GW 29,6 GW
1,2 GW
11,8 GW
0,1
9,4 GW
5,9 GW
11,4 GW
60 GW 17 GW Kebutuhan Tenaga Listrik (TWh)
Kapasitas Minimum Transmisi (GW)
16,0 18 GW 250.000,0
11,0 150.000,0
5,3 34,7 GW 26,5 GW
0,0 6,7 GW 85.000,0
55,6 GW
2.500,0
Proyeksi Kapasitas, Bauran Energi dan Transmisi Antar Provinsi Tahun 2055
2055
Nasional
0% 0% 628 GW BBM
9,4 GW 0,0%
BATUBARA
GAS
0%
12% 12% 0%
0%
29,4 GW 0%
34,1 GW 0% 5% 8%
7%
11% 14%
1,3 GW EBT
29% 100%
27,6 GW 18 GW 19 GW
43,8 GW 18 GW 2,3 GW
0,8
7,4 GW 6,9 GW 4,2 GW
3,3 GW 29,7 GW
1,1 GW
11,8 GW
0,1
10,1 GW
5,8 GW
11,7 GW
60 GW 17,4 GW Kebutuhan Tenaga Listrik (TWh)
Kapasitas Minimum Transmisi (GW)
19,0 18 GW 250.000,0
13,0 150.000,0
6,3 34,7 GW 25,9 GW
0,0 7,3 GW 85.000,0
67,1 GW
2.500,0
Proyeksi Kapasitas, Bauran Energi dan Transmisi Antar Provinsi Tahun 2056
2056
Nasional
0% 0% 652,6 GW BBM
9,4 GW 0,0%
BATUBARA
GAS
0% 0%
12% 12% 0%
0%
31,5 GW
34,3 GW 0% 5% 8%
7%
11% 13%
1,4 GW EBT
30% 100%
32 GW 18 GW 19 GW
0,8
7,7 GW 8,6 GW 4,4 GW
3,3 GW 30,4 GW
1,1 GW
12 GW
0,1
10,4 GW
5,8 GW
11,8 GW
61,3 GW 18,1 GW Kebutuhan Tenaga Listrik (TWh)
Kapasitas Minimum Transmisi (GW)
19,0 18 GW 250.000,0
13,0 150.000,0
6,3 34,7 GW 25,8 GW
0,0 7,7 GW 90.000,0
70,3 GW
2.500,0
Proyeksi Kapasitas, Bauran Energi dan Transmisi Antar Provinsi Tahun 2057
2057
Nasional
0% 0% 670,9 GW BBM
9,4 GW 0,0%
BATUBARA
GAS
0% 0%
12% 12% 0%
0%
32,7 GW
0% 5% 8%
34,5 GW
7%
11% 13%
1,5 GW EBT
31% 100%
33,9 GW 18 GW 19 GW
0,8
8 GW 8,6 GW 4,5 GW
3,4 GW 30,8 GW
1,1 GW
12,8 GW
0,1
10,5 GW
42,3 GW 0,3 8 GW
14,3 GW
16,9 GW
4,3 GW
18,4 GW 6,7 GW
5,8 GW
12 GW
62,4 GW 18,5 GW Kebutuhan Tenaga Listrik (TWh)
Kapasitas Minimum Transmisi (GW)
20,0 18 GW 250.000,0
13,0 150.000,0
6,7 34,7 GW 25,6 GW
0,0 7,9 GW 90.000,0
76,6 GW
2.500,0
Proyeksi Kapasitas, Bauran Energi dan Transmisi Antar Provinsi Tahun 2058
2058
Nasional
0% 0% 684,1 GW BBM
9,4 GW 0,0%
BATUBARA
GAS
0% 0%
12% 12% 0%
0%
33,5 GW
0% 5% 8%
34,3 GW
7%
11% 13%
1,5 GW EBT
32% 100%
35,1 GW 18 GW 19 GW
0,8
8,3 GW 8,6 GW 4,6 GW
3,4 GW 31,3 GW
1,1 GW
13,4 GW
0,1
10,6 GW
5,8 GW
12,3 GW
63,1 GW 18,8 GW Kebutuhan Tenaga Listrik (TWh)
Kapasitas Minimum Transmisi (GW)
20,0 18 GW 250.000,0
13,0 200.000,0
6,7 34,7 GW 25,6 GW
0,0 8,1 GW 90.000,0
80,7 GW
2.500,0
Proyeksi Kapasitas, Bauran Energi dan Transmisi Antar Provinsi Tahun 2059
2059
Nasional
0% 0% 698,6 GW BBM
9,5 GW 0,0%
BATUBARA
GAS
0% 0%
12% 12% 0%
0%
34,4 GW
0% 5% 8%
34,6 GW
7%
11% 13%
1,6 GW EBT
32% 100%
36,5 GW 18 GW 19 GW
0,8
8,5 GW 8,7 GW 4,7 GW
3,4 GW 31,5 GW
1,1 GW
13,9 GW
0,1
10,6 GW
5,8 GW
12,4 GW
64,2 GW 19,1 GW Kebutuhan Tenaga Listrik (TWh)
Kapasitas Minimum Transmisi (GW)
21,0 18 GW 250.000,0
14,0 200.000,0
7,0 35,5 GW 25,6 GW
0,0 8,3 GW 90.000,0
84,4 GW
2.500,0
Proyeksi Kapasitas, Bauran Energi dan Transmisi Antar Provinsi Tahun 2060
2060
Nasional
0% 0% 721,5 GW BBM
9,7 GW 0,0%
BATUBARA
GAS
0% 0%
11% 12% 0%
0%
35,9 GW 0% 5%
34,6 GW 8%
7%
13%
11%
1,6 GW EBT
33% 100%
37,9 GW 19 GW 19 GW
0,8
8,6 GW 9,6 GW 4,7 GW
3,6 GW 31,5 GW
1,1 GW
13,9 GW
0,1
10,6 GW
5,8 GW
13,2 GW
64,7 GW 19,5 GW Kebutuhan Tenaga Listrik (TWh)
Kapasitas Minimum Transmisi (GW)
21,0 19 GW 250.000,0
14,0 200.000,0
7,0 37,1 GW 25,7 GW
0,0 8,5 GW 90.000,0
94,1 GW
2.500,0