Anda di halaman 1dari 13

REFLEKSI KASUS

SIKLUS XII : PRAKTIK MANAJEMEN DAN KEPEMIMPINAN


PELAYANAN KEBIDANAN

PELAPORAN MANAJEMEN RANTAI DINGIN (COLD CHAIN) PADA


PEMELIHARAAN VAKSIN DI RUMAH SAKIT PENDIDIKAN
UNIVERSITAS ANDALAS
SELASA, 05 SEPTEMBER 2023

Disusun Oleh :

Fatimah Azzahra
2240322004

Preseptor Akademik:
Dina Taufia, S.Tr.Keb

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN PROFESI BIDAN DEPARTEMEN


KEBIDANAN FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS ANDALAS
2023
LEMBAR PENGESAHAN

REFLEKSI KASUS
SIKLUS XII : PRAKTIK MANAJEMEN DAN KEPEMIMPINAN
PELAYANAN KEBIDANAN

PELAPORAN MANAJEMEN RANTAI DINGIN (COLD CHAIN) PADA


PEMELIHARAAN VAKSIN DI RUMAH SAKIT PENDIDIKAN
UNIVERSITAS ANDALAS
SELASA, 05 SEPTEMBER 2023

Padang, 5 September 2023

Telah Disetujui Dan Disahkan


Oleh :

Pembimbing Akademik Preseptor Akademik

Hindun Mila Hudzaifah., M.Tr.Keb Dina Taufia, S.Tr.Keb., M.Keb


NIP. 199409282020122012 NIP. 197310021993022002
A. DESKRIPSI
Siklus XII merupakan siklus yang berkaitan dengan praktik manajemen
dan kepemimpinan pelayanan kebidanan. Pada siklus ini saya di tempatkan
di RS UNAND. Pada siklus XII ini terdapat salah satu kompetensi terkait
pelaporan manajemen rantai dingin (Cold Chain) pada pemeliharaan
vaksin.
Vaksin merupakan produk biologi yang berisi antigen berupa
mikroorganisme yang sudah mati atau masih hidup yang dilehmahkan,
masih utuh atau bagiannya atau berupa toksin mikroorganisme yang telah
diolah menjadi toksoid atau protein rekombinan, yang ditambahkan dengan
zat lainnya, yang bila diberikan kepada seseorang akan menimbulkan
kekebalan spesifik secara aktif terhadap penyakit tertentu (Kemenkes RI,
2021). Vaksin sangat rentan terhadap kerusakan sehingga diperlukan
penanganan khusus untuk menjaga mutu vaksin. Kualitas vaksin tidak
hanya ditentukan melalui uji potensi (test laboratorium) namun bergantung
pada pengelolaannya (Septa, 2022).
Rantai dingin adalah rantai pasokan dengan suhu yang terkontrol
mencakup semua peralatan dan prosedur terkait vaksin. Rantai dingin
dimulai dengan unit penyimpanan dingin di pabrik, transportasi, pengiriman
vaksin, penyimpanan yang benar di fasilitas penyedia, dan berakhir dengan
pemberian vaksin kepada pasien (CDC, 2019). Masalah pengelolaan rantai
dingin vaksin termasuk masalah global, masalah ini melanda negara
berkembang dan negara maju di dunia. Pengelolaan rantai dingin vaksin
yang tidak baik seperti pada saat transportasi dan penyimpanan. Antara
negara berkembang dan negara maju angka kejadiannya tidak teralalu jauh
berbeda yaitu sebesar 35,3% pada saat transportasi di negara berkembang
dan sebesar 16,7% di negara maju, sedangkan pada saat penyimpanan yaitu
sebesar 21,9% di negara berkembang dan sebesar 13,5% di negara maju
(Matthias et al., 2017).
Pada hari selasa, tanggal 05 September 2023 pukul 11.00 WIB saya
diberi kesempatan untuk melakukan wawancara dengan Kak Suci selaku
kepala ruangan gudang farmasi RS UNAND. Selanjunya saya mengajukan
beberapa pertanyaan mengenai bagaimana manajemen rantai dingin (Cold
Chain) pada pemeliharaan vaksin.

B. FEELINGS

Kak Suci selaku kepala ruangan gudang farmasi RS UNAND


memberikan kesempatan untuk melakukan wawancara terkait manajemen
rantai dingin (Cold Chain) pada pemeliharaan vaksin. Saya merasa senang
mendapatkan kesempatan ini, karena banyak hal yang ingin saya tanyakan
terkait manajemen rantai dingin (Cold Chain) pada pemeliharaan vaksin di
RS UNAND. Kak Suci banyak sekali memberikan informasi sesuai
dengan apa yang ditanyakan sehinga terjawab sudah apa yang saya ingin
ketahui, dan juga memberikan kesempatan untuk melihat peralatan untuk
menjaga manajemen rantai dingin (Cold Chain) di RS UNAND.

C. EVALUATION
Berdasarkan hasil wawancara dengan Kak Suci selaku kepala ruangan
gudang farmasi RS UNAND didapatkan bahwa manajemen pengelolaan
rantai dingin berjalan sesuai dengan standar operasional prosedur (SOP)
pedoman pengelolaan vaksin di fasilitas pelayanan kesehatan oleh
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia.
Rumah Sakit Universitas Andalas memiliki lemari es di depofarmasi
tiap unit ruangan seperti ranap, poli, dan IGD sebagai tempat penyimpanan
vaksin, lemari es buka atas terdapat di apotek ranap dan poli dan lemari es
buka depan terletak di gudang farmasi. Suhu lemari es tempat menyimpan
seluruh vaksin adalah 2˚C s/d 8˚C, suhu vaksin diperiksa 2 kali dalam
sehari yaitu pagi dan sore hari lalu dicatat pada grafik pencatatan suhu
lemari es. Pendistribusian vaksin dan obat dari gudang farmasi ke masing-
masing depo farmasi dilakukan 2x dalam semingggu yaitu pada hari senin
dan kamis. Pada lemari es yang berada di gudang farmasi telah terpasang
alarm khusus, apabila suhu tidak normal atau sesuai maka alarm tersebut
akan berbunyi.
Rumah Sakit Universitas Andalas memiliki 1 termometer untuk
memantau suhu lemari es. Sesuai dengan petunjuk pedoman pengelolaan
cold chain petugas imunisasi bahwa kamar dingin, lemari es, cool box,
vaccine carrier harus dilengkapi dengan termometer untuk mengontrol
suhu saat membawa vaksin dari pusat ke provinsi, dari provinsi ke kota dan
dari kota ke puskesmas hingga vaksin dibawa ke posyandu, semua rantai
dingin ini suhunya harus dikontrol dengan termometer untuk menjamin
kualitas vaksin, lemari es dibersihkan setiap hari agar tidak ada embun
yang dapat berubah menjadi es atau membeku agar vaksin yang bersifat
anti beku tidak rusak.
Vaksin di RS UNAND dibagi atas dua, yang dibeli dan vaksin
program. Vaksin yang dibeli yaitu meningitis, HB0 dewasa dan
meningitis. Vaksin program yaitu vaksin imunisasi dasar pada bayi seperti
HB0 anak. Vaksin di RS UNAND didapat dari Dinas Kesehatan Kota
Padang dan puskesmas. Rumah Sakit membuat surat permintaan dan
pelaporan pemakaian yang langsung dilaporkan sesuai tempat permintaan.
Vaksin program memiliki penanggungjawab bidan di ruang rawat inap
kebidanan (meranti).
Di RS UNAND juga terdapat alat mempertahankan suhu yaitu berupa
kotak dingin beku (cold pack) adalah wadah plastik berbentuk segi empat
yang diisi dengan air yang dibekukan dalam freezer dengan suhu -15°C
sampai dengan -25°C selama minimal 24 jam dan kotak dingin cair (cool
pack) adalah wadah plastik berbentuk segi empat yang diisi dengan air
kemudian didinginkan dalam lemari es dengan suhu 2°C sampai dengan
8°C selama minimal 24 jam.
Hal lain yang perlu diperhatikan dalam manajemen rantai dingin salah
satunya pada penempatan lemari es yang jarak minimalnya 10-15 cm dari
belakang dan antar lemari es satu dengan lainnya minimal 15 cm dan tidak
terkena cahaya matahari. Penempatan letak vaksin juga harus di perhatikan
seperti pemisahan jenis vaksin heat sensitive (OPV, BCG, Campak, MR)
dan jenis vaksin freeze sensitive (TT, DT, Hep.B, DPT-HB, DPT- HB-HiB,
IPV). Kemudian ada vaksin khusus yang harus di simpan di freezer yaitu
vaksin polio.

D. ANALYSIS
Dalam siklus ini, saya ditempatkan di RS Unand untuk mengetahui
bagaimana system manajemen dan kepemimpinan di rumah sakit ini. Saya
berkesempatan untuk melakukan wawancara dengan kepala ruangan (karu)
bagian farmasi. Dalam pelaksanaannya, bagian farmasi terutama vaksin
sudah sesuai dengan standar operasional prosedur (SOP). Hal ini berlaku
mulai dari vaksin tersebut diambil dari

Vaksin merupakan produk biologi yang berisi antigen berupa


mikroorganisme yang sudah mati atau masih hidup yang dilehmahkan,
masih utuh atau bagiannya atau berupa toksin mikroorganisme yang telah
diolah menjadi toksoid atau protein rekombinan, yang ditambahkan dengan
zat lainnya, yang bila diberikan kepada seseorang akan menimbulkan
kekebalan spesifik secara aktif terhadap penyakit tertentu (Kemenkes RI,
2021).

Golongan yang Berdasarkan Asal Antigen

Sesuai dengan cara pembuatan dan pengembangannya jenis vaksin


berasarkan antigen dapat dibedakan menjadi:

a. Vaksin Mengandung Organisme yang Dilemahkan

Vaksin jenis ini juga disebut vaksin live attenuated, yang


mengandung mikroorganisme hidup liar yang sudah dilemahkan di
laboratorium dengan cara kultur ulang. Vaksin ini sifatnya tidak
virulen dan menyerupai virus aslinya pada saat menimbulkan infeksi.
Dapat memberikan kekebalan seumur hidup karena dapat meransang
produksi atibodi secara terus menerus, contoh vaksinnya Campak,
Polio (Sabin), BCG dan Tifoid (WHO, 2019).

b. Vaksin Mengandung Mikroorganisme yang dimatikan

Vaksin jenis ini menggunakan mikroorganisme yang sudah


dimatikan, dengan menumbuhkannya pada media kultur.
Mematikannya dengan menggunakan kimiawi yang biasa formalin
atau fenol. Vaksin bisa terdiri dari seluruh atau sebagian (farctional),
pada vaksin fractional bisa berbasis protein atau polisakarida. Vaksin
fractional, organisme dimurnikan hanya bagian- bagian yang
diperlukan seperti polisakarida dari peneumokokus yang diambil dari
kapsul luar. Vaksin ini tidak hidup dan tidak bisa berkembang biakan,
antigen yang diberikan ketubuh saat imunisasi tidak menyebabkan
penyakit walaupun pada seseorang yang mengalami defisiensi imun.
Selaian itu tidak akan dipengaruhi oleh anti bodi yang beredar,
sehingga vaksin ini bisa diberikan walaupun ada anti bodi seperti pasca
donor darah yang ada antibodi (Radji, 2020).
Pemantauan suhu vaksin sangat penting dalam menetapkan secara
cepat apakah vaksin masih layak digunakan atau tidak. Untuk
membantu petugas dalam memantau suhu penyimpanan dan
pengiriman vaksin ini, ada berbagai alat dengan indikator yang sangat
peka seperti Vaccine Vial Monitor (VVM), Freeze watch atau Freeze
tag serta Time Temperatur Monitor (TTM). Dengan menggunakan alat
pantau ini, dalam berbagai studi diketahui bahwa t a telah terjadi
berbagai kasus paparan terhadap suhu beku pada vaksin yang peka
terhadap pembekuan seperti Hepatitis B, DPT dan TT (Kusumadewi,
2020).
Vaksin bersifat rentan dan kehilangan potensi vaksin akan mudah
terjadi, maka diperlukan penanganan secara khusus. Apabila potensi
vaksin rusak tidak akan memberikan kekebalan terhadap penyakit
(Samant et al., 2017).

1. Pengelolaan Sistem Rantai Dingin Vaksin

Pengelolaan rantai dingin vaksin atau cold chain merupakan suatu


sistem menajemen untuk mengawasi mutu vaksin. Pengelolaan rantai
dingin vaksin adalah suatu prosedur yang telah ditetapkan untuk
dilaksanakan dalam rangka menjaga vaksin tetap pada suhu tertentu
dengan tujuan supaya potensi vaksin tidak rusak. Pengelolaan rantai
dingin vaksin harus mengacu ke Standar Operasional Prosedur (SOP)
yang telah ditetapkan. Kegiatannya dilakukan mulai dari pembuatan
vaksin di pabrik sampai diberikan kepada sasaran (Kemenkes RI,
2021).
Material dalam pengelolaan rantai dingin vaksin merupakan
kompenen utama yang harus dipenuhi. Apabila alat tidak lengkap, suhu
yang diinginkan tidak akan didapatkan dan pemantauan suhu tidak
bisa dilakukan dengan baik.

Alat yang dibutuhkan dalam pengelolaan rantai dingin vaksin yaitu


lemari es, boks vaksin/vaccine cold box, Termos vaksin/vaccine
carrier, kotak dingin/cool pack, alat pemantau suhu (termometer,
freeze tag dan Vaccine Cold Chain Monitor/VCCM), voltage stabilizer
dan genset (Kemenkes RI, 2021).
2. Pencatatan dan Pelaporan Manajemen Vaksin
Alat pengelola rantai dingin vaksin merupakan alat untuk mencatat
suhu lemari es yang berupa grafik yang gunanya untuk memantau suhu
lemari es dan kertas ini ditempel di lemari es. Lemari es yang
digunakan harus ada perawatan secara berkala yaitu perawatan harian,
perawatan mingguan dan perawatan bulanan . Lemari es juga
disediakan suku cadang seperti thermostat, heater, karet pintu, sumbu
dan semprong (Kemenkes RI, 2021).

Metode pengelolaan rantai dingin vaksin mencakup prosedur baku


dan proses kerja yang berkaitan dengan permintaan vaksin,
pengangkutan vaksin, penyimpanan vaksin dan pemakaian vaksin.
Vaksin diterima oleh Puskesmas sesuai dengan jumlah permintaan
yang berdasarkan jumlah sasaran (Kemenkes RI, 2021). Vaksin yang
sudah diminta sesuai kebutuhan, kemudian akan dilakukan pengelolaan
suhu. Pengelolaan rantai dingin vaksin ini yang dimulai semenjak
vaksin selama transpotasi atau pengangkutan, penyimpanan dan
pemakaian atau pemberian (Kemenkes RI, 221). Adapun pengelolaan
rantai dingin vaksin pada tiap tahapan adalah sebagai berikut:

a. Transportasi atau pengangkutan vaksin

Pada tahap ini berkaitan dengan alat yang digunakan untuk


menjaga vaksin selama transportasi atau pengangkutan. Pada
pengangkutan vaksin, vaksin tetap pada rentang 2C-8C. Paralatan
yang digunakan selama transportasi vaksin yaitu boks vaksin,
termos vaksin dan kotak dingin. Sebelum vaksin dimasukan
kedalam alat pengangkut terlebih dahulu vaksin diperiksa VVM
dan kadaluarsa, kecuali vaksin BCG. Dalam alat pengangkut
vaksin harus tersedia termometer, indikator paparan suhu beku
(freeze tag) dan indikator paparan suhu panas (VCCM). Vaksin
yang boleh dibawa hanya vaksin dengan VVM A dan B, yang
VVM C dan D tidak dianjurkan untuk dibawa. Alat pembawa
vaksin selama di perjalanan tidak boleh terkena sinar matahari
langsung (Kemenkes RI, 2021).

Penyimpanan dan transportasi vaksin harus memenuhi syarat


rantai dingin vaksin yang baik untuk mempertahankan kualitas
vaksin. Kualitas vaksin yang rendah menyebabkan vaksin tidak
poten sehingga tidak dapat memberikan perlindungan.(Ranuh et
al., 2017).

b. Penyimpanan vaksin

Penyimpanan Rantai Dingin Vaksin dilakukan untuk menjaga


kualitas vaksin tetap baik sejak diterima sampai didistribusikan
ketingkat berikutnya atau digunakan ke pasien dan harus
disimpan pada suhu yang telah ditetapkan. Vaksin yang berasal
dari virus hidup (polio,campak) pada pedoman sebelumnya harus
disimpan pada suhu di bawah 0⸰C. Dalam perkembangan
selanjutnya, hanya vaksin polio yang masih memerlukan suhu di
bawah 0⸰C di provinsi dan kabupaten/kota, sedangkan vaksin
campak dapat disimpan di refrigerator pada suhu 2- 8◦C.
Adapun vaksin lainnya harus disimpan pada suhu 2-8⸰C.
Penyimpangan suhu saat penyimpanan vaksin dapat
mengakibatkan vaksin kehilangan potensinya, sehingga
menimbulkan vaksin terbuang secara sia-sia (Dewi, dkk, 2022).

c. Pemakaian atau Pemberian Vaksin


Setiap vaksin yang akan dipakai atau keluar untuk pelayanan
imunisasi harus dicatat dalam buku stock vaksin, vaksin
dikeluarkan dengan memperhatikan VVM serta prinsip First
Expired First Out (FEFO) dan First In First Out (FIFO). Banyak
vaksin yang dikeluarkan sesuai dengan kebutuhan pelayanan atau
sasaran (Kemenkes RI, 2021). Vaksin yang dibawa ke pelayanan
imunisasi, VVM harus A dan B dengan menggunakan vaccine
carrier atau termos vaksin yang terdapat kotak dingin atau cool
pack di dalamnya. Saat vaksin diberikan pada sasaran di pelayanan
imunisasi atau posyandu, vaksin di letakakan diatas busa atau spon
termos vaksin (Kemenkes RI, 2021).

d. Pencatatan dan Pelaporan

Pengelolaan rantai dingin vaksin yang baik perlu ada


pencatatan dan pelaporan. Pencatatan yang dilakukan yaitu
mencatat suhu lemari es 2 kali sehari serta mencatat vaksin masuk
dan vaksin keluar. Vaksin yang keluar atau masuk dicatat dengan
terperinci seperti jumlah, VVM, nomor kotak dan tanggal
kadaluarsa pada buku stock masing-masing vaksin. Setiap vaksin
keluar di sertai dengan Surat Bukti Barang Keluar (SBBK).
Pencatatan tentang vaksin dilaporkan setiap bulan dengan rutin
secara berjenjang mulai dari petugas pelayanan posyandu ke
petugas pengelola vaksin Puskesmas selanjutnya diteruskan ke
petugas pengelola vaksin Kabupaten (Kemenkes RI, 2021).

E. CONCLUSION
Secara umum manajemen pengelolaan rantai dingin di RS UNAND
berjalan sesuai dengan standar operasional prosedur (SOP) pedoman
pengelolaan vaksin di fasilitas pelayanan kesehatan oleh Kementerian
Kesehatan Republik Indonesia.

6. ACTION PLAN
Penting bagi petugas kesehatan untuk mengetahui pengelolaan rantai
dingin agar mutu vaksin tetap terjaga dan potensi vaksin tidak berkurang.
Hal itu dapat dilakukan dengan mengikuti pelatihan ataupun seminar yang
diselenggarakan terkait pengelolaan rantai vaksin.
DAFTAR PUSTAKA
CDC (2019) ‘Vaccine Storage and Handling Toolkit’, Vaccine Storage and
Handling Toolkit, (September), pp. 1–49. Available at:
www.cdc.gov/vaccines/imz- managers/awardeeimz-websites.html.
Dewi, dkk. 2022. Evaluasi Perbandingan Sistem Rantai Dingin Penyimpanan
Vaksin. Journal Syifa Sciences and Clinical Research, 4(2), 694-700.
Edstam, J.S., Dulman, N., Nymadawa, P., Rinchin, A., Khulan, J dan Kimbal,
AM. 2019. Comparision of Hepatitis B Vaccine Coverage and
Effectivenes Among Urban and Arural Mongolian 2 Year Olds.
Preventive Medicine 34 (2): 207- 214
Kairul., Udiyono, A dan Sasrawati, L.D. 2016. Gambaran Pengelolaan Rantai
Dingin Vaksin Program Imunisasi Dasar. Jurnal Kesehatan Masyarakat
4 (4): 417-423.
Kemenkes RI. 2017. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
12 Tahun 2017 tentang Penyelenggaraan Imunisasi. Jakarta:
Kementerian Kesehatan RI.
Kemenkes RI. 2021. Modul Pelatihan Imunisasi Bagi Petugas Puskesmas.
Jakarta: Kementerian Kesehatan RI.
Kemenkes RI. 2021 Pedoman Pengelolaan Vaksin di Fasilitas Pelayanan
Kesehatan. Jakarta: Kementerian Kesehatan RI.
Kristini, T.D. 2016. Faktor-Faktor Risiko Kualitas Pengelolaan Vaksin Program
Imunisasi yang Buruk di Unit Pelayanan Swasta [Tesis]. Semarang.
Program Pascasarjana Universitas Diponegoro. 122 hal.
Kusuma, D., Astri Dwi, L (2020) Gambaran Sistem Pengelolaan Rantai Dingin
Vaksin di Beberapa Puskesmas Kecamatan di Wilayah Jakarta Timur
Tahun 2019. Medical Sains, 4(2), 153-162
Lumentut, G.P., Pellealu, N.C dan A.C. Wulur. 2015. Evaluasi Penyimpanan
dan Pendistribusian Vaksin dari Dinas Kesehatan Kota Manado ke
Puskesmas Tumining, Puskesmas Paniki Bawah dan Puskesmas
Wenang. Jurnal Ilmiah Farmasi-UNSRT 4 (3): 2302-2493.
Matthias, D.M., Robertson, J dan Garrison, M.M. 2017. Freezing Temperatures
In The Vaccine Cold Chain: A Systematic Literature Review. Vaccine (25):
3980-3986
Radji, M. (2020) Mekanisme Aksi Molekuler Antibiotik dan Kemoterapi. Jakarta:
EGC.
Ranuh, I. . G. et al. (2017) Pedoman imunisasi di Indonesia, Jakarta : Pedoman
imunisasi di Indonesia.
Samant, Y., Lanjewar, H., Block, L., Parker, D., Stein, B dan Tomar, G. 2007.
Relationship Between Vaccine Vial Monitors and Cold Chain
Infrastructure in a Rural District of India. Jurnal of Rural and Remote
Health Research, Education, Practice and Policy 7 (617): 1-14
Septa Pratama (2022) Evaluasi Penyimpanan Vaksin di Gudang Farmasi Dinas
Kesehatan Provinsi Jambi. Pharmaceutical Journal of UNAJA, 1(1) ,6-
13.
Setiawan, A., Lintang Dian, S., Mateus Sakundaro, Ari Udijono (2021)
Gambaran Kualitas Pengelolaan Rantai Dingin Vaksin Meningitis di
Wilayah Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta. Media Penelitian dan
Pengembangan Kesehatan, 31(2), 97 – 108
World Health Organitation. 2019. Immunization in Practice. WHO Press. WHO
22 Venue Appia 1211 Geneva 27 Switzeland.

Anda mungkin juga menyukai