Anda di halaman 1dari 2

PENDAHULUAN

Corona Virus Disease 2019 (Covid-19) telah ditetapkan sebagai pandemi oleh World Health
Organization (WHO). Penyebaran virus Covid-19 tiap harinya makin berkembang. Tercatat hingga
tanggal 2 Mei 2021, Jumlah kasus teridentifikasi Covid-19 di dunia sebanyak 152.785.811 kasus dan
Amerika Serikat memegang kasus tertinggi Covid-19 di dunia sebanyak 33.145.766. Indonesia
merupakan salah satu negara dengan jumlah kasus penderita virus Covid-19 terbanyak. Terhitung
hingga bulan April 2021, Indonesia menduduki peringkat ke 19 dengan kasus Covid-19 tertinggi di
dunia. Jumlah kasus Covid-19 di Indonesia per tanggal 2 Mei 2021 terkonfirmasi sebanyak 1.672.880
kasus. Penyebaran Covid-19 di Indonesia tidak hanya terjadi di ibu kota saja, akan tetapi sudah
menyebar ke seluruh provinsi sejak satu bulan setelah diumumkannya kasus Covid-19.

Untuk menekan angka kasus Covid-19, perlu adanya intervensi. Intervensi dilakukan tidak hanya
menerapkan protokol kesehatan, tetapi juga perlu adanya intervensi lain yang lebih efektif untuk
memutus rantai tertularnya virus Covid-19 di masyarakat. Salah satu upaya untuk memutus rantai
penularan virus Covid-19 yaitu dengan adanya vaksinasi. Menurut WHO, sekitar 2-3 juta kematian
dapat dicegah dengan vaksinasi massal dan imunisasi, yang mungkin menghilangkan COVID-19
dengan mengubahnya menjadi penyakit yang dapat dicegah dengan vaksin (WH Organisasi, 2021).

Vaksin adalah produk biologis yang terbuat dari kuman yang telah dilemahkan atau dimatikan
sehingga bekerja menghasilkan kekebalan aktif terhadap penyakit tertentu (Pasquale AD et all, 2016)
dan menjadi salah satu cara yang dapat digunakan untuk mencegah dan mengendalikan wabah
penyakit (Truong VA Truong, 2012).

Produksi vaksin yang tidak sesuai dapat menyebabkan penyimpangan terhadap kualitas vaksin.
Penyimpangan tersebut dapat mengakibatkan kerusakan vaksin 2 sehingga menurunkan atau
bahkan menghilangkan potensi. Faktor resiko yang menyebabkan penyimpangan pada vaksin yaitu
tidak mengikuti prosedur pedoman pengelolaan vaksin yang benar, pengetahuan petugas yang
kurang, fungsi lemari es yang tidak khusus menyimpan vaksin, tidak tersedia thermometer pengukur
suhu, dan cara membawa vaksin yang tidak tepat. Penyimpangan biasanya terjadi saat proses
pengiriman (Kemenkes RI, 2017).

Kontrol kualitas terhadap vaksin dari potensi kerusakan perlu dilakukan. Vaksih harus dijaga
kualitasnya dimulai dari proses pembuatan di pabrik sampai dengan diberirkan ke sasaran.
Beberrapa faktoor yang perlu diperhatikan dalam pengelolaan raantai dingin vaksin imunisasi yaitu
fasilitas atau peralatan, kondisi penyimpinan dan distribusi serto sumber daya/petugas.
Penyimpanan dan distribusi vaksin yang tidak tepat dapat menurunkan kualitas vaksin yang
mengakibatkan risiko anak yang diimunisasi tertular penyakit lebih besar.

Vaksin harus disimpan dengan benar. Menurut pedoman standar manajemen rantai dingin oleh
petugas imunisasi, jarak yang disarankan antara vaksin yang disimpan di lemari es setidaknya 1-2 cm
atau satu jari. Pemantauan suhu vaksin sangat penting dilakukan untuk menentukan dengan cepat
apakah vaksin tersebut masih layak digunakan. Temperatur suhu vaksin harus dijaga kestabilannya,
karena penyimpanan vaksin berbeda dengan penyimpanan obat lain, yaitu harus disimpan pada
suhu 2°C hingga 8°C supaya vaksin tetap dalam kondisi baik. Temperatur yang tidak sesuai bisa
dipastikan dapat merusak kondisi vaksin dan vaksin tidak dapat digunakan lagi(Kemenkes RI, 2017).

Pemantauan suhu penyimpanan Vaksin sangat penting dalam menetapkan secara cepat apakah
Vaksin masih layak digunakan atau tidak, dengan cara selalu memperhatikan vaccine vial monitor
(VVM) yang ada pada setiap masing-masing Vaksin untuk mengetahui apakah Vaksin masih layak
untuk digunakan. Studi oleh Program Appropiate Technology in Health (PATH) dan Departemen
Kesehatan RI tahun 2001- 2003 menyatakan bahwa 75% Vaksin di Indonesia telah terpapar suhu
beku selama distribusi.

Vaksin Covid-19 membutuhkan sistem distribusi dan penyimpanan yang baik untuk memelihara
mutu vaksin yaitu dengan sistem vaccine cold chain atau rantai dingin vaksin yang berpedoman pada
CDOB (Cara Distribusi Obat yang Baik). Pengawasan distribusi vaksin Covid-19 dijaga ketat oleh
Badan POM yang antara lain pengawasan saluran distribusi dari gudang PT. Bio Farma serta
kesesuaian rantai distribusi menggunakan vaccine cold chain yang berpedoman pada CDOB.

Pengiriman vaksin ke daerah-daerah terpencil atau daerah yang sulit dijangkau menyebabkan vaksin
akan terlambat sampai ditempat, yang dapat mengakibatkan kerusakan vaksin sebelum digunakan,
distribusi vaksin juga penting untuk menjaga kualitas vaksin. Suhu sistem rantai dingin harus disetel
ke suhu yang sesuai dengan suhu vaksin. Dari produksi vaksin hingga institusi yang menggunakan
vaksin, sistem rantai dingin harus dirancang dengan hati-hati. Selama pengangkutan, vaksin perlu
disimpan dalam kisaran suhu yang ditentukan. Untuk menjaga kualitas vaksin diperlukan peralatan
sistem rantai dingin yang memadai. Untuk mengevaluasi pendistribusian vaksin dari kabupaten ke
instansi kesehatan, pendistribusian vaksin dan prosedur pelaporan di tingkat kabupaten ditinjau
dengan membandingkan kegiatan yang dilakukan dengan jumlah vaksin yang sebenarnya diterima
oleh instansi kesehatan.

Pengelolaan vaksin perlu diperhatikan mulai dari penyimpanan hingga pendistribusian. Salah satu
pengelolaan vaksin yang perlu diperhatikan adalah pengelolaan vaksin yang ada di
puskesmas/rumah sakit.

RUMUSAN MASALAH

1. Bagaimana sistem penyimpanan dan pendistribusian vaksin di Puskesmas/Rumah Sakit?


2. Bagaimana pengaruh sistem cold chain terhadap distribusi vaksin Covid-19 pada
puskesmas/Rumah Sakit?

TUJUAN

1. Untuk mengetahui sistem penyimpanan dan pendistribusian vaksin di puskesmas/Rumah


Sakit
2. Untuk mengetahui pengaruh system cold Chain terhadap ditribusi vaksin Covid-19 pada
Puskesmas/Rumah Sakit

Anda mungkin juga menyukai