Anda di halaman 1dari 36

PERANCANGAN PEMBANGKIT LISTRIK

TENAGA UAP
KALTIM 1 x 200 MW
Laporan ini dibuat untuk memenuhi salah satu tugas dari mata kuliah
Ekonomi Teknik

Kelas : 3D Teknik Konservasi Energi


Semester :5
Grup :7
Dosen Pembimbing : Ir. Teguh Sasono, MT

Disusun Oleh:
1) Fajar Ramadhan (151734009)
2) Rizal Aqimul Haq A.E (151734026)
3) Sentauri (151734030)

JURUSAN TEKNIK KONVERSI ENERGI


POLITEKNIK NEGERI BANDUNG
2018
Jalan Gegerkalong Hilir, Parompong, Bandung Barat, Jawa Barat,
Indonesia
DAFTAR ISI

BAB I

PENDAHULUAN.....................................................................................................

1.1 Latar Belakang..................................................................................................

1.2 Manfaat dan Tujuan..........................................................................................

BAB II

DASAR TEORI........................................................................................................

2.1 Batubara............................................................................................................

2.2 Proses Terbentuknya Batubara.........................................................................

2.3 Proses kerja PLTU Batubara............................................................................

2.4 Biaya Pembangkitan Total................................................................................

2.4.1. Biaya Investasi Modal (Capital Cost)..........................................................

2.4.2. Biaya Operasi dan Perawatan......................................................................

2.4.3. Biaya Bahan Bakar......................................................................................

2.5 Net Present Value (NPV).................................................................................

2.6 Payback Period.................................................................................................

BAB III

SISTEM KELISTRIKAN.......................................................................................
3.1 Pengembangan Kapasitas Pembangkit Tenaga Listrik.....................................

3.2 Sistem Pembangkit Tenaga Uap di Kalimantan Timur....................................

3.3 Bahan Bakar Pembangkit Listrik Tenaga Uap.................................................

3.4 Pertumbuhan Beban Puncak.............................................................................

3.5 Rencana Tambahan Pembangkit 2015-2024....................................................

3.6 Lokasi...............................................................................................................

3.7 Pengembangan Transmisi.................................................................................

3.8 Pengembangan Distribusi.................................................................................

BAB IV

DATA PENGAMATAN..........................................................................................

BAB V

PENUTUP.................................................................................................................

5.1 Kesimpulan.......................................................................................................

5.2 Saran.................................................................................................................

DAFTAR PUSTAKA...............................................................................................
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Listrik merupakan salah satu sarana untuk meningkatkan kesejahteraan dan

mendorong pembangunan ekonomi. Untuk meningkatkan kemakmuran rakyat

melalui harga listrik yang ekonomis serta implementasi dari visi kelistrikan

indonesia tahun 2020 yaitu “peringatan 75 tahun kemerdekaan dengan mewujudkan

rasio kelistrikan mencapai 100%” adalah salah satu alasan mengapa dibangunnya

pembangkit baru di beberapa wilayah di indonesia. Kebutuhan masyarakat akan

energi listrik semakin meningkat, seiring dengan semakin pesatnya pembangunan

di bidang teknologi, industri dan informasi. Namun, hingga saat ini listrik masih

menjadi beban berat pemerintah yang harus selalu di carikan solusi atau jalan keluar
yang tepat. Selain masalah minimnya pasokan listrik untuk konsumsi rumah tangga

di beberapa wilayah, masalah Listrik juga berkaitan erat dengan dunia industri yang

secara tidak langsung akan menyentuh pada pemenuhan kesejahteraan

masyararakat. Minim serta mahalnya energi listrik berimbas langsung pada dunia

industri, listrik yang mahal akan menyebabkan meningkatnya biaya produksi dan

biasanya akan dibebankan pada harga yang harus ditanggung oleh konsumen.

Sedangkan minimnya pasokan energi listrik di suatu daerah menyebabkan

pengusaha akan berpikir dua kali untuk mendirikan usaha di wilayah tertentu, hal

tersebut berimbas pada tidak meratanya persebaran perekonomian. Berdasarkan

kondisi tersebut pemerintah selalu memprioritaskan pemenuhan akan listrik baik

itu untuk kesejahteraan rakyat serta untuk mendukung pembangunan nasional

Dengan semakin menipisnya cadangan minyak bumi dan juga cadangan gas

alam serta transportasi yang kian mahal, maka salah satu pilihan yang diambil

adalah dengan menggunakan batubara sebagai energi primer non bbm. Seiring

dengan meningkatnya kebutuhan energi listrik setiap tahunnya di kalimantan timur,

maka perlu dipertimbangkan untuk membangun pembangkit tenaga listrik yang

baru.

PLTU (Pembangkit Listrik Tenaga Uap) merupakan pembangkit listrik yang

paling banyak digunakan di Indonesia karena berbagai kelebihan yaitu dapat

dioperasikan dengan berbagai jenis bahan bakar, dapat dibangun dengan kapasitas

yang bervariasi, dapat dioperasikan dengan berbagai operasi pembebanan, dan

kontinyuitas operasi dan usia pakai yang relatif lama. PLTU batubara memiliki lima

komponen utama yaitu boiler (steam generator), turbin uap (steam turbine), pompa,

kondensor, dan generator. Komponen tersebut bekerja secara berkaitan untuk


menghasilkan energi listrik. Boiler merupakan komponen utama yang berfungsi

sebagai penghasil uap yang digunakan untuk memutar turbin. Boiler menghasilkan

uap dengan cara membakar batubara pada suatu ruang bakar (furnance) yang

disekitar ruang bakar tersebut terdapat pipa-pipa air atau uap.

Kebutuhan energi listrik masyarakat yang meningkat, menjadi sulit untuk

dipenuhi akibat dari kelangkaan ketersediaan dan tingginya harga bahan bakar

minyak, sehingga menyebabkan beberapa propinsi di Indonesia mengalami

kekurangan pasokan listrik. Kalimantan Barat termasuk propinsi yang masih

kekurangan energi listrik khususnya di daerah pedesaan. Salah satu alternatif

pemecahan masalah yang dapat dilakukan untuk mengatasi kekurangan listrik di

daerah pedesaan Kalimantan Barat adalah dengan memanfaatkan tenaga air sebagai

sumber penghasil energi listrik, apalagi dengan potensi sungai dan curah hujan yang

cukup tinggi di daerah ini.

Penyediaan tenaga listrik adalah pengadaan tenaga listrik mulai dari

pembangkitan sampai dengan pemakaian. Sarana penyedia tenaga listrik itu sendiri

terdiri dari pembangkit, transmisi, dan distribusi.

Potensi sumber energi yang ada di Kalimantan ini sangat melimpah, mulai

dari sumber bahan bakar seperti batubara, gas metana, minyak bumi, gas bumi yang

memiliki porsi cadangan dan produksi yang masih sangat melimpah. Selain itu,

pembangunan pembangkit listrik memiliki potensi yang besar pula. Hal ini dapat

dilihat pada diagram alir potensi sumber energi sebagai berikut,


Potensi sumber energi setempat yang baru dapat direalisasikan menjadi

pembangkit listrik antara lain: energi surya, angin, dan mikrohidro. EBT (energi

baru dan terbarukan), terutama yang merupakan potensi lokal, perlu untuk dikaji

dan dimanfaatkan sebagai sumber energi primer untuk pembangkitan energi listrik.

Penggunaan EBT potensi lokal akan menjamin ketersediaan energi tersebut untuk

pembangkitan energi listrik karena selain merupakan potensi lokal, penggunaan

EBT juga berarti mengurangi ketergantungan pada BBM. Sebagai sumber energi

terbarukan sekaligus sumber energi yang ramah lingkungan, teknologi mikrohidro

telah dapat diandalkan untuk memenuhi kebutuhan listrik pada daerah terpencil

yang tidak dapat dilayani oleh PLN. Mikrohidro tidak saja dapat memenuhi

kebutuhan listrik untuk penerangan, tetapi juga dapat digunakan untuk menunjang

kegiatan produktif skala kecil seperti pengolahan hasil pasca panen dan industri

kerajinan rakyat. Energi yang ramah lingkungan dan energi yang mampu menjadi

pemicu sekaligus katalis pertumbuhan ekonomi pedesaan merupakan sinergi dari

menjaga lingkungan, melestarikan hutan dan daerah tangkapan air (catchment area)
tanpa membuat masyarakat menjadi terbelakang. Sudah seyogyanya potensi

mikrohidro ini dimanfaatkan seoptimal mungkin dengan mempertimbangkan

beberapa aspek, antara lain aspek teknis, lingkungan, ekonomi dan sosial guna

mewujudkan pemerataan energi listrik didesa tertinggal dan terpencil.

Kemudian berikut adalah peta wilayah kerja Kalimantan Timur dan Utara;

Propinsi Kalimantan Timur memiliki beranekaragam potensi sumber energi

primer yang dapat digunakan sebagai sumber energi pembangkit tenaga listrik baik

itu minyak bumi, gas bumi, batubara, tenaga air, biomasa, tenaga surya, tenaga

angin. Adapun potensi sumber daya energi primer yang tersedia adalah minyak

bumi yang diperkirakan 1,3 Milliar barrel, gas bumi 50 Trilliun SCF, batubara

5.000 juta ton dan tenaga air 5.916,3 MW. Disamping energi terbarukan seperti

biomassa, tenaga surya dan angin terdapat di pantai Tarakan.


Propinsi Kalimantan Tengah merupakan salah satu daerah di Indonesia

yang memiliki sumber daya energi yang banyak dan beragam. Potensi energi yang

potensial untuk dikembangkan di Kalimantan Tengah khususnya bagi desa-desa

tertinggal yang sulit dijangkau oleh jaringan PT PLN (Persero) adalah batubara,

mikrohidro, biomasa dan angin. Potensi batubara diperkirakan mencapai 520 juta

ton.

Daerah Propinsi Kalimantan Selatan memiliki beranekaragam potensi

sumber energi primer yang dapat digunakan sebagai sumber energi pembangkit

tenaga listrik baik itu minyak bumi, gas bumi, batubara, tenaga air, biomasa, tenaga

surya, tenaga angin. Adapun potensi sumber daya energi primer yang tersedia yaitu

untuk Minyak & Gas Bumi 160 Juta Barrel, Batubara 5000 Juta Ton, Biomassa

133,201 kW, Sekam padi 1.345.680 Ton, Sekam sawit 1.295.505 Ton, Penyinaran

Tenaga Surya 23-69% dan Tenaga Angin Kecepatan 20-24 Knot. Potensi sumber

energi di Propinsi Kalimantan Barat terdiri dari batubara, tenaga air dan gambut.

Diperkirakan bahwa potensi batubara sebesar 180 juta ton yang tersebar di perbagai

tempat. Disamping itu, potensi tenaga air yang dapat dikembangkan adalah PLTA

Ng. Pinoh sebesar 138 MW, PLTA Pade Kembayung 40 MW, PLTA Sibat 21 MW.

Kalimantan Timur juga memiliki kekayaan batubara yang sangat berlimpah.

Data yang didapat dari RUKN 2008 cadangan batubara kalimantan timur sebesar

40.195,57 juta ton. Potensi batubara yang dimiliki kalimantan timur sangatah tinggi

namun hal itu tidak sebanding dengan keadaan kalimantan timur saat ini karena

penggunaanya malah cenderung untuk di ekspor ke luar negeri sedangkan

kalimantan sendiri masih mengalami krisis listrik karena kurangnya pembangkit

yang ada dan pembangkit yang sudah terbangun 77% berupa PLTD. Dengan umur
yang sudah tua sehinggan memerlukan banyak perawatan dan akhirnya dilakukan

pemadaman bergilir. Keadaan kelistrikan Kalimantan Timur empat tahun

mendatang pada 2013, diperkirakan memiliki kebutuhan energi listrik mencapai

463,85 megawatt (MW). Sementara kebutuhan saat ini mencapai 207 MW dan

ketersediaan daya mencapai 208 MW. Berarti sampai 2013, Sistem mahakam saja

di Kalimantan Timur memerlukan daya 255,8 MW. Laju pertumbuhan penduduk

di Kalimantan Timur 17% sangat mempengaruhi kebutuhan listrik. Saat ini,

sebagian besar daya berada di sistem Mahakam. Diperkirakan 10 tahun nanti,

kebutuhan listrik mencapai 1.000 MW. Semantara itu sampai sejauh ini, daftar

tunggu permintaan di PLN yang ingin mendapat sambungan listrik di Kalimantan

tmur lebih dari 101.169 pelanggan. Dan jika semua itu terpasang maka daya mampu

Kalimantan timur tidak akan mencukupi.

Kalimantan Timur memiliki kekayaan batubara yang sangat berlimpah.

Data yang didapat dari RUKN 2008 cadangan batubara kalimantan timur sebesar

40.195,57 juta ton. Potensi batubara yang dimiliki kalimantan timur sangatah tinggi

namun hal itu tidak sebanding dengan keadaan kalimantan timur saat ini karena

penggunaanya malah cenderung untuk di ekspor ke luar negeri sedangkan

kalimantan sendiri masih mengalami krisis listrik karena kurangnya pembangkit

yang ada dan pembangkit yang sudah terbangun 77% berupa PLTD. Dengan umur

yang sudah tua sehinggan memerlukan banyak perawatan dan akhirnya dilakukan

pemadaman bergilir. Keadaan kelistrikan Kalimantan Timur empat tahun

mendatang pada 2013, diperkirakan memiliki kebutuhan energi listrik mencapai

463,85 megawatt (MW). Sementara kebutuhan saat ini mencapai 207 MW dan

ketersediaan daya mencapai 208 MW. Berarti sampai 2013, Sistem mahakam saja
di Kalimantan Timur memerlukan daya 255,8 MW. Laju pertumbuhan penduduk

di Kalimantan Timur 17% sangat mempengaruhi kebutuhan listrik. Saat ini,

sebagian besar daya berada di sistem Mahakam. Diperkirakan 10 tahun nanti,

kebutuhan listrik mencapai 1.000 MW. Semantara itu sampai sejauh ini, daftar

tunggu permintaan di PLN yang ingin mendapat sambungan listrik di Kalimantan

tmur lebih dari 101.169 pelanggan. Dan jika semua itu terpasang maka daya mampu

Kalimantan timur tidak akan mencukupi

Sistem kelistrikan di Kalimantan Timur terdiri atas sistem interkoneksi 150

kV dan sistem isolated 20 kV. Sistem kelistrikan yang paling berkembang di

Kalimantan Timur adalah sistem Mahakam, yaitu sebuah sistem interkoneksi

tegangan tinggi 150 kV yang melayani kota Balikpapan, Samarinda, Tenggarong

dan Bontang. Sistem Mahakam dipasok dari beberapa jenis pembangkit yaitu

PLTU, PLTGU, PLTG, PLTMG dan PLTD, baik milik PLN maupun IPP serta

mesin sewa dan excess power. Kemampuan sistem ini masih terbatas karena belum

tersedia cadangan yang cukup sehingga penambahan pelanggan baru terutama yang

memerlukan daya cukup besar, masih dikendalikan dan disesuaikan dengan

kemampuan pembangkit. Apabila terdapat pemeliharaan atau gangguan unit

pembangkit kapasitas besar, maka sistem ini bisa mengalami defisit daya. Sistem

kelistrikan di beberapa Kabupaten lainnya yaitu Kabupaten Kutai Barat (Melak),

Kutai Timur (Sangatta), Penajam Paser Utara (Petung), Kabupaten Paser (Tanah

Grogot) dan Kabupaten Mahakam Ulu (Long Bagun), masih dilayani melalui

jaringan tegangan menengah 20 kV dan dipasok dari PLTD BBM. Khusus untuk

kota Petung, selain PLTD BBM juga dipasok dari PLTMG berbahan bakar gas

alam. Kemampuan daya di sistem kelistrikan ini juga sama, yaitu masih mengalami
keterbatasan akibat dalam beberapa tahun terakhir hampir tidak ada penambahan

kapasitas pembangkit baru, sedangkan beban yang ada terus tumbuh dengan cepat.

Untuk beberapa daerah yang berpenduduk relatif sedikit dan terpencil, sistem

kelistrikannya masih sangat kecil dan dilayani jaringan tegangan rendah 220 volt

yang tersambung langsung dengan PLTD setempat.

Dengan perencanaan pembangunan pembangkit baik dalam skala kecil

ataupun besar yaitu dengan memanfaatkan potensi energi yang ada. Pembangkit ini

dapat menopang beban sistem kelistrikan yang ada di wilayah Kalimantan

khususnya, baik yang terdapat di kota besar ataupun kecil. Pembangunan

pembangkit untuk penyediaan tenaga listrik juga diiringi dengan kebutuhan akan

transmisi dan sistem distribusi yang memadai.

1.2 Manfaat dan Tujuan

Setelah dilakukan analisis diharapkan mahasiswa dapat :

1 Mengetahui kebutuhan akan energi listrik yang semakin meningkat pada

wilayah Kalimantan

2 Mengetahui nilai NPHR pembangkit listrik tenaga uap 1x200 MW di

Kalimantan Timur.

3 Mengetahui pertumbuhan beban tenaga listrik per tahun.

4 Mengetahui keuntungan yang didapat dari penyediaan tenaga listrik baik dari

tiap-tiap komponen maupun keseluruhan.

5 Menentukan perencanaan proyek pembangkit yang akan dilaksanakan layak

atau tidak.
BAB II

DASAR TEORI

2.1 Batubara

Batubara adalah batuan sedimen organik, yang dapat terbakar sehingga dapat

digunakan sebagai sumber energi. Batubara terbentuk dari hasil pengawetan sisa -

sisa tanaman purba dan menjadi padat setelah tertimbun oleh lapisan di atasnya.

Batubara merupakan bahan galian strategis dan salah satu sumber energi yang

mempunyai peran besar dalam pembangunan nasional Indosesia. Secara umum

batubara dapat dibedakan mejadi 4 jenis yaitu lignite, sub bituminous, Bituminous,

Anthracite.

Sekitar 22% dari batubara Indonesia berkualitas rendah (low rank) dengan

kandungan panas kurang dari 5100 kkal/kg, sebagian besar (66%) berkualitas

medium (antara 5100 dan 6100 kkal/kg) dan hanya sedikit (12%) yang berkualitas

tinggi (6100–7100 kkal/kg). Angka ini dalam adb (ash dried basis) 37 . Walaupun

cadangan batubara Indonesia tidak terlalu besar, namun tingkat produksi batubara

sangat tinggi, yaitu mencapai 449 juta ton pada tahun 201338 . Sebagian besar dari

produksi batubara tersebut diekspor ke China, India, Jepang, Korea Selatan dan

Taiwan dan negara lain39. Produksi pada tahun-tahun mendatang diperkirakan

akan meningkat sejalan dengan meningkatnya kebutuhan domestik dan semakin

menariknya pasar batubara internasional. Jika tingkat produksi tahunan adalah 449

juta ton, maka seluruh cadangan batubara Indonesia yang 31 miliar ton diatas akan
habis dalam waktu sekitar 70 tahun apabila tidak dilakukan eksplorasi baru. Untuk

menjamin pasokan kebutuhan domestik yang terus meningkat, Pemerintah telah

menerapkan kebijakan Domestic Market Obligation (DMO) yang mewajibkan

produsen batubara untuk menjual sebagian produksinya ke pemakai dalam negeri.

PLN pada saat ini telah dapat mengelola pasokan batubara dengan lebih baik dari

aspek kecukupan dan kualitas. Harga batubara di pasar internasional yang

cenderung turun sepanjang tahun 2014-2015 akibat melemahnya demand batubara

global telah membuat ketersediaan batubara untuk pasar domestik meningkat.

2.2 Proses Terbentuknya Batubara

Pada dasarnya batubara termasuk ke dalam jenis batuan sedimen. Batuan

sedimen terbentuk dari material atau partikel yang terendapkan di dalam suatu

cekungan dalam kondisi tertentu, dan mengalami transformasi balk secara fisik,

kimia maupun biokimia. Pada saat pengendapannya material ini selalu membentuk

perlapisan yang horizontal.

2.3 Proses Kerja PLTU Batubara


Mulannya Air dari water tank dipompa menuju ke daerator. Di daerator air

yang dimurnikan kandungan – kandungan kimianya akan mengalami proses

pelepasan ion-ion mineral yang masih tersisa di air yang tidak diperlukan seperti

Oksigen. Hal itu dilakukan agar air yang akan digunakan memenuhi mutu air ketel

berkandungan NaCl, Cl, O2, dan juga pH nya.

Air langsung dipompakan oleh Boiler Feed Pump menuju ke economizer di

economizer air sedikit dipanaskan terlebih dahulu agar nantinya bisa siap langsung

dibakar di dalam Boiler atau tungku pembakaran air. Di Boiler inilah terjadi proses

memasak air agar menjadi uap. Setelah pembakaran pertama didapatkan uap air

tetapi uap tersebut masih basah sehingga uap air yang basah tadi dipanaskan lagi

menuju ke Superheather setelah dari superheather baru didapatkan uap kering yang

dapat disalurkan menuju ke turbin. Uap kering bertekanan tingi tersebut disalurkan

ke turbin dan menggerakkan turbin berputar, sedang turbin dikopel pada sebuah

generator sehingga timbulah listrik keluaran ari generator tersebut karena generator

berfungsi mengubah energi gerak / mekanik menjadi energi listrik. Sisa dari uap
kering tersebut tidak langsung dibuang begitu saja melainkan sisa uapnya

dikembalikan lagi ke tunggku dan disana uap sisa dipanaskan kembali (reheather)

kemudian hasil uap tersebut digunakan untuk memutar turbin bantu (auxiliary) /

turbin ke 2 dalam gambar di atas. Setelah itu sisanya masuk ke turbin bantu 3&4

dan kemudian barulah uap sisa tersebut masuk menuju ke kondenser.

Air disirkulasikan di dalam kondenser kemudian didinginkan. Pendinginan

biasanya dilakukan dengan menggunakan air laut sehingga uap air tersebut berubah

menjadi air karena fungsi dari kondenser adalah untuk mengubah uap air menjadi

air. Kemudian air di masukkan lagi ke water tank, dan diputar lagi oleh water pump.

Bahan bakar yang digunakan dalam PLTU batubara di indonesia adalah

batubara dari indonesia biasanya batubara di dapat dari Kalimantan atau Sumatra.

Batubara dikirim menggunakan kapal dan di transportasikan ke coal plant. Dari coal

plant batubara disalurkan menuju ke pulveriser melalui coal conveyor. Setelah

masuk ke pulveriser batubara dipecah dan dihaluskan hingga menyerupai bubuk

bedak, baru setelah itu batubara masuk ke tunggku dan bersama udara digunakan

untuk membakar air sisa dari serbuk batubara tadi terdiri dari 2 jenis yaitu botom

ash dan fly ash. Untuk botom ash karena mempunyai berat maka sisa pembakaran

tersebut langsung bisa di keluarkan dari tungku boiler, sedang untuk fly ash karena

sangat ringan maka akan ikut terbang bersama udara sehinnga jika langsung

dibuang akan menimbulkan pencemaran udara yang sangat tinggi. Maka dari itu fly

ash dari pembakaran tadi disalurkan menuju ke electrostatic precipitator. di dalam

electrostatic precipitator ini fly ash ditangkap melalui proses elektrostatic sehingga

didapat ash yang biasanya digunakan untuk bahan baku tambahan untuk membuat

semen.
2.4 Biaya Pembangkitan Total

Berdasarkan beberapa biaya diatas, maka persamaan biaya pembangkitan

total (TC) dapat dinyatakan sebagai berikut :

TC = CC + OM+FC

2.4.1. Biaya Inverstasi Modal (Capital Cost)

Dalam perhitungan biaya modal (Capital Cost), tergantung pada tingkat suku

bunga (discount rate) dan umur ekonomis. Nilai suku bunga yang dipergunakan

adalah suku bunga per tahun yang harus dibayar dengan memperhitungkan umur

dari pembangkit yang mempunyai

i(1  i)n

rumus sebagai berikut :CRF 


(1  i) 1
dimana :

CRF = Capital Recovery Factor / Faktor Penyusutan (desimal)

I = Suku Bunga (%)

n = Umur Pembangkit/Lama Waktu Penyusutan

Sehingga biaya modal / Capital Cost (CC) dirumuskan sebagai berikut :

CIC x InsCap x CRF

C C 
InsCap x CF x 8760

dimana :

CIC = Capital Investment Cost (USD/KW)

InsCap = Kapasitas Terinstal (MW)

CRF = Capital Recovery Factor/Faktor Penyusutan

(desimal)
2.4.2. Biaya Operasi dan Perawatan

Biaya operasi dan perawatan terdiri dari dua komponen, yaitu biaya tetap dan

biaya variable. Biaya tetap tergantung jenis bahan bakar, kapasitas pembangkit dan

teknologi yang digunakan. Sedangkan biaya variable yang berhubungan dengan

pengoperasian pembangkit dan faktor yang mempengaruhi adalah pemeliharaan

dan desain pembangkit.

dimana :

OM = Biaya Operasi dan Perawatan (US$/KWh )

CF = Capacity Factor / Faktor Kapasitas.

T = Waktu dalam setahun (8760 jam / tahun).

Ins Cap= Kapasitas Terinstal (kW).

2.4.3. Biaya Bahan Bakar (Fuel Cost)

1. xUi
Fc (US $ / kWh) 



dimana :

= Harga Bahan Bakar (US$/satuan


Ui energi)

Harga Batubara = US$ 0.0458 /kg

Nilai kalori bahan bakar = 4200 kkal / kg


-5
Maka Ui = US$ 1,09 x 10 / kkal

 = Efisiensi pembangkit thermal (desimal)


2.5 Net Present Value (NPV)

NPV adalah nilai sekarang dari keseluruhan Discounted Cash Flow atau

gambaran ongkos total atau pendapatan total proyek dilihat dengan nilai sekarang

(nilai pada awal proyek). Secara matematik rumus NPV dapat ditulis sebagai

berikut :

NPV  å CIF t
t  COF
N

t 0 (1  k)
dimana :

k = Discount rate yang digunakan

COF = Cash ou tflow/Investasi

CIFt = Cash in flow pada periode t

N = Periode terakhir cash flow diharapkan

2.6 Payback Period

Payback Period adalah lama waktu yang diperlukan untuk mengembalikan

dana investasi. Dirumuskan dalam persamaan:

PP  Investment Cost

Annual CIF

Dimana:

Investment Cost = Biaya Investasi Annual CIF = Pemasukan per tahun


Investasi yang ideal adalah investasi dengan payback priode terpendek. Dengan

menggunakan payback period kita dapat mengetahui berapa lama dana yang

digunakan untuk investasi dapat kembali


BAB III

SISTEM KELISTRIKAN

3.1 Pengembangan Kapasitas Pembangkit Tenaga Listrik

Pengembangan kapasitas pembangkit tenaga listrik diarahkan untuk

memenuhi pertumbuhan beban, dan pada beberapa wilayah tertentu diutamakan

untuk memenuhi kekurangan pasokan tenaga listrik. Pengembangan kapasitas

pembangkit juga dimaksudkan untuk meningkatkan keandalan pasokan yang

diinginkan, dengan mengutamakan pemanfaatan sumber energi setempat, terutama

energi terbarukan. Pengembangan kapasitas pembangkit tenaga listrik dilaksanakan

sesuai dengan kebijakan pemerintah, misalnya dalam pengembangan energi baru

dan terbarukan (EBT), serta program 35.000 MW. Pengembangan pembangkit

diupayakan secara optimal dengan prinsip biaya penyediaan listrik terendah (least

cost), dengan tetap memenuhi tingkat keandalan yang wajar dalam industri tenaga

listrik. Biaya penyediaan terendah dicapai dengan meminimalkan net present value

semua biaya penyediaan listrik yang terdiri dari biaya investasi, biaya bahan bakar,

biaya operasi dan pemeliharaan, dan biaya energy not served6 . Tingkat keandalan

sistem pembangkitan diukur dengan kriteria Loss of Load Probability (LOLP)7 dan

cadangan daya (reserve margin).

Pembangkit sewa dan excess power tidak diperhitungkan dalam membuat

rencana pengembangan kapasitas jangka panjang, namun dalam jangka pendek

diperhitungkan untuk menggambarkan upaya PLN dalam mengatasi kondisi krisis

kelistrikan. Sejalan dengan kebijakan Pemerintah untuk lebih banyak


mengembangkan dan memanfaatkan energi terbarukan, pengembangan proyek

energi terbarukan seperti panas bumi, angin, surya, biomass, sampah dan tenaga air

tidak mengikuti kriteria least cost, sehingga dalam proses perencanaan mereka

diperlakukan sebagai fixed plant8 . Walaupun demikian, pengembangan

pembangkit energi terbarukan tetap memperhatikan keseimbangan supply– demand

dan status kesiapan pengembangan pembangkit tersebut. Kebutuhan cadangan daya

yang wajar dilihat dari kemampuan pembangkitpembangkit memasok tenaga listrik

secara terus-menerus sesuai kriteria perencanaan.

Berikut ini kondisi PLN KALTIM sampai dengan Juni 2015;


3.2 Sistem Pembangkit Listrik Tenaga Uap di Kalimantan Timur
3.3 Bahan Bakar Pembangkit Listrik Tenaga Uap

Sumber daya batubara Indonesia adalah 120,5 miliar ton yang tersebar

terutama di Kalimantan (64,2 miliar ton), Sumatera (55,9 miliar ton) dan daerah

lainnya (0,4 miliar ton), namun cadangan batubara dilaporkan hanya 31,4 miliar ton

(Kalimantan 18,1 miliar ton, Sumatera 13,3 miliar ton). Karena ketersediaannya

yang sangat banyak, maka dalam RUPTL ini diasumsikan bahwa batubara selalu

tersedia untuk pembangkit listrik.

Sekitar 22% dari batubara Indonesia berkualitas rendah (low rank) dengan

kandungan panas kurang dari 5100 kkal/kg, sebagian besar (66%) berkualitas

medium (antara 5100 dan 6100 kkal/kg) dan hanya sedikit (12%) yang berkualitas

tinggi (6100– 7100 kkal/kg). Angka ini dalam adb (ash dried basis). Walaupun

cadangan batubara Indonesia tidak terlalu besar, namun tingkat produksi batubara

sangat tinggi, yaitu mencapai 449 juta ton pada tahun 2013. Sebagian besar dari

produksi batubara tersebut diekspor ke China, India, Jepang, Korea Selatan dan

Taiwan dan negara lain. Produksi pada tahun-tahun mendatang diperkirakan akan

meningkat sejalan dengan meningkatnya kebutuhan domestik dan semakin

menariknya pasar batubara internasional. Jika tingkat produksi tahunan adalah 449

juta ton, maka seluruh cadangan batubara Indonesia yang 31 miliar ton diatas akan

habis dalam waktu sekitar 70 tahun apabila tidak dilakukan eksplorasi baru.

3.4 Pertumbuhan Beban Puncak

Pertumbuhan beban puncak di Kalimantan tumbuh relatif rendah. Perbaikan

load factor terjadi karena adanya kebijakan pembatasan penggunaan daya pada saat
beban puncak pada konsumen besar dan penerapan tarif multiguna untuk

mengendalikan pelanggan baru. Daya yang terpasang dan mampu pada suatu

pembangkit ini harus mampu untuk memenuhi ketika terjadinya beban puncak pada

suatu daerah. Maka dari itu, biasanya suatu pembangkit tersebut terpasang secara

grid atau melalui jaringan yang tersebar ke seluruh penjuru.

3.5 Rencana Tambahan Pembangkit 2015-2024

No Uraian Kapasitas

1 PLTU Tanjung Redeb 14 2x7

2 PLTU Teluk Balikpapan 220 2 x 110

3 Mobile PP Kaltim 30 6 x5

4 Kaltim Peaker 2 100 2 x 50

5 PLTA Kelai 110 2 x 55


6 PLTU Lati 5 1x5

7 PLTU Tanah Grogot 14 2x7

8 PLTU Kaltim (MT) 55 2 x 27.5

9 PLTGU Sanipah 35 1 x 35

10 PLTU Kaltim (FTP2) 200 2 x 100

11 PLTU Kaltim 4 200 2 x 100

12 PLTU Kaltum 3 400 2 x 200

PLTG/MG/GU Kaltim
13 100 2 x 50
Peaker 3
14 PLTU Kaltim 5 400 2 x 200

15 PLTA Tabang 360 4 x 90

16 PLTU Kicedo 200 2 x 100

17 PLTU Sangatta 200 2 x 100

3.6 Lokasi

Pemilihan lokasi pembangkit dilakukan dengan mempertimbangkan

ketersediaan sumber energi primer setempat atau kemudahan pasokan energi

primer, kedekatan dengan pusat beban, prinsip regional balance, topologi jaringan

transmisi yang dikehendaki, kendala pada sistem transmisi10, dan kendala-kendala

teknis, lingkungan dan sosial11. Lokasi pembangkit yang tercantum dalam RUPTL

merupakan indikasi lokasi yang masih dapat berubah sesuai dengan perkembangan

dalam penyiapan proyek di lapangan. Pembangkit Pemikul Beban Puncak,


pemenuhan kebutuhan beban puncak sistem besar diupayakan tidak menggunakan

pembangkit berbahan bakar BBM, prioritas PLN hanya merencanakan pembangkit

beban puncak yang beroperasi dengan gas (LNG, mini LNG, CNG). Apabila ada

potensi hidro, PLN lebih mengutamakan pembangkit hidro, seperti pumped storage,

PLTA peaking dengan reservoir. BBM hanya direncanakan sebagai buffer untuk

mempercepat ketersediaan daya sebelum tersedianya energi primer lebih ekonomis.

Untuk sistem Kalimantan dan Sulawesi sudah mulai mengenalkan PLTU

dengan kelas kapasitas 200 MW untuk mendapatkan efisiensi yang lebih baik

daripada kapasitas yang ada saat ini. Secara umum pemilihan lokasi pembangkit

diupayakan untuk memenuhi prinsip regional balance. Regional balance adalah

situasi dimana kebutuhan listrik suatu wilayah dipenuhi sebagian besar oleh

pembangkit yang berada di wilayah tersebut dan tidak banyak tergantung pada

transfer daya dari wilayah lain melalui saluran transmisi interkoneksi. Dengan

prinsip ini, kebutuhan transmisi interkoneksi antar wilayah akan minimal.

Namun demikian kebijakan regional balance ini tidak membatasi PLN dalam

mengembangkan pembangkit di suatu lokasi dan mengirim energinya ke pusat

beban melalui transmisi, sepanjang hal tersebut layak secara teknis dan ekonomis.

Hal ini tercermin dari adanya rencana untuk mengembangkan PLTU mulut

tambang skala besar di Sumatera Selatan dan menyalurkan sebagian besar energi

listriknya ke pulau Jawa melalui transmisi arus searah tegangan tinggi (high voltage

direct current transmission atau HVDC)14. Situasi yang sama juga terjadi di sistem

Sumatera, dimana sumber daya energi (batubara, panas bumi dan gas) lebih banyak

tersedia di Sumbagsel, sehingga di wilayah ini banyak direncanakan PLTU


batubara dan PLTP yang sebagian energinya akan ditransfer ke Sumbagut melalui

sistem transmisi tegangan ekstra tinggi

3.7 Pengembangan Transmisi

Pengembangan saluran transmisi dan GI secara umum diarahkan kepada

tercapainya keseimbangan antara kapasitas pembangkitan di sisi hulu dan

permintaan daya di sisi hilir secara efisien dengan memenuhi kriteria keandalan

tertentu. Disamping itu pengembangan saluran transmisi juga dimaksudkan sebagai

usaha untuk mengatasi bottleneck penyaluran, perbaikan tegangan pelayanan dan

fleksibilitas operasi. Proyek transmisi pada dasarnya dilaksanakan oleh PLN,

kecuali beberapa transmisi terkait dengan pembangkit milik IPP yang sesuai

kontrak PPA dilaksanakan oleh pengembang IPP dan proyek transmisi yang terkait

dengan wilayah usaha lain. Namun demikian, terbuka opsi proyek transmisi untuk

juga dapat dilaksanakan oleh swasta dengan skema bisnis tertentu, misalnya build

lease transfer (BLT)17 , power wheeling18 . Power wheeling bertujuan antara lain

agar aset jaringan transmisi dan distribusi sebagai salah satu aset bangsa dapat

dimanfaatkan secara optimal, peningkatan utilisasi jaringan transmisi atau

distribusi sebagai salah satu bentuk efisiensi pada lingkup nasional, mempercepat

tambahan kapasitas pembangkit nasional untuk menunjang pertumbuhan ekonomi

nasional. Opsi tersebut dibuka atas dasar pertimbangan keterbatasan kemampuan

pendanaan investasi PLN dan pertimbangan perusahaan swasta dapat lebih

fleksibel dalam hal mengurus perizinan.


Sejalan dengan kebijakan pengembangan pembangkitan untuk mentransfer

energi listrik dari wilayah yang mempunyai sumber energi primer tinggi ke wilayah

lain yang mempunyai sumber energi primer terbatas, maka sistem Sumatera yang

pada saat ini tengah berkembang pesat memerlukan jaringan interkoneksi utama

(backbone) yang kuat mengingat jarak geografis yang sangat luas. Sebagai dampak

dari kebijakan tersebut, dalam RUPTL ini direncanakan pembangunan jaringan

interkoneksi dengan tegangan 275 kV AC pada tahap awal di koridor barat

Sumatera, sedangkan tegangan 500 kV AC direncanakan di koridor timur

Sumatera. Pembangunan interkoneksi point-to-point jarak jauh, melalui laut dan

berkapasitas besar memerlukan teknologi transmisi daya arus searah (HVDC).

Kebijakan PLN dalam memilih tegangan transmisi HVDC adalah mengadopsi

tegangan yang banyak digunakan di negara lain, yaitu 500 kV DC. Demikian juga

untuk kondisi di Sulawesi, dimana letak sumber energi primer hidro terbesar

terletak disekitar perbatasan Sulawesi Selatan, Sulawesi Tengah dan Sulawesi Barat

dengan pusat beban yang sangat jauh yaitu di Makassar dan Sulawesi Tenggara.

Adanya rencana beberapa proyek PLTA kapasitas besar dilokasi tersebut, akan

dibangun jaringan transmisi 275 kV untuk menyalurkan daya dari beberapa PLTA

ke pusat beban di Makassar dan Sulawesi Tenggara. Perencanaan transmisi

memerlukan persiapan yang lebih panjang mengingat kebutuhan tanah mencakup

wilayah yang luas. Mengingat banyaknya kendala dalam proses pembebasan tanah

serta fungsi transmisi sebagai infrastruktur dari sistem tenaga listrik maka

framework perencanaan kapasitas transmisi harus melihat waktu yang lebih

panjang dari jangka waktu RUPTL, yaitu sekitar 30 tahun. Pada jaringan yang

memasok kota besar direncanakan looping antar sub-sistem dengan pola operasi
terpisah untuk meningkatkan keandalan pasokan. Pada saluran transmisi yang tidak

memenuhi kriteria keandalan N–1 akan dilaksanakan reconductoring dan uprating.

Perluasan jaringan transmisi dari grid yang telah ada untuk menjangkau sistem

isolated yang masih dilayani PLTD BBM (grid extension) dilaksanakan dengan

mempertimbangkan aspek ekonomi dan teknis.

Penentuan lokasi GI dilakukan dengan mempertimbangkan keekonomian

biaya pembangunan fasilitas sistem transmisi tegangan tinggi, biaya pembebasan

tanah, biaya pembangunan fasilitas sistem distribusi tegangan menengah dan harus

disepakati bersama oleh unit pengelola sistem distribusi dan unit pengelola sistem

transmisi. Pemilihan teknologi seperti jenis menara transmisi, penggunaan tiang,

jenis saluran (saluran udara, kabel bawah tanah, kabel laut) dan perlengkapannya

(pemutus, pengukuran dan proteksi) mempertimbangkan aspek keekonomian

jangka panjang, dan pencapaian tingkat mutu pelayanan yang lebih baik, dengan

memenuhi standar nasional (SNI, SPLN) atau standar internasional yang berlaku.

3.8 Pengembangan Dsitribusi

Fokus pengembangan dan investasi sistem distribusi secara umum

diarahkan pada 4 hal, yaitu: perbaikan tegangan pelayanan, perbaikan SAIDI dan

SAIFI, penurunan susut teknis jaringan dan rehabilitasi jaringan yang tua.

Kegiatan berikutnya adalah investasi perluasan jaringan untuk melayani

pertumbuhan dan perbaikan sarana pelayanan.

Pemilihan teknologi seperti jenis tiang (beton, besi atau kayu), jenis saluran

(saluran udara, kabel bawah tanah), sistem jaringan (radial, loop atau spindle),
perlengkapan (menggunakan recloser atau tidak), termasuk penggunaan tegangan

66 kV sebagai saluran distribusi ke pelanggan besar masih perlu dikaji serta

implementasinya akan ditentukan oleh manajemen unit melalui analisis,

pertimbangan keekonomian jangka panjang dan pencapaian tingkat mutu pelayanan

yang lebih baik, dengan tetap memenuhi SNI atau SPLN yang berlaku. Dalam

RUPTL 2016-2025 ini, telah ada rencana penggunaan transformator 150/20 kV

dengan kapasitas 100 MVA pada daerah perkotaan yang padat, sehingga sisi

instalasi pada sistem distribusi perlu diantisipasi seperti kapasitas pemutus hubung

singkat, penambahan jalur keluar tegangan menengah dari gardu induk dan

peralatan lainnya. Dengan pemberlakuan Peraturan Menteri ESDM Nomor 17

Tahun 2013 tentang Pembelian Tenaga Listrik oleh PT Perusahaan Listrik Negara

(Persero) dari Pembangkit Listrik Tenaga Surya Fotovoltaik, Peraturan Menteri

ESDM Nomor 19 Tahun 2015 tentang Pembelian Tenaga Listrik dari Pembangkit

Listrik Tenaga Air dengan Kapasitas sampai dengan 10 MW (Sepuluh Megawatt)

oleh PT Perusahaan Listrik Negara (Persero) dan Peraturan Menteri ESDM Nomor

22 Tahun 2014 dan Peraturan Menteri ESDM Nomor 27 Tahun 2014 tentang

Pembelian Tenaga Listrik dari Pembangkit Listrik Tenaga Biomassa dan

Pembangkit Listrik Tenaga Biogas oleh PT Perusahaan Listrik Negara (Persero),

dimana banyak bermunculan pengajuan pembangkit EBT dari pengembang yang

terhubung pada sistem distrbusi, maka pengembangan sistem distribusi perlu

mengantisipasi dengan memperhatikan pedoman penyambungan yang tertuang

dalam Distribution Code sesuai dengan Peraturan Menteri ESDM Nomor 4 Tahun

2009 tentang Aturan Distribusi Tenaga Listrik.


DAFTAR PUSTAKA

Abdul Kadir, Ir,Energi Sumber Daya, Inovasi, Tenaga Listrik dan Potensi Ekonomi

Edisi Kedua, Universitas Indonesia, 1995.

Badan Pusat Statistik, Kalimantan Timur Dalam Angka 2009.

Buku Naskah Repelita V Sektor Tenaga Listrik, Deptamben, Jakarta, 1989

Direktorat Perencanaan Korporat. 2016. Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik

(RUPTL) 2016-2025 (Sesuai Keputusan Menteri ESDM No. 5899 Tahun

2016 tanggal 10 Juni 2016). Jakarta : PLN.

Direktur Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi, Undang-Undang

Direktorat Perencanaan Korporat. 2016. Rencana Usaha Penyediaan Tenaga

Listrik PT PLN (Persero) Tahun 2016 s.d. 2025. Jakarta : PLN

Ir. H. Syariffuddin Mahmudsyah, M.Eng, Diktat Pembangkitan dan Manajemen

Energi Listrik 2009

Keputusan menteri ESDM, RUKN 2008-2027, Jakarta 2008

Menteri ESDM, BPP tenaga listrik tahun 2008 yang disediakan oleh (perseroan)

PT.Perusahaan Listrik Negara, 2008

Kementrian ESDM, Masterplan Office of Chief Economist, Potensi Ekonomi di

kawasan Timur

Indonesia, Februari 2010Pembangunan Ketenegalistrikan 2010-2014, Jakarta 2009

Proyek peningkatan pengelolaan kegiatan bidang energi dan ketenagalistrikan,

DJLPE, 2004
Republik Indonesia Nomor 30 Tahun 2007 Tentang Energi, Sosialisasi

Sullivan, William G dkk. 2015. Engineering Economy Sixteenth Edition.

New York: PEARSON

Undang – Undang Republik Indonesia Nomor 30 Tahun 2009

Undang-Undang Tentang Energi, Surabaya, 14 Oktober 2008.

Anda mungkin juga menyukai