Oleh :
1. Afinsa Rahmadian 141711034
2. Aghnia Fila Fatharani 141711035
3. Ahmad Taufiqqurohman 141711036
Dosen : Ir. Sri Paryanto Mursid, M.Sc
Kelas : 3B (Utilitas)
BAB 1 ................................................................................................................................... 1
PENDAHULUAN ................................................................................................................... 1
1.1 Latar Belakang..................................................................................................... 1
1.2 Identifikasi Masalah ............................................................................................ 4
1.3 Tujuan ................................................................................................................. 5
1.4 Manfaat ............................................................................................................... 5
1.5 Batasan Masalah ................................................................................................. 5
1.6 Sistematika Penulisan ......................................................................................... 5
2 BAB 2 ........................................................................................................................... 7
DASAR TEORI ....................................................................................................................... 7
2.1 Angin Sebagai Sumber Energi Terbarukan .......................................................... 7
2.2 Mesin Konversi Energi Angin .............................................................................. 8
2.3 Dasar Dasar Konversi Energi Angin ................................................................ 11
2.3.1 Energi Kinetik Angin dan Pemanfaatannya ............................................... 11
2.3.2 Teori Dasar Momentum Betz .................................................................... 12
2.4 Aerodinamika Rotor .......................................................................................... 17
2.4.1 Metode Elemen Sudu................................................................................ 17
2.4.2 Profil Sudu Turbin Angin ........................................................................... 20
2.5 Sistem Kelistrikan .............................................................................................. 21
2.5.1 Sistem Kelistrikan Lepas Jaringan ............................................................. 22
2.5.2 Sistem Kelistrikan Terhubung Jaringan ..................................................... 23
3 BAB 3 ......................................................................................................................... 24
PERANCANGAN TURBIN ANGIN ........................................................................................ 24
3.1 Analisis Performa Generator............................................................................. 24
3.2 Penentuan Diameter Rotor Turbin ................................................................... 26
3.3 Analisis Karakteristik Putaran Rotor Turbin Angin ............................................ 28
3.4 Perhitungan....................................................................................................... 29
3.5 Pemilihan Profil Sudu ........................................................................................ 31
i
BAB 1
PENDAHULUAN
1
2
sebesar 65,1 % pada tahun 2008 . Data rasio eletrifikasi nasional berdasarkan pulau-
pulau besar di Indonesia dapat dilihat pada Tabel 1.1.
daerah. Selain itu, ketergantungan terhadap bahan bakar fosil yang digunakan
sebagai bahan bakar utama pembangkit listrik, menimbulkan permasalahan sendiri.
Bahan bakar fosil merupakan sumber energi tak terbarukan dan ketersediannya
mulai menipis serta hasil dari pembakarannya merupakan gas rumah kaca penyebab
pemanasan global.
Turbin angin tidak dapat mengkonversi seluruh energi kinetik angin menjadi energi
mekanik poros. Menurut Betz, turbin angin hanya dapat mengkonversi 59 % energi
kinetik angin pada kondisi ideal. Untuk mendapatkan kondisi yang optimal,
dilakukan proses rancang bangun turbin angin sumbu horizontal dengan 3 sudu.
Turbin sumbu horizontal dengan 3 sudu memiliki nilai efisiensi yang paling tinggi
pada kondisi tip speed ratio yang sama.
Efisensi yang tinggi akan terjadi pada turbin angin yang memiliki
kemampuan putar yang baik sehingga dapat menghasilkan energi mekanik poros
yang tinggi, dengan bobot turbin yang ringan pada diameter tertentu, sebuah turbin
angin akan menghasilkan kemampuan putar yang baik.Resiko dari bobot yang
ringan pada diameter tertentu adalah terjadinya defleksi akibat dari tipisnya sudu
turbin, jika turbin angin dirancang pada tipe upwind maka sudu turbin akan
menabrak tiang penyangga dan akan mengakibatkan sudu tersebut patah, oleh
karena itu solusinya adalah turbin angin dirancang pada tipe downwind.
Resiko dari suatu rancangan selalu ada. Tipe downwind memiliki resiko
terjadinya aliran angin turbulen saat menumbuk sudu yang terletak di belakang
tiang penyangga dan kestabilan yaw yang rendah. Dengan proses perancangan,
pembuatan dan pengujian yang sesuai resiko tersebut yang akan direduksi sehingga
didapat nilai efisiensi yang mendekati ideal.
Perancangan turbin angin seperti apa yang sesuai untuk beroperasi pada
kondisi angin rata-rata di Indonesia. Memiliki start-up dan cut in speed yang rendah
namun dapat berputar mencapai kecepatan putaran nominal generator pada angin
kecepatan tinggi, karena generator yang digunakan adalah generator kecepatan
putar tinggi.
5
1.3 Tujuan
Tujuan dari pembuatan desain turbin ini adalah merancang turbin angin tipe
downwind secara optimal berdasarkan asumsiasumsi teoritis serta empiris, sehingga
dapat beroperasi dengan baik pada kondisi angin Indonesia.
1.4 Manfaat
Pembuatan desain mengenai turbin angin melibatkan banyak aspek, tentu saja
tidak semua aspek dapat dilibatkan dalam pembuatan desain ini. Masalah yang
menjadi objek pembuatan desain ini adalah pemodelan aliran fluida dan kekuatan
struktur tidak dilakukan
BAB 2 TEORI DASAR DAN TINJAUAN PUSTAKA ; bab ini berisi konsep dasar
turbin angin, dasar fisika mengenai konversi energi angin, teori momentum Betz,
aerodinamika rotor turbin angin sumbu horizontal, konsep dasar balancing rotor,
dan sistem kelistrikan pembangkit listrik tenaga angin.
BAB 3 PERANCANGAN TURBIN ANGIN ; bab ini berisi tentang analisis dan
kalkulasi perancangan rotor turbin angin sumbu horizontal bertipe downwind,
pemilihan bahan pembuatan rotor dan komponen pengarah gerak yaw turbin angin
sumbu horizontal tipe downwind, proses pembuatan sudu turbin angin, kontrol
kualitas geometrik, balancing statik pada rotor turbin angin, proses perakitan,
proses pengujian eksperimetal serta pengambilan data performa turbin angin sumbu
horizontal tipe downwind.
BAB 4 KESIMPULAN DAN SARAN ; bab ini berisi tentang kesmpulan hasil
penelitian dan saran berupa pengembangan untuk penelitian berikutnya.
2 BAB 2
DASAR TEORI
Angin adalah udara bergerak yang terjadi karena adanya perbedaan tekanan
udara di suatu tempat. Angin akan bergerak dari tempat bertekanan tinggi ke tempat
yang tekanan udaranya lebih rendah. Penyinaran matahari pada permukaan bumi
yang tidak seragam mengakibatkan adanya perbedaan temperatur pada beberapa
daerah, dengan begitu tekanan pada beberapa daerah pun akan berbeda beda.
Daerah dengan temperatur udara lebih tinggi akan memiliki tekanan lebih rendah,
begitu pun sebaliknya.
7
8
Faktor rintangan yang terdapat di sekitar turbin angin membuat energi kinetik
angin yang dapat dikonversi akan menurun.Kecepatan angin akan menurun setelah
mengalir melewati rintangan, kecepatan angin yang menurun akan mengurangi
energi kinetik yang terkandung pada angin secara drastis. Dengan begitu daya angin
yang dapat dimanfaatkan oleh turbin angin akan berkurang.
Namun pada turbin angin skala kecil untuk keperluan rumah tangga
(kapasitas nominal terpasang lebih kecil dari 1 kW) beberapa komponen tidak
digunakan karena akan mengurangi efisiensi dari turbin angin. Komponen yang
tidak digunakan adalah gearbox. Sedangkan untuk melakukan gerak yaw, turbin
angin skala kecil menggunakan ekor untuk mengarahkan penampang rotor turbin
menghadap arah frontal datangnya angin.
9
(a) (b)
tinggi terdapat kemungkinan terjadinya defleksi. Defleksi yang terjadi pada sudu
turbin upwind akan mengakibatkan sudu turbin menabrak menara penyangga
sehingga sudu tersebut akan patah Tipe downwind memiliki konstruksi yang
berkebalikan, arah datangnya angin akan menumbuk menara terlebih dahulu baru
menumbuk sudu turbin. Kelebihannya adalah saat tejad defleksi maka sudu turbin
tidak akan mengalami kegagalan, namun kelemahannya adalah terjadinya aliran
angin turbulen saat angin menumbuk sudu turbin.
Sedangkan turbin angin sumbu vertikal adalah turbin angin yang arah gaya
tangensialnya sejajar dengan arah datangnya angin. Konstruksi turbin angin sumbu
vertikal lebih sederhana dibandingkan dengan sumbu horizontal, tetapi memiliki
efisiensi yang lebih rendah. Tiga tipe turbin angin sumbu vertikal dapat dilihat pada
Gambar 2.4.
Komponen utama pada turbin angin adalah konverter energi yang dalam hal
ini adalah rotor turbin angin. Rotor turbin angin akan mengkonversi energi kinetik
yang terkandung pada angin menjadi energi mekanik. Besarnya energi kinetik yang
dikandung oleh angin yang memiliki massa tertentu m, bergerak pada suatu
kecepatan v dapat dinyatakan sebagai :
Diasumsikan aliran udara akan mengalir pada luas area melintang A, luas area
melintang ini sama dengan luas area sapuan rotor turbin angin. Dengan begitu laju
aliran massa udara yang akan mengalir pada kondisi aliran udara bebas sebelum
menumbuk rotor turbin angin adalah
Besarnya energi kinetik dari laju aliran massa udara yang melintasi luas area
melintang per satuan waktu secara fisika dikenal sebagai daya. Daya angin tersedia
yang dapat dimanfaatkan oleh turbin angin dengan luas permukaan rotor A adalah
:
Untuk mendapatkan hasil yang sangat ideal, rotor turbin angin harus dapat
mereduksi kecepatan aliran udara menjadi nol, dengan begitu daya angin tersedia
dapat dikonversi seluruhnya menjadi energi mekanik. Tapi pada kenyataannya rotor
turbin angin tidak dapat mereduksi kecepatan aliran udara hingga nol, jadi terdapat
12
suatu koefisien prestasi yang disebut faktor daya ( Cp ). Faktor daya merupakan
rasio antara daya aktual yang dapat dihasilkan dengan daya angin tersedia. Secara
teoritik terdapat suatu nilai faktor daya ideal yang dirumuskan oleh Betz, faktor
daya tersebut disebut sebagai faktor Betz. Yaitu nilai 593 ,0=pc, nilai tersebut
adalah nilai ideal dari suatu turbin angin, yang berarti suatu turbin angin hanya
dapat mengkonversi 60 % energi kinetik angin yang tersedia menjadi energi
mekanik
Gambar 2.5 Kondisi aliran saat terjadi konversi energy kinetic menjadi emergi
mekanik
Dari kondisi aliran yang digambarkan pada Gambar 2.5 , dapat diketahui daya
mekanik yang dapat dihasilkan oleh rotor. Daya mekanik yang dihasilkan
merupakan selisih daya aliran udara sebelum dan setelah melewati rotor :
Sesuai dengan persamaan kontinuitas, laju massa aliran akan sama besar di
setiap titik:
Gaya tersebut merupakan gaya dorong pada rotor turbin dan akan
mendapatkan gaya reaksi yang sama besarnya dari rotor turbin. Gaya dorong ini
akan menekan massa udara pada kecepatan , hal tersebut terjadi pada bidang
aliran di rotor turbin. Daya yang diperlukan untuk melawan gaya dorong pada
kecepatan adalah :
Daya mekanik yang dihasilkan oleh rotor turbin angin dapat diturunkan dari
perbedaan daya sebelum dan setelah rotor turbin angin serta dapat juga diturunkan
dari gaya dorong yang bekerja pada kecepatan tertentu. Hubungan kedua persamaan
daya mekanik tersebut adalah:
Kecepatan aliran udara saat melewati rotor ditunjukan pada persamaan ( 2.11
), dengan begitu maka besar laju aliran massa saat melewati rotor adalah :
15
Energi kinetik yang terkandung oleh angin pada aliran bebas per satuan waktu
dinyatakan dengan nilai 0 , yang besarnya dapat diketahui dari persamaan ( 2.3
) pada kecepatan angin 1 . Perbandingan antara daya mekanik yang dapat
dihasilkan oleh rotor dari aliran udara bebas dengan daya angin pada luas area
melintang yang sama dinyatakan dalam suatu koefisien yang tela disebut pada
subbab sebelumnya yaitu faktor daya atau :
Gambar 2.6 Fakto daya pada rasio kecepatan aliran udara yang berbeda
16
Dari grafik di atas terdapat suatu nilai maksimum, nilai tersebut adalah nilai
factor daya ideal. Nilai factor daya ideal terjadi pada v2/v1 = 1/3. Dengan begitu
maka nilai factor daya ideal adalah
Nilai faktor ideal tersebut dikenal dengan faktor Betz, secara fisik faktor
tersebut menyatakan bahwa suatu turbin angin pada kondisi ideal hanya dapat
mengkonversi paling besar 59,3 % energi kinetik pada aliran udara menjadi energi
mekanik.
Jika diketahui nilai maksimum v2/v1 = 1/3, maka dapat juga diketahui nilai
v dan v2 :
Dari pemaparan di atas dapat dismpulkan bahwa, teori dasar momentum Betz
merupakan penjelasan mengenai skema aliran udara saat melewati rotor turbin
angin pada kondisi ideal. Kondisi aliran tersebut digambarkan pada gambar 2.7.
17
Gambar 2.7 Skema aliran udara saat melewati rotor turbin angina pada kondisi
ideal
Turbin angin dapat berputar dengan memanfaatkan resultan gaya yang terjadi
pada penampang melintang sudu turbin. Kecepatan angin (vw) yang
dikombinasikan dengan dengan kecepatan putar (u) dari sudu turbin akan
menghasilkan kecepatan angin relatif (vr). Kecepatan relatif akan membentuk sudut
terhada sumbu chord airfoil, sudut ini disebut sebagai sudut serang. Gaya
aerodinamik yang terbentuk terdiri dari dua komponen, yaitu Drag (D) dan Lift (L).
Gaya angkat (L) dapat diuraikan menjadi dua komponen, Ltorque pada bidang
rotasi rotor dan Lthrust yang tegak lurus bidang rotasi rotor. Komponen tangensial
(Ltorque) akan menjadi torsi penggerak rotor sedangkan Lthrust akan menjadi gaya
dorong rotor yang harus ditanggung oleh menara.
Jika mempertimbangkan bentuk dan rancangan dari rotor turbin, maka faktor
daya tergantung dari rasio antara komponen energi dari gerak rotasi dan gerak
translasi dari aliran udara. Rasio ini ditentukan oleh kecepatan tangensial sudu rotor
dalam kaitannya terhadap kecepatan angin aksial (undisturbed axial airflow) yang
disebut dengan Tip-Speed Ratio atau disingkat TSR ()
19
Gambar 2.10 Gaya aerodinamik dan kecepatan pada teori elemen sudu
20
Gambar 2.13 Skema suatu system kelistrikan pada suatu turbin angin
Pada sistem kelistrikan turbin angin, generator memegang peranan yang amat
penting dalam rantai konversi energi angin menjadi listrik. Prinsip kerja generator
adalah dengan menjadikan medan magnet yang ada di sekitar konduktor mengalami
perubahan sehingga akan menimbulkan tegangan listrik. Komponen magnet yang
berputar disebut sebagai rotor sedangkan komponen konduktor yang diam disebut
stator. Generator umumnya dibagi menjadi dua, yaitu generator arus searah (DC)
dan generator arus bolak-balik (AC).
Sistem kelistrikan pada turbin angin dapat disederhanakan menjadi tiga buah sistem
yaitu :
3 BAB 3
Gambar 3.1 Kurva arus listrik sebagai fungsi dari kecepatan angin
Dari kurva pada Gambar 3.1 dapat dihitung besarnya daya listrik yang
dapat dihasilkan oleh generator sesuai dengan karakteristik yang ditunjukan
oleh kurva tersebut. Persamaan daya listrik adalah :
P=IxV
Tabel 3.1 Spesifikasi daya listrik pada kecepatan angin yang berbeda
26
Gambar 3.2 Karakteristik daya rotor pada jumlah sudu yang berbeda
Jika melihat Gambar 3.2 akan diketahui turbin angin dengan jumlah
sudu 3 buah, memiliki keterbuatan yang baik, dengan faktor daya yang tinggi
pada rentang tip speed ratio yang sangat memungkinkan untuk terjadi pada
daerah operasi di Indonesia. Dari grafik di atas, nilai optimal Cp turbin angin
dengan 3 buah sudu adalah 0,47 dengan rancangan tip speed ratio = 7,95
3.4 Perhitungan
Untuk stabilitas, rasio diameter terhadap tinggi blade D/H = 1.2
Maka
D = 1.2 x H
H = 2.4 / 1.2
H=2m
Maka dapat ditentukan bahwa tinggi dari blade, H = 2m, dan diameter dari
turbin D = 2.4m. Lalu besarnya luasan daerah yang tersapu oleh blade dapat
diketahui dengan menggunakan rumus :
Aswept = x D x H
30
Aswept = 15.072 m2
Dari data kecepatan angin, dapat diketahui bahwa kecepatan angin adalah 3
m/s. maka daya yang diekstraksi sebenarnya pada kecepatan angin, v = 3 m/s
sesuai dengan rumus adalah :
Pw = 249.25 W
wt = 0.055 + 0.399
wt = 0.836
wt = 83.6 %
PT = Pw X wt
PT = 249.25 X 83.6%
PT = 208.43 w
Pelektris = PT X generator
Pelektris = 166.74 w
= ( X v/D) X (60/ )
= 189.88 rpm
T = PT /
T = 208.43 / 189.88
T = 1.097 Nm
= x D x / (v x 60)
= 7.9496 7.95
Profil sudu yang dipilih adalah profil airfoil NACA 2410. Pemilihan
ini bedasarkan tipe turbin yang akan dibuat adalah tipe downwind yang
menuntut persentasi tebal airfoil maksimum terhadap panjang chord yang
rendah dan terkait dengan keterbuatan dari sudu turbin.
Ketiga hal tersebut menjelaskan bahwa sudu akan sangat tipis karena
tebalnya hanya 10 % dari panjang chord. Selain itu proses pembuatannya
akan lebih mudah karena bentuk airfoil yang tidak terlalu melengkung, hal
ini terlihat dari maksimum chamber yang hanya 2 % dari panjang chord
lokal.
Data base profil airfoil NACA telah menyajikan koordinat setiap titik
pada profil airfoil, koordinat tersebut akan digunakan sebagai input posisi
titik saat dilakukan pemodelan profil penampang sudu turbin. Selain itu, data
base tersebut menyajikan grafik perbandingan koefisien gaya angkat dan
gaya hambat terhadap sudut serang. Sudut serang yang optimum akan
digunakan untuk menetukan sudut pitch optimum pada sudu turbin angin.
Gambar 3.3 merupakan hasil pemodelan 2 dimensi penampang airfoil
33