Anda di halaman 1dari 45

MODUL

TUGAS DAN KEWENANGAN PEMERINTAH


DAERAH (PEMDA) DI BIDANG
KETENAGALISTRIKAN

MENDUKUNG DIKLAT TEKNIS


PENGATURAN BIDANG KETENAGALISTRIKAN

Oleh :
Hendro Kristanto, S.T
Eko Erisman, S.T

KEMENTERIAN ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL


BADAN PENDIDIKAN DAN PELATIHAN ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL
PUSAT PENDIDIKAN DAN PELATIHAN KETENAGALISTRIKAN, ENERGI
BARU, TERBARUKAN DAN KONSERVASI ENERGI

2015
Hak Cipta :

Pada Pusdiklat Ketenagalistrikan, Energi Baru, Terbarukan,


dan Konservasi Energi

Cetakan 1 Tahun 2015

Dilarang mengutip sebagian ataupun seluruh buku ini dalam


bentuk apapun tanpa izin dari penerbit

Pusdiklat Ketenagalistrikan, Energi Baru, Terbarukan, dan


Konservasi Energi.
Jl. Poncol Raya, No. 39, Ciracas. Jakarta Timur. 13740
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena
atas ijin-Nya kegiatan penyusunan Modul Diklat Teknis Bidang
Ketenagalistrikan dapat diselesaikan. Penyusunan Modul Pusat
Pendidikan dan Pelatihan Ketenagalistrikan, Energi Baru, Terbarukan dan
Konservasi Energi ini merupakan kegiatan Tahun Anggaran 2015 untuk
mendukung dan melengkapi perangkat diklat dengan harapan agar
peserta/pembaca modul dapat belajar mandiri.

Modul Tugas dan Kewenangan Pemerintah Daerah (Pemda) di Bidang


Ketenagalistrikan ini ditulis oleh Hendro Kristanto, S.T. dan
Eko Erisman, S.T. dengan tujuan agar setelah membaca modul ini peserta
diklat/pembaca memahami pengetahuan tentang tugas dan kewenangan
Pemda di bidang ketenagalistrikan sesuai dengan Undang-Undang dan
Peraturan yang berlaku.

Kami selaku Pimpinan Pusat Pendidikan dan Pelatihan Ketenagalistrikan,


Energi Baru, Terbarukan dan Konservasi Energi mengucapkan terima
kasih yang sebesar-besarnya kepada seluruh pihak yang telah
menyumbangkan pikiran, tenaga dan waktu sehingga penyusunan modul
ini dapat terwujud sesuai dengan harapan kita semua. Kritik dan saran
yang membangun sangat kami butuhkan untuk kesempurnaan modul ini
dimasa yang akan datang.

Harapan kami, semoga modul yang telah disusun ini bermanfaat dalam
upaya meningkatkan pengetahuan, kemampuan dan sikap kerja bagi para
peserta diklat atau para pembaca pada khususnya.

Jakarta, Juli 2015


Kepala,

Dra. Indriyati, M.M.


NIP 19571023 198403 2 001

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ....................................................................................i


DAFTAR ISI ................................................................................................ ii
BAB I PENDAHULUAN .............................................................................. 1
A. Latar Belakang .................................................................................. 1
B. Deskripsi Singkat ............................................................................... 3
C. Manfaat Modul ................................................................................... 3
D. Tujuan Pembelajaran ........................................................................ 3
D.1 Hasil Belajar .............................................................................. 3
D.2 Indikator Hasil Belajar ............................................................... 4
E. Materi Pokok dan Sub Materi Pokok ................................................. 4
BAB II MATERI POKOK I ........................................................................... 6
PENETAPAN PERATURAN ...................................................................... 6
A. Peraturan Daerah .............................................................................. 6
B. Petunjuk Pelaksanaan (Juklak) dan Petunjuk Teknis (Juknis) ........ 13
C. Rangkuman ..................................................................................... 14
D. Evaluasi ........................................................................................... 14
BAB III MATERI POKOK II ....................................................................... 16
PENETAPAN KEGIATAN BIDANG KETENAGALISTRIKAN................... 16
A. Pendanaan Listrik Sosial ................................................................. 16
B. Penyusunan RUKD ......................................................................... 20
C. Penetapan Perizinan ....................................................................... 22
D. Harga Jual, Sewa Jaringan dan Tarif .............................................. 23
E. Penetapan SLO ............................................................................... 25
F. Pengangkatan Inspektur Ketenagalistrikan ..................................... 26
G. Pembinaan dan Pengawasan .......................................................... 27
H. Rangkuman ..................................................................................... 28
I. Evaluasi ........................................................................................... 28

ii
BAB IV MATERI POKOK III ..................................................................... 31
PENETAPAN SANKSI ............................................................................. 31
A. Administrasi ..................................................................................... 31
B. Pidana ............................................................................................. 31
C. Rangkuman ..................................................................................... 35
D. Evaluasi ........................................................................................... 36
BAB V PENUTUP .................................................................................... 38
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................. 39
LEMBAR JAWABAN EVALUASI ............................................................. 40

iii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Indonesia adalah sebuah negara yang wilayahnya terbagi atas daerah-
daerah Provinsi. Daerah provinsi itu dibagi lagi atas daerah Kabupaten
dan daerah Kota. Setiap daerah provinsi, daerah kabupaten, dan daerah
kota mempunyai pemerintahan daerah yang diatur dengan undang-
undang. Pemerintahan Daerah adalah penyelenggaraan urusan
pemerintahan oleh Pemerintah Daerah dan DPRD menurut asas otonomi
dan tugas pembantuan dengan prinsip otonomi seluas-luasnya dalam
sistem dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagaimana
dimaksud dalam UUD 1945.
Salah satu urusan Pemerintah adalah penyelenggaraan sektor
ketenagalistrikan. Tenaga Listrik mempunyai peran yang sangat penting
dan strategis dalam mewujudkan tujuan pembangunan nasional maka
usaha penyediaan tenaga listrik dikuasai oleh Negara dan penyediaannya
perlu terus ditingkatkan sejalan dengan perkembangan pembangunan
agar tersedia tenaga lsitrik dalam jumlah yang cukup, merata dan
bermutu.1
Penyediaan tenaga listrik bersifat padat modal dan teknologi serta sejalan
denga prinsip otonomi daerah dan demokratisasi dalam tatanan
kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara maka peran
pemerintah daerah dan masyarakat dalam penyediaan tenaga listrik perlu
ditingkatkan. Penyediaan tenaga listrik juga dikuasai oleh Negara yang
penyelenggaranya dilakukan oleh Pemerintah dan pemerintah daerah
sesuai dengan kewenangannya menetapkan kebijakan, pengaturan,
pengawasan, dan melaksanakan usaha penyediaan tenaga listrik.2

1
UU No. 30 Tahun 2009 tentang Ketenagalistrikan
2
Ibid

1
Dalam Undang-Undang nomor 30 tahun 2009 tentang Ketenagalistrikan
pasal 5 ayat 1 sampai dengan 3 menyatakan tentang kewenangan
pengelolaan bidang ketenagalistrikan antara pemerintah pusat dan daerah,
baik provinsi maupun kabupaten/kota3. Pada pasal tersebut terdapat 18
(delapan belas) kewenangan pemerintah pusat, 11 (sebelas) kewenangan
provinsi dan 12 (dua belas) kewenangan kabupaten/kota. Agar
pelaksanaan kewenangan tersebut dapat berjalan dengan baik, maka
harus disiapkan infrastrukturnya. Kondisi infrastruktur di daerah berbeda
antar satu daerah dengan daerah lain. Dengan aturan yang sudah berlaku,
Pemerintah pusat maupun daerah dituntut untuk menjalankannya sesuai
kondisi daerah masing-masing. Berdasarkan pasal 5 ayat 1 tersebut,
tugas dan kewenangan dapat di kelompokkan menjadi 3 kelompok besar
yang kemungkinan besar dapat dilaksanakan dinas, yaitu penetapan
peraturan, penetapan kegiatan bidang ketenagalistrikan dan penetapan
sanksi.
Saat ini telah ada Peraturan Pemerintah terkait ketenagalistrikan yang
merupakan turunan UU Ketenagalistrikan yaitu Peraturan Pemerintah
nomor 14 Tahun 2012 (PP No 14 tahun 2012) tentang Kegiatan Usaha
Penyediaan Tenga Listrik. Dan Peraturan Pemerintah nomor 62 Tahun
2012 (PP No 62 Tahun 2012) tentang Usaha Jasa Penunjang tenaga
Listrik. Kedua peraturan pemerintah ini menjadi acuan bagi Pemerintah
daerah dalam menjalankan tugas dan fungsinya di bidang
ketenagalistrikan, dimana dalam kedua peraturan pemerintah ini
disebutkan pembinaan dan pengawasan di bidang ketenagalistrikan yang
menjadi kewenangan Pemerintah daerah.
Pusat pendidikan dan pelatihan ketenagalistrikan, energi baru, terbarukan
dan konservasi energi (Pusdiklat KEBTKE) sebagai lembaga diklat
Pemerintah di bidang ketenagalistrikan membuat suatu program diklat
untuk aparatur sipil negara (ASN) pemerintah daerah yang bertugas
menangani bidang ketenagalistrikan dengan judul Diklat Teknis

3
Ibid

2
Pengaturan di Bidang Ketenagalistrikan. Salah satu mata ajar dalam
diklat ini adalah Tugas dan Kewenangan Pemerintah Daerah di Bidang
Ketenagalistrikan. Modul ini disusun sebagai buku pegangan peserta
diklat yang mengikuti Diklat Teknis Pengaturan di Bidang
Ketenagalistrikan. Uraian tentang tugas dan kewenangan Pemerintah di
bidang ketenagalistrikan akan dibahas secara rinci dalam modul ini
mengacu pada undang-undang dan peraturan pemerintah yang berlaku.
Dengan demikian diharapkan peserta Diklat Teknis Pengaturan Bidang
Ketenagalistrikan dapat memahami tugas dan kewenangan pemerintah
daerah (Pemda) di bidang ketenagalistrikan dengan baik dan benar.

B. Deskripsi Singkat
Pada modul ini dijelaskan mengenai peraturan terkait ketenagalistrikan
serta hal-hal yang menjadi Tugas dan Kewenangan Pemerintah Daerah
(Pemda) di Bidang Ketenagalistrikan antara lain penetapan peraturan,
penetapan kegiatan dan penetapan sanksi bidang ketenagalistrikan

C. Manfaat Modul
Modul ini bermanfaat bagi peserta ASN dari dinas/pemerintah daerah
yang menangani bidang ketenagalistrikan, khususnya pejabat pada
pemerintah daerah yang mempunyai tugas dan fungsi melaksanakan
Tugas dan Kewenangan di Bidang Ketenagalistrikan

D. Tujuan Pembelajaran
D.1 Hasil Belajar
Setelah membaca modul ini peserta mampu menjelaskan penetapan
peraturan, penetapan kegiatan bidang ketenagalistrikan dan penetapan
sanksi yang terkait dengan tugas dan kewenangan Pemda di Bidang
Ketenagalistrikan sesuai dengan undang-undang dan pertauran yang
berlaku.

3
D.2 Indikator Hasil Belajar
Setelah membaca modul ini peserta diklat/pembaca diharapkan dapat :
1. Menjelaskan penetapan peraturan
2. Menjelaskan penetapan kegiatan bidang ketenagalistrikan
3. Menjelaskan penetapan sanksi

E. Materi Pokok dan Sub Materi Pokok


Materi pokok dan sub materi pokok dalam modul diklat ini akan diuraikan
sebagai berikut:

BAB II MATERI POKOK I


PENETAPAN PERATURAN
A. Peraturan Daerah
B. Petunjuk Pelaksanaan (Juklak) dan Petunjuk Teknis (Juknis)
C. Rangkuman
D. Evaluasi

BAB III MATERI POKOK II


PENETAPAN KEGIATAN BIDANG KETENAGALISTRIKAN
A. Pendanaan Listrik Sosial
B. Penyusunan RUKD
C. Penetapan Perizinan
D. Harga Jual, Sewa Jaringan dan Tarif
E. Penetapan SLO
F. Pengangkatan Inspektur Ketenagalistrikan
G. Pembinaan dan Pengawasan
H. Rangkuman
I. Evaluasi

4
BAB IV MATERI POKOK III
PENETAPAN SANKSI
A. Administrasi
B. Pidana
C. Rangkuman
D. Evaluasi

5
BAB II
MATERI POKOK I
PENETAPAN PERATURAN

Indikator Hasil Belajar :


Setelah mempelajari materi pokok ini peserta diklat/pembaca
diharapkan dapat menjelaskan peraturan daerah, petunjuk
pelaksanaan dan petunjuk teknis.

A. Peraturan Daerah
Sebelum masuk ke dalam pembahasan tugas dan kewenangan
pemerintah daerah, perlu dibahas terlebih dahulu mengenai nomenklatur
aturan yang ada di tingkat pemerintah provinsi dan kabupaten/kota. Hal ini
bertujuan melihat urutan peraturan yang dibuat di pemerintah daerah.
Menurut UU 12 tahun 2011 tentang pembentukan peraturan perundang-
undangan pasal 7 pasal 1, jenis dan hierarki Peraturan Perundang-
undangan terdiri atas:
1. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945
2. Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat
3. Undang-Undang/Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang
4. Peraturan Pemerintah
5. Peraturan Presiden
6. Peraturan Daerah Provinsi; dan
7. Peraturan Daerah Kabupaten/Kota.

Melihat penjelasan di atas, dapat diketahui bahwa peraturan daerah


(Perda) Provinsi dan Kabupaten/Kota merupakan salah satu Peraturan
Perundang-undangan dengan hierarki setelah Peraturan Presiden. Sesuai

6
dengan sebutannya, Perda dibentuk dan ditetapkan oleh pemerintah
daerah Provinsi dan Kabupaten/Kota sesuai dengan kewenangannya.
Pengertian peraturan daerah dalam Undang-Undang Nomor 12 Tahun
2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan dibagi dalam
2 pengertian, yakni peraturan daerah provinsi dan peraturan daerah
kabupaten/kota.
Pengertian peraturan daerah dalam Peraturan Menteri Dalam Negeri
(Permendagri) No 1 Tahun 2014 tentang pembentukan produk hukum
daerah pasal 1 angka (4) adalah “Peraturan Daerah Provinsi atau nama
lainnya dan Peraturan Daerah Kabupaten/Kota atau nama lainnya, yang
selanjutnya disebut Perda adalah peraturan perundang-undangan yang
dibentuk oleh DPRD dengan persetujuan bersama Kepala Daerah”. 4
Pengertian peraturan daerah provinsi juga disebutkan dalam pasal 1
angka 7 Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan
Peraturan Perundang-undangan adalah “Peraturan Daerah Provinsi
adalah Peraturan Perundang-undangan yang dibentuk oleh Dewan
Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi dengan persetujuan bersama
Gubernur”.
Selanjutnya pengertian peraturan daerah kabupaten/kota disebutkan
dalam pasal 1 angka 8 Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang
Pembentukan Peraturan Perundang-undangan adalah5 “Peraturan Daerah
Kabupaten/Kota adalah Peraturan Perundang-undangan yang dibentuk
oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten/Kota dengan
persetujuan bersama Bupati/Walikota”..
Pengertian peraturan daerah yang telah diatur dalam Permendagri dan
Undang-Undang sebagaimana disebutkan diatas adalah sama. Pada
prinsipnya, peraturan daerah merupakan suatu produk hukum yang
dibentuk oleh Pemerintahan Daerah. Di Indonesia, Pemerintahan Daerah
terbagi atas pemerintahan daerah provinsi dan pemerintahan daerah

4
Permendagri No 1 Tahun 2014
5
Ibid

7
kabupaten/kota. Pemerintahan daerah terdiri atas dua unsur, yakni
Pemerintah Daerah (Kepala Daerah) dan DPRD.
Kepala pemerintah daerah di tingkat provinsi adalah Gubernur, kepala
pemerintah daerah di tingkat kabupaten adalah Bupati dan Kepala Daerah
di tingkat Kota disebut Walikota. Demikian pula dengan DPRD, di tingkat
Provinsi disebut dengan DPRD Provinsi dan di tingkat kabupaten/kota
disebut dengan DPRD Kabupaten/Kota.
Pengertian peraturan daerah dalam Permendagri Nomor 1 Tahun 2014
tentang Pembentukan Produk Hukum Daerah tidak disebutkan secara
spesifik mengenai adanya peraturan daerah provinsi dan kabupaten/kota.
Hanya secara umum menyebutkan bahwa Peraturan Daerah dibentuk
oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) dengan persetujuan
bersama Kepala Daerah. Ini berarti Peraturan Daerah di bentuk oleh
DPRD, yang bila di tingkat provinsi disebut dengan DPRD Provinsi dan
bila di tingkat Kabupaten/Kota disebut dengan DPRD Kabupaten/Kota,
dengan persetujuan bersama Kepala Daerah, yang bila di tingkat Provinsi
disebut dengan Gubernur, bila di tingkat kabupaten disebut dengan Bupati,
dan bila di tingkat kota disebut dengan Walikota.
Selain dari Peraturan Daerah, adapula Peraturan Gubernur (Pergub) yang
juga merupakan jenis peraturan perundang-undangan, akan tetapi Pergub
baru diakui keberadaannya dan mempunyai kekuatuan hukum mengikat
sepanjang diperintahkan oleh Peraturan perundang-undangan yang lebih
tinggi atau dibentuk berdasarkan kewenangan (pasal 8 ayat 2 UU No
12/2011)6
Perbedaan paling mendasar antara Perda Provinsi dengan Pergub adalah
terletak pada kewenangan pembentukan. Perda Provinsi dibentuk dengan
cara membuat Rancangan Peraturan Daerah terlebih dahulu, kemudian
Rancangan Perda yang telah disetujui bersama oleh DPRD Provinsi dan
Gubernur disampaikan oleh pimpinan DPRD Provinsi kepada Gubernur

6
Ibid

8
untuk ditetapkan menjadi Peraturan Daerah Provinsi (Pasal 78 ayat [1] UU
12/2011)7.
Sedangkan, kewenangan pembentukan Pergub ada pada Gubernur
berdasarkan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi (dalam hal
ini juga termasuk Perda Provinsi), atau dibentuk berdasarkan kewenangan
Gubernur.
Berdasarkan penjelasan sebelumnya, dapat diketahui bahwa secara
hierarki, kedudukan Perda Provinsi lebih tinggi dari Pergub. Mengenai
apakah pergub dapat diterbitkan tanpa ada Perda Provinsi sebelumnya,
untuk menjelaskan lebih lanjut, akan diberikan beberapa contoh Perda
Provinsi dan Pergub. Contoh Pergub yang diterbitkan berdasarkan
amanat Perda Provinsi misalnya Pergub DKI Jakarta No. 75 Tahun 2005
tentang Kawasan Dilarang Merokok sebagaimana telah diubah
dengan Pergub DKI Jakarta No. 88 Tahun 2010 yang selanjutnya
disebut dengan Pergub DKI Jakarta.8
Pergub DKI Jakarta ini merupakan kelanjutan dari ketentuan Pasal 24
Perda Provinsi DKI Jakarta No. 2 Tahun 2005 tentang Pengendalian
Pencemaran Udara. (“Perda 2/2005”). Pasal 24 ayat (1) dan ayat (2)
Perda 2/2005 mengatur pengelola gedung umum bertanggung jawab
terhadap kualitas udara di dalam ruangan yang menjadi kawasan umum
serta wajib mengendalikan pencemaran udara di dalam ruangan parkir
kendaraan bermotor, dan untuk menindaklanjuti pengaturan mengenai
bentuk tanggung jawab dan kewajiban pengelola gedung diatur dengan
Peraturan Gubernur (Pasal 24 ayat [3] Perda 2/2005).9
Kemudian, contoh Pergub yang diterbitkan tanpa didasarkan pembuatan
Perda Provinsi sebelumnya misalnya Pergub DKI Jakarta No. 53 Tahun
2006 tentang Pelayanan Administrasi Kependudukan dan Catatan
Sipil Penganut Agama Konghucu (“Pergub 53/2006”). Pergub 53/2006
menginstruksikan memberikan pelayanan kependudukan pada penganut
7
Ibid
8
http://www.hukumonline.com/klinik/detail/lt510e536c2e2e5/perbedaan-pergub-dengan-perda
9
Ibid

9
Konghucu serta menambahkan agama Konghucu dalam dokumen
blangko kependudukan serta catatan sipil.
Pada konsiderans bagian ‘mengingat’ Pergub 53/2006 tidak terdapat
aturan Perda Provinsi DKI Jakarta yang mengatur hal serupa. Mengapa
hal demikian dapat terjadi? Mengenai hal ini di dalam Pasal 13 ayat (1)
huruf l jo. Pasal 10 ayat (2) UU No. 32 Tahun 2004 tentang
Pemerintahan Daerah dinyatakan bahwa pelayanan kependudukan dan
catatan sipil termasuk urusan wajib yang menjadi kewenangan pemerintah
daerah provinsi dan pemerintah daerah provinsi diberikan otonomi seluas-
luasnya untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan yang
menjadi kewenangannya berdasarkan asas otonomi dan tugas
pembantuan. Jadi, Gubernur sebagai kepala daerah Provinsi memiliki
kewenangan untuk membuat peraturan yang menjadi urusan wajib daerah
Provinsi, dalam hal ini adalah mengenai kependudukan dan catatan sipil.
Berdasarkan penjelasan sebelumnya, ternyata Pergub juga dapat
diterbitkan tanpa adanya Perda Provinsi, asalkan hal yang diatur oleh
Pergub merupakan urusan wajib yang menjadi kewenangan pemerintah
daerah provinsi. Pergub 53/2006 merupakan contoh bahwa Pergub dapat
diterbitkan bukan berdasarkan amanat Perda Provinsi, tetapi berdasarkan
kewenangan yang dimiliki Gubernur.10
Terkait dengan kewenangan Pemda yaitu yaitu penetapan peraturan,
penetapan kegiatan bidang ketenagalistrikan dan penetapan sanksi di
bidang ketenagalistrikan, telah disebutkan di Bab Pendahuluan bahwa
terdapat 11 (sebelas) kewenangan provinsi dan 12 (dua belas)
kewenangan kabupaten/kota (Pasal 5 ayat 2 dan 3 UU No 30/2009).
Adapun kewenangan pemerintah provinsi di bidang ketenagalistrikan
meliputi11 :
1. Penetapan peraturan daerah provinsi di bidang ketenagalistrikan;
2. Penetapan rencana umum ketenagalistrikan daerah provinsi;

10
Ibid
11
UU No 30 Tahun 2009

10
3. Penetapan izin usaha penyediaan tenaga listrik untuk badan usaha
yang wilayah usahanya lintas kabupaten/kota;\
4. Penetapan izin operasi yang fasilitas instalasinya mencakup lintas
kabupaten/kota;
5. Penetapan tarif tenaga listrik untuk konsumen dari pemegang izin
usaha penyediaan tenaga listrik yang ditetapkan oleh pemerintah
provinsi;
6. Penetapan persetujuan harga jual tenaga listrik dan sewa jaringan
tenaga listrik dan/atau menyewakan jaringan tenaga listrik kepada
badan usaha yang izinnya ditetapkan oleh pemerintah provinsi;
7. Penetapan persetujuan penjualan kelebihan tenaga listrik dari
pemegang izin operasi yang izinnya ditetapkan oleh pemerintah
provinsi;
8. Penetapan izin pemanfaatan jaringan tenaga listrik untuk
kepentingan telekomunikasi, multimedia, dan informatika pada
jaringan milik pemegang izin usaha penyediaan tenaga listrik atau
izin operasi yang ditetapkan oleh pemerintah provinsi;
9. Pembinaan dan pengawasan kepada badan usaha di bidang
ketenagalistrikan yang izinnya ditetapkan oleh pemerintah provinsi;
10. Pengangkatan inspektur ketenagalistrikan untuk provinsi, dan;
11. Petapan sanksi administratif kepada badan usaha yang izinnya
ditetapkan oleh pemerintah provinsi.

Sedangkan kewenangan pemerintah kabupaten/kota di bidang


ketenagalistrikan meliputi :
1. Penetapan peraturan daerah Kabupaten/kota di bidang
ketenagalistrikan;
2. Penetapan rencana umum ketenagalistrikan daerah Kabupaten/kota;
3. Penetapan izin usaha penyediaan tenaga listrik untuk badan usaha
yang wilayah usahanya dalam kabupaten/kota;

11
4. Penetapan izin operasi yang fasilitas instalasinya mencakup dalam
kabupaten/kota;
5. Penetapan tarif tenaga listrik untuk konsumen dari pemegang izin
usaha penyediaan tenaga listrik yang ditetapkan oleh pemerintah
Kabupaten/kota;
6. Penetapan persetujuan harga jual tenaga listrik dan sewa jaringan
tenaga listrik dan/atau menyewakan jaringan tenaga listrik kepada
badan usaha yang izinnya ditetapkan oleh pemerintah
Kabupaten/kota;
7. Penetapan izin usaha jasa penunjang tenaga listrik bagi badan
usaha yang mayritas sahamnya dimiliki penanam modal dalam
negeri;
8. Penetapan persetujuan penjualan kelebihan tenaga listrik dari
pemegang izin operasi yang izinnya ditetapkan oleh pemerintah
Kabupaten/kota;
9. Penetapan izin pemanfaatan jaringan tenaga listrik untuk
kepentingan telekomunikasi, multimedia, dan informatika pada
jaringan milik pemegang izin usaha penyediaan tenaga listrik atau
izin operasi yang ditetapkan oleh pemerintah Kabupaten/kota;
10. Pembinaan dan pengawasan kepada badan usaha di bidang
ketenagalistrikan yang izinnya ditetapkan oleh pemerintah
Kabupaten/kota;
11. Pengangkatan inspektur ketenagalistrikan untuk Kabupaten/kota,
dan;
12. Petapan sanksi administratif kepada badan usaha yang izinnya
ditetapkan oleh pemerintah Kabupaten/kota.

Memperhatikan isi ayat 2 dan 3 pasal 5 UU no 30 Tahun 2009 ini, bahwa


menjadi wajib bagi Pemda untuk melakukan pengaturan bidang
ketenagalistrikan di daerahnya. Pengaturan ini harus ditindak lanjuti

12
dengan menetapkan Perda dan Pergub di wilayah masing-masing dan
tetap mengacu kepada undang-undang yang lebih tinggi di atasnya.

B. Petunjuk Pelaksanaan (Juklak) dan Petunjuk Teknis (Juknis)


Dalam rangka peningkatan penyediaan tenaga listrik kepada masyarakat
diperlukan pula upaya penegakan hukum di bidang ketenagalistrikan.
Pemerintah dan pemerintah daerah mempunyai kewenangan untuk
melakukan pembinaan dan pengawasan pelaksanaan usaha
ketenagalistrikan, termasuk pelaksanaan pengawasan di bidang
keteknikan. Selain bermanfaat, tenaga listrik juga dapat membahayakan.
Oleh karena itu, untuk lebih menjamin keselamatan umum, keselamatan
kerja, keamanan instalasi, dan kelestarian fungsi lingkungan dalam
penyediaan tenaga listrik dan pemanfaatan tenaga listrik, instalasi tenaga
listrik harus menggunakan peralatan dan perlengkapan listrik yang
memenuhi standar peralatan di bidang ketenagalistrikan.
Setelah Perda bidang Ketenagalistrikan ditetapkan maka perlu ada
Petunjuk pelaksanaan/juklak dan Petunjuk Teknis/Juknis implementasi
kegiatan bidang ketenagalistrikan tersebut di daerah.
Petunjuk pelaksanaan adalah tulisan yang memuat cara pelaksanaan
kegiatan, termasuk urutan pelaksanaannya yang harus diikuti setiap
urutan kerjanya. Jadi di dalam Juklak ada disebutkan wewenang dan
prosedur. Petunjuk Teknis adalah tulisan dinas pengaturan yang memuat
hal-hal yang berkaitan dengan teknis kegiatan dan tidak mengatur
wewenang.12
Juklak dan Juknis ditetapkan oleh Pejabat yang berwenang melalui sebuat
surat keputusan (SK) dan merupakan lampiran dari SK yang ditetapkan
tersebut. Pendistribusian Juklak dan Juknis sesuai dengan peruntukkan
kegiatan dan pihak yang disebut di dalam SK yang ditetapkan.
Contoh yang bisa diambil dalam penerapan Juklak dan Juknis adalah
Keputusan Menteri Pemberdayaan Aparatur Negara Nomor :

12
UU No 12 Tahun 2011

13
21/Kep/M.PAN/4/2002 tanggal 19 April 2002 tentang Jabatan Fungsional
Inspektur Ketenagalistrikan dan Angka Kreditnya. Untuk menjamin
kelancaran pelaksanaan dan tertib administrasi pada setiap
departemen/lembaga pemerintah non departemen, instansi pemerintah
daerah telah ditetapkan surat edaran bersama Menteri Energi dan Sumber
Daya Mineral dan Kepala Badan Kepegawaian Negara Nomor 1246
K/70/MEM/2002, Nomor 16 Tahun 2002 tentang petunjuk pelaksanaan
Jabatan Fungsional Inspektur Ketenagalistrikan dan Angka Kreditnya.
Atas dasar hal tersebut, disusun petunjuk teknis pembinaan pejabat
fungsional Inspektur Ketenagalistrikan di lingkungan Departemen Energi
dan Sumber Daya Mineral dan instansi Pemerintahan lainnya yang
ditetapkan oleh Menteri ESDM.

C. Rangkuman
Menyusun perda, juklak dan juknis merupakan tugas Pemda sesuai
Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan
Perundang-undangan. Terkait dengan Perda bidang Ketenagalistrikan
harus mengacu kepada Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2009 tentang
Ketenagalistrikan. Penyusunan Perda biasanya membutuhkan waktu
pembahasan yang lebih lama karena melibatkan DPRD dan lebih komplek
dari segi isi materinya. Sedangkan proses penyusunan juklak dan juknis
lebih cepat, cukup dituangkan dalan peraturan Gubernur atau
Bupati/Walikota di masing-masing daerah.

D. Evaluasi
1. Dasar hukum penyusunan perda di bidang ketenagalistrikan adalah:
a. UU Nomor 30 Tahun 2007
b. UU Nomor 30 Tahun 2009
c. UU Nomor 12 Tahun 2011
d. UU Nomor 32 tahun 2009

14
2. Yang termasuk kewenang Pemerintah Provinsi di bidang
ketenagalistrikan adalah sebagai berikut, kecuali :
a. Penetapan peraturan daerah provinsi di bidang ketenagalistrikan;
b. Penetapan rencana umum ketenagalistrikan daerah provinsi;
c. Penetapan izin usaha penyediaan tenaga listrik untuk badan
usaha yang wilayah usahanya lintas kabupaten/kota
d. Penetapan izin usaha jasa penunjang tenaga listrik bagi badan
usaha yang mayoritas sahamnya dimiliki penanam modal dalam
negeri

3. Perbedaan mendasar antara Perda dan Pergub adalah :


a. Kewenangan pembentukan
b. Pergub dibahas bersama DPRD
c. Perda ditetapkan oleh Gubernur
d. Pergub disetujui oleh DPRD

4. Kewenangan Pemda di bidang ketenagalistrikan adalah sebagai


berikut :
a. Penetapan Undang-Undang, penetapan peraturan, penetapan
sanksi
b. Penetapan peraturan, penetapan kegiatan, penetapan sanksi
c. Penetapan kegiatan dan sanksi saja
d. Penetapan Peraturan saja.

5. Perbedaan Juklak dan Juknis adalah :


a. Di dalam Juklak disebutkan wewenang dan prosedur
b. Di dalam juknis disebutkan wewenang dan prosedur
c. Juklak merupakan lampiran dari Juknis
d. Juknis hanya menyebutkan wewenang dan prosedur

15
BAB III
MATERI POKOK II
PENETAPAN KEGIATAN BIDANG KETENAGALISTRIKAN

Indikator Hasil Belajar :


Setelah mempelajari materi pokok ini peserta diklat/pembaca
diharapkan dapat menjelaskan pendanaan listrik sosial, penyusunan
RUKD, penetapan perizinan, harga jual, sewa jaringan dan tarif,
penetapan SLO, pengangkatan inspektur ketenagalistrikan dan
pembinaan serta pengawasan.

A. Pendanaan Listrik Sosial


Seperti dijelaskan pada bab I pendahuluan, pasal 5 ayat 1 sampai dengan
3 UU 30/2009 menjelaskan tentang kewenangan pengelolaan bidang
ketenagalistrikan antara pemerintah pusat dan daerah, baik provinsi
maupun kabupaten/kota. Di bawah ini akan dijelaskan kewenangan-
kewenagan tersebut.
Berdasarkan amanat UU No. 30 Tahun 2009 Tentang Ketenagalistrikan
Pasal 4 Ayat 3 : “untuk penyediaan tenaga listrik Pemerintah dan
pemerintah daerah menyediakan dana untuk kelompok masyarakat tidak
mampu, pembangunan sarana penyediaan tenaga listrik di daerah yang
belum berkembang, pembangunan tenaga listrik bagi daerah terpencil dan
perbatasan dan pembangunan listrik perdesaan. Energi listrik memiliki
peranan yang sangat penting dalam usaha meningkatkan mutu kehidupan
dan pertumbuhan ekonomi di daerah yang belum berkembang,
pembangunan tenaga listrik bagi daerah terpencil dan perbatasan dan
pembangunan listrik perdesaan melalui program pengembangan listrik
sosial. Dalam pembangunan listrik perdesaan ada beberapa strategi
dalam melaksanakannya, diantaranya adalah:

16
1. Pemanfaatan potensi energi setempat
Startegi ini digunakan jika ada potensi energi yang dapat
dimanfaatakan untuk melistriki daerahnya. Tentu pemerintah harus
melakukan survei dan studi kelayakan terlebih dahulu.
2. Perluasan Jaringan
Jika ada jaringan yang telah beroperasi dan daerah yang belum
dilistrikan dapat dijangkau oleh perluasan jaringan, maka strategi ini
dapat dilakukan. Tentu persyaratan teknis harus dilakukan agar
kegiatan ini dapat berjalan dengan baik.
3. Penggunaan PLTD
Pembangkit listrik Tenaga Diesel/PLTD masih dibutuhkan jika 2
starategi sebelumnya tidak dapat dilaksanakan. Artinya pemanfaatan
PLTD ini merupakan alternatif paling akhir yang dapat dilakukan
untuk melistriki masyarakat.

Program pengembangan listrik sosial dimaksudkan untuk membantu


kelompok masyarakat tidak mampu, dan melistriki seluruh wilayah
Indonesia yang meliputi daerah yang belum berkembang, daerah terpencil,
dan pembangunan listrik perdesaan. Program listrik sosial dimaksudkan
untuk menjaga kelangsungan bantuan bagi masyarakat tidak mampu,
menjaga kelangsungan upaya perluasan akses pelayanan listrik pada
wilayah yang belum terjangkau listrik, mendorong pembangunan/
pertumbuhan ekonomi, dan meningkatkan kesejahteraan rakyat.
Program pengembangan listrik sosial diperlukan untuk dapat dilaksanakan
secara operasional dilakukan Pemerintah melalui Pemegang Izin Usaha
Penyediaan Tenaga Listrik (PIUPTL) yang memiliki wilayah usaha.
Wilayah usaha adalah wilayah yang ditetapkan oleh Pemerintah sebagai
tempat badan usaha distribusi dan/atau penjualan tenaga listrik
melakukan usaha penyediaan tenaga listrik. Untuk berusaha di bidang
usaha penyediaan tenaga listrik untuk kepentingan umum, pemohon
kegiatan tersebut harus dilakukan oleh badan usaha. Sedangkan usaha

17
penyediaan tenaga listrik untuk kepentingan umum dilakukan oleh 1 (satu)
badan usaha dalam 1 (satu) wilayah usaha. Agar efisiensi dan
transparansi tercapai, maka PIUPTL seyogyanya dapat dilakukan dengan
pemisahan fungsi sosial dan komersial melalui pembukuan yang terpisah.
Terkait dengan listrik sosial, PIUPTL selain harus melaksanakan amanat
UU 30/2009, PIUPTL juga diamanatkan melaksanakan program corporate
social resposibility/CSR yang didasari dengan pasal 2 dan pasal 88 UU
No. 19/2003 tentang BUMN. Hal tersebut dijelaskan dibawah ini:
a. Pasal 2 ayat (1) huruf e : salah satu maksud dan tujuan pendirian
BUMN adalah turut aktif memberikan bimbingan dan bantuan kepada
pengusaha golongan ekonomi lemah, koperasi, dan masyarakat.
b. Pasal 88 ayat (1) : BUMN dapat menyisihkan sebagian laba bersihnya
untuk keperluan pembinaan usaha kecil/koperasi serta pembinaan
masyarakat sekitar BUMN.
c. Pasal 88 ayat (2) : Ketentuan lebih lanjut mengenai penyisihan dan
penggunaan laba sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diatur
dengan Keputusan Menteri.

Peraturan Menteri Negara BUMN No. : Per-05/MBU/2007 yang mengatur


mulai dari besaran dana hingga tatacara pelaksanaan CSR. Seperti
diketahui, CSR milik BUMN adalah Program Kemitraan dan Bina
Lingkungan (PKBL). Dalam UU BUMN dinyatakan bahwa selain mencari
keuntungan, peran BUMN adalah juga memberikan bimbingan bantuan
secara aktif kepada pengusaha golongan lemah, koperasi dan
masyarakat. Selanjutnya, Permeneg BUMN menjelaskan bahwa sumber
dana PKBL berasal dari penyisihan laba bersih perusahaan sebesar
maksimal 2 persen yang dapat digunakan untuk Program Kemitraan
ataupun Bina Lingkungan.
Program CSR juga diperkuat dengan UU No. 40 Tahun 2007 tentang
perseroan terbatas, dimana dalam pasal 74 menyatakan bahwa :

18
Ayat 1 : Perseroan yang menjalankan kegiatan usahanya di bidang
dan/atau berkaitan dengan Sumber Daya Alam (SDA) wajib
melaksanakan Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan.
Ayat 2 : Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan sebagaimana dimaksud
ayat (1) merupakan kewajiban Perseroan yang dianggarkan dan
diperhitungkan sebagai biaya Perseroan yang pelaksanaannya dilakukan
dengan memperhatikan kepatutan dan kewajaran.
Ayat 3 : Perseroan yang tidak melaksanakan kewajiban sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dikenai sanksi sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.
Ayat 4 : Ketentuan lebih lanjut mengenai Tanggung Jawab Sosial dan
Lingkungan diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Dari uraian di atas maka PIUPTL membuat berbagai kegiatan terkait CSR,
sehingga pemerintah sesuai kewenangannya dapat melihat peluang ini
sebagai bagian dari program melistriki daerahnya. Hal tersebut terkait
dengan masyarakat di daerah sekitar wilayah usaha yang mungkin belum
terjangkau listrik, sehingga tugas PIUPTL dan pemerintah dapat berjalan
dengan baik dalam melistriki rakyat.

Usulan Rumah tangga sasaran (RTS) yang berhak mendapatkan program


listrik murah dilakukan oleh Dinas ESDM atau Dinas terkait. Usulan
tersebut kemudian divalidasi dengan standar Badan Pusat Statistik (BPS)
mengenai kriteria masyarakat tidak mampu (miskin) supaya RTS yang
dipilih benar-benar tepat sasaran. Adapun standar masyarakat tidak
mampu menurut BPS ada 14 kriteria, yaitu :
1. Luas lantai bangunan tempat tinggal kurang dari 8 m 2 per orang.
2. Jenis lantai tempat tinggal terbuat dari tanah/bambu/kayu murahan
3. Jenis dinding tempt tinggal dari bambu/rumbia/kayu berkualitas
rendah/tembok tampa diplester
4. Tidak memiliki fasilitas buang air besar/bersama-sama dengan
rumah tangga lain

19
5. Sumber penerangan rumah tangga tidak menggunakan listrik
6. Sumber air minum berasal dari sumur/mata air tidak
terlindung/sungai/air hujan
7. Bahan bakar untuk memasak sehari-hari adalah kayu
bakar/arang/minyak tanah
8. Hanya mengkonsumsi daging/susu/ayam satu kali dalam seminggu
9. Hanya membeli satu stel pakaian baru dalam setahun
10. Hanya sanggup makan sebanyak satu/dua kali dalam sehari
11. Tidak sanggup membayar biaya pengobatan di puskesmas/poliklinik
12. Sumber penghasilan kepala rumah tangga adalah : petani dengan
luas lahan 500 m2, buruh tani, nelayan, buruh bangunan, buruh
perkebunan dan atau pekerjaan lainnya dengan pendapatan
dibawah Rp. 600,- per bulan
13. Pendidikan tertinggi kepala rumah tangga : tidak sekolah/ tidak tamat
SD / hanya SD
14. Tidak memiliki tabungan/barang yang mudah dijual dengan minimal
Rp. 500.000,- seperti sepeda motor kredit/non kredit, emas, ternak,
emas, kapal motor, atau barang modal lainnya

Jika minimum 9 variabel terpenuhi maka suatu rumah tangga


dikategorikan sebagai rumah tangga miskin sehingga berhak
mendapatkan program listrik murah.

B. Penyusunan RUKD
Tenaga listrik mempunyai peranan penting bagi negara dalam menunjang
pembangunan di segala bidang dan meningkatkan kesejahteraan rakyat.
Sehingga diperlukan suatu perencanaan yang komprehensif, dengan
cakrawala nasional atau Rencana Umum Ketenagalistrikan. Tujuan
rencana umum ketenagalistrikan adalah untuk mewujudkan
penyelenggaraan penyediaan tenaga listrik yang :

20
a. lebih merata,
b. andal, dan
c. berkelanjutan

Dalam UU No. 30 Tahun 2009 Pasal 1 Ayat 9 menerangkan bahwa,


“Rencana umum ketenagalistrikan adalah rencana pengembangan sistem
penyediaan tenaga listrik yang meliputi bidang pembangkitan, transmisi,
dan distribusi tenaga listrik yang diperlukan untuk memenuhi kebutuhan
tenaga listrik.” Rencana Umum Ketenagalistrikan dibagi menjadi 2 (dua)
yaitu rencana umum ketenagalistrikan nasional (RUKN) dan rencana
umum ketenagalistrikan daerah (RUKD) yang disusun dan ditetapkan
Pemerintah Provinsi atau Pemerintah Kabupaten/Kota.
Sesuai dengan amanat UU No. 30 Tahun 2009 tentang ketenagalistrikan,
bahwa Rencana Umum Ketenagalistrikan disusun dan ditetapkan oleh
Pemerintah. Hal ini tercantum dalam pasal 5 ayat (1) bahwa, “Pemerintah
menetapkan Rencana Umum Ketenagalistrikan Nasional (RUKN)”, Pasal
5 ayat (2) bahwa, “Pemerintah Provinsi menetapkan Rencana Umum
Ketenagalistrikan Daerah (RUKD) Provinsi” dan Pasal 5 ayat (3) bahwa,
“Pemerintah Kabupaten/Kota menetapkan Rencana Umum
Ketenagalistrikan Daerah (RUKD) Kabupaten/Kota” 13 . Selain amanat
undang-undang, juga disebutkan dalam Peraturan Pemerintah (PP)
Nomor 14 Tahun 2012 tentang Kegiatan Usaha Penyediaan Tenaga
Listrik pasal 8, bahwa “Usaha penyediaan tenaga listrik untuk kepentingan
umum dilaksanakan sesuai dengan Rencana Umum Ketenagalistrikan
dan Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik”14.
RUKN adalah rencana pengembangan sistem penyediaan tenaga listrik
yang meliputi bidang pembangkitan, transmisi, dan distribusi tenaga listrik
yang diperlukan untuk memenuhi kebutuhan tenaga listrik tingkat
nasional. Sedangkan RUKD Provinsi adalah rencana pengembangan

13
UU No.30 Tahun 2009
14
PP No. 14 Tahun 2012

21
sistem penyediaan tenaga listrik yang meliputi bidang pembangkitan,
transmisi, dan distribusi tenaga listrik yang diperlukan untuk memenuhi
kebutuhan tenaga listrik di Provinsi, dan RUKD Kabupaten/Kota adalah
rencana pengembangan sistem penyediaan tenaga listrik yang meliputi
bidang pembangkitan, transmisi, dan distribusi tenaga listrik yang
diperlukan untuk memenuhi kebutuhan tenaga listrik di Kabupaten/Kota.
Salah satu kewenangan Pemda dalam penetapan peraturan adalah
menyusun dan menetapkan RUKD. Penyusunan RUKD perlu
mempertimbangkan beberapa hal berikut :
1. Memperhatikan Kebijakan Energi Nasional (KEN),
2. Dikonsultasikan dengan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD)
3. RUKN menjadi dasar penyusunan RUKD.

RUKD mencakup perencanaan di sektor ketenagalistrikan untuk kurun


waktu 20 (dua puluh) tahun ke depan. Peninjauan ulang RUKD dapat
dilakukan setiap saat sesuai dengan perkembangan dan kondisi yang ada
dan/atau disesuaikan dengan jatuh waktu RAPBN/RAPBD serta untuk
memungkinkan RUKN memberikan masukan ke RUKD dan sebaliknya.
Maksud dari setiap saat diatas adalah jika ada kondisi yang mendesak,
sehingga keputusan peninjauan ulang RUKD harus melalui mekanisme
yang berlaku dan tidak terlalu mempengaruhi rencana yang sedang
berjalan, misal ditinjau pada 1 (satu) tahun berjalan. Sedangkan untuk
monitoring harus terus dilakukan sesuai dengan tugas dan kewenangan
pejabat yang di tunjuk.

C. Penetapan Perizinan
Salah satu kewenangan Pemda di bidang ketenagalistrikan adalah
penetapan izin. Penetapan izin yang menjadi kewenangan Pemda provinsi
adalah :
1. Penetapan izin usaha penyediaan tenaga listrik untuk badan usaha
yang wilayah usahanya lintas kabupaten/kota.

22
2. Penetapan izin operasi yang fasilitas instalasinya mencakup lintas
kabupaten/kota.
3. Penetapan izin pemanfaatan jaringan tenaga listrik untuk kepentingan
telekomunikasi, multimedia, dan informatika pada jaringan milik
pemegang izin usaha penyediaan tenaga listrik atau izin operasi yang
ditetapkan oleh pemerintah provinsi

Penetapan izin yang menjadi kewenangan Pemda kabupaten/kota


adalah :
1. Penetapan izin usaha penyediaan tenaga listrik untuk badan usaha
yang wilayah usahanya dalam kabupaten/kota.
2. Penetapan izin operasi yang fasilitas instalasinya mencakup dalam
kabupaten/kota.
3. Penetapan izin usaha jasa penunjang tenaga listrik bagi badan usaha
yang mayoritas sahamnya dimiliki oleh penanam modal dalam negeri.
4. Penetapan izin pemanfaatan jaringan tenaga listrik untuk kepentingan
telekomunikasi, multimedia, dan informatika pada jaringan milik
pemegang izin usaha penyediaan tenaga listrik atau izin operasi yang
ditetapkan oleh pemerintah kabupaten/kota.

Mekanisme dan tata cara perizinan usaha ketenagalistrikan telah diatur


melalui Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (Permen
ESDM) Nomor 35 tahun 2013. Pemda dapat mengambil Permen ESDM ini
sebagai acuan dalam penerbitan izin usaha ketenagalistrikan yang ada di
daerah masing-masing. Selain izin di bidang ketenagalistrikan, PIUPTL
juga harus memperhatikan aturan terkait lainnya.

D. Harga Jual, Sewa Jaringan dan Tarif


Kewenangan Pemda lainnya adalah penetapan tarif tenaga listrik,
persetujuan harga jual dan sewa jaringan tenaga listik serta penetapan
persetujuan kelebihan tenaga listrik dari pemegang izin operasi yang

23
izinnya ditetapkan oleh Pemprov atau pemerintah kabupaten/kota.
Pengertian harga jual tenaga listrik meliputi semua biaya yang berkaitan
dengan penjualan tenaga listrik dari pembangkit tenaga listrik. Sedangkan
pengertian sewa jaringan tenaga listrik meliputi semua biaya yang
berkaitan dengan penyewaan jaringan transmisi dan/atau distribusi tenaga
listrik.

D.1 Harga Jual dan Sewa Jaringan


Dalam menetapkan persetujuan harga jual tenaga listrik dan sewa
jaringan tenaga listrik, Pemerinntah atau Pemda memperhatikan
kesepakatan di antara badan usaha. Harga jual tenaga listrik dan sewa
jaringan tenaga listrik ditetapkan berdasarkan berdasarkan prinsip usaha
15
yang sehat . Pemerintah atau Pemda sesuai kewenangannya
memberikan persetujuan atas harga jual tenaga listrik dan sewa jaringan
tenaga listrik 16 . Pemegan izin usaha penyediaan tenaga listrik dilarang
menerapkan harga jual tenaga listrik dan sewa jaringan tenaga listrik
tanpa persetujuan Pemerintah atau Pemda17.

D.2 Tarif Tenaga Listrik


Pemda sesuai dengan kewenangannya menetapkan tarif tenaga listrik
untuk konsumen dengan persetujuan DPRD berdasarkan pedoman yang
ditetapkan oleh Pemerintah18. Dalam Pemda tidak dapat menetapkan tarif
tenaga listrik, Pemerintah menetapkan tarif tenaga listrik untuk daerah
tersebut dengan persetujuan DPR.19. Tarif tenaga listrik untuk konsumen
ditetapkan dengan memperhatikan keseimbangan kepentingan nasional,
daerah, konsumen, dan pelaku usaha penyediaan tenaga listrik20.

15
UU No.30 Tahun 2009 pasal 33 ayat 1
16
UU No.30 Tahun 2009 pasal 33 ayat 2
17
UU No.30 Tahun 2009 pasal 33 ayat 3
18
UU No 30 Tahun 2009 Pasal 34 ayat 2
19
UU No 30 Tahun 2009 Pasal 34 ayat 3
20
UU No 30 Tahun 2009 Pasal 34 ayat 4

24
Khusus tarif tenaga listrik untuk konsumen dapat ditetapkan secara
berbeda di setiap daerah dalam suatu wilayah usaha21. Tarif tenaga listrik
untuk konsumen meliputi semua biaya yang berkaitan dengan pemakaian
tenaga listrik oleh konsumen, antara lain biaya beban (Rp/kVA) dan biaya
pemakaian (Rp/kWh), biaya pemakaian daya reaktif (Rp/kVArh), dan/atau
biaya kVA maksimum yang dibayar berdasarkan harga langganan
(Rp/bulan) sesuai dengan batasan daya yang dipakai atau bentuk lainnya.
Pemegang izin usaha penyediaan tenaga listrik dilarang menerapkan tarif
tenaga listrik untuk konsumen yang tidak sesuai dengan penetapan
Pemerintah atau Pemda.
Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara penetapan harga jual, sewa
jaringan dan tarif tenaga listrik diatur dengan Peraturan pemerintah (PP).

E. Penetapan SLO
Dalam UU Nomor 30 Tahun 2009 Pasal 44 ayat 4 disebutkan setiap
instalasi tenaga listrik yang beroperasi wajib memiliki Sertifikat Laik
Operasi (SLO). Sertifikat laik operasi adalah bukti pengakuan formal suatu
instalasi tenaga listrik telah berfungsi sebagaimana kesesuaian
22
persyaratan yang ditentukan dan dinyatakan siap dioperasikan . Sertifikat
laik operasi diterbitkan oleh Lembaga Inspeksi Teknis (LIT) baik yang
telah terakreditasi, ditunjuk ataupun ditetapkan oleh Pemerintah. Kegiatan
uji laik operasi yang dilakukan oleh LIT dibagi dalam 2 (dua) bagian besar
yaitu :
1. ULO pada Instalasi Penyediaan Tenaga Listrik dan Instalasi
Pemanfaatan Tegangan Tinggi dan Tegangan Menengah
2. ULO pada Instalasi Pemanfaatan Tenaga Listrik Tegangan rendah.

Untuk mendapatkan SLO, pemilik instalasi tenaga listrik mengajukan


permohonan kepada LIT dengan melengkapai persyaratan administrasi

21
UU No 30 Tahun 2009 Pasal 34 ayat 5
22
Permen ESDM Nomor 5 Tahun 2014

25
yang ditentukan. Dalam mengajukan permohonan SLO, pemilik instalasi
dapat mengajukan permohonan secara bersamaan dengan
penyambungan tenaga listrik kepada pemegang izin usaha penyediaan
tenaga listrik. LIT melakukan pemeriksaan dan pengujian sesuai dengan
mata uji instalasi yang sedang diuji. Berdasarkan hasil pemeriksaan dan
pengujian, LIT menerbitkan SLO paling lama 4 (empat) hari kerja untuk
LIT terakreditasi dan 2 (dua) hari kerja untuk LIT yang ditetapkan oleh
Pemerintah sejak dipenuhinyaa kesesuaian dengan persyaratan
pemeriksaan dan pengujian.
Mengenai mekanisme dan tata cara ULO serta SLO, secara lengkap telah
diatur dalam Peraturan Menteri ESDM Nomor 05 Tahun 2014 tentang
Tatacara Akreditasi Dan Sertifikasi Ketenagalistrikan.

F. Pengangkatan Inspektur Ketenagalistrikan


Pemerintah atau Pemda sesuai dengan kewenangannya melakukan
pembinaan dan pengawasan terhadap usaha penyediaan tenaga listrik.
Dalam melaksanakan pengawasan keteknikan di usaha ketenagalistrikan,
Pemerintah dan Pemda dibantu oleh Inspektur Ketenagalistrikan.
Inspektur ketenagalistrikan adalah pegawai negeri sipil yang diberi tugas,
tanggung jawab, wewenang dan hak untuk melakukan pelaksanaan
inspeksi ketenagalistrikan. Pelaksanaan Inspeksi Ketanagalistrikan adalah
suatu/usaha yang dilakukan oleh inspektur ketenagalistrikan dengan
metode baku yang mendapatkan data dan infromasi yang berhubungan
dnegan ilmu ketenagalistrikan, dimulai dari thap perencanaan inspeksi,
persiapan inspeksi, pelaksanaan inspeksi hingga evaluasi dan analisis
hasil inspeksi.
Inspektur Ketenagalistrikan adalah jabatan fungsional yang ditetapkan
melalui Keputusan Menteri Pendayagunaan Apartaur Negara Nomor
21/KEP/M.PAN/4/2002 tentang Jabatan Fungsional Inspektur
Ketanagalistrikan dan Angka Kreditnya. Jabatan Funsional Inspektur
Ketanagalistrikan termasuk dalam rumpun Pengawas Kualitas dan

26
Keamanan. Tugas pokok seorang inspektur ketenagalistrikan adalah
melakukan inspeksi, pengujian, penelaahan proses dan gejala berbagai
aspek ketenagalistrikan, mengembangkan metode dan teknik inspeksi,
melaporkan dan menyebarluaskan hasil inspeksi.

G. Pembinaan dan Pengawasan


Merujuk kepada UU No 30 Tahun 2009 Tentang Ketenagalistrikan pada
Bab 12 pasal 46 disebutkan bahwa Pemerintah atau Pemda sesuai
dengan kewenangannya melakukan pembinaan dan pengawasan
terhadap usaha penyediaan tenaga listrik dalam hal :23
1. Penyediaan dan pemanfaatan sumber energi untuk pembangkit tenaga
listrik
2. Pemenuhan kecukupan pasokan tenaga listrik
3. Pemenuhan persyaratan keteknikan
4. Pemenuhan aspek perlindungan lingkungan hidup
5. Pengutamaan pemanfaatan barang dan jasa dalam negeri
6. Penggunaan tenaga kerja asing
7. Pemenuhan tingkat mutu dan keandalan penyediaan tenaga listrik
8. Pemenuhan persyaratan perizinan
9. Penerapan tarif tenaga listrik dan
10. Pemenuhan mutu jasa yang diberikan oleh usaha penunjang tenaga
listrik.

Dalam melakukan pengawasan, Pemerintah dan Pemda dapat :


1. Melakukan inspeksi pengawasan di lapangan
2. Meminta laporan pelaksanaan usaha di bidang ketenagalistrikan
3. Melakukan penelitian dan evaluasi atas laporan pelaksanaan usaha di
bidang ketenagalistrikan
4. Memberikan sanksi administratif terhadap pelanggaran ketentuan
perizinan

23
UU No 30 Tahun 2009 Pasal 46 ayat 1

27
Ketentuan lebih lanjut mengenai pembinaan dan pengawasan diatur
dengan peraturan pemerintah.

H. Rangkuman
Melihat kembali pada penetapan kegiatan bidang ketenagalistrikan oleh
Pemda, maka ada beberapa kegiatan penting yang harus menjadi
perhatian Pemda, diantaranya adalah pendanaan listrik sosial,
penyusunan RUKD, Penetapan perizinan, Penetapan harga jual,sewa
jaringan dan tarif, Penetapan SLO, Penetapan dan pengangkatan
Inspektur Ketenagalistrikan serta pembinaan dan pengawasan di bidang
ketenalistrikan. Semua kegiatan tersebut telah ada peraturan turunannya
dari UU No 30 tahun 2009 tentang ketenagalistrikan. Ada yang berupa
peraturan pemerintah, peraturan menteri, peraturan daerah dan peraturan
gubernur atau bupati/walikota. Penetapan kegiatan di bidang
ketenagalistrikan setiap daerah berbeda-beda. Hal ini ditentukan oleh
kondisi setiap daerah.

I. Evaluasi
1. Berdasarkan amanat UU No. 30 Tahun 2009 Tentang
Ketenagalistrikan Pasal 4 Ayat 3, Pemerintah dan pemerintah daerah
menyediakan dana untuk :
a. Kelompok masyarakat sejahtera, pembangunan sarana penunjang
tenaga listrik di daerah yang belum berkembang, pembangunan
tenaga listrik bagi daerah terpencil dan perbatasan dan
pembangunan listrik perdesaan
b. kelompok masyarakat tidak mampu, pembangunan sarana
penyediaan tenaga listrik di daerah yang belum berkembang,
pembangunan tenaga listrik bagi daerah terpencil dan perbatasan
dan pembangunan listrik perdesaan
c. kelompok masyarakat tidak mampu, pembangunan sarana
penyediaan tenaga listrik di daerah yang berkembang,

28
pembangunan tenaga listrik bagi daerah terpencil dan perbatasan
dan perencanaan listrik perdesaan
d. kelompok desa tidak mampu, pembangunan sarana penyediaan
tenaga listrik di daerah, pembangunan tenaga listrik bagi daerah
terpencil dan perbatasan dan pembangunan listrik perdesaan

2. Tujuan rencana umum ketenagalistrikan adalah :


a. mewujudkan penyelenggaraan pemanfaat tenaga listrik yang lebih
aman, andal, dan merata
b. mewujudkan penyelenggaraan penunjang tenaga listrik yang lebih
merata, adil, dan aman
c. mewujudkan penyelenggaraan penyediaan tenaga listrik yang
lebih merata, andal, dan berkelanjutan
d. mewujudkan penggunaan tenaga listrik yang lebih merata, adil,
dan berkelanjutan

3. RUKD mencakup perencanaan di sektor ketenagalistrikan untuk


kurun waktu:
a. 9 (sembilan) tahun ke depan
b. 10 (sepuluh) tahun ke depan
c. 5 (lima) tahun ke depan
d. 20 (dua puluh) tahun ke depan

4. Penetapan izin yang menjadi kewenangan Pemda provinsi menurut


UU 30/2009 adalah :
a. Penetapan izin pembangkit tenaga listrik untuk badan usaha yang
wilayah usahanya berada di kabupaten/kota.
b. Penetapan izin usaha penunjang tenaga listrik untuk badan usaha
yang wilayah usahanya lintas kabupaten/kota
c. Penetapan izin usaha penyediaan tenaga listrik untuk badan
usaha yang wilayah usahanya lintas kabupaten/kota

29
d. Penetapan izin usaha pemanfaatan tenaga listrik untuk badan
usaha yang wilayah usahanya lintas kabupaten/kota

5. Dalam UU Nomor 30 Tahun 2009 Pasal 44 ayat 4 disebutkan bahwa:


a. setiap instalasi tenaga listrik yang beroperasi wajib memiliki
sertifikat layak operasi (SLO)
b. setiap instalasi pemanfaatan tenaga listrik yang beroperasi wajib
memiliki surat layak operasi (SLO)
c. setiap instalasi tenaga listrik yang beroperasi wajib memiliki
sertifikat laik operasi (SLO)
d. setiap pembangkit tenaga listrik yang beroperasi di kabupaten
wajib memiliki sertifikat laik operasi (SLO)

30
BAB IV
MATERI POKOK III
PENETAPAN SANKSI

Indikator Hasil Belajar :


Setelah mempelajari materi pokok ini peserta diklat/pembaca diharapkan
dapat menjelaskan sanksi administrasi dan sanksi pidana dalam kegiatan
bidang ketenagalistrikan.

A. Administrasi
Semua Kegiatan ketenagalistrikan sangat terkait dengan keselamatan.
Dari beberapa kegiatan tersebut lebih banyak kepada administrasi. Pada
pasal 48 UU Nomor 30 tahun 2009 disebutkan setiap orang yang
melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam pasal 16 ayat 3,
pasal 17 ayat 3, pasal 27 ayat 2, pasal 28, pasal 33 ayat 3, pasal 35,
pasal 37, pasal 42, atau pasal 45 ayat 3 dikenai sanksi administrasi
berupa :
1. Teguran tertulis
2. Pembekuan kegiatan sementara; dan/atau
3. Pencabutan izin usaha
Sanksi administrasi ditetapkan oleh Menteri, gubernur atau walikota/bupati
sesuai kewenangannya. Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara
pengenaan sanksi administrasi di atas diatur dengan Peraturan
Pemerintah.

B. Pidana
Sanksi hukum yang ada dalam Bidang Ketenagalistrikan seluruhnya
adalah sanksi pidana. Pidana adalah hukum yang mengatur tentang
pelanggaran dan kejahatan yang merugikan kepentingan umum. Semua

31
Kegiatan ketenagalistrikan bermuara pada Keselamatan. Dalam pasal 44
ayat 1 UU 30/2009 disebutkan “Setiap kegiatan usaha ketenagalistrikan
wajib memenuhi ketentuan keselamatan ketenagalistrikan”.
Objek dari keselamatan ketenagalistrikan adalah keselamatan kerja,
keselamatan umum, keselamatan lingkungan dan keselamatan instalasi.
Satu-satunya sektor yang mengatur tentang keselamatan umum adalah
bidang ketenagalistrikan. Mengapa demikian? Karena listrik tidak dibatasi
oleh ruang.
Pada pasal 46 ayat 3 UU/30 Tahun 2009, dalam melaksanakan
pengawasan keteknikan, Pemerintah dan pemerintah daerah dibantu oleh
inspektur ketenagalistrikan dan/atau Penyidik Pegawai Negeri Sipil. Selain
Penyidik Kepolisian Negara Republik Indonesia, Pejabat Pegawai Negeri
Sipil tertentu yang lingkup tugas dan tanggung jawabnya di bidang
ketenagalistrikan diberi wewenang khusus sebagai Penyidik sebagaimana
dimaksud dalam Undang-Undang Hukum Acara Pidana untuk melakukan
penyidikan tindak pidana di bidang ketenagalistrikan (Pasal 47 ayat 1).
Penyidik Pegawai Negeri Sipil berwenang (ayat 2):
a. Melakukan pemeriksaan atas kebenaran laporan atau keterangan
berkenaan dengan tindak pidana dalam kegiatan usaha
ketenagalistrikan;
b. Melakukan pemeriksaan terhadap setiap orang yang diduga
melakukan tindak pidana dalam kegiatan usaha ketenagalistrikan;
c. Memanggil orang untuk didengar dan diperiksa sebagai saksi atau
tersangka dalam perkara tindak pidana dalam kegiatan usaha
ketenagalistrikan;
d. Menggeledah tempat yang diduga digunakan untuk melakukan tindak
pidana dalam kegiatan usaha ketenagalistrikan;
e. Melakukan pemeriksaan sarana dan prasarana kegiatan usaha
ketenagalistrikan dan menghentikan penggunaan peralatan yang
diduga digunakan untuk melakukan tindak pidana;

32
f. Menyegel dan/atau menyita alat kegiatan usaha ketenagalistrikan
yang digunakan untuk melakukan tindak pidana sebagai alat bukti;
g. Mendatangkan tenaga ahli yang diperlukan dalam hubungannya
dengan pemeriksaan perkara tindak pidana dalam kegiatan usaha
ketenagalistrikan; dan
h. Menangkap dan menahan pelaku tindak pidana di bidang
ketenagalistrikan berdasarkan peraturan perundang-undangan.

Penyidik Pegawai Negeri Sipil memberitahukan dimulainya penyidikan


perkara pidana kepada Pejabat Kepolisian Negara Republik Indonesia
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Ketentuan peraturan perundang-undangan tindak pidana pada UU
30/2009 adalah:
1. Setiap orang yang melakukan usaha penyediaan tenaga listrik untuk
kepentingan umum tanpa izin dari pemerintah dipidana dengan
penajra paling lama 3 (tiga) tahun dan denda paling banyak Rp.
2.000.000.000,- (dua milyar rupiah)24.
2. Setiap orang yang melakukan usaha penyediaan tenaga listrik tanpa
izin operasi dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima)
tahun dan denda paling banyak Rp. 4.000.000.000,- (empat milyar
rupiah)25.
3. Setiap orang yang menjual kelebihan tenaga listrik untuk
dimanfaatkan bagi kepentingan umum tanpa persetujuan dari
Pemerintah atau Pemda dipidana dengan pidan penjara paling lama 2
(dua) tahun dan denda paling banyak Rp. 2.000.000.000,- (dua milyar
rupiah)26
4. Setiap orang yang tidak memenuhi keselamatan ketenagalistrikan
yang mengakibatkan matinya seseorang karena tenaga listrik

24
UU No 30 Tahun 2009 pasal 49 ayat 1
25
UU No 30 Tahun 2009 pasal 49 ayat 2
26
UU No 30 Tahun 2009 pasal 49 ayat 3

33
dipidana dengan penjara paling lama 10 (sepuluh tahun) dan denda
paling banyak Rp. 500.000.000,- (lima ratus juta rupiah)27.
5. Apabila perbuatan sebagaimana pada poin 4 dilakukan oleh
pemegang izin usaha penyediaan tenaga listrik atau pemegang izin
operasi dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh)
tahun dan denda paling banyak Rp. 1.000.000.000,- (satu milyar
rupiah)28
6. Pemegang izin usaha penyediaan tenaga listrik atau pemegang izin
operasi diwajibkan memberikan ganti rugi kepada korban29.
7. Setiap orang yang tidak memenuhi keselamatan ketenagalistrikan
sebagaimana dimaksud dalam pasal 44 ayat 1 sehinggan
mempengaruhi kelangsungan penyediaan tenaga listrik dipidana
dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun dan denda paling
banyak Rp. 500.000.000,- (lima ratus juta rupiah)30
8. Apabila perbuatan pada poin 7 mengakibatkan terputusnya aliran
listrik sehungga merugikan masyarakat, dipidana dengan pidana
penjara paling lama 5 (lima) tahun dan denda paling banyak Rp.
2.500.000.000,- (dua milyar lima ratus juta rupiah)31.
9. Setiap orang yang menggunakan tenaga listrik yang bukan haknya
secara melawan hukum dipidana dengan pidana penjara paling lama
7 (tujuh) tahun dan denda paling banyak Rp. 2.500.000.000,- (dua
milyar lima ratus juta rupiah)32.
10. Setiap orang yang melakukan usaha penyediaan tenaga listrik yang
tidak memenuhi kewajiban terhadap yang berhak atas tanah,
bangunan dan tanaman dipidana dengan pidana penjara paling lama
5 (lima) tahun dan denda paling banyak Rp. 3.000.000.000,- (tiga

27
UU No 30 Tahun 2009 pasal 50 ayat 1
28
UU No 30 Tahun 2009 pasal 50 ayat 2
29
UU No 30 Tahun 2009 pasal 50 ayat 3
30
UU No 30 Tahun 2009 pasal 51 ayat 1
31
UU No 30 Tahun 2009 pasal 51 ayat 2
32
UU No 30 Tahun 2009 pasal 51 ayat 3

34
milyar rupiah)33, dan selain itu dapat dikenai sanksi tambahan berupa
pencabutan izin usaha penyediaan tenaga listrik dan izin operasi.
11. Setiap orang yang melakukan kegiatan usaha jasa penunjang tenaga
listrik tanpa izin dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima)
tahun dan denda paling banyak Rp. 2.000.000.000,- (dua milyar
rupiah)34.
12. Setiap orang yang mengoperasikan instalasi tenaga listrik tanpa
sertifikat laik operasi dipidana dengan pidana penjara paling lama 5
(lima) tahun dan denda paling banyak Rp. 500.000.000,- (lima ratus
juta rupiah)35.
13. Setiap orang yang memproduksi, mengedarkan, atau
memperjualbelikan peralatan dan pemanfaat tenaga listrik yang tidak
sesuai dengan standar nasional Indonesia dipidana dengan pidana
penjara paling lama 5 (lima) tahun dan denda paling banyak Rp.
5.000.000.000,- (lima milyar rupiah)36. Bila kegiatan ini dilakukan oleh
badan usaha, pidana dikenakan terhadap badan usaha dan/atau
pengurusnya. Pidana yang dikenakan berupa denda maksimal
ditambah sepertiganya.

C. Rangkuman
Melihat sanksi yang ada dalam Undang-undang ketenagalistrikan, hampir
seluruhnya merupakan sanksi pidana. Hal ini karena kegiatan
ketenagalistrikan menyangkut keselamatan umum baik jiwa, harta dan
benda. Sanksi pidana yang ada tidak menyebutkan harus melalui
pengaduan orang atau kelompok masyarakat atau lembaga, pidana dapat
terjadi tanpa delik pengaduan.

33
UU No 30 Tahun 2009 pasal 52 ayat 1
34
UU No 30 Tahun 2009 pasal 53
35
UU No 30 Tahun 2009 pasal 54 ayat 1
36
UU No 30 Tahun 2009 pasal 54 ayat 2

35
D. Evaluasi
1. Sanksi administrasi sesuai UU 30/2009 berupa :
a. Teguran tertulis, Penghentian generator set, dan/atau Pencabutan
izin usaha
b. Teguran tertulis, Pembekuan kegiatan sementara, dan/atau
Pencabutan izin usaha
c. Teguran tertulis, Pembekuan kegiatan sementara, dan/atau
Pencabutan izin usaha
d. Teguran tertulis, Pembekuan kegiatan sementara, dan/atau
Pencabutan izin usaha

2. Sesuai UU 30/2009 sanksi administrasi ditetapkan oleh :


a. Menteri, gubernur atau walikota/bupati sesuai kewenangannya.
b. Gubernur atau walikota/bupati sesuai kewenangannya
c. Menteri sesuai kewenangannya
d. Walikota/bupati sesuai kewenangannya

3. Sesuai UU 30/2009 setiap orang yang melakukan usaha penyediaan


tenaga listrik untuk kepentingan umum tanpa izin dari pemerintah
dipidana dengan:
a. penjara paling lama 3 (tiga) tahun dan denda paling banyak Rp.
2.500.000.000,- (dua setengah milyar rupiah)
b. penjara paling lama 4 (empat) tahun dan denda paling banyak Rp.
2.000.000.000,- (dua milyar rupiah)
c. penjara paling lama 1 (satu) tahun dan denda paling banyak Rp.
2.000.000.000,- (dua milyar rupiah)
d. penjara paling lama 3 (tiga) tahun dan denda paling banyak Rp.
2.000.000.000,- (dua milyar rupiah)

36
4. Setiap orang yang mengoperasikan instalasi tenaga listrik tanpa
sertifikat laik operasi dipidana dengan pidana penjara paling lama 5
(lima) tahun dan denda paling banyak Rp. 500.000.000,- (lima ratus
juta rupiah), hal tersebut dinyatakan dalam:
a. UU No 30 Tahun 2009 pasal 50 ayat 1
b. UU No 30 Tahun 2009 pasal 54 ayat 1
c. UU No 30 Tahun 2009 pasal 51 ayat 1
d. UU No 30 Tahun 2009 pasal 54 ayat 4

5. Sesuai UU No 30 Tahun 2009 pasal 49 ayat 2 Setiap orang yang


melakukan usaha penyediaan tenaga listrik tanpa izin operasi
dipidana dengan pidana penjara:
a. paling lama 5 (lima) tahun dan denda paling banyak Rp.
4.000.000.000,- (empat milyar rupiah)
b. paling lama 4 (empat) tahun dan denda paling banyak Rp.
4.000.000.000,- (empat milyar rupiah)
c. paling lama 3 (tiga) tahun dan denda paling banyak Rp.
4.000.000.000,- (empat milyar rupiah)
d. paling lama 2 (dua) tahun dan denda paling banyak Rp.
4.000.000.000,- (empat milyar rupiah)

37
BAB V
PENUTUP

Menyusun perda, juklak dan juknis merupakan tugas Pemda sesuai


Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan
Perundang-undangan. Terkait dengan Perda bidang Ketenagalistrikan
harus mengacu kepada Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2009 tentang
Ketenagalistrikan. Penyusunan Perda biasanya membutuhkan waktu
pembahasan yang lebih lama karena melibatkan DPRD dan lebih komplek
dari segi isi materinya. Sedangkan proses penyusunan juklak dan juknis
lebih cepat, cukup dituangkan dalan peraturan Gubernur atau
Bupati/Walikota di masing-masing daerah.
Melihat sanksi yang ada dalam Undang-undang ketenagalistrikan, hampir
seluruhnya merupakan sanksi pidana. Hal ini karena kegiatan
ketenagalistrikan menyangkut keselamatan umum baik jiwa, harta dan
benda. Sanksi pidana yang ada tidak menyebutkan harus melalui
pengaduan orang atau kelompok masyarakat atau lembaga, pidana dapat
terjadi tanpa delik pengaduan.
Tantangan bagi penerapan UU Nomor 30/2009 tentang Ketenagalistrikan
ini adalah munculnya UU Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintah
Daerah, dimana diatur pada Lampiran CC nomor 5 semua kegiatan
perizinan bidang ketenagalistrikan yang menjadi kewenangan pemerintah
kabupaten/kota ditarik menjadi kewenangan Pemerintah Provinsi. Hal ini
menimbulkan keresahan pada semua Pemda Kabupaten/kota se-
Indonesia yang membidangi sektor ESDM khususnya bidang
ketenagalistrikan. Yang menjadi masalah adalah UU Nomor 23 Tahun
2014 ini belum memiliki perturan turunan yang mengatur tentang Juklak
dan Juknis nya. Sampai saat ini, sektor ESDM masih menunggu peraturan
turunan dari Undang-undang ini agar kewenangan Pemda di bidang
ketenagalistrikan bisa lebih jelas.

38
DAFTAR PUSTAKA

Undang-Undang nomor 30 tahun 2009 tentangKetenagalistrikan

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 12 Tahun 2011 tentang


Pembentukan Peraturan Perundang-undangan

Undang-Undang nomor 23 tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah

Peraturan Pemerintah nomor 14 tahun 2012 tentang Kegiatan Usaha


Penyediaan Tenaga Listrik

Peraturan Pemerintah nomor 62 tahun 2012 tentang Usaha Jasa


Penunjang Tenaga Listrik

Peraturan Menteri Energi Sumber Daya Mineral nomor 05 tahun 2010


tentang Pendelegasian Wewenang Pemberian Izin Usaha di
Bidang Energi Dan Sumber Daya Mineral Dalam Rangka
Pelaksanaan Pelayanan Terpadu Satu Pintu di Bidang
Penanaman Modal Kepada Kepala Badan Koordinasi
Penanaman Modal

Peraturan Menteri Energi Sumber Daya Mineral nomor 05 tahun 2014


tentang Tata Cara Akreditasi dan Sertifikasi Ketenagalistrikan

Peraturan Menteri Energi Sumber Daya Mineral nomor 0046 tahun 2006
tentang Perubahan Peraturan Menteri Energi Sumber Daya
Mineral nomor 0045 tahun 2005 tentang Instalasi
Ketenagalistrikan

39
LEMBAR JAWABAN EVALUASI

BAB II
1. c. UU Nomor 12 Tahun 2011
2. d. Penetapan izin usaha jasa penunjang tenaga listrik bagi badan
usaha yang mayoritas sahamnya dimiliki penanam modal dalam
negeri
3. a. Kewenangan pembentukan
4. b. Penetapan peraturan, penetapan kegiatan, penetapan sanksi
5. a. Di dalam Juklak disebutkan wewenang dan prosedur
BAB III
1. b. Kelompok masyarakat tidak mampu, pembangunan sarana
penyediaan tenaga listrik di daerah yang belum berkembang,
pembangunan tenaga listrik bagi daerah terpencil dan perbatasan
dan pembangunan listrik perdesaan
2. c. Mewujudkan penyelenggaraan penyediaan tenaga listrik yang
lebih merata, andal, dan berkelanjutan
3. d. 20 (dua puluh) tahun ke depan
4. c. Penetapan izin usaha penyediaan tenaga listrik untuk badan
usaha yang wilayah usahanya lintas kabupaten/kota
5. c. instalasi tenaga listrik yang beroperasi wajib memiliki sertifikat laik
operasi (SLO)
BAB IV
1. b. Teguran tertulis, Pembekuan kegiatan sementara, dan/atau
Pencabutan izin usaha
2. a. Menteri, gubernur atau walikota/bupati sesuai kewenangannya
3. d. Penjara paling lama 3 (tiga) tahun dan denda paling banyak Rp.
2.000.000.000,- (dua milyar rupiah)
4. b. UU No 30 Tahun 2009 pasal 54 ayat 1
5. a. Paling lama 5 (lima) tahun dan denda paling banyak Rp.
4.000.000.000,- (empat milyar rupiah)

40

Anda mungkin juga menyukai