Anda di halaman 1dari 45

MAKALAH

PERANCANGAN

PEMBANGKIT LISTRIK TENAGA MIKRO HIDRO

(PLTMH)

Disusun Oleh :

Nama: Farhan Sianturi

NIM : 44222204

Kelas : 4A RPL Energi Terbarukan

D4 TEKNOLOGI REKAYASA ENERGI TERBARUKAN

JURUSAN TEKNIK MESIN

POLITEKNIK NEGERI UJUNG PANDANG

2022/2023
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan

limpahan rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas

Makalah Perancangan Pembangkit Listrik Tenaga Mikro Hidro (PLTMH).

Proposal ini disusun berdasarkan berbagai sumber yang menjadi referensi penulis.

Terwujudnya tugas ini berkat adanya bantuan dari bapak dosen yang telah

membimbing kami dan terima kasih pula kepada teman-teman yang telah

membantu dan ikut memberikan semangat kepada kami.

Penyusun menyadari bahwa dalam tugas ini masih terdapat banyak kesalahan,

untuk itu dengan segala rendah hati kami mengharapkan kritik dan saran yang

bersifat membangun demi perbaikan tugas ini agar dapat lebih baik.

Akhir kata kami ucapkan semoga Makalah Perancangan Pembangkit Listrik

Tenaga Mikro Hidro (PLTMH) ini dapat berguna dan bermanfaat bagi dunia

pendidikan pada umumnya dan Prodi D4 Teknologi Rekayasa Energi Terbarukan

Jurusan Teknik Mesin pada khususnya.

Makassar, Mei 2023

Penulis
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL................................................................................................ i

KATA PENGANTAR ............................................................................................ ii

DAFTAR ISI .......................................................................................................... iii

BAB I PENDAHULUAN ........................................................................................1

1.1. Latar Belakang ..........................................................................................1

1.2. Rumusan Masalah .....................................................................................3

1.3. Maksud dan Tujuan ...................................................................................3

BAB II TINJAUAN PUSTAKA..............................................................................4

2.1. PLTMH .....................................................................................................4

2.2. Debit Air ....................................................................................................5

2.3. Tinggi Jatuh Air (Head) ............................................................................7

2.4. Daya PLTMH ............................................................................................8

2.5. Perancangan Intake (Saluran Pengambil) ..................................................8

2.6. Bak Penenang ..........................................................................................10

2.7. Pipa Penstock ..........................................................................................11

2.8. Bangunan Sentral/Rumah Pembangkit ....................................................15

2.9. Turbin ......................................................................................................16

2.10. Generator .................................................................................................17

iii
2.11. Pulley .......................................................................................................19

BAB III PERANCANGAN ...................................................................................22

3.1. Analisa Debit Andalan ............................................................................22

3.2. Analisa Tinggi Jatuh Air .........................................................................25

3.3. Perancangan Bangunan Pengambilan .....................................................26

3.4. Perancangan Bak Pengendap...................................................................27

3.5. Perancangan Penstock .............................................................................30

3.6. Pemilihan Turbin .....................................................................................32

3.7. Perhitungan Daya dan Energi ..................................................................33

3.8. Operasional PLTMH ...............................................................................35

3.9. Desain Bangunan Sipil PLTMH..............................................................37

BAB IV PENUTUP ...............................................................................................38

DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................39

iv
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Energi listrik merupakan salah satu kebutuhan pokok bagi masyarakat

saat ini, baik untuk kegiatan sehari – hari maupun kegiatan industri. Seiring

dengan perkembangan ekonomi dan insfrastur, kebutuhan energi listrik

cenderung mengalami peningkatan sehingga dibutuhkan lebih banyak pasokan

energi listrik. Sumber energi listrik saat ini di Indonesia masih menggunakan

sumber dari bahan bakar fosil seperti batu bara dan minyak bumi. Lebih dari

88% dari listrik yang dihasilkan, berasal dari bahan bakar fosil, sekitar 60%

dari batu bara, 22% dari gas alam, dan 6% dari minyak, dan hanya 12% yang

dihasilkan dari energi terbarukan. Hal tersebut berbanding terbalik dengan

ketersediaan bahan bakar fosil dunia, terutama di Indonesia.

Hal ini berbanding terbalik dengan ketersediaan bahan bakar fosil di

Indonesia. Cadangan minyak bumi Indonesia terus menurun dari 5,9 miliar

barel sejak tahun 1995 menjadi 3,7 miliar barel pada tahun 2015 dan

diperkirakan akan habis dalam kurun waktu 11 tahun lagi jika ini terus

berlangsung. Kondisi serupa pun terjadi untuk cadangan gas alam cadangan

gas alam dan batu bara yang diperkirakan akan habis dalam kurun waktu 36

tahun dan 70 tahun kedepan.

Maka untuk mengurangi ketergantungan terhadap penggunaan bahan

bakar fosil, Indonesia mulai beralih pada energi baru terbarukan (EBT).

Melalui kebijakan APBN, sejak tahun 2011 Kementerian Keuangan

1
berkolaborasi dengan Kementerian ESDM. Direktorat Jenderal Energi Baru

Terbarukan dan Konservasi Energi (EBTKE) berkomitmen untuk mencapai

target bauran energi baru terbarukan yang sudah ditetapkan sebesar 23% pada

tahun 2025 mendatang.

Sebagai upaya terwujudnya bauran energi terbarukan, Pembangkit

Listrik Tenaga Mikro hidro (PLTMH) mempunyai peluang cukup baik karena

di Indonesia banyak tersedia sumber air dalam bentuk air terjun yang tidak

menghasilkan polusi dan produksi listriknya cukup untuk wilayah pedalaman.

PLTMH harus bertempatan pada salah satu lokasi yang memiliki

banyak ketersediaan air memumpuni, dan berdampak signifikan bagi wilayah

tersebut. Salah satu lokasi yang berpotensi dan belum dimanfaatkan adalah

Waduk Tambakboyo yang merupakan konservasi air yang terletak di Dusun

Tambakboyo, Kecamatan Depok, Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa

Yogyakarta. Waduk ini memanfaatkan sumber air dari sungai Tambak Bayan

dan sungai Buntung. Waduk ini memiliki luas 7,8 hektare.

Berdasarkan hal tersebut, maka pada proposal ini akan membahas

mengenai Perancangan Pembangkit Listrik Tenaga Mikro Hidro (PLTMH) di

Waduk Tambakboyo, Kabupaten Sleman. Perancangan ini berupa perhitungan

secara teoritis untuk mendapatkan kapasitas optimal energi listrik terpasang

yang dihasilkan sehingga mampu memberikan gambaran nyata terkait potensi

di Waduk Tambakboyo, Kabupaten Sleman.

2
1.2 Rumusan Masalah

Untuk memanfaatkan energi terbarukan sebagai pengganti energi yang

tidak dapat diperbaharui, maka diperlukan untuk mempelajari mengenai sistem

pembangkit energi. Salah satu sistem pembangkit energi adalah PLTMH.

Batasan topik tentang PLTMH terdiri dari :

1. Bagaimana model perancangan desain dan matematis pada

pembangunan PLTMH?

2. Bagaimana mengimplementasikan model perancangan desain dan

matematis pada daerah potensial pembangunan PLTMH ?

3. Bagaimana pengaruh pembangunan PLTMH bagi elektrifikasi wilayah

sekitar ?

4. Bagaimana dampak baik dan buruk dalam pembangunan PLTMH ?

1.3 Tujuan

Materi Perancangan PLTMH ini memiliki peran penting dalam

perkembangan energi terbarukan. Tujuan dari mempelajari PLTMH adalah:

1. Dapat mengetahui model perancangan desain dan matematis pada

pembangunan PLTMH?

2. Dapat mengetahui cara mengimplementasikan model perancangan

desain dan matematis pada daerah potensial pembangunan PLTMH ?

3. Dapat mengetahui pengaruh pembangunan PLTMH bagi elektrifikasi

wilayah sekitar

4. Dapat mengetahui dampak baik dan buruk dalam pembangunan

PLTMH ?

3
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 PLTMH

Pembangkit listrik tenaga mikrohidro merupakan salah satu jenis dari

pembangkit listrik tenaga air (PLTA). Ada 6 (enam) jenis pembangkit listrik tenaga

air, yaitu piko hidro; mikro hidro; mini hidro; PLTA skala kecil; PLTA skala

sedang; PLTA skala besar (Bostan et al, 2013). Masing-masing kategori memiliki

kapasitas daya, berikut dijabarkan pada tabel 2.1.

Tabel 2.1 Kategori PLTA berdasarkan hasil produksi listrik

Kategori PLTA Kemampuan Produksi Listrik

PLTA skala besar > 100 Mega watt


PLTA skala sedang 15 – 100 Mega watt
PLTA skala kecil 1 – 15 Mega watt
Mini hidro 0,1 – 1 Mega watt
Mikro hidro 0,05 – 0,1 Mega watt
Piko hidro < 0,05 Mega watt

(sumber : Bostan et al, 2013)

Mengacu pada tabel 2.1, dapat diketahui bahwa mikro hidro adalah salah

satu jenis PLTA dengan kemampuan produksi listrik antara 0,05 – 0,1 Mega watt

(5 Kilo watt – 100 Kilo watt). Lebih mudahnya, PLTMH adalah sistem

pembangkitan listrik dari tenaga air yang kecil (Davis, 2013:1). Walaupun kecil,

tenaga air secara kontinu menjadi memuaskan dan hemat biaya dalam

menghasilkan listrik secara terbarukan (renewable). Dalam hal komponen, PLTMH

4
memerlukan turbin, dan generator. Fungsi turbin sebagai alat konversi aliran air

menjadi energi mekanis, sedangkan generator berfungsi untuk menghasilkan listrik

sesuai hukum elektromagnetik dengan memanfaatkan energi mekanis dari turbin

(Bostan et al, 2013).

Dalam merancang PLTMH, perlu diketahui terlebih dahulu potensi di lokasi

yang dituju. Dalam menaksir potensi ini, ada 2 (dua) hal yang wajib diketahui, yakni

ketinggian jatuh air dan debit air tersebut. Interaksi antara kedua hal ini tergambar

lewat formulasi sebagai berikut (Wiranto,2018):

P = p × g × Q × H ................................................................................... (2.1)

Keterangan :

P = Potensi keluaran daya (W)

p = massa jenis air (1000 kg/m3)

g = gravitasi (m/s2)

Q = debit air (m3/s)

H = tinggi jatuh air (m)

2.2 Debit Air

Air berasal dari hujan yang terjadi akibat proses penguapan air oleh energi

surya, kemudian uap ini naik ke atmosfer untuk bergabung dengan partikel aerosol

dan debu sehingga membentuk awan hujan, dan darinya hujan terjadi (Pudjanarsa

et al, 2008: 153). Saat hujan, air akan jatuh ke tanah, membasahi perkmukaan, dan

mengisi sungai dengan volume tertentu. Air di sungai ini kemudian dimanfaatkan

debitnya untuk dikonversi menjadi energi listrik. Debit air sendiri adalah jumlah air

5
yang mengalir melalui suatu penampang sungai tertentu per satuan waktu (Wiranto,

2018).

Debit air ini dipengaruhi oleh beberapa faktor, misalnya curah hujan,

keadaan geologi, flora, tempratur, di sebelah hulu sungai. Ketika curah hujan tinggi,

maka nilai debit akan besar. Semakin tinggi tempratur di hulu sungai, maka

semakin kecil nilai debitnya. Perihal flora, jika ada banyak flora di daerah pinggir

sungai, maka nilai debit cenderung stabil (Wiranto, 2018).

Demi mengetahui debit air dalam perancangan PLTMH, ada dua metode

yang dapat dilakukan. Kedua metode yang dimaksud yakni metode wadah atau

penapang (container method), dan weir methode. Metode wadah, dalam

penerapannya, memerlukan sebuah wadah seperti ember yang telah memiliki

takaran presisi layaknya gelas ukur. Wadah ini kemudian menerima air dari sumber,

lalu diperhatikan seberapa lama kapasitas ember terpenuhi oleh aliran sumber air.

Untuk metode kedua, yaitu weir methode, dengan mengukur sampel dari panjang

sebuah sungai, kedalaman rata-rata di 10 (sepuluh) titik, dan kecepatan air saat

melalui jarak yang ditentukan. Dalam weir method, dibutuhkan pengukur satuan

panjang, dan pengukur satuan waktu (Davis, 2003: 34).

Mengacu pada Wibowo (Wibowo et al: 2), kapasitas PLTMH didapatkan

dari nilai debit air yang dapat diandalkan, singkatnya adalah debit andalan. Debit

andalan adalah debit minimum (terkecil) yang masih dimungkinkan untuk

keamanan operasional suatu bangunan air. Umumnya, debit andalan adalah debit

yang terjadi sebanyak 80% dari serangkaian pengukuran.

6
2.3 Tinggi Jatuh Air (Head)

Tinggi jatuh air menajdi perhatian dalam merancang PLTMH setelah

mengetahui debit air target lokasi. Dalam perhitungan, debit air dan tinggi jatuh air

merupakan bagian dari formulasi untuk menentukan listrik yang dihasilkan

(Dwivedi et al, 2006: 351). Tinggi jatuh air menjadi bagian dari formulasi tersebut

dengan pertimbangan pada pergerakan air terdapat 3 (tiga) bentuk energi, yaitu

energi kinetik, energi tekan, dan energi potensial. Pada energi potensial, ketinggian

menjadi penentu besarnya energi, dan ketinggian dimaksud ialah tinggi jatuh air.

Ketinggian ini diukur dari titik masuk air (intake point) dan penampungan atas

(headtank) dengan metode sederhana, seperti menggunakan alat ukur meter pada

umumnya (Department of Energy, 2009: 3-9).

Selain menentukan besar hasil energi listrik, tinggi jatuh air juga menjadi

pertimbangan saat mengklasifikasikan pembangkit listrik tenaga air. Klasifikasi ini

menentukan komponen apa saja yang diperlukan, dan kapasitas masing-masing

komponen. Ada 3 (tiga) klasifikasi pembangkit listrik tenaga air berdasarkan tinggi

jatuh air, yakni ketinggian tinggi, ketinggian menengah, dan ketinggian rendah

(Dwivedi et al, 2006: 353). Ketinggian tinggi ini memiliki tinggi jatuh air lebih dari

100 m, sementara ketinggian menengah memiliki tinggi jatuh air sebesar 30 hingga

100 m, dan ketinggian rendah memiliki tinggi jatuh air lebih kecil dari 30 m.

Dikarenakan PLTMH bukanlah pembangkit listrik dengan kapasitas besar, maka

PLTMH termasuk pada bagian pembangkit listrik tenaga air dengan ketinggian

rendah.

7
2.4 Daya PLTMH

Bryan Leyland (Leyland, 2014: 2) menjelaskan bahwa daya yang keluar dari

PLTMH dapat dihitung dengan formulasi sebagai berikut:

, ŋ ŋ ŋ
P= ....................................................(2.2)

Keterangan:

P = daya keluar (kW)

Q = debit air (m3/𝑠)

H = tinggi jatuh air (m)

9,81 = gravitasi (m2/𝑠 )

ŋtr = efisiensi transmisi (0.98)

p = masa jenis air (1000 kg/m3)

ŋt = efisiensi turbin (secara umum 0,6 – 0,92)

ŋg = efisiensi generator (0,94 – 0,98)

Seperti diungkapkan sebelumnya, besar debit dan tinggi jatuh air menjadi

pertimbangan penting karena termasuk dalam forlumasi keluaran daya PLTMH.

Selain mengetahui debit dan tinggi jatuh air, efisiensi turbin dan generator juga

perlu diperhatikan sesuai dengan kondisi yang ada demi terciptanya hasil daya

secara maksimal (Leyland, 2014: 2).

2.5 Perancangan Intake (Saluran Pengambil)

Bangunan ambil air, atau lebih dikenal dengan intake building, adalah

fasilitas yang dipakai untuk mengambil air lansung dari sungai atau dari tempat

penyimpanan (waduk) ke dalam saluran air (Wiranto, 2018). Mengacu pada

8
pengertian tersebut, intake berperan sebagai penyalur air di bagian awal PLTMH.

Air ini akan disalurkan menuju saluran Penstock, seperti yang dikemukakan oleh

Davis, setiap sistem mikrohidro mempunyai intake, tempat air mengalir menuju

Penstock dari sumber alami (Davis, 2003: 94)

Dalam pembangunan intake, seyogianya diperhatikan lokasi tempat intake

akan dibangun. Perhatian khusus layak diberikan saat menentukan dan

menganalisis tempat intake karena mempunyai pengaruh terhadap perkembangan

proyeksi ekonomi (Department of Energy, 2009: 4-6). Perhatian diberikan kepada

8 (delapan) hal mengenai lokasi intake, yakni:

a. Bentuk aliran sungai

b. Stabilitas kelandaian bagian hulu

c. Pengunaan bangunan yang sudah ada

d. Penggunaan fitur topografi alami

e. Volume Intake dan ketinggian air banjir

f. Kondisi wilayah untuk bak penenang dan saluran pembawa

g. Pengurangan keberadaan air sungai

h. Fitur yang sudah ada pada bagian terpencil sungai

Setelah memperhatikan lokasi, ada hal lain yang patut diperhatikan pada

intake, mengingat intake adalah bagian rapuh dan acap kali menimbulkan masalah

dalam proses pembangkitan listrik. Intake perlu dipastikan menyaring bebatuan,

sampah, dan sedimen-sedimen agar tidak terbawa hingga menuju turbin. Jika

bebatuan atau benda lainnya tidak tersaring dan terbawa sampai ke turbin, akan

terjadi kerusakan pada turbin dan penurunan keluaran daya listrik pada PLTMH.

Ukuran intake perlu disesuaikan dengan besaran debiat sungai yang dimanfaatkan

9
menjadi pembangkit listrik. Untuk studi kasus kali ini, aliran air yang dimanfaatkan

sebanyak 90%, sehingga ukuran saluran intake besarnya adalah 90% dari ukuran

kedalaman sungai dikali dengan lebar sungai. Secara jelasnya dinyatakan dalam

formulasi sebagai berikut (Leyland, 2014: 13):

Ukuran Intake = 90% × Dth × ℓ .............................................................. (2.3)

Keterangan :

Dth = kedalaman sungai (m)

ℓ = lebar sungai (m)

2.6 Bak Penenang

Bak penenang merupakan bagian dari PLTMH. Prinsip bak penenang ini

didasarkan pada pengurangan kecepatan dan hambatan pada aliran air sehingga

menjadikan penurunan tingkat sedimentasi pada air (European Small Hydro

Association, 2004: 120). Kemampuan bak penenang dalam meperlambat aliran air

menyesuaikan dengan ukuran dari sedimentasi dan berbagai benda kecil lainnya.

Untuk menghilangkan sedimentasi atau benda kecil berdiameter sebesar 0,5

mm, kecepatan pada bak penenang diatur agar tidak lebih dari 300 mm/s. Ketika

asumsi kecepatan pada bak penenang ini dirubah satuannya menjadi m/s sesuari

standar SI, maka kecepatan air saat melewati bak penenang tidak boleh lebih dari

0.3 m/s (Leyland, 2014: 35).

Supaya membuat bak penenang sesuai dengan keinginan, ada beberapa hal

patut disoroti dalam perencanaannya. Mengacu pada Department of Energy

10
(Department of Energy, 2009: 5-15), hal-hal tersebut terjabarkan dalam formulasi

sebagai berikut:

L≥ × .
.......................................................................................... (2.5)

ℓ ⁓ ⅛ L ................................................................................................... (2.6)

×
Dth ⁓ ................................................................................................ (2.7)

Keterangan :

L = Panjang bak penenang (m)

V = Kecepatan air melewati bak penenang (m/s)

U = Kecepatan pengendapan (0.1 m/s)

Dth = Kedalaman bak penenang (m)

Q = Debit air (m3/s)

ℓ = Lebar bak penenang (m)

Mengacu pada rangkaian formulasi (2.4), (2.5), dan (2.6) dapat diketahui

ukuran bak penenang (panjang, lebar, dan kedalaman) dipengaruhi oleh kecepatan

air yang melewati bak penenang, kecepatan pengendapan, dan debit air. Perlu

diketahui bahwa lebar bak penenang ini tidak boleh lebih dari 1/8 panjang bak

penenang (Wiranto, 2018).

2.7 Pipa Penstock

Pipa Penstock terbuat dari baja, batang kayu, polyethylene padat, PVC, atau

serat kaca dengan fungsi membawa air bertekanan menuju rumah daya (Leyland,

11
2014: 16). Leyland lebih lanjut menjelaskan masing-masing bahan pembuat

Penstock sebagai berikut:

1. Penstock Baja

Penstock baja normalnya dibuat dengan panjang 10 hingga 20 meter.

Pipa-pipa ini dapat digabung menjadi kesatuan dengan proses pengelasan

atau dengan menggunakan alat pengait.

2. Penstock Batang Kayu

Penstock batang kayu seringnya menjadi pilihan karena mampu

bertahan lama dan terhindar dari keusangan. Penstock jenis ini memiliki

diameter 1 meter.

3. Penstock Plastik dan Kaca dengan Tambahan Plastik (GRP)

Penstock jenis ini biasanya lebih murah ketimbang Penstock jenis

lain pada penggunaan berukuran diameter 1 hingga 1,2 meter dan

bertekanan sekitar 50 hingga 100 meter.

Umumnya, biaya pembuatan Penstock mengambil porsi besar dari total

keseluruhan anggaran pembangunan PLTMH. Penyesuaian jenis Penstock dengan

anggaran pembangunan PLTM merupakan pilihan tepat. Bagian dari perencanaan

Penstock, selain menentukan jenis bahan, adalah merencanakan rute pemasangan.

Mengacu pada Department of Energy (Department of Energy, 2009: 4-9), terdapat

beberapa pertimbangan saat menentukan rute pemasangan Penstock. Pertimbangan

ini adalah:

1. Kelerangan Hidrolik

2. Topografi

12
3. Stabilitas Tanah

4. Penggunaan Infrastruktur yang sudah ada, seperti jalan dan irigasi.

Selanjutnya, diperlukan formulasi saat merancang Penstock ini. Mengacu

kembali pada Department of Energy (Department of Energy, 2009: 5-30) Formulasi

perancangan pipa Penstock meliputi dua hal, yakni ketebalan pipa dan diameter

pipa. Formulasi dalam menentukan seberapa tebal pipa yang diperlukan adalah

sebagai berikut:

Pxd
t0 ≥ 𝛿t................................................................................................................................ (2.7)
× θa × ɳ

Keterangan :
t0 = ketebalan pipa Penstock (cm)
P = kemungkinan tekanan air yang terjadi (1.1 x teknan hidrostatis)
(kgf/cm2)
d = diameter pipa Penstock (cm)
θa = tekanan air yang dapat diterima (1300 kgf/cm2)
η = efisiensi pengelasan (0.85 ~ 0.9)
δt = margin (0.15 cm)

Karena diperlukan nominal diameter pipa untuk menghitung formulasi

ketebalan pipa Penstock, berikut adalah formulasi dari perhitungan diameter pipa

Penstock mengacu pada Department of Energy (Department of Energy, 2009: 5-

31):

.
D≥ .
× ................................................................................................................. (2.8)

Keterangan :
D = Diameter pipa Penstock (m)
Q = Debit air (m3/s)

13
Vopt = Kecepatan optimum (m/s)

Nilai Vopt sendiri didapatkan dari persamaan average angle of Penstock

(rata-rata sudut Penstock). Persamaan tersebut termaktub dalam grafik sebagai

berikut (Department of Energy, 2009: 5-31):

Gambar 2.1 Grafik Persamaan Vopt


(Department of Energy, 2009)

Nilai average angle of Penstock ini pun didapat melalui perhitungan sebagai

berikut (Department of Energy, 2009: 5-31):

Ap = ................................................................................................... (2.9)

Keterangan :

Ap = Average angle of penstock

Lp = Panjang pipa Penstock (m)

H = Ketinggian jatuh air (m)

14
2.8 Bangunan Sentral/Rumah Pembangkit

Bangunan sentral, atau bisa juga disebut stasiun tenaga air dan powerhouse

merupakan bagian dari PLTMH secara keseluruhan. Bangunan sentral adalah nama

umum bagi fasilitas yang berisikan turbin air, generator, dan mesin-mesin

pembantu lainnya (Wiranto, 2018).

Gambar 2.2 Rumah Pembangkit


(sumber: https://newstempo.github.io/)

Bangunan sentral terbagi menjadi 2 (dua) jenis berdasarkan pondasi

bangunan dari karakterisik turbin yang digunakan, yaitu karakteristik turbin impuls

-turbin pelton, turbin turgo, turbin crossflow- dan turbin reaksi -turbin francis,

turbin propeller. Untuk pondasi bangunan sentral yang menggunakan turbin

berkarakteristik reaksi, jarak antara bagian pusat turbin dan ketinggian air dapat

digunakan untuk pembangkitan daya. Kemudian, menjadi mungkin jika turbin

dipasang dibawah ketinggian air ketika banjir dengan penambahan komponen

gerbang tailrace dan pompa (Department of Energy, 2009: 5-34).

15
2.9 Turbin

Turbin air adalah turbin dengan air sebagai fluida kerja. Air yang mengalir

dari tempat tinggi menuju ke tempat yang lebih rendah mengakibatkan air memiliki

energi potensial. Dalam proses aliran didalam pipa, energi potensial tersebut

berangsur-angsur berubah menjadi energi kinetis dan ketika air menabrak turbin

energinya berubah menjadi energi mekanis. Roda turbin dihubungkan dengan

generator yang mengubah energi mekanis (gerak) menjadi energi listrik (Ma’ali,

2017).

Pemilihan turbin air pada suatu pembangkit ditentukan berdasarkan

beberapa paramater yakni faktor tinggi jatuh air efektif ( Head efektif), debit aliran

air, kecepatan spesifik turbin yang akan ditransmisikan ke generator.Kecepatan

spesifik dari suatu turbin ialah kecepatan putaran runner yang dapat dihasilkan daya

effektif 1 BHP untuk setiap tinggi jatuh 1 meter (Ma’ali, 2017).

Faktor tinggi jatuhan air efektif (Net Head) dan debit yang akan

dimanfaatkan untuk operasi turbin merupakan faktor utama yang mempengaruhi

pemilihan jenis turbin, sebagai contoh : turbin pelton efektif untuk operasi pada

head tinggi, sementara turbin proppeller sangat efektif beroperasi pada head rendah

(Ma’ali, 2017).

Berikut ini adalah diagram hubungan debit dan head terhadap pemilihan

turbin:

16
Gambar 2.3 Diagram Aplikasi Berbagai Jenis Turbin Terhadap Head dan Debit

(Sumber: Ma’ali, 2017)

2.10 Generator

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, generator adalah sebuah kata

benda dengan makna pembangkit tenaga (listrik, uap, dan sebagainya). Berdasarkan

buku Power Plant Engineering (Dwivedi et al, 2006: 386), generator memproduksi

e.m.f (elektromotive force, gaya gerak listrik) melalui pergerakan koil terhadap

medan magnet, yang kemudian e.m.f ini menghasilkan arus listrik.

Berdasarkan buku Hydro Plant Electrical System (Clemen, 1999: 2-1),

generator untuk pembangkit listrik tenaga air dipasang pada powerhouse dengan

kapasitas tenaga beberapa kilo watt hingga ratusan mega watt. Generator ini

merupakan salient pole machines, secara bahasa berarti mesin dengan kutub

menonjol, yang memiliki kecepatan antara 80 – 100 rpm. Umumnya, generator

17
pembangkit listrik tenaga air dirancang dengan 10 hingga 120 kutub medan rotor

proyeksi dari poros rotor. Kebutuhan rancangan, pemasangan, serta perawatan

berdasarkan keluaran tenaga, kecepatan rotasi, dan si pembuatnya.

Pada Perancangan ini, generator yang digunakan merupakan generator

jenis sinkron dengan kecepatan operasi sebesar 1500 rpm. Ihwal kapasitas

pemilihan generator, besarnya kapasitas yang digunakan bergantung pada besarnya

keluaran listrik yang dihasilkan PLTMH bersangkutan, dan daya keluar dari turbin.

Pertama-tama, kita perlu mengetahui daya keluar dari turbin melalui formulasi

sebagai berikut:

× × × × ɳt
Pt = ....................................................................................... (2.10)

Dimana:

Pt = daya yang di bangkitkan (kW)

p = massa jenis air (1000 kg/m3)

Q = debit air (m3Údetik) 6

H = tinggi jatuh air (m) t

ɳt = efisiensi turbin (70%)

g = konstanta gravitasi bumi (9,8 mÚdetik)

Setelah mengetahui daya yang keluar dari turbin, kemudian perlu diketahui

keluaran listrik dari PLTMH bersangkutan. Besarnya keluaran listrik ini ditentukan

melalui formulasi sebagai berikut (Wiranto, 2018):

Pel = Pt x ɳg x ɳtm ......................................................................................................................... (2.11)

18
Keterangan :

Pel = daya listrik yang keluar dari PLTMH (kW)

Pt = daya turbin yang keluar (kW)

ɳg = efisiensi generator (90%)

ɳtm = efisiensi transmisi (98%)

Ketika data besarnya daya keluar dari turbin, dan keluaran listrik dari

PLTMH bersangkutan diperoleh, dapatlah kemudian ditentukan kapasitas generator

yang hendak dipilih. Memperimbangkan keawetan dari generator, maka kapaistas

generator harus lebih besar, paling tidak 20%, dari pembangkitan listrik yang

dilakukan. Oleh karenanya, nilai kapasitas generator didapat melalui rumus sebagai

berikut (Wiranto, 2018):

×
Gen = %
..................................................................................... (2.12)

Keterangan :

Gen = kapasitas generator (kW)

Pel = keluaran listrik dari PLTMH (kW)

Cos 𝜑 = Cos phi (0.8)

2.11 Pulley

Menurut Mott dalam buku Machine Element in Mechanical Design (Mott,

2004: 265), pulley merukapan bagian dari penggerak sabuk (belt drives). Pulley

merupakan komponen mekanik berbentuk bulat sebanyak dua buah yang terhubung

melalui sebuah sabuk demi menghubungkan motor atau sumber gerakan dengan

beban. Keterhubungan sumber gerakan dengan beban bertujuan mengirimkan

19
gerekan dengan nilai torsi tertentu. Terdapat dua jenis fungsi pulley dalam

menghubungkan sumber gerakan dengan beban. Fungis pertama ialah menurunkan

kecepatan putar namun meningkatkan nilai torsi. Perlu diketahui sebelumnya

bahwa semakin cepat sebuah motor berputar, maka ia memiliki nilai torsi yang

semakin kecil sehingga nilai torsi yang kecil ini belum tentu memadai untuk

menggerakan beban. Demi terpenuhinya nilai torsi untuk menggerakan beban,

pulley memainkan peran untuk menurunkan kecepatan putar dari sumber gerakan

dengan tujian nilai torsinya meningkat sesuai dengan karakteristik beban.

Dalam perancangan pulley, hal yang dirancang adalah diameternya dengan

mempertimbangkan kecepatan dari masing-masing bagian. Kembali mengacu pada

buku Machine Element in Mechanical Design (Mott, 2004: 270), formulasi yang

digunakan untuk mengetahui besarnya diameter pulley yang dibutuhkan sebagai

berikut:

= ................................................................................................ (2.13)

×
D2 = .......................................................................................... (2.14)

Keterangan :

D1 = diameter pulley untuk turbin (inch)

D2 = diameter pulley untuk generator (inch)

ω1 = kecepatan putar turbin (rpm)

ω2 = kecepatan putar generator (rpm)

Besarnya diameter pulley yang terhubung pada turbin mengikuti besarnya

diameter turbin demi mempermudah merancang ukuran untuk diameter yang

20
terhubung ke generator. Ihwal kecepatan putar turbin, nilainya didapat melalui

formulasi pada penjelasan bagian turbin dan umumnya hasil dari perhitungan

tersebut di bawah kecepatan putar minimum untuk mengoperasikan generator

(Wiranto, 2018), yakni sebesar 1500 rpm.

21
BAB III

PERANCANGAN

3.1 Analisa Debit Andalan

Debit yang digunakan disini adalah debit bukaan pintu suatu waduk. Untuk

menghitung debit andalan data debit yang dibutuhkan adalah sekurang-kurangnya

10 tahun. Dari data tersebut, dicari debit minimum, maksimum, dan debit andalan

yang dipakai. Oleh karena PLTMH ini digunakan untuk meringankan beban PLN,

maka debit yang dipakai adalah debit 80% (Q80).

Karena data yang diperoleh berupa data per hari, maka diperlukan

pengolahan data lanjutan untuk mengubah menjadi data bulanan. Diperhatikan juga

satuan debitnya yang dari sana berupa satuan liter/detik.

Untuk mengolah data debit tersebut, semua data disusun berdasarkan tahun

dan bulan. Kemudian diranking data per bulan mulai yang terbesar ke yang terkecil,

debit terbesar merupakan debit dengan persentase kejadian terkecil. Selanjutnya

dimasukkan durasi hari tiap bulan dan disusun ke bawah dengan pertambahan

secara komulatif. Urutan durasi tersebut kemudian dihubungkan dengan persen

terhadap jumlah hari.

Setelah disusun demikian, selanjutnya dibuat grafik hubungan antara rata-

rata debit tahunan dan persentase kejadian. Maka didapatlah “Kurva Durasi

Aliran”, dari kurva tersebut dapat diamati dengan mudah debit Q80 tanpa harus

menghitung dengan tabel. Dengan cara seperti itu, selain didapat debit Q80 juga

dapat dilihat debit maksimum dan minimum serta fluktuasi debitnya. Hal tersebut

berguna untuk mengetahui debit terendah agar dapat merekayasa pengaliran serta

untuk mengetahui debit tertinggi agar dapat merekayasa keadaan banjir.

22
Debit banjir sangat berbahaya untuk PLTMH. Maka dari itu debit banjir

harus ditanggulangi sebisa mungkin. Yaitu salah satunya dengan membuat

pelimpah pada bak penenang. Pelimpah yang direncanakan harus benar-benar

mampu mengeluarkan kelebihan debit di atas batas maksimal turbin. Karena ketika

turbin mendapatkan beban melebihi kapasitas yang direncanakan, maka turbin akan

rusak dan mengakibatkan kerusakan pada komponen yang lain. Kondisi banjir

tersebut juga merupakan salah satu sebab rusaknya PLTMH yang dulu, yaitu

terlihat bahwa ruang runner turbin dan ujung bak pengendap rusak parah.

Tabel 3.1 Perhitungan Debit Andalan

Dan diperoleh kurva durasi aliran sebagai berikut :

23
Gambar 3.1 Kurva Durasi Aliran

Dari tabel maupun grafik diatas, dapat dilihat bahwa hasil Q80 adalah

sebesar 2.07 m3/detik. Debit tersebut merupakan debit perkiraan yang terjadi di

pintu air waduk Siman. Untuk memperoleh debit yang sampai pada lokasi PLTMH,

maka debit Q80 waduk Siman dikurangi dengan kehilangan air yang diperkirakan

sebesar 20% karena kemungkinan air berkurang di saluran dan dipakai untuk irigasi

pada sawah sebelum sampai lokasi PLTMH. Didapatkan hasil akhir yaitu:

Q80 = 2.07 m3/detik – (2.07 m3/detik × 20%)

=1.65 m3/detik

Qmin = 0.61 m3/detik

Qmax = 3.34 m3/detik.

Pertimbangan penentuan debit tersebut dilakukan karena terjadi fluktuasi

debit di pintu waduk Siman. Kemungkinan sebabnya adalah karena rekayasa

pengaliran dari waduk sehingga debit yang keluar diatur dengan besaran tertentu.

Selain debit hasil perhitungan di atas, debit yang digunakan pada PLTMH

harus di kroscek dengan debit pengukuran lapangan. Hal ini dilakukan untuk

mengukur tingkat keakuratan perhitungan. Pengukuran debit di lapangan dapat

24
dilakukan dengan menggunakan ambang segi tiga dan menghukur kecepatan aliran,

sehingga didapatkan luas penampang dan kecepatan untuk dihitung menjadi debit.

3.2 Analisa Tinggi Jatuh Air (Head)

Tinggi jatuh air merupakan salah satu hal penting dalam perancangan

PLTMH. Tingi jatuh air (head) didapat dari pengukuran langsung, yaitu merupakan

selisih elevasi antara muka air di bak penenang dan tail water level (TWL). Cara

pengukuran tinggi jatuh dilakukan dengan menggunakan theodolit agar didapat

hasil yang akurat.

Hasil pengukuran tinggi jatuh dengan menggunakan theodolit:


3.5 m

Gambar 3.2 Sketsa tinggi jatuh

Dari pengamatan yang dilakukan, didapatkan tinggi jatuh air sebesar 3.5 m.

Dalam pengamatan tersebut, acuan pengukuran adalah dari elevasi air sampai

TLW, sehingga besaran tinggi jatuh air tersebut sudah dapat digunakan untuk

menghitung daya. Dengan tinggi jatuh sebesar 3.5 m, maka secara teknis dapat

dimanfaatkan untuk PLTMH. Tinggi jatuh tersebut nantinya akan dikurangi dengan

kehilangan energi pada pipa pesat. Hasil dari perhitungan tersebut nantinya akan

25
digunakan dalam perhitungan daya terbangkit. Hal selanjutnya yang harus

dilakukan adalah optimasi unit pembangkit. Yaitu merekayasa unit pembangkit lain

agar daya yang dihasilkan dapat optimal.

3.3 Perancangan Bangunan Pengambilan

air tersebut sudah dapat digunakan untuk menghitung daya. Dengan tinggi

jatuh sebesar 3.5 m, maka secara teknis dapat dimanfaatkan untuk PLTMH. Tinggi

jatuh tersebut nantinya akan dikurangi dengan kehilangan energi pada pipa pesat.

Hasil dari perhitungan tersebut nantinya akan digunakan dalam perhitungan daya

terbangkit. Hal selanjutnya yang harus dilakukan adalah optimasi unit pembangkit.

Yaitu merekayasa unit pembangkit lain agar daya yang dihasilkan dapat optimal.

Gambar 3.3 Layout PLTMH

Dengan memanfaatkan bangunan pengambilan yang telah ada, maka

dilakukan perhitungan ulang seperti berikut:

26
Diketahui :

Bentuk = Persegi panjang

b = 1.8 m

h =1m

Q = 1.65 m3/detik

Penyelesaian :

V =
×

.
=
. ×

= 0.9 m/detik

Oleh karena kecepatan yang dihasilkan adalah 0.9 m/detik maka saluran

tersebut sudah memenuhi prasyarat, yaitu tidak lebih dari kecepatan kritis.

Bangunan pengambilan ini dilengkapi dengan pintu air serta trashrack kasar

untuk menyaring sampah terapung. Keberadaan trashrack di sini sangat penting

karena air yang dialirkan menuju turbin harus terbebas dari sampah terapung dan

sedimen. Trashrack pada bangunan pengambilan merupakan trashrack pertama

dalam layout PLTMH sehingga trashrack ini dirancang dengan plat besi berjarak 3

cm. Oleh karena letak bak pengendap berada langsung setelah bangunan

pengambilan maka tidak diperlukan saluran pengarah.

3.4 Perancangan Bak Pengendap

Bak pengendap pada PLTMH ini berfungsi sebagai pengendap sedimen.

Hal yang terpenting dalam saluran ini adalah sedimen harus dapat mengendap

27
sebelum mencapai ujung saluran. Untuk dapat mengendapkan sedimen, bak

pengendap dilengkapi dengan penangkap pasir.

Butiran sedimen yang masuk dalam bangunan pengendap sedimen, dengan

kecepatan endap sedimen “w” dan kecepatan air “v“ harus mencapai titik C.

Sehingga butiran sedimen tersebut akan berjalan selama waktu H/V , yang

diperlukan untuk mencapai dasar, untuk selanjutnya bergerak atau bergulir

sepanjang L dalam waktu L/v.

Desain penangkap pasir adalah sebagai berikut :

Gambar 3.4 Bak Pengendap

Cara kerja penangkap pasir ialah dengan cara membuat aliran berkecepatan

rendah sehingga dapat dihitung kecepatan turun butir sedimen. Hal yang

berpengaruh ialah ukuran butiran sedimen dan masa jenis pelarut. Dari data tersebut

dapat dihitung kecepatan turun sedimen serta panjang minimal saluran agar

sedimen dapat mengendap.

Perhitungan panjang minimum bak pengendap dapat memakai persamaan.

Langkah perhitungannya adalah sebagai berikut:

kecepatan di bak pengendap tidak boleh lebih dari 0.36 m/detik,

direncanakan kecepatannya adalah 0.3 m/detik.

28
Diketahui :

Q = 0.825 m3/detik

b = 2.6 m (direncanakan)

h = 1.6 m (direncanakan)

w = 0.08 m/detik (dari grafik)

Penyelesaian :

L =ℎ

.
= 1.6 .

=6m

b =
.

.
=
. × .

= 1.71 m

Oleh karena L dan b yang direncanakan sudah melebihi L dan b minimum,

maka desain tersebut sudah memenuhi syarat. Dalam perhitungan tersebut, debit

yang dipakai adalah 0.825 m3 /detik, hal ini dikarenakan saluran dibagi menjadi

dua lajur sehingga masing-masing lajur dialiri setengah debit total. Pembagian

seperti ini dilakukan untuk rekayasa pengoperasian, yaitu ketika satu lajur dikuras

maka air tetap dapat mengalir melalui lajur yang satunya dan PLTMH tetap dapat

beroperasi. Untuk dapat mengatur aliran, maka ditempatkan pintu air di hulu lajur

saluran.

Selanjutnya, diujung bak pengendap terdapat trashrack yang kedua.

Trashrack ini memiliki jarak yang lebih rapat dari yang pertama, yatu berjarak 1cm.

Trashrack yang kedua ini berfungsi untuk menyaring sampah melayang yang masih

29
tertinggal. Pemasangannya harus dapat menutup semua luasan basah air, untuk

lebih efisien maka dapat dibeti pasangan batu di bawah trashrack untuk mengurangi

panjang totalnya agar lebih efektif.

3.5 Perancangan Penstock

Pipa pesat adalah pipa bertekanan yang mengalirkan air dari bak penenang

(sandtrap) langsung ke intake turbin. Penempatan pipa pesat dapat di atas

permukaan tanah atau di dalam tanah, untuk penempatan pipa di dalam tanah akan

menjaga tekanan air yang ada di dalam pipa dari perubahan suhu matahari dan

hujan.

Bilamana pemasangan pipa dilakukan di atas permukaan tanah maka

diperlukan konstruksi blok angker dan struktur pendukung sebagai dudukan pipa

pesat untuk menahan beban pipa dan air di dalamnya.

Pipa pesat (penstock) adalah pipa yang berfungsi untuk mengalirkan air dari

bak penenang (forebay tank). Perencanaan pipa pesat mencakup pemilihan

material, diameter penstock, tebal dan jenis sambungan (coordination point).

Diameter pipa pesat dipilih dengan pertimbangan keamanan, kemudahan proses

pembuatan, ketersediaan material dan tingkat rugi-rugi (friction losses) seminimal

mungkin. Ketebalan penstock dipilih untuk menahan tekanan hidrolik dan surge

pressure yang dapat terjadi.

Diameter dan panjang pipa penstock ditentukan berdasarkan debit aliran

yang akan mengalir pada pipa penstock tersebut di mana dalam penentuan diameter

dan panjang pipa penstock tersebut mempertimbangkan beberapa hal yakni

keamanan, kemudahan proses pembuatan, ketersediaan material, tingkat rugi–rugi

yang seminimal mungkin dan nilai ekonomis dari pipa penstock tersebut, dimana

30
pipa yang memiliki diameter lebih besar memiliki tingkat rugirugi yang lebih

minim dikarenakan kecepatan aliran air lebih kecil namun pipa pia penstock dengan

ukuran diameter yang lebih besar ukurannya sangat besar, berat dan harganya lebih

tinggi. Sedangkan untuk pipa yang memiliki diameter lebih kecil harganya lebih

murah namun memiliki tingkat rugi yang lebih besar.

3.5.1 Perancangan Dimensi Penstock

Untuk mendapatkan diameter pipa pesat dapat dihitung dengan persamaan.

Perhitungannya adalah seperti berikut:

,
× ×
Diameter pipa (d) = 2,69 ×

= 0.65 m

Kecepatan dalam pipa (V) =

.
=
.

= 5.27 m/detik

Sehingga digunakan pipa diameter 0.65m dan kecepatan dalam pipa adalah

5.27m/detik

3.5.2 Tebal dan Material Penstock

Penstock yang akan digunakan terbuat dari besi. Sesuai dengan pedoman

teknis maka tebal penstock yang dipakai adalah 1.5 mm. dengan ketebalan dan

material seperti itu, penstock sudah mampu mengendalikan air karena panjang

penstock keseluruhan yang hanya 7 m dan beda tinggi sebesar 3.5 m

31
3.5.3 Kehilangan Energi

Kehilangan energi pipa dihitung untuk mencari tinggi jatuh efektif.

Kehilangan energi pipa yang utama disebabkan oleh belokan pipa. Belokan pipa

menyebabkan kehilangan energi yang mempunyai koefisien sebagai berikut:

Tabel 3.2 Tabel koefisien kehilangan energi akibat belokan

(sumber: https://sanggapramana.wordpress.com)

Dari desain pipa pesat PLTMH, diketahui terdapat 2 sudut belokan dengan

besar masing-masing 50o. Dengan demikian maka koefisien kehilangan energi

adalah sebesar 0.67. Perhitungan kehilangan energi dihitung dengan rumus:

𝑉
∆ℎ = 𝐾
2×𝑔

.
= 0.67 × .

= 0.948 m

Maka didapatkan ∆h sebesar 0.95 m. Kemudian tinggi jatuh kotor dikurangi

dengan kehilangan energi untuk mendapatkan tinggi jatuh efektif. Maka didapat

tinggi jatuh efektif sebesar (3.5 – 0.95 = 2.55 m).

3.6 Pemilihan Turbin

Turbin Pemilihan turbin ini berhubungan erat dengan jenis generator yang

akan mengubah tenaga air menjadi listrik serta tinggi jatuh air dan debit air. Untuk

tinggi jatuh air yang di peroleh dari hasil perhitungan itu setinggi 3.5 m dan debit

32
air sebesar 1.65 m3Ús . Maka dari data tersebut bias di katakana turbin propeller

dianggap cocok untuk kondisi suatu sungai di mana tinggi head yang di pakai untuk

turbin propeller ini 2<H<20 (m).

Turbin propeller dipilih karena memenuhi kriteria debit dan head. Batas

head untuk turbin propeller adalah 3-70 m, dan batas debitnya adalah 50 m3/detik.

Gambar 3.5 Diagram Aplikasi Berbagai Jenis Turbin Terhadap Head dan Debit

Daya turbin yang dihasilkan oleh debit sebesar 1.65 m3Ús dari suatu sungai

dengan head 3.5 meter ini dapat di hitung dengan effisiensi turbin propeller sebesar

0.8-0.9 (dipakai 0.8). Selanjutnya koefisien tersebut digunakan untuk menghitung

daya total terbangkit.

3.7 Perhitungan Daya dan Energi

Potensi daya terbangkitkan dari pembangkit listrik tenaga mikrohidro ini

merupakan besar daya yang terbangkit yang memperhitungkan semua efisiensi

komponen pembangkit dari debit, turbin dan generator.

33
Untuk perhitungan besar potensi daya yang tebangkit itu sendiri dengan

melihat tinggi head, debit dan effisiensi dari komponen komponen mekanik dan

elektrik yang diperkirakan cocok untuk kondisi sungai Serinjing yang digunakan

untuk pembangunan PLTMH.

Daya keseluruhan yang dapat dibangkitkan dihitung dengan mengalikan

semua efisiensi turbin dan generator. Dihitung dengan menggunakan persamaan

dengan efisiensi yang dipertimbangkan adalah efisiensi turbin dan generator.

P = Q x H x 9.8 x μ(turbin) x μ(generator)

P = 1.65 x 2.56 x 9.81 x 0.8 x 0.9

P = 29.87 kW

Tabel 3.3 Hasil perhitungan daya perbulan

Gambar 3.6 Grafik daya terbangkit per bulan

34
Berikut adalah hasil perhitungan daya terbangkit rata-rata per bulan:

Tabel 3.4 Tabel perhitungan daya bulanan

Keterangan Besaran Satuan


3
Debit 1.65 m /detik
Head 2.56 m
E. Turbin 0.8
E. Generator 0.9
2
Gravitasi 9.81 m /detik
Daya Terbangkit 29.87 kW

Dari hasil perhitungan di atas, dapat diketahui bahwa daya yang mungkin

dihasilkan oleh PLTMH adalah sebesar 29.87 kW.

3.8 Operasional PLTMH

Pengoperasian PLTMH adalah langkah kerja PLTMH agar dapat berfungsi

optimal. Pengoperasian tersebut memperhatikan kelangsungan daya yang

dihasilkan, kapasitas alat dan ketahanan terhadap bencana. Secara prinsip, PLTMH

harus sebisa mungkin dapat bekerja terus-menerus. Untuk dapat bekerja dengan

optimal maka diperlukan pengoperasian PLTMH.

Operasional PLTMH adalah sebagai berikut:

1. Air masuk melalui pintu intake yang telah disaring di trashrack terlebih

dahulu

2. Kemudian air dialirkan menuju bak penenang.

3. Aliran dibagi menjadi 2 lajur, dan masing-masing saluran mempunyai

penangkap pasir

4. Sedimen diendapkan di saluran penangkap pasir

5. Air disaring kembali dengan trashrack yang lebih halus

35
6. Air mengalir menuju ruang penstock yang dilengkapi trashrack yang lebih

halus lagi

7. Air mengalir ke penstock menuju turbin

8. Air menggerakkan turbin dan keluar menuju saluran pembuang

9. Rekayasa operasional dilakukan di pintu intake untuk mengontrol debit

yang masuk

10. Kemudian bak pengendap mempunyai dua lajur agar ketika yang satu

sedang dibersihkan maka air tetap dapat mengalir melalui lajur yang

satunya

11. Pintu penguras pasir secara berkala dikuras dan dalirkan menuju saluran

pembuangan

12. Bak pengendap dilengkapi pelimpah untuk mengantisipasi debit bajir yang

mungkin terjadi

13. Semua saluran pembuang dialirkan menuju hilir sungai

36
3.9 Desain Bangunan Sipil PLTMH

Gambar 3.7 Potongan A-A PLTMH

Gambar 3.8 Potongan B-B PLTMH

37
BAB IV

PENUTUP

4.1 Kesimpulan

Dari hasil perancangan pada Makalah yang berjudul Rancang Bangun

PLTMH ini, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa :

1. Debit andalan yang dapat digunakan pada PLTMH adalah debit 80% (Q80)

sebesar 1.65 m3 /detik.

2. Tinggi jatuh efektif yang dapat dimanfaatkan PLTMH adalah sebesar

2.55m.

3. Penstock yang digunakan adalah berbahan besi dengan ketebalan 1.5 mm.

Panjang penstock keseluruhan adalah 7 m dan diameter 0.65 m

4. Turbin yang dipilih adalah turbin Propeller dengan pertimbangan debit dan

head yang ada serta mempunyai efektifitas 0.8

5. Daya total yang mungkin dihasilkan oleh PLTMH adalah sebesar 29.87 kW

6. Desain bangunan sipil PLTMH dapat dilihat pada gambar materi 3.9.

4.2 Saran

Setelah melakukan penelitian, penulis mempunyai beberapa saran agar ke

depannya penelitian ini dapat dikembangkan lebih baik lagi, yaitu:

1. Hendaknya pelaksanaan pembangunan PLTMH ke depannya dilakukan

dengan normalisasi sungai terlebih dahulu agar perhitungan dapat lebih

tepat.

2. Hendaknya PLTMH dikelola dan dilakukan pemeriksaan berkala agar dapat

mengantisipasi masalah yang meyebabkan kerusakan PLTMH.

38
DAFTAR PUSTAKA

Arismunandar, Artono & Kuwahara, Susumu. (1974). Buku Pegangan Teknik

Tenaga Listrik 1. Jakarta: Pradnya Paramita.

[BPS] Badan Pusat Statistik Kabupaten Karawang. Keadaan Curah Hujan Tiap

Bulan Menurut Kecamatan (mm) Kabupaten Karawang Tahun 2013, akses

online 25 Januari 2023, URL: https://karawangkab.bps.go.id/link-Tabel-

Statis/view/id/10.

Bostan, I., et al. (2013). Resilient Energy Systems. London: Springer.

Clemen, M.D. (1999). Hydro Plant Electrical Systems. Kansas City: HCI

Publications.

Davis, Scott. (2003). Microhydro, Clean Power Form Water. Gabriola Island: New

Society Publishers.

Department of Energy, Energy Utilization Management Bureau. (2009). Manuals

and Guidelines for Mirco-hydropower Development in Rural

Electrification.

Dwivedi, M., Srivastava, A.P., & Raja, A.K. (2006). Power Plant Engineering. New

Delhi: New Age International.

European Small Hydro Association (ESHA). (2004). Guide on How To Develop a

Small Hydropower Plant.

39
KBBI, 2016. Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI). [Online] Available at:

http://kbbi.web.id/pusat, [Diakses 25 Januari 2023].

Leyland, B. (2014). Small Hydroelectric Engineering. Leiden: CRC Press.

Ma’ali, Nashrul. (2017). Perencanaan Pembangkit Listrik Tenaga Mikro Hidro

(PLTMH) Kepung Kabupaten Kediri. Surabaya: Institut Sepuluh

Nopember.

Mott, L, R. (2004). Machine Elements in Mechanical Design. New Jersey: Pearson

Prentice Hall.

Pramana, Sangga. 2010. Kehilangan Tenaga pada Pipa. Diakses pada 12 Januari

2023, dari https://sanggapramana.wordpress.com/2010/09/12/kehilangan-

tenaga-pada-pipa/

Pudjanarsa, A & Nursuhud, D. (2008). Mesin Konversi Energi. Yogyakarta:

Penerbit ANDI.

A. Adzhary Dwi Putra, 2020. Perbandingan Potensi Air Embung Tambakboyo

Menggunakan Metode F.J.Mock Dengan Debit Terukur Untuk Keperluan

Irigasi. Yogyakarta: Universitas Islam Indonesia.

sda.pu.go.id. 2021. Embung Tambakboyo. Diakses pada 30 Januari 2023, dari

https://sda.pu.go.id/balai/bbwsserayuopak/projects-item/embung-

tambakboyo/

40
Wibowo, N, A., Dermawan, V., Harisuseno., D. (2013). Studi Perencanaan

Pembangkit Listrik Tenaga Mikrohidro (PLTMH) Wamena Di Kabupaten

Jayawijaya Provinsi Papua.

Wiranto, Bayu Suryo. (2018). Perancangan Pembangkit Listrik Tenaga Mikrohidro.

Vokasional Teknik Elektro: Universitas Negeri Jakarta.

41

Anda mungkin juga menyukai