Oleh :
A. Patar Simanjuntak, S.T
2014
i
DAFTAR ISI
ii
BAB III MATERI POKOK II ...................................................................... 18
JENIS USAHA JASA PENUNJANG TENAGA LISTRIK .......................... 18
A. Klasifikasi........................................................................................... 21
B. Kualifikasi .......................................................................................... 23
C. Perizinan............................................................................................ 24
D. Rangkuman ....................................................................................... 26
E. Evaluasi ............................................................................................. 27
iii
DAFTAR GAMBAR
iv
DAFTAR TABEL
v
DAFTAR DIAGRAM
vi
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
1
Peningkatan kebutuhan akan tenaga listrik, pada satu sisi menuntut
peningkatan usaha penyediaan tenaga listrik yang meliputi usaha
pembangkitan, usaha transmisi, dan usaha distribusi, dan di sisi lain
dalam rangka pemanfaatan tenaga listrik diperlukan instalasi
ketenagalistrikan yang aman, memenuhi persyaratan teknis, dan
memperhatikan fungsi hidup. Dalam rangka penyediaan dan pemanfaatan
tenaga listrik tersebut, diperlukan instalasi ketenagalistrikan yang handal.
Oleh karena itu, diperlukan sistem Usaha Penunjang Tenaga Listrik yang
memenuhi kualifikasi tertentu serta mampu menyediakan jasa dan atau
melakukan pekerjaan yang terjamin mutunya.
Undang–Undang Nomor 30 Tahun 2009 tentang Ketenagalistrikan,
kegiatan usaha di bidang ketenagalistrikan dapat di kelompokkan menjadi
dua kelompok besar, yaitu usaha penyedia dan usaha penunjang
ketenagalistrikan. Sedangkan usaha penunjang di bagi dalam dua
kelompok usaha yaitu:
1. Usaha jasa penunjang tenaga listrik; dan
2. Usaha industri penunjang tenaga listrik.
Usaha bidang ketenagalistrikan ini telah tertuang dalam Peraturan
Pemerintah Nomor 14 Tahun 2012 tentang Kegiatan Usaha Penyediaan
Tenaga Listrik dan Peraturan Pemerintah Nomor 62 Tahun 2012 tentang
Usaha Jasa Penunjang Tenaga Listrik. Dengan adanya peraturan
pemerintahan ini diharapkan agar di satu pihak usaha ketenagalistrikan
baik usaha penyedia, maupun usaha jasa penunjang tenaga listrik dapat
meningkatkan kualitasnya, sedangkan di lain pihak memungkinkan
pemerintah menyelenggarakan pengawasan dan pembinaan terhadap
kegiatan usaha penyedia maupun usaha jasa penunjang tenaga listrik
secara efektif sehingga dapat memberikan perlindungan kepada
masyarakat konsumen tenaga listrik.
2
B. Deskripsi Singkat
C. Manfaat Modul
D. Tujuan Pembelajaran
D.1. Hasil Belajar
Setelah membaca/mempelajari modul ini peserta diklat mampu
memahami tentang usaha – usaha yang ada di bidang ketenagalistrikan.
3
E. Materi Pokok dan Sub Materi Pokok
Materi pokok dan sub materi pokok pada modul diklat ini, akan diuraikan
menjadi:
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
B. Deskripsi Singkat
C. Manfaat Modul
D. Tujuan Pembelajaran
D.1. Hasil Belajar
D.2. Indikator Hasil Belajar
E. Materi Pokok dan Sub Materi Pokok
BAB IV PENUTUPAN
4
BAB II
MATERI POKOK I
JENIS USAHA PENYEDIA
A. Peraturan Terkait
5
Definisi dari usaha penyediaan tenaga listrik dalam Peraturan Pemerintah
Nomor 14 Tahun 2012 Tentang Kegiatan Usaha Penyediaan Tenaga
Listrik adalah pengadaan tenaga listrik meliputi pembangkitan, transmisi,
distribusi, dan penjualan tenaga listrik kepada konsumen.
Usaha penyediaan tenaga listrik terdiri dari:
1. Usaha penyediaan tenaga listrik untuk kepentingan umum; dan
2. Usaha penyediaan tenaga listrik untuk kepentingan sendiri.
Dalam Peraturan Pemerintah Nomor 14 Tahun 2012, mengatur ketentuan
mengenai usaha penyediaan tenaga listrik, yang mencakup jenis usaha,
wilayah usaha, pelaku usaha, perizinan, hak, dan kewajiban pemegang
izin usaha penyediaan tenaga listrik, ganti rugi atas penggunaan tanah
secara langsung, perhitungan kompensasi penggunaan tanah secara
tidak langsung untuk usaha penyediaan tenaga listrik, harga jual/sewa
jaringan, keselamatan ketenagalistrikan, dan pembinaan dan pengawasan
pelaksanaan usaha penyediaan tenaga listrik.
Usaha penyediaan tenaga listrik untuk kepentingan umum dilakukan
berdasarkan izin usaha penyediaan tenaga listrik dan usaha penyediaan
tenaga listrik untuk kepentingan sendiri dilakukan berdasarkan izin operasi
yang dikeluarkan oleh Menteri, Gubernur, atau Bupati/Walikota sesuai
dengan kewenangannya. Untuk usaha penyediaan tenaga listrik yang
dilakukan secara terintegrasi, usaha distribusi, atau usaha penjualan,
Menteri, Gubernur, atau Bupati/Walikota menerbitkan izin usaha
penyediaan tenaga listrik setelah adanya penetapan wilayah usaha dari
Menteri.
Tarif tenaga listrik untuk konsumen ditetapkan oleh Menteri, Gubernur,
Bupati/Walikota setelah mendapat persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat
(DPR)/Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) sesuai dengan
kewenangannya masing-masing. Penetapan tarif tenaga listrik untuk
konsumen dilakukan dengan memperhatikan kaidah usaha yang sehat
dan pemerintah/pemerintah daerah diwajibkan untuk memberi subsidi
kepada konsumen tidak mampu. Untuk mewujudkan penyediaan tenaga
6
listrik yang aman, andal, dan ramah lingkungan, Peraturan Pemerintah ini
mengatur ketentuan keselamatan ketenagalistrikan yang mewajibkan
instalasi tenaga listrik memiliki sertifikat laik operasi, peralatan, dan
pemanfaat tenaga listrik harus sesuai dengan standar nasional Indonesia
(SNI), dan tenaga teknik harus memiliki sertifikat kompetensi.
Dalam Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2009 tentang Ketenagalistrikan
menjelaskan tugas dan kewenangan dari pemerintah baik pusat maupun
daerah adalah sebagai berikut:
1. Membuat Peraturan Bidang Ketenagalistrikan Daerah;
2. Membuat Perencanaan Umum Ketenagalistrikan Daerah;
3. Pemberian Izin Usaha Bidang Ketenagalistrikan;
4. Penetapan Tarif Listrik Regional;
5. Pembinaan dan Pengawasan Badan Usaha;
6. Pengangkatan Inspektur Ketenagalistrikan dan;
7. Penetapan Sanksi Administratif.
Seluruh permasalahan bidang tenaga listrik, mulai dari perencanaan
pembangunan, perizinan, pembinaan dan pengawasan, uji laik operasi
pembangkit sampai dengan penetapan tarif listrik regional sudah
merupakan tanggung jawab pemerintah daerah setempat selama sistem
tersebut tidak termasuk di dalam grid nasional (off grid).
Pada umumnya sistem tenaga listrik yang lengkap terdiri empat bagian
utama. Keempat bagian tersebut saling mendukung antara satu dengan
lainnya. Keempat bagian tersebut adalah:
1. Sistem pembangkit tenaga listrik.
Tegangan yang dihasilkan oleh pusat pembangkit tenaga listrik
biasanya merupakan tegangan menengah (TM).
2. Sistem transmisi, beserta dengan gardu induk.
Karena jaraknya jauh dan besarnya daya yang akan ditransmisikan
biasanya perlu penggunaan tegangan tinggi (TT), atau tegangan
ekstra tinggi (TET).
7
3. Sistem distribusi, yang terdiri dari saluran distribisi primer dengan
tegangan menengah (TM) dan saluran distribusi sekunder dengan
tegangan rendah (TR).
4. Sistem pemanfaatan tenaga listrik, yang terdiri atas instalasi
pemanfaatan tenaga listrik.
Jika dilihat dari usaha penyediaan tenaga listrik, maka usaha sistem
tenaga listrik dapat dibagi dalam beberapa kategori yaitu :
1. Usaha penyediaan tenaga listrik yang melingkupi usaha
pembangkitan, transmisi, distribusi, dan penjualan;
2. Usaha penunjang tenaga listrik yang meliputi jasa penunjang dan
industri penunjang. Untuk usaha jasa penunjang antara lain adalah
konsultansi, pemasangan, pengujian, pemeliharaan, pengoperasian,
penelitian, pendidikan dan pelatihan serta usaha lainnya yang
menunjang tenaga listrik. Sedangkan untuk industri penunjang
adalah industri yang menghasilkan peralatan maupun pemanfaat
tenaga listrik.
Skema usaha di bidang tenaga listrik dapat dilihat pada diagram 2.1
berikut ini:
8
pergerakan bisnis pembangkit yang ada. Sedangkan untuk transmisi dan
distribusi sifat bisnisnya adalah monopoli (dikuasi oleh satu badan usaha
saja) dalam hal ini hak izin kekuasan usaha tenaga listrik tersebut
diserahkan kepada PT. PLN (Persero).
Dari gambar 2.1 diatas, dapat dilihat bahwa untuk bidang usaha penyedia
ketenagalistrikan adalah di daerah berwarna biru, sehingga baik PT. PLN
(Persero) maupun badan usaha lain yang bergerak atau memiliki izin
usaha penyediaan tenaga listrik bertanggung jawab didalam penyediaan
kelistrikan ke konsumen.
Didalam usaha penyediaan ketenagalistrikan, ada beberapa hal yang
perlu diperhatikan terutama didalam kebijakkan ketenagalistrikan adalah
sebagai berikut:
9
1. Setiap pembangkit, sebelum dioperasikan harus memiliki sertifikat uji
laik operasi ini sesuai dengan Undang–Undang Nomor 30 Tahun
2009 dan Peraturan Pemerintah Nomor 14 Tahun 2012;
2. Seluruh pembangkit (penyedia) ketenagalistrikan memiliki izin usaha;
3. Seluruh transmisi dan distribusi, juga harus memiliki sertifikat uji laik
operasi;
4. Untuk kegiatan usaha penjualan, tarif yang dikenakan atau
dibebankan kepada konsumen harus ditetapkan oleh pemerintah;
5. Setiap tenaga teknik yang bekerja di bidang usaha penyediaan harus
memiliki sertifikat kompetensi;
6. Kegiatan usaha Penyediaan tenaga listrik dibagi dalam dua
kelompok besar usaha yaitu :
a. Usaha penyediaan tenaga listrik untuk kepentingan umum dan;
b. Usaha penyediaan tenaga listrik untuk kepentingan sendiri.
10
Suatu badan usaha penyedia tenaga listrik (pemilik izin usaha
penyedia tenaga listrik) dalam hal melakukan kegiatan usahanya
harus melakukan beberapa kewajiban yang di atur dalam Undang –
Undang Nomor 30 Tahun 2009 yaitu :
1. Menyediakan tenaga listrik yang memenuhi standar mutu dan
keandalan yang berlaku;
2. Memberikan pelayanan yang sebaik-baiknya kepada konsumen
dan masyarakat;
3. Memenuhi ketentuan keselamatan ketenagalistrikan; dan
4. Mengutamakan produk dan potensi dalam negeri.
Sedangkan peranan Pemerintah baik pusat maupun Pemerintah
Daerah sesuai dengan kewenangannya melakukan pembinaan dan
pengawasan terhadap badan usaha penyediaan tenaga listrik dalam
hal:
1. Penyediaan dan pemanfaatan sumber energi untuk pembangkit
tenaga listrik;
2. Pemenuhan kecukupan pasokan tenaga listrik;
3. Pemenuhan persyaratan keteknikan;
4. Pemenuhan aspek perlindungan lingkungan hidup;
5. Pengutamaan pemanfaatan barang dan jasa dalam negeri;
6. Penggunaan tenaga kerja asing;
7. Pemenuhan tingkat mutu dan keandalan penyediaan tenaga
listrik;
8. Pemenuhan persyaratan perizinan;
9. Penerapan tarif tenaga listrik; dan
10. Pemenuhan mutu jasa yang diberikan oleh usaha penunjang
tenaga listrik.
Dalam melakukan pengawasan, Pemerintah,dan Pemerintah Daerah
dapat:
1. Melakukan inspeksi pengawasan di lapangan;
2. Meminta laporan pelaksanaan usaha di bidang ketenagalistrikan;
11
3. Melakukan penelitian dan evaluasi atas laporan pelaksanaan
usaha di bidang ketenagalistrikan; dan
4. Memberikan sanksi administratif terhadap pelanggaran ketentuan
perizinan.
Dalam melakukan tugas dan kewenangannya, pemerintah dapat
dibantu oleh inspektur ketenagalistrikan ataupun oleh Penyidik
Pegawai Negeri Sipil.
Bentuk badan usaha penyedia tenaga listrik dalam pelaksanaannya
saat ini sangatlah bervariasi terutama di bidang penjualan. Pada
saat ini, banyak kegiatan bentuk badan usaha penjualan mulai dari
penyewaan pembangkit maupun penjualan energi listrik kepada
penyewa ataupun pemilik kios yang ada di pusat – pusat
perbelanjaan.
Dalam peraturan memang belum jelas dirincikan bentuk badan
usaha penyediaan tenaga listrik, apakah yang termasuk badan
usaha penyedia tenaga listrik adalah badan usaha yang
menyediakan energi tenaga listrik saja atau termasuk juga suatu
badan usaha yang menyewakan pembangkit tenaga listrik misalnya
penyewaan Genset.
12
1. Penggunaan utama, apabila pembangkit tenaga listrik
dioperasikan secara terus-menerus dalam memenuhi kebutuhan
tenaga listrik untuk kepentingan sendiri;
2. Penggunaan cadangan, apabila pembangkit tenaga listrik
dioperasikan hanya sewaktu-waktu untuk menjamin kontinuitas
dan keandalan penyediaan tenaga listrik untuk kepentingan
sendiri;
3. Penggunaan darurat, apabila pembangkit tenaga listrik
dioperasikan hanya pada saat terjadi gangguan pasokan tenaga
listrik dari pemegang Izin Usaha Penyediaan Tenaga Listrik
setempat;
4. Penggunaan sementara, apabila pembangkit tenaga listrik
dioperasikan hanya untuk kegiatan yang bersifat sementara,
termasuk dalam pengertian ini pembangkit yang dapat dipindah-
pindahkan (mobile dan portable).
Dalam Peraturan Menteri ESDM Nomor 29 Tahun 2012, bahwa izin
usaha penyediaan tenaga listrik untuk kepentingan sendiri diberikan
dengan melihat kapasitas dari pembangkit tersebut, adapun jenis izin
dan kapasitas yang dimaksud adalah sebagai berikut:
1. Untuk kapasitas pembangkit diatas 200 kVA, pemilik harus
memiliki izin operasi;
2. Untuk kapasitas 25–200 kVA wajib memiliki surat keterangan
terdaftar dari pemerintah;
3. Sedangkan untuk kapasitas dibawah 25 kVA, pemilik wajib
melaporkan kepada pemerintah sesuai dengan kewenangan
dimana instalasi tersebut berada.
Dalam peraturan menteri tersebut, tata cara pelaksanaan pemberian
izin diberikan kepada pemerintah sesuai dengan kewenangannya.
13
C. Tingkat Kandungan Dalam Negeri
14
2. Besaran nilai TKDN barang dan jasa untuk PLTA Non Storage
Pump.
Gabungan
Kapasitas Barang Jasa Minimum
No Barang & Jasa
(MW) Minimum (%) (%)
(%)
1 15 64,20 86,06 70,76
2 15-50 49,84 55,54 51,60
3 50-150 48,11 51,10 49,00
4 >150 47,82 46,98 47,60
Gabungan
Kapasitas Barang Jasa Minimum
No Barang & Jasa
(MW) Minimum (%) (%)
(%)
1 10 21,00 82,30 40,45
2 10-60 15,70 74,10 33,24
3 60-100 16,00 60,10 29,21
4 >110 16,30 58,40 28,95
5. Besaran nilai TKDN barang dan jasa untuk PLTS Solar Home
System (SHS)
Gabungan
Kapasitas Barang Jasa Minimum
No Barang & Jasa
(MW) Minimum (%) (%)
(%)
1 50/unit 32,56 100 39,30
15
6. Besaran nilai TKDN gabungan barang dan jasa Jaringan Distribusi
Listrik untuk:
a. Jaringan Transmisi Tegangan Ekstra Tinggi 500 kV (per km)
minimum sebesar 57,70%;
b. Gardu Induk Tegangan Ekstra Tinggi 500 kV minimum sebesar
38,00%;
c. Jaringan Transmisi Tegangan Ekstra Tinggi 275 kV minimum
sebesar 63,00%;
d. Gardu Induk Tegangan Ekstra Tinggi 275 kV minimum sebesar
38,00%;
e. Jaringan Transmisi Tegangan Tinggi 150 kV (per km) minimum
sebesar 59,00%;
f. Gardu Induk Tegangan Tinggi 150 kV minimum sebesar 59,00%;
g. Jaringan Transmisi Tegangan 70 kV (per km) minimum sebesar
59,00%;
h. Gardu Induk Tegangan Tinggi 70 kV minimum sebesar 67,00%;
i. Jaringan Distribusi Tegangan Menengah 20 kV (per km) minimum
sebesar 71,00%;
j. Gardu Distribusi Tegangan Menengah 20 kV minimum sebesar
69,00%;
k. Jaringan Distribusi Tegangan Rendah 380/220 V (per km)
minimum sebesar 78,00%; dan
l. Gardu Distribusi Tegangan Rendah (sambungan rumah) 380/220
V (per konsumen) minimum sebesar 77,00%.
D. Rangkuman
16
c. Distribusi; dan
d. Penjualan.
2. Setiap badan usaha penyedia tenaga listrik harus memiliki izin
didalam melakukan usahanya dan harus memenuhi aturan serta
kaidah–kaidah yang tertuang di dalam Undang–Undang Nomor 30
Tahun 2009.
3. Kewajiban suatu badan usaha penyedia tenaga listrik adalah:
a. Menyediakan tenaga listrik yang memenuhi standar mutu dan
keandalan yang berlaku;
b. Memberikan pelayanan yang sebaik-baiknya kepada konsumen
dan masyarakat;
c. Memenuhi ketentuan keselamatan ketenagalistrikan; dan
d. Mengutamakan produk dan potensi dalam negeri.
4. Peranan pemerintah baik pusat maupun daerah adalah berperan
sebagai pembina dan pengawasan terhadap badan usaha penyedia
tenaga listrik.
E. Evaluasi
17
BAB III
MATERI POKOK II
JENIS USAHA JASA PENUNJANG TENAGA LISTRIK
Pada bab sebelumnya telah dibahas bahwa usaha tenaga listrik dibagi
didalam dua kelompok yaitu : usaha penyedia tenaga listrik dan usaha
penunjang tenaga listrik. Ada beberapa peraturan ataupun kebijakan yang
mendukung tentang kegiatan usaha penunjang tenaga listrik secara
umum yaitu:
1. Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2009, tentang Tenaga listrik;
2. Peraturan Pemerintah Nomor 62 Tahun 2012 tentang Usaha Jasa
Penunjang Tenaga Listrik;
3. Peraturan Menteri ESDM Nomor 048 Tahun 2006 tentang
Pemanfaatan Jaringan Tenaga listrik untuk Kepentingan Telematika;
4. Peraturan Menteri ESDM Nomor 5 Tahun 2014 tentang Tatacara
Akreditasi dan Sertifikasi Ketenagalistrikan.
Tujuan dari usaha jasa penunjang tenaga listrik ini adalah:
1. Menunjang usaha penyediaan dan pemanfaatan tenaga listrik dalam
rangka pelayanan tenaga listrik kepada masyarakat secara merata;
2. Menjamin mutu pelayanan tenaga listrik kepada masyarakat;
3. Menumbuh kembangkan badan usaha penunjang yang berkualitas;
4. Mendorong pertumbuhan ahli spesialis di bidang tenaga listrik
(tenaga teknik yang kompeten);
5. Melindungi kepentingan konsumen tenaga listrik dan pengusaha
penyediaan tenaga listrik.
18
Dalam Undang–Undang Nomor 30 Tahun 2009 tentang Ketenagalistrikan,
usaha penunjang tenaga listrik dibagi menjadi dua kelompok besar yaitu:
1. Usaha Jasa Penunjang Tenaga Listrik; dan
2. Industri Penunjang Tenaga Listrik.
Usaha jasa penunjang tenaga listrik berperan penting dalam menunjang
kegiatan usaha penyediaan tenaga listrik untuk mewujudkan penyediaan
tenaga listrik yang andal, aman, dan ramah lingkungan. Untuk
mewujudkan usaha jasa penunjang tenaga listrik yang mampu
memberikan pelayanan yang profesional, perlu dilakukan pengaturan
terhadap usaha jasa penunjang tenaga listrik. Usaha jasa penunjang
tenaga listrik antara lain : konsultansi, pembangunan dan pemasangan,
pemeriksaan dan pengujian, pengoperasian dan pemeliharaan instalasi
tenaga listrik. Usaha jasa penunjang tenaga listrik harus dilakukan oleh
badan usaha.
Kegiatan–kegiatan yang termasuk didalam jasa penunjang tenaga listrik
adalah:
1. Konsultansi dalam bidang instalasi penyediaaan tenaga listrik;
2. Pembangunan dan pemasangan instalasi penyediaan tenaga listrik;
3. Pemeriksaan dan pengujian instalasi tenaga listrik;
4. Pengoperasian instalasi tenaga listrik;
5. Pemeliharaan instalasi tenaga listrik;
6. Penelitian dan pengembangan;
7. Pendidikan dan pelatihan;
8. Laboratorium pengujian peralatan dan pemanfaat tenaga listrik;
9. Sertifikasi peralatan dan pemanfaat tenaga listrik;
10. Sertifikasi kompetensi tenaga teknik ketenagalistrikan;
11. Usaha jasa lain yang secara langsung berkaitan dengan penyediaan
tenaga listrik.
Badan usaha jasa penunjang tenaga listrik sebagaimana dimaksud diatas,
dapat dilaksanakan oleh badan usaha milik negara, badan usaha milik
daerah, badan usaha swasta, dan koperasi yang memiliki sertifikasi,
19
klasifikasi, dan kualifikasi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan. Badan usaha milik negara, badan usaha milik daerah, badan
usaha swasta, dan koperasi dalam melakukan usaha jasa penunjang
tenaga listrik wajib mengutamakan produk dan potensi dalam negeri.
Fungsi dari pemerintah terhadap usaha penunjang ini adalah mengatur,
membina dan mengawasi serta menerbitkan izin usaha dari usaha jasa
penunjang tersebut.
Sedangkan untuk usaha industri penunjang adalah sebagai berikut :
1. Usaha industri peralatan tenaga listrik; dan/atau
2. Usaha industri pemanfaat tenaga listrik.
Usaha industri penunjang tenaga listrik dilaksanakan oleh badan usaha
milik negara, badan usaha milik daerah, badan usaha swasta, dan
koperasi. Badan usaha milik negara, badan usaha milik daerah, badan
usaha swasta, dan koperasi dalam melakukan usaha industri penunjang
tenaga listrik wajib mengutamakan produk dan potensi dalam negeri.
Seluruh badan usaha penunjang tenaga listrik, dapat melakukan
kegiatannya setelah mendapatkan izin usaha penunjang tenaga listrik.
Seluruh badan usaha jasa penunjang, wajib diakreditasi badan usahanya
oleh lembaga sertifikasi badan usaha. Jika diwilayah daerah usaha
penunjang tidak memiliki lembaga sertifikasi, maka gubernur, bupati
maupun walikota berhak menunjuk lembaga yang dianggap mampu untuk
mensertifikasi badan usaha. Jika badan usaha belum ada yang
terakreditasi, maka pemimpin wilayah juga berhak menunjuk badan usaha
yang dianggap mampu untuk melakukan kegiatan badan usaja jasa
penunjang.
Dalam Peraturan Pemerintah Nomor 62 Tahun 2012 tentang Usaha Jasa
Penunjang Tenaga Listrik, badan usaha jasa penunjang dikelompokkan
berdasarkan:
1. Klasifikasi dan
2. Kualifikasi.
20
Masing–masing kelompok badan usaha tersebut akan dibahas pada sub
bab dibawah ini.
A. Klasifikasi
21
Tabel 3.2. Klasifikasi Bidang Usaha Jasa Penunjang Kegiatan Usaha
Pengoperasian dan Pemeliharaan
22
Tabel 3.4. Klasifikasi Usaha Jasa Sertifikasi Kompetensi Tenaga
Teknik Ketenagalistrikan
Klasifikasi untuk badan Usaha jasa penunjang tenaga listrik pada kegiatan
usaha Penelitaian dan Pengembangan, laboratorium pengujian peralatan
dan pemanfaat tenaga listrik dan sertifikasi peralatan dan pemanfaat
tenaga listrik diklasifikasikan sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan yang berlaku.
B. Kualifikasi
23
Kualifikasi badan usaha jasa penunjang berdasarkan pada:
1. Tingkat kemampuan usaha; dan
2. Keahlian kerja orang perseorangan.
Demikian juga dengan klasifikasi, untuk kualifikasi perencana, pelaksana,
dan pengawas bangunan sipil dan gedung untuk instalasi penyediaan
tenaga listrik harus mengikuti ketentuan peraturan perundang-undangan
dibidang jasa konstruksi.
C. Perizinan
24
Jadi jika dilihat dari persyaratan diatas, maka dapat dibuatkan suatu
diagram alir bagi suatu badan usaha dalam pengurusan perizinan, seperti
terlihat pada Diagram 3.1 sebagai berikut, yaitu :
25
D. Rangkuman
26
E. Evaluasi
27
BAB IV
PENUTUPAN
28
DAFTAR PUSTAKA
29
Weedy, Electric Power System, John Wiley and Son.
Zuhal, Dasar Teknik Tenaga Listrik dan Elektronika Daya, Jakarta 1988
30
KUNCI JAWABAN EVALUASI
Materi Pokok I
1. Jenis Usaha yang termasuk usaha penyediaan tenaga listrik adalah :
a. Pembangkitan
b. Transmisi
c. Distribusi dan
d. Penjualan
2. Kewajiban yang harus diikuti oleh suatu badan usaha didalam
melakukan kegiatan penyediaan tenaga listrik adalah:
a. Menyediakan tenaga listrik yang memenuhi standar mutu dan
keandalan yang berlaku;
b. Memberikan pelayanan yang sebaik - baiknya kepada
konsumen dan masyarakat;
c. Memenuhi ketentuan keselamatan ketenagalistrikan; dan
d. Mengutamakan produk dan potensi dalam negeri.
3. Fungsi dan peranan pemerintah terhadap badan usaha penyediaan
tenaga listrik adalah sebagai pemberi izin dan sebagai regulator
dalam bidang ketenagalistrikan serta dapat juga sebagai suatu
badan Pembina dan pengawasan terhadap badan usaha tersebut.
4. Yang dapat melakukan kegiatan usaha penyediaan tenaga listrik
adalah Badan Usaha Milik Negara, Badan usaha Milik Daerah,
Koperasi, swasta maupun Swadaya Masyarakat.
5. Dalam melakukan pengawasan, Pemerintah dan pemerintah daerah
dapat:
1. melakukan inspeksi pengawasan di lapangan;
2. meminta laporan pelaksanaan usaha di bidang
ketenagalistrikan;
3. melakukan penelitian dan evaluasi atas laporan pelaksanaan
usaha di bidang ketenagalistrikan; dan
31
4. memberikan sanksi administratif terhadap pelanggaran
ketentuan perizinan.
Materi Pokok II
1. Usaha penunjang tenaga listrik adalah usaha yang menunjang
seluruh kegiatan ketenagalistrikan baik berbentuk jasa maupun
industri.
2. Usaha jasa penunjang terbagi dalam sebelas jenis usaha yaitu :
a. konsultansi dalarn bidang instalasi penyediaaan tenaga listrik;
b. pembangunan dan pemasangan instalasi penyediaan tenaga
listrik;
c. pemeriksaan dan pengujian instalasi tenaga listrik;
d. pengoperasian instalasi tenaga listrik;
e. pemeliharaan instalasi tenaga listrik;
f. penelitian dan pengembangan;
g. pendidikan dan pelatihan;
h. laboratorium pengujian peralatan dan pemanfaat tenaga listrik;
i. sertifikasi peralatan dan pemanfaat tenaga listrik;
j. sertifikasi kompetensi tenaga teknik ketenagalistrikan; atau
k. usaha jasa lain yang secara langsung berkaitan dengan
penyediaan tenaga listrik.
3. Usaha jasa kontruksi yang merupakan bagian dari usaha jasa
penunjang bidang ketenagalistrikan adalah :
a. Jasa Perencanaan
b. Pelaksanaan konstruksi dan
c. Pengawasan
4. Yang mengakreditasi badan usaha konstruksi saat ini adalah LPJK
(Lembaga Pelaksanaan Jasa Konstruksi).
5. Yang berhak melakukan pengujian adalah badan usaha jasa
inspeksi yang terakreditasi atau yang di tunjuk oleh pemerintah dan
di anggap mampu.
32
Materi Pokok III
1. Industri Penunjang Ketenagalistrikan di bagi dalam dua kelompok
besar yaitu:
a. Industri peralatan tenaga listrik dan
b. Industri pemanfaat tenaga listrik
2. Contoh insutri peralatan adalah industry yang memproduksi Kabel,
trafo, kotak kontak, saklar, piting lampu dll.
3. Contoh industry pemanfaat adalah Pabrik Televisi, kipas angin,
Radio Tape, kompor listrik dll.
4. Yang berwenanga dalam pengawasan adalah dinas yang memiliki
tugas di bidang perdagangan dan industri.
5. Apabila seluruh peralatan telah di pasang atau terinstal di sisten
tenaga listrik, maka peralatan tersebut merupakan tanggung jawab
dari inspektur ketenagalistrikan.
33
LAMPIRAN
Lampiran I
34
Lampiran II
35
Lampiran III
36