Anda di halaman 1dari 31

LAPORAN PRAKTIKUM KINERJA SISTEM ENERGI

PROSES PEMBUATAN ES KRIM

Diajukan untuk memenuhi salah satu Tugas Mata Kuliah Kinerja Sistem Energi 2

Nama Praktikan : Fajar Ramadhan


NIM : 151734009
Kelas : 3D TKE
Nama Anggota : Rizky Adi Firdaus
Tika Faradita A.
Dosen Pembimbing : Yanti Supriatin, S.T., M.T.
Tanggal Praktikum : 16 Maret 2018
Tanggal Laporan : 23 Maret 2018
Tanggal Revisi : 3 April 2018

PROGRAM STUDI DIV TEKNIK KONSERVASI ENERGI


JURUSAN TEKNIK KONVERSI ENERGI
POLITEKNIK NEGERI BANDUNG
2018
CHILLER

1. Objek Perilaku Siswa

Setelah melakukan praktikum, mahasiswa diharapkan dapat :

1) Menjelaskan prinsip kerja proses pendinginan

2) Mengidentifikasi parameter yang terlibat dalam proses pendinginan

3) Menghitung kinerja proses pendinginan

2. Dasar Teori

2.1 Definisi Mesin Pendingin

Mesin pendingin adalah mesin konversi energi yang dipakai untuk memindahkan
kalor dari reservoir panas bertemperatur tinggi menuju reservoir panas
bertemperatur lebih tinggi dengan menambahkan kerja dari luar. Secara jelasnya
mesin pendingin merupakan peralatan yang digunakan dalam proses pendinginan
suatu materi (fluida) sehingga mencapai temperatur dan kelembaban yang
diinginkan, dengan jalan menyerap kalor dari materi (fluida) yang akan
dikondisikan, atau dengan kata lain menyerap panas (kalor) dari suatu reservoir
dingin dan diberikan ke reservoir panas.

2.2 Macam Mesin Pendingin

a. Mesin pendingin dengan siklus kompresi uap

Mesin ini menggunakan kompresor untuk menaikkan tekanan uap zat pendingin
dari evaporator kemudian mendorongnya ke dalam kondensor agar mudah
diembunkan. Siklus pada mesin ini hampir menggunakan kebalikan dari siklus
carnot, perbandingannya adalah siklus ini menggunakan katup yang menghasilkan
penurunan tekanan secara isoenthalpy.
Gambar 2.1 Sistem pendinginan kompresi uap

Sumber : Stoecker (1996:187)

b. Mesin pendingin dengan siklus pendinginan absorbsi

Mesin pendingin ini menggunakan dua jenis refrigeran yaitu refrigeran primer
sebagai zat pendingin dan refrigeran sekunder sebagai zat pengikat kalor / yang
membawa refrigeran primer sampai di generator. Untuk siklusnya bisa dilihat pada
gambar 2.2.

Evaporator yang menyerap panas dari sistem, ditangkap oleh refrigeran primer
berbentuk uap bertekanan rendah. Selanjutnya refrigeran primer diserap ke
absorber yang di dalamnya sudah ada refrigeran sekunder yang memiliki viskositas
lebih, ini bertujuan untuk mengikat refrigeran primer yang berfase uap agar dapat
dialirkan oleh pompa ke generator. Pada generator menghasilkan energi untuk
menghidupkan komponen pemanas (seperti heater) agar menghasilkan panas yang
digunakan untuk melepas refrigeran primer dengan refrigeran sekunder. Refrigeran
primer dapat terlepas dari refrigeran sekunder karena sifat dari refrigeran primer
yang mudah menguap, selanjutnya refrigeran primer melanjutkan siklusnya ke
kondensor melepaskan kalornya ke lingkungan. Selepas dari kondensor fase cair
dari refrigeran melewati katup ekspansi, disini refrigeran diturunkan tekanan dan
temperaturnya hingga mencapai temperatur dan tekanan evaporasi dengan cara
dikabutkan.
Sedangkan pada refrigeran sekunder yang memiliki viskositas yang lebih dibanding
refrigeran primer setelah dari generator turun bersikulasi ke katup trotel yang
kemudian kembali ke absorber.

Pada absorber refrigerant sekunder masih memiliki temperatur yang tinggi. Di


dalam absorber terdapat proses pelepasan kalor yang berfungsi untuk menyerap uap
refrigerant primer yang keluar dari evaporator karena adanya perbedaan tekanan
yang mana di absorber lebih rendah dari tekanan evaporator.

Gambar 2.2 Sistem pendinginan absorbsi

Sumber : Stoecker (1996:309)

Siklus Mesin Pendingin

Siklus termodinamika mesin pendingin yang ideal adalah siklus mesin carnot
terbalik, tetapi siklus ini sulit untuk dicapai karena siklus carnot terdapat atau
terdiri dari proses-proses reversibel yang menjadikan efisiensinya lebih tinggi dari
pada yang dapat dicapai oleh siklus secara aktual. Siklus refrigerasi carnot dapat
dilihat pada gambar 2.3. Dan refrigerasi bermanfaat dan kerja bersih siklus carnot
dapat dilihat pada gambar 2.4.
Gambar 2.3 Siklus Refrigerasi Carnot

Sumber : Stoecker (1996:215)

Keterangan :

1–2 : Proses kompresi adiabatis reversibel

2–3 : Proses pelepasan panas pada suhu dan tekanan konstan

3–4 : Proses isentropik ekspansi secara isentropik

4–1 : Proses pemasukan panas pada suhu dan tekanan konstan

Gambar 2.4 Refrigerasi bermanfaat dan kerja bersih siklus carnot

Sumber : Stoecker (1996:255)


Daerah yang ada di bawah garis reversibel pada diagram suhu-enthropi menyatakan
perpindahan kalor. Daerah-daerah yang digambarkan dalam gambar 2.4 dapat
menyatakan jumlah refrigerasi bermanfaat (useful refrigeration) dan kerja bersih
(net work). Refrigerasi bermanfaat sama dengan perpindahan kalor pada proses 4
– 1 atau daerah di bawah garis 4 – 1. Daerah di bawah garis 2 – 3 menyatakan kalor
yang dikeluarkan dari daur, perbedaan antara kalor yang dikeluarkan dari daur dan
kalor yang ditambahkan ke dalam daur adalah kalor bersih (net heat).

Siklus carnot biasa diperbaiki atau ditingkatkan prestasi kerjanya yaitu dengan cara
memberikan tambahan kerja agar tercapai kompresi kering, hal ini dilakukan
dengan memberikan super heating yaitu pemanasan lanjut sebelum refrigerant
memasuki kompresor. Hal ini akan mengakibatkan kinerja kompresor menjadi
lebih ringan sehingga lifetime komponen kompresor menjadi lebih panjang. Skema
perbaikan daur refrigerasi carnot dapat dilihat pada gambar 2.5.

Gambar 2.5 Perbaikan Daur Refrigerasi Carnot

Sumber : Stoecker (1996:115)

Selain hal di atas, secara aktual diagram T-S secara aktual pada siklus 3 -4 tidak
ideal terjadi secara isentropis, nyatanya pada sikuls 3 – 4 pada katup ekspansi
setelah adanya proses pelepasan kalor pada kondensor, katup ekspansi menurunkan
lagi temperatur refrigerant cair secara mendadak hal ini mengakibatkan adanya
proses secara konduksi maupun konveksi yang meliputi pipa katup ekspansi
sehingga siklus ideal 3 – 4 secara isentropis, secara aktualnya akan bergeser dan
tidak terjadi secara isentropis lagi. Skema daur kompresi uap standar dapat dilihat
pada gambar 2.6 dan 2.7.

Gambar 2.6 Daur Kompresi Uap Standar

Sumber : Stoecker (1996:115)

Keterangan :

1–2 : Proses Kompresi uap refrigerant

2–3 : Proses merubah uap refrigerant menjadi cair

3–4 : Proses penurunan tekanan

4–1 : Proses pengambilan kalor oleh uap refrigerant


Gambar 2.7 Daur Kompresi Uap Standar

Sumber : Stoecker (1996:116)

Keterangan :

1–2 : Proses kompresi adiabatik reversibel di kompresor

2–3 : Proses pelepasan panas pada tekanan konstan

3–4 : Proses ekspansi pada ekspantion valve secara isoentalphi

4–1 : Proses penyerapan panas secara isobaris dan penguapan refrigerant

Siklus dimulai dari titik 4 – 1 dimana kalor dari sistem diserap oleh refrigeran yang
ada pada evaporator. Refrigeran lalu berubah wujud menjadi fase uap kering lalu
dialirkan ke kompresor. Di kompresor terjadi proses kompresi pada refrigeran
untuk meningkatkan tekanan refrigeran sehingga refrigeran bias mencapai tekanan
dan temperature kondensasi, selanjutnya dialikan ke kondensor. Prinsip kerja
utama dari kondensor adalah melepas kalor refrigeran, hal ini dilakukan dengan
cara mendinginkan refrigeran hingga berubah wujud menjadi cair, kalor yang
dilepas oleh refrigeran dibuang ke lingkungan.
Setelah melewati kondensor refrigeran yang telah berbentuk cair dialirkan ke katup
ekspansi, di katup ekspansi terjadi proses penurunan tekanan refrigeran dengan cara
dikabutkan. Proses ini bertujuan untuk mendapatkan refrigeran yang berwujud uap
jenuh sebelum memasuki evaporator untuk menjalani siklus kembali.

Proses pendinginan menggunakan siklus refrigerasi atau siklus kompresi uap dapat
diterapkan dalam berbagai hal, seperti pengkondisian udara dan pembekuan. Dalam
proses pembekuan, terjadi perubahan fasa dari fasa cair ke fasa padat, akibat
perpindahan panas dari zat yang dibekukan ke media pengambil panas. Adapun
proses pembekuan terjadi dalam beberapa tahapan, yaitu penurunan temperatur
(undercooling), nukleasi pada 0 oC, kristalisasi, dan sensible heat es dalam fasa
padat (Gambar 1). Dari titik A ke B terjadi undercooling (sampai di bawah 0 oC)
hingga terbentuk nukleasi awal. Setelah mass tertentu nuclei terbentuk, maka
terjadi nukleasi pada B atau B’. Saat ini terjadi pelepasan kalor laten yang cepat.
B’ tidak serendah B karena adanya penambahan zat terlarut akan menyebabkan
nukleasi heterogen, sehingga dapat mempercepat proses nukleasi. Temperatur
meningkat tiba-tiba ke titik beku (titik C atau C’). Adanya zat terlarut menurunkan
titik beku (sifat koligatif larutan).

Dalam air murni, garis CD menunjukkan waktu pertumbuhan Kristal es pada 0 oC.
Pembekuan yang cepat mendorong pembentukan Kristal es yang kecil selama
waktu pembekuan. Campuran yang terbekukan sebagian tidak akan menjadi dingin
sampai air yang “freezable” telah terkristalisasi, maka garis CD terjadi pada
temperatur konstan. Waktu pembekuan adalah waktu dari mulai terjadi nukleasi
sampai akhir fase pertmbuhan kristal es. Setelah kristalisasi, maka temperatur
menurun dari D ke E seiring dengan perpindahan panas.

Selama pembekuan, air yang membeku menjadi terpisah dari larutan dalam bentuk
Kristal es (C’D’), sehingga memisahkan pelarut dari zat terlarut. Saat ini temperatur
pembekuan dari sisa larutan terus menurun. Pada temperatur di bawah titik beku,
sedikit air cair tersisa. Juga terjadi peningkatan viskositas pada fase tak beku,
sehingga meniurunkan sifat difusi dari sistem Dan menghambat kristalisasi.

Termokopel dalam air


atau larutan gula pada
temperatur ambien,
dimasukkan ke dalam
lingkungan -30 oC

Gambar 1. Tahapan dalam proses pembekuan

(Sumber: University od Guelph)

Profil penurunan temperatur selama proses kristalisasi dapat dilihat pada ice cream
freezing curve.
Gambar 2. Freezing Curve

(Sumber: University od Guelph)

Makin rendah freezing curve, semakin sedikit air yang dibekukan, sehingga lebih
banyak yg membeku selama hardening, dimana proses yang lebih lambat
menghasilkan Kristal es yang besar.

Makin rendah freezing curve, semakin lembut tekstur es krim, sehingga lebih
rentan terhadap heat shock.

Jika melihat freezing curve, pada bagian yang lebih datar (rentang temperatur yang
lebih hangat), perubahan temperatur melibatkan lebih banyak air yang meleleh dan
membeku kembali (maka lebih banyak rekristalisasi), sementara di bagian yang
curam (rentang temperatur lebih rendah), perubahan temperatur yang sama
melibatkan lebih sedikit air yang meleleh dan membeku kembali (kristalisasi lebih
sedikit).
Pada proses pembuatan es krim secara umum, untuk menghasilkan es krim yang
baik, dilakukan proses dynamic freezing, yang merupakan pencampuran antara
larutan dengan udara sambil didinginkan. Campuran masuk dipompakan melalui
freezer yang dilengkapi rotating blade yang akan membantu pencampuran dengan
udara. Pencampuran ini menyebabkan produk es krim memiliki karakteristik yang
ringan. Tanpa pencampuran dengan udara, akan seperti es beku saja. Jumlah
kandungan udara dalam es krim dinamakan overrun. Definisi overrun adalah
perentase penambahan volume es krim dibandingkan dengan volume campuran
awalnya.

(𝑉𝑜𝑙𝑢𝑚𝑒 𝑒𝑠 𝑘𝑟𝑖𝑚 𝑎𝑘ℎ𝑖𝑟 − 𝑉𝑜𝑙𝑢𝑚𝑒 𝑐𝑎𝑚𝑝𝑢𝑟𝑎𝑛 𝑎𝑤𝑎𝑙)


𝑂𝑣𝑒𝑟𝑟𝑢𝑛 = 𝑥100%
𝑉𝑜𝑙𝑢𝑚𝑒 𝑐𝑎𝑚𝑝𝑢𝑟𝑎𝑛 𝑎𝑤𝑎𝑙

Panas yang diserap selama pendinginan adalah:

𝑞 = 𝑚𝑎𝑠𝑠𝑎 𝑐𝑎𝑚𝑝𝑢𝑟𝑎𝑛 𝑥 [𝐶𝑝 . ∆𝑇𝑢𝑛𝑑𝑒𝑟𝑐𝑜𝑜𝑙𝑖𝑛𝑔 + ∆ℎ𝑝𝑒𝑚𝑏𝑒𝑘𝑢𝑎𝑛 + 𝐶𝑝 . ∆𝑇𝑠𝑒𝑛𝑠𝑖𝑏𝑙𝑒 ]

Smbe energi untuk pendinginan berasal dari listrik:

𝑃 = 𝑉 . 𝐼 . 𝑐𝑜𝑠∅
3. Alat dan Bahan

No Nama Alat Gambar

1 Satu set alat ice cream


maker

2 Termometer
3 Timbangan

5 Mixer

6 Clamp on
7 Gelas ukur

8 Bahan baku (bubuk es


krim)

9 Air
4. Prosedur kerja

Siapkan bahan baku dan peralatan praktikum. Sebelum memulai praktikum cek
alat ukur dalam kondisi baik atau tidak dan kalibrasi alat ukur agar pengukuran
dapat dilakukan secara tepat dan benar.

Merangkai tang amper dan memasangnya pada sumber listrik, memperhatikan


polarisasi dalam pemasangan alat ukur agar tidak terbalik polarisasinya.

Campurkan bubuk es krim dengan air pada suhu 11,8˚C sesuai dengan syarat
pelarutan dalam kemasan bubuk es krim.

Menimbang berat larutan. Berat larutan 180 gram.

Lakukan pengadukan awal dengan mixer (selama 3 menit).

Menimbang berat larutan setelah pengadukan, dan mencatat volumenya.


Volume setelah proses pengadukan sebesar 945 ml.

Masukkan ke dalam wadah ice cream maker.

Atur posisi termokopel agar dapat mengukur larutan dan dinding container.
Tutup container es krim.

Hidupkan mesin ice cream maker dan pengaduknya.

Amati dan catat (sampai waktu tertentu):

 Kecepatan putar pengaduk


 Temperatur larutan
 Temperatur dinding
 Perubahan tekstur larutan saat pendinginan
 P, V, I, cos  dari sumber listrik

Setelah waktu pendinginan terdapai, buka saluran keluaran es krim, dan


tampung es krim dalam wadah

Tentukan volume akhir es krim. Volume akhir es krim adalah 600 ml.

Matikan mesin ice cream maker


5. Gambar rangkaian peralatan (Ice Cream Maker ICR-BQ105)

Spesifikasi:

Merk: Fomac

V = 220 Volt

f = 50/60 Hz

P = 500 Watt

Refrigeran: R134a

Kompresor: Single
Compressor, Embraco
(Aspera)

Material: Stainless Steel

Kapasitas: 5 – 8 kg/h

Volume = 3,3 Liter


DAFTAR PUSTAKA

Adnan M. 1988. Pendinginan Dan Pembekuan. Pusat Antar Universitas UGM.


Anwar, K. 2010. Efek Beban Pendingin Terhadap Performa Sistem Mesin Pendingin.
Jurnal SMARTek Vol.8 No.3.
Daryanto. 2010. Keselamatan Kerja Peralatan Bengkel dan Perawatan Mesin. Cetakan
pertama. Alfabeta: Bandung
Dwinanda, D. 2003. Analisis Pengaruh Bentuk Lekukan Pipa Kapiler Pada
Refrigerator. Skripsi Jurusan Teknik Mesin: Universitas Gunadarma.
______. Australian Standard 2853, 1986, Enclosures Temperature Controlled
Performance Testing And Grading.
______. 2013. Buku Panduan Akademik Tahun Akademik 2013/2014 Sekolah
Vokasi Universitas Gadjah Mada.
______. eprints.undip.ac.id/41578/3/BAB_II.pdf. Diunduh pada tanggal 1 Mei
2016.
______. eprints.uny.ac.id/7757/3/bab%202%20-06506134023.pdf. Diunduh pada
tanggal 11 Mei 2016.
______. KAN : Komite Akreditasi Nasional, 2006, Kalibrasi Temperature
Controlled Enclosures.
______. repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/18581/3/Chapter%20II.pdf.
Neraca Massa dan Energi Percobaan 1
1. NME di komponen Evaporator

Larutan inlet

Freon R134a inlet P bar, T = 19,5˚C, dan V =


1200ml
P bar, T ˚C, dan ṁ kg/s

Evaporator
Freon R1341 outlet

P bar, T ˚C, dan ṁ kg/s

Larutan outlet

P bar, T = -8,4 ˚C, dan V = 600


ml

2. NME di kompone Kompresor

Freon R134a inlet Freon R1341 outlet

P bar, T ˚C, dan ṁ kg/s P bar, T ˚C, dan ṁ kg/s

Kompresor
3. NME di komponen Kondensor

Udara inlet
Freon R134a inlet
P bar, T ˚C, dan ṁ kg/s
P bar, T ˚C, dan ṁ kg/s

Kondensor
Freon R1341 outlet

P bar, T ˚C, dan ṁ kg/s

Udara outlet

P bar, T ˚C, dan ṁ kg/s

4. NME di komponen Alat Ekspansi

Freon R134a inlet Freon R1341 outlet

P bar, T ˚C, dan ṁ kg/s P bar, T ˚C, dan ṁ kg/s

Alat Ekspansi
Neraca Massa dan Energi Percobaan 2
1. NME di komponen Evaporator

Larutan Inlet m, V= 945 ml, T=16,6˚C,


P= 1 atm

Freon R134a Intlet m, T, P


EVAPORATOR
Freon R134a Outlet m, T, P

Larutan Outlet m, V= 600 ml, T= -6,8˚C,


P= 1 atm

2. NME di komponen Kompresor

Freon R134a Intlet m, T, P


KOMPRESOR
Freon R134a Outlet m, T, P
3. NME di komponen Kondensor

Udara Inlet m, T, P= 1 atm

Freon R134a Intlet m, T, P


KONDENSOR
Freon R134a Outlet m, T, P

Udara Outlet m, T, P= 1 atm

4. NME di komponen Alat Ekspansi

Freon R134a Intlet m, T, P


ALAT EKSPANSI
Freon R134a Outlet m, T, P
7.PERHITUNGAN
Analisis percobaan 1 dan percobaan 2, dimana suhu pada percobaan 1 lebih tinggi
daripada percobaan 2 dan perlakuan mixing pada campuran percobaan 1 selama 10
menit dan mixing pada campuran percobaan 2 selama 3 menit.
1. Menghitung Overrun selama proses
(𝑉𝑜𝑙𝑢𝑚𝑒 𝑒𝑠 𝑘𝑟𝑖𝑚 𝑎𝑘ℎ𝑖𝑟−𝑉𝑜𝑙𝑢𝑚𝑒 𝑐𝑎𝑚𝑝𝑢𝑟𝑎𝑛 𝑎𝑘ℎ𝑖𝑟)
a. Overrun percobaan 1 = 𝑉𝑜𝑙𝑢𝑚𝑒 𝑐𝑎𝑚𝑝𝑢𝑟𝑎𝑛 𝑎𝑤𝑎𝑙
945 𝑚𝑙−600 𝑚𝑙
=
945 𝑚𝑙
= 36,51%
(𝑉𝑜𝑙𝑢𝑚𝑒 𝑒𝑠 𝑘𝑟𝑖𝑚 𝑎𝑘ℎ𝑖𝑟−𝑉𝑜𝑙𝑢𝑚𝑒 𝑐𝑎𝑚𝑝𝑢𝑟𝑎𝑛 𝑎𝑘ℎ𝑖𝑟)
b. Overrun Percobaan 2 =
𝑉𝑜𝑙𝑢𝑚𝑒 𝑐𝑎𝑚𝑝𝑢𝑟𝑎𝑛 𝑎𝑤𝑎𝑙
1200 𝑚𝑙−600 𝑚𝑙
= 600 𝑚𝑙
= 50%

2. Konsumsi daya listrik selama proses berlangsung


a. Konsumsi Listrik Percobaan 1 = Mesin es krim + Mixer
= (0,522 kW x 20/60 jam) + (200 kW x 10/60 jam)
= 33,51 kWh

b. Konsumsi Listrik Percobaan 2 = Mesin es krim + Mixer


= (0,541 kW x 20/60 jam) + (200 kW x 3/60 jam)
= 10,18 kWh

Konsumsi listik pada percobaan 1 adalah sebesar 33,51 kWh dan konsumsi
listik pada percobaan 2 sebesar 10,18 kWh sehingga hasil ini menunjukan
bahwa konsumsi energi listrik total paling tinggi adalah pada percobaan 1,
karena pada percobaan 1 menggunakan mixer lebih lama daripada percobaan
2, yaitu sebesar 10 menit dan percobaan 1 sebesar 3 menit. Tetapi apabila kita
melihat konsumsi mesin es krim maka pada percobaan 2 lebih besar dari pada
percobaan 1.
8. PEMBAHASAN
Dalam praktikum ini kami mencoba untuk menjelaskan dan membuktikan peristiwa
proses pembuatan es krim. Kami mengamati peristiwa pembuatan es krim dengan dua
perlakuan yang berbeda, perlakuan yang pertama atau pada percobaan 1 dengan
mengaduk campuran selama 10 menit bahan pembuatan es krim dan menggunakan air
dengan temperatur normal atau tidak dingin dan tidak panas yaitu pada suhu 12,2˚C,
perlakuan yang kedua atau pada percobaan 2 dengan mengaduk campuran selama 3
menit bahan pembuat es krim dan menggunakan air dengan temperatur lebih rendah
dari pada percobaan 1 yaitu sebesar 11,4 ˚C.
Pembuatan es krim pada dasarnya menggunakan prinsip sistem refrigerasi, sistem
refrigerasi memiliki tujuan untuk mengondisikan udara yang keluar dari evaporator.
Dalam hal ini kami mengeset keluaran evaporator agar kualitas produk dalam hal ini
es krim agar diharapkan kualitas es krim sangat baik. Parameter-parameter proses yang
berpengaruh dalam proses pembuatan es krim ini antara lain temperatur, tekanan,
massa, dan daya listrik. Temperatur merupakan hal yang sangat berpengaruh selama
proses karena temperatur sangat erat kaitannya dengan daya listrik yang dikonsumsi,
misalnya pada saat proses pembekuan larutan diperlukan temperatur yang rendah dan
ketika temperatur yang kita inginkan rendah untuk proses pembekuan ini maka daya
yang dikonsumsi listrik pun sangat besar.

Selama proses berlangsung temperatur lingkungan yang terukur sebesar 24 ˚C dan


tekanan absolutnya sebesar 1 atm. Deskripsi mengenai profil arus dapat digambarkan
pada grafik 1 dan grafik 2.

T larutan (C)
25

20

15
Temperatur (oC)

10

0
0 5 10 15 20 25
-5

-10
Waktu

T larutan (C)
Grafik 1. Temperatur larutan pada percobaan 1

Temperatur larutan Terhadap Waktu


20

15

10
Tlarutan (C)

0
0 5 10 15 20 25
-5

-10
Waktu

Grafik 2. Temperatur larutan pada percobaan 2


Profil temperatur yang terjadi pada larutan mula-mula mengalami penurunan, hal ini
akibat adanya proses undercooling, dimana proses ini terjadi pada temperatur di bawah
0 ˚C. Proses undercooling ini membutuhkan energi yang sangat besar karena untuk
menurunkan suhu sampai di bawah 0 ˚C membutuhkan energi yang besar. Pada proses
ini dipengaruhi oleh udara lingkungan dan kondisi lingkungan sekitar. Semakin sedikit
pengaruh lingkungan maka proses ini dapat berlangsung dengan cepat dan konsumsi
energi listriknya juga semakin kecil.
Profil temperatur dinding dapat kita dapatkan dari tempat larutan tersebut diletakan,
atau kita sebut sebagai temperatur pada evaporator. Profil temperatur dinding dapat
kita lihat dari grafik 3 dan grafik 4.
T dinding (C)
25

20
Temperatur (oC)

15

10

0
0 5 10 15 20 25
Waktu

T dinding (C)

Grafik 3. Temperatur dinding pada percobaan 1

T dinding (C)
25

20
Temperatur (C)

15

10

0
0 5 10 15 20 25
Waktu (menit)

T dinding (C)

Grafik 4. Temperatur dinding pada percobaan 2


Apabila kita lihat profil dari temperatur evaporator maka temperatur semakin turun
dengan bertambahnhya waktu, pada dasarnya sistem berusaha untuk membuat proses
berjalan dengan baik karena selama proses ini tempetarur evaporator semakin turun.
Penyebab dari kenaikan temperatur pada kondisi tertentu ini akibat proses kristalisasi.
Pada proses kristalisasi ini temperatur awalnya lebih tinggi dari pada temperatur setelah
nukleasi. Hal ini seperti teori yang ada dan lazin terjadi. Pada dasar teori terdapat grafik
yang menunjukan peristiwa ini.
Setelah profil dari temperatur dapat diketahui kami juga mencoba untuk menjelaskan
profil dari daya selama proses berlangsung, profil daya yang tergambar pada grafik 5
dan 6 menunjukan kualitas dari konsumsi energi yang terpakai selama proses
berlangsung. Daya merupakan hasil perkalian antara tegangan, arus, dan faktor daya,
sehingga apabila kita mengetahui profil dari daya maka kita juga mengetahui profil dari
arus, tegangan, dan faktor dayanya. Karakteristik daya dapat digambarkan oleh grafik
5 dan 6 di bawah ini.

P (kW)
0.6

0.5

0.4

0.3
Daya (kW)

0.2

0.1

0
0 5 10 15 20 25

Waktu P (kW)

Gafik 5. Daya pada percobaan 1


P (kW)
0.6

0.55

0.5

0.45

0.4

0.35

0.3

0.25

0.2
0 5 10 15 20 25

Grafik 6. Daya pada percobaan 2


Parameter daya cenderung mengalami peningkatan dengan bertambahnya waktu
karena pada proses ini berlangsung di bawah suhu 0˚C, parameter arus cenderung
mengalami peningkatan dengan bertambahnya waktu dan parameter tegangan
cenderung konstan dengan bertambahnya waktu, cos phi semakin tinggi karena proses
ini berlangsung stabil, hanya pada saat proses awal saja yang kondisi dayanya kurang
baik karena sistemnya belum berjalan secara steady state. Ketika sistem sudah pada
kondisi steady state maka kualitas daya yang didapatkan semakin baik dan meningkat
walaupun peningkatannya tidak signifikan.
Volume akhir yang dihasilkan pada proses percobaan 1 yaitu sebesar 600 ml dari
volume awal 1200 ml dan pada percobaan 2 sebesar 600 ml dari volume aawal 945 ml.
Pengurangan volume campuran bahan pembuat es krim ini akibat adanya udara yang
masuk selama proses mixer, pada percobaan 1 volume awal yang besar disebabkan
karena proses mixer yang berlangsung lama yaitu selama 10 menit dan pada percobaan
2 volume awalnya tidak terlalu besar karena proses mixing berlangsung lebih cepat
selama 3 menit. Proses mixing adalah proses dimana udara masuk bercampur dalam
larutan, hal ini yang mengakibatkan volumenya semakin besar. Pengurangan volume
adalah akibat dari peristiwa pelepasan udara pada saat proses pembuatan es krim.
Semakin lama proses pendinginan maka semakin sedikit pula kandungan udara yang
terdapat pada campuran, sehingga penyusutan volume campuran akan semakin besar.
Pada mesin ice cream maker ini terdapat alat mixer di dalamnya, alat ini membantu
proses pembuatan es krim, mempercepat proses pembuatan es krim dan membah
kualitas dari produk es krim yang dihasilkan. Mixer pada mesin ini berputar 40 rpm.
Pada praktikum kinerja sistem energi ini bertujuan untuk mengetahui kinerja dari suatu
sistem pembuatan es krim, kinerja ini ditunjukan oleh nilai coeficient of performance
atau COP, COP didefinisikan sebagai untung dari siklus (jumlah kalor yang diserap)
dibagi dengan energi input yang diperlukan untuk mengoperasikan siklus. Nilai COP
dalam percobaan 1 dan 2 ini dapat diimplementasikkan dengan nilai energi yang
terdapat dalam produk es krim dibagi dengan konsumsi daya listrik selama proses
berlangsung. Nilai COP yang didapat dalam percobaan 1 adalah sebesar 9,89 dan COP
pada percobaan 2 sebesar 8,2928. Nilai COP yang besar menunjukkan bahwa kinerja
sistem tersebut besar, maka kami dapat menyimpulkan bahwa kinerja sistem pada
perbobaan 1 lebih baik daripada kinerja sistem pada percobaan 2. Penyebabnya karena
perlakuan awal yang diberikan kepada kedua campuran tersebut, campuran 1 lebih
lama dimixing daripada campuran 2, dan penggunaan air dingin pada percobaan 2
mengakibatkan kurang optimalnya proses pengadukan dan pencampuran bahan
pembuat es krim.
Intensitas energi proses yaitu banyaknya produk es krim yang dihasilkan dibagi dengan
konsumsi energi listrik selama proses. Proses berlangsung selama 20 menit, selama
waktu ini produk yang dihasilkan adalah sebesar 600 ml untuk kedua percobaan yang
telah kami lakukan. Intensitas energi pada percobaan 1 adalah sebesar 1,9495 kg/kWh
sedangkan intensitas energi pada percobaan 2 adalah sebesar 1,85 kg/kWh. Dari hasil
ini dapat kita katakan bahwa intensitas energi paling baik adalaah pada percobaan 1.
Alasan yang mendasari peristiwa ini adalah perlakuan memixing campuran lebih lama
pada percobaan 1 dan menggunakan air untuk mencampur bahan pada temperatur
normal yaitu sebesar 12,2˚C, sehingga campuran membuat sistem bekerja optimal,
sedangkan penggunaan air dingin dalam mencampur bahan menghasilkan campuran
yang membuat sistem tidak berjalan secara optimal.
9. KESIMPULAN
Dari praktikum yang telah kami lakukan didapatkan kesimpulan bahwa:
1. Parameter-parameter yang berpengaruh pada kedua percobaan pembuatan es
krim antara lain tempetarur, tekanan, massa campuran, daya listrik, dan kualitas
produk yang dihasilkan.
2. Nilai COP pada percobaan 1 sebesar 9,89 dan nilai COP pada peercobaan 2
sebesar 8,2928. Nilai intensitas energi pada percobaan 1 sebesar 1,9496
kg/kWh dan nilai intensitas energi 1,85 kg/kWh.
3. Volume akhir yang dihasilkan pada percobaan 1 adalah sebesar 600 ml dari
valume awalnya 1200 ml, sedangkan volume akhir yang dihasilkan pada
percobaan 2 adalah sebesar 600 ml dari volume awalnya 945 ml.

10. SARAN
Dalam praktikum ini dibutuhkan pemahaman yang lebih terhadap sistem, kerja dari
sistem, komponen-komponen pada sistem, dan parameter-parameter yang akan
diukur, karena apabila kita tidak memahami hal-hal tersebut maka kita akan
bingung dalam menghitung nilai COP dan Intensitas energi sistem.

Anda mungkin juga menyukai