Anda di halaman 1dari 36

PERANCANGAN TURBIN ANGIN SUMBU

HORIZONTAL 3 SUDU TIPE DOWNWIND

Laporan ini disusun untuk menyelesaikan tugas Operasi Sistem Energi II

Oleh :
1. Afinsa Rahmadian 141711034
2. Aghnia Fila Fatharani 141711035
3. Ahmad Taufiqqurohman 141711036
Dosen : Ir. Sri Paryanto Mursid, M.Sc
Kelas : 3B (Utilitas)

POLITEKNIK NEGERI BANDUNG


2017
Daftar Isi

BAB 1 ................................................................................................................................... 1
PENDAHULUAN ................................................................................................................... 1
1.1 Latar Belakang..................................................................................................... 1
1.2 Identifikasi Masalah ............................................................................................ 4
1.3 Tujuan ................................................................................................................. 5
1.4 Manfaat ............................................................................................................... 5
1.5 Batasan Masalah ................................................................................................. 5
1.6 Sistematika Penulisan ......................................................................................... 5
2 BAB 2 ........................................................................................................................... 7
DASAR TEORI ....................................................................................................................... 7
2.1 Angin Sebagai Sumber Energi Terbarukan .......................................................... 7
2.2 Mesin Konversi Energi Angin .............................................................................. 8
2.3 Dasar Dasar Konversi Energi Angin ................................................................ 11
2.3.1 Energi Kinetik Angin dan Pemanfaatannya ............................................... 11
2.3.2 Teori Dasar Momentum Betz .................................................................... 12
2.4 Aerodinamika Rotor .......................................................................................... 17
2.4.1 Metode Elemen Sudu................................................................................ 17
2.4.2 Profil Sudu Turbin Angin ........................................................................... 20
2.5 Sistem Kelistrikan .............................................................................................. 21
2.5.1 Sistem Kelistrikan Lepas Jaringan ............................................................. 22
2.5.2 Sistem Kelistrikan Terhubung Jaringan ..................................................... 23
3 BAB 3 ......................................................................................................................... 24
PERANCANGAN TURBIN ANGIN ........................................................................................ 24
3.1 Analisis Performa Generator............................................................................. 24
3.2 Penentuan Diameter Rotor Turbin ................................................................... 26
3.3 Analisis Karakteristik Putaran Rotor Turbin Angin ............................................ 28
3.4 Perhitungan....................................................................................................... 29
3.5 Pemilihan Profil Sudu ........................................................................................ 31

i
BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Semakin majunya teknologi menyebabkan kebutuhan manusia akan


ketersediaan energi semakin meningkat, terutama ketersediaan energi listrik.
Pemakaian peralatan yang mendukung kehidupan manusia modern akhir- akhir ini
menjadikan manusia sangat bergantung pada energi listrik. Pemanfaatanya yang
cukup luas dan secara kualitatif sangat baik, menjadikan sektor energi primer ini
sangat strategis di Indonesia.

Tabel 1.1 Rasio Elektrifikasi Nasional

Energi listrik sendiri merupakan energi final yang pemanfaatannya


menempati urutan ketiga di Indonesia, yaitu sebesar 14,7 %, setelah pemanfaatan
bahan bakar minyak (47,1 %) dan gas (14,7%).

Ketergantungan pada sektor energi strategis ini mengakibatkan permintaan


ketersediaan energi listrik yang semakin meningkat pada setiap tahunnya, namun
disisi lain, pemerintah belum dapat memenuhi kebutuhan akan energi lisrik
tersebut. Hal tersebut dapat dilihat dari rasio elektrifikasi nasional yang hanya

1
2

sebesar 65,1 % pada tahun 2008 . Data rasio eletrifikasi nasional berdasarkan pulau-
pulau besar di Indonesia dapat dilihat pada Tabel 1.1.

Permintaan energi listrik setiap tahunnya mengalami peningkatan sebesar 7


% , Sedangkan penambahan pembangkit listrik yang dilakukan pemerintah hanya
tumbuh sebesar 4,4 % setiap tahun. Pemerintah melalui Kementrian Energi Sumber
Daya Mineral merencanakan pembangunan ketenagalistrikan 2010-2014 untuk
meningkatkan rasio elektrifitas nasional. Pembangunan yang dilakukan adalah
dengan pengembangan pusat pembangkit listrik di setiap daerah di Indonesia
berdasarkan potensi sumber energi dan sumber energi terbarukan yang dimiliki
daerah tersebut.

Tabel 1.2 Kapasitas Pembangkit Listrik Terpasang

Seperti dapat dilihat pada Tabel 1.2 , pembangkit listrik di Indonesia


sebagian besar terletak di pulau Jawa dan Sumatera serta berbahan bakar fosil.
Indonesia sendiri merupakan negara kepulauan yang terdiri atas 17.504 pulau. Dari
data eletrifikasi nasional sebesar 65,1 %, maka masih banyak rakyat Indonesia
terutama yang tersebar di pelosok daerah belum dapat menikmati listrik

Untuk membangun pembangkit listrik berkapasitas besar dan dapat


menjangkau pelosok daerah, pemerintah Indonesia harus melakukan investasi yang
besar untuk pembangunan pembangkit listrik dan distribusi listrik ke pelosok
3

daerah. Selain itu, ketergantungan terhadap bahan bakar fosil yang digunakan
sebagai bahan bakar utama pembangkit listrik, menimbulkan permasalahan sendiri.
Bahan bakar fosil merupakan sumber energi tak terbarukan dan ketersediannya
mulai menipis serta hasil dari pembakarannya merupakan gas rumah kaca penyebab
pemanasan global.

Solusi dari permasalahan tersebut adalah mengurangi ketergantungan


terhadap pembangkit listrik kapasitas besar berbahan bakar fosil dan mulai beralih
kepada pembangkit listrik kapasitas kecil yang menggunakan energi terbarukan
serta dapat dikembangkan di pelosok daerah . Negara Indonesia adalah negara yang
memiliki potensi sumber energi terbarukan yang besar, dan potensi tersebut belum
dapat diambil manfaatnya dengan optimal. Panas bumi, angin, surya, air dan bahan
bakar nabati merupakan sumber energi terbarukan yang dimiliki Indonesia dan
belum termanfaatkan dengan baik.

Angin merupakan sumber energi terbarukan yang melimpah dan dimiliki


oleh Indonesia. Potensi energi angin yang dimiliki Indonesia adalah sebesar 73 GW.
Dengan teknologi turbin angin dan perangkat pendukungnya pada saat ini ,
diperkirakan kapasitas terpasang optimum adalah sebesar 25 MW. Pemanfaatan
sumber energi terbarukan tersebut harus diikuti dengan pengembangan teknologi
mesin konversi energi, dalam hal ini mesin konversi energi yang digunakan adalah
turbin angin.

Walaupun potensi energi angin di Indonesia melimpah, namun kecepatan


rata rata anginnya tidak tinggi. Oleh karena itu diperlukan perancangan turbin angin
yang sesuai dengan karakteristik kondisi alam Indonesia. Turbin angin yang
dirancang adalah turbin angin yang dapat mulai berputar pada kecepatan angin
rendah karena kondisi kecepatan angin rata-rata Indonesia yang rendah serta bebas
perawatan karena target pemasangannya yang dipelosok daerah maka akan
diperlukan biaya yang mahal jika turbin angin yang dibuat tidak handal.

Turbin angin merupakan mesin konversi energi yang mengkonversi energi


kinetik angin menjadi energi mekanik poros untuk memutarkan generator (aplikasi
pada pembangkit listrik tenaga angin). Setiap mesin tidak akan bekerja pada kondisi
100 %, karena selalu ada rugi- rugi yang terjadi, begitu pula dengan turbin angin.
4

Turbin angin tidak dapat mengkonversi seluruh energi kinetik angin menjadi energi
mekanik poros. Menurut Betz, turbin angin hanya dapat mengkonversi 59 % energi
kinetik angin pada kondisi ideal. Untuk mendapatkan kondisi yang optimal,
dilakukan proses rancang bangun turbin angin sumbu horizontal dengan 3 sudu.
Turbin sumbu horizontal dengan 3 sudu memiliki nilai efisiensi yang paling tinggi
pada kondisi tip speed ratio yang sama.

Efisensi yang tinggi akan terjadi pada turbin angin yang memiliki
kemampuan putar yang baik sehingga dapat menghasilkan energi mekanik poros
yang tinggi, dengan bobot turbin yang ringan pada diameter tertentu, sebuah turbin
angin akan menghasilkan kemampuan putar yang baik.Resiko dari bobot yang
ringan pada diameter tertentu adalah terjadinya defleksi akibat dari tipisnya sudu
turbin, jika turbin angin dirancang pada tipe upwind maka sudu turbin akan
menabrak tiang penyangga dan akan mengakibatkan sudu tersebut patah, oleh
karena itu solusinya adalah turbin angin dirancang pada tipe downwind.

Resiko dari suatu rancangan selalu ada. Tipe downwind memiliki resiko
terjadinya aliran angin turbulen saat menumbuk sudu yang terletak di belakang
tiang penyangga dan kestabilan yaw yang rendah. Dengan proses perancangan,
pembuatan dan pengujian yang sesuai resiko tersebut yang akan direduksi sehingga
didapat nilai efisiensi yang mendekati ideal.

1.2 Identifikasi Masalah

Perancangan turbin angin seperti apa yang sesuai untuk beroperasi pada
kondisi angin rata-rata di Indonesia. Memiliki start-up dan cut in speed yang rendah
namun dapat berputar mencapai kecepatan putaran nominal generator pada angin
kecepatan tinggi, karena generator yang digunakan adalah generator kecepatan
putar tinggi.
5

1.3 Tujuan

Tujuan dari pembuatan desain turbin ini adalah merancang turbin angin tipe
downwind secara optimal berdasarkan asumsiasumsi teoritis serta empiris, sehingga
dapat beroperasi dengan baik pada kondisi angin Indonesia.

1.4 Manfaat

Turbin angin tipe downwind memungkinkan tebal maksimum chord yang


lebih tipis, tanpa resiko menabrak tiang penyangga jika sudu turbin mengalami
defleksi. Dengan sudu turbin angin yang lebih tipis akan diperoleh bobot turbin
yang lebih ringan, dengan begitu turbin akan mulai berputar lebih baik pada
kecepatan rendah tanpa mengurangi kehandalannya. Perancangan turbin angin tipe
downwind ini merupakan kontribusi nyata penyediaan pembangkit listrik skala
rumah tangga yang handal dan ideal untuk beroperasi pada kondisi alam Indonesia.
Sehingga rasio eletrifikasi nasional akan semakin membaik dengan memanfaatkan
potensi sumber energi terbarukan yang dimiliki setiap daerah di Indonesia.

1.5 Batasan Masalah

Pembuatan desain mengenai turbin angin melibatkan banyak aspek, tentu saja
tidak semua aspek dapat dilibatkan dalam pembuatan desain ini. Masalah yang
menjadi objek pembuatan desain ini adalah pemodelan aliran fluida dan kekuatan
struktur tidak dilakukan

1.6 Sistematika Penulisan

BAB 1 PENDAHULUAN ; bab ini berisi latar belakang, identifikasi masalah,


tujuan, manfaat, batasan masalah, dan sistematika penulisan.
6

BAB 2 TEORI DASAR DAN TINJAUAN PUSTAKA ; bab ini berisi konsep dasar
turbin angin, dasar fisika mengenai konversi energi angin, teori momentum Betz,
aerodinamika rotor turbin angin sumbu horizontal, konsep dasar balancing rotor,
dan sistem kelistrikan pembangkit listrik tenaga angin.

BAB 3 PERANCANGAN TURBIN ANGIN ; bab ini berisi tentang analisis dan
kalkulasi perancangan rotor turbin angin sumbu horizontal bertipe downwind,
pemilihan bahan pembuatan rotor dan komponen pengarah gerak yaw turbin angin
sumbu horizontal tipe downwind, proses pembuatan sudu turbin angin, kontrol
kualitas geometrik, balancing statik pada rotor turbin angin, proses perakitan,
proses pengujian eksperimetal serta pengambilan data performa turbin angin sumbu
horizontal tipe downwind.

BAB 4 KESIMPULAN DAN SARAN ; bab ini berisi tentang kesmpulan hasil
penelitian dan saran berupa pengembangan untuk penelitian berikutnya.
2 BAB 2

DASAR TEORI

2.1 Angin Sebagai Sumber Energi Terbarukan

Angin adalah udara bergerak yang terjadi karena adanya perbedaan tekanan
udara di suatu tempat. Angin akan bergerak dari tempat bertekanan tinggi ke tempat
yang tekanan udaranya lebih rendah. Penyinaran matahari pada permukaan bumi
yang tidak seragam mengakibatkan adanya perbedaan temperatur pada beberapa
daerah, dengan begitu tekanan pada beberapa daerah pun akan berbeda beda.
Daerah dengan temperatur udara lebih tinggi akan memiliki tekanan lebih rendah,
begitu pun sebaliknya.

Pemanfaatan energi angin sebagai energi terbarukan adalah bagaimana


memanfaatkan energi kinetik yang dimiliki angin untuk dikonversi menjadi energi
mekanik poros. Besarnya energi kinetik angin berkaitan erat dengan besarnya
kecepatan angin nominal, semakin tinggi kecepatan angin nominal pada suatu
daerah maka semakin besar energi kinetik yang dimiliki angin tersebut. Kecepatan
angin di suatu daerah dipengaruhi oleh beberapa faktor, namun faktor yang
menentukan dalam aplikasi untuk turbin angin adalah ketinggian suatu daerah dan
faktor rintangan angin pada daerah tersebut.

Jika permukaan bumi diasumsikan sebagai suatu bidang datar tempat


mengalirnya fluida, menurut teori lapisan batas maka daerah yang lebih rendah
akan memiliki kecepatan lebih rendah karena adanya pengaruh dari efek
viskositas.Efek viskositas ini akan terus membrikan kontribusi terhadap distribusi
kecepatan aliran pada daerah di bawah lapisan batas. Efek viskositas akan semakin
kecil seiring dengan bertambah besarnya jarak aliran dengan permukaan dan pada
jarak tertentu kecepatan aliran fluida tidak akan terpengaruh oleh efek viskositas.
Sehingga dapat dikatakan, semakin menjauhi permukaan maka aliran fluida akan
memiliki kecepatan yang semakin tinggi.

7
8

Faktor rintangan yang terdapat di sekitar turbin angin membuat energi kinetik
angin yang dapat dikonversi akan menurun.Kecepatan angin akan menurun setelah
mengalir melewati rintangan, kecepatan angin yang menurun akan mengurangi
energi kinetik yang terkandung pada angin secara drastis. Dengan begitu daya angin
yang dapat dimanfaatkan oleh turbin angin akan berkurang.

2.2 Mesin Konversi Energi Angin

Turbin angin merupakan mesin koversi energi yang digunakan untuk


mengubah energi kinetik angin menjadi kerja mekanik. Mesin konversi energi ini
tersusun dari beberapa komponen utama yaitu rotor turbin, gearbox, generator,
sistem kontrol dan peralatan untuk pemanfaatan energi listrik. Gambar 2.1
menunjukan komponen-komponen pada turbin angin sumbu horizontal.

Gambar 2.1 Komponen turbin angina sumbu horizontal

Namun pada turbin angin skala kecil untuk keperluan rumah tangga
(kapasitas nominal terpasang lebih kecil dari 1 kW) beberapa komponen tidak
digunakan karena akan mengurangi efisiensi dari turbin angin. Komponen yang
tidak digunakan adalah gearbox. Sedangkan untuk melakukan gerak yaw, turbin
angin skala kecil menggunakan ekor untuk mengarahkan penampang rotor turbin
menghadap arah frontal datangnya angin.
9

Sebagai mesin konversi energi, turbin angin diklasifikasikan berdasarkan


gaya aerodinamika yang bekerja pada sudu rotor turbin dan rancangan konstruksi
turbin angin. Berdasarkan gaya aerodinamika yang bekerja pada sudu rotor turbin,
turbin angin terbagi atas rotor yang berputar memanfaatkan gaya tahanan (drag)
dan rotor yang memanfaatkan gaya angkat (lift). Seperti digambarkan pada Gambar
2.2 .Terdapat variabel penting dalam perancangan rotor turbin angin, variabel
tersebut adalah tip speed ratio. Penentuan tip speed ratio menentukan karakteristik
dari turbin angin, karakteristik tersebut adalah turbin angin dengan akarakteristik
kecepatan tinggi dan kecepatan rendah.

(a) (b)

Gambar 2.2 Pemanfaatan gaya aerodinamika pada rotor turbin angina

(a) gaya tahanan ; (b) gaya angkat

Jika berdasarkan konstruksinya, turbin angin dibagi atas dasar sumbu


putarnya. Turbin angin sumbu horizontal dan turbin angin sumbu vertikal. Turbin
angin sumbu horizontal adalah turbin angin yang arah gaya tangensialnya tegak
lurus terhadap arah datangnya angin. Jenis turbin ini banyak digunakan, terutama
dalam penggunaan dalam skala besar karena efisiensinya yang lebih baik daripada
turbin angin sumbu vertikal. Terdapat 2 tipe turbin angin sumbu horizontal yaitu
tipe upwind dan tipe downwind (Gambar 2.3) . Tipe upwind memiliki konstruksi
rotor yang langsung menghadap angin frontal, sehingga angin akan langsung
menumbuk sudu turbin angin, namun kelemahannya adalah pada kondisi angin
10

tinggi terdapat kemungkinan terjadinya defleksi. Defleksi yang terjadi pada sudu
turbin upwind akan mengakibatkan sudu turbin menabrak menara penyangga
sehingga sudu tersebut akan patah Tipe downwind memiliki konstruksi yang
berkebalikan, arah datangnya angin akan menumbuk menara terlebih dahulu baru
menumbuk sudu turbin. Kelebihannya adalah saat tejad defleksi maka sudu turbin
tidak akan mengalami kegagalan, namun kelemahannya adalah terjadinya aliran
angin turbulen saat angin menumbuk sudu turbin.

Gambar 2.3 Tipe Turbin Angin Sumbu Horizontal

Sedangkan turbin angin sumbu vertikal adalah turbin angin yang arah gaya
tangensialnya sejajar dengan arah datangnya angin. Konstruksi turbin angin sumbu
vertikal lebih sederhana dibandingkan dengan sumbu horizontal, tetapi memiliki
efisiensi yang lebih rendah. Tiga tipe turbin angin sumbu vertikal dapat dilihat pada
Gambar 2.4.

Gambar 2.4 Tipe Turbin Angin Sumbu Vertikal


11

2.3 Dasar Dasar Konversi Energi Angin

2.3.1 Energi Kinetik Angin dan Pemanfaatannya

Komponen utama pada turbin angin adalah konverter energi yang dalam hal
ini adalah rotor turbin angin. Rotor turbin angin akan mengkonversi energi kinetik
yang terkandung pada angin menjadi energi mekanik. Besarnya energi kinetik yang
dikandung oleh angin yang memiliki massa tertentu m, bergerak pada suatu
kecepatan v dapat dinyatakan sebagai :

Diasumsikan aliran udara akan mengalir pada luas area melintang A, luas area
melintang ini sama dengan luas area sapuan rotor turbin angin. Dengan begitu laju
aliran massa udara yang akan mengalir pada kondisi aliran udara bebas sebelum
menumbuk rotor turbin angin adalah

Kecepatan angin pada kondisi aliran udara bebas dinyatakan sebagai v.


Sedangkan massa jenis udara dinyatakan sebagai . Rata-rata besar massa jenis
udara diatas permukaan laut adalah 1,225 kg/m3, dan nilainya akan semakin
menurun seiring kenaikan ketinggian permukaan.

Besarnya energi kinetik dari laju aliran massa udara yang melintasi luas area
melintang per satuan waktu secara fisika dikenal sebagai daya. Daya angin tersedia
yang dapat dimanfaatkan oleh turbin angin dengan luas permukaan rotor A adalah
:

Untuk mendapatkan hasil yang sangat ideal, rotor turbin angin harus dapat
mereduksi kecepatan aliran udara menjadi nol, dengan begitu daya angin tersedia
dapat dikonversi seluruhnya menjadi energi mekanik. Tapi pada kenyataannya rotor
turbin angin tidak dapat mereduksi kecepatan aliran udara hingga nol, jadi terdapat
12

suatu koefisien prestasi yang disebut faktor daya ( Cp ). Faktor daya merupakan
rasio antara daya aktual yang dapat dihasilkan dengan daya angin tersedia. Secara
teoritik terdapat suatu nilai faktor daya ideal yang dirumuskan oleh Betz, faktor
daya tersebut disebut sebagai faktor Betz. Yaitu nilai 593 ,0=pc, nilai tersebut
adalah nilai ideal dari suatu turbin angin, yang berarti suatu turbin angin hanya
dapat mengkonversi 60 % energi kinetik angin yang tersedia menjadi energi
mekanik

2.3.2 Teori Dasar Momentum Betz

Albert Betz mengaplikasikan hukum fisika sederhana untuk mengetahui


besarnya energi mekanik yang dapat diekstrak dari aliran udara yang mengalir pada
luas area melintang. Betz menemukan bahwa ekstraksi daya optimal dapat terjadi
pada suatu nilai perbandingan tertentu antara kecepatan aliran udara di depan dan
di belakang rotor turbin angin.

Persamaan (2.3) menjelaskan mengenai daya maksimal yang dapat


dimanfaatkan oleh turbin angin. Pertanyaan terpentingnya adalah, seberapa besar
energi mekanik yang dapat dihasilkan dari aliran udara bebas oleh turbin angin.
Besarnya energi mekanik yang dapat dihasilkan hanyalah sebesar energi kinetik
yang terkandung di aliran udara. Dengan begitu energi mekanik yang dihasilkan per
satuan waktu diasumsika sama dengan energi kinetik per satuan waktu yang
terkandung pada angin. Jika laju aliran massa diasumsikan konstan, tanpa terjadi
perubahan, maka kecepatan aliran udara di belakang rotor haruslah menurun.
Sesuai dengan persamaan kontinuitas, untuk mengurangi kecepatan aliran maka
pada saat yang sama luas area melintang akan semakin besar, dengan begitu laju
aliran massa sebelum dan setelah melewati rotor besarnya sama. Kondisi aliran
pada saat terjadinya konversi energi kinetik menjad energi mekanik digambarkan
pada Gambar 2.5 .
13

Gambar 2.5 Kondisi aliran saat terjadi konversi energy kinetic menjadi emergi
mekanik

Dari kondisi aliran yang digambarkan pada Gambar 2.5 , dapat diketahui daya
mekanik yang dapat dihasilkan oleh rotor. Daya mekanik yang dihasilkan
merupakan selisih daya aliran udara sebelum dan setelah melewati rotor :

Sesuai dengan persamaan kontinuitas, laju massa aliran akan sama besar di
setiap titik:

Sehingga persamaan daya mekanik menjadi :

Persamaan ( 2.7 ) menjelaskan bahwa daya akan mencapai maksimum ketika


nilai 2 adalah nol, saat 2= 0 maka nilai 1 akan menjadi nol juga. Dengan
begitu , maka dapat dikatakan tidak akan ada aliran yang melewati rotor turbin
14

angin. Untuk mendapatkan nilai daya mekanik optimal diperlukan suatu


perbandingan 2/1 pada nilai tertentu. Sehingga untuk mendapat nilai tersebut
harus didekati oleh beberapa persamaan fisika yang lain.

Hukum laju perubahan momentum akan menjelaskan gaya angin yang


bekerja pada rotor turbin angin. Hukum tersebut ditunjukan dengan persamaan
berikut :

Gaya tersebut merupakan gaya dorong pada rotor turbin dan akan
mendapatkan gaya reaksi yang sama besarnya dari rotor turbin. Gaya dorong ini
akan menekan massa udara pada kecepatan , hal tersebut terjadi pada bidang
aliran di rotor turbin. Daya yang diperlukan untuk melawan gaya dorong pada
kecepatan adalah :

Daya mekanik yang dihasilkan oleh rotor turbin angin dapat diturunkan dari
perbedaan daya sebelum dan setelah rotor turbin angin serta dapat juga diturunkan
dari gaya dorong yang bekerja pada kecepatan tertentu. Hubungan kedua persamaan
daya mekanik tersebut adalah:

Kecepatan aliran udara saat melewati rotor ditunjukan pada persamaan ( 2.11
), dengan begitu maka besar laju aliran massa saat melewati rotor adalah :
15

Daya mekanik rotor didapatkan dengan mensubstitusikan persamaan laju


aliran massa saat melewati rotor turbin terhadap persamaan ( 2.7 ) , maka persamaan
daya mekanik rotor menjadi :

Energi kinetik yang terkandung oleh angin pada aliran bebas per satuan waktu
dinyatakan dengan nilai 0 , yang besarnya dapat diketahui dari persamaan ( 2.3
) pada kecepatan angin 1 . Perbandingan antara daya mekanik yang dapat
dihasilkan oleh rotor dari aliran udara bebas dengan daya angin pada luas area
melintang yang sama dinyatakan dalam suatu koefisien yang tela disebut pada
subbab sebelumnya yaitu faktor daya atau :

Faktor daya tergantung pada perbandingan antara kecepatan setelah dan


sebelum aliran udara melewati rotor turbin. Hubungan tersebut digambarkan pada
grafik berikut ( Gambar 2.6)

Gambar 2.6 Fakto daya pada rasio kecepatan aliran udara yang berbeda
16

Dari grafik di atas terdapat suatu nilai maksimum, nilai tersebut adalah nilai
factor daya ideal. Nilai factor daya ideal terjadi pada v2/v1 = 1/3. Dengan begitu
maka nilai factor daya ideal adalah

Nilai faktor ideal tersebut dikenal dengan faktor Betz, secara fisik faktor
tersebut menyatakan bahwa suatu turbin angin pada kondisi ideal hanya dapat
mengkonversi paling besar 59,3 % energi kinetik pada aliran udara menjadi energi
mekanik.

Jika diketahui nilai maksimum v2/v1 = 1/3, maka dapat juga diketahui nilai
v dan v2 :

Dari pemaparan di atas dapat dismpulkan bahwa, teori dasar momentum Betz
merupakan penjelasan mengenai skema aliran udara saat melewati rotor turbin
angin pada kondisi ideal. Kondisi aliran tersebut digambarkan pada gambar 2.7.
17

Gambar 2.7 Skema aliran udara saat melewati rotor turbin angina pada kondisi
ideal

2.4 Aerodinamika Rotor

2.4.1 Metode Elemen Sudu

Teori dasar momentum Betz tidak mempertimbangkan bentuk dan rancangan


dari rotor turbin angin. Bagaimanapun juga, daya yang diperoleh pada kondisi
sebenarnya tidak lepas dari karakterisitik performa rotor turbin. Perbedaan
mendasar yang mempengaruhi daya adalah dari gaya aerodinamik yang digunakan
untuk menghasilkan daya mekanik. Salah gaya aerodinamika tersebut adalah gaya
angkat ( lift )
18

Gambar 2.8 Gaya angkat pada airfoil

Gaya angkat terjadi karena perbedaan tekanan di kedua permukaan airfoil.


Aliran udara pada bagian atas mengalir lebih cepat daripada aliran pada bagian
bawah airfoil, sehingga tekanannya lebih rendah. Karena tekanan bagian bawah
airfoil lebih tinggi, maka terjadi gaya angkat pada airfoil . Distribusi tekanan dan
arah gaya yang bekerja pada airfoil dapat dilihat pada Gambar 2.8.

Turbin angin dapat berputar dengan memanfaatkan resultan gaya yang terjadi
pada penampang melintang sudu turbin. Kecepatan angin (vw) yang
dikombinasikan dengan dengan kecepatan putar (u) dari sudu turbin akan
menghasilkan kecepatan angin relatif (vr). Kecepatan relatif akan membentuk sudut
terhada sumbu chord airfoil, sudut ini disebut sebagai sudut serang. Gaya
aerodinamik yang terbentuk terdiri dari dua komponen, yaitu Drag (D) dan Lift (L).
Gaya angkat (L) dapat diuraikan menjadi dua komponen, Ltorque pada bidang
rotasi rotor dan Lthrust yang tegak lurus bidang rotasi rotor. Komponen tangensial
(Ltorque) akan menjadi torsi penggerak rotor sedangkan Lthrust akan menjadi gaya
dorong rotor yang harus ditanggung oleh menara.

Jika mempertimbangkan bentuk dan rancangan dari rotor turbin, maka faktor
daya tergantung dari rasio antara komponen energi dari gerak rotasi dan gerak
translasi dari aliran udara. Rasio ini ditentukan oleh kecepatan tangensial sudu rotor
dalam kaitannya terhadap kecepatan angin aksial (undisturbed axial airflow) yang
disebut dengan Tip-Speed Ratio atau disingkat TSR ()
19

Suatu pendekatan untuk perhitungan aerodinamika rotor digunakan analisis


terhadap geometri sudu rotor, yaitu mencari hubungan antara geometri sudu rotor
dengan sifat aerodinamiknya. Metode yang digunakan yaitu teori elemen sudu atau
strip theory (Gambar 2.9). Dalam teori ini ditentukan pemotongan sudu pada arah
melintang di kondisi upwind dan penggambaran arah gaya aerodinamik yang terjadi
pada elemen sudu berputar pada jarak r dari sumbu rotor (Gambar 2.10)

Gambar 2.9 Model strip theory

Gambar 2.10 Gaya aerodinamik dan kecepatan pada teori elemen sudu
20

Dengan mengintegrasikan distribusi gaya tangensial di sepanjang radius akan


menghasilkan torsi rotor, dan integrasi distribusi gaya aksial (thrust distribution)
akan menghasilkan gaya dorong (thrust) yang harus ditanggung oleh menara
(Gambar 2.11).

Gambar 2.11 Distribusi gaya aerodinamik di sepanjang sudu

2.4.2 Profil Sudu Turbin Angin

Sudu merupakan komponen terpenting dari sebuah turbin pembangkit.


Geometri dan posisi sudu yang tepat akan meningkatkan besarnya gaya angkat yang
dapat dihasilkan, sehingga pada akhirnya dapat meningkatkan efisiensi turbin.
Tipe-tipe sudu yang sering digunakan dalam dunia penerbangan telah dikatalogkan.
Dalam memilih sudu, sangat diperlukan untuk mengetahui sistem
pengklasifikasiannya. Klasifikasi yang terpopuler adalah klasifikasi dari National
Advisory Committee for Aeronautics (NACA)

NACA membuat profil sudu dengan parameter-parameter : panjang chord c,


rasio maksimum chamber f, posisi chamber xf, ketebalan maksimum sudu d, posisi
ketebalan maksimum xd, radius ujung rN, dan koordinat airfoil. Gambar 2.12
menunjukkan parameter geometris dari sebuah sudu NACA
21

Gambar 2.12 Parameter geometris sebuah sudu NACA

Untuk seri empat digit, pengertian angka-angkanya yaitu: - Digit pertama


menyatakan persen maksimum chamber terhadap chord. - Digit kedua menyatakan
persepuluh posisi maksimum chamber terhadap chord diukur dari leading edge. - 2
digit terakhir menyatakan persen ketebalan airfoil terhadap chord. Contoh dari
penomoran ini adalah airfoil NACA 4415 dengan chord 300 mm. Ini berarti airfoil
memiliki chamber 0,04c = 12 mm terletak pada 0,4c =120 mm dari leading edge
dan memiliki ketebalan maksimum 0,15c = 45 mm.[5]

2.5 Sistem Kelistrikan

Sistem kelistrikan adalah suatu sistem yang berfungsi untuk melakukan


konversi energi mekanik untuk kemudian menjadi energi listrik. Sistem kelistrikan
pada turbin angin umumnya terdiri dari generator yang terhubung dengan poros
rotor, tower, system control, inverter, baterai, dan juga beban. Sistem kelistrikan
dapat dilihat di gambar dibawah ini.
22

Gambar 2.13 Skema suatu system kelistrikan pada suatu turbin angin

Pada sistem kelistrikan turbin angin, generator memegang peranan yang amat
penting dalam rantai konversi energi angin menjadi listrik. Prinsip kerja generator
adalah dengan menjadikan medan magnet yang ada di sekitar konduktor mengalami
perubahan sehingga akan menimbulkan tegangan listrik. Komponen magnet yang
berputar disebut sebagai rotor sedangkan komponen konduktor yang diam disebut
stator. Generator umumnya dibagi menjadi dua, yaitu generator arus searah (DC)
dan generator arus bolak-balik (AC).

Sistem kelistrikan pada turbin angin dapat disederhanakan menjadi tiga buah sistem
yaitu :

1. Sistem kelistrikan lepas dari jaringan (standalone system).

2. Sistem kelistrikan terhubung dengan jaringan (grid-connected system).

3. Sistem kelistrikan hibrida (hybrid power system).

2.5.1 Sistem Kelistrikan Lepas Jaringan

Sistem kelistrikan lepas jaringan membutuhkan baterai untuk menyimpan


energi listrik yang telah dikonversi dari energi kinetik angin. Sistem ini dipilih jika
pada suatu daerah tidak terhubung dengan jaringan atau akan menjadi mahal jika
terhubung dengan jaringan karena diperlukannya perangkat tambahan. Sistem lepas
jaringan memiliki kapasitas yang terbatas karena ukuran sumber pembangkitan
listrik, sumber energi angin, dan kapasitas baterai. Skema dari sistem kelistrikan
lepas jaringan dapat dilihat pada Gambar 2.14
23

Gambar 2.14 Sistem kelistrikan lepas jaringan

2.5.2 Sistem Kelistrikan Terhubung Jaringan

Sistem kelistrikan turbin angin dengan jaringan dan tanpa menggunakan


baterai merupakan pilihan yang efektif dalam aspek biaya dan pertimbangan
terhadap aspek lingkungan. Sistem ini mengeliminasi baterai yang harganya mahal
dan pemeliharaannya yang sulit, juga secara signifikan akan mengurangi efisiensi
sistem. Kekurangan sistem ini adalah jika jaringan listrik padam, tidak ada sumber
energi cadangan untuk mengatasi kekurangan listrik.

Gambar 2.15 Sistem kelistrikan terhubung jaringan

Sistem tanpa baterai dapat meningkatkan efisiensi secara signifikan


dibandingkan dengan sistem yang menggunakan baterai. Hal ini dikarenakan pada
sistem ini terdapat inverter yang dapat menyesuaikan dan menjalankan turbin angin
pada kecepatan maksimal dan menyerap energi angin lebih besar. Skema dari
sistem kelistrikan terhubung jaringan dapat dilihat pada gambar 2.15.
24

3 BAB 3

PERANCANGAN TURBIN ANGIN

3.1 Analisis Performa Generator

Perancangan turbin angin erat kaitannya dengan karakteristik


generator yang akan digunakan. Generator dapat menghasilkan output daya
listrik sesuai dengan spesifikasinya jika generator dipasangkan pada rotor
turbin yang memiliki karakteristik sama.

Generator yang digunakan untuk pemodelan desain ini adalah


generator macrowind MW400 dengan kapasitas maksimal 400 Watt.
Generator jenis ini sangat cocok untuk digunakan untuk pembangkit listrik
skala kecil, skala rumah tangga.

Karakteristik generator yang digunakan menunjukan generator ini


berkecepatan tinggi, generator dapat beroperasi dengan baik pada putaran
poros yang tinggi. Untuk mengetahui karakteristik putaran generator, maka
dilakukan analisis terhadap kurva arus listrik yang dibangkitkan oleh
generator sebagai fungsi dari kecepatan angin pada tegangan 24 Volt. Dipilih
tegangan 24 Volt karena batrei yang akan digunakan saat pengujian adalah
memiliki beda potensial 24 Volt. Kurva karakteristik yang disajikan pada
Gambar 3.1 merupakan spesifikasi dari pabrik pembuat.
25

Gambar 3.1 Kurva arus listrik sebagai fungsi dari kecepatan angin

Dari kurva pada Gambar 3.1 dapat dihitung besarnya daya listrik yang
dapat dihasilkan oleh generator sesuai dengan karakteristik yang ditunjukan
oleh kurva tersebut. Persamaan daya listrik adalah :

P=IxV

Dengan mengkalkulasikan besarnya arus listrik pada setiap kecepatan


angin, didapat data daya lisrik sebagai berikut :

Tabel 3.1 Spesifikasi daya listrik pada kecepatan angin yang berbeda
26

3.2 Penentuan Diameter Rotor Turbin

Perancangan turbin angin terutama penentuan dimensi geometrik rotor


turbin angin terkait dengan karakteristik generator. Pada Tabel 3.1, dapat
diketahui karakteristik pembangkitan daya listrik pada generator yang
digunakan. Nilai nominal daya tersebut yang menjadi acuan perancangan
sehingga performa turbin angin dapat sama dengan karakteristik generator.

Untuk menentukan diameter rotor turbin terlebih dahulu dilakukan


perhitungan diameter yang diperlukan untuk membangkitkan nilai nominal
daya listrik. Selanjutnya hasil hitungan tersebut dilakukan optimalisasi untuk
mendapatkan nilai optimum diameter rotor. Nilai optimum itulah yang akan
ditentukan sebagai diameter rotor turbin.

Daya listrik dihasilkan oleh putaran generator akibat adanya daya


mekanik yang dihasilkan oleh rotor turbin, dengan begitu maka nilai daya
listrik sama dengan daya mekanik rotor, pada kondisi generator baik, dan
asumsi tidak ada rugi-rugi pada generator. Karakeristik daya ditentukan oleh
geometri dari rotor turbin, oleh karena itu untuk menentukan diameter pada
setiap nilai daya listrik yang dihasilkan, dapat didekati dengan persamaan
karakteristik daya rotor :
27

Untuk menentukan nilai Cp maka ditentukan terlebih dahulu jumlah


sudu turbin yang akan digunakan sehingga pada kurva faktor daya sebagai
fungsi dari tip speed ratio didapat nilai Cp optimum.Gambar 3.2 adalah
kurva faktor daya sebagai fungsi dari tip speed ratio pada jumlah sudu yang
berbeda

Gambar 3.2 Karakteristik daya rotor pada jumlah sudu yang berbeda

Jika melihat Gambar 3.2 akan diketahui turbin angin dengan jumlah
sudu 3 buah, memiliki keterbuatan yang baik, dengan faktor daya yang tinggi
pada rentang tip speed ratio yang sangat memungkinkan untuk terjadi pada
daerah operasi di Indonesia. Dari grafik di atas, nilai optimal Cp turbin angin
dengan 3 buah sudu adalah 0,47 dengan rancangan tip speed ratio = 7,95

Hasil perhitungan diameter pada setiap karakteristik daya disajikan


pada Tabel 3.2. Tabel tersebut menjelaskan daya yang dibangkitkan pada
kecepatan angin yang berbeda, sehingga semakin besar daya yang ingin
dibangkitkan semakin kecil diameter yang dibutuhkan, karena haltersebut
seiring dengan naiknya kecepatan angin ( menurut kurva spesifikasi produk
28

).Dari optimalisasi data diameter didapat dimensi dimeter optimal sebesar


2,40 m. Diameter tersebut sesuai dengan proses keterbuatan dan berputar
pada kecepatan rata-rata di Indonesia , sebesar 3 m/s. Namun dengan
diameter dan kecepatan angin tersebut, menurut spesifikasi produk, daya
yang dibangkitkan tidak dapat lebih dari 36 Watt.

Tabel 3.2 Diameter yang diperlukan pada daya nominal

3.3 Analisis Karakteristik Putaran Rotor Turbin Angin

Untuk mencapai karakteristik daya rotor yang optimum, maka


kecepatan putar rotor turbin harus sesuai dengan rancangan. Acuan untuk
merancang nilai putaran rotor adalah tip speed ratio rancangan. Dari nilai
tip speed ratio dapat diketahui besarnya kecepatan putaran poros, kecepatan
sudut dan kecepatan tangensial . Persamaan 3.3 adalah persamaan untuk
menghitung besarnya kecepatan putaran poros, kecepatan sudut dan
kecepatan pada turbin angin.
29

Dengan persamaan ( 3.3 ) dapat dihitung karakteristik kecepatan


nominal rotor turbin yang harus dicapai untuk menghasilkan sejumlah daya
pada kecepatan angin yang berbeda beda. Data hasil hitungan karakteristik
kecepatan rotor sebagai nilai minimun untuk dapat mengkonversi energi
kinetik angin menjadi energi mekanik poros disajikan pada Tabel 3.3

Tabel 3.3 Karakteristik kecepatan rotor turbin

3.4 Perhitungan
Untuk stabilitas, rasio diameter terhadap tinggi blade D/H = 1.2

Sehingga Diameter yang telah diketahui yaitu 2.4 m

Maka

D = 1.2 x H

H = 2.4 / 1.2

H=2m

Maka dapat ditentukan bahwa tinggi dari blade, H = 2m, dan diameter dari
turbin D = 2.4m. Lalu besarnya luasan daerah yang tersapu oleh blade dapat
diketahui dengan menggunakan rumus :

Aswept = x D x H
30

Aswept = 3.14 x 2.4 x 2

Aswept = 15.072 m2

Dari data kecepatan angin, dapat diketahui bahwa kecepatan angin adalah 3
m/s. maka daya yang diekstraksi sebenarnya pada kecepatan angin, v = 3 m/s
sesuai dengan rumus adalah :

Pw = 0.5 x udara x Aswept x V3

Pw = 0.5 x 1.225 x 15.072 x 33

Pw = 249.25 W

Kemudian telah didapat data maksimum operasi yaitu menggunakan (TSR),


= 7.95, maka efisiensi turbin angin dapat diketahui dengan rumus:

wt = 0.055 + 0.399

wt = (0.055 X 7.95) + 0.399

wt = 0.836

wt = 83.6 %

Sehingga didapatkan efesiensi turbin angin, wt = 83.6 %. Kemudian daya


pada poros turbin, PT dapat diketahui dengan menggunakan rumus sebagai
berikut:

PT = Pw X wt

PT = 249.25 X 83.6%

PT = 208.43 w

Diasumsikan efesiensi generator, generator = 0.8. Maka daya elektris yang


dihasilkan generator :

Pelektris = PT X generator

Pelektris = 208.43 X 0.8


31

Pelektris = 166.74 w

Kemudian kecepatan rotasi turbin dapat diketahui dengan menggunakan


rumus berikut (pada kecepatan angin v = 3 m/s) :

= ( X v/D) X (60/ )

= (7.95 X 3 / 2.4) X (60 / 3.14)

= 189.88 rpm

Kemudian besarnya torsi yang dihasilkan dapat diketahui dengan


menggunakan rumus sebagai berikut :

T = PT /

T = 208.43 / 189.88

T = 1.097 Nm

Kemudian memeriksa nilai tips speed ratio (TSR) dengan menggunakan


rumus berikut :

= x D x / (v x 60)

= 189.88 x 2.4 x 3.14 / (3 x 60)

= 7.9496 7.95

3.5 Pemilihan Profil Sudu

Menurut teori momentum Betz data perhitungan diameter, penentuan


koefisien daya rotor, dan tip speed ratio sudah cukup, namun teori tersebut
tidak mempertimbangkan bentuk dan profil dari penampang sudu.
Sedangkan untuk mengambil manfaat dari adanya gaya angkat akibat gaya
reaksi dalam bentuk gaya tangensial dan thrust dari resultan kecepatan angin,
maka diperlukan bentuk penampang airfoil pada sudu turbin angin.
32

Profil sudu yang dipilih adalah profil airfoil NACA 2410. Pemilihan
ini bedasarkan tipe turbin yang akan dibuat adalah tipe downwind yang
menuntut persentasi tebal airfoil maksimum terhadap panjang chord yang
rendah dan terkait dengan keterbuatan dari sudu turbin.

Kode penomoran NACA tersebut dapat diartikan :

1. Maksimum chamber dari airfoil ini adalah 2 % dari panjang chord


lokal.

2. Posisi chamber maksimum terletak di 0,4 panjang chord lokal yang


diukur dari leading edge.

3. Tebal maksimum airfoil adalah 10 % dari panjang chord lokal.

Ketiga hal tersebut menjelaskan bahwa sudu akan sangat tipis karena
tebalnya hanya 10 % dari panjang chord. Selain itu proses pembuatannya
akan lebih mudah karena bentuk airfoil yang tidak terlalu melengkung, hal
ini terlihat dari maksimum chamber yang hanya 2 % dari panjang chord
lokal.

Data base profil airfoil NACA telah menyajikan koordinat setiap titik
pada profil airfoil, koordinat tersebut akan digunakan sebagai input posisi
titik saat dilakukan pemodelan profil penampang sudu turbin. Selain itu, data
base tersebut menyajikan grafik perbandingan koefisien gaya angkat dan
gaya hambat terhadap sudut serang. Sudut serang yang optimum akan
digunakan untuk menetukan sudut pitch optimum pada sudu turbin angin.
Gambar 3.3 merupakan hasil pemodelan 2 dimensi penampang airfoil
33

Gambar 3.3 Pemodelan 2 dimensi penampang Airfoil

Sedangkan pada Gambar 3.4 dibawah ini merupakan pemodelan bentuk 3D


dari turbin angin yang dirancang
34

Gambar 3.4 Pemodelan 3 dimensi turbin angina downwind 3 sudu

Anda mungkin juga menyukai