PT. PLN(PERSERO)
Analisis Menggunakan Teori Resouces-Based View on the Firm
dari Jay Barney (1991)
Oleh
Inas Qori Aina
170110170055
UNIVERSITAS PADJADJARAN
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
PROGRAM STUDI SARJANA(S1) ADMINISTRASI PUBLIK
JATINANGOR – SUMEDANG
2019
DAFTAR ISI
DAFTAR ISI........................................................................................................................... 2
BAB I.................................................................................................................................... 3
PENDAHULUAN ................................................................................................................... 3
A. Latar Belakang ......................................................................................................... 3
A. Rumusan Masalah ................................................................................................... 6
B. Tujuan dan Manfaat ................................................................................................ 7
BAB II................................................................................................................................... 8
TINJAUAN PUSTAKA ............................................................................................................ 8
A. Pengertian Pengembangan Organisasi .................................................................... 8
B. Kegiatan Pengembangan Organisasi .................................................................... 8
C. Teori Resources-Based Review On The Firm .................................................... 8
BAB III................................................................................................................................ 15
PEMBAHASAN ................................................................................................................... 15
A. Profil Singkat PLN .................................................................................................. 15
B. Visi dan Misi PLN ................................................................................................ 16
C. Strategi PLN.................................................................................................... 16
D. Profil SDM pada PLN .................................................................................. 18
E. Pengelolaan Intangible Asset PLN sebagai Bagian dari Resources-Based
View ............................................................................................................... 18
BAB IV ............................................................................................................................... 30
KESIMPULAN DAN SARAN ................................................................................................. 30
A. Kesimpulan ............................................................................................................ 30
B. Saran .................................................................................................................. 34
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................................. 35
2
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Listrik saat ini merupakan salah satu sumber energi yang memiliki arti penting bagi
kehidupan masyarakat. Peraturan mengenai penyediaan tenaga listrik di Indonesia
saat ini diatur dalam UU Nomor 30 Tahun 2009 Tentang Ketenagalistrikan. Undang-
Undang tersebut merupakan pembaharuan atas UU No 15 Tahun 1985 Tentang
Ketenagalistrikan yang dianggap sudah tidak relevan lagi dengan perkembangan dan
perubahan dalam kehidupan masyarakat. Peraturan mengenai ketenagalistrikan
tentu harus diatur oleh pemerintah karena selain itu, tenaga listrik memiliki peranan
serta aspek penting dalam rangka pencapaian tujuan pembangunan nasional yaitu
bertujuan untuk mewujudkan masyarakat adil dan makmur yang merata materiil dan
spiritual berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945.
Penyediaan tenaga listrik di Indonesia bersifat padat modal dan teknologi.
Indonesia sebagai negara yang menjalankan asas desentralisasi pada daerahnya
maka perlu menerapkan prinsip otonomi daerah dan demokratisasi dalam
menjalankan kehidupan berbangsa dan bernegara. Salah satunya adalah melalui
peningkatan peran pemerintah daerah dan masyarakat dalam penyediaan tenaga
listrik. Masyarakat menggunakan energi listrik untuk berbagai kepentingan.
Pengguna energi listrik sangat beragam, dimulai dari perumahan khususnya
penggunaan rumah tangga, perkantoran, hingga industri-industri yang
keberadannya akan sangat bergantung pada pasokan listrik yang harus memadai
setiap saat. Saat ini, listrik menjadi kebutuhan primer bagi hampir seluruh
masyarakat di Indonesia.
3
Selain bermanfaat, tenaga listrik pun dapat berbahaya jika tidak dikelola dengan
baik. Penyediaan dan pemanfaatan tenaga listrik harus memperhatikan ketentuan
keselamatan ketenagalistrikan. Atas hal tersebut, maka saat ini penyediaan tenaga
listrik dikuasai oleh negara dan negara harus dapat menjamin ketersediaan dan
keterjangkauan listrik yang cukup, merata dan bermutu bagi seluruh masyarakat
Indonesia. Saat ini, perusahaan BUMN yang berhak untuk menyuplai serta memasok
pasokan listrik di Indonesia adalah PT. PLN(Persero).
Terbentuknya PLN tentunya melalui proses yang cukup panjang hingga singkatnya
pada 27 Oktober 1945, Presiden Soekarno membentuk Jawatan Listrik dan Gas di
bawah Departemen Pekerjaan Umum dan Tenaga dengan kapasitas pembangkit
tenaga listrik sebesar 157,5 MW. Pada tanggal 1 januari 1961, Jawatan Listrik dan Gas
diubah menjadi BPU-PLN (Bada Pemimpin Umum Perusahaan Listrik Negara) yang
bergerak di bidang listrik, gas dan kokas yang dibubarkan pada tanggal 1 Januari 1965.
Pada saat yang sama, 2 (dua) perusahaan negara yaitu Perusahaan Listrik Negara
(PLN) sebagai pengelola tenaga listrik milik negara dan Perusahaan Gas Negara (PGN)
sebagai pengelola gas diresmikan. Hingga pada tahun 1972 sesuai dengan Peraturan
Pemerintah Nomor 17, status Perusahaan Listrik Negara (PLN) ditetapkan sebagai
Perusahaan Umum Listrik Negara dan sebagai Pemegang Kuasa Usaha
Ketenagalistrikan (PKUK) dengan tugas menyediakan tenaga listrik bagi kepentingan
umum. Seiring dengan kebijakan Pemerintah yang memberikan kesempatan kepada
sektor swasta untuk bergerak dalam bisnis penyediaan listrik, maka sejak tahun 1994
status PLN beralih dari Perusahaan Umum menjadi Perusahaan Perseroan (Persero)
dan juga sebagai PKUK dalam menyediakan listrik bagi kepentingan umum hingga
saat ini. Namun dengan terbitnya UU No 30 Tahun 2009 status PLN pun berubah
bukan lagi PKUK tetapi menjadi Badan Usaha Milik Negara (BUMN) dengan tugas
menyediakan tenaga listrik bagi kepentingan umum.
4
menguraikan perubahan internal berkaitan dengan struktur organisasi, proses, dan
kebutuhan sumber daya manusia, sedangkan perubahan eksternal meliputi undang-
undang dari pemerintah, pergerakan pesaing, dan permintaan konsumen. Adanya
tekanan tersebut mendorong PLN untuk senantiasa melakukan pengembangan
organisasi. Sesuai dengan maksud dan tujuan dibentuknya PLN yaitu untuk
menyelenggarakan usaha penyediaan tenaga listrik bagi kepentingan umum dalam
jumlah dan mutu yang memadai serta memupuk keuntungan dan melaksanakan
penugasan Pemerintah di bidang ketenagalistrikan dalam rangka menunjang
pembangunan dengan menerapkan prinsip-prinsip Perseroan Terbatas. Secara
operasional, tujuan organisasi mencakup pada tujuan masyarakat (societal
objective); tujuan organisasi (organization objective); tujuan fungsi (functional
objective); dan tujuan personal (personal objective). Maka dari itu, suatu departemen
sumber daya manusia harus memiliki kemampuan untuk mengembangkan,
mempergunakan, dan memelihara sumber daya manusia supaya fungsi organisasi
dapat berjalan dengan seimbang (Sedamaryanti 2009).
Dengan visi “Diakui sebagai Perusahaan Kelas Dunia yang Bertumbuh kembang,
Unggul dan terpercaya dengan bertumpu pada Potensi Insani” maka PLN memiliki
tujuan strategis perusahaan yang akan dicapai dengan menyusun delapan strategi
utama perusahaan yang salah satu strateginya adalah meningkatkan keunggulan
organisasi dan SDM. PLN menyadari betul bahwa SDM merupakan faktor utama dan
tangible asset dalam keberlanjutan perusahaan. Sebagai organisasi yang terus
bertumbuh, PLN membutuhkan pegawai yang siap dan mampu dikembangkan
sebagai portofolio organisasi untuk menghadapi perkembangan industri
ketenagalistrikan yang semakin kompleks dan semakin kompetitif.Menurut
(Mangkunegara 2009, 7) sumber daya manusia diperusahaan perlu dikelola secara
profesional agar terwujud keseimbangan antara kebutuhan pegawai dengan
tuntutan dan kemampuan organisasi perusahaan. Keseimbangan tersebut
merupakan kunci utama perusahaan agar dapat berkembang secara produktif dan
wajar.
5
Hingga tahun 2018, tahun 2018, jumlah pegawai PLN berjumlah 54.124 orang
yang terdiri dari 45.497 pegawai holding dan 8.627 pegawai anak perusahaan. Jumlah
pegawai (holding) tersebut terdiri dari 37.335 pegawai laki-laki (82%) dan 8.272
pegawai perempuan (18%). Untuk terus mengelola SDM sesuai dengan visi PLN yang
bertumpu pada potensi insani maka PLN memiliki strategi dalam pengelolaan SDM.
Dalam strategi pengelolaan SDM di tahun 2019, PLN masih mengacu pada road map
SDM 2010-2019. Road map tersebut menjadi acuan bagi PLN untuk melakukan
review dan perencanaan pembaruan pengelolaan yang dilakukan secara berkala dan
menyesuaikan dengan perubahan pada kondisi perusahaan. Dengan lokasi
operasional yang tersebar di seluruh wilayah Indonesia maka PLN terus melakukan
penyesuaian untuk penambahan ataupun pengurangan pegawai serta terus
meningkatkan kualitas dan kompetensi pegawai yang sesuai dengan kebutuhan baik
jangka pendek, menengah ataupun jangka panjang.
Sumber daya manusia merupakan salah satu dari sekian aset berharga yang
dikelola dengan semaksimal mungkin. Beberapa sumber daya lain dalam perusahaan
jika dikelola dengan baik maka akan membuat perusahaan mampu bersaing dalam
menghadapi berbagai persoalan baik internal maupun eksternal sehingga akan
mampu meraih keuntungan kompetitif yang akan mampu mendapatkan kinerja
unngul.
A. Rumusan Masalah
Dari latar belakang di atas, maka rumusan masalah dalam makalah ini adalah:
6
1. Bagaimana manajemen strategi organisasi PT.PLN?
2. Bagaimana strategi pengelolaan Sumber Daya di PLN melalui analisis teori
Resouces Based View on the Firm?
Adapun tujuan dari penulisan makalah ini adalah untuk mengetahui bagaimana
strategi organisasi PT. PLN dan bagaimana strategi pengelolaan Sumber Daya melalui
analisis teori Resources-Based View on the Firm.
Adapun manfaat dari penulisan makalah ini adalah manfaat teoritis dan manfaat
praktis. Hasil dari makalah ini yaitu untuk menjadi landasan dalam pengembangan
organisasi, khususnya organisasi publik. Selain itu, makalah ini dapat menjadi nilai
tambah bagi pengetahuan pembaca.
7
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Teori Review-Based view of the firm (untuk selanjutnya disingkat sebagai teori
RBV) adalah teori yang mengemuka menjelang tahun 1990an dalam bidang
8
manajemen strategis. Teori RBV ini mencoba untuk menjelaskan mengapa dalam
industri yang sama ada perusahaan yang sukses sementara banyak yang tidak sukses.
Menurut Barney (1991), sukses tidaknya sebuah perusahaan akan sangat ditentukan
oleh kekuatan dan kelemahan yang ada dalam internal perusahaan, bukan
lingkungan eksternalnya, dengan asumsi
1. adanya heterogenitas sumber daya dalam perusahaan; dan
2. beberapa sumber daya yang ada dalam perusahaan bersifat sulit untuk dikopi atau
tidak elastik dalam pasokannya (Ferreira, Azevedo and Fernandez 2011, 99-100)
Heterogenitas sumber daya perusahaan memiliki arti bahwa dalam sebuah
industri tidak mungkin semua perusahaan mampu memiliki sumber daya yang persis.
Setiap perusahaan memiliki kemampuan yang berbeda-beda, termasuk kemampuan
finansial dan bagaimana masa lalu perusahaan tersebut.
Salah satu hal mendasar bagi sebuah perusahaan adalah mengenai ketersediaan
sumber daya alam yang dapat membuat perusahaan tersebut akan sulit dikopi oleh
pesaingnya. Keberadaaan sumber daya manusia misalnya, akan sangat menentukan
keberhasilan perusahaan apabila sumber daya yang ada dapat diubah sehingga dapat
menghasilkan keuntungan ekonomi(Olalla, 1999,h.84-5; Ismail et al., 2012,h.152; Ferreira
et al., 2011, h.99).
Inti dari teori RBV adalah competitive advantage, ketika perusahaan memiliki
sumber daya yang unik dan sulit ditiru oleh para pesaingnya - atau menurut Powers
& Hahn (Powers and Hahn 2004, 44) merupakan superior resources - yang kemudian
diolah melalui kapabilitas perusahaan yang baik, maka perusahaan akan mampu
meraih competitive advantage yang kemudian akan mengarah kepada kinerja unggul
( (Ferreira, Azevedo and Fernandez 2011, 99); (Fahy 2000, 94); (Foss 2011, 5) (Olalla
1999, 85); (Carmeli and Tishler 2004, 300).
Pegertian Resources
Resources (sumber daya) diartikan Wernerfelt (1984) sebagai those tangible and
9
intangible assets tied semi-permanently to the firm (Lo 2012, 151). Pengertian
resources menurut Wernerfelt (1984) di atas dapat dikategorikan menjadi dua hal,
yaitu:
1. merupakan aset, baik yang berwujud maupun tidak berwujud. Artinya resources
merupakan ’harta’ perusahaan, baik yang berwujud - seperti pabrik, kendaraan,
mesin - dan tidak berwujud - seperti merk perusahaan, reputasi perusahaan, keahlian
yang dimiliki karyawan,
2. yang terikat semi permanen kepada perusahaan. Arti terikat secara semi permanen
adalah sebagian besar resources itu secara umum dapat berpindah ke pihak lain,
terutama resources yang akan diubah wujudnya menjadi produk perusahaan.
Jenis Resources
Secara umum firm resources terdiri dari dua kategori, yaitu tangible resources
yang terdiri dari sumber daya berwujud yang umumnya masuk ke dalam pembukuan
perusahaan, seperti pabrik, tanah, kendaraan, bahan baku, dan mesin - dan
intangible resources - yang terdiri dari sumber daya yang tidak berwujud dan agak
sulit untuk dimasukan ke dalam pembukuan perusahaan, antara lain seperti keahlian
karyawan, budaya perusahaan, struktur organisasi, persepsi seluruh anggota
organisasi dan proses yang terjadi dalam organisasi (Carmeli and Tishler, 303);
(Eikelenboom 2005, 16); (Lo 2012, 151-2) (Jardon dan Martos 2012, 463).
Intangible Asset
Terdapat beberapa perbedaan pendapat para ahli mengenai jenis-jenis asset
tidak berwujud, setelah melakukan pengkajian maka dalam penulisan ini asset tidak
bewujud berupa:
1. Human capital.
2. Relational capital
3. Structural/organizational capital.
Pemilihan elemen intellectual capital ini juga didasarkan kepada rumusan Intellectual
capital = human capital + structural capital + relational capital (Ngah dan Ibrahim
2009, 5).
10
Human Capital
Human capital secara umum didefinisikan sebagai aset yang lebih mengarah kepada
keahlian, pengetahuan, talenta, kompetensi maupun pengalaman yang dimiliki oleh
karyawan maupun manajer yang diperlukan untuk melakukan aktivitas dalam pekerjaannya
(Longo & Mura, 2007, h.550; St-Pierre & Audet, 2011, h.203; de Pablos, 2004, h.636).
Dimensi human capital jika dilihat berdasarkan teori Barat cukup beragam,
misalnya menurut Aryee et al. (1994) human capital memiliki tiga dimensi (Carmeli &
Tishler, 2004, h.303), yaitu : pendidikan, pengalaman kerja dan kompetensi.
Sedangkan menurut Bontis & Fitz-enz (2002), human capital terdiri dari employee
satisfaction, employee commitment company, education, employee motivation,
value alignment, retention of key people, management leadership, process execution,
knowledge generation, knowledge sharing and knowledge integration (Bozbura,
2004, h.360-1).
Relational Capital
Relational Capital didefinisikan secara umum sebagai kapital ini merupakan
hubungan yang mampu dijalin perusahaan dengan pihak-pihak eksternal
perusahaan, seperti pelanggan, pemasok, partner, dan regulator (de Castro et al.,
2004, h.577; Bozbura, 2004, h.358; Srivihok & Intrapairote, 2004, h.5).
Beberapa aktor yang perlu dijalin hubungannya oleh perusahaan dalam kaitannya
dengan relational capital adalah (de Castro et al., 2004, h.579)
1. Pelanggan, adalah pihak eksternal perusahaan yang terlibat dalam hubungan
sehari-hari ketika mereka membeli produk perusahaan. Pelanggan adalah aktor
yang paling penting dalam menentukan sukses tidaknya perusahaan dalam
industrinya.
2. Pemasok, adalah pihak yang dapat mempengaruhi stabilitas proses produksi
perusahaan, apakah perusahaan berupa manufaktur atau jasa.
Dalam kaitannya dengan pemasok, perusahaan perlu menitikberatkan beberapa
hal, seperti :
− Struktur pasokan.
− Proses hubungan dengan pemasok.
11
− Outcome dari hubungan dengan pemasok.
− Resiko individual dari masing-masing pemasok pada saat-saat tertentu.
3. Musuh (allies). Musuh dalam hal ini menurut de Castro et al. bisa siapa saja, seperti
pesaing, pemasok, pusat penelitian. Mereka dapat memberikan nilai tambah kepada
perusahaan ketika perusahaan mampu melakukan kerja sama dengan ’musuh’ ini.
4. Pemegang saham. Pemegang saham sebagai pihak yang dapat memberikan nilai
tambah kepada perusahaan secara umum berlaku untuk perusahaan besar.
5. Pemerintah atau regulator pasar. Nilai tambah yang dapat diperoleh perusahaan
dari pemerintah atau regulator pasar dapat berbentuk kualitas, kompetensi atau
masalah pelanggan.
Structural Capital
Pemahaman structural capital secara umum dapat dinyatakan sebagai pedoman
formal dan tertulis yang berlaku bagi karyawan dalam melakukan tugasnya, sehingga
karyawan mengetahui tanggung jawab dan wewenangnya dengan baik, termasuk
berkomunikasi dengan pihak lain secara internal (Cater & Cater, 2009, h.191; St-
Pierre & Audet, 2011, h.204; Longo & Mura, 2007, h.551; Uadiale & Uwuigbe, 2011,
h.50). Benevene & Cortini (2010, h.125) menyatakan bahwa structural capital
merupakan infrastruktur pendukung bagi human capital. Dengan kata lain eksistensi
structural capital ini yang membuat human capital dalam organisasi berkembang.
Dengan adanya struktur organisasi, maka wewenang dan tanggung jawab semua
individu dalam perusahaan menjadi jelas. Cabrita & Vas (2006, h. 12) menyatakan
bahwa structural capital mencakup infrastruktur, sistem informasi, rutinitas,
prosedur dan budaya organisasi.
12
1. Valuable. Untuk mengetahui apakah resouces yang ada valuable atau tidak,
menurut Barney perlu dipertanyakan
”do a firm’s resources enable the firm to respond to environmental threats or
opportunities?”.
Jika jawabannya ya, maka resources itu valuable. Artinya resources itu mampu
mengeksploitasi peluang dan menetralkan ancaman yang ada di lingkungan
perusahaan. Resources yang valuable akan mendatangkan return yang lebih kepada
perusahaan. Tetapi resources yang valuable belum tentu mendatangkan competitive
advantage. Jika resources hanya bersifat valuable, maka menurut Barney, resources
ini hanya akan memunculkan competitive parity.
2. Rareness. Valuable resources saja menurut Barney belum memenuhi syarat
menjadikan perusahaan memenangkan persaingan. Ia harus disertai dengan sifat
lainnya, yaitu rareness. Pertanyaan penting menurut Barney (2002) yang perlu
diajukan berkenaan dengan langka tidaknya resources perusahaan adalah
”Is a resource currently controlled by only a small number of competing firms?”
Jika jawabanya ya, maka resources itu bersifat langka, artinya resources seperti
ini tidak banyak dimiliki oleh perusahaan lainnya.
Rare resources menurut Barney (2002) merupakan pertanda didapatkannya
competitive advantage temporer.
3. Inimitability. Agar perusahaan mendapatkan competitive advantage, maka
valuable dan rare resourcesnya perlu ditambah dengan sifat inimitability, yaitu
resources yang sulit untuk ditiru perusahaan lain dalam jangka panjang.
Pertanyaan penting yang berkenaan dengan sifat sumber daya ini menurut Barney
(2002) adalah
”Do firms without a resource face a cost disadvantage in obtaining or developing it?”.
Jika jawabannya adalah ya, maka resources ini sulit diimitasi pesaingnya, sehingga
perusahaan bisa mendapatkan competitive advantage.
4. Organizational Focus. Agar perusahaan mampu mendapatkan sustainable
competitive advantage melalui resourcesnya, maka pertanyaan penting yang patut
diajukan perusahaan adalah
13
”Are a firm’s other policies and procedures organized to support the exploitation of
its valuable, rare, and costly to imitate resources?”
Jika jawabannya ya, maka artinya aktivitas perusahaan - seperti rutinitas, leadership,
proses formal dan fungsi-fungsi manajemen - memungkinkan perusahaan melindungi
asetnya melalui praktek bisnisnya.
14
BAB III
PEMBAHASAN
15
memimpin Divisi Hukum Korporat, 55 Executive Vice President (EVP) memimpin
Divisi, dan 56 GM memimpin Unit Induk.
PLN memiliki visi yaitu diakui sebagai perusahaan kelas dunia yang bertumbuh
kembang, unggul dan terpercaya dengan bertumpu pada potensi insani.
Adapun misi yang dilakukan PLN untuk mencapai visi tersebut adalah:
1.Menjalankan bisnis kelistrikan dan bidang lain yang terkait, berorientasi pada
kepuasan pelanggan, anggota perusahaan, dan pemegang saham.
C. Strategi PLN
Setiap organisasi sudah tentu memiliki tujuan. PLN sebagai salah satu organisasi
publik memiki strategi dalam rangka pencapaian tujuan perusahaan. PLN memiliki 8
strategi utama yang terbagi pada empat strategi yang berkaitan dengan fungsi bisnis
inti, tiga strategi enablers dan satu strategi sebagai ultimate result dari strategi
lainnya.
8 strategi tersebut yaitu:
1. Optimalisasi kapasitas infrastruktur ketenagalistrikan
a.Meningkatkan kapasitas infrastruktur ketenagalistrikan yang optimal dan efisien
(pembangkit, transmisi, distribusi)
b. Meningkatkan efektivitas manajemen proyek terintegrasi
c. Memastikan penambahan kapasitas IPP yang optimal dan efisien
16
2. Menyempurnakan Pengelolaan Energi Primer
a. Mengamankan pasokan dan harga batubara yang optimal
b. Mengamankan pasokan dan harga gas dan BBM yang
optimal
c. Mengembangkan pembangkit energi baru terbarukan (EBT) yang efisien dan harga
yang optimal.
17
a. Mengembangkan organisasi PLN yang lean, clean, agile dan adaptive
b. Menyempurnakan perencanaan tenaga kerja dan sistem rekrutmen untuk
mendapatkan talenta terbaik yang berdasarkan base capacity dan core competency
c. Menyempurnakan program training and education dan sertifikasi kompetensi
d. Mengembangkan kemampuan kepemimpinan yang unggul
e. Optimalisasi dan pengembangan program retensi
f. Menyempurnakan sistem pengembangan Karir (Career Path)
g. Mengembangkan budaya perusahaan yang unggul
h. Mengoptimalkan implementasi knowledge management (KM)
Berdasarkan Laporan Tahunan PLN 2018,hingga tahun 2018 jumlah pegawai PLN
berjumlah 54.124 orang yang terdiri dari 45.497 pegawai holding dan 8.627 pegawai
anak perusahaan. Jumlah pegawai (holding) tersebut terdiri dari 37.335 pegawai laki-
laki (82%) dan 8.272 pegawai perempuan (18%). Jumlah karyawan pada level
organisasi PLN yang ditempatkan pada unit bisnis sebanyak 42.377 karyawan dan
pada PLN Kantor Pusat sebanyak 2.910 karyawan. Berdasarkan tingkat pendidikan,
karyawan dengan tingkat pendidikan kurang dari D3 berjumlah 21.012 karyawan,
tingkat pendidikan D3 berjumlah 9.224 karyawan, tingkat pendidikan S1 berjumlah
14.300 karyawan, tingkat pendidikan S2 berjumlah 1.153 karyawan dan tingkat
pendidikan S3 berjumlah 8 karyawan.
Sesuai dengan visi dari PLN yang pointnya menitikbertakan potensi insani sebagai
langkah untuk mencapai tujuan, PLN memiliki stategi dalam pengelolaan Human
18
Capital. Human capital dalam PLN menjadi aset penting dalam pencapaian
peningkatan kinerja perusahaan secara berkesinambungan. Dalam 20 tahun
terakhir, PLN telah mengelola inovasi pegawai secara sistematis serta mengelola
pembelajaran pegawai melalui knowledge management (KM) antara lain dengan
kegiatan knowledge sharing dan community of practice. Sebagai bentuk komitmen
manajemen pada pengetahuan, pada tahun 2018 bagi pegawai yang menjalankan
pengembangan pengetahuan dan inovasi baik pada level perusahaan, nasional
sampai internasional dapat menerima tambahan penilaian di Sistem Manajemen
Kinerja Pegawai (SIMKP) melalui PDP lain.
PLN telah berupaya membangun kompetensi SDM melalui PLN Corporate
University sebagai center of exellence yang menyediakan berbagai pendidikan dan
pelatihan bidang ketenagalistrikan kepada pegawai PLN di seluruh Indonesia. Untuk
memastikan bahwa proses pembelajaran pegawai PLN dapat ditransformasikan
menjadi kinerja unggul dan berdampak pada peningkatan kinerja korporat, PLN
CorpU telah menetapkan visi 2018 – 2022 untuk menjadi pusat pengembangan
kompetensi ketenagalistrikan setara kelas dunia dalam menyiapkan tenaga kerja
sektor ketenagalistrikan yang profesional guna mendukung penciptaan nilai
korporasi yang berkelanjutan. PLN Corporate University memiliki Unit Pendidikan dan
Pelatihan yang tersebar di berbagai kota di seluruh Indonesia, yaitu: Medan, Padang,
Palembang, Suralaya, Jakarta, Bogor, Semarang, Pandaan, Banjarbaru, dan Makassar.
19
Program Pembelajaran yang dilaksanakan untuk memberikan pembekalan kepada
seorang calon pegawai baru, yang terdiri dari:
a. Program Pembelajaran Prajabatan
Salah satu kompetensi yang harus dimiliki oleh para pegawai adalah
kepemimpinan. PLN memiliki program terkait dengan pengembangan kepemimpinan
untuk menciptakan kader pimpinan baru. Program tersebut dinamakan dengan
Program Executive Education, terdiri dari: Executive Education I untuk level
manajemen atas, Executive Education II untuk level manajemen menengah, dan
Executive Education III untuk level manajemen dasar. Pada tahun 2018 program
Executive Education I,II,III diikuti oleh 401 pegawai sesuai dengan kebutuhan jabatan
saat itu. Selain itu, ada pula program lain seperti Strategic Specialist Education,
Leadership Web Based Training dan Leadership Capability Development Program.
Adanya Program Pembelajaran Kepemimpinan merupakan program pembelajaran
untuk memenuhi kompetensi peran, termasuk juga kompetensi utama dan
kompetensi bidang yang dipersyaratkan pada setiap jenjang jabatan struktural dan
fungsional di Perseroan.
20
Untuk korporat tertentu, PLN menyelenggarakan sebuah program yang
dinamakan program Korporat yang merupakan program pembelajaran untuk
meningkatkan kinerja unit/korporat dalam jangka pendek maupun jangka panjang.
Program ini hanya ditujukan untuk unit/pegawai tertentu. PLN juga menambahkan
program pembelajaran menunjang. Program ini merupakan program pembelajaran
yang dibutuhkan oleh Perseroan, namun belum menjadi program pembelajaran
profesi dan sertifikasi maupun program pembelajaran kepemimpinan. Jenis program
ini antara lain:
a. Pendidikan formal
b. Workshop/lokakarya/seminar
c. Pengelolaan pengetahuan
Selain itu pada tahun 2018, Divisi Manajemen Risiko bersama Pusdiklat (sesuai
Program Pembelajaran berbasis LNA) mengadakan kegiatan peningkatan kapasitas
SDM Perseroan dengan menyelenggarakan pelatihan dan sertifikasi manajemen
risiko. 47 Angkatan Diklat Manajemen Risiko, meliputi:
21
Pada tahun 2018, jumlah pelanggan PLN mencapai 71,92 juta pelanggan, tumbuh
5,7% dibandingkan 68,07 juta pelanggan pada tahun 2017. Pelanggan PLN terbagi
pada beberapa segmen yaitu segmen rumah tangga, bisnis dan industri. Penambahan
pelanggan terbesar terjadi pada Segmen Rumah Tangga sebanyak 3,30 juta
pelanggan baru, meningkat 5,6% menjadi 66,07 juta pelanggan. Secara persentase,
segmen Industri mencatat pertumbuhan tertinggi sebesar 14,8% dari 76,8 ribu
pelanggan pada tahun 2017 menjadi 88,2 ribu pelanggan. Sedangkan segmen Bisnis
meningkat 4,8% dari 3,58 juta pelanggan pada tahun 2017 menjadi 3,75 juta
pelanggan.
Pada tahun 2018, volume penjualan listrik nasional mencapai 234.618 GWh, naik
5,15% atau 11.484 GWh dari 223.134 GWh pada tahun 2017. Kontribusi penjualan
terbesar berasal dari wilayah regional Jawa Bagian Tengah, yakni sebesar 32,28% dari
penjualan tenaga listrik tahun 2018. Sedangkan regional Jawa Bagian Barat
menyumbang 23,84% dan Jawa Bagian Timur, Bali & Nusa Tenggara 18,68%. Secara
total, ketiga regional Jawa menyumbang 74,80% dari keseluruhan penjualan listrik
PLN tahun 2018.
b. Pemasok
PLN memiliki beberapa pemasok lain terkait penyediaan listrik. Pemasok tersebut
berupa pemasok bahan bakar, batubara, bahan bakar minyak dan uap panas bumi.
c. Musuh(allies)
22
PLN tidak memiliki musuh. Lebih tepatnya, PLN hanya memiliki saingan usaha yang
bisa berupa Perusahaan Listrik Daerah ataupun dari IPP(Independent Power
Producer) dan juga perusahaan-perusahaan yang membentuk layanan listrik
sendiri(captive power).
d. Pemegang Saham
e. Pemerintah/Regulator Pasar
23
3. Pengelolaan Structural Capital
Sistem Informasi lainnya terkait dengan corporate, PLN memiliki Finance (Sistem
Informasi Perencanaan Pengendalian Anggaran).Sejak tahun 2017 telah
dikembangkan Aplikasi e-budgeting atau Sistem Informasi Perencanaan
Pengendalian Anggaran (SIP2A) untuk melakukan perencanaan RKAP secara
terintegrasi dan teragregasi di level korporasi baik dari unit-unit PLN maupun Anak
Perusahaan PLN. Seluruh data RKAP 2018 telah termigrasi ke dalam SIP2A.
Dalam hal audit, PLN telah mengembangkan sebuah sistem informasi yaitu Sistem
Informasi Aplikasi Audit. Sejak tahun 2015 SPI telah menggunakan aplikasi electronic
Risk Base Audit System (eRBAS) yang berfungsi sebagai kertas kerja elektronik bagi
24
auditor mulai dari tahap perencanaan sampai dengan tahap pemantauan tindak
lanjut. Aplikasi eRBAS memiliki 5 menu yaitu:
1. Menu 1 TeamRisk yang berfungsi sebagai media untuk menginput risiko dan
kontrol yang di adopsi dari profil risiko unit.
Budaya dan nilai organisasi menjadi salah satu cakupan dalam structural capital
yang tak kalah penting dengan aspek lainnya. Budaya organisasi memiliki peranan
penting dalam mengelola Human Capital Management guna mencapai visi, misi, dan
target perusahaan. Budaya organisasi pada PLN dibuat melalui Program unggul yang
terus digalakkan PLN untuk mendukung program strategis PLN untuk menjadikan
mindset, values, dan beliefs PLN menjadi standar & identitas bagi perusahaan serta
professional bagi pegawainya. Setiap tahunnya, PLN melakukan revitalisasi budaya
perusahaan agar dapat terus meningkatkan engagement pada pegawainya. Pada
tahun 2018 fokus program pada PLN terdiri dari 3 bagian utama yaitu:
Pada nilai organisasi, PLN menerapkan lima nilai utama yaitu kelas dunia, tumbuh
kembang, unggul, terpercaya dan potensi insani. Dengan tujuan:
-kelas dunia: perusahaan mampu memberikan pelayanan dengan standar kualitas
pelayanan kelas dunia, memiliki cakrawala pemikiran yang mutakhir, terdepan dalam
pemanfaatan teknologi, haus akan kesempurnaan kerja dan perilaku, serta
merupakan perusahaan idaman bagi pencari kerja. Pelayanan kelas dunia yang
dimaksud diharapkan dapat diwujudkan pada tahun 2025 dimana perusahaan
menjadi 25% terbaik dunia dengan sasaran antara 35% terbaik dunia di tahun 2022.
-tumbuh kembang: Perusahaan mampu mengantisipasi berbagai peluang dan
tantangan usaha, serta konsisten dalam pengembangan standar kerja.
-unggul: Perusahaan menjadi yang terbaik, terkemuka dan mutakhir dalam bisnis
kelistrikan, fokus dalam usaha mengoptimalkan potensi insani, serta mampu
meningkatkan kualitas input, proses, dan output produk dan jasa pelayanan secara
berkesinambungan.
-terpercaya: Perusahaan mampu memegang teguh etika bisnis, konsisten memenuhi
standar layanan yang dijanjikan, serta menjadi perusahaan favorit para pihak yang
berkepentingan.
-potensi insani: Perusahaan mampu mengembangkan insan yang kompeten,
profesional dan berpengalaman, serta memenuhi standar etika dan kualitas.
26
Analisis Karakteristrik Resources Firm PLN
1. Resources pada PLN cukup valuable. Hal tersebut dapat dilihat dari
pencapaian PLN pada tahun 2018 dari upaya PLN bersama Pemerintah untuk
mencapai rasio elektrifikasi nasional 100% pada tahun 2020 terus menunjukkan hasil
yang cukup memuaskan. Di tahun 2018, rasio elektrifikasi telah mencapai 98,3%,
melampaui target sebesar 97,5%. Nilai Indeks Kepuasan Pelanggan (IKP) terus
meningkat dari tahun ke tahun. Pada tahun 2018, IKP mencapai 89,16%, meningkat
dari 88,52% pada tahun 2017Pencapaian tersebut ditopang oleh rasio elektrifikasi
pelanggan PLN yang berhasil mencapai 97,05%, non-PLN 2,48%, dan program pra-
elektrifikasi lampu tenaga surya hemat energi (LTSHE) 0,37%. Pencapaian ini
merupakan buah dari keberhasilan PLN menjaga konsistensi penyelesaian
proyekproyek pembangkit, gardu induk, serta jaringan transmisi jaringan distribusi ke
wilayah-wilayah yang sebelumnya belum terjangkau listrik. PLN masih berupaya
berupaya memperkuat manajemen proyek dan supervisi konstruksi, meningkatkan
akurasi feasibility study, melakukan kolaborasi antara Unit Induk Pembangunan (UIP)
dengan Unit Operasi untuk pengurusan izin dan pengadaan lahan, hingga melakukan
rerouting jalur transmisi dengan menggunakan analisis yang akurat demi mencapai
penyelesaian proyek tepat waktu. Pada tahun 2018, untuk kedua kalinya PLN
mengikuti kegiatan Corporate Governance Performance Index (CGPI) yang
diselenggarakan oleh Indonesian Institute of Corporate Governance (IICG) bekerja
sama dengan majalah SWA untuk menilai implementasi GCG di PT PLN (Persero)
sepanjang tahun 2017. Tema CGPI tahun ini adalah “Transformasi Model Bisnis dalam
Kerangka Good Corporate Governance”. Pada tahun 2018 PLN mendapat predikat
sebagai perusahaan yang Terpercaya (Trusted) dengan skor 84,52, lebih baik dari
tahun sebelumnya yaitu 84,35. Selain itu di tahun 2018 PLN juga mampu menaikkan
skor Assessment GCG dari 87,40 di tahun 2017 menjadi 87,956 di tahun 2018, sama-
sama pada kategori Sangat Baik.
27
2. Resources pada PLN cukup rareness. PLN ikut memberikan kontribusi
bermakna bagi perbaikan iklim investasi Indonesia melalui upaya yang konsisten
memperbaiki indeks kemudahan mendapatkan listrik (getting electricity). Menurut
survei peringkat kemudahan berbisnis (Ease of Doing Business/EoDB) dari World
Bank, peringkat getting electricity Indonesia terus meningkat dari peringkat 78 pada
survei tahun 2014 (untuk tahun 2015) menjadi 33 pada survei tahun 2018 (untuk
tahun 2019). Kontribusi getting electricity membuat peringkat Indonesia dalam
survey EoDB pada tahun 2018 menempati peringkat 73 dari 190 negara. PLN
memberikan kontribusi terhadap peningkatan Indeks Getting Electricity EoDB adalah
dalam bentuk inovasi dan kualitas pelayanan pada proses penyambungan seperti
kemudahan mendapatkan Sertifikasi Laik Operasi (SLO), percepatan waktu
pengajuan aplikasi penyambungan listrik, percepatan waktu pekerjaan
penyambungan, dan transparansi harga penyambungan listrik PLN yang semakin
membaik.
29
BAB IV
A. Kesimpulan
30
secara berkelanjutan, hal tersebut dapat dilihat melalui pengembangan produk, jasa,
proses, dan pasar baru yang telah dilakukan oleh PLN.
Dengan jumlah pegawai PLN mencapai 54.124 orang yang terdiri dari 45.497
pegawai holding dan 8.627 pegawai anak perusahaan. Jumlah pegawai (holding)
tersebut terdiri dari 37.335 pegawai laki-laki (82%) dan 8.272 pegawai perempuan
(18%). Perusahaan menerapkan prinsip kesetaraan gender sebagai bagian dari
kebijakan non-diskriminasi. Komposisi pegawai laki-laki yang lebih banyak daripada
pegawai perempuan semata-mata karena mayoritas bidang pekerjaan di Perusahaan
berlangsung di lapangan yang membuat kebutuhan pegawai laki-laki menjadi lebih
dominan.
Pemberdayaan PLN Corporate University (PLN CorpU) sebagai center of
excellence. PLN CorpU diproyeksikan untuk menjadi pusat pengembangan
kompetensi ketenagalistrikan setara kelas dunia dalam menyiapkan tenaga kerja
sektor ketenagalistrikan yang professional guna mendukung penciptaan nilai
korporasi yang berkesinambungan. Berbagai program yang dilakukan oleh PLN CorpU
mampu menghasilkan pegawai yang berkualitas dan professional sehingga dapat
meningkatkan kinerja unggul perusahaan. Program terkait kompetensi seperti
kepemimpinan dan pelatihan akan sangat mendukung keberlangsungan pencapaian
tujuan perusahaan.
Relational capital memberi kontribusi besar pula pada pencapaian tujuan PLN.
Dimensi relational capital tersebut terdiri dari pelanggan, pemasok, pemegang
saham, musuh dan pemerintah. Masing-masing dimensi tersebut memiliki peran
tersendiri dalam pencapaian tujuan PLN. Pada pelanggan, PLN akan sangat
bergantung pada keberadaannya karena pelanggan lah yang menjadi pengguna
utama barang dan layanan yang disediakan oleh PLN. Apalagi, PLN merupakan satu-
satunya perusahaan yang dapat memonopoli ketersediaan listrik di Indonesia. Peran
pemasok yaitu menjadi penyedia berbagai kebutuhan PLN terkait proses produksi
dan distribusi layanan. PLN tidak dapat bekerja sendiri dan akan selalu membutuhkan
bantuan dari pemasok. Karena itu pula, PLN tidak memiliki saingan dalam monopoli
31
listrik karena merupakan satu-satunya perusahaan yang dapat melakukan hal
tersebut.
Peran pemerintah sebagai regulator bagi PLN akan sangat menentukan pada
bagaimana langkah PLN dalam menyediakan layanan listrik yang dapat diakses bagi
seluruh masyarakat. PLN menyediakan tenaga listrik kepada seluruh lapisan
masyarakat, yang terbagi atas golongan tarif sebagai berikut: sosial, rumah tangga,
bisnis, industri, pemerintah, traksi, curah dan layanan khusus. Maka dari itu,
penentuan tarif oleh PLN harus bergantung pada regulasi yang digulirkan oleh
pemerintah. PLN harus senantiasa mendukung program yang diberlakukan oleh
pemerintah.
Dengan status perusahaan 100% milik pemerintah membuat saham PLN 100%
dimiliki oleh pemerintah. Hanya saja untuk obligasi dan surat utang, PLN masih
memiliki kewajiban membayar kepada pihak lain. Kepemilikan saham oleh
pemerintah merupakan langkah yang cukup bagus agar tidak ada intervensi dari
pihak yang lain yang mungkin saja dapat menimbulkan permasalahan dalam
pengelolaannya.
33
B. Saran
Berdasarkan pencapaian yang telah dicapai oleh PLN di tahun 2018, maka PLN
harus dapat mempertahankan pencapaian tersebut. Pengelolaan sumber daya baik
tangible maupun intangible harus dapat dilakukan sebaik mungkin agar PLN dapat
terus meningkatkan mutu dan kinerja perusahaan sehingga akan dapat memberikan
layanan khusunya ketenagalistrikan dengan prima dan optimal.
34
DAFTAR PUSTAKA
Carmeli, Abraham, dan Ashler Tishler. 2004. “Resources, Capabilities, and the Performance
of Industrial Firms: A Multivariate Analysis.” Managerial and Decision Economics,
25 (6-7) 299-315.
Cummings, T.G., dan C.G., Worley. 2005. Organization and Development and Change”, 8th
edition. New York, South Western: Thmoson Corp.
Eikelenboom, B.L. 2005. Organizational capabilities and bottom line performance. Delft:
Eburon.
Fahy, John. 2000. “The Resource-based view of the Firm : some stumbling-blocks on the
road to understanding sustainable competitive advantage.” Journal of European
Industrial Training 94-104.
Ferreira, J.J., G.S. Azevedo, dan R Fernandez. 2011. “Contribution of Resource-Based View
and Entrepreunerial Orientation on A Small Firm Growth.” Cuadernos de Gestin 96-
116.
Foundation, The Asia. 2011. “Enhancing Knowledge on the Knowledge Sector: Report to
AusAID.”
Hasibuan, Sayuti. 2008. Manajemen Sumber Daya Manusia: Pendekatan Non Sekuler.
Muhammadiyah University Press.
Jardon, Carlos M., dan Maria Susana Martos. 2012. “Intellectual capital as competitive
advantage in emerging clusters in Latin America.” Journal of Intellectual Capital Vol.
13 Iss: 4 462-481.
35
Nawawi, Hadari. 2003. Manajemen Sumber Daya Manusia Untuk Bisnis Yang Kompetitif.
Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.
Ngah, Rohana, dan Abdul Razak Ibrahim. 2009. “The Relationship of Intellectual Capital,
Innovation and Organizational Performance: a Preliminary Study in Malaysian
SMEs.” International Journal of Management Innovation Systems Vol. 1, No. 1:E1 1-
13.
Olalla, Marta Fossas. 1999. “The Resource-Based Theory and Human Resources.” IAER, VOL.
5, NO. 1 84-92.
Powers, Thomas L., dan William Hahn. 2004. “Critical competitive methods, generic
strategies and firm performance.” The International Journal of Bank Marketing 43-
44.
Sedamaryanti. 2009. Sumber Daya Manusia dan Produktivitas Kerja. Bandung: CV.
MandarMaju.
Siagian, Sondang P. 1997. Manajemen Sumber Daya Manusia. Jakarta: Bumi Aksara.
Tjutju, Yuniarsih, dan Suwatno. 2009. Manajemen Sumber Daya Manusia Teori, Aplikasi dan
Isu Penelitian. Bandung: CV. Alfabeta.
Tunggal, Amin Widjaya. 1995. Activity Based Costing: Untuk Manufacturing dan Pemasaran.
Jakarta: Harvarindo.
36